PROPOSAL PENELITIAN
DISUSUN OLEH:
DEDEH ERNAWATI
20200920100041
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
prevalensi tertinggi di Maluku dengan jumlah 4351 orang (0,47%)
mengalami penyakit GGK (Putri et al., 2020). Menurut Data Pusat dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2017, usia
harapan hidup bagi pasien hemodialisis sebagian besar berada pada kisaran
6-12 bulan.
Interdialitic Weight Gain (IDWG) merupakan indikator kepatuhan
pasien terhadap pengaturan cairan, yang diukur berdasarkan berat badan
kering (Maimani et al., 2021). Berat badan melebihi 5% dari berat badan
kering, merupakan peningkatan pada level bahaya yang dapat menyebabkan
berbagai komplikasi seperti hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung
kongestif. Kandungan natrium dan cairan yang berlebih dalam tubuh sebagai
awal dari kontrol IDWG yang buruk. Prevalensinya sebanyak 60-80%
pasien meninggal akibat kelebihan intake cairan dan makanan pada periode
interdialitik (Akhmad et al., 2016).
Penelitian Kurniawati et al., (2015) menjelaskan bahwa salah satu
penyebab kematian pada pasien penyakit ginjal kronis dengan hemodialisis
disebabkan oleh masalah asupan cairan yang tidak terkontrol. Pasien
penyakit ginjal kronis (PGK) dalam mempertahankan kualitas hidupnya
harus patuh terhadap terapi hemodialisis dan dianjurkan pula untuk
melakukan pembatasan asupan cairan, akan tetapi pada terapi hemodialisis
berikutnya sering pasien datang dengan keluhan sesak nafas akibat kenaikan
volume cairan tubuh.
Tingkat kepatuhan tergantung pada proses adopsi dan maintenance
pada rentang terapi tingkah laku baik oleh pemberi pelayanan kesehatan dan
atau pasien termasuk manajemen diri pasien secara biologis, perilaku dan
faktor social yang mempengaruhi sehat dan sakit (Mustika et al., 2018).
Pada penelitian Mustika, dkk menunjukkan bahwa pasien yang tidak patuh
mengatakan sulit untuk menjalani pembatasan cairan yang sudah dianjurkan,
dikarenakan rasa haus dimana untuk minum semakin tinggi. Pasien yang
tidak patuh dalam pembatasan asupan cairan ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pasien diantaranya pengetahuan, efikasi diri, lingkungan dan
3
lama menjalani hemodialisis. Sejalan dengan penelitian Susilawati et al.,
(2018) yang menyatakan bahwa efikasi diri maupun lingkungan
mempengaruhi kepatuhan intake cairan pada pasien gagal ginjal kronik.
Salah satu cara meningkatkan kepatuhan dalam pembatasan asupan
cairan pada pasien hemodialisis yaitu dengan melakukan upaya edukasi
terkait dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG) melalui media sosial.
Penelitian terkait edukasi pada berbagai kasus penyakit telah terbukti dapat
merubah perilaku pasien, seperti sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Oshvandi et al., (2013) di Iran dengan melakukan edukasi small group
education cukup signifikan dapat menurunkan IDWG pasien HD.
Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya
pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan penambahan pengetahuan,
sikap, serta ketrampilan melalui penguatan praktik dan pengalaman tertentu
yang tidak mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat saat ini (Wahyuni
et al., 2021). Salah satu cara yang bisa dilakukan dalam upaya edukasi terkait
Interdialytic Weight Gain (IDWG) yakni melalui media sosial. Media sosial
memungkinkan individu dapat berinteraksi dan berkomunikasi tanpa
terhalang ruang dan waktu. Salah satu media sosial yang bisa dimanfaatkan
dalam upaya edukasi yaitu melalui Group Chat. Fitur Group Chat bisa
digunakan untuk melakukan komunikasi maupun diskusi pembelajaran
melalui media sosial dan penyebaran informasi lain. Hal ini memungkinkan
bagi peneliti menggunakan media alternatif untuk memberikan edukasi
kepada keluarga pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani terapi
hemodialisis.
Edukasi telah biasa dilakukan oleh perawat sebagai salah satu
intervensi yang diberikan kepada klien, akan tetapi edukasi masih dilakukan
secara konvensional dengan menggunakan media sosial online berupa
pendidikan kesehatan dengan menggunakan media sosial masih jarang
digunakan khususnya edukasi tentang pembatasan cairan (Wijaya et al.,
2018). Oleh karena itu, diharapkan agar edukasi melalui media sosial online
dapat mengurangi komplikasi pada pasien yang menjalani hemodialisis dan
4
dapat meningkatkan kepatuhannya dalam pembatasan asupan cairan
sehingga berdampak positif bagi upaya pemulihan kesehatannya.
Hasil penelitian Rosdiana et al., (2018) menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) terhadap pasien yang
menjalani hemodialisis. Begitupun dengan penelitian Septiyanti et al.,
(2018) yang menunjukkan bahwa melalui pemberian edukasi mampu
memberikan pengaruh terhadap kepatuhan pembatasan asupan cairan pada
pasien hemodialisis. Kepatuhan pasien akibat pemberian edukasi terkait
dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG) mampu meningkatkan kualitas
hidupnya yang lebih lama (Sari et al., 2020).
Berdasarkan hasil observasi yang saya dapatkan dalam keseharian
melakukan tindakan hemodialisis di ruang Hemodialisis RS. QADR
banyak pasien yang IDWGnya melebihi dari nilai 5 %, sehingga sering
timbul argument negative antara petugas dan pasien, maka penulis tertarik
untuk melakukan kajian penelitian tentang “Pengaruh Edukasi Interdialytic
Weight Gain (IDWG) Berbasis Media Sosial Online terhadap Kepatuhan
Pembatasan Cairan pada Pasien Hemodialysis di RS. QADR Tangerang.
5
Berdasarkan uraian latar belakang, maka adapun rumusan masalah
penelitian ini yaitu “Bagaimana Pengaruh Edukasi Interdialytic Weight Gain
(IDWG) Berbasis Media Sosial Online terhadap Kepatuhan Pembatasan
Cairan pada Pasien Hemodialysis di RS. QADR Tangerang?
