Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

STRIKTUR URETRA

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :

IRDIANY SANDIKA TUHAREA


A1C121002

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

STRIKTUR URETRA

A. DEFINISI
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan
parut dan kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada
wanita karena adanya perbedaan panjang uretra. Uretra pria dewasa
berkisar antara 23-25 cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm.1
Karena itulah uretra pria lebih rentan terserang infeksi atau terkena
trauma dibanding wanita. Selain itu, striktur uretra dapat disebabkan oleh
trauma (kecelakaan, intrumentasi), infeksi, dan tekanan tumor
(Widya, Oka, Kawiyana, & Maliawan, 2013) (Baradero & Dayrit,
2009).
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktur urethra dibagi
menjadi 3 tingkatan, yaitu:

1. Ringan, jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen
urethra.
2. Sedang, jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan ½ diameter lumen
urethra.
3. Berat, jika terdapat oklusi lebih besar dari ½ diameter lumen urethra.
Pada penyempitan derajat berat, kadang kala teraba jaringan keras di
korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

Tingkatan Striktur Urethra


B. ETIOLOGI

Berdasarkan etiologinya, striktur urethra dibagi menjadi 3 jenis :


1. Striktur urethra congenital
Striktur urethra yang disebabkan karena bawaan. Misalnya
kongenital meatus stenosis (penyempitan lubang uretra) dan klep
urethra posterior.
2. Striktur urethra traumatic
Striktur uretra yang disebabkan karena kecelakaan Trauma langsung
dan tidak langsung (sekunder) . Trauma langsung yang menyebabkan
luka (lesi) pada urethra anterior atau posterior seperti instrumentasi
transurethra yang kurang hati-hati (pemasangan kateter yang kasar,
fiksasi kateter yang salah) serta post operasi (operasi prostat dan
operasi dengan alat endoskopi). Trauma sekunder seperti kecelakaan
yang menyebabkan trauma tumpul pada selangkangan atau fraktur
pada pelvis, spasme otot dan tekanan dari luar atau tekanan oleh
pertumbuhan tumor dari luar.

3. Striktur akibat infeksi Infeksi dari urethra adalah penyebab


tersering dari striktur urethra, misalnya infeksi akibat transmisi
seksual seperti uretritis gonorrhoika atau non gonorrhoika. Dapat
juga disebabkan oleh infeksi sebagai komplikasi pemasangan
kateter dan penggunaan kateter dalam jangka waktu lama.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Urine terputus (aliran urine tersumbat)
2. Pancaran urine berkurang/ mengecil dan bercabang\
3. Urine menetes
4. Urgency (keinginan kuat untuk berkemih)
5. Hesitancy (kelambatan yang abnormal atau kesulitan untuk memulai
berkemih yang
menunjukkan kompresi urethra “neurogenik kandung kemih”,
obstruksi saluran kemih)
6. Kencing tidak puas (dribbling)
7. Over distensi bladder (vesica urinaria)
8. Frekuensi berkemih lebih sering dari normal
9. Sakit atau nyeri saat berkemih kadang-kadang dijumpai.
10. Gejala lanjut adalah retensi urine

D. PATOFISIOLOGI
Cedera dan infeksi menyebabkan pertumbuhan jaringan fibrin pada
permukaan saluran kemih (meatus uretra) bagian dalam. Mukosa meatus
uretra yang terdiri dari sel otot polos akhirnya tergantikan oleh jaringan
sikatriks yang mengakibatkan penyempitan lumen uretra. Obstruksi ini
menyebabkan aliran urine melalui uretra tidak efektif. Sedangkan striktur
uretra yang timbul sebagai kelainan congenital terjadi karena
ketidaksempurnaan saat pembentukan organ.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamesis yang lengkap
Dengan anamnesis yang baik, diagnosis striktur urethra mudah
ditegakkan, apabila ada riwayat infeksi “veneral atau straddle injury”
seperti uretritis, trauma dengan kerusakan pada pinggul straddle
injury, instrumentasi pada urethra, pemasangan kateter, dan kelainan
sejak lahir.
2. Inspeksi
Meatus, ekstermus yang sempit, pembengkakan serta fistula (e)
didaerah penis, skrotum, perineum dan suprapubik.
3. Palpasi
Teraba jaringan parut sepanjang perjalalanan urethra, anterior pada
bagian ventral dari penis, muara fistula (e) bila dipijat mengeluarkan
getah / nanah.

