SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Bimbingan Penyuluhan Islam
Fakultas Dakwah
Oleh
HUDRIA
NIM : UB160215
vi
ABSTRAK
Pada umumnya keluarga yang lengkap itu terdiri dari ibu, ayah, anak,
saudara, tetapi kenyataannya tidak semua keluarga lengkap. Kehilangan orang tua
tentunya sangat memberikan dampak bagi keluarga, baik dampak ekonomi
maupun pada perkembangan. Kehilangan seseorang yang dekat dan dicintai
karena kematian terutama orang tua merupakan peristiwa yang sangat tidak
diinginkan oleh setiap orang. Kematian orang tua merupakan peristiwa yang
paling menyedihkan sepanjang kehidupan seseorang dibandingkan dengan
peristiwa-peristiwa lain. Apalagi jika kehilangan tersebut dialami pada masa
remaja. Maka dari itu tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak psikologis
kehilangan orang tua pada remaja di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskripstif. Penelitian ini dilakukan di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi Jalan Berdikari RT.23 Kelurahan
Payo Selincah Kecamatan Paalmerah Kota Jambi dengan subjek penelitian adalah
siswa kelas VIII dan IX serta Guru Bimbingan Konseling sebagai informan.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dampak psikologis kehilangan
orang tua pada remaja seperti kurangnya kasih sayang yang seharusnya dipenuhi
remaja, mengalami kesedihan yang mendalam, hilangnya seorang figur orang tua,
tiada tempat untuk berbagi dan kehilangan keutuhan keluarga. Dampak psikologis
anak tanpa ayah seperti sulit menyesuaikan diri, gangguan kemampuan akademis,
kemungkinan gangguan kesehatan fisik dan mental, bermasalah dengan tanggung
jawab serta dampak psikologis bagi anak yang tumbuh tanpa ibu seperti kurang
percaya diri, sulit percaya dengan orang lain, sulit menetapkan batasan, sulit
mengembangkan potensi, sering menghindari suatu hal, terlalu sensitif dan meniru
apa yang ibu lakukan. Hasil belajar siswa juga mengalami perubahan akibat
dampak kehilangan orang tua terutama pada tingkat penurunan prestasi belajar
siswa seperti siswa tidak pernah mengumpulkan tugas, jarang masuk sekolah dan
sering masuk ruang BK untuk pembinaan. Selain itu perubahan sikap siswa
setelah kehilangan orang tua tidak mengalami perubahan sikap hanya sebatas
shock/penolakan, kekacauan, rasa bersalah, kehilangan dan kesepian pada saat
kejadian. Untuk itu tetap perlu ada pendampingan terhadap kehilangan orang tua
pada siswa. Lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sangat dibutuhkan agar
dampak psikologis terhadap kehilangan orang tua pada remaja dapat berbentuk
positif mengarah kepada tingkat hasil belajar yang tinggi.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdullillah puji syukur tiada hentinya-hentinya kehadirat Allah SWT,
yang telah menganugrahkan penulis dengan memberikan kesehatan, kemudahan
dan sedikit bekal pengetahuan, serta rezeki sehingga penulis menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
Sholawat beriring salam selalu tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita
Nabi Muhammad SAW, beliau seorang Nabi yang telah membawa kita umatnya
dari zaman kebodohan menuju zaman yang telah diterangi oleh ilmu pengetahuan
seperti yang kita rasakan saat sekarang ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam upaya penyelesaian karya tulis
ini banyak mengalami hambatan dan rintangan yang ditemui, baik disebabkan
keterbatasan maupun kekurangan penulis. Namun berkat bantuan, motivasi dan
dukungan dari berbagai pihaklah penulis dapat menyelesaikan dalam bentuk
skripsi yang berjudul “Dampak Psikologis Kehilangan Orang Tua Pada
Remaja (Studi di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi” guna
melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Srata Satu (S-1) dalam
Ilmu Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) pada fakultas Dakwah Universitas Islam
Negeri Sultah Thaha Saifuddin Jambi. Tak lupa pula rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. Sururuddin, M.Pd selaku dosen pembimbing I yang telah
membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ibu Dani Sartika, S.Ag, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Drs. Abdullah Yunus, M.Pd selaku Ketua Jurusan Bimbingan
Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
4. Bapak Dr. Zulqarnain, M.Ag selaku Dekan Fakultas Dakwah Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. D.I. Ansusa Putra, Lc, M.A.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas
Dakwah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Bapak Arfan Aziz, S.TH.I, M.Sos, Ph.D selaku Wakil Dekan II Fakultas