6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan tesis
mengenai pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG)
berbasis media sosial online terhadap kepatuhan pembatasan cairan
pada pasien hemodialisis dan memberikan sumbangan keilmuan
khususnya keperawatan medikal bedah.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model atau acuan
dalam memberikan edukasi pada pasien hemodialisis yang
melakukan rawat jalan dengan tujuan meningkatkan kemampuan
melakukan kepatuhan pembatasan cairan yang akan berdampak
pada peningkatan mutu pelayanan keperawatan.
b. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan yang
bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan medikal bedah
khususnya bidang system perkemihan terutama dalam pelayanan
pasien hemodialisis.
c. Bagi Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal untuk
penelitian selanjutnya sehingga dapat memperkaya riset ilmu
keperawatan terutama yang berkaitan dengan penggunaan
teknologi digital dan telekomunikasi sebagai media inovasi
pemberian intervensi keperawatan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal pasien hemodialisis di Indonesia dari
data tahun 2010 adalah Glumerulopati Primer/GNC (8%), nefropati
diabetika (22%), nefropati lupus/SLE (1%), penyakit ginjal hipertensi
(44%), ginjal polikistik (1%), nefropati asam urat (1%), nefropati
obstruksi (5%), pielonefritis chronico/PNC (7%), lain-lain (8%) dan
tidak diketahui (3%) (Indonesian Renal Registry, 2015).
2.1.3. Patofisiologi
Patogenesis gagal ginjal kronis melibatkan penurunan dan
kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif.
Total laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun dan klirens menurun,
BUN dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa mengalami
hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak.
8
Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine. Tahapan
untuk melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang
menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan. Tubulus secara
bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit. Biasanya, urine
yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri
(Bayhakki, 2013).
9
2) Insufisiensi Ginjal Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam
tubuh penderita, diantaranya:
a. Sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
c. BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
d. Anemia dan azotemia ringan
e. Nokturia dan poliuria.
Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugastugas
seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung.
Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah
gangguan faal ginjal. Apabila langkahlangkah ini dilakukan dengan
cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun
dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang
berfungsi telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum
juga mulai meningkat melampui batas normal.
3) Gagal Ginjal
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, di antaranya:
a. Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
b. BUN dan kreatinin serum meningkat
c. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
d. Poliuria dan nokturia
e. Gejala gagal ginjal
Pada tahap ini, penderita merasakan beberapa gejala, antara
lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak napas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-
kejang, dan mengalami penurunan kesadaran hingga koma.
10
Oleh karena itu, penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-
hari.
4) End-Stage Renal Disease (ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, diantaranya:
a. Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
b. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
c. BUN dan kreatinin tinggi
d. Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
e. Berat jenis urine tetap 1.010
f. Oliguria
g. Gejala gagal ginjal
Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah
hancur. Nilai GFR 10% di bawah batas normal dan kadar kreatinin
hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain
itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat
secara mencolok. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak
sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolik di
dalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguria (pengeluaran
kemih kurang dari 500 ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
11
2) Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah ini meliputi BUN/kreatinin, hitung darah
lengkap, sel darah merah, natrium serum, kalium, magnesium
fosfat, protein, dan osmolaritas serum.
3) Pemeriksaan Pielografi Intravena
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui abnormalitas pelvis
ginjal dan ureter, serta pielografi retrograde. Pemeriksaan
dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible. Selain itu,
pemeriksaan ini juga untuk mengetahui arteriogram ginjal serta
mengkaji sirkulasi ginjal, mengidentifikasi ekstravaskular, dan
adanya masssa.
4) Sistouretrogram Berkemih
Pemeriksaan ini menunjukkan ukuran kandung kemih, refpluks ke
dalam ureter, dan retensi.
5) Ultrasono Ginjal
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan ukuran kandung kemih,
adanya massa, kista, dan obstruksi pada salurah kemih bagian atas.
6) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
7) Endoskopi Ginjal Nefroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, seperti
ada atau tidaknya batu ginjal, hematuria, dan pengangkatan tumor
selektif.
8) EKG
Keadaan abnormal menunjukkan adanya ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa, aritmia, hipertrofi ventrikel, dan tanda-
tanda pericarditis
12
2.1.6. Penatalaksanaan
Terdapat dua tahap dalam pengobatan gagal ginjal kronis yaitu
terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Penanganan konservatif
meliputi menghambat perkembangan gagal ginjal kronis, menstabilkan
keadaan pasien, dan mengobati faktor-faktor reversible (Haryanti &
Nisa, 2015). Terapi pengganti ginjal dilakukan pada pasien gagal
ginjal kronik stadium lima, berupa hemodialisa, Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal.
2.2 Hemodialisis
2.2.1. Pengertian
Hemodialisis merupakan proses terapi sebagai pengganti ginjal
yang menggunakan selaput membran semi permeabel berfungsi
sebagai nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme
dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan maupun elektrolit
pada pasien gagal ginjal (Mailani, 2015). Terapi hemodialisa bisa
didapatkan penderita gagal ginjal sebanyak dua atau sekali dalam
seminggu, tergantu dari keparahan yang terjadi pada rusaknya ginjal
(Kemenkes, 2017).
Terapi hemodialisa merupakan teknologi tinggi sebagai terapi
pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal
buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Brunner
& Suddarth, 2013).
Hemodialisis yang dijalani oleh pasien dapat mempertahankan
kelangsungan hidup sekaligus merubah pola hidup pasien. Perubahan
yang akan terjadi mencakup diet pasien, tidur dan istirahat,
penggunaan obat-obatan, dan aktivitas sehari-hari. Pasien yang
menjalani hemodialisis juga rentan terhadap masalah emosional seperti
13
stress berkaitan dengan pembatasan diet dan cairan, keterbatasan fisik,
penyakit, efek samping obat, serta ketergantungan terhadap dialisis
yang akan berdampak terhadap menurunnya kualitas hidup pasien
(Mailani, 2015).
Pasien akan ketergantungan dalam terapi hemodialisa,
konsumsi obat seumur hidup dan menjalankan diet yang ketat
termasuk juga pembatasan cairan. Pasien akan mengalami mual
muntah, nyeri punggung, sesak nafas, menggigil, sakit kepala dan
susah tidur. Hal ini akan menghambat produktifitas pasien, dan tidak
sedikit pasien yang berhenti bekerja ketika gejala yang muncul dari
gagal ginjal menggangu aktifitas pasien sehari-harinya (Priyanti &
Farhana, 2016).
14
mEq/L, kadar ureum lebih dari 200 mg/dl, anuria berkepanjangan lebih
dari 5 kali dan kelebihan cairan (Miftah, 2016).
15
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada responden hemodialisis yaitu
penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia,
Renal osteodystrophy, Neurophaty, disfungsi reproduksi,
komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis,
dan Acquired cystic kidney disease (Mahmudah, 2013).
Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh responden
hemodialisis, menyebabkan responden harus melakukan penyesuaian
diri secara terus menerus selama sisa hidupnya. Bagi responden
hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam
memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap
perubahan fisik dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan
ekonomi pada orang lain serta ketergantungan pada mesin dialisa
selama sisa hidup.
16
Jika pembuluh darah responden tidak sesuai dengan fistula
maka akan dilakukan pemasangan AV graft yang melibatkan arteri
bergabung dengan vena terdekat dengan tabung lembut kecil yang
terbuat dari bahan sistetis, kemudian diletakkan dibawah kulit. Setelah
fistula atau graft disembuhkan, baru setelah beberapa bulan dapat
digunakan untuk dialisis.
