Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunianya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Kemampuan Lahan Kabupaten
Tuban” dengan tepat waktu. Penulisan makalah ini bertujuan untuk analisa mengenai
kemampuan lahan Kabupaten Tuban. Seluruh data dan informasi diperoleh berdasarkan data
sekunder yang kami lakukan.
Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir. Kami juga tak lupa mengucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing mata kuliah Sistem Informasi Perencanaan, Bapak Nursakti Adhi
Pratomoatmojo, ST, M.Sc.
Melalui makalah ini kami berharap dapat memberikan manfaat kepada penulis sendiri
serta kepada pembaca mengenai analisa kesesuaian lahan Kabupaten Tuban terkait langkah-
langkah dan penerapan hasil analisa kesesuaian lahan tersebut. Pada akhirnya kami selaku
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini
menjadi lebih baik.
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.........................................................................................................................iii
DAFTAR PETA.............................................................................................................................iv
BAB I..............................................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................4
BAB III.........................................................................................................................................16
BAB IV.........................................................................................................................................29
BAB VI.........................................................................................................................................69
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR PETA
Lahan merupakan salah satu komponen abiotik lingkungan utama yang merupakan
matriks dasar kehidupan (Tan, 2009). Lahan memiliki daya dukung terbatas, karena itu
penggunaannya perlu dijaga agar tidak terjadi kerusakan atau degradasi (Stocking dan
Murnaghan, 2002). Tekanan pertumbuhan penduduk yang tinggi di berbagai tempat telah
menyebabkan tekanan terhadap lahan melalui penggunaan secara berlebihan. Degradasi
terjadi pada lahan yang digunakan secara berlebihan melebihi kemampuan dan daya dukung
alamiahnya (Goldshleger dkk., 2010). Degradasi lahan didefinisikan sebagai hilangnya
kemampuan lahan untuk berproduksi, baik yang disebabkan oleh proses fisik maupun kimia
(Singer dan Munns, 2002). Banyak penelitian menunjukkan terjadinya kemunduran kualitas
lahan akibat penggunaan yang salah dan melebihi kemampuannya (Dougill dkk, 2002; Boix
dan Zinck, 2008; Adamu dkk, 2014). Penggunaan lahan yang salah akan memerlukan biaya
yang tinggi untuk memperbaiki, bahkan jika degradasi mencapai tahap irreversible,
kerusakan tidak dapat diperbaiki lagi (Gupta dan Sharma, 2010; Sudershan, 2003).
Seperti juga pemanfaatan sumber daya alam tak terbarukan lainnya, penggunaan lahan secara
rasional merupakan salah satu indikator penting pembangunan (Chang dan Wu, 2011) dan
pertumbuhan ekonomi (Pilvere dkk, 2014). Hal ini bahkan terkait dengan konsep
pembangunan berkelanjutan (Akinci dkk, 2013). Pembangunan berkelanjutan
didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri (Anonim, 1987; Munasinghe, 1993; Feizizadeh dan Blaschke, 2012). Pertumbuhan
penduduk yang cepat membutuhkan daerah baru untuk pemenuhan kebutuhan primer,
khususnya di kota besar. Pada gilirannya, kebutuhan ini menyebabkan sumber daya alam
seperti hutan, padang rumput, lahan basah dan lahan pertanian diubah menjadi pemukiman
atau daerah industri dan menyebabkan lahan digunakan dengan cara-cara yang tidak sesuai
dengan potensi dan melebihi daya dukungnya (Symeonakis dkk, 2007). Untuk
menghindari hal ini, sangat penting mempersiapkan perencanaan penggunaan lahan yang
memungkinkan pewarisan sumberdaya lahan untuk generasi mendatang dengan baik.
1
Pendekatan terintegrasi perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan juga secara eksplisit
dinyatakan dalam Agenda 21 (Smardon, 2008). Hal ini dapat dilakukan melalui
penggunaan lahan secara terencana dan berkelanjutan dan dengan cara yang sesuai dengan
kemampuan dan potensinya.