Dakwah Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Bapak Dr. Samin Batubara, M. HI selaku Wakil Dekan III Fakultas Dakwah
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
8. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari, MA, Ph.D selaku Rektor Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE.,M. EI selaku Wakil Rektor I Universitas Islam
Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
10. Bapak Dr. As’ad Isma, M.Pd selaku Wakil Rektor II Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
viii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B. Permasalahan.......................................................................................... 7
C. Batasan Masalah .................................................................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 7
E. Kerangka Teori ....................................................................................... 8
F. Metode Penelitian ................................................................................... 19
G. Pemeriksaan Pengabsahan Data ............................................................. 23
H. Studi Relevan ........................................................................................ 26
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 61
B. Implikasi Penelitian ................................................................................ 62
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
TRANSLITERASI1
A. Alfabet
1
Tim Penyusun, Panduan Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN
STS Jambi (Jambi : Fak.Ushuluddin IAIN STS JAMBI, 2016),149-150.
xiv
C. Tᾱ’ Marbūtah
Transliterasi untuk Tᾱ’ Marbūtah ada tiga macam:
1. Tᾱ’ Marbūtah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya
adalah /h/.
Arab Indonesia
ﺻﻼﺓ Salᾱh
ﻣﺭﺍﺓ Mir’ᾱh
2. Tᾱ’ Marbūtah yang hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan
dommah, maka transliterasinya adalah /t/.
Arab Indonesia
ﻓﺠﺌﺔ
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu tidak selalu siap menerima kematian orang tua dengan cepat
apalagi seorang pelajar yang masih sangat memerlukan peran orang tuanya dalam
meraih hasil belajar yang baik. Dalam observasi awal penelitian di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, peneliti mewawancarai salah satu guru di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, beliau mengatakan bahwa di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi siswa yang orang tuanya meninggal
berjumlah 48 orang diantaranya yang yatim berjumlah 37 orang, piatu berjumlah
10 orang dan yatim piatu 1 orang.1 Seperti yang dialami oleh Bima salah satu
siswa yang sekolah di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, bima ditinggal
meninggal ibunya, dia hanya bersama bapaknya, tapi bapaknya sudah sakit-
sakitan yaitu sakit struk. Beliau anak bungsu yang harus merawat bapaknya itu
dan menjadi tulang punggung keluarga. Bima memiliki kakak yang sudah
berkeluarga yang mempunyai perekonomian yang pas-pasan. Jadi bima berjualan
bakso bakar sampai malam untuk dapat uang agar bisa makan dan bertahan hidup.
Bima kelas VIII akan naik ke kelas IX, banyak perdebatan guru ketika rapat
kenaikan kelas karna anak ini sangat malas sekolah dan dalam pembelajaran.
Pada remaja berduka kurang lebih sama dengan orang dewasa, namun
karena pada tingkat pertumbuhan ini para remaja sering merasakan emosi yang
naik-turun, mereka bisa menderita depresi karenanya. Remaja bisa merasakan
dampak yang sangat besar akibat kesedihan yang mereka rasakan setelah putus
hubungan, perpisahan orang tua atau kematian seseorang yang dekat dengan
mereka. Mereka bisa menutup diri, tertekan dan mudah marah.2 Mereka mungkin
lebih suka mendapatkan dukungan dan menghabiskan waktu bersama kawan-
1
Hasil observasi penulis di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi tanggal 14 Oktober
2020
2
Suzanna, “Makna Kehilangan Orangtua Bagi Remaja di Panti Sosial Bina Remaja
Indralaya Sumatera Selatan; Studi Fenomenologi”, Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, Vol.3,
No.1, Juni 2018,pp.63
1
3
Kehadiran ayah dan ibu demikian pentingnya sebagai alas yang kuat dalam
keluarga, sehingga bilamana kesatuan ini khusus dalam keluarga itu sendiri
maupun dalam masyarakat. Gambaran kesatuan antara kedua orang tua akan
memberikan perasaan aman dan terlindung. Perasaan aman dan perasaan bahwa
dirinya tertampung merupakan suatu kebutuhan dasar bagi setiap individu.