Setelah itu, responden akan ditusuk dengan 2 jarum yang
dihubungkan ke plastik tabung. Satu tabung membawa darah ke
dialyzer untuk dibersihkan dan tabung lainnya mengembalikan darah
yang telah dibersihkan. Setelah itu, ada akses jenis ketiga yaitu hd
kateter. HD kateter adalah tabung lembut yang dimasukkan ke dalam
vena besar di leher atau dada Anda. Jenis akses ini umumnya
digunakan bila dialisis diperlukan hanya untuk periode singkat atau
digunakan sebagai akses permanen ketika fistula atau graft tidak dapat
dipasang. Kateter bisa dihubungkan langsung ke tabung dialisis tanpa
menggunakan jarum. Di dalam dialyzer atau filter, terdapat dua sisi
yaitu untuk darah dan untuk cairan yang disebut dialisat. Dua sisi
tersebut dipisahkan oleh selaput tipis yang juga menyebabkan sel
darah, protein dan hal penting lain tetap ada dalam darah. Hal ini
disebabkan karena sel darah, protein dan hal penting lain tersebut
terlalu besar untuk dilewati melalui membran permeabilitas
(Cahyaningsih, 2014).
Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan
gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan
dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan
negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan
negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada
membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Corwin, 2011).
17
2.3 Edukasi Pasien Hemodialisis
Pendidikan atau edukasi dalam bahasa Yunani berasal dari kata
padegogik yaitu ilmu menuntun anak. Orang Romawi melihat pendidikan
sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan
potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan di dunia. Bangsa Jerman melihat
pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni:
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi
anak. Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan),
mengolah, mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan
watak, mengubah kepribadian sang anak (Nurkholis, 2013).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendidikan berasal dari kata
dasar didik (mendidik), yaitu : memelihara dan memberi latihan (ajaran,
pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan
mempunyai pengertian : proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik (Nurkholis, 2013).
Pasien dengan penyakit ginjal kronik membutuhkan kemampuan
dalam melakukan perawatan pada dirinya sendiri. Kemampuan self care perlu
ditingkatkan dengan membekali pengetahuan pasien sehingga kualitas
hidupnya meningkat. Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan
pasien dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kesehatan dengan
menggunakan media sosial online.
Tambahkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa edukasi
signifikan terhadap IDWG.
18
(Sumah, 2020). Kepatuhan merupakan kata yang berasal dari kata
patuh yang berarti taat atau disiplin.
Kepatuhan pasien merupakan sejauh mana kepatuhan dari diri
pasien sesuai atau tidak dengan ketentuan yang telah diberikan oleh
profesional. Setiap individu pasti ingin mendapatkan badan yang sehat,
disamping itu juga manusia tidak bisa menolak jika harus mengalami
sakit. Manusia secara umum menghadapi kondisinya sakit akan
berusaha mengobati sakit yang diderita dengan berbagai macam cara.
Kepatuhan berpengaruh terhadap kesembuhan individu atau pasien
(Niven, 2012).
19
2) Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu usaha untuk membantu memahami
ciri dari kepribadian pasien dalam mempengaruhi kepatuhan.
3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Kelompok lingkungan dibentuk untuk membantu dan memahami
kepatuhan terhadap program pengobatan.
4) Perubahan model terapi
Program dibuat dengan sederhana mungkin agar pasien aktif dalam
mengikuti program yang dilakukan.
5) Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien
Memberikan interaksi yang baik antara petugas kesehatan dan
pasien untuk memberikan informasi tentang kesehatan pasien
20
dengan menggunakan metode deskriptif korelasi dan pendekatan cross
sectional dari 72 responden didapatkan hasil uji chi-square p = 0,017
(p < 0,05) yang menyatakan ada hubungan antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan menjalani hemodialisa.
Penelitian lain dilakukan oleh Salaswati (2015), dengan
metode cross sectional dengan melakukan penelitian pada 30
responden, dari 19 responden yang berpengetahuan tinggi 13 orang
(68,4%) patuh menjalani terapi, dan 6 orang (31,6%) tidak patuh.
Sebaliknya dari 11 responden yang berpengetahuan rendah 10 orang
(90,9%) tidak patuh tetapi masih ada 1 orang yang patuh. Pada hasil
dukungan keluarga didapatkan sebanyak 12 orang (92,3%) yang patuh
menjalani hemodialisa, dan dari 17 responden yang tidak mendapatkan
dukungan keluarga 15 orang (88,2%) tidak patuh menjalani
hemodialisa. Kesimpulan hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengetahuan dan dukungan keluarga berpengaruh terhadap kepatuhan
pasien yang menjalani hemodialiasa.
Penelitian lain dilakukan oleh Samsyiah (2011) berdasarkan
lamanya hemodialisa, diperoleh sebanyak 88 (77,2 %) penderita yang
menjalani hemodialisa ≤ 4 tahun patuh. Sedangkan yang menjalani
hemodialisa ≥ 4 tahun (55,8 %) saja yang patuh. Kesimpulan
penelitian tersebut menyatakan ada pengaruh antara lamanya sakit
menjalani hemodialisa dengan kepatuhan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien
hemodialisa menurut model Kammerrer berdasarkan teori prilaku
Green (Samsyiah, 2011) adalah:
1) Faktor Pasien
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien atau faktor
prediposisi (predisposing factors) yang terdiri dari pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai dan segalanya
(Notoatmodjo, 2014). Faktor pasien berdasarkan dari : karakteristik
pasien (usia, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pendidikan),
21
lamanya sakit, tingkat pengetahuan, status bekerja, sikap,
keyakinan, nilainilai, persepsi, motivasi, harapan pasien, kebiasaan
merokok.
2) Sistem Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisisk, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas
atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas obat-obatan,
alat-alat kontrasepsi jamban dan sebagainya (Notoatmodjo, 2014).
Faktor pelayanan kesehatan berdasarkan: fasilitas dari unit
hemodialisis, kemudahan dalam mencapai pelayanan kesehatan
(termasuk dalam biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu
pelayanan dan keterampilan petugas).
3) Petugas Hemodialisa.
Faktor petugas hemodialisa atau dalam teori Green (Notoatmodjo,
2014) disebut dengan faktor pendorong (reinforcing factors) yang
terwujud dalam prilaku dan sikap petugas kesehatan atau petugas
lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Faktor dari petugas hemodialisa meliputi: keberadaan tenaga
perawat terlatih, ataupun ahli diet, kualitas komunikasi, dan
dukungan keluarga.
22
output pasien selama 24 jam ditambah Insensible Water Loss (IWL). Perawat
dapat mengingatkan pasien untuk mengatur asupan cairan setiap harinya
dengan mengukur jumlah cairan yang akan dikonsumsi ke dalam gelas ukur
setiap 22 kali minum. Menganjurkan pasien untuk menggunakan cangkir kecil
atau gelas kecil saat minum (Ashley & Morlidge, 2008).
National Kidney and Urologic Disease Information Clearing House
(2012) menjelaskan bahwa dalam mengatur asupan cairan pasien hemodialisa,
perlu dilakukan pengurangan konsumsi makanan ringan dengan kadar natrium
tinggi untuk mencegah rasa haus yang berlebih. Asupan cairan yang berlebih
juga disebabkan kondisi mulut yang kering. Untuk mengatasi hal tersebut,
pasien hemodialisa dapat dianjurkan untuk menghisap potongan lemon atau
mengunyah permen karet sebagai upaya untuk menstimulasi produksi saliva
agar kondisi mulut tetap lembab dan mengurangi rasa haus akibat mulut
kering, hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi mulut kering yaitu
dengan membilas mulut atau berkumur.
Ashley & Morlidge (2008) menjelaskan bahwa ada beberapa makanan
yang mengandung air seperti sup, puding, es krim yang perlu diperhatikan
oleh pasien hemodialisa dalam asupan cairan sehari-harinya. National Kidney
and Urologic Disease Information Clearing House (2012) menyebutkan
bahwa terdapat beberapa jenis buah-buahan dan sayuran yang mengandung air
dengan kadar tinggi seperti jeruk, melon, dan tomat yang perlu dibatasi
konsumsinya agar tidak tejadi peningkatan cairan tubuh. Berat badan di bawah
berat badan ideal akan muncul gejala dehidrasi, hipotensi, kram, dan pusing.
Berat badan di atas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan
cairan misalnya edema dan sesak nafas. Tanda seperti ini akan muncul apabila
kenaikan berat badan pasien lebih dari 2,5 kg di antara dua waktu dialysis
(Cahyaningsih, 2014).
Pembatasan intake cairan pasien penyakit ginjal kronik berbeda di
setiap penyakit ginjal karena pembatasan cairan berhubungan dengan laju
filtrasi glomerulus. Jika LFG semakin rendah maka cairan menjadi sedikit
yang di ekskresikan kelihatan dari sedikit urin yang dikeluarkan, sebabnya
23
cairan yang tertampung dalam tubuh semakin banyak. Apabila tingkatan
penyakit ginjal kronik tinggi dan glomerulus filtration rate jadi rendah
menyebabkan pembatasan masukan cairan semakin ketat (Cahyaningsih,
2014).
Pasien hemodialisis dianjurkan untuk menghindari konsumsi susu dan
hasil olahan lain, pasien rentan mengalami kekurangan kalsium. Karenanya
pasien hemodialisis dianjurkan meminum obat untuk menambah kalsium dan
vitamin D yang dibutuhkan tubuh, pasien hemodialisis juga dianjurkan
mengkonsusmsi susu khusus untuk pasien hemodialisis. Obat antihipertensi
juga diberikan untuk membantu menjaga stabilitas tekanan darah. Tenaga
medis juga menganjurkan obat-obatan lain sebagai suplemen vitamin dan
mineral tertentu yang tidak lagi diproduksi oleh ginjal (Marantika, 2014).
Pasien dianjurkan untuk membatasi makanan yang mengandung
kalium, air dan garam (Marantika, 2014). Buah buahan dan sayur-sayuran
biasanya mengandung kalium sehingga pasien disarankan untuk tidak
mengkonsumsi hampir semua jenis buah serta makanan yang diolah dari buah,
seperti selai. Membatasi konsumsi makanan yang mengandung garam
dilakukan agar pasien tidak merasa haus. Rasa haus mendorong pasien untuk
minum sehingga dapat menimbulkan kenaikan berat badan yang besar selama
periode di antara dialysis.
24
tergantung pada perhitungan berat badan kering klien. IDWG yang
dapat ditoleransi oleh tubuh adalah tidak lebih dari 1,0-1,5 kg atau
tidak lebih dari 3 % dari berat kering (Hill, Hall & Glew, 2017). Faktor
kepatuhan klien dalam mentaati jumlah konsumsi cairan menentukan
tercapainya berat badan kering yang optimal disamping faktor lain
yang kemungkinan dapat meningkatkan IDWG diantaranya adekuasi
pelaksanaan hemodialisis yaitu : lama tindakan hemodialisis,
kecepatan aliran hemodialisis, ultrafiltrasi dan cairan dialisat yang
digunakan.
25
penambahan 5% adalah penambahan sedang dan penambahan 8%
adalah penambahan berat.
26
badan kering klien dapat ditetapkan berdasarkan percobaan trial dan
error bahwa idealnya dievaluasi 2 minggu sekali. IDWG dianggap
sebagai ukuran kepatuhan klien yang menjalani terapi hemodialisis
(Kahraman et al., 2015).
Garam dan intake cairan selama periode interdialisis adalah
penyebab paling utama untuk IDWG. Biasanya natrium asupan
makanan adalah faktor yang merangsang rasa haus paling banyak
(Tanujiarso, 2014). Namun demikian terlibat juga dalam mekanisme
ini, seperti konsentrasi natrium dalam cairan dialisis, infus, larutan
garam selama sesi hemodialisis, terutama pada menit akhir, fungsi
ginjal yang tersisa, atau hiperglikemia pada klien diabetes (Hutajulu,
dkk, 2018). IDWG biasanya cukup konstan untuk setiap klien dan
dipengaruhi oleh faktor gizi, faktor lingkungan, dan tingkat perawatan
diri. Namun demikian, peningkatan pada periode akhir interdialysis
dan mengalami beberapa variasi antara periode yang berbeda terdapat
data yang menunjukkan peningkatan IWDG (Savitri & Parmitasari,
2014). Karakteristik antropometri klien dapat memodifikasi
variabilitas IDWG. Hasil penelitian dengan jelas menunjukkan usia
merupakan variabel yang berbanding terbalik dengan IDWG. klien
yang lebih muda biasanya memiliki nafsu makan yang lebih besar
yang disertai dengan natrium lebih besar dan asupan air (Wayunah,
Saefulloh & Nuraeni, 2016).
IDWG lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita, hal ini
disebabkan konsumsi cairan pada pria lebih besar akibat haus setelah
melakukan banyak aktifitas dibandingkan wanita (Kurniawati,
Widyawati & Mariyanti, 2015). Tekanan darah tinggi merupakan
komplikasi yang umum pada klien hemodialisis dan manajemen adalah
rumit (Hidayati & Sitorus, 2014). Ekspansi volume cairan ekstraselular
adalah penyebabnya, dan ini tergantung banyaknya peningkatan
IDWG. Penelitian Kahraman et al., (2015) menunjukan dari 5.369
klien, IDWG lebih besar terjadi pada klien yang tidak mentaati
27
penatalaksanaan dialisis. Data lain juga menunjukkan bahwa tekanan
darah tinggi dikaitkan dengan hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan
faktor risiko lain terkait tekanan darah tinggi. Di sisi lain, IDWG
memiliki hubungan yang signifikan dengan parameter gizi seperti
albumin serum, prealbumin, urea, dan kreatinin, seperti juga dengan
PCR dan indeks massa tubuh. Serum albumin merupakan penanda
untuk peradangan dan gizi yang memainkan peran penting sebagai
faktor risiko independen untuk kematian. Ada perbedaan yang
signifikan antara 3 kelompok % (persen) IDWG yang telah ditetapkan,
sehingga mereka yang %% (persen) IDWG lebih besar
mempertahankan tingkat albumin yang lebih baik (Lewis & Lousie,
2014).
28
regulasi hormonal. Rata-rata asupan cairan orang dewasa adalah
kira-kira 2200 hingga 2700 ml perhari, yang terdiri dari asupan
oral kira-kira 1100 hingga 1400 ml, makanan pada kira-kira 800
hingga 1000 ml, dan metabolisme oksidatif 300 ml perhari. Intake
cairan dikatakan berlebih pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani Hemodialisis jika intake cairan lebih besar dari pada
total output cairan. Intake cairan yang tidak dibatasi akan
mempersulit keseimbangan volume cairan tubuh pasien berlebih.
Pasien dengan intake cairan yang seimbang dengan output cairan
dapat dikatakan memiliki kecukupan cairan, pasien idealnya
mampu mempertahankan kondisi intake cairan yang cukup.
2) Rasa Haus
Klien PGK meskipun dengan kondisi hipervolemia, sering
mengalami rasa haus yang kuat, rasa haus tersebut menstimulasi
klien untuk meningkatkan intake cairan (Black & Hawks, 2014).
Cara merespon rasa haus normalnya adalah dengan minum, tetapi
klien-klien PGK tidak diijinkan untuk berespon dengan cara yang
normal terhadap rasa haus yang mereka rasakan. Rasa haus atau
keinginan untuk minum disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya masukan sodium, kadar sodium yang tinggi,
penurunan kadar posatium, angiotensin II, peningkatan ureaplasma,
hipovolemia post dialisis serta faktor psikologis (Istanti, 2011).
Hipernatremia pada pasien PGK dikarenakan defisit cairan tubuh
akibat ekskresi air yang melebihi ekskresi natrium. Keadaan
hipernatremia akan membuat cairan intraseluler keluar ke
ekstraseluler untuk menyeimbangkan osmolalitas cairan ekstrasel
(Hidayati & Sitorus, 2014).
Pengukuran intensitas haus dapat dilakukan dengan
menggunakan Visual Analogue Scale dengan rentang skala 0 – 100
secara kontinum dalam garis vertical. Ujung paling bawah dengan
nilai 0 diberi kategori “tidak haus sama sekali” dan ujung paling
29
atas dengan nilai 100 diberi kategori “sangat haus sekali”.
Intepretasi hasil pengukuran intensitas visual analogue scale
tersebut adalah sebagai berikut (Kurniawati, Widyawati &
Mariyanti, 2015):
a) Nilai 0 – 20 : Tidak haus
b) Nilai >20 – 50 : Haus ringan
c) Nilai >50 – 80 : Haus sedang
d) Nilai >80 –100 : Haus berat
3) Self Efficacy
Self efficacy yaitu kekuatan yang berasal dari seseorang yang
bisa mengeluarkan energi positif melalui kognitif, motivasional,
afektif dan proses seleksi. Self efficacy dapat mempengaruhi rasa
percaya diri klien dalam menjalani terapinya (hemodialisis). Self
efficacy yang tinggi dibutuhkan untuk memunculkan motivasi dari
dalam diri agar dapat mematuhi terapi dan pengendalian cairan
dengan baik sehingga dapat mencegah peningkatan IDWG.
4) Stress
Stress dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit di dalam tubuh (Riskal, dkk., 2014). Stress meningkatkan
kadar aldosteron dan glukokortikoid, menyebabkan retensi natrium
dan garam. Respon stress dapat meningkatkan volume cairan
akibatnya curah jantung, tekanan darah dan perfusi jaringan
menurun (Shoumah, 2013). Cairan merupakan salah satu stressor
utama yang dialami oleh klien yang menjalani hemodialisis
(Saraswati, dkk., 2019). Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit
juga menimbulkan stress pada klien,sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan dalam kehidupan klien (Ernawati &
Ismansyah, 2016).
Dampak psikologis klien PGK yang menjalani HD dapat
dimanifestasikan dalam serangkaian perubahan perilaku antara lain
menjadi pasif, ketergantungan, merasa tidak aman, bingung dan
30
menderita (Hutagaol, 2017). Klien merasa mengalami kehilangan
kebebasan, harapan umur panjang dan fungsi seksual sehingga
dapat menimbulkan kemarahan yang akhirnya timbul suatu
keadaan depresi. Hasil penelitian Angraini & Putri (2016)
menunjukan bahwa stress pada klien HD dapat menyebabkan klien
berhenti memonitoring asupan cairan, bahkan ada juga yang
berhenti melakukan terapi hemodialisis, kejadian ini secara
langsung dapat berakibat pada IDWG.
31
Menurut Kaplan & Haenlein (2010) dalam Sanggabuwana &
Andrini (2018), media sosial adalah sekumpulan aplikasi berbasis
internet, beralaskan pada ideologi dan teknologi Web 2.0 sehingga
memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten oleh penggunanya.
Keberadaan internet sedikit banyak telah mengubah pola
interaksi masyarakat. Pola interaksi dilakukan tanpa harus dalam satu
ruang dan waktu bersamaan. Internet meleburkan batas-batas yang
menghambat seseorang untuk berinteraksi. Menurut Anthony Giddens
dengan adanya modernitas, hubungan ruang dan waktu terputus dan
kemudian ruang perlahan-lahan terpisah dari tempat. Manusia
menciptakan interaksi baru tanpa harus bertemu fisik yang salah
satunya melalui internet (social networking). Semakin berkembangnya
penggunaan internet dan tingginya kebutuhan untuk berinteraksi
menjadikan social networking atau media sosial menjadi sesuatu yang
tidak tertolak (Wahyuni, 2017).
32
3) Media sosial mendukung demokratisasi pengetahuan dan juga
informasi. Mentranformasi manusia dari pengguna isi pesan
menjadi pembuat pesan itu sendiri
33
1) Bookmarking. Berbagai alamat website yang menurut pengguna
bookmark sharing menarik minat mereka. Bookmarking
memberikan sebuah kesempatan untuk menshare link dan tag yang
diminati. Hal demikian bertujuan agar setiap orang dapat
menikmati yang kita sukai.