Salah satu pendekatan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah penilaian kemampuan
lahan (Singer, 2014). Hasil penilaian selanjutnya dapat digunakan sebagai panduan
menuju optimalisasi penggunaan lahan. Melalui penilaian tersebut, dapat diberikan
informasi tentang kendala yang dimiliki lahan tertentu (Mokarram dan Aminzadeh, 2010),
yang kemudian dapat digunakan sebagai alat pengambilan keputusan untuk penggunaan
lahan berdasarkan kemampuan dan potensinya (Bandyopadhyay dkk, 2009). Pada tahap
selanjutnya, melalui analisis kesesuaian lahan, dapat ditentukan jenis penggunaan lahan
yang paling cocok (Amiri dan Shariff, 2012). Evaluasi dapat dilakukan dengan menilai
kemampuan lahannya terlebih dahulu dan mengklasifikasikannya berdasarkan kriteria
klasifikasi tertentu.
Penggunaan lahan di Kabupaten Tuban sebagian besar digunakan untuk kegiatan pertanian,
yang terdiri dari sawah, ladang/tegalan dan sawah tambak. Lahan pertanian didominasi
oleh pertanian lahan kering (ladang/tegalan) dengan luas 57.485,44 Ha atau (30,22%), luas
daerah irigasi sebesar 20.855 Ha. Untuk penggunaan lahan yang memiliki luasan terbesar
kedua adalah kawasan permukiman dengan luas sebesar 11.356,89 Ha. Kabupaten Tuban
juga merupakan salah satu wilayah yang diarahkan sebagai pengembangan kawasan
industri Jawa Timur. Kawasan Industri tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan
Soko, Rengel, Plumpang, Widang, Palang, Semanding, Jenu, Kerek, Tambakboyo dan
Bancar. Untuk kawasan industri yang paling luas terdapat di Kecamatan Jenu.
1.2 Tujuan
Dari latar belakang tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan kemampuan
lahan dengan penggunaan lahan aktual dan dengan alokasi lahan dalam pola ruang pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRW) Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur.
Berisi terkait analisis kemampuan lahan dan kebijakan strategi RTRW Kabupaten Tuban
Berisi gambaran umum wilayah, analisis pada faktor fisik, dan Analisa kemampuan
Kabupaten Tuban
Berisi langkah Analisis, metode, weighted overlay, weighted sum, reclassify, skl, dan akl
Berisi hasil dan pembahasan dari metode penelitian Analisis kemampuan Kabupaten Tuban
BAB VI PENUTUP
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan adalah keseluruhan kemampuan muka daratan beserta segala gejala di bawah
permukaannya yang bersangkut paut dengan pemanfaatannya bagi manusia. Pengertian
tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan suatu bentang alam sebagai modal utama
kegiatan, sebagai tempat di mana seluruh makhluk hidup berada dan melangsungkan
kehidupannya dengan memanfaatkan lahan itu sendiri. Sedangkan penggunaan lahan
adalah suatu usaha pemanfaatan lahan dari waktu ke waktu untuk memperoleh hasil.
Lahan merupakan kesatuan berbagai sumberdaya daratan yang saling berinteraksi
membentuk suatu sistem yang struktural dan fungsional. Sifat dan perilaku lahan
ditentukan oleh berbagai macam sumberdaya serta intensitas interaksi yang berlangsung
antar sumberdaya. Faktor-faktor penentu sifat dan perilaku lahan tersebut terbatas ruang
dan waktu. Pengembangan lahan adalah pengubahan guna lahan dari suatu fungsi menjadi
fungsi lain dengan tujuan untuk mendapat keuntungan dari nilai tambah yang terjadi
karena perubahan guna lahan tersebut.
Tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan
dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi -
fungsi tertentu, misalnya fungsi permukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana tata
guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait
tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah,
gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum
lainnya. Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan
lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan
kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Perencanaan tata guna lahan adalah inti praktek perencanaan perkotaan. Sesuai dengan
kedudukannya dalam perencanaan fungsional, perencanaan tata guna lahan merupakan
kunci untuk mengarahkan pembangunan kota. Hal itu ada hubungannya dengan anggapan
lama bahwa seorang perencana perkotaan adalah “seorang yang berpengetahuan secara
umum tetapi memiliki suatu pengetahuan khusus.” Pengetahuan khusus kebanyakan
perencana perkotaan adalah perencana tata guna lahan. Pengembangan tata guna lahan
yang disesuaikan dengan meningkatkan perekonomian suatu kota atau wilayah. Catanesse
(1988: 281), mengatakan bahwa secara umum ada 4 kategori alat-alat perencanaan tata
guna lahan untuk melaksanakan rencana, yaitu:
d. Rencana Tata Guna Lahan Rencana saja sebenarnya sudah merupakan alat untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan serta saran-saran yang dikandungnya selama itu
semua terbuka dan tidak basi sebagai arahan yang secara terus-menerus untuk acuan
pengambilan keputusan baik bagi kalangan pemerintah maupun swasta. Suatu cara
untuk melaksanakan hal itu adalah dengan cara meninjau, menyusun dan mengesahkan
kembali rencana tersebut dari waktu ke waktu. Cara lain adalah dengan menciptakan
rangkaian berkesinambungan antara rencana tersebut dengan perangkat-perangkat
pelaksanaan untuk mewujudkan rencana tersebut.
Kombinasi karakter sifat fisik statis dan dinamis suatu lahan dipakai
untuk menentukan kelas kemampuan lahan, yang dibagi menjadi 8 kelas.
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) dalam tingkat kelas,
kemampuan lahan menunjukkan kesamaan dari besarnya faktor-faktor
penghambat. Semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin buruk,
berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan
pilihan penggunaan lahan yang diterapkan semakin terbatas.
No KRITERIA PENGGUNAAN
d. Berdrainase baik
e. Mudah diolah
Responsif terhadap
pemupukan
2. Tanaman semusim, tanaman rumput,
a. Mempunyai beberapa
hutan produksi, dan cagar alam
hambatan
b. lereng landai atau
berombak (> 3 % - 8 %)
c. kepekaan erosi sedang
d. daya olah kurang baik
e. pengelolaan perlu hati - hati
terutama dalam kegiatan
f. konservasi untuk
mencegah kerusakan
c. Tanah dangkal
6.
a. Mempunyai hambatan yang Tanaman rumput, padang penggembalaan,
berat sehingga tidak sesuai hutan lindung, hutan produksi, dan
untuk penggunaan pertanian cagar alam
b. Terletak pada lereng yang
cukup curam (> 30 % - 45 %)
3) Kedalaman tanah sangat
dangkal
c. Penggunaannya harus
dikelola dengan bauk untuk
menghindari erosi
7.
a. Tidak sesuai untuk Padang rumput dan hutan
budidaya pertanian
produksi
b. Memiliki hambatan
yang tidak bisa
dihilangka
c. Apabila penggunaanya untuk
padang rumput atau hutan
produksi harus dilakukan
pencegahan erosi y
8. Hutan lindung, cagar alam, tempat
a. Tidak sesuai untuk budidaya
rekreasi alam
pertanian
b. Lebih sesuai untuk dibiarkan
secara alami
c. Terletak pada lereng yang
sangat curam (>65 %)
d. Tanah berbatu dan berkerikil
e. Kapasitas menahan air sangat
rendah
Sumber: Arsyad, Sitanala (2006). Konservasi Tanah dan Air Bogor; IPB Press
SKL Morfologi berarti bentang alam, kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi
morfologis suatu kawasan kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa
gunung, pegunungan, perbukitan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak
dikembangkan. Kemampuan lahan dari morfologi rendah berarti kondisi morfologis tidak
kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan mudah dikembangkan sebagai kawasan
peruntukan pengembangan pelabuhan.
Tujuan analisis SKL Kemudahan Dikerjakan adalah untuk mengetahui tingkat kemudahan
lahan pada suatu kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan atau
pengembangan. Hasil analisis SKL Kemudahan Dikerjakan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 3 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kemudahan Dikerjakan
Dalam analisis ini, akan ditinjau faktor pembentukan tanah dari aspek waktu
pembentukkannya dimana tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah,
akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus.