4. Colok dubur
5. Kalibari dengan kateter lunak (lateks) akan ditemukan adanya hambatan
6. Untuk Kepastian diagnosis dapat ditegakkan dan dipastikan dengan
uretrosistografi, uretoskopi kedalam lumen urethra dimasukkan dimana
kedalam urethra dimasukkan dengan kontras kemudian difoto sehingga
dapat terlihat seluruh saluran urethra dan
buli-buli. dan dari foto tersebut dapat ditentukan :
a. Lokalisasi striktur : Apakah terletak pada proksimal atau distal dari
sfingter sebab

ini penting untuk tindakan operasi.


b. Besarnya kecilnya striktur
c. Panjangnya striktur
d. Jenis striktur
7. Bila sudah dilakukan sistomi : bipolar-sistografi dapat ditunjang dengan
flowmetri
8. Pada kasus-kasus tertentu dapat dilakukan IVP, USG, (pada striktura
yang lama dapat
terjadi perubahan sekunder pada kelenjar
prostat,/batu/perkapuran/abses prostat, Efididimis / fibrosis diefididimis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a) Pemeriksaan urin, diindikasikan untuk semua pasien
yang ada gejala atau tanda gangguan ISK.
1) Makroskopis:
- warna urin
- penampakan urin
- berat jenis urine
- tes kimiawi (pH, glukosa, protein, bakteri, leukosit)
2) Mikroskopis:
- bakteri
- leukosit
- erythrosit
- sel epitel
- kultur

b) Tes fungsi ginjal:


1) berat jenis urin
2) ureum
3) kreatinin

2. Radiology
a) BNO (foto polos abdomen) Tujuan:
1) untuk mendeteksi batu radiopaque dalam saluran kemih.
2) untuk mengetahui kontur ginjal.
b) IVP (intra venous pyelography)
Tujuan:
1) untuk mengetahui fungsi kedua ginjal
2) untuk mengetahui letak obstruksi
3) untuk mengetahui indentasi prostat ke dalam buli-buli
c) Dapat mendeteksi batu dan divertikel buli-buli. RPG (retrograde
pyelography)
1) untuk melihat keadaan pyelum ginjal dan ureter
2) kontras dimasukkan melalui kateter ureter
d) Urethro-cystography
1) kontras dimasukkan melalui urethtra
2) untuk mengetahui keadaan urethra dan buli-buli
3. Ultra Sonography (USG)
a) dapat mendeteksi batu pada saluran ginjal dan buli-buli
b) dapat mendeteksi kelainan pada ginjal dan buli-buli
c) dapat mengetahui pembesaran prostat
4. Cystoscopy
a) untuk melihat langsung keadaan atau kelainan dalam buli-buli
b) dapat dilakukan biopsi kelainan dalam buli-buli
5. CT-Scan

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen,
tidak hanya sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra
tergantung pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan
kedaruratannya. Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai
berikut:
1. Dilatasi uretra
Cara yang paling lama dan paling sederhana dalam penanganan striktur
uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat keparahan striktur
masih rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan pembedahan.
Dilatasi dilakukan dengan menggunakan balon kateter atau busi logam
dimasukan hatihati ke dalam uretra untuk membuka daerah yang
menyempit. Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena
itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya
menimbulkan striktur baru yang lebih berat. Hal inilah yang membuat
angka kesuksesan terapi menjadi rendah dan sering terjadi kekambuhan

2. Uretrotomi interna.
Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan tindakan
insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Insisi menggunakan
pisau otis atau sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktur total,
sedangkan pada striktur lebih berat pemotongan dikerjakan secara visual
menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sasche. Tujuan uretrotomi
interna adalah membuat jaringan epitel uretra yang tumbuh kembali di
tempat yang sbelumnya terdapat jaringan parut. Jika tejadi proses
epitelisasi sebelum kontraksi luka menyempitkan lumen, uretrotomi
interna dikatakan berhasil. Namun jika kontraksi luka lebih dulu terjadi
dari epitelisasi jaringan, maka striktur akan muncul kembali. Angka
kesuksesan jangka pendek terapi ini cukup tinggi, namun dalam 5 tahun
angka kekambuhannya mencapai 80%. Selain timbulnya striktur baru,
komplikasi uretrotomi interna adalah pendarahan yang berkaitan dengan
ereksi, sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis, inkontinensia urine, dan
disfungsi ereksi.

3. Pemasangan stent
Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur.
Stent biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua
jenis stent yang tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen
cocok untuk striktur uretra pars bulbosa dengan minimal spongiofibrosis.
Biasanya digunakan oleh orang tua, yang tidak fit menjalani prosedur
operasi. Namun stent permanen juga memiliki kontra indikasi terhadap
pasien yang sebelumnya menjalani uretroplasti substitusi dan pasien
straddle injury dengan spongiosis yang dalam. Angka rekurensi striktur
bervariasi dari 40%-80% dalam satu tahun. Komplikasi sering terjadi
adalah rasa tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saat ereksi
dan kekambuhan striktur.

4. Uretroplasti
Uretroplasti merupakan standar dalam penanganan striktur uretra, namun
masih jarang dikerjakan karena tidak banyak ahli medis yang menguasai
teknik bedah ini. Sebuah studi memperlihatkan bahwa uretroplasti
dipertimbangkan sebagai teknik bedah dengan tingkat invasif minimal
dan lebih efisien daripada uretrotomi. Uretroplasti adalah rekonstruksi
uretra terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis. Ada dua jenis
uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis dan substitusi. Uretroplasti
anastomosis dilakukan dengan eksisi bagian striktur kemudian uretra
diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap dari jaringan sekitar.
Teknik ini sangat tepat untuk striktur uretra pars bulbosa dengan panjang
striktur 1-2 cm. Uretroplasti substitusi adalah mencangkok jaringan
striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir, mukosa kelamin,
atau preputium. Ini dilakukan dengan graft, yaitu pemindahan organ atau
jaringan ke bagian tubuh lain, dimana sangat bergantung dari suplai
darah pasien untuk dapat bertahan. Proses graft terdiri dari dua tahap,
yaitu imbibisi dan inoskulasi. Imbibisi adalah tahap absorsi nutrisi dari
pembuluh darah paien dalam 48 jam pertama. Setelah itu diikuti tahap
inoskulasi dimana terjadi vaskularisasi graft oleh pembuluh darah dan
limfe. Jenis jaringan yang bisa digunakan adalah buccal mucosal graft,
full thickness skin graft, bladder epithelial graft, dan rectal mucosal
graft. Dari semua graft diatas yang paling disukai adalah buccal mucosal
graft atau jaringan mukosa bibir, karena jaringan tersebut memiliki epitel
tebal elastis, resisten terhadp infeksi, dan banyak terdapat pembuluh
darah lamina propria. Tempat asal dari graft ini juga cepat sembuh dan
jarang mengalami komplikasi. Angka kesuksesan sangat tinggi mencapai
87%. Namun infeksi saluran kemih, fistula uretrokutan, dan chordee bisa
terjadi sebagai komplikasi pasca operasi.

5. Prosedur rekonstruksi multiple


Suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum.
Indikasi prosedur ini adalah ketidakmampuan mencapai panjang uretra,
bisa karena fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik substitusi tidak
bisa dikerjakan. Ketika terjadi infeksi dan proses radang aktif sehingga
teknik graft tidak bisa dikerjakan, prosedur ini bisa menjadi pilihan
operasi. Rekonstruksi multiple memang memerlukan anestesi yang
lebih banyak dan menambah lama rawat inap pasien, namun berguna
bila pasien kontra indikasi terhadap teknik lain.

H. KOMPLIKASI
Striktur mengakibatkan urin mengalir balik (refluks) dan mencetuskan sistitis
(radang vesica urinaria), prostatitis (radang kelenjar prostate), dan
pyelonefritis (suatu bentuk infeksi ginjal yang menyebar ke luar dari dalam
pelvis renalis dan mengenai bagian korteks renal). Obstruksi urethra yang
lama akan menimbulkan stasis urine dan menimbulkan berbagai komplikasi
sebagai berikut.
1. Infeksi (saluran kemih, prostat, ginjal).
2. Divertikel urethra atau vesica urinaria.
3. Abses periurethra.
4. Batu urethra.
5. Fistula uretrokutan.
6. Karsinoma urethra
BAB II KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem perkemihan striktur
uretra.meliputi pengumpulan data dan analisa data. Dalam
pengumpulan data, sumber data klien diperoleh dari diri klien
sendiri, keluarga, perawat, dokter ataupun dari catatan medis.
a. Pengumpulan data meliputi :
1. Biodata klien dan penanggung jawab klien. Biodata klien
terdiri dari nma, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, status, agama, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register, dan diagnose medik. Biodata
penanggung jawab meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan hubungan keluarga.
2. Keluhan utama. Merupakan keluhan klien pada saat dikaji
klien yang mengatakan tidak dapat BAK seperti biasa dan
merasakan nyeri pada daerah post op striktur uretra
(cystostomi).
3. Riwayat kesehatan masa lalu/lampau akan memberikan
informasi-informasi tentang kesehatan atau penyakit masa
lalu yang pernah diderita pada masa lalu.
4. Pemeriksaan fisik. Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi terhadap bagian sistem tubuh, Maka
akan ditemuikan hal-hal sebagai berikut.
a) Keadaan umum
Klien post op striktur uretra perlu dilihat dalam hal keadaan
umumnya meliputi penampilan, kesadaran, gaya bicara. Pada
post op striktur uretra mengalami gangguan pola
eliminasi BAK sehingga dilakukan pemasangan kateter
tetap.
b) Sistem pernafasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sakit pada
lubang hidung, pergerakan cuping hidung pada waktu
bernafas, kesimetrisan gerakan dada pada saat bernafas,
auskultasi bunyi nafas dan gangguan pernafasan yang
timbul. Apakah bersih atau ada ronchi, serta frekuensi nafas.
hal ini penting karena imobilisasi berpengaruh pada
pengembangan paru dan mobilisasi
secret pada jalan nafas.
c) Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya
peninggian vena jugularis dengan auskultasi dapat dikaji
bunyi jantung pada dada dan pengukuran tekanan darah
dengan palpasi dapat dihitung frekuensi denyut nadi.
d) Sistem pencernaan
Yang dikaji meliputi keadaan gigi, bibir, lidah, nafsu makan,
peristaltik usus, dan BAB. Tujuan pengkajian ini untuk
mengetahui secara dini penyimpangan pada sistem ini.
e) Sistem genitourinaria
Dapat dikaji dari ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada
daerah pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen
bawah untuk mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang
keadaan alat-alat genitourinaria bagian luar mengenai
bentuknya ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta
bagaimana pengeluaran urinenya, lancar atau ada nyeri waktu
miksi, serta bagaimana warna urine.
f) Sistem musculoskeletal
Yang perlu dikaji pada sistem ini adalah derajat Range of
Motion dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai
anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang
dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien waktu
bergerak dan observasi adanya luka pada otot harus dikaji
juga, karena klien imobilitas biasanya tonus dan kekuatan
ototnya
menurun.
g) Sistem integument
Yang perlu dikaji adalah keadaan kulitnya, rambut
dan kuku, pemeriksaan kulit meliputi : tekstur, kelembaban,
turgor, warna dan fungsi
perabaan.
h) Sistem neurosensori
Sisten neurosensori yang dikaji adalah fungsi
serebral, fungsi saraf cranial, fungsi sensori serta fungsi
refleks.

5.) Pola aktivitas sehari-hari


Pola aktivitas sehari-hari pada klien yang mengalami post op striktur
uretra meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan, jenis
dan kuantitas minum dan eliminasi yang meliputi BAB (Frekuensi,
warna, konsistensi) serta BAK (frekuensi, banyaknya urine yang
keluar setiap hari dan warna urine). Personal hygiene (frekuensi
mandi, mencuci rambut, gosok gigi, ganti pakaian, menyisir rambut
dan menggunting kuku). Olahraga (frekuensi dan jenis) serta rekreasi
(frekuensi dan tempat rekreasi).

6.) Data psikososial


Pengkajian yang dilakukan pada klien imobilisasi pada dasarnya sama
dengan pengkajian psikososial pada gangguan sistem lain yaitu
mengenai konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran diri,
dan identitas diri) dan hubungan interaksi klien baik dengan anggota
keluarganya maupun dengan lingkungan dimana ia berada.
Pada klien dengan post op striktur uretra dan imobilisasi adanya
perubahan pada konsep diri secara perlahan-lahan yang mana dapat
dikenali melalui observasi terhadap adanya perubahan yang kurang
wajar dan status emosional perubahan tingkah laku, menurunnya
kemampuan dalam pemecahan masalah dan perubahan status tidur.

a. Data spiritual
Klien dengan post op striktur uretra perlu dikaji tentang agama
dan kepribadiannya, keyakinan : harapan serta semangat yang
terkandung dalam diri klien yang merupakan aspek penting
untuk kesembuhan penyakitnya.

b. Klasifikasi data
Klasifikasi data dilakukan dengan mengelompokkan dalam data
subyektif dan obyektif.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomik
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
3. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, truma jaringan
(insisi bedah)
4. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur tubuh
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
C. PERENCANAAN/INTERVENSI

NO Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional


(NOC)
1. Gangguan  Berkemih  Kaji adanya  Mempertahankan
eliminasi urine dalam jumlah kateter dan patensi kateter.
berhubungan normal tanpa observasi aliran  Penurunan aliran
dengan retensi. urine. urine tiba-tiba
obstruksi  Menunjukkan  Kaji haluaran urine. dapat
anatomik perilaku yang  Observasi dan catat mengindikasikan
meningkatkan warna urine. obstruksi.
kontrol  Posisikan selang  Urine normal
urinaria. kantung sehingga berwarna kuning
memungkinkan tidak muda jernih.
terhambatnya aliran  Hambatan aliran
urine. memungkinkan
 Dorong peningkatan terbentuknya
cairan dan tekanan dalam
pertahankan saluran
pemasukan akurat. perkemihan.
 Awasi tanda vital.  Mempertahankan
Kaji nadi perifer, hidrasi dan
turgor kulit, aliran urine balik.
pengisian kapiler dan
 Indikator
mukosa mulut.
keseimbangan cairan.
Menunjukkan tingkat
Kolaborasi:
hidrasi dan
 Berikan cairan IV
keefektifan terapi
sesuai indikasi.
penggantian cairan.
 Awasi elektrolit,  Membantu
GDA, Kalsium mempertahankan
hidrasi/sirkulasi
volume adekuat
dan aliran urine.

 Gangguan fungsi
ginjal meningkatkan
risiko beratnya
masalah elektrolit
dan masalah
asidosis
hiperkloremik.

 Peningkatan

Kadar kalium
meningkatkan risiko
pembentukan
krisstal,
mempengaruhi aliran
urine dan integritas
kulit

2. Nyeri akut  Melaporkan Mandiri:  Memberikan informasi


berhubungan nyeri hilang  Kaji nyeri, untuk membantu
dengan agens atau perhatiak PQRST dalam
cedera terkontrol.  Pertahankan tirah menentukan
biologis  Tampak baring bila pilihan/keefektifan

rileks. diindikasikan. intervensi.

 Mampu  Berikan tindakan  Tirah baring mungkin

untuk kenyamanan, seperti diperlukan pada awal


tidur/istiraha pijatan punggung, selama fase retensi
t dengan membantu klien akut. Namun, ambulasi
baik. melakukan posisi dini dapat memperbaiki
yang nyaman, pola berkemih normal
mendorong dan menghilangkan
penggunaan teknik rasa nyeri.
relaksasi/latihan  Meningkatkan
napas dalam. relaksasi,memfokuskan
Kolaborasi kembali perhatian
 Berikan obat nyeri dan dapat meningkatkan
sesuai indikasi, kemampuan koping.
Seperti narkotika  Diberikan untuk
(epideprin). menghilangkan nyeri
berat, memberikan
relaksasi mental dan
fisik.
3. Risiko infeksi  Mencapai Mandiri:  Mencegah pemasukan
berhubungan waktu  Pertahankan bakteri dan infeksi atau
dengan penyembuha sistem kateter sepsis lanjut.

prosedur n. steril,berikan  Menghindari refluks

invasif, truma  Tidak perawatan kateter balik urine yang dapat

mengalami regular dengan memasukkan bakteri


jaringan (insisi
tanda sabun dan kedalam kandung
bedah)
infeksi air. kemih.
 Berikan salep  Peningkatan suhu
antiboiotik mungkin
disekitar sisi merupakan
kateter. indikator tanda
infeksi.
 Ambulasi dengan
 Adanya drain, insisi
kantung drainase
suprapubik
meningkatkan risiko
dependen.
untuk infeksi yang
 Awasi tanda vital, diindikasikan dengan
perhatikan demam eritema, drainase
ringan. purulen.

 Observasi drainase  Balutan basah


dari luka sekitar menyebabkan kulit
kateter iritasi dan
suprapubik. memberikan media
untuk pertumbuhan
 Ganti balutan
bakteri, peningkatan
dengan sering.
risiko infeksi luka.
 Mungkin diberikan
Kolaborasi:
secara profilaktik
sehubungan dengan
 Berikan antibiotik
peningkatan risiko
sesuai indikasi.
infeksi.

4. Disfungsi  Tampak rileks Mandiri:  Ansietas dapat


seksual dan melaporkan  Berikan keterbukaan mempengaruhi
berhubungan ansietas menurun pada klien/keluarga kemampuan untuk
dengan sampai tingkat untuk membicarakan menerima informasi
gangguan dapat diatasi. masalah inkontinensia yang diberikan
struktur tubuh  Menyatakan dan fungsi seksual sebelumnya
pemahaman  Berikan informasi  Impotensi fisiologis
situasi individual. akurat tentang terjadi bila saraf
 Menunjukkan harapan kembalinya perineal dipotong
keterampilan fungsi seksual selama prosedur
pemecahan  Instruksikan latihan radikal.
masalah. perineal dan  Pada pendekatan lain,
interupsi/kontinu aktivitas seksual dapat
aliran urine dilakukan seperti biasa
dsalam 6-8 minggu.
Kolaborasi  Meningkatkan
 Rujuk untuk peningkatan kontrol
konsultasi ke ahli otot kontinensia
seksualitas sesuai urinaria dan fungsi
indikasi seksual.
 Masalah menetap atau
tidak teratasi
memerlukan intervensi
profesional.
5. Defisiensi  Berpartisipasi Mandiri:  Memberikan dasar
pengetahuan Dalam progam  Kaji ulang proses pengetahuan di mana
berhubungan pengobatan. penyakit, pengalaman klien dapat membuat
dengan kurang  Menyataka klien. pilihan informasi
informasi n pemah  Dorong menyatakan terapi.
man rasa takut/cemas dan  Membantu klien
prosedur perhatian mengalami perasaan

 Melakukan  Berikan informasi yang enak dapat

perubahan tentang kondisi yang menjadi rehabilitaqsi

perilaku dialami (pendidikan vital.

yang perlu. kesehatan). Memiliki informasi


tentang kondisi
kesehatan yang
dialami dapat
membantu
memahami implikasi
tindakan lanjut
D. IMPLEMENTASI

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana


asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah diterapkan. Kemampuan
yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan
komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan
saling percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan teknik
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan
memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan
kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).

E. EVALUASI
Evaluasi dalam proses keperawatan adalah pernyataan kesimpulan yang
menunjukkan tujuan dan memberikan indikator kualitas dan ketepatan
perawatan yang menghasilkan hasil yang positif (Asih, 2005)
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Y. (2013). Standar asuhan pasien: Proses keperawatan, diagnosis, dan


evaluasi vol.4.Jakarta: EGC.

Asmadi. (2011). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Baradero, M., & Dayrit, M. (2010). Seri Asuhan Keperawatan Klien


Gangguan Ginjal.Jakarta: EGC.

Bulechek, G., Butcher, H., & Dochterman, J. (2013). Nursing


Intervention Classification (NIC), Sixth Edition. Mosby: Elsevier.

Carpenito-Moyet, L. J. 2010. Buku Saku: Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC\

Doenges, M. E dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing
outcomes clasification (NOC) Measurement of Health Outcomes.
Mosby: Elsevier.

Nanda International. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnoses:


Definitions & Clasifications 2015-2017. Jakarta: EGC.

Potter, P. A & Perry, A. G. 2010. Buku Ajar: Fundamental Keperawatan


Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2011. Buku Ajar: Keperawatan Medikal-


Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Widya, A. W., Oka, A., Kawiyana, K., & Maliawan, S. (2013). Diagnosis
dan penanganan striktur urethra. Bagian/SMF Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah sakit umum pusat
Sanglah Denpasar, 1-14.

Anda mungkin juga menyukai