Kebutuhan dasar haruslah dipenuhi agar orang dapat hidup dengan tenang.
Namun, kebutuhan dasar hanya dipenuhi dan perasaan aman diperoleh dalam
suasana keluarga sejahtera.1
Kematian salah satu atau kedua orang tua akan menyisakan luka yang
mendalam bagi remaja. Bahkan tidak jarang remaja mengalami shock dan sangat
terpukul, krisis yang ditimbulkan akibat kehilangan orang tua memiliki dampak
serius dalam tahapan perkembangan remaja. Masa remaja yang merupakan
tonggak penting dalam pembentukan identitas tentunya sangat membutuhkan
dukungan dari orang-orang yang dicintainya, dalam hal ini orang tua. Orang tua
yang menanamkan nilai-nilai dasar, menyediakan kasih sayang, dukungan baik
berupa moril maupun materil. Kematian orang tua menjadi peristiwa yang sangat
berarti bagi remaja karena dengan demikian keluarganya tidak lagi utuh. Akan
banyak perubahan dan penyesuaian yang terjadi, hal ini tidak menutup
kemungkinan dapat menimbulkan konflik dalam diri remaja.2 Tidak selamanya
remaja menganggap kehilangan adalah sebagai suatu hal yang buruk, sebagian
remaja mampu menerima kehilangan sebagai suatu hal yang positif. Sebagaimana
ungkapan DZ:3
“[K]alau perubahan ada sih kak, misalnya mau nakal di sekolah tapi ingat
pesan bapak untuk baik-baik sekolah nggak jadi nakalnya. Kadang juga
sering ditegur ibu dan mbak mengingatkan kalo sudah tidak punya bapak
jadi jangan nakal. Perubahan yang terjadi pada DZ tidak terlepas dari
dukungan langsung dari orang-orang di sekitar seperti ibu, mbk, abang dan
juga mas. Ketika ayah meninggal, sadar bahwa tidak lagi memiliki orang tua
1
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga,( Jakarta : Gunung Mulia, 2007),10.
2
Nurhidayati, Lisya Chairani. Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi
Fenomenologi Pada Remaja Pasca Kematian Orangtua). Jurnal Psikologi, Volume 10 Nomor 1,
Juni (2014). 41-42
3
DZ, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 3
Desember 2020. Rekaman Audio.
4
yang utuh, dan berarti ada yang hilang dalam keluarga, dan kami tidak lagi
memiliki keluarga yang utuh seperti sebelumnya”.
4
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Juz 1-30 Edisi Revisi Terbaru (Surabaya: Karya Agung,
2006), 117
5
Kematian salah satu atau kedua orang tua baik ayah maupun ibu akan
menyisakan luka yang mendalam bagi setiap orang. Seseorang akan mengalami
shock dan sangat terpukul rasa sedih, rindu, kehilangan, kesepian, semua
tercampur jadi satu. Berbagai permasalahan akan muncul setelah kematian orang
tua terutama pada kondisi psikologis. Untuk orang yang kehilangan seorang ibu
akan sangat memberikan dampak pada kehidupan selanjutnya, karena ibu
merupakan sosok yang berperan penting dalam kehidupan, selalu memberikan
support dan nasehat terutama seorang anak perempuan, ada rasa kekhawatiran jika
sudah menikah nanti ia harus lebih mandiri. Begitu juga dengan remaja yang
kehilangan sosok seorang ayah juga akan menyisakan luka yang mendalam, sosok
seorang ayah bukan hanya sebagai kepala keluarga yang harus mencukupi
kebutuhan ekonomi saja, melainkan memberikan perlindungan, rasa aman dan
nyaman terhadap anak-anaknya. Apalagi untuk seorang anak perempuan, tentunya
jika menikah nanti ia ingin ayahnya menjadi wali dipernikahannya. Belum lagi
status sosial baru yang akan disandangnya yakni sebagai anak yatim akan
menambah beban psikologis seseorang yang mengalami kematian orang tua
tersebut dan kekhawatiran lain juga muncul jika suatu hari nanti orangtuanya akan
menikah lagi.
