DIAN TUKIRAHMWATI
NIM : 1130119010
DOSEN PEMBIMBING :
SYIDDATUL BUDURY, S.Kep., Ns., M.Kep
PENDAHULUAN
2018). Para penderita gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisa
sebagian besar sulit dalam mengendalikan pembatasan intake asupan cairan sehingga
menyebabkan kegagalan terapi yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien serta
asupan cairan.
penderita gagal ginjal kronik yang hemodialisis dalam membatasi intake asupan
cairan mencapai 79,5% di Amerika, Jerman, Belgia dan Irlandia. Demikian juga, di
Negara Cina jumlah penderita gagal ginjal kronik yang tidak patuh dengan
hemodialisis hingga pembatasan intake asupan cairan berkisar antara 43,6 – 54,9%
(Nursalam et al., 2020). Berdasarkan data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun
2017 menyebutkan bahwa jumlah data penderita gagal ginjal kronik di Negara
Indonesia sebanyak 77.892 pasien baru dan 30.831 pasien aktif, penyebabnya
Provinsi Jawa Timur dalam 5 tahun terakhir cukup tinggi yaitu mencapai 113.045
A.Yani jumlah kunjungan penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis di ruang hemodialisis pada bulan Juni sampai Agustus 2020 sebayak
gagal ginjal kronik merupakan suatu hal yang spesifik dan berbeda antar individu.
akibat dari ketidakpatuhan dalam melakukan pembatasan intake asupan cairan (Nadi
gagal ginjal kronik dalam pembatasan intake asupan cairan antara lain usia,
dukungan sosial
(berupa dukungan informasi /information support, esteem support dan instrument
support). Kepatuhan pasien diartikan sebagai sejauh mana kesesuaian perilaku pasien
yang masuk, dikarenakan mereka tidak mendapatkan informasi yang adekuat tentang
dalam melakukan pembatasan intake asupan cairan. Untuk pasien dengan penyakit
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, asupan cairan harus diatur
sehingga kenaikan berat badan yang diperoleh tidak lebih dari 2 kg diantara waktu
dialisis (Nur
et al., 2020). Pembatasan intake asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik penting
untuk diperhatikan. Asupan cairan harian yang dianjurkan pada pasien gagal ginjal
kronik dibatasi sebanyak Insensible Water Loss (IWL) ditambah dengan jumlah
urine. Dengan demikian pasien menjadi banyak mengkonsumsi cairan, dan berat
badan akan naik sampai jadwal hemodialisis berikutnya. Pembatasan intake asupan
juga berhubungan dengan lama hidup pasien. Tindakan hemodialisis dilakukan untuk
menarik cairan pasien gagal ginjal kronik sampai mencapai target berat badan
Berdasarkan evidence based practice banyak cara yang dapat kita lakukan
dalam meningkatkan kepatuhan pada penderita gagal ginjal kronik, antara lain:
informasi (information support) merupakan salah satu hal yang perlu untuk
meningkatkan manajemen diri dan perilaku kepatuhan pada pasien dengan penyakit
kronis (Nursalam et al., 2020).Salah satunya adalah penggunaan media WhatsApp
(information support).
Dukungan sosial dan motivasi merupakan faktor yang sangat penting dalam
kepatuhan pembatasan asupan cairan pada pasien penyakit ginjal kronik yang
menjalani hemodialis. Hal ini didukung oleh penelitian (Soripet & Iryani, 2019)
menyatakan bahwa penggunaan modul dapat meningkatkan kepatuhan mengonsumsi
zat besi pada ibu hamil. Serta penelitian yang dilakukan (Haksara & Rahmanti, 2020)
yaitu dalam meningkatkan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik dengan
Dari penjelasan latar belakang di atas dapat dijadikan sebagai landasan untuk
kepatuhan pembatasan intake asupan cairan pada penderita gagal ginjal kronik.
whatsapp dan modul) terhadap kepatuhan pembatasan intake asupan cairan pada
whatsapp dan modul) terhadap kepatuhan pembatasan intake asupan cairan pada
Manfaat yang diharapkan oleh peneliti dalam penelitian ini sebagai berikut :
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya
mengatasi masalah yang berkaitan kepatuhan pembatasan cairan pada penderita gagal
ginjal kronik.
Hasil penelitian ini dapat menjadi pengayaan ilmu dan dapat memberikan
TINJAUAN PUSTAKA
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
merupakan keadaan klinis yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat
ireversibel atau tidak dapat kembali, pada suatu derajat tertentu memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap yang berupa tindakan dialisis ataupun transplantasi ginjal
ginjal secara progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen lainnya) yang beredar dalam darah serta komplikasinya apabila tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Gagal ginjal kronik merupakan gangguan
fungsi ginjal yang secara progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh
fungsi renal yang secara progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Penyakit ginjal kronis berdasarkan The Kidney Outcomes Quality Initiative
(K/DOQI) of National Kidney Foundation (NKF) adalah kerusakan ginjal yang terjadi
selama atau lebih tiga bulan dengan laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
meningkat sebesar 31,7% selama 10 tahun terakhir, yang menjadi salah satu
penyebab kematian paling cepat dan meningkat, di samping diabetes dan demensia.