Tujuan analisis SKL Kestabilan Lereng adalah untuk mengetahui tingkat kemantapan lereng
di wilayah pengembangan dalam menerima beban. Hasil analisis SKL Kestabilan Lereng
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya
dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut kestabilan
lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinyamudah
longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk peruntukan
kawasan pelabuhan.
Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung stabil atau tidaknya suatu
bangunan atau kawasan terbangun. SKL ini diperlukan untuk memperkirakan jenis
pondasi wilayah terbangun. Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk
mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk mendukung bangunan berat dalam
pengembangan perkotaan, serta jenis‐jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing
tingkatan. Hasil analisis SKL Kestabilan Pondasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tujuan analisis SKL Ketersediaan Air adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan air dan
kemampuan penyediaan air pada masing‐masing tingkatan, guna pengembangan kawasan.
Berikut adalah tabel hasil analisis SKL Ketersediaan Air.
Tabel 6 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam
mengalirkan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal
maupun meluas dapat dihindari. Hasil analisis SKL untuk Drainase dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi
artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Drainase rendah berarti aliran air
sulit dan mudah tergenang. Pada drainase rendah (kurang), dapat diterapkan pemanfaatan
rekayasa teknologi.
Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah‐daerah yang
mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap
erosi serta antispasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir. Hasil analisis SKL terhadap
erosi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 8 Satuan Kemampuan Lahan (SKL) terhadap Erosi
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti
lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti
lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada
pengelupasan lapisan tanah. Lahan yang dapat dikembangkan sebagai peruntukan kawasan
pelabuhan terminal khusus adalah kawasan yang aman dan/atau kawasan yang memiliki
tingkat erosi sangat rendah.
Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui mengetahui daerah-
daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengeolahan
limbah, baik limbah padat maupun cair. Hasil analisis SKL Pembuangan Limbah dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dari korban akibat bencana tersebut. Adapun hasil
analisis SKL terhadap Bencana Alam dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Secara geologi Kabupaten Tuban termasuk dalam cekungan Jawa Timur Utara
yang memanjang pada arah Barat-Timur mulai dari Semarang sampai Surabaya.
Sebagian besar jenis batuan di wilayah Kabupaten Tuban terdiri dari : Miocene
Sedimentary Facies, Miocene Limenston Facies, Pleistocene Limenstone Facies,
Alluvium, Pleistocene Sedimentary Facies, Piocene Sedimentary Facies. Jenis
batuan yang banyak terdapat adalah jenis batuan Miocene lomenstone facies
yaitu 27,16% dari seluruh luas wilayah Kabupaten Tuban.
3.1.6. Hidrologi
Jumlah sungai di Kabupaten Tuban sebanyak 17 sungai yang dapat dimanfaatkan
untuk mengairi sawah. Luas areal irigasi tersebut didominasi oleh aliran
Bengawan Solo selanjutnya sungai kening. Sedangkan luas terbesar untuk
sempadannya terdapat pada sungai. Sungai-sungai yang terdapat di Kabupaten
Tuban sebagian besar bermuara di Pantai Utara, sedangkan sumber airnya
berasal dari Jawa Tengah yaitu Sungai Bengawan Solo, Kali Kening, Kali
Klero, Kali Nglirip dan Kali Prumpung. Daerah yang dilewati alirannya Sungai
Bengawan Solo seperti pada Kecamatan Soko, Rengel, Plumpang dan Widang
hampir setiap tahun mengalami kebanjiran akibat sungainya yang meluap.
Dalam penanganan masalah banjir akibat luapan Sungai Bengawan Solo maka
dibuatkan tanggul, seperti yang ada pada Kecamatan Rengel.
Untuk melakukan Analisis Kemampuan Lahan (AKL) terdapat beberapa metode yang
digunakan untuk mengolah data yang diinputkan berupa data fisik dasar dan metode yang
digunakan untuk menemukan analisa kemampuan lahannya. Adapun metode yang
digunakan dalam Analisa Kemampuan Lahan, antara lain:
1. Weighted Overlay
Weighted Overlay merupakan analisis spasial dengan menggunakan teknik
overlay beberapa peta yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap penilaian kerentanan. Weighted overlay menggunakan data raster
yang memiliki satuan terkecil pixel sehingga dapat skoring dan membobotkan
setiap pixel berdasarkan kebutuhan analisis.
2. Weighted Sum
Weighted Sum merupakan metode yang digunakan untuk menggabungkan peta
SKL dengan bobot SKL dari pedoman. Sehingga akan menghasilkan Peta
AKL.
3. Reclassify
Reclassify merupakan metode analisa di dalam GIS yang berfungsi untuk
mengklasifikasikan kembali satuan data hingga menjadi data spasial baru
berdasarkan kriteria (atribut) tertentu.
1. Morfologi;
2. Jenis tanah;
3. Kelerengan;
4. Ketinggian;
5. Curah hujan;
6. Kerentanan Gerakan tanah;
7. Kerawanan banjir; dan
8. Kerawanan kekeringan.
Data spasial tersebut diolah menggunakan metode Weighted Overlay, dimana
hasilnya berupa 9 peta SKL berdasarkan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 20/PRT/M/2007 yaitu SKL Morfologi, SKL Kemudahan Dikerjakan, SKL
Kestabilan Lereng, SKL Kestabilan Pondasi, SKL Ketersediaan Air, SKL Drainase, SKL
Erosi, SKL Pembuangan Limbah, dan SKL Bencana Alam. Peta-peta SKL tersebut akan
digunakan sebagai input data untuk pembuatan Peta AKL, dimana kesembilan Peta SKL
akan di overlay atau ”ditumpuk” menggunakan metode Weighted Sum dan selanjutnya
akan di Reclassify sesuai dengan batas nilai kelas kemampuan lahan di pedoman.
Sehingga, hasil akhirnya adalah Peta AKL Kabupaten Tuban.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6
Tahap 7
Kerentan
SKL
Peta Keler Ketinggia Jenis Curah ana Nila
No Ketabialan
Morfologi engan n tanah hujan gerakan i
Lereng
tanah
1 Perbukitan >45% 2500-3672 >3000 Zona I Kestabilan 1
Terjal m mm/tahu (sangat lereng rendah
n rawan)
2 Perbukitan 25- 1500-2500 Alluvia 2000- Zona II Kestabilan 2
Sedang 45% m l, 3000 (rawan) lereng kurang
Regoso mm/tahu
l n
3 Perbukitan 15- 500-1500 Mediter 1000- Zona III Kestabilan 3
Landai 25% m an , 2000 (agak lereng sedang
Non mm/tahu rawan)
Cal,Gru n
mosol
4 Dataran 2- 100-500 m <1000 Zona IV 4
Kestabilan
Bergelom 15% mm/tahu (aman )
lereng tinggi
bang n
5 Dataran 0-2% 0-100 m 5
Landai
Tabel 14 Satuan Kemampuan lahan Kestabilan Lereng
Sumber: Pedoman AKL
SKL Kestabilan
No Jenis Tanah SKL Kestabilan Pondasi Nilai
Lereng
Kestabilan lereng Daya dukung dan kestabilan
1 Alluvial 1
rendah pondasi rendah
Kestabilan lereng
2 Regosol 2
kurang
Daya dukung dan kestabilan
Mediteran,
Kestabilan lereng pondasi kurang
3 Non Cal, 3
sedang
Grumosol
4 Kestabilan lereng Daya dukung dan kestabilan 4
5 tinggi pondasi tinggi 5
Tabel 15 Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi
Sumber: Pedoman AKL
No Peta Morfologi Keleren Jenis tanah Peta curah SKL Ketersediaan air Nila
gan hujan i
Ketersediaan air sangat
1 Perbukitan Terjal >45% 1
rendah
Perbukitan Alluvial , <1000
2 25-45% Ketersediaan air rendah 2
Sedang Non cal, mm/tahun
Grumosol
Mediteran , 1000-2000
3 Perbukitan Landai 15-25% Ketersediaan air sedang 3
Regosol mm/tahun
Dataran 2000-3000
4 2-15% 4
Bergelombang mm/tahun
Ketersediaan air tinggi
>3000
5 Dataran Landai 0-2% 5
mm/tahun
Tabel 16 Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air
Sumber: Pedoman AKL
f. SKL Erosi
Tujuan analisis SKL Terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah‐
daerah yang mengalami keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui
tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta antispasi dampaknya pada
daerah yang lebih hilir. Dalam analisis ini membutuhkan masukan
berupa peta morfologi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta
hidrogeologi, peta tekstur tanah, peta curah hujan dan peta pola ruang
eksisting dengan keluaran peta SKL Terhadap Erosi dan
penjelasannya. Berikut adalah hasil dari analisis erosi sesuai dengan
wilayah perencanaan:
Peta 22 SKL Erosi Kabupaten Tuban
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin.
Erosi tinggi berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh
angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh
angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan
tanah.
g. SKL Drainase
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam mengalirkan air hujan secara alami, sehingga
kemungkinan genangan baik bersifat lokal maupun meluas dapat
dihindari. Dalam analisis ini membutuhkan masukan berupa peta
morfologi, peta kemiringan lereng, peta topografi, peta jenis tanah,
peta curah hujan, peta kedalaman efektif tanah, dan pola ruang
eksisting dengan keluaran peta SKL untuk Drainase dan
penjelasannya. Sebelum melakukan analisis SKL untuk Drainase,
terlebih dahulu harus diketahui penjelasan dari data yang terlibat dalam
analisa yaitu jenis tanah berikut:
SKL
Peta Keleren Ketinggia Jenis Curah Nila
No Pembuangan
Morfologi gan n tanah hujan i
Limbah
1 Perbukitan >45% 2500-3672 >3000
Regoso
Terjal m mm/tahu 1
l Kemampuan
n
lahan untuk
2 Perbukitan 25-45% 1500-2500 2000-
pembuangan
Sedang m Grumos 3000
limbah kurang 2
ol mm/tahu
n
3 Perbukitan 15-25% 500-1500 1000- Kemampuan
Mediter
Landai m 2000 lahan untuk
an , 3
mm/tahu pembuangan
Non cal
n limbah sedang
4 Dataran 2-15% 100-500 m <1000
Kemampuan
Bergelom mm/tahu 4
lahan untuk
bang n
pembuangan
5 Dataran 0-2% 0-100 m Alluvia
limbah cukup 5
Landai l
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Untuk bisa disajikan (layouting), maka data raster AKL yang telah direklasifikasi
perlu dikonversi menjadi data vector. Untuk mengkonversi data raster menjadi data
vector gunakan fitur di ArcToolbox yaitu Conversion Tools/From Raster/Raster
to Polygon.
Tahapannya adalah sebagai berikut:
1) Kolom Input raster masukkan AKLReclassify.tif
2) Field pilih attribute yang akan dimasukkan ke dalam polygon
3) Output polygon untuk menentukan direktori penyimpanan
4) OK
5) Dissolve
6) OK
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahapan 6
Tahapan 7
Untuk membedakan kelas untuk pengembangan lahan, klik menu bar Table of
Contents, dan di klik kanan di file petaaklfix.shp. pilih properties, lakukan
symbology, kemudian categories. Di Value Field pilih GRIDCODE sebagian
attributte dan kemudian beri warna sesuai kelas pengembangannya.
- GRIDCODE 1 sebagai kawasan pengembangan dengan kemampuan rendah
- GRIDCODE 2 sebagai kawasan pengembangan dengan kemampuan sedang
- GRIDCODE 3 sebagai kawasan pengembangan dengan kemampuan agak tinggi.
Analisis ini merupakan Analisa aspek fisik dasar dan lingkungan (Permen PU No.
20/PRT/M/2007) yang merupakan analisa yang digunakan untuk menentukan nilai
kemampuan dilaksanakan untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk
dikembangkan sebagai kawasan pengembangan, sebagai acuan bagi arahan‐arahan
kesesuaian lahan pada kawasan budidaya dan kawasan lindung di Kota Surabaya. Data‐
data yang dibutuhkan meliputi peta‐peta hasil analisis SKL. Keluaran dari analisis ini
meliputi peta klasifikasi kemampuan lahan untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan,
dan potensi dan kendala fisik pengembangan lahan.
Klasifi Kegiatan
kasi Arahan
No Ketentuan
Nilai Pengembangan Boleh Bersyarat
Ruang
1 Digunakan RTH dan hutan Hutan nilai
sebagai kota dengan produksi ekonomi
kawasan fungsi resapan yang dapat di yang
penyangga air dan/atau konversi dihasilkan
Kawas dan/ atau kawasan hijau, kawasan lebih besar
an kawasan hutan prosuksi peruntukan daripada
penge lindung tetap, hutan nilai
mbang dengan fungsi prosuksi terbatas lingkungan
an resapan air akibat
rendah dan/atau perubahan
kawasan hijau lahan
Tidak (kesejahtera
diperbolehkan an
masyarakat)
ada kegiatan kawasan Pariwisata
yang peruntukan jenis wisata
mengganggu lainnya alam tabpa
atau merusak (pariwisata) mengubah
funsi kawasan bentang
penyangga alamnya
dan/atau (bentuk asli
kawasan )
lindung
2 dapat hutan lindung, kawasan tidak
digunakan hutan produksi, perumahan melebihi
sebagai kawasan dengan proporsi
kawasan perumahan kepadatan 50% dari
terangun dengan sedang luas
dengan kepadatan dengan peruntukan
kegiatan – rendah, kegiatan ketentuan kawasan
kegiatan perdagangan perumahan
tertentu dan jasa skala dan
Kawas
proporsi antara kecil dan penggunaan
an
lahan menengah IPAL
penge
terbangun dan (kawasan),kegia domestik
mbang
lahan tidak tan komunal
an
terbangun perkantoran,kegi kegiatan Penggunaan
sedang
adalah atan pelayanan industri skala IPAL
50%:50% umum sampai menengah sendiri
kawasan skala (pengelolaa
terbangun kecamatan, n limbah
dengan kegiatan industri mandiri)
ketentuan skala kecil, kawasan Pariwisata
ketinggian kawasan peruntukan jenis wisata
dibawah 4 peruntukan lainnya alam
lainnya (tambak, (pariwisata)
lantai perkebunan), pertanian pembangun
kawasan kawasan tanaman an embung
dengan peruntukan pangan lahan
kapadatan khusus (gardu kering
bangunan induk, PDAM,
rendah militer dan
kawasan hankam )
peruntukan
pertanian
(perkebunan
dan tambak
)
3 dapat hutan lindung, kawasan tidak
digunakan hutan produksi, perumahan melebihi
sebagai kawasamn dengan proporsi
kawasan peruamhan kepadatan 75% daei
terbanun dengan tinggi luas
dengan kepadatan peruntukan
berbagai sedang, kegiatan kawasan
kegiatan perdagangan perumahan
Kawas
kawasan dan jasa skala dan
an
terbangun kecil dan penggunaan
penge
dengan menengah IPAL
mbang
ketentuan bisa (kawasan),kegia domestik
an agak
diatas 4 lantai tan komunal
tinggi
proporsi antara perkantoran,kegi kawasan penggunaan
lahan atan pelayanan industri dan IPAL
terbangun umum sampai pergudangan terpadu dan
dengan tidak skala perkotaan , kegiatan
tebangun kegiatan industri industri non
adalah skala kecil, lmbah B3
75%:25% kawasan kawasan penggunaan
kawasan peruntukan industri skala IPAL
dengan lainnya, menengah sendiri
kepadatan kawasan (pegolahan
bangunan peruntukan limbah
sedang khusus sendiri)
kawasan pertanian pembuatan
peruntukan lahan basah saluran
pertanian irigasi
(pertanian
tanaman
pangan lahan
kering, tambak
dan
perkebunan
Tabel 26 Klasifikasi Kemampuan Lahan
Sumber: Pedoman AKL
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Wilayah Kabupaten Tuban memiliki lahan dengan kelas kemampuan lahan berkisar
dari kelas B sampai kelas D. Sebagian besar lahan memiliki kemampuan yang dapat
mendukung usaha pertanian (kelas B sampai kelas C), namun ada sebagian kecil lainnya yang
seyogyanya tidak digunakan untuk budidaya (kelas D). Hasil rekapitulasi kemampuan lahan
di Kabupaten Tuban secara keseluruhan berdasarkan kelas menunjukkan bahwa penghambat
utama lahan dari sisi luas adalah lereng, diikuti oleh drainase, ketersediaan air, serta tekstur
lapisan atas, atau kombinasi diantara keempatnya. Dengan demikian, upaya yang perlu
dilakukan di Tuban adalah upaya-upaya konservasi yang sifatnya pencegahan erosi,
perbaikan drainase, serta optimalisasi pemberdayaan air.