Kehilangan orang tua akan menimbulkan dampak terhadap perkembangan
remaja. Remaja yang mampu memahami kehilangan sebagai suatu hal positif
akan dapat melaksanakan tugas perkembangannya dengan baik, seperti mampu
mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab dan mencapai kemandirian
emosional. Sebaliknya remaja yang tidak mampu memahami kehilangan sebagai
suatu hal yang positif akan mengalami masalah dalam perkembangannya. 5
Adapun masalah yang mendasar pada remaja adalah kurangnya kasih sayang yang
seharusnya diperoleh remaja. Remaja yang tidak mendapatkan kasih sayang akan
berusaha mendapatkan apa yang seharusnya dia peroleh. Sebagimana ungkapan
FS:
5
Nurhidayati, Lisya Chairani. Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi
Fenomenologi Pada Remaja Pasca Kematian Orangtua). Jurnal Psikologi, Volume 10 Nomor 1,
Juni (2014). 43
6
Pada remaja yang tidak memiliki orang tua tekanan-tekanan yang dialami
akan semakin banyak terkait dengan tidak adanya orang tua sebagai sumber kasih
sayang, perlindungan dan dukungan. Ketiadaan orang tua merupakan kondisi
yang sangat kompleks bagi remaja, selain pemenuhan kebutuhan fisiologis anak
membutuhkan kasih sayang bagi perkembangan psikis yang sehat. Diketahui juga
bahwa remaja dapat bertahan dengan baik dari situasi yang menekan bila remaja
mempunyai hubungan yang dekat dan penuh kasih sayang dengan orang tua
terutama ibu.7
Orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak, hangatnya
sebuah keluarga akan membuat kedekatan yang terjalin antara anak dan orang tua
dan kedekatan itu akan membuat anak menjadi merasa aman dan nyaman, ketika
seorang remaja dihadapkan pada suatu peristiwa yang tidak diinginkan dalam
hidupnya pasti akan merasa berat untuk menerimanya, seperti peristiwa kematian
yang dapat memisahkan hubungan antara orang tua dan anak, peristiwa tersebut
sulit untuk diterima oleh siapapun karena tidak ada satu orangpun yang akan
benar-benar siap ketika harus kehilangan orang yang dicintainya.
Beranjak dari permasalahan di atas peneliti bermaksud ingin mengetahui
lebih jauh mengenai permasalahan yang berjudul “Dampak Psikologis
Kehilangan Orang tua pada Remaja (Studi di Madrasah Tsanawiyah Negeri
4 Kota Jambi)”.
6
FS, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 3
Desember 2020, Rekaman Audio.
7
Suzanna, “Makna Kehilangan Orangtua Bagi Remaja di Panti Sosial Bina Remaja
Indralaya Sumatera Selatan; Studi Fenomenologi”, Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, Vol.3,
No.1, Juni 2018,pp.61-76
7
A. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, masalah pokok yang diangkat
sebagai kajian utama penelitian ini adalah bagaimana dampak psikologis
kehilangan orang tua pada remaja (studi di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota
Jambi). Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka dapat dirumuskan sub
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak psikologis kehilangan orang tua pada remaja?
2. Adakah pengaruh kehilangan orang tua terhadap hasil belajar?
3. Bagaimana perubahan sikap siswa setelah kehilangan orang tua?
B. Batasan Masalah
Penelitian ini di lakukan di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi
Kecamatan Paalmerah Kota Jambi, dan di batasi pada lingkup bahasan yang
terkait dengan dampak psikologis kehilangan orang tua pada remaja, penelitian ini
hanya pada kelas VIII dan IX di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi.
b. Secara Praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan
informasi bagi para remaja yang mengalami kasus kehilangan orang
tua atau masyarakat yang memiliki kerabat yang memiliki kasus yang
sama agar melewati dan menyelesaikan masa-masa sulit pasca
kematian orang yang di sayang, serta dapat kembali hidup normal.
