FRAKTUR
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)
RSUD WONOSARI
DISUSUN OLEH:
Siti Latifah, S.Kep
P1905035
A. Definisi
B. Etiologi
Menurut Kholid Rosyidi (2013) penyebab fraktur adalah
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan
fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring .
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan . Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi , kekuatan dapat berupa
puntiran , penekukan , penekukan dan penekanan , kombinsi dari ketiganya dan
penarikan
C. Manifestasi Klinis
Menurut (Susan C Smltzer, 2016; h.251) manifestasi klinis fraktur adalah
nyeri, kehilangan fungsi tulang, deformitas atau kelainan bentuk, pemendekan
ekstremitas pada area cedera. Adapun gejala umum fraktur menurut (Reeves, 2011
dalam Lukman, 2011;h.30-31), antara lain :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang dimobilisasi
2. Setelah terjadi fraktur bagian – bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah bukannya tetap seperti normalnya.
3. Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas maupun dibawah tempat fraktur
4. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna local kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
pendarahan yang mengikuti fraktur
D. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya fraktur menurut Suddarth Brunner (2013) :
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma baik
itu karena trauma langsung misalnya : tulang kaki terbentur bamper mobil, atau
tidak langsung misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga.
Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya patah tulang patella dan
olecranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel
– sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah
ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa – sisa sel mati dimulai,
ditempat patah terbentuk florin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala – jala
untuk melekatkan sel – sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk
tulang baru imatur yang disebut caflus.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan arah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat menyebabkan anoksia yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot.
Kondisi klinis fraktur menimbulkan keluhan berupa nyeri, hambatan
mobilitas fisik. Intervensi medis dilakukan untuk menyatukan tulang kembali
dengan tindakan pembedahan ORIF (Open reduction Internal Fixation) yang
menyebabkan keluhan nyeri pasca bedah, resiko tinggi infeksi, hambatan mobilitas
dan pemenuhan informasi (Arif Muttaqin, 2011/ h.430)
E. Pathway
Trauma langsung dan tidak langsung
Fraktur
Resiko tinggi
infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjung untuk pasien fraktur :
1. Pemeriksaan foto radiologi
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur / orif
2. Scan tulang, tomografi, ct scan / mri (magnetic resonance imaging)
3. Anteriogram
Dilakukan jika dicurigai terjadinya kerusakan vaskuler
4. Pemeriksaan darah lengkap
Hematokrit mungkin meningkat atau menurun. Peningkatan jumlah leukosit adalah
proses stress normal setelah trauma dan juga dapat diketahui resiko terjadinya infeksi
yang dilihat dari pemeriksaan leukosit
5. Kreatinin
Trauma otot yang dapat meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple
atau cedera hati.
G. Komplikasi
Komplikasi fraktur yang sering terjadi pada pasien post ORIF meliputi infeksi,
kehilangan dan kekakuan jangkauan gerak, kerusakan otot, kerusakan arteri dan
kelumpuhan, deformitas, sindrom kompartemen, perdarahandan syok
1. Kerusakan artei
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun,
sianosis bagian distal, hematoma yang melebar dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan (Kholid Rosyidi, 2013;h.45)
2. Kompartemen sindrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup diotot
yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.
3. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak apabila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopaedic infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka tetapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat (ORIF) (Kholid Rosyidi, 2013; h.48)
4. Syok
Syok yang terjdi pada pasien biasanya adalah syok hipovolemik, sedangkan syok
nerogenik jarang terjdi. Tanda – tanda syok secara klasik adalah pucat, kulit dingin
dan basah, pernafaasan cepat, sianosis pada bibir, nadi cepat dan lemah, penurunan
tekanan darah, dan urin menjadi pekat (Abdul Majid, 2011;h.110)
5. Perdarahan
Penatalaksanaan perdarahan yaitu pasien diberikan posisi terlentang dengan posisi
tungkai kaki membentuk sudut 20 ͦ dari tempat tidur. Sementara lutut harus
dijagatetep lurus. Lakukan penekanan dengan kasa steril dan balutan yang kuat dan
tinggikan pada posisi ketinggian jantung (Abdul Majid, 2011 ; h.111)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan fraktur tertutup post ORIF
a. Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri yang tepat
b. Ajarkan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak terganggu dan
memperkuat otot yang diperlukan untuk berpindah tempat dan untuk
menggunakan alat bantu.
c. Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman.
d. Bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah sesuai kebutuhan dan mencari
bantuan personal jika diperlukan.
e. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan diri, informasi
medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlu adanya supervise
layanan kesehatan yang berkelanjutan.
I. Pengkajian Keperawatan
Riwayat Keperawatan
1. Tingkat aktivitas sehari-hari
meliputi : Pola aktivitas sehari-hari, Jenis, frekuensi dan lamanya latihan
fisik
2. Kemampuan melakukan ADL (Mandi, Keramas, Oral Care,
meliputi : Berpakaian, Makan, Toileting)
3. Tingkat kelelahan
meliputi : Aktivitas yang membuat lelah, Riwayat sesak napas
4. Gangguan pergerakan
meliputi : Penyebab gangguan pergerakan, Tanda dan gejala, Efek dari
gangguan pergerakan
5. Pemeriksaan fisik
meliputi : Tingkat kesadaran, Pemeriksaan kekuatan otot, Postur/bentuk
tubuh (Skoliosis, Kiposis, Lordosis, Cara berjalan), Ekstremitas
(Kelemahan, Gangguan sensorik, Tonus otot, Atropi), Tremor, Gerakan tak
terkendali, Kekuatan otot, Kemampuan jalan, Kemampuan duduk,
Kemampuan berdiri, Nyeri sendi, Kekakuan sendi)
Pindah
Ambulasi
Keterangan :
0 : mandiri
1 : alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total
normal
Daftar Pustaka