Berdasarkan hasil analisa kemampuan lahan, secara garis besar Kabupaten Tuban
sangat sesuai untuk pengembangan kawasan sedang dengan rincian dapat digunakan untuk
pengembangan kawasan perumahan dengan kepadatan sedang dengan ketentuan, kegiatan
industri skala menengah, kawasan peruntukan lainnya (pariwisata), dan pertanian tanaman
pangan lahan kering. Hal ini sejalan dengan penggunaan lahan eksisting tuban yang sebagian
besar digunakan untuk pertanian didominasi oleh pertanian lahan kering (ladang/tegalan)
dengan luas 57.485,44 Ha atau (30,22%), dan daerah irigasi sebesar 20.855 Ha.
Kabupaten Tuban juga merupakan salah satu wilayah yang diarahkan sebagai
pengembangan kawasan industri Jawa Timur yang tersebar di beberapa kecamatan yaitu
Kecamatan Soko, Rengel, Plumpang, Widang, Palang, Semanding, Jenu, Kerek,
Tambakboyo dan Bancar. Di Tuban terdapat banyak industri besar baru yang berkembang
seperti Holcim dan industri baja, padahal berdasarkan analisa kemampuan lahan, Tuban
hanya dapat mengembangkan industri sedang dan bukan besar. Karena pada dasarnya industri
bukanlah hal yang paling sesuai menurut keadaan fisik Kabupaten Tuban.
Sebaiknya pemerintah mendorong Kabupaten Tuban untuk lebih terfokus sebagai
pusat pertanian, perkebunan, dan wisata alam. Hal ini selain bertujuan untuk tidak melampaui
ambang batas penggunaan lahan yang baik, namun juga untuk mempertahankan keaslian dan
kealamian yang dimiliki Kabupaten Tuban.
Keunggulan Kabupaten Tuban dalam sektor pertanian terbukti unggul pada saat
pandemi ini, dimana sektor pertanian Kabupaten Tuban menjadi satu-satunya andalan di saat
sektor ekonomi yang lain mengalami keterpurukan. Hasil produksi pertanian seperti tidak
terpengaruh dengan dampak Covid-19. Ubaid, Plt. Kepala Diskominfo Tuban,
mengungkapkan sebagaimana data yang dipaparkan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
(DPKP) Tuban, hingga akhir 2020, hasil produksi pertanian di Tuban masih dipastikan tetap
surplus. Utamanya dari dua sektor yang selama ini menjadi lumbung pangan nasional. Yakni,
komoditas padi dan jagung. Selama 2020 ini hasil produksi padi diprediksi akan mencapai
627.952 ton gabah.
6.2 Rekomendasi
Dari hasil analisis mengenai kemampuan lahan dan kesimpulan yang dicapai, peneliti
memberikan rekomendasi sebagai berikut:
Sehubungan dengan penelitian ini terbatas akan waktu dan data, maka peneliti
menyarankan kepada pihak lain untuk menggunakan perbandingan analisis kemampuan lahan
dengan RTRW dan atau kondisi eksisting untuk dapat mengetahui kesesuaian penggunaan
lahannya. Dengan ini akan menghasilkan evaluasi mengenai penggunaan lahan di Kabupaten
Tuban.