2) Content Sharing. Melalui situs-situs content sharing tersebut
orang-orang menciptakan berbagai media dan juga publikasi untuk
berbagi kepada orang lain. YouTube dan Flikr merupakan situs
content sharing yang biasa dikunjungi oleh khalayak.
3) Wiki. Sebagai situs yang memiliki macam-macam karakteristik
yang berbeda misalnya situs knowledge sharing, wikitravel yang
memfokuskan sebuah diri informasi tempat, dan konsep komunitas
lebih eksklusif.
4) Flickr. Situs yang dimiliki yahoo mengkhususkan sebuah image
sharing dengan kontributor yang ahli di setiap bidang fotografi di
seluruh dunia. Flickr menjadikan "photo catalog" yang setiap
produk dapat dipasarkan.
5) Social Network. Aktivitas yang menggunakan fitur yang disediakan
oleh situs tertentu menjalin sebuah hubungan, interaksi dengan
sesama. Situs sosial networking tersebut adalah linkedin,
Instagram, facebook, dan MySpace.
6) Creating Opinion. Media sosial tersebut memberikan sarana yang
dapat berbagi opini dengan orang lain di seluruh dunia. Melalui hal
tersebut, creating opinion, semua orang dapat menulis, jurnalis dan
sekaligus komentator.
34
diarahkan untuk mencapai hasil kesehatan yang positif seperti kesejahteraan
optimal, pemenuhan pribadi, dan kehidupan produktif.
Manfaat yang
dipersepsikan terhadap
suatu tindakan
Hambatan yang
dipersepsikan terhadap
suatu tindakan
Pengaruh yang
ditimbulkan oleh suatu
aktivitas Komitmen untuk
merencanakan Perilaku promosi
suatu tindakan kesehatan
Faktor personal :
biologi, psikologi, Pengaruh interpersonal
dan sosio-budaya (keluarga, kelompok,
penyedia layanan
Kesehatan), norma,
dukungan, model
Pengaruh situasional:
pilihan yang tersedia,
kebutuhan, karakteristik,
dan estetika
35
Sumber: Modifikasi Pender, N,J., Murdaugh, C.L., & Parsons, M.A. (2002).
Health Promotion in Nursing Practice dalam (Alligood, 2017)
36
Gagal Ginjal Kronik Faktor yang
mempengaruhi IDWG
37
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Pada bab ini membahas tentang kerangka konsep dan hipotesis penelitian serta
definisi operasional. Kerangka konsep merupakan skema yang menggambarkan
hubungan antara variabel yang akan diteliti dan memberikan arah dalam
menentukan hipotesis penelitian. Hipotesis menjadi pedoman untuk mencari
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Selanjutnya
kedua variabel tersebut diuraikan dalam definisi operasional agar dapat diukur dan
dipahami
Kepatuhan
Edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) Berbasis Media Pembatasan Cairan pada Pasien Hemodialisis
Sosial Online
Variabel Confouding
Usia
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pengetahuan
38
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Hubungan Variabel
: Variabel yang tidak diteliti
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uarian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1) Terdapat pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG) berbasis
media sosial online terhadap kepatuhan pembatasan cairan pada pasien
hemodialisis setelah dikontrol variable usia, jenis kelamin, tingkat
Pendidikan, dan tingkat pengetahuan (H1).
2) Tidak terdapat pengaruh edukasi Interdialytic Weight Gain (IDWG)
berbasis media sosial online terhadap kepatuhan pembatasan cairan pada
pasien hemodialisis (H0)
39
Hemodialisis pembatasan
asupan cairan
pada pasien
hemodialisis
sesuai dengan
dianjurkan oleh
tenaga
kesehatan
BAB IV
METODE PENELITIAN
40
kelompok yang diuji. Berikut merupakan skema desain penelitian pretest-
posttest control group design seperti pada Gambar 4.1.
41
450
n=
1+450 (0,1)²
450
n=
1+4,5
450
n=
5,5
n=82
Maka, jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak
82 orang dan dilakukan pembagian menjadi 41 pasien untuk kelompok
intervensi dan 41 pasien untuk kelompok kontrol.
b. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling
karena pengambilan sampel berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh
peneliti.
Kriteria Inklusi sampel adalah
Pasien melakukan pemeriksaan secara rutin di RS Qadr
…..
Kriteria Eksklusi
Pasien mengalami prognosis memburuk
Pasien meninggal dalam periode penelitian
42
Setiap responden yang ikut dalam penelitian ini diberi penjelasan secara
terperinci dan lembar persetujuan agar responden dapat mengetahui
maksud dan tujuan peneliti serta dampak yang diteliti selama proses
penelitian ini berlangsung. Apabila responden bersedia, peneliti harus
mendapatkan tanda tangan dari responden pada lembar persetujuan sebagai
bukti persetujuan tertulis. Jika responden menolak untuk menjadi
responden, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya.
2) Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh
peneliti. Pengkodean dalam kuesioner
3) Manfaat (Benefit)
Dalam penelitian ini, peneliti berusaha memaksimalkan manfaat penelitian
dan meminimalkan kerugian yang timbul akibat penelitian ini.
4) Keadilan (Justice)
Semua responden yang ikut dalam penelitian ini diperlakukan secara adil
dan diberikan haknya yang sama. Seluruh biaya yang berkaitan dengan
penelitian akan menjadi tanggung jawab peneliti.
43
B. Media leaflet: memuat materi tentang informasi pengendalian
IDWG dan pembatasan cairan.
4.5.2 Instrumen Kepatuhan Pembatasan Cairan
Peneliti menggunakan kuesioner kepatuhan pembatasan cairan dengan
metode pertanyaan tertutup. Kuesioner tertutup ialah kuesioner yang
dipersiapkan dengan memberikan alternatif jawaban dan responden
dapat memberikan centang pada salah satu jawaban (Rizal, 2011).
Kuesioner kepatuhan pembatasan cairan ini terdiri dari sejumlah
pertanyaan untuk mendapatkan informasi dari responden. Pertanyaan
dinilai responden dengan memberikan tanda centang (√) pada pilihan
jawaban yang paling sesuai dengan kondisinya.
Kuesioner kepatuhan pembatasan cairan menggunakan skala Likert
dengan penilaian terdiri dari 5 tingkatan yaitu:
Selalu (S) dengan skor 5,
Sering (SR) dengan skor 4,
Kadang-kadang (K) dengan skor 3,
Jarang (J) dengan skor 2 dan
Tidak Pernah (TP) dengan skor 1.
Adapun kategori kepatuhan pembatasan cairan pada pasien yang
menjalani hemodialisa, yaitu:
1. Patuh (jika pasien mampu membatasi asupan cairan), jika….
2. Tidak Patuh (jika pasien tidak mampu membatasi asupan cairan),
jika…..
4.5.3 Instrumen Pengukuran IDWG
Instrumen yang digunakan dalam pengukuran IDWG yakni timbangan
berat badan, lembar observasi IDWG.
Cara menghitung IDWG dilakukan melalui tahapan berikut:
44
b. Hitunglah selisih penambahan berat badan antara post hemodialisis
pada periode sebelumnya dengan berat badan sebelum hemodialisis
saat sekarang.
Bahaya =>6%
45
menjelaskan maksud dan tujuan peneliti, prosedur, hak untuk menolak,
dan jaminan kerahasiaan sebagai responden.
5) Peneliti meminta ijin kepada responden beserta informed consent untuk
mengikuti kegiatan penelitian.
6) Setelah informed consent ditandatangani oleh responden, kemudian
peneliti melakukan pengukuran IDWG pasien sebelum diberikan
intervensi atau edukasi melalui media sosial berbasis online.
7) Selanjutnya peneliti memberikan kuesioner kepatuhan pembatasan cairan
kepada pasien/responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada
di kuesioner selama 15-25 menit. Peneliti juga memberikan kesempatan
kepada responden untuk bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti
selama pengisian kuesioner.
8) Setelah pengukuran IDWG dan kepatuhan pembatasan cairan pada
responden, selanjutnya peneliti memberikan intervensi berupa edukasi
tentang Interdialytic Weight Gain (IDWG) melalui media sosial online
(whatsapp) kepada kelompok eksperimen.
9) Selanjutnya peneliti kembali melakukan pengukuran IDWG dan kepatuhan
pembatasan cairan setelah diberikan intervensi/perlakuan berupa edukasi
IDWG melalui media sosial online (whatsapp) pada pasien hemodialisa.
10) Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengujian secara statistik untuk
memperoleh hasil pengukuran.
46
1) Editing
Editing atau pemeriksaan adalah pengecekan atau penelitian kembali data
yang telah dikumpulkan untuk mengetahui dan menilai kesesuaian dan
relevansi data yang dikumpulkan untuk bisa diproses lebih lanjut. Hal
yang perlu diperhatikan dalam editing ini adalah kelengkapan pengisisan
kuesioner, keterbacaan tulisan, kesesuaian jawaban, dan relevansi
jawaban.
2) Coding
Coding atau pemberina kode adalah pengklasifikasian jawaban yang
diberikan responden sesuai dengan macamnya. Dalam tahap koding
biasanya dilakukan pemberian skor dan simbol pada jawaban responden
agar nantinya bisa lebih mempermudah dalam pengolahan data.
3) Tabulasi
Tabulasi merupakan langkash lanjut setelah pemeriksaan dan pemberian
kode. Dalam tahap ini data disusun dalam bentuk tabel agar lebih
mempermudah dalam menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
Tabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel frekuensi yang
dinyatakan dalam persen.
47
Analisis uji bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh edukasi IDWG
sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pada kelompok eksperimen
dengan menggunakan uji parametrik:
a. Uji t dependent, yaitu untuk melihat perubahan kepatuhan pasien
pada kelompok intervensi antara sebelum (pretest) dan setelah
(posttest) diberikan perlakuan
b. uji independent sample t-test, yaitu untuk melihat perbedaan antara
kepatuhan pasien pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Dasar pengambilan keputusannya yaitu jika nilai signifikansi > 0,05
(p>0,05) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Sebaliknya, jika
signifikansi < 0,05 (p<0,05) maka H0 ditolak dan Ha diterima
(Nursalam, 2013).
48
DAFTAR PUSTAKA
49
Quality of Life in Hemodialysis Patients in Palembang City. International
Journal of Nursing and Midwifery Science (IJNMS), 4(2), 112–121.
Sanggabuwana, D., & Andrini, S. (2018). Dampak Media Sosial terhadap Usaha
Kecil dan Menengah (UKM) Sentra Industri Keramik Plered, Kabupaten
Purwakarta. InterKomunika, 2(2), 172. https://doi.org/10.33376/ik.v2i2.37
Septiyanti, Martikasari, M., & Gusnilawati. (2018). Effect Of Fluid Restriction
Education To Interdialytic Weight Gain In Hemodialysis Patients In Rsud
Dr. M. Yunus Bengkulu. Advances in Health Sciences Research (AHSR),
14, 321–327.
Susilawati, E., Latief, K., & Khomarudin. (2018). Efikasi Diri dan Dukungan
Sosial Pasien Hemodialisa dalam Meningkatkan Kepatuhan Pembatasan
Cairan. Faletehan Health Journal, 5(1), 39–48.
Wahyuni, A. P. (2017). Efektivitas Media Sosial Sebagai Media Promosi.
Ekonomika, 12(2), 212–231.
Wahyuni, I. T., Yusuf, A., & Khamida. (2021). Health Education Berbasis Sosial
Media Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Pembatasan Cairan pada Pasien
Penyakit Ginjal Tahap Akhir yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan
Teori Health Promotion Model. Jurnal Keperawatan, 13(3), 693–700.
Wijaya, A. K., Busjra, & Azzam, R. (2018). Pengaruh Edukasi Pendekatan
Spiritual Berbasis Video Terhadap Kepatuhan Pembatasan Cairan Klien
ESRD yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2),
17–31.
Marantika, Devi, P. N. (2014). Gambaran Kepatuuhan Terhadap Anjuran Medis
Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal Yang Menjalani Terapi Hemodialisa
di Kota Medan. Laporan Penelitian. Universitas Sumatera Utara
Corwin, Elizabeth J. (2011). Handbook of Pathophysiology, 3rd Ed. USA:
Lippincott Williams & Wilkins
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Asuhan. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Indonesia Renal Registry (IRR). 2015. Report Of Indonesian Renal Registry, 8th
Edition. Jakarta: Perkumpulan Nefrologi Indonesia. (Pernefri).
Bayhakki. (2013). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta:
EGC
As'adi, Muhammad. (2012). Serba-Serbi Gagal Ginjal. Diva Press Cetakan
Pertama,. Yogyakarta
Haryanti, I. A., Nisa, K. (2015). Terapi Konservatif dan Terapi Pengganti Ginjal
Sebagai Penatalaksanaan Pada Gagal Ginjal Kronik. Majority, 4(7), 49-
54
Mailani, Fitri. (2015). Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisa: Systematic Review. Ners Jurnal Keperawatan,
11(1), 1-8
Kemenkes RI. (2017). InfoDATIN : Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta:
Kemenkes RI
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta: EGC.
50
Priyanti D., Farhana N. (2016). Perbedaan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja Yang Menjalani Hemodisalisis di
Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia. INQUIRY Jurnal Ilmiah Psikologi,
7(1), 41-47
Sylvia, A & Wilson, L.M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6th ed. Jakarta: EGC; 2015.
Miftah A. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien
Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang. Laporan Penelitian. Semarang:
UIN Walisongo Semarang.
Nurkholis. (2013). PENDIDIKAN DALAM UPAYA MEMAJUKAN TEKNOLOGI
Oleh: Nurkholis Doktor Ilmu Pendidikan, Alumnus Universitas Negeri
Jakarta Dosen Luar Biasa Jurusan Tarbiyah STAIN Purwokerto. 1(1),
24–44.
PERNEFRI. (2013). Konsesnus Nutrisi Pada Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta:
PERNEFRI Indonesia.
Putri, E., Alini, & Indrawati. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga dan
Kebutuhan Spiritual Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal
Kronik Dalam Menjalani Terapi Hemodialisis Di RSUD Bangkinang.
JURNAL NERS Research & Learning in Nursing Science, 4(23), 47–55.
Cahyaningsih, N. D. (2014). Hemodialisis (Cuci Darah): Panduan Praktis
Perawatan Gagal Ginjal. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.
Sumah, D.F. (2020). Dukungan Keluarga Berhubungan dengan Kepatuhan
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di
RSUD dr. M. HAULUSSY Ambon. Jurnal Biosainstek, 2(1), 81-86
Windarti (2017). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kepatuhan Pasien Gagal
Ginjal Kronik dalam Menjalani Terapi Hemodialisa. Laporan Penelitian.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika.
Syamsiah N. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pasien
CKD yang Menjalani Hemodialisa di RSPAU Dr Esnawan Antariksa
Halim Perdana Kusuma Jakarta. Tesis. Jakarta: Fakultas Ilmu
Keperawatan Program Studi Magister Keperawatan Kekhususan
Keperawatan Medikal Bedah Universitas Indonesia.
Izzati, W., & Annisha, F. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Pasien yang Menjalani Hemodialisis di Ruang Hemodialisa di
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2015. AFIYAH, 3(1), 11-
40.
Salawati. (2015). Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. JKS: Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 15(2), 91-95.
Ashley, C & C. Morlidge (ed). (2008). Intruduction to Renal Therapeutics. USA:
Pharmaceutical Press.
Sitepu, R. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga dan Self Efficacy dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB. Paru di Puskesmas Sambirejo
Kabupaten Langkat. Tesis. Universitas Medan Area.
Niven, Neil. (2012). Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat &
Profesional Kesehatan Lain. Jakarta: EGC
Notoatmodjo. (2014). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: EGC
51
Choi, H.Y., Park, H.C., & Ha, S.K. 2015. High Water Intake and Progression of
Chronic Kidney Disease. Electrolyte Blood Press,13(1), 46-51.
Indonesia Renal Registry (IRR). (2016). Report Of Indonesian Renal Registry, 9
th Edition, Jakarta: Perkumpulan Nefrologi Indonesia (Pernefri).
Hill, R., Hall, H., & Glew, P. J. (2017). Fundamentals of Nursing and Midwifery:
A Person-Centred Approach to Care (3rd ed.). North Ryde, N.S.W.:
Lippincott Williams and Wilkins.
Tjokroprawiro, A. dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga
Tanujiarso, B.A., Ismonah., & Supriyadi. (2014). Efektifitas Konseling Diet
Cairan Terhadap Pengontrolan Interdialytic Weight Gain (IDWG) Pasien
Hemodialisis Di RS Telogorejo Semarang. Jurnal Ilmu Keperawatan
dan Kebidanan (JIKK),1(6), 602-613
Hutajulu, dkk. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga dan Motivasi Terhadap
Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis di
RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2018. Jurnal Health Reproductive, 3(1):
55-64.
Savitri, Y.A., & Parmitasari, D.L.N 2015. Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronis
dalam Melakukan Diet Ditinjau dari Dukungan Sosial Keluarga.
Psikodimensia: Kajian Ilmiah Psikologi, 14(1), 1-10
Wayunah, Saefulloh & Nuraeni, (2016). Penerapan Edukasi Terstruktur
Meningkatkan Self Efficacy dan Menurunkan Idwg Pasien Hemodialisa
di RSUD Indramayu. Jurnal Pendidikan keperawatan Indonesia, 2(1),
22-28.
Kurniawati, Widyawati & Mariyanti. (2015). Edukasi dalam Meningkatkan
Kepatuhan Intake Cairan Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) on
Hemodialisis. Critical Medical and Surgical Nursing Journal, 3(2), 1-7.
Hidayati, S., Sitorus, R., & Masfuri. (2014). Efektifitas Konseling Analisis
Transaksional Tentang Diet Cairan Terhadap Penurunan Interdialytic
Weight Gain (IDWG) Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah. Prosiding
Seminar Nasional dan Internasional: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Kahraman, C., Onar, S.C., & Oztayzi, B. (2015). Fuzzy Multicriteria Decision-
Making: A Literature Review. International Journal of Computational
Intelligence Systems, 8(4), 637-666.
Lewis, S.L., & Lousie, R. (2014). Clinical Companion to Medical-Surgical
Nursing e-Book. Elsevier Health Sciences.
William. (2017). Fisiologi Keseimbangan Cairan dan Hormon yang Berperan.
Jurnal Kedokteran Meditek, 23(61), 69-73
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen.
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika
Istanti, Y. P. (2011). Faktor-Faktor yang Berkontribusi terhadap Interdialytic
Weight Gains pada Pasien Chronic Kidney Diseases yang Menjalani
52
Hemodialisis. Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
11(2): 118-130.
Riskal, F., Anisa, M., & Dwi, N.P. 2020. Gambaran Tingkat Depresi Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RSI Siti Rahmah dan
RST Dr. Reksodiwiryo Padang. Heme: Health and Medical Journal,
2(1), 11-18
Shoumah, 2013). Hubungan Depresi dengan Interdialytic Weight Gain (IDWG)
pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang Menjalani Hemodialisa
di RSUD Kota Semarang. Laporan Penelitian. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang
Saraswati, Ni Luh Gede Intan., Antari, Ni Luh Yoni Sri., & Suwartini, Ni Luh
Gede. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan
Pembatasan Cairan Pada Pasien Chronic Kidney Disease yang Menjalani
Hemodialisa. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences
Journal, 10(1), 45-53.
Ernawati R., Ismansyah. (2016). Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga
dengan Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan Pasien Hemodialisis.
Mahakam Nursing Journal, 1(2),70-79
Hutagaol, Emma Feronika. (2017). Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita
Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui
Psychological Intervention di Unit Hemodialisa RS Royal Prima Medan
Tahun 2016. Jurnal Jumantik, 2(1), 42-59.
53