Anda di halaman 1dari 3

COVID-19, DEGLOBALISASI, DAN NASIONALISME

Sejak digemparkan oleh adanya temuan virus yang membahayakan manusia, kondisi dunia
yang awalnya baik-baik saja kini menjadi kalang kabut dan tidak stabil. Virus yang pertama kali
ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada Desember 2019 itu sangat cepat menyebar hingga ke
negara-negara lain. Tidak tanggung-tanggung, kini hampir seluruh dunia terserang oleh virus
yang biasa disebut dengan Corona ini. Virus yang menyerang pada sistem pernapasan ini
cukup membuat membuat dunia menjadi kacau. Orang tua, dewasa, remaja, bahkan anak-anak
maupun bayi yang baru lahir bisa terinfeksi oleh Coronavirus. Belum ditemukan adanya vaksin
penyembuhan bagi penderita penyakit yang disebabkan oleh virus ini atau infeksi yang biasa
dikenal dengan COVID-19, sementara penyebaran infeksi ini sungguh cepat di masyarakat.
Anjuran untuk menggunakan masker dan selalu cuci tangan atau menggunakan hand sanitizer
digalakkan. Namun, bukan hanya dunia kesehatan saja yang mengalami dampak ini. Sektor
ekonomi, politik, teknologi, sosial budaya, dan bahkan pendidikan ikut kacau atas serangan
COVID-19 ini. Di Indonesia sendiri virus ini mulai masuk pada awal Maret 2019 di Depok, Jawa
Barat. Akibat dari fenomena ini, pemerintah juga menganjurkan untuk lockdown atau penutupan
jalur menuju atau keluar wilayah dalam skala daerah bahkan sampai negara untuk
menghentikan rantai COVID-19. Dan kebijakan lockdown tersebut memicu adanya fenomena
yang disebut deglobalisasi.

Menurut Wikipedia, deglobalisasi merupakan proses berkurangnya saling ketergantungan dan


integrasi antara unit-unit politik di seluruh dunia. Fenomena ini membuat pasar ekonomi
internasional menjadi turun interaksinya karena adanya pembatasan kegiatan masuk dan keluar
wilayah. Dikutip dari Wikipedia, deglobalisasi pernah terjadi di antara tahun 1914 sampai tahun
1970-an di negara-negara maju. Dan sekarang terulang kembali sebagai akibat dari munculnya
COVID-19. Negara tidak lagi bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi atau perdagangan yang
melibatkan negara lain akibat dari kebijakan lockdown. Selain negara kita sendiri, negara lain
juga menutup akses ke wilayahnya demi memutus rantai COVID-19 ini agar tidak semakin
menyebar. Globalisasi terhambat dan deglobalisasi muncul.

Deglobalisasi yang merebak sebagai akibat dari persebaran COVID-19 yang tinggi di hampir
setiap negara itu sungguh membuat ekonomi menjadi lemah. Menurunnya kegiatan ekspor dan
impor yang merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang cukup tinggi di Indonesia itu
mengakibatkan memburuknya pertumbuhan ekonomi negara ini. Investasi antarnegara juga
mengalami gangguan dan berakibat pada pertumbuhan ekonomi internasinal.

Sementara di wilayah negara kita sendiri, kegiatan perekonomian juga terganggu. Adanya
anjuran stay at home juga membatasi kegiatan ekonomi masyarakat. Masyarakat tidak bisa
secara bebas melakukan kegiatan jual beli secara langsung. Larangan untuk berkumpul
membuat sementara tidak adanya kegiatan produksi (seperti pabrik). Tempat wisata ditutup
untuk sementara waktu. Warung, restoran maupun kafe juga mengalami penurunan omzet.

Di bidang politik, tidak adanya kegiatan pertemuan ke luar negara karena bandara dari dalam
negeri maupun luar negeri tidak menerima kegiatan penerbangan. Dan menjadikan hubungan
luar negeri menjadi sedikit merenggang.

Bidang sosial budaya juga mengalami gangguan. Aturan social distancing, yaitu aturan untuk
menjaga jarak minimal 1 meter membuat proses sosialisasi terganggu. Bahkan, untuk kegiatan
silaturahmi ke sanak saudara pada saat hari raya juga tidak diperbolehkan. Kegiatan untuk
beribadah juga tidak berjalan baik akibat adanya COVID-19 ini. Lomba 17 Agustus yang biasa
dilakukan oleh masyarakat setiap perayaan hari kemerdekaan juga ditiadakan.

Sementara itu, di bidang teknologi malah tidak terikat adanya deglobalisasi. Teknologi masih
berjalan sebagaimana semestinya tanpa terpengaruh adanya COVID-19 atau deglobalisasi ini.
Di jaman digital ini semua informasi terkait dengan berbagai masalah di dunia bisa diakses
dengan mudah. Tidak ada larangan untuk akses dari dalam negeri maupun luar negeri.
Informasi mengenai perkembangan COVID-19 di setiap negara diinformasikan dengan lengkap
dan terkini. Dan dengan kecanggihan teknologi ini, para ilmuwan sedang berusaha keras untuk
menemukan vaksin yang efektif untuk mengatasi COVID-19.

Pendidikan Indonesia sangat berhubungan erat dengan teknologi di tengah pandemi COVID-19
ini. Meskipun adanya larangan untuk berkumpul dan berkerumun di tengah masyarakat, tetapi
dengan adanya teknologi yang kian canggih ini pemerintah memutuskan kebijakan untuk
belajar di rumah secara daring sehingga para guru dan siswa tidak perlu untuk bertatap muka
saat melakukan pembelajaran. Ini cukup untuk mengurangi perkembangan COVID-19 di
masyarakat. Pembelajaran ini biasanya menggunakan media berupa aplikasi Zoom, Google
Meet, ataupun Google Classroom. Ini cukup efektif karena tenaga pengajar masih tetap bisa
memberikan materi lewat aplikasi komunikasi video tersebut tadi.
Dan di era yang berubah deglobalisasi ini mungkin sedikit menghambat laju pendidikan di
Indonesia. Salah satu contohnya adalah tidak adanya pertukaran pelajar dari Indonesia ke
negara lain. Inilah yang semestinya kita lakukan untuk mengembalikan sikap nasionalisme yang
mulai luntur dari pelajar Indonesia. Hal ini bisa menjadi kesempatan pemerintah di bidang
pendidikan untuk mengajak para generasi muda bangsa untuk lebih mengenal budaya sendiri.
Ada banyak sekali budaya Indonesia yang mungkin masih kurang dikenal oleh generasi muda
saat ini. Adanya pemberian materi di rumah mungkin bisa membuat murid untuk lebih leluasa
untuk mempelajarinya di rumah daripada di sekolah. Budaya yang berupa tentang kesenian
Indonesia, adat istiadat, lagu daerah, tarian daerah, atau juga makanan khas bisa dipelajari
untuk mengisi waktu stay at home ini.

Seperti yang disebutkan tadi, ada beberapa pendidikan nasionalisme yang bisa dipelajari pada
situasi pandemi ini. Salah satu contohnya adalah mengenai makanan khas daerah. Tidak hanya
para pelajar, tetapi kaum masyarakat umum juga bisa menerapkan pendidikan nasionalisme
untuk memperkenalkan dan mempelajari makanan khas daerah yang nanti bisa jadi menjadi
ladang usaha di tengah kebijakan stay at home. Dengan kecanggihan teknologi, semua
informasi mengenai apa bahan makanan khas itu dan cara membuatnya yang kini sangat
mudah diakses melalui internet.

Di tengah terbatasnya aktivitas ekspor dan impor yang terjadi ini, bisa menjadi kesempatan
pemerintah untuk meningkatkan dan mengembangkan produk dalam negeri. Selain untuk lebih
membangkitkan rasa nasionalisme, kebijakan tersebut juga bisa menjadi dorongan untuk
meningkatkan ekonomi dalam negeri di masa pandemi ini.

Kita boleh saja merasa kesusahan karena akibat dari deglobalisasi ini mematahkan jalinan
hubungan dengan negara lain, tetapi ini mungkin bisa menjadi langkah awal untuk
meningkatkan mutu semangat nasionalisme bagi warga Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai