LP CKD Kalimaya Atas
LP CKD Kalimaya Atas
Nama :
TK/Prodi :
4-A/S-1 Keperawatan
2021-2022
A. Konsep Chronic Kidney Desease (CKD)
1. Pengertian
CKD atau gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (retensi urea dan sampah nitrogen
lain dalam darah).
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI), CKD merupakan kerusakan
ginjal yang terjadi dengan penurunan GFR (Glomerular Filtration rate) <60 mL/min/ 1.73 m2
selama lebih dari 3 bulan.
2. Klasifikasi CKD
Penyakit CKD selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR yang tersisa (Muttaqin
& Sari, 2011). Menjelaskan perjalanan klinis umum CKD progresif dibagi menjadi tiga
stadium yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Pada stadium pertama kreatinin serum dan kadar BUN normal dan asimtomatik.
Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat
pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine. Muttaqin dan Sari (2011) menjelaskan
penurunan cadangan ginjal yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal).
Pada tahap ini BUN mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Stadium ketiga disebut penyakit ginjal stadium akhir (ERSD) yang dapat terjadi apabila
90% massa nefron telah hancur, nilai GFR 10% dari keadaan normal, dan bersihan
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum
dan kadar BUN meningkat sangat menyolok sebagai respons terhadap GFR yang
mengalami sedikit penurunan.
KDOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan
GFR yaitu:
a. Stage1: Kidney damage with normalor increased GFR (>90 mL/min/1.73m2)
b. Stage2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
3. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya CKD. Akan tetapi,
apapun penyebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan CKD bisa disebabkan dari ginjal
sendiri maupun dari luar ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).
Mengkategorikan ada delapan kelas yang menjadi penyebab tersering dari penyakit CKD
yaitu :
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati.
b. Penyakit peradangan glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah penyebab gagal ginjal pada sepertiga pasien yang membutuhkan
dialisis atau transplantasi. Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya
timbul pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya
dapat mengakibatkan eksresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul
edema dan azotemia, peningkatan aldosterone menyebabkan retensi air dan natrium.
Untuk glomerulonefhritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif
lambat, akan tampak ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan bergranula.
Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena tubulus mengalami
atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri.
c. Penyakit vaskuler hipertensif seperti nefrosklerosis benigna, nefroklerosis maligna,
dan stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik, poliarterites nodosa, dan
sklerosis sistemik progresif.
e. Penyakit kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis tubulus
ginjal.
f. Gangguan metabolik yang dapat mengakibatkan CKD antara lain diabetes melitus, gout,
hiperparatiroidisme dan amiloidosis.
g. Netropati toksik akibat penyalahgunaan analgesik dan nefropati timah.
h. Nefropati obstruksi
Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius
bagian bawah: hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.
4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Penyakit CKD
dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada ginjal yang sakit (Muttaqin &
Sari, 2011).
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu infeksi, vaskuler, zat
toksik, obstruksi saluran kemih yang pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron sehingga
menyebabkan penurunan GFR dan menyebabkan CKD, yang mana ginjal mengalami
gangguan dalam fungsi eksresi dan fungsi non-eksresi (Nursalam,2007). Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak masalah
muncul pada CKD sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan kliresn (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berungsinya gromeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) juga meningkat (Smeltzer & Bare, 2015)
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Terjadi penahanan cairan dan natrium, sehingga
beresiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis renin-angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Sindrom uremia juga bisa menyebabkan asidosis metabolik akibat ginjal tidak
mampu menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal
tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-).
Penurunan eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka mual dan muntah tidak dapat
dihindarkan.
Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah
merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia
sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin berkurang maka tubuh akan mengalami
keletihan,angina dan napas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat
maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal
maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathhormon dari kelenjar paratiroid,
tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan
tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di
ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal (Smeltzer & Bare, 2015).
6. Kemungkinan Data Fokus
a. Wawancara
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang didapati biasanya berbeda, mulai dari urine output
sedikit sampai dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera
makan (anoreksia) mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas
berbau, dan gatal pada kulit.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
7. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data Subjektif : Klien jarang mengkonsumsi Hipervolemia
Hipervolemia
Data Subjektif : Kerusakan fungsi ginjal Intoleransi Aktivitas
a. Klien mengatakan mengeluh lelah.
b. Klien mengatakan sesak napas saat Sekresi eriprotein menurun
aktivitas atau setelah aktivitas.
c. Klien mengatakan merasa lemah. Produksi SDM menurun
Data Objektif :
a. Anemia Oksihemoglobin menurun
b. Hb/Ht turun
c. Tekanan darah berubah >20% dari Suplai O2 ke jaringan menurun
kondisi istirahat.
d. Frekuensi jantung meningkat >20% Fatique/malaise
dari kondisi istirahat.
Intoleransi Aktivitas
8. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1) Hipervolemia
2) Intoleransi Aktivitas
9. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Hipolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia (I.03114) - Peningkatan menunjukkan adanya
berhubungan keperawatan selam 3x24 hipervolemia. Kaji bunyi jantung dan
1. Observasi
dengan jam, kelebihan cairan napas, perhatikan S3 dan/atau
- Periksa tanda dan gejala hypervolemia gemericik, ronchi. Kelebihan volume
gangguan (edema ekstremitas bawah)
- Identifikasi penyebab hypervolemia
cairan berpotensi gagal jantung
mekanisme berkurang dengan kriteria - Monitor status hemodinamik, tekanan darah,
- Monitor intaje dan output cairan kongestif/ edema paru
regulasi ditandai hasil :
- Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN, - Beberapa kondisi yang dapat
dengan edema 1. Keluaran urin hematocrit, berat jenis urine)
- Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma menyebabkan hipervolemia yaitu gagal
di ekstremitas 2. Edema (ekstremitas
- Monitor kecepatan infus secara ketat jantung kongestif, infark miokard,
bawah. bawah) - Monitor efek samping diuretik penyakit katup jantung, sirosis hati, dan
3. Tekanan darah 120/80 gagal ginjal.
2. Therapeutik
mmHg - Takikardia dan hipertensi terjadi
- Timbang berat bada setiap hari pada waktu yang sama
4. Berat badan : 52 kg karena (1) kegagalan ginjal untuk
- Batasi asupan cairan dan garam
- Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat mengeluarkan urine, (2) pembatasan
cairan berlebihan selama mengobati
3. Edukasi
hipervolemia atau perubahan fase
- Anjurkan melapor jika kaluaran urine <0.5 ml/kg/jam oliguria gagal ginjal,
dalam 6 jam
- (3) perubahan pada system renin-
- Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam
sehari angiotensin.
- Ajarkan cara membatasi cairan - Catatan : pengawasan invasive
1. Observasi
2. Terapeutik
- Muttaqin, Arif dan Kumala Sari, 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta
Salemba Medika.
- Nahas Meguid El dan Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease : A Practical Guide to Understanding
and Management. USA : Oxford University Press.
- PPNI.T.P.2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (PPNI).
- PPNI.T.P.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (PPNI).
- PPNI.T.P.2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (PPNI).
- Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing. Mosby: ELSIVER