Anda di halaman 1dari 5

Rhiniti Atrofi

Definisi
Rinitis atrofi adalah infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi  progresif pada mukosa dan tulang
konka dan pembentukan krusta. Disebut juga rinitis chronica atrophicanscum foetida. Secara klinis,
mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang
berbau busuk

Etiologi
Penyebab rinitis atrofi (Ozaena) belum diketahui sampai sekarang. Terdapat berbagai teori mengenai
penyebab rinitis atrofik dan penyakit degeneratif sejenis. Beberapa penulis menekankan faktor
herediter.Namun ada beberapa keadaan yang dianggap berhubungan dengan terjadinya rinitis atrofi
(Ozaena), yaitu :
Infeksi setempat/ kronik spesifik. Paling banyak disebabkan oleh Klebsiella Ozaena. Kuman ini
menghentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia. Selain golongan Klebsiella, kuman
spesifik penyebab lainnya antara lain Stafilokokus, Streptokokus, Pseudomonas aeuruginosa,Kokobasilus,
Bacillus mucosus, Diphteroid bacilli,Cocobacillus foetidus ozaena
Defisiensi. Defisiensi Fe dan vitamin A.
Infeksi sekunder. Sinusitis kronis.
Kelainan hormon. Ketidakseimbangan hormon estrogen.
Penyakit kolagen. Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun.
Teori mekanik dari Zaufal.
Ketidakseimbangan otonom. Terjadi perubahan neurovaskular seperti deteriorisasi pembuluh darah
akibat gangguan sistem saraf otonom.
Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome (RSDS).
Herediter.
Supurasi di hidung dan sinus paranasal.
Golongan darah.
Selain faktor-faktor di atas, rinitis atrofi juga bisa digolongkan atas : rinitis atrofi primer yang
penyebabnya tidak diketahui dan rinitis atrofi sekunder, akibat trauma hidung (operasi besar pada hidung
atau radioterapi) dan infeksi hidung kronik yang disebabkan oleh sifilis, lepra,midline granuloma,
rinoskleroma dan tbc. Radiasi pada hidung umumnya segera merusak pembuluh darah dan kelenjar
penghasil mukus dan hampir selalu menyebabkan rinitis atrofik. Berbagai infeksi seperti eksantema akut,
scarlet fever , difteri dan infeksi kronik telah diimplikasikan sebagai penyebab cedera pembuluh darah
submukosa. Penyebab dari lingkungan juga telah diajukan karena angka insiden yang lebih tinggi pada
masyarakat sosio ekonomi rendah.
Patofisiologi
Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel kolumnar bersilia menjadi epitel skuamous atau
atrofik, dan fibrosis dari tunika propria. Terdapat  pengurangan kelenjar alveolar baik dalam jumlah dan
ukuran dan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal. Oleh karena itu secara patologi,
rinitis atrofi  bisa dibagi menjadi dua :
1- a)Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat infeksi kronik;
membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.  
2- b)Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek dengan terapi estrogen

Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole akan menyebabkan berkurangnya aliran
darah ke mukosa. Juga akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa. Taylor dan Young mendapatkan
sel endotel bereaksi positif dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya absorbsi tulang yang aktif.
Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebabkan pembentukan krusta tebal yang melekat.
Atrofi konka menyebabkan saluran nafas jadi lapang. Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun;
Dobbie mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan
merupakan penyebab utama menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi. Fungsi surfaktan yang
abnormal menyebabkan pengurangan efisiensi mucus clearance dan mempunyai pengaruh kurang baik
terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan
keringnya mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering bersamaan dengan terkelupasnya
sel epitel, membentuk krusta yang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan
kuman.Perubahan histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi (Ozaena), yaitu :
Mukosa hidung. Berubah menjadi lebih tipis.
Silia hidung. Silia akan menghilang.
Epitel hidung. Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau
epitel gepeng berlapis.
Kelenjar hidung. Mengalami degenerasi, atrofi (bentuknya mengecil), atau jumlahnya
berkurang.
Menefestasi klinis
Keluhan penderita rinitis atrofi (ozaena) biasanya berupa hidung tersumbat, gangguan penciuman
(anosmi), ingus kental berwarna hijau, adanya krusta (kerak) berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis dan
hidung terasa kering. Keluhan subjektif lain yang sering ditemukan pada pasien biasanya napas berbau
(sementara pasien sendiri menderita anosmia) jadi penderita sendiri (-), orang lain (+) penciumannya.
Pasien mengeluh kehilangan indra pengecap dan tidak bisa tidur nyenyak ataupun tidak tahan udara
dingin. Meskipun jalan napas jelas menjadi semakin lebar, pasien merasakan sumbatan yang makin
progresif saat bernapas lewat hidung, terutama karena katup udara yang mengatur perubahan tekanan
hidung dan menghantarkan impuls sensorik dari mukosa hidung ke sistem saraf pusat telah bergerak
semakin jauh dari gambaran.
Pemeriksaan THT pada kasus rinitis atrofi (ozaena) dapat ditemukan rongga hidung dipenuhi krusta hijau,
kadang-kadang kuning atau hitam; jika krusta diangkat, terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka
(konka nasi media dan konka nasi inferior mengalami hipotrofi atau atrofi), sekret purulen dan berwarna
hijau, mukosa hidung tipis dan kering.
Bisa juga ditemui ulat/ telur larva (karena bau busuk yang timbul). Sutomo dan Samsudin membagi
ozaena secara klinik dalam tiga tingkat :
a)Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir, krusta sedikit.
b) Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna makin pudar, krusta
banyak, keluhan anosmia belum jelas.
c)Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis, rongga hidung
tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia yang jelas

