Anda di halaman 1dari 2

Penyebaran agama Islam di Sumatera Selatan

Sejarah Kerajaan Palembang

Daerah pulau Sumatera sejak dulu dikenal sebagai penganut Islam yang taat. Ada beberapa
kerajaan Islam yang pernah ada di pulau Sumatera, salah satunya adalah Kerajaan Sumatera
Selatan. Sekarang, kita akan membahas tentang kerajaan Islam di Sumatera Selatan.

Islam mulai masuk ke Sumatera Selatan pada abad ke 15, kemudian muncullah komunitas
Muslim di Palembang. Dulu daerah Palembang dikenal sebagai istilah Pulau Emas. Nggak
cuma karena imagenya yang menjadi pusat perdagangan, tapi juga karena kebesaran Malaka
yang nggak pernah melepaskan hubungannya dengan Palembang, Kota asalnya. Sekitar awal
abad ke 16, Palembang sudah dikuasai oleh Kerajaan Demak. Ketika Palembang ada di
bawah kekuasaan Demak, Sultan demak pada saat itu adalah Pate Rodim.

Pada waktu itu, penduduk Palembang kurang lebih cuma sekitar 10.000 orang saja, lalu
banyak yang mati karena membantu Demak melawan Portugis di Malaka. Meskipun nama
Palembang sudah dikenal sebagai penguasa Islam sejak 1550, tapi yang tercatat sebagai
sultan pertama kesultanan Palembang adalah Susuhunan Sultan Abdurrahman Khalifat al-
Mukminin Sayyid al-Iman atau Pangeran Kusumo Abdurrahman atau Kiai mas Endi.

Setelah itu, Palembang diperintah oleh 11 sultan, dan sultan yang terakhir adalah Pangeran
Kromojoyo atau Raden Abdul Azim Purbolinggo. Wah, ternyata banyak banget ya sultan
yang memerintah Palembang? Ternyata, proses masuknya Islam ke Palembang nggak
semudah yang kita bayangkan.
Faktor yang membuat Islam berkembang pesat di Sumatra Selatan

 Di Palembang, istana atau keraton juga digunakan sebagai pusat sastra dan ilmu agama.
Banyak Sultan Palembang yang mendorong perkembangan pembelajaran keagamaan.

Di masa pemerintahan mereka, muncul banyak ilmuwan agama asal Palembang yang secara
aktif membuat riset dan membuat karya-karya ilmiah keagamaan di berbagai cabang seperti
ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat, tarikh, dan al-Qur’an. Perhatian Sultan terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan Islam terlihat betapa pedulinya dia pada keberadaan
perpustakaan keraton yang memiliki koleksi buku dan sumber yang cukup lengkap dan rapi.

Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, sudah terbukti berhasil menyatukan


wilayah Nusantara yang sangat luas. Dua hal yang mempercepat proses pengajaran Islam
yaitu penggunaan aksara Arab dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu yang dikenali
oleh setiap orang. Aksara Arab itu dikenal dengan banyak nama, seperti huruf Jawi (di
Melayu) dan huruf pegon (di Jawa). Luasnya penguasaan aksara Arab ke Nusantara telah
membuat para pengunjung asal Eropa ke Asia Tenggara terpesona dengan tingginya tingkat
kemampuan baca tulis yang mereka temui.

Berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana raja seolah menjadi pendorong hadirnya


pendidikan dan pengajaran di masyarakat. Setelah ada banyak ulama yang merupakan hasil
didikan dari istana-istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ke tingkatan yang
lebih luas, dengan dilakukannya pendidikan di rumah-rumah ulama untuk masyarakat umum,
khususnya sebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttâb atau lembaga pendidikan dasar
di wilayah Arab di masa Rasulullah.

Anda mungkin juga menyukai