The United State Renal Data System (USRDS), Amerika Serikat menunjukkan terjadi
peningkatan dramatis pasien gagal ginjal Kronik yang membutuhkan dialisis kronik
atau transplantasi. Pada tahun 1999, terdapat 340 ribu pasien, tetapi pada tahun 2010
diproyeksikan meningkat sampai 651 ribu pasien. The Third National Health and
kronik orang dewasa di Amerika Serikat sekitar 11% (19,2 juta penduduk) dengan
rincian sebagai berikut: 3,3% (5,8 juta) pada stadium 1, 3% (5,3 juta) pada stadium
2; 4,3% (7,5 juta) pada stadium 3; 0,2% (340 ribu) pada stadium 4 dan 0,2% (340
ribu) pada stadium 5 atau penyakit ginjal kronik. Pada tingkat internasional, rata-rata
mempunyai tingkat
rata-rata insiden paling tinggi dari penyakit ginjal kemudian disusul Jepang
Amerika Serikat rata-rata insiden tertinggi pasien gagal ginjal kronik stadium 5
terjadi pada usia lebih dari 65 tahun. Di samping diabetes melitus dan hipertensi,
usia adalah faktor risiko utama terjadinya gagal ginjal kronik. Populasi pada
dari tahun 2007 – 2014 tercatat 28.882 pasien, dimana pasien baru sebanyak 17.193
pasien dan pasien lama sebanyak 11.689 pasien. Jawa timur pada tahun 2014
tecatat
mempunyai 2.787 pasien lama dan 3.621 adalah pasien baru. (Indonesia Renal
Registry, 2014).
Berdasarkan perjalanan klinis, gagal ginjal dapat dibagi menjadi tiga stadium
1. Stadium I
Dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum
dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya
dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes GFR yang secara teliti.
2. Stadium II
Dinamakan insufisiensi ginjal. Pada stadium ini dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi sudah rusak. GFR besarnya 25% dari yang normal. Kadar
BUN dan kreatinin serum mulai meningkat diatas normal. Gejala-gejala nokturia atau
seting berkemih di malam hari sampai 700 ml dan poliuria (akibat dari kepenyakitan
3. Stadium III
Dinamakan gagal ginjal stadium tahap akhir atau uremia Sekitar 90% dari
massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar 200 ribu nefron saja yang
masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari nilai normal. Kreatinin serum dan BUN akan
meningkat seara mencolok. Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak mampu lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu: oliguri akibat
sebagai berikut :
kerusakan ginjal termasuk komposisi darah yang abnormal atau urin yang abnormal.
Patofisiologi gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa ( surviving nephrons)
seperti sitokinin dan growth factor. Hal ini berakibat terjadinya hiperfiltrasi, yang
diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah pada glomerulus. Proses
adaptasi
ini berlangsung secara singkat, hingga akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang secara progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-
β). Beberapa hal yang dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas gagal
Stadium yang paling dini pada gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau
meningkat. Kemudian secara perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
secara progresif yang ditandai oleh peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60% dan pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30% mulai merasakan keluhan pada seperti nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang serta penurunan berat badan. Sampai pada
LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi
diantaranya infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran
cerna. Akan terjadi pula gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di
bawah 15% menyebakan gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikataan sampai pada stadium
penyakit ginjal (Wahyuni et al., 2019).
1. Glomerulonefritis
imun terhadap toksin bakteri tertentu (kelompok bakteri streptokokus beta A).
tubulus. Inflamsi ini kemungkinan diakibatkan oleh infeksi streptokokus, akan tetapi
juga merupakan akibat sekunder dari penyakit sistemik lain atau glomerulonefritis
akut.
2. Pielonefritis kronis
oleh infeksi bakteri. Inflamasi dapat berawal di area traktus urinaria bawah (kandung
kemih) dan menyebar ke bagian ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan
limfe menuju ke ginjal. Obstruksi kaktus urinaria terjadi akibat dari pembesaran
kelenjar prostat, batu ginjal, atau defek kongenital yang memicu terjadinya
pielonefritis.
3. Batu ginjal
Batu ginjal atau kalkuli urinaria terbentuknya akibat dari pengendapan garam
kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil tersebut dapat mengalir
bersama urine, batu yang lebih besar akan tersangkut didalam ureter serta
menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal) yang menyebar dari ginjal sampai
ke selangkangan.
dan berekspansi yang lambat laun akan mengganggu dan menghancurkan parenkim
satu penyebab kematian terpenting pada penderita diabetes mellitus yang lama. Lebih
dari 1/3 dari semua pasien baru yang masuk dalam program ESRD (End Stage
Renal Disease) menderita gagal ginjal. Diabetes mellitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dengan berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang
mencakup
Pada penderita gagal ginjal kronik, setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, makapenderita akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Tingkat
keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian serta tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari dan usia penderita (Wiliyanarti & Muhith, 2019).
Adapun manifestasi klinis yang terjadi pada penderita gagal ginjal kronik diantaranya
:
1. Gastrointestinal : ulserasi saluran pencernaan dan perdarahan
2. Kardiovaskuler : hipertensi, perubahan EKG, perikarditis, efusi
dan
koma
5. Metabolik/ endokrin : inti glukosa, hiperlipidemia, gangguan hormon
ammenore
6. Cairan-elektrolit : gangguan asam basa menyebabkan kehilangan
sodium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipermagnesemia, hipokelemia
7. Dermatologi : pucat, hiperpigmentasi, pluritis, eksimosis,
uremia frost
8. Abnormal skeletal : osteodistrofi ginjal menyebabkan osteomalaisia
9. Hematologi : anemia, defek kualitas flatelat, perdarahan
meningkat
10. Fungsi psikososial : perubahan kepribadian dan perilaku
sertagangguan proses kognitif.
2.1.7Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik
1. Darah lengkap
2. Ureum
3. Kreatinin
4. Urine lengkap
7. Fritin serum
8. Hormone PTH
9. Albumin
10. Globulin
jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan yang tidak jenuh
3)Fosfor : 5 – 10 mg/hari
5)Besi : 10 – 18 mg/hari
10. Air : jumlah urine dalam 24 jam + 500 ml (insensible water los)
2.2 Konsep Dasar Hemodialisa
menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan
melalui membran dengan caraproses memperbesar jalan masuk pada vaskuler,
antikoagulasi dan produksi dialyzer yang dapat dipercaya dan efisien (Listiana,
2020).
Tidak ada petunjuk secara jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk
menentukan kapan intervensi tindakan harus dimulai. Ahli ginjal dalam mengambil
keputusan berdsarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai
penderita rawat jalan. Tindakan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak
sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan
gejala klinis lainnya. Tindakan juga bisanya dapat dimulai dengan menemukan kadar
kreatinin serum diatas 6mg/100ml (pada lali-laki), 4mg/100ml (pada perempuan) dan
glomerulo filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh terus-
menerus berbaring di tempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak
dilakukan lagi. Secara ideal seluruh penderita dengan laju filtrasi goal (LFG)
kurang
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi secara khusus yaitu apabila
mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mg/ml. Pasien yang
terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga
hemodialisis adalah azotemia simtomatis yang berupa: ensefalopati, dan toksin yang
diuretic (odem pulmonal) dan asidosis yang tidak dapat diatasi (Nuari & Widayati,
2017).
7. Alzeimer
8. Demensia
9. Multi infark
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lainnya
Tiap tindakan hemodialisisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2-3 kali dalam
seminggu. Tiap tindakan hemodialisisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu
dengan kecepatan aliran darah (QB) 200 – 300 ml/menit. (Nuari & Widayati, 2017).
penderitadanberedarmasukkedalamsebuhmesindiluartubuhmanusia.
Hemodialisis memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan
buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui proses pembedahan
(Nuari & Widayati, 2017).
murah. Hal ini sesuai dengan teori kecemasan yaitu gangguan yang memiliki ciri
kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga tidak rasional, dan tidak
ginjal kronik tahap stadium akhir. Gejala yang diakibatkan oleh penurunan fungsi
ginjal terjadi secara perlahan-lahan dan terlihat secara jelas pada Laju Filtrasi
1. Ketidakseimbangan cairan
Fungsi ginjal adalah sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah
dengan mengekskresikan solut dan air secara selektif. APabila jumlah nefron yang
tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu untuk menyaring urine. Pada
tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah
melewati tubulus. Maka hal ini akan mengakibatkan terjadinya kelebihan cairan
pada awal hemodialisis sudah pernah diberikan health education untuk mengurangi
asupan cairan akan tetapi pada kenyataanya pada terapi hemodialisis berikutnya
masih sering terjadi pasien datang dengan keluhan sesak nafas karena kelebihan
besar akan mengalami penurunan volume urine karena akibat dari adanya kerusakan
perawatan dialisis dua sampai tiga kali seminggu. Kelebihan cairan akan
menyebabkan terjadinya penumpukan cairan di dalam tubuh dengan manifestasi
2. Ketidakseimbangan natrium
sampai 200 mEq per hari. Apabila terjadi kerusakan nefron maka tidak akan terjadi
LFG menurun dan terjadi dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada
kondisi gangguan gastrointestinal, terutama pada saat muntah atau diare. Pada
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisis natrium yang
diberikan dibatasi 1
penyakit jantung dan hipertensi. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis.
Retensi cairan yang terjadi pada kondisi uremia sering menyebabkan penyakit
dengan sekresi aldosteron. Selama urine output masih bisa dipertahankan, kadar
muntah atau diare berat. Pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal mereabsorbsi
4. Ketidakseimbangan magnesium
Sumber magnesium di dapat dari makanan seperti sayuran hijau, daging dan
ikan (Hidayat Alimul Aziz, 2011). Magnesium pada tahap awal penyakit ginjal
kronik adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine pada
penyakit ginjal tahap akhir. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang
yang menyebabkan ginjal mereabsorpsi kalsium, dan mobilisasi kalsium dari tulang
dan depresi resorbsi tubuler dari fosfor. Hiperparatiroid dapat menstimulasi sel mast
6. Gangguan Hematologi
produksi sel darah merah. Pada penyakit ginjal produksi eritropoetin mengalami
gangguan sehingga merangsang pembentukan sel darah merah oleh bone marrow.
Akumulasi racun uremia akan menekan produksi sel darah merah dalam bone
marrow dan menyebabkan massa hidup sel darah merah menjadi lebih pendek
Penyebab dari anemia pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani
tendensi untuk terjadinya perdarahan. Manifestasi klinis dari anemia antara lain
subkutan.
Urea yang merupakan hasil metabolik dari protein meningkat. Kadar BUN
bukan merupakan indikator yang tepat dari penyakit ginjal karena peningkatan BUN
dapat terjadi pada penurunan LFG dan peningkatan intake protein. Kreatinin serum
adalah indikator yang lebih baik pada penyakit ginjal kronik karena
kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh (Smeltzer &
Bare, 2014).
metabolisme protein di dalam usus, dan terbentuknya zat-zat toksik akibat dari
metabolisme bakteri usus. Faktor uremik yang disebabkan oleh ureum yang
berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas
berbau amonia dan sering disertai dengan sensasi atau rasa yang tidak
menyenangkan. Akibat yang lain adalah mulut dapat mengalami peradangan atau
stomatitis, lidah dapat menjadi kering, terkadang timbul parotitis (PAPDI, 2014).
Pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani tindakan hemodialisis
menunjukkan berbagai abnormalitas kulit seperti kulit berwarna pucat akibat anemia
pori kulit, terkadang terdapat bekas-bekas garukan karena gatal. Kulit mungkin
menjadi kering dan bersisik, pada kondisi uremia tahap lanjut konsentrasi ureum
dalam air keringat dapat mencapai kadar yang cukup tinggi sehingga setelah
penguapan dapat ditemukan garis-garis bubuk putih pada permukaan kulit (PAPDI,
2014).
ditemui gejala Rest Leg Sydrome (RLS) yaitu pasien merasa pegal pada
kakinya sehingga ingin selalu digerakkan, dan juga gejala Burning feat syndrome
yaitu rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki (PAPDI, 2014).
11. Sistem metabolik dan endokrin
Gangguan metabolik dan endokrin pada umumnya terjadi pada pasien gagal
resistensi perifer terhadap kerja insulin. Pada gagal ginjal pada tahap akhir (klirens
kreatinin <15 ml/menit), terjadi penurunan klirens metabolik insulin yang
aterosklerosis dan keadaan intoleransi protein pada pasien yang menjalani tindakan
2.3.1Pengertian Kepatuhan
adanya interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien sehingga pasien mengerti
melakukan perubahan gaya hidup) sesuai anjuran terapi dari petugas kesehatan.
Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindakan mengindahkan setiap aspek anjuran
1. Faktor pasien
studi DOPPS (the Dialysis Outcomes and Practice Patterns Study), bahwa
prediktor peluang ketidakpatuhan lebih tinggi mengenai usia yang lebih muda
seorang pasien harus memiliki sumber daya dan motivasi untuk mematuhi
protokol pengobatan.
dengan pasien dalam diskusi tentang perilaku mereka dan motivasi untuk
pergantian cepat pasien dapat membuat situasi yang lebih sulit untuk
memberikan
3. Petugas hemodialisa
4. Keluarga
Keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak
dapat dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapat
perhatian dan dukungan dari keluarganya karena dengan dukungan tersebut akan
Alat ukur kepatuhan (Anita & Novitasari, 2017) adalah sebagai berikut:
Tanggapilah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut ini, dengan cara
memberi tanda (√) pada kolom jawaban disebelah kanan sesuai dengan keadaan
anda. Terdapat pilihan jawaban yang disediakan untuk setiap pernyataan yaitu :
Selalu ; Sering ; Kadang-Kadang ; Jarang ; Tidak Pernah
No Pernyataan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak
kadang pernah
1 Saya mengkonsumsi
asupan cairan sesuai yang
dianjurkan petugas
kesehatan.
2 Saya mengkonsumsi air
dalam jumlah banyak.
3 Saya mengkonsumsi
asupan cairan tidak lebih
dari 1000 cc dalam sehari
4 Saya menghitung jumlah
air yang diminum sehari-
hari
5 Saya mengukur jumlah air
kencing (urin) dalam
sehari
6 Saya mengkonsumsi
asupan air sebanyak
jumlah air kencing (urin)
dalam sehari ditambah
dengan ± 500 cc (2-3 gelas
belimbing)
7 Sebelum cuci
darah/hemodialisa, berat
badan saya bertambah dari
berat badan sebelumnya
8 Psuadahsmaaet nkceabpuatiubh
atnasc,airan untuk
menghilangkan haus
biasanya saya
mengulum es batu atau
sikat gigi dan berkumur
9 Saya mengkonsumsi
makanan instan (contoh :
ikan kaleng, buah kaleng,
cornet, jamur kaleng, jus
kalengan, mie kuah,dll)
10 Selain asupan cairan yang
dianjurkan, saya
mengkonsumsi makanan
berkuah (sop, gule kambing,
dll)
soto, mie kuah, sayur lodeh,
11 Saya mengkonsumsi bayam,
daun pepaya, daun singkong,
dan sayuran yang lain
12 Saya mengkonsumsi lebih
dari 1 butir telur dalam
sehari
13 Saya mengkonsumsi lebih
dari 4 potong tempe/tahu
dalam sehari
14 Pada saat ada jamuan
pesta/acara yang
menyuguhkan minuman
saya
segarakan
(es meminumnya
buah, es jeruk, teh)
menghadapi tantangan kehidupan, bantuan ini disebut dengan dukungan sosial (Nadi
et al., 2015).
dukungan sosial menurut beberapa ahli. Dukungan sosial menurut (Kuntjoro, 2009)
merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu
bahwa dukungan sosial itu terdiri atas informasi yang membuat orang
merasa diperhatikan. Sikap informasi apapun dari lingkungan sosial yang membuat
subyek mempersepsikan bahwa dia menerima efek positif atau bantuan yang
dan penilaian (informasi yang berhubungan dengan self evaluation). Johnson dan
Johnson dalam
dan perhatian; sistem dukungan sosial terdiri dari significant others yang
permasalahan.
psikologis atau
individu yang mendapat penolakan dari orang lain. Penelitian mengenai dukungan
sosial pada dua dasawarsa terakhir mencakup dua isi dukungan sosial, yakni
yang terjadi dan diberikan oleh orang lain sedangkan dukungan yang dirasa mengacu
pada kepercayaan bahwa perilaku menolong akan tersedia ketika dibutuhkan, secara
sederhana dikatakan bahwa Received Support adalah perilaku menolong yang telah
terjadi sedangkan Perceived Support yaitu perilaku menolong yang dirasakan atau
melindungi psikis dalam stress (Baron & Hmieleski, 2018). Berdasar pada beberapa
teori yang mengemukakan tentang dukungan sosial di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa dukungan sosial merupakan suatu bentuk ungkapan emosional
yang berfungsi melindungi seseorang dari kecemasan yang hal tersebut bisa
memberikan suatu bentuk informasi atau nasehat pada seseorang yang diberikan
manfaat emosional oleh efek keputusan yang sesuai dengan keinginan nantinya.
berikut:
diri seseorang.
dihadapi.
3. Instrument support
Cohen dan Syme dalam (Asnaningsih, 2019) menyatakan ada beberapa faktor
yang sama akan lebih memiliki arti daripada yang berasal dari sumber yang
keadilan.
2. Jenis dukungan. Jenis dukungan yang diterima akan memiliki arti bila dukungan
itu bermanfaat dan sesuai atau tepat dengan situasi yang ada.
kebiasaan, dan peran sosial. Proses yang terjadi dalam dukungan itu dipengaruhi
dukungan.
4. Permasalahan yang dihadapi. Dukungan yang tepat dipengaruhi oleh kesesuaian
antar jenis dukungan yang diberikan dan masalah yang ada. Misalnya konflik
yang terjadi dalam pernikahan dan pengangguran akan berbeda dalam hal
5. Waktu pemberian dukungan. Dukungan sosial optimal di satu situasi tetapi akan
tidak menjadi optimal dalam situasi lain. Misalnya saat seseorang kehilangan
masalahnya, tetapi bila telah bekerja, maka dukungan yang lain yang diperlukan.
masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi satu sama lain
menerima. Orang yang menerima social support semacam ini merasa tenteram, aman
dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber social
support semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari
pasangan
hidup, anggota keluarga, teman dekat, sanak keluarga yang akrab dan memiliki
hubungan yang harmonis.
membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif atau
individu mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki
banyak memberikan dukungan sosial. Mereka merasa bahagia, ceria dan dapat
mencurahkan segala ganjalan yang ada pada dirinya untuk bercerita yang sesuai
dengan kebutuhan individu. Hal itu semua merupakan dukungan yang sangat
lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga, lembaga atau
Dalam dukungan sosial ini jenis ini, individu mendapat social support
berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika
individu membutuhkan bantuan tersebut. Social support jenis ini pada umumnya
5. Bimbingan (guidance)
Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja ataupun
dihadapi. Jenis dukungan ini bisa berasal dari guru, alim ulama, pamong dalam
memperoleh kesejahteraan.
lain :
1. Produktivitas melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran, kepuasan kerja,
3. Kesehatan fisik, individu mempunyai hubungan dekat dengan orang lain jarang
4. Managemen stres yang produktif melalui perhatian, informasi disertai umpan balik
yang diperlukan.
2.5 Konsep Dasar Telenursing
2.5.1Definisi telenursing
dalam memberikan pelayanan keperawatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh
antara perawat dan pasien, atau antara beberapa perawat. Sebagai bagian dari
telehealth dan beberapa bagian terkait dengan aplikasi bidang medis dan non-
2020).
Internet. Penggunaan teknologi ini mengarah pada akses cepat pasien ke layanan
yang lebih baik dengan biaya lebih rendah, akses mudah ke keterampilan
penyediaan layanan
telepon, komputer, internet atau teknologi komunikasi lainnya (Dadgari et al., 2017).
Telenursing Inc., 2013; Dadgari et al, 2017 media telenursing adalah sebagai
berikut:
2. Mesin faksimili
3. Internet
4. Video
5. Berguna dalam kasus-kasus kronis atau kasus geriatik serta kasus penderita gagal
ginjal kronik yang perlu perawatan di rumah dengan jarak yang jauh dari
pelayanan kesehatan.
6. Mendorong tenaga kesehatan atau daerah yang kurang terlayani untuk mengakses
2017)
2.5.5Keuntungan telenursing
Keuntungan menggunakan telenursing (Shahrokhi et al., 2018) adalah
sebagai berikut :
1. Efektif dan efisiensi dari sisi biaya kesehatan, pasien dan keluarga dapat
3. Telenursing dapat mengurangi jumlah kunjungan dan masa hari rawat di RS.
4. Dapat meningkatkan pelayanan untuk pasien kronis, tanpa memerlukan biaya dan
secara interaktif.
2.6 Konsep Dasar WhatsApp
2.6.1Definisi WhatsApp
platform atau perangkat lunak yang dapat digunakan di beberapa sistem operasi
murah dengan paket data internet dibanding menggunakan sistem tarif dari pulsa
short message service
atau pesan singkat pada telepon selular biasa (Yusmita et al., 2014).
menggunakan telepon maupun teks secara interaktif hingga berbagi file data
Sosial media jenis WhatsApp menggunakan paket data internet yang sama
digunakan untuk surat elektronik serta berselancar di dunia maya. Aplikasi WhatsApp
1. Unduh atau download aplikasi tersebut dari layanan konten digital yang
4. Aplikasi kemudian akan mengirimkan kode konfirmasi lewat pesan singkat atau
mengetahui siapa saja yang sudah masuk ke daftar, tekan pada tab contact.
mereka.
1. Foto. Berupa pesan gambar tidak bergerak yang direkam dapat diperoleh
2. Video. Berupa pesan gambar bergerakyang direkam dapat langsung dari video
5. Contact. Dapat mengirim detail nomor kontak dari buku telpon atau phonebook.
Fitur lain yang terdapat di WhatsApp (Kartikawati & Pratama, 2017)antara
lain :
homescreen.
Kemampuannya kini ditingkatkan hingga tiap grup kini mencapai 256 anggota.
ataucopy, disebarkan atau forward dan dihapus atau delete dengan menekan dan
menggunakan bahasa teks tapi juga dengan bahasa gambar sesuai ikon-ikon
8. Search : fitur dasar setiap Instan Messaging, Anda dapat mencari daftar contact
9. WhatsApp Call : karena verifikasi WhatsApp sama dengan nomor telepon selular
aplikasi
11. Status : seperti kebanyakan fitur Instan Messaging, status juga hadir di
terbaru atau update setiap ada perubahan status dari teman, WhatsApp hanya
Anda pun dapat mengganti status yang sudah tersedia di WhatsApp seperti
berikut :
1. Tidak hanya teks : WhatsApp memiliki fitur untuk mengirim gambar, video, suara,
dan lokasi GPS via hardware GPS atau Gmaps. Media tersebut langsung dapat
ditampilkan dan bukan berupa link.
aplikasi untuk menerima sebuah pesan. Notifikasi pesan masuk ketika telepon
selular sedang tidak aktif atau off akan tetap disampaikan jika telepon selular
3. Status Pesan : Jam merah untuk proses loading di telepon selular kita. Tanda
centang jika pesan terkirim ke jaringan. Tanda centang ganda jika pesan sudah
4. Broadcats dan Group chat : Broadcast untuk kirim pesan ke banyak pengguna.
atau masuk dan loading contact/avatar, sehingga transaksi data makin irit.
Aplikasi dapat dimatikan dan hanya aktif jika ada pesan masuk, sehingga bisa
2.7.1Definisi Modul
Modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh klien, sesuai usia dan tingkat pengetahuan mereka agar
Modul adalah bagian kesatuan belajar yang terencana yang dirancang untuk
membantu klien secara individual dalam mencapai tujuan belajarnya serta dapat
Klien
yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menguasai materi.
Sementara itu, Klien yang memiliki kecepatan rendah dalam belajar bisa belajar lagi
tujuan belajarnya, dan paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa
untuk kepentingan belajar klien. Jadi dapat disimpulkan bahwa modul merupakan
paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa sebagai bahan belajar
mandiri untuk membantu klien menguasai tujuan belajarnya. Oleh karena itu,
klien dapat
tergantung pada pihak lain. Self Intruction dapat terpenuhi apabila modul
tersebut: memuat tujuan pembelajaran yang jelas; materi pembelajaran
dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik; ketersediaan contoh dan
ilustrasi yang mendukung
adanya umpan balik atas penilaian siswa; dan adanya informasi tentang rujukan.
3. Stand Alone, modul yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau
tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.
Modul yang adaptif adalah jika modul tersebut dapat digunakan sampai kurun
waktu tertentu.
2) Petunjuk belajar
3. Kegiatan Belajar
Kegiatan belajar memuat materi yang harus dikuasai klien. Bagian ini terbagi
Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 . Teori ini
untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku, Ajzen melengkapi TRA ini dengan
keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan terhadap
berikut:
dari TRA. Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu
rangka melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain, dilakukan atau tidak
dilakukannya suatu perilaku tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif
semata, tetapi juga persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya
yang
lebih lengkap Ajzen (2005) menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam
Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan) mengandung berbagai
1. Latar belakang (background factors). Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi
Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan,
penghasilan, dan agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan
mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan negatif, sikap terhadap perilaku
atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku, dalam
Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui perceived
behavioral
control.
Menurut Ajzen (2005), faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang
yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat
(Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk
menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain
disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang
5. Keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan
(control beliefs) dapat diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman
individu mengenai suatu perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh
dirinya apakah dia punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk
ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku
tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku
tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh
dalam kehidupannya.
intensi atau niatnya hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya (Ajzen,
2002). Teori ini tidak hanya menekankan pada rasionalitas dari tingkah laku
manusia, tetapi juga pada keyakinan bahwa target tingkah laku berada di
bawah kontrol
kesadaran individu tersebut atau suatu tingkah laku tidak hanya bergantung pada
intensi seseorang, melainkan juga pada faktor lain yang tidak ada dibawah kontrol
tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Dari sini lah Ajzen memperluas teorinya dengan
determinan, yang satu yang bersifat personal, kedua merefleksikan pengaruh sosial
dan ketiga berhubungan dengan masalah kontrol (Ajzen, 2005). Berikut ini adalah
penjabaran dari variabel utama dari Theory of Planned Behavior yang terdiri
dari: intensi, attitude toward behavior, subjective norms, dan perceived
behavioral
control.
BAB 3
Keterangan
:
: tdiiduakkudr iukur
Banyak faktor yang berpengaruh di dalam kepatuhan pasien gagal ginjal kronik
Behavior Belief
yang menjalani Manfaat / konsekuensi dari perilaku
Penilaian individu tentang dari hasil perilakunya
hemodialisa dalam Normative Belief
Theory of
Planed Behavior MHaortaipvansi
pembatasan intake Control Belief
Faktor pendukung
asupan cairan dalah Faktor penghambat
satunya adalah dukungan informasi (information support) petugas kesehatan .
Informatian support kepada pasien merupakan salah satu dari intervensi keperawatan.
materi yang berkaitan dengan penyakit, dan membantu pasien untuk mengambil
whatsApp dan modul) dirasa sangat baik digunakan guna meningkatkan kepatuhan
3.2 Hipotesis
gagal
ginjal kronik.
BAB 4
METODE PENELITIAN
penelitian quasy experiment dengan pendekatan the one group pretest – posttest
design yang berfungsi untuk mencari hubungan sebab akibat antara variabel
independen dengan variabel dependen dalam periode waktu tertentu. Pada penelitian
ini menggunakan simple random sampling peneliti memilih reponden sesuai dengan
kriteria sehingga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai responden,
hal ini dilakukan untuk meminimalisir faktor resiko. Pada responden diberikan
intake asupan cairan penderita gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Islam Surabaya
A.Yani. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sastroasmoro & Ismael, 2014) bahwa
penelitian eksperimen bertujuan untuk mengukur efek dari intervensi yang telah
(Sastroasmoro & Ismael, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di Rumah Sakit Islam
4.3.1 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian besar pasien gagal ginjal kronik
yang menjalani terapi hemodialisis di Rumah Sakit Islam Surabaya A.Yani. Sampel
2. Kriteria Eksklusi
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari seluruh objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Dharma, 2011). Jumlah sampel
yang mewakili populasi dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin sebagai
berikut:
N
n =
1 + N.e²
Keterangan :
n : jumlah sampel
N : jumlah
populasi
e : batas toleransi kesalahan ( 10 % )
76
n =
1 + 76 x 0,1²
76
n =
1,76
n = 43,18
Jadi jumlah sampel yang akan diambil sebagai responden dibulatkan menjadi 44
orang responden.
random sampling peneliti memilih reponden sesuai dengan kriteria sehingga memiliki
Surabaya A.Yani. Pemilihan tempat penelitian ini dikarena jumlah pasien gagal
Populasi target :
Seluruh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Isl
Sampling : Simple random sampling
Sampel :
Sebagian gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Islam Surabaya sebanyak 44 orang
Informed Concent
Intervensi
Pre test :
Tingkat kepatuhan
Intervensi :
Information support berbasis telenursing (reminder whatsapp
dan modul)
Post test :
Tingkat kepatuhan
melnagkiukkuatinjapde <21
wmabladtaslanm
intake asupan cairan pad pederita gagal ginjal kronik
2. Kueisioner kepatuhan
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data secara formal dari subjek
untuk menjaab pertanyaan secara tertulis. Jenis kuesioner yang digunakan adalah
hanya tinggal memberikan tanda check-list pada kolom yang tersedia. Kuesioner ini
terdiri dai dua bagian yaitu kuesioner data umum pasien agal ginjal kronik, dan data
kepatuhan pembatasan cairan dimana pasien menjawab selalu diberi skor “4”,
sering diberi skor “3”, kadang- kadang doberi skor “2”, jarang diberi skor “1”
21-43 : kurang
patuh
>43 : patuh
berikut :
1. Tahap administrasi
dan dinyatakan lolos uji etik oleh komite etikpenelitian kesehatan (KEPK)
2. Tahap pelaksanaan
kriteria inklusi. Setelah itu peneliti menemuai pasien dan keluarga untuk
kode (coding) dan menyusun data (tabulating). Proses editing adalah memeriksa
data yang telah terkumpul kuisioner kuisioner tingkat kepatuhan yang dilakukan
dengan
cara melakukan pemeriksaan pada lembar kuisioner dan melakukan koreksi terhadap
ini dalah R untuk responden. Tahap tabulating disesuaikan dalam bentuk tabel
1. Analisis deskriptif
kepatuhan dihitung menggunakan mean, median standar deviasi, rerata dan membuat
Tujuan penelitian berikutnya adalah melakukan analisis pre dan post test
perhitungan statistik digunakan batas kemaknaan 5% artinya jika p value < 0,05
maka artinya bermakna yang berarti H0 ditolak dan H1 diterima yang menyatakan
ada pengaruh. Tetapi jika p value > 0,05 maka hasilnya tidak bermakna H1
ditolak dan H0 diterima yang artinya tidak ada pengaruh (Nursalam, 2017).
dan melindungi responden dari pelanggaran hak asasi manusia. Pada penelitian ini
kelompok kontrol dan selanjutnya meminta tanda tangan apabila mereka bersedia
untuk diteliti.
pengumpulan data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
4. Beneficiency (manfaat)
theory) ini akan sangat memberi manfaat dalam menurukan tingkat depresi,
meningkatkan self efficacy dan mengontrol tekanan darah pasien dengan stroke
iskemik.
theory) berpedoman pada prinsip minimum risk (resiko rendah) sehingga secara
6. Veracity (kejujuran)
yang didapatkan selama pengumpulan data merupakan hasil yang sesuai dengan
kenyataan.
7. Justice (keadilan)
dKaenlomRpSoUkDUsdira.AKduhryaantgmda,Mri DEpdird.eHm.SiooleowgionKdoesK
P5H0 TSaehmunar(aSntgu)d. i dJui rRnSaUl eheantdaanl
Komunitas, 3(1), 1. https://doi.org/10.14710/jekk.v3i1.3099
Asnaningsih, A. (2019). Pengaruh family social support Terhadap Mekanisme
Koping Dan Stres Pada Penderita Pasca Stroke. Masters Thesis, University of
Nahdlatul Ulama Surabaya.
Asyrofi, A., & Arisdiani, T. (2020). Status energi fungsi fisik dan kualitas tidur
pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Jurnal
Keperawatan, 12(2), 153–160.
Baron, R. A., & Hmieleski, K. M. (2018). Essentials of Entrepreneurship:
Changing the World, One Idea at a Time (Second Edition). Northampton . Edward
Elgar Publishing.
Dadgari, F., Hoseini, S., Aliyari, S., & Masoudi, S. (2017). The effect of sustained
nursing consulting
hypertensive via telephone
patients. Applied
(Tele Nursing)
Nursing
on the quality
Research, 35,
of106–111.
life in
https://doi.org/10.1016/j.apnr.2017.02.023
Franciska, M., & Boro, V. (2020). Implementasi Telenursing Dalam Praktik
Keperawatan : Studi Literatur. Carolus Journal of Nursing, 2(2), 162–166.
http://ejournal.stik-sintcarolus.ac.id/index.php/CJON/article/view/40/33
Haksara, E., & Rahmanti, A. (2020). Inovasi Nursing Dialysis Development (NDD)
terhadap peningkatan kualitas hidup pasien dialisis. The 1st Widya Husada
Nursing Conference (1st WHNC), 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Hidayanti, E., Hikmah, S., Wihartati, W., & Handayani, M. R. (2016). Kontribusi
Konseling Islam Dalam Mewujudkan Palliative Care Bagi Pasien Hiv/Aids Di
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Religia, 19(1), 113.
https://doi.org/10.28918/religia.v19i1.662
Hidayat Alimul Aziz. (2011). Buku Panduan Kebutuhan Dasar Manusia . EGC.
Johariyah, A., & Mariati, T. (2018). Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Reproduksi
Remaja Dengan Pemberian Modul Terhadap Perubahan Pengetahuan Remaja.
Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS.Dr. Soetomo , 4(1), 38.
https://doi.org/10.29241/jmk.v4i1.100
K a r t iSk ea bwa gt ai, i SM., o&biPleraLtaemaran,inHg. (T2e0r1in7t)e.
gPreansigaMruehtoPdenGggruonuapanInWvehsatitgsAatpiopnMTesrsheandgaepr
Kemampuan Berpikir Kritis. Jupiter (Jurnal Pendidikan Teknik Elektro) , 2(2),
33. https://doi.org/10.25273/jupiter.v2i2.1797
Kozier, B. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, & Praktik
Volume 2. EGC.
Kuntjoro. (2009). Peran Dukungan Keluarga pada Penanganan Penderita
Skizofrenia. (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Lestari, W., Asyrofi, A., & Prasetya, H. A. (2018). Manajemen Cairan Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal.Akper-Whs.Ac.Id,
2(2), 20–29. https://doi.org/10.33655/mak.v2i2.36
Lilia, I. H., & Supadmi, W. (2019). Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Pada
Unit Hemodialisis Rumah Sakit Swasta di Yogyakarta. Majalah
Farmasetika.,
4(Suppl 1), 60–65. https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v4i0.25860
Listiana, D. (2020). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, 08(April), 34–42.
Mahyuvi, T. (2020). Evidence-Based Practice : Pentingnya Health Education Dalam
Meningkatkan Kepatuhan Pembatasan Intake Asupan Cairan Pada Penderita
Gagal Ginjal Kronik. Lembaga Mutiara Hidup Indonesia.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Salemba Medika.
Nadi, H. I. K., Kurniawati, N. D., & Maryanti, H. (2015). Dukungan Sosial Dan
Motivasi Berhubungan Dengan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan Pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. Jurnal
Universitas Airlangga, 3(2), 1–7.
Nissenson, A., & Fine, R. (2016). Handbook of Dialysis Therapy 5th Edition.
Elsevier.
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada system perkemihan &
penatalaksanaan keperawatan. CV. Budi Utama.
Nur, Y. M., Johan, T., & Hermaini, L. (2020a). Pengetahuan Dan Dukungan
Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik. Journal
of Public Health, 01(01), 24–33.
Nur, Y. M., Johan, T., & Hermaini, L. (2020b). Pengetahuan Dan Dukungan
Keluarga Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik. EPIDEMICA
(Journal of Public Health), 01, 24–33.
Nursalam, N., Kurniawati, N. D., Putri, I. R. P., & Priyantini, D. (2020). Automatic
reminder for fluids management on confidence and compliance with fluid
r2e2s6tr–
i2c3ti3o.nhs ttipns:h//edmooi.doiragl/y1s0i.s31p8a3ti8e/nstrsp..2S0y2s0te.5m.3a4tic
Reviews in Pharmacy, 11(5),
PAPDI. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi VI). Internal Publishing.
Patimah, I. (2019). Telenursing outcome for management chronical illness. 3(1),
260–262.
Potter, P. A., Perry, A. G., Stockert, P., & Hall, A. (2014). Fundamental
Keperawatan Edisi 7. Salemba Medika