- Perubahan kontinu pada kompleks penyakit degeneratif kronik ini mempunyai awitan yang
timbul perlahan berupa atrofi hidung dini. Biasanya pertama mengenai mukosa hidung tampak
beberapa daerah metaplasia yang kering dan tipis dimana epitel pernapasan telah kehilangan silia,
dan terbentuk krusta kecil serta sekret yang kental. Dapat terjadi ulserasi ringan dan pendarahan.
Atrofi sedang tidak hanya mempengaruhi daerah mukosa hidung yang lebih besar namun
terutama melibatkan suplai darah epitel hidung, secara perlahan memperbesar rongga hidung ke
segala jurusan dengan semakin tipisnya epitel. Kelenjar mukosa atrofi dan menghilang, sementara
fibrosis jaringan subepitel perlahan-lahan menyeluruh. Jaringan disekitar mukosa hidung juga
ikut terlibat, termasuk kartilago, otot, dan kerangka tulang hidung. Akhirnya kekeringan,
pembentukan krusta dan iritasi mukosa hidung dapat meluas ke epitel nasofaring, hipofaring dan
laring. Keadaan ini dapat mempengaruhi patensi tuba Eustachius, berakibat efusi telinga tengah
kronik dan dapat menimbulkan perubahan yang tidak diharapkan pada apartus lakrimalis
termasuk keratitis sicca.
Pemeriksaan penunjang pada kasus rinitis atrofi (ozaena) yang dapat dilakukan antara lain :
Foto rontgen sinus paranasalis.
CT scan sinus paranasalis.
Pemeriksaan mikroorganisme.
Uji resistensi kuman
Pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan histopatologi yang berasal dari biopsi konka media. Dari pemeriksaan histopatologi
terlihat mukosa hidung menjadi tipis, silia hilang, metaplasia torak bersilia menjadi epitel kubik atau
gepeng berlapis, kelenjar berdegenerasi atau atrofi, jumlahnya berkurang dan bentuknya mengecil.
Pemeriksaan serologi darah

Komplikasi
Komplikasi rinitis atrofi (ozaena) dapat berupa :
1.Perforasi septum
2.Faringitis
3.Sinusitis
4.Miasis hidung
5.Hidung pelana

Treatment
Pengobatan konservatif ozaena meliputi pemberian antibiotik, obat cuci hidung, dan simptomatik.
1). Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan dosis adekuat sampai tanda-tanda infeksi
hilang. Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada pengobatan dengan Rifampicin oral 600 mg
1 x sehari selama 12 minggu.
2). Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari krusta dan sekret dan menghilangkan bau.
Antara lain :
a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau
b. Campuran :
NaCl
 NH4Cl
 NaHCO3aaa 9
Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat
c. Larutan garam dapur d. Campuran :
 Na bikarbonat 28,4 g
 Na diborat 28,4 g
 NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi
dengan menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring dikeluarkan melalui mulut, dilakukan
dua kali sehari. Pemberian obat simptomatik pada rinitis atrofi (Ozaena) biasanya dengan pemberian
preparat Fe.
3). Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara lain : glukosa 25% dalam gliserin untuk
membasahi mukosa, oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U / ml, kemisetin anti ozaen solution dan
streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan tiga kali sehari masing-masing tiga tetes.
4). Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu.
5). Preparat Fe.
6). Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas. Sinha, Sardana dan Rjvanski melaporkan ekstrak
plasenta manusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan dalam 2 tahun dan injeksi ekstrak plasenta
submukosa intranasal memberikan 93,3% perbaikan pada periode waktu yang sama. Ini membantu
regenerasi epitel dan jaringan kelenjar. Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2 tablet
sehari selama 2 minggu, natrium bikarbonat, cuci hidung dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari, kontrol darah
dan urine seminggu sekali untuk melihat efek samping obat, pembersihan hidung di klinik tiap 2 minggu
sekali, cuci hidung diteruskan sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan hasil yang memuaskan pada 6
dari 7 penderita
Prognosa
Untuk prognosis pasien dalam kasus ini, dengan operasi diharapkan perbaikan mukosa dan keadaan
penyakitnya. Pada pasien yang berusia diatas 40 tahun, beberapa kasus menunjukkan keberhasilan dalam
pengobatan

Referensi
- Hutagaol,Joslouls 2017 rhinitis atrofi ,medan : Fakultas Kedokteran Universitas Methodist
Indonesia Rumah Sakit Tingkat II Putri Hujau Kesdam I/BB Medan
- Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai