Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (KEAMANAN)


ET.CAUSA FRAKTUR PATELLA POST OP OPEN ORIF DAY 1 DI RUANG
MARJAN ATAS RS Dr. SLAMET GARUT

Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Keperawatan Dasar

Oleh :
PUJAWATI
KHGD 22028

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2022
A. LATAR BELAKANG
Fraktur patella adalah pecahnya tempurung lutut,gejalanya meliputi nyeri,
bengkak dan memar dibagian depan lutut, biasanya pada kasusu fraktur patella ini
dilakukan pembedahan orif. Open Reduction Internal Fixation (ORIF) adalah suatu jenis
operasi dengan pemasangan internal fiksasi yang dilakukan ketika fraktur tersebut tidak
dapat direduksi secara cukup dengan close reduction, untuk mempertahankan posisi yang
tepat pada fragmen fraktur ( Potter & Perry, 2013). Fungsi ORIF untuk mempertahankan
posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergerakan. Dan setelah
dilakukan pembedahan orif jika fraktur tersebut sudah kembali kesemuala biasanya suka
dilakukan pembukaan pen atau pembukaan pembedahan orif, dan pada pembukaan
pembedahan ini rentan terjadinya infeksi.
Infeksi pada luka operasi atau luka situs bedah adalah infeksi yang terjadi setelah
operasi di bagian tubuh tempat pembedahan dilakukan. Kulit adalah penghalang alami
terhadap infeksi. Namun, operasi yang melibatkan sayatan seringkali membuat lapisan
kulit rusak dan rentan menimbulkan infeksi (Smeltzer, 2001).
B. KONSEP KEBUTUHAN DASAR
1. Definisi
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2013).
Infeksi luka operasi atau infeksi luka pasca operasi adalah infeksi yang terjadi
ketika ada bakteri yang masuk ke tubuh melalui luka operasi. Pembedahan ini bisa
melibatkan sayatan pada kulit (insisi) maupun drainase (Donna L, 2003).
2. Faktor yang mempengarhui
Faktor yang mempengaruhi infeksi luka operasi antara lain (Darmadi, 2008) antara
lain sebagai berikut :
a. Tingkat kontaminasi luka yang terkait dengan jenis operasi
b. Faktor penjamu yaitu faktor predisposisi yang dimiliki oleh penderita misalnya
obesitas, adanya infeksi peioperatif, penggunaan obat kortikosteroid, penyakit
penyerta seperti diabetes mellitus serta mal nutrisi berat.
c. Faktor lokasi luka operasi disebabkan karena adanya suplai darah yang buruk ke
daerah operasi, pencukuran daerah operasi (cara dan waktu pencukuran), lokasi
luka yang mudah tercemar (dekat perineum), persiapan dan kesiapan operasi,
devitalisasi jaringan, benda asing. lamanya proses pembedahan berlangsung maka
makin besar infeksi yang terjadi, lama hari perawatan dirumah sakit maka terjadi
infeksi makin besar.
3. Tanda – tanda infeksi
Menurut Septiari (2012) tanda-tanda infeksi adalah sebagai berikut:
a. Rubor (Kemerahan)
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi karena
peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga menimbulkan warna
kemerahan.
b. Calor (Panas)
Kalor adalah rasa panas pada daerah yang mengalami infeksi akan terasa panas,
ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area yang
mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak.
c. Tumor (Bengkak)
Tumor dalam konteks gejala infeksi bukan sel kanker seperti yang umum
dibicarakan akan tetapi pembengkakan yang terjadi pada area yang mengalami
infeksi karena meningkatnya permeabilitas sel meningkatnya aliran darah.
d. Dolor (Nyeri)
Dolor adalah rasa nyeri yang dialami pada area yang mengalami infeksi, ini
terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi mengeluarkan zat tertentu
sehingga menimbulkan nyeri.
e. Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai
sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut
terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).
4. Etiologi
Infeksi luka post operasi bisa menimbulkan beragam gejala diantaranya :
a. Efek prosedur invasif
b. Malnutrisi
c. Peningkatan paparan organisme patogrn lingkungan
d. Ketidak adekuatan pertahanan pertumbuhan primer
e. Ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder
5. Patofisiologi
Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), infeksi luka post op
diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan yaitu :
a. Insisi dangkal
Insisi dangkal merupakan infeksi yang mempengaruhi kulit dan jaringan
subkutan, infeksi ditandai dengan warna kemerahan, nyeri, panas, atau bengkak di
bagian area post op.
b. Insisi dalam
Insisi dalam merupakan infeksi yang mempengaruhi fasia dan lapisan otot. Infeksi
ini diindikasikan dengan adanya nanah atau abses serta demam dengan nyeri pada
luka.
c. Infeksi organ
Infeksi organ merupakan infeksi yang melibatkan setiap bagian dari anatomi
selain sayatan yang dibuat selama prosedur operasi, misalnya sendi atau
peritoneum. Infeksi diindikasikan dengan keluarnya nanah atau pembentukan
abses, terdeteksi dengan pemeriksaan histopatologi atau radiologi (Clinical
Guideline, 2008).
6. Pathway

Post op/pembedahan

Luka operasi/insisi

Terptusnya kontinuitas jaringan


kulit

Tempat masuknya organisme

Bakteri, virus, jamur, parasit

Transmisi langsung Transmisi tidak Transmisi melalui


langsung vektor

Imunosupresi, supresi respon inflamasi

Tidak adekuat pertahanan


sistem imun

Penurunan daya tahan tubuh

Resiko infeksi
C. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Fraktur patela adalah hilangnya kontinuitas tulang patela yang dapat terjadi akibat
dari kontraksi yang hebat otot kuadriceps, misalnya menekuk secara keras dan tiba-
tiba. Penyebab fraktur patella di sebabkan oleh trauma langsung maupun tidak
langsung. Pada kasus ini dilakukan tindakan operasi berupa pemasangan internal
fiksasi atau ORIF (Open Reduction Internal Fixation) dengan pemasangan K-Wire
pada patella sinistra. Masalah fisioterapi yang terjadi pada pasien berupa nyeri,
oedema, spasme, keterbatasan lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot dan
penurunan aktifitas fungsional, dan setelah dilakukan pembedahan orif biasanya
dilkukan jika pembukaan pembedahan orif setalah fraktur tersebut kembali kesemula
dan rentan akan terjadinya infeksi (Mansjoer, 2012).
2. Etiologi
Menurut Apley dan Salomon (2000), tulang bersifat relative rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh
- Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim.
- Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu
jauh.
- Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur
patologis.
3. Patafisiologi
Menurut Mansjoer (2012) Fraktur tertutup (closed) Dikatakan tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmentulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur
bersih (karenakulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak ksekitar trauma, yaitu:
- Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya
- Tingkat : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulitdan jaringan
subkutan.
- Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringanlunak bagian
dalam dan pembengkakan.
- Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunakyang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
4. Tanda Dan Gejala Klinis
Tanda dan gejala klinis menurut (Appley, 2013) :
1) Bengkak,
2) Rasa nyeri,
3) Keterbatasan gerak,
4) Penurunan kekuatan otot,
5) Gangguan aktifitas fungsional terutama gangguan jalan
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Hernawilly, 2017), pemeriksaan pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien post op pembedahan orif yaitu:
1) Pemeriksaan Laboratorium
Lekosit : > 12.000/mm3 (3.600-10.600/mm3)
Netrofil batang : > 10 % (30-45%)
2) Pemeriksaan lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas, Biopsi tulang dan otot,
Elektromyografi, Arthroscopy, Indium imaging, MRI.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksnaan pembedahan yaitu terdori dari Reduksi, Retensi, Rehabilitsi, pada
pada pembedahan orif biasanya menggunakan teknik Reduksi, Tujuan dari reduksi
adalah untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang yang dapat dicapai
dengan reduksi tertutup dan reduksi terbuka. Reduksi tertutup dilakukan dengan
traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian memanipulasinya untuk
mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan
menggunakan alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi sampai
penyembuhan tulang menjadi solid. Alat fiksasi internal tersebut antara lain pen,
kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukan ke dalam fraktur melalui
pembedahan open reduction ficsation (ORIF). Pembedahan terbuka ini akan
mengimobilisasikan fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung
kembali dan jika fraktur tersebut sudah kembali kesemula maka akan dilakukan
pengangkatan pembedahan orif (Potter& Perry, 2013).
Orif adalah pembedahan untuk memperbaiki patah tulang.
- Adapun prosedur pemasangan kawat (K-Wire) menurut (Asmadi, 2008) :
a. Reduksi terbuka: Dokter akan menyayat kulit dan memindahkan kembali
tendon pada posisi normal
b. Fiksasi internal: Proses pemasangan pen pada bagian tendon bermasalah
untuk mengembalikan kesemula. Jenis pen yang digunakan bergantung pada
lokasi dan jenis patah tulang.
c. Proses menutup luka: Dokter akan menutup sayatan dengan jahitan atau
staples, lalu memasang perban.
d. Pemasangan gips atau belat: Dokter juga dapat memasang gips atau belat, tapi
pemasangan ini bergantung pada lokasi dan jenis patah tulang yang terjadi.
- Prosedur pengangkatan kawat (K-Wire) menurut (Asmadi, 2008) :
a. Dokter spesialis anestesi akan memberikan obat bius.
b. Dokter spesialis bedah akan membersihkan area sayatan dengan cairan
antiseptik guna mencegah infeksi.
c. Dokter bedah akan membuat sayatan pada area pemasangan pen sebelumnya
untuk mencari pen dan mengangkatnya.
d. Mengangkat pen lama, atau memasang kembali jika posisi tulang belum
kembali ke semula.
e. Setelah operasi selesai, dokter akan menutup sayatan dengan jahitan atau alat
khusus.
f. Bekas luka sayatan akan ditutup dengan perban.
- Indikasi pengngkatan kawat (K-Wire) menurut (Asmadi, 2008) :
a. Mengalami rasa nyeri akibat pemasangan pen
b. Mengalami infeksi
c. Terjadi reaski alergi terhadap pen
d. Mengalami kerusakan atau gangguan saraf
e. Mengalami kerusakan pen
f. Memeliki tulang yang tidak pulih atau tidak menyatu dengan baik
- Keuntungan ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) menurut
(Asmadi, 2008) :
a. Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
b. Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.
c. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
d. Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai
e. Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.
f. Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta
kekuatan otot selama perawatan fraktur.
- Kerugian ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) menurut (Asmadi,
2008) :
a. Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan kematian
akibat dari tindakan tersebut.
b. Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan
c. pemasangan gips atau traksi.
d. Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu
sendiri.
e. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur
yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau
mengalami kerusakan selama tindakan operasi.
- Perawatan Post Operatif (Asmadi, 2008) :
Dilakukan utnuk meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan pada bagian
yang sakit. Dapat dilakukan dengan cara :
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
b. Meninggikan bagian yang sakit untuk meminimalkan pembengkakan
c. Mengontrol kecemasan dan nyeri (biasanya orang yang tingkat kecemasannya
tinggi, akan merespon nyeri dengan berlebihan)
d. Latihan otot Pergerakan harus tetap dilakukan selama masa imobilisasi
tulang, tujuannya agar otot tidak kaku dan terhindar dari pengecilan massa
otot akibat latihan yang kurang.
e. Memotivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap dan
menyarankan keluarga untuk selalu memberikan dukungan kepada klien.
7. Phatway

Fraktur pattela

Dilakukan tindakan operasi

Pengangkatan
ORIF/Pembedahann
n
Terdapat luka insisi
di bagian lutut kanan

Terputusnya kontiunitas
Timbul perdarahan dan jaringan kult
jaringan terbuka

Tempat masuknya organisme


Merangsang mediator nyeri

Bakteri, virus, jamus, parasiti


Nyeri akut

Tidak mampu Transmisi langsng,


beraktifitas transmisi tidak lansng,
tranmisi vektor

Kehilangan daya otot


Tidak adekuat
pertahanan sistem imun
Perubahan sistem muskulosketal

Penurunan daya tahan tubuh


Hambatan mobilitas fisik

Risiko infeksi
(Sumber: Corwin, 2012; Bruner & Sudarth,2002)

D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama yang umumnya terjadi yaitu rasa panas pada area post op orif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari post op
pembukan pen dengan pembedahan orif, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap pada riwayat kesehatan sekarang
maka digunakan penilaian PQRST
Menurut (Andarmoyo, 2013) karakteristik nyeri dikaji dengan istilah
PQRST sebagai berikut:
Provoking/Paliatif:
Peristiwa yang menjadi faktor pencetus terjadinya rasa panas atau apa yang
memperberat dan memperingan rasa panas tersebut ?
Quality/Quantity of pain:
- Berdasarkan kualitas rasa panas seperti apa rasa panas yang dirasakan klien.
Apakah seperti terbakar ?
- Berdasarkan kuantitas sejauh mana rasa panas yang dirasakan pasien.
Apakah rasa panas tersebut hingga mempengaruhi aktivitas klien?
Region & Radiasi:
- Region: Dimana rasa panas itu terjadi?
- Radiasi: Apakah rasa panas menjalar atau menyebar ke bagian tubuh yang
lain dan apakah rasa panas dapat berkurang?
Severity scale:
Berdasarkan skala otot
Skala Kekuatan :
Keterangan :
0 Kontraksi otot tidak terdeteksi
1 Kejapan yang hampir tidak terdeteksi atau bekas kontraksi dengan
obeservasi atau palpasi
2 Pergerakan aktif bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi
3 Pergerakan aktif hanya melawan gravitasi dan sedikit tahanan
4 Pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan
5 Pergerakan aktif melawan tahanan penuh tanpan adanya kelelahan
otot ( Kekuatan otot normal ).
Time:
- Berapa lama rasa panas berlangsung?
- Kapan terjadinya rasa panas dirasakan?
- Seberapa sering rasa panas terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap?
1) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dilakukannya
pembedahan orif.
2) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic (Donna, 2003).
d. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup
Biasanya partisipan akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygine, misalnya kebiasaan mandi terganggu karena geraknya
terbatas, rasa tidak nyaman, ganti pakaian, BAB dan BAK memerlukan
bantuan oranglain, merasa takut akan mengalami kecacatan dan merasa
cemas dalam menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulang karena kurangnya pengetahuan.

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pada klien pst op orif catat pola kebiasan makan saat sehat dan saat sakit,
catat diet yang diberikan rumah sakit pada pasien dan jumlahnya, harus
mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium,
zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang dan luka.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien post op orif ada keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya rasa panas dan nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu
banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien post op orif yaitu timbul ketidakutan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image).

8) Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien post op daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal ,
sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
dan panas akibat post op orif.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien post op orif yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien post op orif timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien post op orif tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan
konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda tanda,
seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan. Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik,
simetris, tidak ada
b) Kepala
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tidak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjugtiva tidak anemis (Karena tidak
terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tidak ada tonsil pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tidak pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3) Perkusi Suara ketok sonor, tidak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
1) Inspeksi
2) Tidak tampak iktus jantung.
3) Palpasi Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
4) Auskultasi
5) Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk datar. simetris. tidak ada hemia.
2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4) Auskultasi
Peristaltik usus normal + 20 kali/menit.
m) Ekstremitas : kaji kekuatan otot, rom kanan dan kiri apakah bisa
flexi dan ekstensi, capillary refile time, perubahan bentuk tulang.
3. Pemeriksaan penunjang
3) Pemeriksaan Laboratorium
Lekosit : > 12.000/mm3 (3.600-10.600/mm3)
Netrofil batang : > 10 % (30-45%)
4) Pemeriksaan lain
Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas, Biopsi tulang dan otot,
Elektromyografi, Arthroscopy, Indium imaging, MRI.
4. Analisa data
1) Risiko infeksi (0142)
Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
Faktor risiko :
1. Penyakit kronis (mis. diabetes melitus)
2. Efek prosedur invasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
1) Gangguan peristaltic
2) Kerusakan integritas kulit
3) Perubahan sekresi pH
4) Penurunan kerja siliaris
5) Ketuban pecah lama
6) Ketuban pecah sebelum waktunya
7) Merokok
8) Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
1) Penurunan hemoglobin
2) Imununosupresi
3) Leukopenia
4) Supresi respon inflamasi
5) Vaksinasi tidak adekuat

Kondisi klinis terkait :

1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) Diabetes melitus
5) Tindakan invasive
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymphedema
13) Leukositopenia
14) Gangguan fungsi hati
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual
maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu:
1) Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif
2. Rencana asuhan keperawatan
Perencanaan merupakan langkah perawat dalam menetapkan tujuan dan
kriteria/hasil yang diharapkan bagi klien dan merencanakan intervensi keperawatan.
Intervensi keperawatan merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
di harapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Diagnosa
Tujuan Perencanaan Keperawatan
No Keperawatan
SLKI SIKI
SDKI
1. Risiko infeksi b.d efek Setelah dilakukan Observasi
prosedur invasif asuhan keperawatan
dalam waktu tertentu, a. Periksa kesiapan dan
diharapkan mobilitas
kemampuan menerima
fisik membaik dengan
kriteria hasil: informasi
1. Demam
menurun Terapeutik
2. Kemerahan
3. Nyeri menurun a. Siapkan materi, media
4. Bengkak
menurun tentang faktor-faktor
5. Vesikel menurun penyebab, cara
6. Cairan berbau identifikasi dan
busuk Sputum
pencegahan risiko infeksi
berwarna hijau
menurun di rumah sakit maupun di
7. Drainase rumah
purulentmenurun
b. Jadwalkan waktu yang
8. Piunia menurun
9. Periode malaise tepat untuk memberikan
menurun pendidikan kesehatan
10. Periode
sesuai kesepakatan
menggigil
menurun dengan pasien dan
11. Letargi menurun keluarga
12. Gangguan c. Berikan kesempatan
kognitif
menurun untuk bertanya

Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala


infeksi lokal dan sistemik
b. Informasikan hasil
pemeriksaan
laboratorium (mis.
leukosit, WBC)
c. Anjurkan mengikuti
tindakan pencegahan
sesuai kondisi
d. Anjurkan membatasi
pengunjung
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC
Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta.
Septiari. (2012). Infeksi Nosokomial, Cetakan Pertama Yogyakarta : Haikhi
Arief Mansjoer (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid, Media Eusculapius, Jakarta
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Price, S. A., & Wilson, L.M., (2012).Patofisiologi: konsep klinis proses- prosespenyakit,
6 ed. vol. 1. Alih bahasa : Pendit BU, et al. Editor : Hartanto, H., et al. Jakarta:
EGC
Appley, G.A & Solomon, Louis. 2013. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika, Hal 238 – 284
Mubarak, I.W., et al., (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar (Buku 1). Salemba
Medika : Jakarta.
Doenges Marilynn (2018) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Asuhan Pasien
Anak-Dewasa. Ed. 9, Volume 2, Jakarta : EGC , 2018. Available at:
https://onesearch.id/Record/IOS4564.INLIS000000000004341. diakses Tanggal :
26 Mei 2021
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica
Ester. Editor Sari Kumianingsih. Edisi 4. Jakarta: EGC
Yudhityarasati, 2007. Faktor-Faktor yang menyebabkan Infeksi. Diakses Pada tanggal,
31 Januari/2018
Corwin, E, (2012), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC
Potter & Perry. (2013). Fundamental Of Nursing edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai