Anda di halaman 1dari 53

PENGARUH EDUKASI INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN

(IDWG) BERBASIS MEDIA SOSIAL ONLINE TERHADAP


KEPATUHAN PEMBATASAN CAIRAN PADA PASIEN
HEMODIALYSIS DI RS. QADR TANGERANG

PROPOSAL PENELITIAN

DISUSUN OLEH:

DEDEH ERNAWATI
20200920100041

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
TAHUN 2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan perburukan fungsi ginjal
yang lambat, progresif dan irreversible yang menyebabkan ketidakmampuan
ginjal untuk membuang produk sisa dan mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit (Rizqie et al., 2017). Hemodialisis (HD) merupakan
salah satu terapi pengganti bagi pasien GGK dan menjadi jenis terapi
terbanyak yang diberikan oleh renal unit. Hemodialisis dilakukan untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu yang terdapat pada
peredaran darah manusia, seperti kelebihan ureum, kreatinin, asam urat, dan
zat-zat lain sebagainya melalui membran semi permeabel. Pasien pada
penderita penyakit ginjal kronik menjalani proses terapi hemodialisis
sebanyak dua sampai tiga kali seminggu, dimana setiap kali menjalani terapi
hemodialisis rata-rata memerlukan waktu antara empat sampai lima jam
lamanya. Menurut; dan, menyatakan bahwa hemodialisis efektif dalam
menghilangkan cairan, elektrolit dan sisa metabolisme dan meningkatkan
kualitas hidup untuk pasien penyakit ginjal stadium akhir.
World Health Organization (2017) melaporkan bahwa pasien yang
menderita gagal ginjal kronik telah meningkat 50 % dari tahun sebelumnya,
secara global kejadian gagal ginjal kronik lebih dari 500 juta orang dan yang
harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah (Hemodialisis)
adalah 1,5 juta orang. Gagal ginjal kronik termasuk 12 penyebab kematian
umum di dunia, terhitung 1,1 juta kematian akibat gagal ginjal kronik yang
telah meningkat sebanyak 31,7% sejak tahun 2010 hingga tahun 2015
(Neuen et.,al 2017). Berdasarkan data (Interational…….IRR tahun 2017
pasien GGK yang menjalani Hemodialisis meningkat menjadi 77.892
pasien. Selain itu menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
prevalensi penyakit GGK di Indonesia sebanyak 499.800 orang (2%),

2
prevalensi tertinggi di Maluku dengan jumlah 4351 orang (0,47%)
mengalami penyakit GGK (Putri et al., 2020). Menurut Data Pusat dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2017, usia
harapan hidup bagi pasien hemodialisis sebagian besar berada pada kisaran
6-12 bulan.
Interdialitic Weight Gain (IDWG) merupakan indikator kepatuhan
pasien terhadap pengaturan cairan, yang diukur berdasarkan berat badan
kering (Maimani et al., 2021). Berat badan melebihi 5% dari berat badan
kering, merupakan peningkatan pada level bahaya yang dapat menyebabkan
berbagai komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung
kongestif. Kandungan natrium dan cairan yang berlebih dalam tubuh sebagai
awal dari kontrol IDWG yang buruk. Prevalensinya sebanyak 60-80%
pasien meninggal akibat kelebihan intake cairan dan makanan pada periode
interdialitik (Akhmad et al., 2016).
Penelitian Kurniawati et al., (2015) menjelaskan bahwa salah satu
penyebab kematian pada pasien penyakit ginjal kronis dengan hemodialisis
disebabkan oleh masalah asupan cairan yang tidak terkontrol. Pasien
penyakit ginjal kronis (PGK) dalam mempertahankan kualitas hidupnya
harus patuh terhadap terapi hemodialisis dan dianjurkan pula untuk
melakukan pembatasan asupan cairan, akan tetapi pada terapi hemodialisis
berikutnya sering pasien datang dengan keluhan sesak nafas akibat kenaikan
volume cairan tubuh.
Tingkat kepatuhan tergantung pada proses adopsi dan maintenance
pada rentang terapi tingkah laku baik oleh pemberi pelayanan kesehatan dan
atau pasien termasuk manajemen diri pasien secara biologis, perilaku dan
faktor social yang mempengaruhi sehat dan sakit (Mustika et al., 2018).
Pada penelitian Mustika, dkk menunjukkan bahwa pasien yang tidak patuh
mengatakan sulit untuk menjalani pembatasan cairan yang sudah dianjurkan,
dikarenakan rasa haus dimana untuk minum semakin tinggi. Pasien yang
tidak patuh dalam pembatasan asupan cairan ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pasien diantaranya pengetahuan, efikasi diri, lingkungan dan

3
lama menjalani hemodialisis. Sejalan dengan penelitian Susilawati et al.,
(2018) yang menyatakan bahwa efikasi diri maupun lingkungan
mempengaruhi kepatuhan intake cairan pada pasien gagal ginjal kronik.
Salah satu cara meningkatkan kepatuhan dalam pembatasan asupan
cairan pada pasien hemodialisis yaitu dengan melakukan upaya edukasi
terkait dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG) melalui media sosial.
Penelitian terkait edukasi pada berbagai kasus penyakit telah terbukti dapat
merubah perilaku pasien, seperti sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Oshvandi et al., (2013) di Iran dengan melakukan edukasi small group
education cukup signifikan dapat menurunkan IDWG pasien HD.
Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya
pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan penambahan pengetahuan,
sikap, serta ketrampilan melalui penguatan praktik dan pengalaman tertentu
yang tidak mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat saat ini (Wahyuni
et al., 2021). Salah satu cara yang bisa dilakukan dalam upaya edukasi terkait
Interdialytic Weight Gain (IDWG) yakni melalui media sosial. Media sosial
memungkinkan individu dapat berinteraksi dan berkomunikasi tanpa
terhalang ruang dan waktu. Salah satu media sosial yang bisa dimanfaatkan
dalam upaya edukasi yaitu melalui Group Chat. Fitur Group Chat bisa
digunakan untuk melakukan komunikasi maupun diskusi pembelajaran
melalui media sosial dan penyebaran informasi lain. Hal ini memungkinkan
bagi peneliti menggunakan media alternatif untuk memberikan edukasi
kepada keluarga pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis.
Edukasi telah biasa dilakukan oleh perawat sebagai salah satu
intervensi yang diberikan kepada klien, akan tetapi edukasi masih dilakukan
secara konvensional dengan menggunakan media sosial online berupa
pendidikan kesehatan dengan menggunakan media sosial masih jarang
digunakan khususnya edukasi tentang pembatasan cairan (Wijaya et al.,
2018). Oleh karena itu, diharapkan agar edukasi melalui media sosial online
dapat mengurangi komplikasi pada pasien yang menjalani hemodialisis dan

4
dapat meningkatkan kepatuhannya dalam pembatasan asupan cairan
sehingga berdampak positif bagi upaya pemulihan kesehatannya.
Hasil penelitian Rosdiana et al., (2018) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) terhadap pasien yang
menjalani hemodialisis. Begitupun dengan penelitian Septiyanti et al.,
(2018) yang menunjukkan bahwa melalui pemberian edukasi mampu
memberikan pengaruh terhadap kepatuhan pembatasan asupan cairan pada
pasien hemodialisis. Kepatuhan pasien akibat pemberian edukasi terkait
dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG) mampu meningkatkan kualitas
hidupnya yang lebih lama (Sari et al., 2020).
Berdasarkan hasil observasi yang saya dapatkan dalam keseharian
melakukan tindakan hemodialisis di ruang Hemodialisis RS. QADR
banyak pasien yang IDWGnya melebihi dari nilai 5 %, sehingga sering
timbul argument negative antara petugas dan pasien, maka penulis tertarik
untuk melakukan kajian penelitian tentang “Pengaruh Edukasi Interdialytic
Weight Gain (IDWG) Berbasis Media Sosial Online terhadap Kepatuhan
Pembatasan Cairan pada Pasien Hemodialysis di RS. QADR Tangerang.

1.2. Rumusan Masalah


Hemodialisa (HD) merupakan salah satu terapi bagi pasien GGK dan
menjadi jenis terapi terbanyak yang diberikan oleh renal unit. Interdialitic
Weight Gain (IDWG) merupakan indikator kepatuhan pasien terhadap
pengaturan cairan, yang diukur berdasarkan berat badan kering. Tingkat
kepatuhan tergantung pada proses adopsi dan maintenance pada rentang
terapi tingkah laku baik oleh pemberi pelayanan kesehatan dan atau pasien
termasuk manajemen diri pasien secara biologis, perilaku dan faktor sosial
yang mempengaruhi sehat dan sakit. Salah satu cara meningkatkan
kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada pasien hemodialisis yaitu
dengan melakukan upaya edukasi terkait dengan Interdialytic Weight Gain
(IDWG) melalui media sosial. Salah satu media sosial yang bisa
dimanfaatkan dalam upaya edukasi yaitu melalui media sosial onlie.

5
Berdasarkan uraian latar belakang, maka adapun rumusan masalah
penelitian ini yaitu “Bagaimana Pengaruh Edukasi Interdialytic Weight Gain
(IDWG) Berbasis Media Sosial Online terhadap Kepatuhan Pembatasan
Cairan pada Pasien Hemodialysis di RS. QADR Tangerang?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan
penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penelitian ini yaitu untuk mengetahui
pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) berbasis Media
Sosial Online terhadap kepatuhan pembatasan cairan pada pasien
hemodialisis di RS Qadr Tangerang tahun 2021.
1.3.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu:
a. Mengidentifikasi karakteristik responden yang meliputi usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan.
b. Mengidentifikasi gambaran kepatuhan pembatasan cairan
responden sebelum dan sesudah diberikan edukasi berbasis
media sosial onlie
c. Mengetahui pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG)
berbasis media sosial online terhadap kepatuhan pembatasan
cairan pada pasien hemodialisis setelah dikontrol variable
confounding yaitu usia, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, dan
tingkat pengetahuan.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan yang signifikan, baik
secara teoritis maupun secara praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis

6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan tesis
mengenai pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG)
berbasis media sosial online terhadap kepatuhan pembatasan cairan
pada pasien hemodialisis dan memberikan sumbangan keilmuan
khususnya keperawatan medikal bedah.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model atau acuan
dalam memberikan edukasi pada pasien hemodialisis yang
melakukan rawat jalan dengan tujuan meningkatkan kemampuan
melakukan kepatuhan pembatasan cairan yang akan berdampak
pada peningkatan mutu pelayanan keperawatan.
b. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan yang
bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan medikal bedah
khususnya bidang system perkemihan terutama dalam pelayanan
pasien hemodialisis.
c. Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal untuk
penelitian selanjutnya sehingga dapat memperkaya riset ilmu
keperawatan terutama yang berkaitan dengan penggunaan
teknologi digital dan telekomunikasi sebagai media inovasi
pemberian intervensi keperawatan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronik


2.1.1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang
progresif dan terus menerus. Gagal ginjal kronik timbul pada individu
yang rentan, nefropati analgesik, destruksi papila ginjal yang terkait
dengan pemakaian harian obat-obatan analgesik selama bertahun-
tahun. Apapun sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara
progresif yang ditandai dengan penurunan Glomelurus Filter Rate
(GFR) yang progresif (Corwin, 2011). Gagal ginjal kronik adalah
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin & Sari, 2011).

2.1.2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis di Indonesia dari
data tahun 2010 adalah Glumerulopati Primer/GNC (8%), nefropati
diabetika (22%), nefropati lupus/SLE (1%), penyakit ginjal hipertensi
(44%), ginjal polikistik (1%), nefropati asam urat (1%), nefropati
obstruksi (5%), pielonefritis chronico/PNC (7%), lain-lain (8%) dan
tidak diketahui (3%) (Indonesian Renal Registry, 2015).

2.1.3. Patofisiologi
Patogenesis gagal ginjal kronis melibatkan penurunan dan
kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif.
Total laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun dan klirens menurun,
BUN dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa mengalami
hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak.

8
Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan
untuk melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang
menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan. Tubulus secara
bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit. Biasanya, urine
yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri
(Bayhakki, 2013).

2.1.4. Tahapan Perkembangan Gagal Ginjal Kronis


Perkembangan penyakit gagal ginjal kronis meliputi beberapa
tahapan, disertai dengan gejala-gejala khusus. Pada tahap awal, gagal
ginjal kronis ditandai dengan adanya penurunan cadangan ginjal,
kemudian terjadinya insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan tahap akhir
penyakit ini diakhiri dengan uremia. Berikut tahap-tahap
perkembangan penyakit gagal ginjal kronik (As’adi, 2012):
1) Penurunan Cadangan Ginjal
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, diantaranya:
a. Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
c. BUN dan kreatinin serum masih normal
d. Pasien asimtomatik.
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal
yang paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik.
Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apa pun.
Bahkan, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa faal
ginjal masih berada dalam batas normal. Selain itu, kreatinin serum
dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) masih berada dalam batas
normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungus gunjal baru
diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes
pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui GFR dengan
teliti.

9
2) Insufisiensi Ginjal Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam
tubuh penderita, diantaranya:
a. Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. Anemia dan azotemia ringan
e. Nokturia dan poliuria.
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugastugas
seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung.
Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah
gangguan faal ginjal. Apabila langkahlangkah ini dilakukan dengan
cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun
dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang
berfungsi telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum
juga mulai meningkat melampui batas normal.
3) Gagal Ginjal
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, di antaranya:
a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
b. BUN dan kreatinin serum meningkat
c. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
d. Poliuria dan nokturia
e. Gejala gagal ginjal
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejala, antara
lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-
kejang, dan mengalami penurunan kesadaran hingga koma.

10
Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-
hari.
4) End-Stage Renal Disease (ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, diantaranya:
a. Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
c. BUN dan kreatinin tinggi
d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
e. Berat jenis urine tetap 1.010
f. Oliguria
g. Gejala gagal ginjal
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah
hancur. Nilai GFR 10% di bawah batas normal dan kadar kreatinin
hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain
itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat
secara mencolok. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak
sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolik di
dalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria (pengeluaran
kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

2.1.5. Diagnosis Gagal Ginjal Kronik


Untuk menentukan seseorang positif menderita gagal ginjal
kronik atau tidak harus dilakukan diagnosis berdasarkan beberapa tes
sebagai berikut (As’adi, 2012):
1) Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine bertujuan untuk mengetahui volume, warna,
sedimen, berat jenis, kadar kreatinin, dan kadar protein dalam
urine.

11
2) Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah ini meliputi BUN/kreatinin, hitung darah
lengkap, sel darah merah, natrium serum, kalium, magnesium
fosfat, protein, dan osmolaritas serum.
3) Pemeriksaan Pielografi Intravena
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui abnormalitas pelvis
ginjal dan ureter, serta pielografi retrograde. Pemeriksaan
dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible. Selain itu,
pemeriksaan ini juga untuk mengetahui arteriogram ginjal serta
mengkaji sirkulasi ginjal, mengidentifikasi ekstravaskular, dan
adanya masssa.
4) Sistouretrogram Berkemih
Pemeriksaan ini menunjukkan ukuran kandung kemih, refpluks ke
dalam ureter, dan retensi.
5) Ultrasono Ginjal
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan ukuran kandung kemih,
adanya massa, kista, dan obstruksi pada salurah kemih bagian atas.
6) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
7) Endoskopi Ginjal Nefroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, seperti
ada atau tidaknya batu ginjal, hematuria, dan pengangkatan tumor
selektif.
8) EKG
Keadaan abnormal menunjukkan adanya ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda-
tanda pericarditis

12
2.1.6. Penatalaksanaan
Terdapat dua tahap dalam pengobatan gagal ginjal kronis yaitu
terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Penanganan konservatif
meliputi menghambat perkembangan gagal ginjal kronis, menstabilkan
keadaan pasien, dan mengobati faktor-faktor reversible (Haryanti &
Nisa, 2015). Terapi pengganti ginjal dilakukan pada pasien gagal
ginjal kronik stadium lima, berupa hemodialisa, Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal.

2.2 Hemodialisis
2.2.1. Pengertian
Hemodialisis merupakan proses terapi sebagai pengganti ginjal
yang menggunakan selaput membran semi permeabel berfungsi
sebagai nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme
dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan maupun elektrolit
pada pasien gagal ginjal (Mailani, 2015). Terapi hemodialisa bisa
didapatkan penderita gagal ginjal sebanyak dua atau sekali dalam
seminggu, tergantu dari keparahan yang terjadi pada rusaknya ginjal
(Kemenkes, 2017).
Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner
& Suddarth, 2013).
Hemodialisis yang dijalani oleh pasien dapat mempertahankan
kelangsungan hidup sekaligus merubah pola hidup pasien. Perubahan
yang akan terjadi mencakup diet pasien, tidur dan istirahat,
penggunaan obat-obatan, dan aktivitas sehari-hari. Pasien yang
menjalani hemodialisis juga rentan terhadap masalah emosional seperti

13
stress berkaitan dengan pembatasan diet dan cairan, keterbatasan fisik,
penyakit, efek samping obat, serta ketergantungan terhadap dialisis
yang akan berdampak terhadap menurunnya kualitas hidup pasien
(Mailani, 2015).
Pasien akan ketergantungan dalam terapi hemodialisa,
konsumsi obat seumur hidup dan menjalankan diet yang ketat
termasuk juga pembatasan cairan. Pasien akan mengalami mual
muntah, nyeri punggung, sesak nafas, menggigil, sakit kepala dan
susah tidur. Hal ini akan menghambat produktifitas pasien, dan tidak
sedikit pasien yang berhenti bekerja ketika gejala yang muncul dari
gagal ginjal menggangu aktifitas pasien sehari-harinya (Priyanti &
Farhana, 2016).

2.2.2. Indikasi Hemodialisis


Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada penyakit
ginjal kronis adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5
mL/menit, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai
salah satu dari hal tersebut dibawah (Sylvia & Wilson, 2015).:
1) Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
2) K serum > 6 mEq/L
3) Ureum darah > 200 mg/Dl
4) pH darah < 7,1
5) Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
6) Fluid overloaded
Hemodialisa diindikasikan untuk pasien yang dalam keadaan
akut yang memerlukan terapi hemodialisa dalam jangka pendek
(beberapa hari atau minggu) atau pasien dengan gagal ginjal tahap
akhir atau kronik memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.
Secara umum hemodialisa diindikasikan pada pasien gagal ginjal
adalah dengan laju fitrasi glomerulus yang kurang dari 15 ml/menit,
kegagalan terapi konservatif, hiperkalemia, kreatinin lebih dari 65

14
mEq/L, kadar ureum lebih dari 200 mg/dl, anuria berkepanjangan lebih
dari 5 kali dan kelebihan cairan (Miftah, 2016).

2.2.3. Kontraindikasi Hemodialisis


Menurut PERNEFRI (2013), kontraindikasi dari hemodialisis
adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisis,
akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra
indikasi hemodialisis yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer,
demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut.

2.2.4. Komplikasi Hemodialisis


Hemodialisis merupakan intervensi untuk mengganti sebagian
dari fungsi ginjal. Intervensi ini rutin dilakukan pada penderita
penyakit ginjal tahap akhir stadium akhir. Walaupun intervensi
hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat,
namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat
menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita
yang menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan
darah umumnya menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau
penarikan cairan saat hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada
5-40% penderita yang menjalani hemodialisis regular, namun sekitar
5-15% dari responden hemodialisis tekanan darahnya justru
meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau
intradialytic hypertension (Mahmudah, 2017).
1) Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi
selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi
diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil.

15
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada responden hemodialisis yaitu
penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia,
Renal osteodystrophy, Neurophaty, disfungsi reproduksi,
komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis,
dan Acquired cystic kidney disease (Mahmudah, 2013).
Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh responden
hemodialisis, menyebabkan responden harus melakukan penyesuaian
diri secara terus menerus selama sisa hidupnya. Bagi responden
hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam
memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap
perubahan fisik dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan
ekonomi pada orang lain serta ketergantungan pada mesin dialisa
selama sisa hidup.

2.2.5. Prinsip Kerja Hemodialisis


Mesin hemodialisis memiliki spesialisasi filter disebut dialyzer
(juga disebut ginjal tiruan) untuk membersihkan darah. Darah dialirkan
ke dialyzer dengan dibuat akses oleh ahli bedah pada pembuluh darah
melalui operasi minor biasanya pada tangan. Terdapat 2 jenis akses
untuk jangka panjang yaitu dibuat fistula arteriovenosa (AV) atau graft
AV. Adapun untuk penggunan jangka pendek terdapat akses dengan
kateter. AV Fistula dibuat dengan menggabungkan arteri ke pembuluh
darah terdekat di bawah kulit sehingga terbuatlah pembuluh darah
yang lebih besar. Fistula merupakan jenis akses yang lebih diutamakan
karena memiliki lebih sedikit kendala dan bertahan lebih lama.
Responden harus dievaluasi secara khusus oleh ahli bedah vaskular
paling tidak enam bulan sebelum dilakukan dialisis sehingga ada
banyak waktu untuk menyembuhkan dan fistula pun telah siap pada
saat akan dialisis.

16
Jika pembuluh darah responden tidak sesuai dengan fistula
maka akan dilakukan pemasangan AV graft yang melibatkan arteri
bergabung dengan vena terdekat dengan tabung lembut kecil yang
terbuat dari bahan sistetis, kemudian diletakkan dibawah kulit. Setelah
fistula atau graft disembuhkan, baru setelah beberapa bulan dapat
digunakan untuk dialisis.
Setelah itu, responden akan ditusuk dengan 2 jarum yang
dihubungkan ke plastik tabung. Satu tabung membawa darah ke
dialyzer untuk dibersihkan dan tabung lainnya mengembalikan darah
yang telah dibersihkan. Setelah itu, ada akses jenis ketiga yaitu hd
kateter. HD kateter adalah tabung lembut yang dimasukkan ke dalam
vena besar di leher atau dada Anda. Jenis akses ini umumnya
digunakan bila dialisis diperlukan hanya untuk periode singkat atau
digunakan sebagai akses permanen ketika fistula atau graft tidak dapat
dipasang. Kateter bisa dihubungkan langsung ke tabung dialisis tanpa
menggunakan jarum. Di dalam dialyzer atau filter, terdapat dua sisi
yaitu untuk darah dan untuk cairan yang disebut dialisat. Dua sisi
tersebut dipisahkan oleh selaput tipis yang juga menyebabkan sel
darah, protein dan hal penting lain tetap ada dalam darah. Hal ini
disebabkan karena sel darah, protein dan hal penting lain tersebut
terlalu besar untuk dilewati melalui membran permeabilitas
(Cahyaningsih, 2014).
Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan
gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan
dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan
negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan
negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada
membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Corwin, 2011).

17
2.3 Edukasi Pasien Hemodialisis
Pendidikan atau edukasi dalam bahasa Yunani berasal dari kata
padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan
sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan
potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat
pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni:
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi
anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan),
mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan
watak, mengubah kepribadian sang anak (Nurkholis, 2013).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata
dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik (Nurkholis, 2013).
Pasien dengan penyakit ginjal kronik membutuhkan kemampuan
dalam melakukan perawatan pada dirinya sendiri. Kemampuan self care perlu
ditingkatkan dengan membekali pengetahuan pasien sehingga kualitas
hidupnya meningkat. Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan
pasien dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan dengan
menggunakan media sosial online.
Tambahkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa edukasi
signifikan terhadap IDWG.

2.4 Kepatuhan Pasien Hemodialisis


2.3.1. Pengertian
Kepatuhan adalah perilaku seseorang yang tertuju terhadap
intruksi atau petunjuk yang telah ditentukan baik itu jadwal
pengobatan, mengikuti diet, dan atau dalam melaksanakan perubahan
gaya hidup sesuai rekomendasi dari pemberi pelayanan kesehatan

18
(Sumah, 2020). Kepatuhan merupakan kata yang berasal dari kata
patuh yang berarti taat atau disiplin.
Kepatuhan pasien merupakan sejauh mana kepatuhan dari diri
pasien sesuai atau tidak dengan ketentuan yang telah diberikan oleh
profesional. Setiap individu pasti ingin mendapatkan badan yang sehat,
disamping itu juga manusia tidak bisa menolak jika harus mengalami
sakit. Manusia secara umum menghadapi kondisinya sakit akan
berusaha mengobati sakit yang diderita dengan berbagai macam cara.
Kepatuhan berpengaruh terhadap kesembuhan individu atau pasien
(Niven, 2012).

2.3.2. Macam-Macam Kepatuhan


Kepatuhan dibagi menjadi:
1) Kepatuhan penuh (Total Compliance)
Kepatuhan penuh merupakan saat penderita dapat berobat secara
teratur sesuai batas waktu yang ditetapkan juga patuh meminum
obat dengan teratur dan sesuai dengan petunjuk.
2) Pasien yang tidak patuh sama sekali (Non Complience)
Pasien tidak patuh sama sekali adalah dimana keadaan pasien putus
dalam mengkonsumsi obat atau tidak mengkonsumsi obat sama
sekali (Sitepu, 2015).

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Menurut Niven (2012), beberapa faktor yang mendukung dalam sikap
patuh pasien antara lain:
1) Pendidikan
Pendidikan bertujuan untuk memerangi kebodohan, dan dapat
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan berusaha atau
bekerja yang selanjutnya juga pendidikan dapat meningkatkan
kemapuan pencegahan terhdap pnyakit, dan meningkatkan dan
memelihara kesehatan (Notoatmodjo, 2014).

19
2) Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu usaha untuk membantu memahami
ciri dari kepribadian pasien dalam mempengaruhi kepatuhan.
3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Kelompok lingkungan dibentuk untuk membantu dan memahami
kepatuhan terhadap program pengobatan.
4) Perubahan model terapi
Program dibuat dengan sederhana mungkin agar pasien aktif dalam
mengikuti program yang dilakukan.
5) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien
Memberikan interaksi yang baik antara petugas kesehatan dan
pasien untuk memberikan informasi tentang kesehatan pasien

2.3.4. Pengukuran Kepatuhan


Menurut Windarti (2014), pengukuran kepatuhan
dikategorikan menjadi:
1) Patuh
Bila prilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
profesional kesehatan.
2) Tidak patuh
Nilai pasien menunjukkan ketidakpatuhan terhadap intruksi yang
diberikan.

2.3.5. Kepatuhan Pasien yang Menjalani Hemodialisa


Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien gagal
ginjal menjalani hemodialisa menurut penelitian Samsyiah (2011)
yaitu usia, pendidikan, lamanya hemodialisa, motivasi, dan dukungan
keluarga. Sejalan dengan hasil peneitian Izzati & Annisha (2016)

20
dengan menggunakan metode deskriptif korelasi dan pendekatan cross
sectional dari 72 responden didapatkan hasil uji chi-square p = 0,017
(p < 0,05) yang menyatakan ada hubungan antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan menjalani hemodialisa.
Penelitian lain dilakukan oleh Salaswati (2015), dengan
metode cross sectional dengan melakukan penelitian pada 30
responden, dari 19 responden yang berpengetahuan tinggi 13 orang
(68,4%) patuh menjalani terapi, dan 6 orang (31,6%) tidak patuh.
Sebaliknya dari 11 responden yang berpengetahuan rendah 10 orang
(90,9%) tidak patuh tetapi masih ada 1 orang yang patuh. Pada hasil
dukungan keluarga didapatkan sebanyak 12 orang (92,3%) yang patuh
menjalani hemodialisa, dan dari 17 responden yang tidak mendapatkan
dukungan keluarga 15 orang (88,2%) tidak patuh menjalani
hemodialisa. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengetahuan dan dukungan keluarga berpengaruh terhadap kepatuhan
pasien yang menjalani hemodialiasa.
Penelitian lain dilakukan oleh Samsyiah (2011) berdasarkan
lamanya hemodialisa, diperoleh sebanyak 88 (77,2 %) penderita yang
menjalani hemodialisa ≤ 4 tahun patuh. Sedangkan yang menjalani
hemodialisa ≥ 4 tahun (55,8 %) saja yang patuh. Kesimpulan
penelitian tersebut menyatakan ada pengaruh antara lamanya sakit
menjalani hemodialisa dengan kepatuhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien
hemodialisa menurut model Kammerrer berdasarkan teori prilaku
Green (Samsyiah, 2011) adalah:
1) Faktor Pasien
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien atau faktor
prediposisi (predisposing factors) yang terdiri dari pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai dan segalanya
(Notoatmodjo, 2014). Faktor pasien berdasarkan dari : karakteristik
pasien (usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pendidikan),

21
lamanya sakit, tingkat pengetahuan, status bekerja, sikap,
keyakinan, nilainilai, persepsi, motivasi, harapan pasien, kebiasaan
merokok.
2) Sistem Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisisk, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas obat-obatan,
alat-alat kontrasepsi jamban dan sebagainya (Notoatmodjo, 2014).
Faktor pelayanan kesehatan berdasarkan: fasilitas dari unit
hemodialisis, kemudahan dalam mencapai pelayanan kesehatan
(termasuk dalam biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu
pelayanan dan keterampilan petugas).
3) Petugas Hemodialisa.
Faktor petugas hemodialisa atau dalam teori Green (Notoatmodjo,
2014) disebut dengan faktor pendorong (reinforcing factors) yang
terwujud dalam prilaku dan sikap petugas kesehatan atau petugas
lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Faktor dari petugas hemodialisa meliputi: keberadaan tenaga
perawat terlatih, ataupun ahli diet, kualitas komunikasi, dan
dukungan keluarga.

2.5 Pembatasan Asupan Cairan


Cairan yang diminum pasien yang menjalani hemodialisa harus
diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data
asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran
berat badan harian. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan
cairan adalah jumlah urine yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml
(IWL) (Ashley & Morlidge, 2008).
Pasien yang menjalani hemodialisa dianjurkan untuk membatasi
asupan cairan di antara sesi hemodialisa tergantung dengan banyaknya urine

22
output pasien selama 24 jam ditambah Insensible Water Loss (IWL). Perawat
dapat mengingatkan pasien untuk mengatur asupan cairan setiap harinya
dengan mengukur jumlah cairan yang akan dikonsumsi ke dalam gelas ukur
setiap 22 kali minum. Menganjurkan pasien untuk menggunakan cangkir kecil
atau gelas kecil saat minum (Ashley & Morlidge, 2008).
National Kidney and Urologic Disease Information Clearing House
(2012) menjelaskan bahwa dalam mengatur asupan cairan pasien hemodialisa,
perlu dilakukan pengurangan konsumsi makanan ringan dengan kadar natrium
tinggi untuk mencegah rasa haus yang berlebih. Asupan cairan yang berlebih
juga disebabkan kondisi mulut yang kering. Untuk mengatasi hal tersebut,
pasien hemodialisa dapat dianjurkan untuk menghisap potongan lemon atau
mengunyah permen karet sebagai upaya untuk menstimulasi produksi saliva
agar kondisi mulut tetap lembab dan mengurangi rasa haus akibat mulut
kering, hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi mulut kering yaitu
dengan membilas mulut atau berkumur.
Ashley & Morlidge (2008) menjelaskan bahwa ada beberapa makanan
yang mengandung air seperti sup, puding, es krim yang perlu diperhatikan
oleh pasien hemodialisa dalam asupan cairan sehari-harinya. National Kidney
and Urologic Disease Information Clearing House (2012) menyebutkan
bahwa terdapat beberapa jenis buah-buahan dan sayuran yang mengandung air
dengan kadar tinggi seperti jeruk, melon, dan tomat yang perlu dibatasi
konsumsinya agar tidak tejadi peningkatan cairan tubuh. Berat badan di bawah
berat badan ideal akan muncul gejala dehidrasi, hipotensi, kram, dan pusing.
Berat badan di atas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan
cairan misalnya edema dan sesak nafas. Tanda seperti ini akan muncul apabila
kenaikan berat badan pasien lebih dari 2,5 kg di antara dua waktu dialysis
(Cahyaningsih, 2014).
Pembatasan intake cairan pasien penyakit ginjal kronik berbeda di
setiap penyakit ginjal karena pembatasan cairan berhubungan dengan laju
filtrasi glomerulus. Jika LFG semakin rendah maka cairan menjadi sedikit
yang di ekskresikan kelihatan dari sedikit urin yang dikeluarkan, sebabnya

23
cairan yang tertampung dalam tubuh semakin banyak. Apabila tingkatan
penyakit ginjal kronik tinggi dan glomerulus filtration rate jadi rendah
menyebabkan pembatasan masukan cairan semakin ketat (Cahyaningsih,
2014).
Pasien hemodialisis dianjurkan untuk menghindari konsumsi susu dan
hasil olahan lain, pasien rentan mengalami kekurangan kalsium. Karenanya
pasien hemodialisis dianjurkan meminum obat untuk menambah kalsium dan
vitamin D yang dibutuhkan tubuh, pasien hemodialisis juga dianjurkan
mengkonsusmsi susu khusus untuk pasien hemodialisis. Obat antihipertensi
juga diberikan untuk membantu menjaga stabilitas tekanan darah. Tenaga
medis juga menganjurkan obat-obatan lain sebagai suplemen vitamin dan
mineral tertentu yang tidak lagi diproduksi oleh ginjal (Marantika, 2014).
Pasien dianjurkan untuk membatasi makanan yang mengandung
kalium, air dan garam (Marantika, 2014). Buah buahan dan sayur-sayuran
biasanya mengandung kalium sehingga pasien disarankan untuk tidak
mengkonsumsi hampir semua jenis buah serta makanan yang diolah dari buah,
seperti selai. Membatasi konsumsi makanan yang mengandung garam
dilakukan agar pasien tidak merasa haus. Rasa haus mendorong pasien untuk
minum sehingga dapat menimbulkan kenaikan berat badan yang besar selama
periode di antara dialysis.

2.6 Interdialytic Weight Gain (IDWG)


2.5.1. Pengertian IDWG
Interdialytic Weight Gain (IDWG) adalah pertambahan berat
badan klien di antara dua waktu dialisis (Perkumpulan Nefrologi
Indonesia, 2016). Penambahan ini dihitung berdasarkan berat badan
kering (dry weight) klien, yaitu berat badan post dialysis setelah
sebagian besar cairan dibuang melalui proses UF (ultrafiltrasi), berat
badan paling rendah yang dapat dicapai klien ini seharusnya tanpa
disertai keluhan dan gejala hipotensi. Muttaqin & Sari (2014)
mengungkapkan bahwa pengelolaan cairan pada klien dialisis

24
tergantung pada perhitungan berat badan kering klien. IDWG yang
dapat ditoleransi oleh tubuh adalah tidak lebih dari 1,0-1,5 kg atau
tidak lebih dari 3 % dari berat kering (Hill, Hall & Glew, 2017). Faktor
kepatuhan klien dalam mentaati jumlah konsumsi cairan menentukan
tercapainya berat badan kering yang optimal disamping faktor lain
yang kemungkinan dapat meningkatkan IDWG diantaranya adekuasi
pelaksanaan hemodialisis yaitu : lama tindakan hemodialisis,
kecepatan aliran hemodialisis, ultrafiltrasi dan cairan dialisat yang
digunakan.

2.5.2. Pengukuran IDWG


IDWG merupakan indikator kepatuhan pasien terhadap
pengaturan cairan. IDWG diukur berdasarkan dry weight (berat badan
kering) pasien dan juga dari pengukuran kondisi klinis pasien. Berat
badan kering adalah berat badan tanpa kelebihan cairan yang terbentuk
setelah tindakan hemodialisis atau berat terendah yang aman dicapai
pasien setelah dilakukan dialysis (Kahraman et al., 2015).
Berat badan pasien ditimbang secara rutin sebelum dan sesudah
hemodialisis. IDWG diukur dengan cara menghitung berat badan
pasien setelah (post) HD pada periode hemodialisis pertama
(pengukuran I). Periode hemodialisis kedua, berat badan pasien
ditimbang lagi sebelum (pre) HD (pengukuran II), selanjutnya
menghitung selisih antara pengukuran II dikurangi pengukuran I dibagi
pengukuran II dikalikan 100%. Misalnya BB pasien post HD ke 1
adalah 54 kg, BB pasien pre HD ke 2 adalah 58 kg, persentase IDWG
(58 - 54) : 58 x 100% = 6,8 %.

2.5.3. Klasifikasi IDWG


Menurut Tjokoprawiro (2015) mengelompokkan penambahan
berat badan menjadi penambahan 2% adalah penambahan ringan,

25
penambahan 5% adalah penambahan sedang dan penambahan 8%
adalah penambahan berat.

Tabel 2.2 Klasifikasi kenaikan berat badan


Kategori Prosentase kenaikan (%)
Ringan <4% 2%
Sedang 4-6 % 5%
Berat > 6% 8%
Sumber: (Corwin, 2009)

2.5.4. Komplikasi IDWG


Peningkatan berat badan selama periode interdialitik dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Komplikasi ini sangat
membahayakan pasien karena pada saat periode intedialitik pasien
berada di rumah tanpa pengawasan dari petugas kesehatan
(Perkumpulan Nefrologi Indonesia, 2016). Sebanyak 60%-80% pasien
meninggal akibat kelebihan masukan cairan dan makanan pada periode
interdialitik (Hidayati & Sitorus, 2014). Sedangkan menurut Corwin
(2009) IDWG melebihi 4.8% akan meningkatkan mortalitas meskipun
tidak digambarkan besarannya.
Kondisi ini terjadi karena kelebihan cairan pada periode
interdialitik dapat mengakibatkan edema atau kongesti paru, sehingga
monitoring masukan cairan pada pasien merupakan tindakan utama
yang harus diperhatikan oleh perawat. Selain itu nilai IDWG yang
melebihi 4.8% dari berat kering pasien dihubungkan dengan berbagai
komorbiditas, yaitu: hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung
kiri, asites, pleural effusion dan gagal jantung kongestif (Williams,
2017).
Dry weight (berat badan kering) merupakan berat badan yang
ideal post dialisys setelah semua kelebihan cairan yang ada
(Tanujiarso, 2014). Karakteristik klien yang telah mencapai berat
badan kering adalah tidak dijumpainya tanda- tanda edema. Berat

26
badan kering klien dapat ditetapkan berdasarkan percobaan trial dan
error bahwa idealnya dievaluasi 2 minggu sekali. IDWG dianggap
sebagai ukuran kepatuhan klien yang menjalani terapi hemodialisis
(Kahraman et al., 2015).
Garam dan intake cairan selama periode interdialisis adalah
penyebab paling utama untuk IDWG. Biasanya natrium asupan
makanan adalah faktor yang merangsang rasa haus paling banyak
(Tanujiarso, 2014). Namun demikian terlibat juga dalam mekanisme
ini, seperti konsentrasi natrium dalam cairan dialisis, infus, larutan
garam selama sesi hemodialisis, terutama pada menit akhir, fungsi
ginjal yang tersisa, atau hiperglikemia pada klien diabetes (Hutajulu,
dkk, 2018). IDWG biasanya cukup konstan untuk setiap klien dan
dipengaruhi oleh faktor gizi, faktor lingkungan, dan tingkat perawatan
diri. Namun demikian, peningkatan pada periode akhir interdialysis
dan mengalami beberapa variasi antara periode yang berbeda terdapat
data yang menunjukkan peningkatan IWDG (Savitri & Parmitasari,
2014). Karakteristik antropometri klien dapat memodifikasi
variabilitas IDWG. Hasil penelitian dengan jelas menunjukkan usia
merupakan variabel yang berbanding terbalik dengan IDWG. klien
yang lebih muda biasanya memiliki nafsu makan yang lebih besar
yang disertai dengan natrium lebih besar dan asupan air (Wayunah,
Saefulloh & Nuraeni, 2016).
IDWG lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita, hal ini
disebabkan konsumsi cairan pada pria lebih besar akibat haus setelah
melakukan banyak aktifitas dibandingkan wanita (Kurniawati,
Widyawati & Mariyanti, 2015). Tekanan darah tinggi merupakan
komplikasi yang umum pada klien hemodialisis dan manajemen adalah
rumit (Hidayati & Sitorus, 2014). Ekspansi volume cairan ekstraselular
adalah penyebabnya, dan ini tergantung banyaknya peningkatan
IDWG. Penelitian Kahraman et al., (2015) menunjukan dari 5.369
klien, IDWG lebih besar terjadi pada klien yang tidak mentaati

27
penatalaksanaan dialisis. Data lain juga menunjukkan bahwa tekanan
darah tinggi dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan
faktor risiko lain terkait tekanan darah tinggi. Di sisi lain, IDWG
memiliki hubungan yang signifikan dengan parameter gizi seperti
albumin serum, prealbumin, urea, dan kreatinin, seperti juga dengan
PCR dan indeks massa tubuh. Serum albumin merupakan penanda
untuk peradangan dan gizi yang memainkan peran penting sebagai
faktor risiko independen untuk kematian. Ada perbedaan yang
signifikan antara 3 kelompok % (persen) IDWG yang telah ditetapkan,
sehingga mereka yang %% (persen) IDWG lebih besar
mempertahankan tingkat albumin yang lebih baik (Lewis & Lousie,
2014).

2.5.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IDWG


Berbagai faktor yang mempengaruhi IDWG antara lain faktor
dari klien itu sendiri (internal) dan faktor eksternal seperti faktor fisik
dan psikososial. Faktor-faktor yang berpengaruh pada kenaikan berat
badan interdialitik antara lain (Istanti, 2011):
1) Intake Cairan
Prosentase air di dalam tubuh manusia 60% dimana ginjal
yang sehat akan mengekskresi dan mereabsorpsi air untuk
menyeimbangkan osmolalitas darah. Sedangkan pada klien dengan
penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis mengalami
kerusakan dalam pembentukan urin sehingga dapat menyebabkan
kelebihan volume cairan dalam tubuh (William, 2017). Cairan
tubuh diatur oleh asupan cairan, regulasi hormonal, dan
pengeluaran cairan. Keseimbangan fisiologis ini disebut
homeostasis. Dalam kondisi sehat, tubuh mampu berespon
terhadap gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit untuk
mencegah atau memperbaiki kerusakan.
Asupan cairan terutama diatur melalui mekanisme haus dan

28
regulasi hormonal. Rata-rata asupan cairan orang dewasa adalah
kira-kira 2200 hingga 2700 ml perhari, yang terdiri dari asupan
oral kira-kira 1100 hingga 1400 ml, makanan pada kira-kira 800
hingga 1000 ml, dan metabolisme oksidatif 300 ml perhari. Intake
cairan dikatakan berlebih pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani Hemodialisis jika intake cairan lebih besar dari pada
total output cairan. Intake cairan yang tidak dibatasi akan
mempersulit keseimbangan volume cairan tubuh pasien berlebih.
Pasien dengan intake cairan yang seimbang dengan output cairan
dapat dikatakan memiliki kecukupan cairan, pasien idealnya
mampu mempertahankan kondisi intake cairan yang cukup.
2) Rasa Haus
Klien PGK meskipun dengan kondisi hipervolemia, sering
mengalami rasa haus yang kuat, rasa haus tersebut menstimulasi
klien untuk meningkatkan intake cairan (Black & Hawks, 2014).
Cara merespon rasa haus normalnya adalah dengan minum, tetapi
klien-klien PGK tidak diijinkan untuk berespon dengan cara yang
normal terhadap rasa haus yang mereka rasakan. Rasa haus atau
keinginan untuk minum disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya masukan sodium, kadar sodium yang tinggi,
penurunan kadar posatium, angiotensin II, peningkatan ureaplasma,
hipovolemia post dialisis serta faktor psikologis (Istanti, 2011).
Hipernatremia pada pasien PGK dikarenakan defisit cairan tubuh
akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Keadaan
hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke
ekstraseluler untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel
(Hidayati & Sitorus, 2014).
Pengukuran intensitas haus dapat dilakukan dengan
menggunakan Visual Analogue Scale dengan rentang skala 0 – 100
secara kontinum dalam garis vertical. Ujung paling bawah dengan
nilai 0 diberi kategori “tidak haus sama sekali” dan ujung paling

29
atas dengan nilai 100 diberi kategori “sangat haus sekali”.
Intepretasi hasil pengukuran intensitas visual analogue scale
tersebut adalah sebagai berikut (Kurniawati, Widyawati &
Mariyanti, 2015):
a) Nilai 0 – 20 : Tidak haus
b) Nilai >20 – 50 : Haus ringan
c) Nilai >50 – 80 : Haus sedang
d) Nilai >80 –100 : Haus berat
3) Self Efficacy
Self efficacy yaitu kekuatan yang berasal dari seseorang yang
bisa mengeluarkan energi positif melalui kognitif, motivasional,
afektif dan proses seleksi. Self efficacy dapat mempengaruhi rasa
percaya diri klien dalam menjalani terapinya (hemodialisis). Self
efficacy yang tinggi dibutuhkan untuk memunculkan motivasi dari
dalam diri agar dapat mematuhi terapi dan pengendalian cairan
dengan baik sehingga dapat mencegah peningkatan IDWG.
4) Stress
Stress dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit di dalam tubuh (Riskal, dkk., 2014). Stress meningkatkan
kadar aldosteron dan glukokortikoid, menyebabkan retensi natrium
dan garam. Respon stress dapat meningkatkan volume cairan
akibatnya curah jantung, tekanan darah dan perfusi jaringan
menurun (Shoumah, 2013). Cairan merupakan salah satu stressor
utama yang dialami oleh klien yang menjalani hemodialisis
(Saraswati, dkk., 2019). Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit
juga menimbulkan stress pada klien,sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan dalam kehidupan klien (Ernawati &
Ismansyah, 2016).
Dampak psikologis klien PGK yang menjalani HD dapat
dimanifestasikan dalam serangkaian perubahan perilaku antara lain
menjadi pasif, ketergantungan, merasa tidak aman, bingung dan

30
menderita (Hutagaol, 2017). Klien merasa mengalami kehilangan
kebebasan, harapan umur panjang dan fungsi seksual sehingga
dapat menimbulkan kemarahan yang akhirnya timbul suatu
keadaan depresi. Hasil penelitian Angraini & Putri (2016)
menunjukan bahwa stress pada klien HD dapat menyebabkan klien
berhenti memonitoring asupan cairan, bahkan ada juga yang
berhenti melakukan terapi hemodialisis, kejadian ini secara
langsung dapat berakibat pada IDWG.

2.7 Media Sosial


2.6.1. Pengertian
Pengertian media sosial menurut para ahli, sebai berikut
(Wahyuni, 2017):
1) Menurut Antony Mayfield (2008)
Media sosial adalah media yang penggunanya mudah
berpartisipasi, berbagai dan menciptakan peran, khususnya blog,
jejaring sosial, wiki/ensiklopedia online, forum-forum maya,
termasuk virtual worlds (dengan avatar/karakter 3D).
2) Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlien
Media sosial adalah sebuah kelompok aplikasi berbasis internet
yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 dan
yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user generated
content.
3) Menurut Marjorie Clayman
Media sosial adalah alat pemasaran baru yang memungkinkan
untuk mengetahui pelanggan dan calon pelanggan dengan cara
yang sebelumnya tidak mungkin.
4) Menurut Lisa Buyer
Media sosial adalah bentuk hubungan masyarakat yang paling
transparan, menarik dan interaktif saat ini.

31
Menurut Kaplan & Haenlein (2010) dalam Sanggabuwana &
Andrini (2018), media sosial adalah sekumpulan aplikasi berbasis
internet, beralaskan pada ideologi dan teknologi Web 2.0 sehingga
memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten oleh penggunanya.
Keberadaan internet sedikit banyak telah mengubah pola
interaksi masyarakat. Pola interaksi dilakukan tanpa harus dalam satu
ruang dan waktu bersamaan. Internet meleburkan batas-batas yang
menghambat seseorang untuk berinteraksi. Menurut Anthony Giddens
dengan adanya modernitas, hubungan ruang dan waktu terputus dan
kemudian ruang perlahan-lahan terpisah dari tempat. Manusia
menciptakan interaksi baru tanpa harus bertemu fisik yang salah
satunya melalui internet (social networking). Semakin berkembangnya
penggunaan internet dan tingginya kebutuhan untuk berinteraksi
menjadikan social networking atau media sosial menjadi sesuatu yang
tidak tertolak (Wahyuni, 2017).

2.6.2. Fungsi Media Sosial


Media sosial dalam perannya saat ini, telah membangun sebuah
kekuatan besar dalam membentuk pola perilaku dan berbagai bidang
dalam kehidupan manusia. Hal ini yang membuat fungsi media sosial
sangat besar. Adapun fungsi media sosial diantaranya sebagai berikut
(Wahyuni, 2017):
1) Media sosial adalah media yang didesain untuk memperluas
interaksi sosial manusia dengan menggunakan internet dan
teknologi web.
2) Media sosial berhasil mentransformasi praktik komunikasi searah
media siaran dari satu institusi media ke banyak audience (one to
many) ke dalam praktik komunikasi dialogis antara banyak
audience (many to many).

32
3) Media sosial mendukung demokratisasi pengetahuan dan juga
informasi. Mentranformasi manusia dari pengguna isi pesan
menjadi pembuat pesan itu sendiri

2.6.3. Karakteristik Media Sosial


Media sosial memiliki ciri-ciri yang tidak lepas dari berbagai
ciri-ciri dari media sosial yang banyak digunakan hingga saat ini.
Beberapa karakteristik yang terdapat pada media sosial (Wahyuni,
2017):
1) Partisipasi. Mendorong kontribusi dan umpan balik dari setiap
orang yang tertarik atau berminat menggunakannya, hingga dapat
mengaburkan batas antara media dan audience.
2) Keterbukaan. Kebanyakan dari media sosial yang terbuka bagi
umpan balik dan juga partisipasi melalui sarana-sarana voting,
berbagai, dan juga komentar. Terkadang batasan untuk mengakses
dan juga memanfaatkan isi pesan (perlindungan password terhadap
isi cenderung dianggap aneh).
3) Perbincangan. Selain itu, kemungkinkan dengan terjadinya
perbincangan ataupun pengguna secara dua arah.
4) Keterhubungan. Mayoritas dari media sosial tumbuh dengan subur
lantaran terjadi suatu kemampuan yang dapat melayani
keterhubungan antar pengguna, melalui suatu fasilitas tautan
(links) ke website, sumber informasi dan bagi pengguna-pengguna
lainnya.

2.6.4. Jenis-Jenis Media Sosial


Menurut Puntoadi (2011) dalam Wahyuni (2017) terdapat
beberapa macam-macam media sosial adalah sebagai berikut:

33
1) Bookmarking. Berbagai alamat website yang menurut pengguna
bookmark sharing menarik minat mereka. Bookmarking
memberikan sebuah kesempatan untuk menshare link dan tag yang
diminati. Hal demikian bertujuan agar setiap orang dapat
menikmati yang kita sukai.
2) Content Sharing. Melalui situs-situs content sharing tersebut
orang-orang menciptakan berbagai media dan juga publikasi untuk
berbagi kepada orang lain. YouTube dan Flikr merupakan situs
content sharing yang biasa dikunjungi oleh khalayak.
3) Wiki. Sebagai situs yang memiliki macam-macam karakteristik
yang berbeda misalnya situs knowledge sharing, wikitravel yang
memfokuskan sebuah diri informasi tempat, dan konsep komunitas
lebih eksklusif.
4) Flickr. Situs yang dimiliki yahoo mengkhususkan sebuah image
sharing dengan kontributor yang ahli di setiap bidang fotografi di
seluruh dunia. Flickr menjadikan "photo catalog" yang setiap
produk dapat dipasarkan.
5) Social Network. Aktivitas yang menggunakan fitur yang disediakan
oleh situs tertentu menjalin sebuah hubungan, interaksi dengan
sesama. Situs sosial networking tersebut adalah linkedin,
Instagram, facebook, dan MySpace.
6) Creating Opinion. Media sosial tersebut memberikan sarana yang
dapat berbagi opini dengan orang lain di seluruh dunia. Melalui hal
tersebut, creating opinion, semua orang dapat menulis, jurnalis dan
sekaligus komentator.

2.8 Teori Keperawatan Health Promotion Model (Nola J. Pender)


Inti dari teori Health Promotion Model (HPM) adalah pentingnya
proses kognitif dalam perubahan perilaku. HPM mencakup perilaku untuk
meningkatkan kesehatan dan berlaku di seluruh masa hidup. Perilaku
peningkatan kesehatan merupakan titik akhir atau hasil tindakan yang

34
diarahkan untuk mencapai hasil kesehatan yang positif seperti kesejahteraan
optimal, pemenuhan pribadi, dan kehidupan produktif.

KARAKTERISTIK ASPEK KOGNISI DAN


PERILAKU YANG
DAN PENGALAMAN AFEKSI DARI
DIHARAPKAN
INDIVIDU PERILAKU KHUSUS

Manfaat yang
dipersepsikan terhadap
suatu tindakan

Hambatan yang
dipersepsikan terhadap
suatu tindakan

Perilaku Kebutuhan yang mendesak


sebelumnya yang (kendali rendah) dan
terkait berbagai pilihan (kendali
Persepsi terhadap tinggi)
keyakinan diri

Pengaruh yang
ditimbulkan oleh suatu
aktivitas Komitmen untuk
merencanakan Perilaku promosi
suatu tindakan kesehatan
Faktor personal :
biologi, psikologi, Pengaruh interpersonal
dan sosio-budaya (keluarga, kelompok,
penyedia layanan
Kesehatan), norma,
dukungan, model

Pengaruh situasional:
pilihan yang tersedia,
kebutuhan, karakteristik,
dan estetika

Gambar: 2.1. Revisi Model Promosi Kesehatan

35
Sumber: Modifikasi Pender, N,J., Murdaugh, C.L., & Parsons, M.A. (2002).
Health Promotion in Nursing Practice dalam (Alligood, 2017)

Asumsi utama dari teori Health Promotion Model (HPM) Nola J.


Pender adalah (Alligood, 2017):
1) Orang berusaha membuat kondisi hidup mereka agar bisa mengemukakan
potensi kesehatan yang mereka miliki dan dari sifatnya masing-masing
2) Orang memiliki kapasitas untuk kesadaran diri reflektif, termasuk
penilaian kompetensi mereka sendiri.
3) Orang menghargai pertumbuhan dalam arah yang dipandang positif dan
berusaha mencapai keseimbangan yang dapat diterima secara pribadi
antara perubahan dan stabilitas.
4) Individu berusaha untuk secara aktif mengatur perilaku mereka sendiri
5) Individu dalam semua kompleksitas biopsikososial mereka berinteraksi
dengan lingkungan, secara progresif mengubah lingkungan dan berubah
seiring waktu.
6) Para profesional kesehatan merupakan bagian dari lingkungan antar
pribadi, yang memberikan pengaruh pada orang-orang sepanjang masa
hidup mereka
7) Penataan ulang yang dimulai sendiri adalah penting untuk perubahan
perilaku.

2.9 Kerangka Teori


Kerangka Teori Pengaruh Edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG)
Berbasis Media Sosial Online terhadap Kepatuhan Pembatasan Cairan pada
Pasien Hemodialysis di RS. Qadr Tangerang:

36
Gagal Ginjal Kronik Faktor yang
mempengaruhi IDWG

Internal (dari klien itu


senidiri)
Faktor Eksternal (faktor
fisik dan psikososial) Fungsi Media Sosial (MS1):
Hemodialisis
1. Membentuk pola perilaku
2. mentransformasi praktik
1. Intake cairan komunikasi dalam
2. Rasa haus praktik komunikasi
Pasca Hemodialisis 3. Self efficacy dialogis antara banyak
4. Stress audience (many to many)
3. Mendukung
demokratisasi
pengetahuan dan juga
Kelebihan volume cairan informasi
4. Mentranformasi manusia
dari pengguna isi pesan
menjadi pembuat pesan
Penambahan Berat Badan itu sendiri

Patuh terhadap IDWG Tidak Terkontrol EDUKASI


pembatasan cairan

Perilaku yang diharapkan IDWG Terkontrol

Gambar 2.2. Kerangka Teori Penelitian


Sumber: Modifikasi dari William (2017), (Hidayati & Sitorus, 2014), (Kurniawati, Widyawati, &
Mariyanti, 2015), (Riskal, dkk, 2014), (Shoumah, 2013), (Saraswati, dkk, 2019), Ernawati &
Ismansyah, 2016), Hutagaol, 2017), (Anggraini & Putri, 2016) (MS1), (Alligood, 2017)

37
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

Pada bab ini membahas tentang kerangka konsep dan hipotesis penelitian serta
definisi operasional. Kerangka konsep merupakan skema yang menggambarkan
hubungan antara variabel yang akan diteliti dan memberikan arah dalam
menentukan hipotesis penelitian. Hipotesis menjadi pedoman untuk mencari
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Selanjutnya
kedua variabel tersebut diuraikan dalam definisi operasional agar dapat diukur dan
dipahami

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian menggambarkan hubungan antara konsep-konsep
yang diteliti. Kerangka konsep penelitian ini menguraikan perbandingan
pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) berbasis media sosial
online terhadap kepatuhan pembatasan cairan pada pasien hemodialisis.
Variable Independen Variabel Dependen

Kepatuhan
Edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) Berbasis Media Pembatasan Cairan pada Pasien Hemodialisis
Sosial Online

Variabel Confouding
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan

38
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Hubungan Variabel
: Variabel yang tidak diteliti
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uarian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1) Terdapat pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) berbasis
media sosial online terhadap kepatuhan pembatasan cairan pada pasien
hemodialisis setelah dikontrol variable usia, jenis kelamin, tingkat
Pendidikan, dan tingkat pengetahuan (H1).
2) Tidak terdapat pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG)
berbasis media sosial online terhadap kepatuhan pembatasan cairan pada
pasien hemodialisis (H0)

3.3 Definisi Operasional


Definisi
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel Independen Kegiatan upaya _ _ _
meningkatkan
Edukasi Interdialytic pengetahuan
Weight Gain (Idwg) kesehatan
Berbasis Media Sosial mengenai
Online pengelolaan
faktor risiko
penyakit dan
perilaku
pertambahan
berat badan
klien di antara
dua waktu
dialysis berbasis
media sosial
Variabel Dependen Perilaku pasien Kuesioner 1. Patuh Ordinal
yang taat 2. Tidak
Kepatuhan Pembatasan terhadap aturan patuh
Cairan pada Pasien dalam

39
Hemodialisis pembatasan
asupan cairan
pada pasien
hemodialisis
sesuai dengan
dianjurkan oleh
tenaga
kesehatan

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini termasuk penelitian kuasi eksperimental dengan rancangan
pretest-posttest control group design. Pada rancangan ini terdapat kelompok
kontrol tetapi tidak dapat berfungsi secara sepenuhnya, digunakan untuk
mengontrol variabel-variabel yang mempengaruhi eksperimen (Sugiyono,
2011). Penelitian dimulai dengan cara peneliti akan membagi sampel ke
dalam dua kelompok yang terdiri dari kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Satu kelompok perlakuan akan diberikan intervensi yaitu terkait
edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) berbasis media sosial online yaitu
menggunakan whatssapp group, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan
intervensi melalui media sosial tetapi hanya mendapatkan pendidikan
kesehatan sesuai dengan standart Rumah Sakit QADR Tangerang.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh edukasi Interdialytic


Weight Gain (IDWG) berbasis media sosial online terhadap kepatuhan
pembatasan cairan pada pasien hemodialisis. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini dilakukan tes sebelum perlakuan sebagai dasar mengetahui
tingkat homogenitas sampel, serta tes sesudah perlakuan yang dijadikan
sebagai data untuk menguji dampak dari pengaruh edukasi IDWG pada

40
kelompok yang diuji. Berikut merupakan skema desain penelitian pretest-
posttest control group design seperti pada Gambar 4.1.

Eksperimen Pretest Intervensi Posttest

Kontrol Pretest Posttest

Gambar 4.1 Desain Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti. Populasi target
pada penelitian ini adalah pasien hemodialisis yang menjalani
perawatan rutin di rumah sakit. Populasi sumber dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit QADR
Tangerang pada tahun 2021.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili
seluruh populasi. Sampel dari penelitian ini adalah pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa dan belum pernah mendapatkan
perlakuan terkait pemberian edukasi IDWG melalui media sosial serta
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.
a. Jumlah sampel
Penentuan jumlah sampel penelitian ini menggunakan rumus slovin:
N
n=
1+ N (e) ²
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
e = tingkat kesalahan (error)

41
450
n=
1+450 (0,1)²
450
n=
1+4,5
450
n=
5,5
n=82
Maka, jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak
82 orang dan dilakukan pembagian menjadi 41 pasien untuk kelompok
intervensi dan 41 pasien untuk kelompok kontrol.
b. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling
karena pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh
peneliti.
Kriteria Inklusi sampel adalah
 Pasien melakukan pemeriksaan secara rutin di RS Qadr
 …..

Kriteria Eksklusi
 Pasien mengalami prognosis memburuk
 Pasien meninggal dalam periode penelitian

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit QADR Tangerang pada bulan......
2022 sampai dengan bulan.....2022.

4.4 Etika Penelitian


Penelitian ini berhubungan langsung dengan manusia (responden) sebagai
sampel penelitian, sehingga peneliti harus menerapkan mengenai prinsip-
prinsip etika penelitian. Adapun aspek-aspek etika penelitian yang digunakan
dalam proses penelitian, yakni:
1) Lembar Persetujuan (Informed Consent)

42
Setiap responden yang ikut dalam penelitian ini diberi penjelasan secara
terperinci dan lembar persetujuan agar responden dapat mengetahui
maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang diteliti selama proses
penelitian ini berlangsung. Apabila responden bersedia, peneliti harus
mendapatkan tanda tangan dari responden pada lembar persetujuan sebagai
bukti persetujuan tertulis. Jika responden menolak untuk menjadi
responden, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya.
2) Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh
peneliti. Pengkodean dalam kuesioner
3) Manfaat (Benefit)
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha memaksimalkan manfaat penelitian
dan meminimalkan kerugian yang timbul akibat penelitian ini.
4) Keadilan (Justice)
Semua responden yang ikut dalam penelitian ini diperlakukan secara adil
dan diberikan haknya yang sama. Seluruh biaya yang berkaitan dengan
penelitian akan menjadi tanggung jawab peneliti.

4.5 Alat Pengumpul Data


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi
pertanyaan yang berhubungan dengan variabel yang akan diteliti. Kuesioner
yang digunakan, yakni:
4.5.1 Instrumen Edukasi IDWG
Instrumen yang digunakan dalam pemberian edukasi Interdialytic
Weight Gain (IDWG) yaitu berdasarkan materi-materi terstruktur yang
sudah dirangkum dan diberikan melalui media sosial berbasis online
yakni aplikasi WhatsApp Group. Rangkuman materi yang diberikan
yaitu berbentuk video dan leaflet.
A. Video edukasi: Materi video memuat tentang konsep IDWG,
masalah dalam IDWG, cara mengukur IDWG dan cara
mempertahankan IDWG.

43
B. Media leaflet: memuat materi tentang informasi pengendalian
IDWG dan pembatasan cairan.
4.5.2 Instrumen Kepatuhan Pembatasan Cairan
Peneliti menggunakan kuesioner kepatuhan pembatasan cairan dengan
metode pertanyaan tertutup. Kuesioner tertutup ialah kuesioner yang
dipersiapkan dengan memberikan alternatif jawaban dan responden
dapat memberikan centang pada salah satu jawaban (Rizal, 2011).
Kuesioner kepatuhan pembatasan cairan ini terdiri dari sejumlah
pertanyaan untuk mendapatkan informasi dari responden. Pertanyaan
dinilai responden dengan memberikan tanda centang (√) pada pilihan
jawaban yang paling sesuai dengan kondisinya.
Kuesioner kepatuhan pembatasan cairan menggunakan skala Likert
dengan penilaian terdiri dari 5 tingkatan yaitu:
 Selalu (S) dengan skor 5,
 Sering (SR) dengan skor 4,
 Kadang-kadang (K) dengan skor 3,
 Jarang (J) dengan skor 2 dan
 Tidak Pernah (TP) dengan skor 1.
Adapun kategori kepatuhan pembatasan cairan pada pasien yang
menjalani hemodialisa, yaitu:
1. Patuh (jika pasien mampu membatasi asupan cairan), jika….
2. Tidak Patuh (jika pasien tidak mampu membatasi asupan cairan),
jika…..
4.5.3 Instrumen Pengukuran IDWG
Instrumen yang digunakan dalam pengukuran IDWG yakni timbangan
berat badan, lembar observasi IDWG.
Cara menghitung IDWG dilakukan melalui tahapan berikut:

a. Mengukur berat badan pasien sebelum dilakukan hemodialisis saat


sekarang, ukur berat badan post hemodialisis sebelumnya.

44
b. Hitunglah selisih penambahan berat badan antara post hemodialisis
pada periode sebelumnya dengan berat badan sebelum hemodialisis
saat sekarang.

c. Hitung penambahan berat badan dengan rumus berat badan post


hemodialisis pada periode sebelumnya dikurangi berat badan pasien
sebelum hemodialisis saat sekarang kemudian dibagi berat badan
sebelum hemodialisis sekarang dikali 100% (Hirmawaty, 2014).

Berat Badan Pre Dialisis 2 − Berat Badan Post Dialisis 1


X 100%
Berat Badan Post Dialisis 1
Adapun klasifikasi kenaikan berat badan (Yetti, 2001), yakni:
 Ringan =<4%
 Sedang =4-6%

 Bahaya =>6%

4.6 Prosedur Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh secara langsung dari pasien. Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara:
1) Menghubungi pihak Rumah Sakit QADR Tangerang, dengan tujuan
peneliti meminta informasi tentang subjek.
2) Peneliti menemui, meminta izin, dan menyampaikan maksud dan tujuan
serta lamanya dalam pengambilan data kepada kepala ruang unit
hemodialisa di Rumah Sakit QADR Tangerang.
3) Setelah mendapat izin dari kepala ruang unit hemodialisa, peneliti
melakukan identifikasi pasien hemodialisa yang memenuhi kriteria
penelitian melalui kepala ruang unit hemodialisa Rumah Sakit QADR
Tangerang.
4) Setelah mendapatkan responden yang sesuai dengan kriteria dalam
penelitian, maka peneliti menemui responden untuk perkenalan serta

45
menjelaskan maksud dan tujuan peneliti, prosedur, hak untuk menolak,
dan jaminan kerahasiaan sebagai responden.
5) Peneliti meminta ijin kepada responden beserta informed consent untuk
mengikuti kegiatan penelitian.
6) Setelah informed consent ditandatangani oleh responden, kemudian
peneliti melakukan pengukuran IDWG pasien sebelum diberikan
intervensi atau edukasi melalui media sosial berbasis online.
7) Selanjutnya peneliti memberikan kuesioner kepatuhan pembatasan cairan
kepada pasien/responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada
di kuesioner selama 15-25 menit. Peneliti juga memberikan kesempatan
kepada responden untuk bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti
selama pengisian kuesioner.
8) Setelah pengukuran IDWG dan kepatuhan pembatasan cairan pada
responden, selanjutnya peneliti memberikan intervensi berupa edukasi
tentang Interdialytic Weight Gain (IDWG) melalui media sosial online
(whatsapp) kepada kelompok eksperimen.
9) Selanjutnya peneliti kembali melakukan pengukuran IDWG dan kepatuhan
pembatasan cairan setelah diberikan intervensi/perlakuan berupa edukasi
IDWG melalui media sosial online (whatsapp) pada pasien hemodialisa.
10) Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengujian secara statistik untuk
memperoleh hasil pengukuran.

4.7 Pengolahan Data


Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan penghitungan
komputasi program SPSS (Statistical Product and Service Solution) karena
program ini memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem
manajemen data pada lingkungan grafis menggunakan menu-menu dekriptif
dan kotak-kotak dialog sederhana, sehingga mudah dipahami cara
pengoperasiannya.
Tahap pengolahan data dalam penelitian ini meliputi editing, coding, dan
tabulasi.

46
1) Editing
Editing atau pemeriksaan adalah pengecekan atau penelitian kembali data
yang telah dikumpulkan untuk mengetahui dan menilai kesesuaian dan
relevansi data yang dikumpulkan untuk bisa diproses lebih lanjut. Hal
yang perlu diperhatikan dalam editing ini adalah kelengkapan pengisisan
kuesioner, keterbacaan tulisan, kesesuaian jawaban, dan relevansi
jawaban.
2) Coding
Coding atau pemberina kode adalah pengklasifikasian jawaban yang
diberikan responden sesuai dengan macamnya. Dalam tahap koding
biasanya dilakukan pemberian skor dan simbol pada jawaban responden
agar nantinya bisa lebih mempermudah dalam pengolahan data.
3) Tabulasi
Tabulasi merupakan langkash lanjut setelah pemeriksaan dan pemberian
kode. Dalam tahap ini data disusun dalam bentuk tabel agar lebih
mempermudah dalam menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
Tabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel frekuensi yang
dinyatakan dalam persen.

4.8 Cara Analisis Data


4.8.1 Analisis Univariat
Pada analisis univariat, data diperoleh dari hasil pengumpulan yang
dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran
tendensi, sentral atau grafik. Data univarat dalam penelitian ini meliputi
data karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
tingkat pengetahuan), IDWG pasien dan kepatuhan pembatasan cairan.
Tabel analisis data
4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas
(edukasi IDWG) dan variabel terikat (kepatuhan pembatasan cairan).

47
Analisis uji bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh edukasi IDWG
sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pada kelompok eksperimen
dengan menggunakan uji parametrik:
a. Uji t dependent, yaitu untuk melihat perubahan kepatuhan pasien
pada kelompok intervensi antara sebelum (pretest) dan setelah
(posttest) diberikan perlakuan
b. uji independent sample t-test, yaitu untuk melihat perbedaan antara
kepatuhan pasien pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Dasar pengambilan keputusannya yaitu jika nilai signifikansi > 0,05
(p>0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sebaliknya, jika
signifikansi < 0,05 (p<0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima
(Nursalam, 2013).

48
DAFTAR PUSTAKA

Angraini, F., & Putri, A. F. (2016). Pemantauan Intake Output Cairan pada


Pasien. Gagal Ginjal Kronik dapat Mencegah Overload Cairan. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 19(3), 152–160.
Alligood, M. R. (2017). Nursing Theorists and their Work (Achir Yani S Hamid
& Kusman Ibrahim (ed.); 8th ed.). Elsevier Ltd.
Akhmad, A. N., Primanda, Y., & Istanti, Y. P. (2016). Kualitas Hidup Pasien
Gagal Jantung Kongestif (GJK) Berdasarkan Karakteristik Demografi.
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing),
11(1), 27–34.
Armiyati, Y., Hadisaputro, S., Chasani, S., & Sujianto, U. (2021). Factors
Contributing to Intradialytic Hypertension in Hemodialysis Patients. South
East Asia Nursing Research, 3(2), 73–80.
Echder, T., & Schriner, R. (2012). Cardiovascular Abnormalites in Autosomal
Dominant Polistic Kidney Disease. Nat Rev Nephrol.
Ghaleb, M. A., & Sharaf, A. Y. (2020). The Effects of Nursing Interventions on
Intradialytic Muscle Cramps among Patients Undergoing Maintenance
Hemodialysis. IOSR Journal of Nursing and Health Science (IOSR-JNHS),
9(1), 8–21.
Kurniawati, D. P., Widyawati, I. Y., & Mariyanti, H. (2015). Edukasi dalam
Meningkatkan Kepatuhan Intake Cairan Pasien Penyakit Ginjal Kronik
(PGK) on Hemodialisis. Critical Medical and Surgical Nursing Journal,
3(2), 1–7.
Maimani, Y. A., Elias, F., Salmi, I. A., Aboshakra, A., Alla, M. A., & Hannawi,
S. (2021). Interdialytic Weight Gain in Hemodialysis Patients: Worse
Hospital Admissions and Intradialytic Hypotension. Open Journal of
Nephrology, 11, 156–170.
Mustika, R., Suryadi, D., & Virginia, I. (2018). Penerapan Behavior Therapy
untuk Meningkatkan Kepatuhan Asupan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal
yang Melakukan Hemodialisis. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora,
Dan Seni, 2(1), 310–317.
Oshvandi, K., Fathabadi, M. A., Nia, G. H. F., Mahjub, H., & Hajbaghery, M. A.
(2013). Effects of Small Group Education on Interdialytic Weight Gain,
and Blood Pressures in Hemodialysis’ Patients. Nursing and Midwifery
Studies, 2(1), 128–132.
Rahman, Moch. T. S. A., Kaunang, T. M. D., & Elim, C. (2016). Hubungan antara
lama menjalani hemodialisis dengan kualitas hidup pasien yang menjalani
hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Jurnal E-Clinic (e-Cl), 4(1), 36–40.
Rosdiana, I., Cahyati, Y., & Hartono, D. (2018). The Effect of Education on
Interdialytic Weight Gain in Patients Undergoing Hemodialysis.
Malaysian Journal of Medical Research, 2(4), 16–21.
Sari, F., Raveinal, & Apriyanti, E. (2020). Characteristic Description of
Compliance with Fluid Limitation, Interdyalitic Weight Gain (IDWG), and

49
Quality of Life in Hemodialysis Patients in Palembang City. International
Journal of Nursing and Midwifery Science (IJNMS), 4(2), 112–121.
Sanggabuwana, D., & Andrini, S. (2018). Dampak Media Sosial terhadap Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) Sentra Industri Keramik Plered, Kabupaten
Purwakarta. InterKomunika, 2(2), 172. https://doi.org/10.33376/ik.v2i2.37
Septiyanti, Martikasari, M., & Gusnilawati. (2018). Effect Of Fluid Restriction
Education To Interdialytic Weight Gain In Hemodialysis Patients In Rsud
Dr. M. Yunus Bengkulu. Advances in Health Sciences Research (AHSR),
14, 321–327.
Susilawati, E., Latief, K., & Khomarudin. (2018). Efikasi Diri dan Dukungan
Sosial Pasien Hemodialisa dalam Meningkatkan Kepatuhan Pembatasan
Cairan. Faletehan Health Journal, 5(1), 39–48.
Wahyuni, A. P. (2017). Efektivitas Media Sosial Sebagai Media Promosi.
Ekonomika, 12(2), 212–231.
Wahyuni, I. T., Yusuf, A., & Khamida. (2021). Health Education Berbasis Sosial
Media Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Pembatasan Cairan pada Pasien
Penyakit Ginjal Tahap Akhir yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan
Teori Health Promotion Model. Jurnal Keperawatan, 13(3), 693–700.
Wijaya, A. K., Busjra, & Azzam, R. (2018). Pengaruh Edukasi Pendekatan
Spiritual Berbasis Video Terhadap Kepatuhan Pembatasan Cairan Klien
ESRD yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2),
17–31.
Marantika, Devi, P. N. (2014). Gambaran Kepatuuhan Terhadap Anjuran Medis
Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Terapi Hemodialisa
di Kota Medan. Laporan Penelitian. Universitas Sumatera Utara
Corwin, Elizabeth J. (2011). Handbook of Pathophysiology, 3rd Ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Indonesia Renal Registry (IRR). 2015. Report Of Indonesian Renal Registry, 8th
Edition. Jakarta: Perkumpulan Nefrologi Indonesia. (Pernefri).
Bayhakki. (2013). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta:
EGC
As'adi, Muhammad. (2012). Serba-Serbi Gagal Ginjal. Diva Press Cetakan
Pertama,. Yogyakarta
Haryanti, I. A., Nisa, K. (2015). Terapi Konservatif dan Terapi Pengganti Ginjal
Sebagai Penatalaksanaan Pada Gagal Ginjal Kronik. Majority, 4(7), 49-
54
Mailani, Fitri. (2015). Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisa: Systematic Review. Ners Jurnal Keperawatan,
11(1), 1-8
Kemenkes RI. (2017). InfoDATIN : Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta:
Kemenkes RI
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC.

50
Priyanti D., Farhana N. (2016). Perbedaan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja Yang Menjalani Hemodisalisis di
Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia. INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi,
7(1), 41-47
Sylvia, A & Wilson, L.M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6th ed. Jakarta: EGC; 2015.
Miftah A. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien
Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang. Laporan Penelitian. Semarang:
UIN Walisongo Semarang.
Nurkholis. (2013). PENDIDIKAN DALAM UPAYA MEMAJUKAN TEKNOLOGI
Oleh: Nurkholis Doktor Ilmu Pendidikan, Alumnus Universitas Negeri
Jakarta Dosen Luar Biasa Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto. 1(1),
24–44.
PERNEFRI. (2013). Konsesnus Nutrisi Pada Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta:
PERNEFRI Indonesia.
Putri, E., Alini, & Indrawati. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dan
Kebutuhan Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal
Kronik Dalam Menjalani Terapi Hemodialisis Di RSUD Bangkinang.
JURNAL NERS Research & Learning in Nursing Science, 4(23), 47–55.
Cahyaningsih, N. D. (2014). Hemodialisis (Cuci Darah): Panduan Praktis
Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Sumah, D.F. (2020). Dukungan Keluarga Berhubungan dengan Kepatuhan
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di
RSUD dr. M. HAULUSSY Ambon. Jurnal Biosainstek, 2(1), 81-86
Windarti (2017). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Pasien Gagal
Ginjal Kronik dalam Menjalani Terapi Hemodialisa. Laporan Penelitian.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika.
Syamsiah N. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien
CKD yang Menjalani Hemodialisa di RSPAU Dr Esnawan Antariksa
Halim Perdana Kusuma Jakarta. Tesis. Jakarta: Fakultas Ilmu
Keperawatan Program Studi Magister Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia.
Izzati, W., & Annisha, F. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Pasien yang Menjalani Hemodialisis di Ruang Hemodialisa di
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2015. AFIYAH, 3(1), 11-
40.
Salawati. (2015). Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. JKS: Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 15(2), 91-95.
Ashley, C & C. Morlidge (ed). (2008). Intruduction to Renal Therapeutics. USA:
Pharmaceutical Press.
Sitepu, R. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga dan Self Efficacy dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB. Paru di Puskesmas Sambirejo
Kabupaten Langkat. Tesis. Universitas Medan Area.
Niven, Neil. (2012). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat &
Profesional Kesehatan Lain. Jakarta: EGC
Notoatmodjo. (2014). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: EGC

51
Choi, H.Y., Park, H.C., & Ha, S.K. 2015. High Water Intake and Progression of
Chronic Kidney Disease. Electrolyte Blood Press,13(1), 46-51.
Indonesia Renal Registry (IRR). (2016). Report Of Indonesian Renal Registry, 9
th Edition, Jakarta: Perkumpulan Nefrologi Indonesia (Pernefri).
Hill, R., Hall, H., & Glew, P. J. (2017). Fundamentals of Nursing and Midwifery:
A Person-Centred Approach to Care (3rd ed.). North Ryde, N.S.W.:
Lippincott Williams and Wilkins.
Tjokroprawiro, A. dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga
Tanujiarso, B.A., Ismonah., & Supriyadi. (2014). Efektifitas Konseling Diet
Cairan Terhadap Pengontrolan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien
Hemodialisis Di RS Telogorejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan (JIKK),1(6), 602-613
Hutajulu, dkk. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dan Motivasi Terhadap
Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di
RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2018. Jurnal Health Reproductive, 3(1):
55-64.
Savitri, Y.A., & Parmitasari, D.L.N 2015. Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronis
dalam Melakukan Diet Ditinjau dari Dukungan Sosial Keluarga.
Psikodimensia: Kajian Ilmiah Psikologi, 14(1), 1-10
Wayunah, Saefulloh & Nuraeni, (2016). Penerapan Edukasi Terstruktur
Meningkatkan Self Efficacy dan Menurunkan Idwg Pasien Hemodialisa
di RSUD Indramayu. Jurnal Pendidikan keperawatan Indonesia, 2(1),
22-28.
Kurniawati, Widyawati & Mariyanti. (2015). Edukasi dalam Meningkatkan
Kepatuhan Intake Cairan Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) on
Hemodialisis. Critical Medical and Surgical Nursing Journal, 3(2), 1-7.
Hidayati, S., Sitorus, R., & Masfuri. (2014). Efektifitas Konseling Analisis
Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah. Prosiding
Seminar Nasional dan Internasional: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Kahraman, C., Onar, S.C., & Oztayzi, B. (2015). Fuzzy Multicriteria Decision-
Making: A Literature Review. International Journal of Computational
Intelligence Systems, 8(4), 637-666.
Lewis, S.L., & Lousie, R. (2014). Clinical Companion to Medical-Surgical
Nursing e-Book. Elsevier Health Sciences.
William. (2017). Fisiologi Keseimbangan Cairan dan Hormon yang Berperan.
Jurnal Kedokteran Meditek, 23(61), 69-73
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen.
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika
Istanti, Y. P. (2011). Faktor-Faktor yang Berkontribusi terhadap Interdialytic
Weight Gains pada Pasien Chronic Kidney Diseases yang Menjalani

52
Hemodialisis. Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
11(2): 118-130.
Riskal, F., Anisa, M., & Dwi, N.P. 2020. Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RSI Siti Rahmah dan
RST Dr. Reksodiwiryo Padang. Heme: Health and Medical Journal,
2(1), 11-18
Shoumah, 2013). Hubungan Depresi dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG)
pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang Menjalani Hemodialisa
di RSUD Kota Semarang. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Saraswati, Ni Luh Gede Intan., Antari, Ni Luh Yoni Sri., & Suwartini, Ni Luh
Gede. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Pembatasan Cairan Pada Pasien Chronic Kidney Disease yang Menjalani
Hemodialisa. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences
Journal, 10(1), 45-53.
Ernawati R., Ismansyah. (2016). Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan Pasien Hemodialisis.
Mahakam Nursing Journal, 1(2),70-79
Hutagaol, Emma Feronika. (2017). Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita
Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui
Psychological Intervention di Unit Hemodialisa RS Royal Prima Medan
Tahun 2016. Jurnal Jumantik, 2(1), 42-59.

53

Anda mungkin juga menyukai