2) Memberi pengalaman kepada peneliti khususnya.
D. Kerangka Teori
Demi memudahkan pemahaman pembaca, didalam landasan teori ini akan
di jelaskan penjabaran masing-masing variabel dan keterkaitannya antara satu
dengan yang lain, yaitu sebagai berikut:
1. Dampak Psikologis
Dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benturan, pengaruh
yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif.8 Dampak dibedakan
menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif yaitu:
a. Dampak positif adalah pengaruh atau akibat yang timbul secara baik dan
benar atau bisa diartikan sebagai pengaruh yang menguntungkan
individu.
b. Dampak negatif adalah pengaruh atau akibat yang timbul secara kurang
baik atau dapat merugikan individu itu sendiri.
Secara khusus dampak kematian terhadap kondisi psikologis adalah
terhadap emosi dan kognitif. Pada asfek emosi ditimbulkan dengan gejala gejala
seperti syok, rasa takut, sedih, marah, dendam, rasa bersalah, malu, rasa tidak
berdaya, kehilangan emosi seperti perasaan cinta, kegembiraan atau perhatian
pada kehidupan sehari hari. Pada asfek kognitif ditimbulkan dengan gejala seperti
pikiran kacau, salah persepsi, menurunnya kemampuan seperti mengambil
8
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 2002), 234
9
keputusan, daya konsentrasi dan daya ingat berkurang, mengingat hal hal yang
tidak menyenangkan, dan terkadang menyalahkan diri sendiri.9
Secara etimologi, Psikologi terdiri dari dua kata yaitu psyche yang berarti
jiwa atau roh, dan Logos yang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, psikologi berarti ilmu pengetahuan tentang jiwa atau dalam bahasa
10
sederhana disebut ilmu jiwa. Terlebih dahulu dibedakan antara nyawa dengan
jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang keberadaannya tergantung pada hidup
jasmani dan menimbulkan perbuatan badaniah organic behavior, yaitu perbuatan
yang ditimbulkan oleh proses belajar.11 Sedangkan jiwa adalah hidup rohaniah
yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan pengantar bagi sekalian
perbuatan pribadi dari hewan tingkat tinggi dan manusia. Secara umum, psikologi
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang
mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.12 Jadi psikologi adalah ilmu yang
mempelajari kejiwaan manusia sedangkan psikologis adalah kondisi kejiwaan
pada manusia.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa psikologis
atau jiwa jika dilihat dari kacamata psikologi maka dapat dinyatakan sebagai
cerminan dari perilaku yang dimunculkan oleh seseorang dalam bentuk tindakan
atau perbuatan nyata yang meliputi tindakan yang dapat teramati(perilaku terbuka)
ataupun tindakan yang tidak dapat diamati secara langsung(perilaku tertutup)
dalam hubungannya dengan realitas eksternal di luar dirinya.
2. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan.13 Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu selama rentang kehidupan, sejak individu sudah mengalami
9
Mundakir, Dampak Psikososial Bencana Lumpur Lapindo, (Jakarta : FIK UI, 2009), 22
10
Baharuddin, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Aksara Baru, 2007), 13
11
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), 1
12
Sarlito Wirawan, Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 1-
3
13
Potter & Perry, Fundamendal Keperawatan Volume 1, (Jakarta: EGC, 2005)
10
masalah yang mendasar pada remaja adalah kurangnnya kasih sayang yang
seharusnya diperoleh remaja. Setiap remaja memiliki makna tersendiri tentang
kehilangan orang tua, namun pada umumnya mereka mengartikan kehilangan
orang tua sebagai hilangnya figur yang akan memberikan kasih sayang, hilangnya
keutuhan keluarga, kehilangan model, kehilangan arah, kehilangan rasa aman dan
kehilangan teman berbagi. Oleh karena itu kehilangan memberikan dampak
positif dan negatif bagi remaja. Dampak positifnya adalah kehilangan mampu
membuat remaja lebih mandiri, sebaliknya dampak negatif dari kehilangan adalah
terganggunya perkembangan remaja.
3. Orang tua
Orang tua merupakan sosok yang paling dekat dengan anak. Tugas
membesarkan anak bukanlah hal yang mudah, butuh adanya kerja sama antara ibu
dan ayah. Suasana rumah yang hangat dan perasaan yang aman adalah sebuah
kebutuhan dasar di dalam kehidupan keluarga, dengan adanya kebutuhan dasar ini
maka hal tersebut harus dipenuhi agar selalu berada pada perasaan yang tenang,
aman dan nyaman. Perasaan aman nyaman tersebut merupakan kebutuhan dasar di
dalam suasana keluarga, hanya dapat di peroleh di lingkungan keluarga yang
adanya kesejahteraan di dalamnya.14
Suatu keluarga disebut dalam formasi yang lengkap ketika di dalamnya ada
sosok ayah, ibu dan anak, tetapi pada faktanya tidak semua keluarga selalu
lengkap. Ketidak lengkapan pada keluarga salah satunya adalah karena orang tua
meninggal dunia, baik ditinggal ayah atau ibu. Perasaan akan kehilangan orang
tua pasti akan sangat berdampak bagi anggota keluarga lainnya terutama bagi
anak, apalagi anak yang masih remaja. Ia sedang mencari jati diri dan ketika
ditinggalkan orang tua meninggal dapat membuat dirinya amat terpukul.
Suatu bagian yang tidak akan lepas dari makhluk yang bernyawa di dunia
ini adalah kematian. Semua makhluk yang bernyawa harus menerima fakta yang
nyata adanya yaitu kematian, termasuk manusia. Tidak ada misteri yang selalu
14
Singgih D. Gunarsa, Psikolog Untuk Keluarga, (Jakarta : Gunung Mulia, 2007), 10
12
mengguncang akal dan batin manusia, kecuali kematian.15 Sosok yang paling
dekat dengan anak adalah orang tua, suasana hangat sebuah keluarga adalah
suasana yang akan membangun kedekatan orang tua dengan anak semakin erat
dan akan terciptanya lingkungan keluarga yang sangat nyaman, kehangatan dalam
keluarga adalah suasana yang tidak akan didapatkan dimana pun, bisa
dibayangkan ketika peristiwa yang tidak diinginkan ada pada suatu keluarga yaitu
kematian orang tua, seorang anak tentu akan merasa tidak mampu menerima
segala kenyataan yang dihadapi. Karna pada saat kematian itu terjadi, hal tersebut
akan membuat hubungan anak dan orang tua menjadih terpisah di dunia. Tentu
saja kejadian itu bukanlah hal yang mudah untuk diterima oleh siapapun.
Kematian orang tua merupakan peristiwa yang sangat berdampak bagi
seseorang untuk melanjutkan hidupnya, karna hal tersebut sangatlah sulit dan
membuat siapa pun yang ditinggalkan amat sedih yang sangat mendalam. Setiap
siapa pun akan menunjukan tanggapan yang tidak sama. Karna setiap orang
memiliki cara untuk menghadapinya dengan berbeda-beda saat kehilangan orang
yang dicintai. Beberapa tanggapan atau reaksi yang ditunjukan misalnya dengan
reaksi psikologis yang menunjukan rasa ketakutan, perasaan putus asa, merasa
kesepian dan kegelisahan lainnya. Reaksi tersebut merupakan reaksi yang wajar
ditunjukkan saat ditinggalkan orang yang dicintai apalagi karna kematian.
Terutama apabila hal tersebut dialami oleh seorang anak yang di tinggalkan oleh
orangtuanya.
4. Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu
konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di Negara-negara Barat, istilah
remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa Latin
“adolescere” (kata bendanya adolescentia = remaja), yang berarti tumbuh
menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Terlepas dari
kesulitan untuk merumuskan definisi dan menentukan batas akhir masa remaja,
15
Komarudin Hidayat, Psikologi Kematian, (Jakarta: PT Mizam Publika, 2006), 103
13
namun dewasa ini istilah “adolesen” atau remaja telah digunakan secara luas
untuk menunjukkan suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa
dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan
kognitif dan sosial. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli
adalah antara 12 hingga 21 tahun.16
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai
berikut:
1) Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-
anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan
tidak tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan
terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat
dengan teman sebaya.
2) Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir
yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun
individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self directed).
Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku,
belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan
awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain
itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.
3) Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-
peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan
tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity.
Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam
kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap
ini.17
16
Desmita. Psikologi Perkembangan. (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2005), 189-190
17
Kayyis Fithri Ajhuri, Psikologi Perkembangan Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Yogyakarta: Penebar Media Pustaka, 2019),123-124
14
18
Riryn Fatmawaty. “Memahami Psikologi Remaja”. Jurnal Reforma Vol. VI No.02,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNISLA, 57
15
19
Miftahul Jannah. Remaja dan Tugas-tugas Perkembangannya dalam Islam. Jurnal
Psikoislamedia, Volume 1, Nomor 1, April 2016. 250-251
20
Khamim Zarkasih Putro. Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja.
APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmu-ilmu Agama, Volume 17, Nomor 1, 2017. 27
16
21
Riryn Fatmawaty. “Memahami Psikologi Remaja”. Jurnal Reforma Vol. VI No.02,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNISLA, 58-59
18
22
Ibid, 60
19
6) Perkembangan Sosial
Social cognition berkembang pada masa remaja. Social cognition
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja dapat memahami
orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat
pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya. Pemahaman ini
mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab
dengan mereka, terutama teman sebaya.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan penelitian
lapangan yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan analisis proses
dari proses berfikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan
antar fenomena yang diamati dan senantiasa menggunakan logika ilmiah. 23
Penulis mengarahkan penelitian kualtitatif yang bersifat deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk memecahkan masalah
secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi dengan
menggambarkan atau menguraikan masalah dan fakta-fakta tersebut.24
Penelitian yang bersifat deskriptif ini juga menggunakan istilah Kriek dan
Miler dalam Sugiono merupakan tradisi penelitian ilmu pengetahuan sosial
bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasan yang berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahan yang digunakan Bogdan dan
Biklen, data yang dihasilkan dalam penelitian kualitatif adalah data di amati.
Inilah yang menjadi penyebab studi kualitatif diistilahkan Inquiry research
naturalistik research.25
23
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif:teori dan praktis (Jakarta: Bumi Aksara,
2013),80
24
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
44
25
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2015), 218
20
26
Tim Penyusun, Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas IAIN STS Jambi, (Jambi:
Fak.Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016),59
27
Ibid. 59
28
Ibid,. 62
29
Suharsimi Arikuno, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2013),172
21
data dokumenter atau berbagai referensi yang menjadi bahan rujukan dan
berkaitan langsung dengan masalah yang diteliti.30
Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama (first hand)
melalui observasi atau wawancara di lapangan. Data primer dari penelitian ini
adalah dari hasil wawancara langsung penulis bersama guru bimbingan konseling
(BK). Kemudian para siswa yang terlibat disana. Data sekunder adalah data yang
diperoleh dari sumber kedua berupa dokumentasi serta peristiwa yang bersifat
lisan dan tertulis. Data sekunder dalam penelitian ini adalah, jurnal, skripsi, buku-
buku, dokumen-dokumen di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi.
30
Tim Penyusun, Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas IAIN STS Jambi, (Jambi:
Fak.Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 62
31
Cholid Narbuko dan Abu Ahmad, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,2012),
70
32
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitataif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2009), 145
22
33
Narbuko Cholid & Ahmad Abu, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara), 83
34
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitataif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2013), 233-234
35
Ibid, 240
23
36
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitataif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,
2013), 249
24
1. Perpanjangan keikutsertaan
Pelaksanaan perpanjangan keikutsertaan dilakukan lewat keikutsertaan
peneliti dilokasi secara langsung dan cukup lama, dalam upaya mendeteksi dan
memperhitungkan penyimpangan yang mungkin mengurangi keabsahan data,
karena kesalahan penilaian data (data distertion) oleh peneliti atau responden, di
sengaja atau tidak sengaja.37 Distorsi data dari peneliti dapat muncul karena
adanya nilai-nilai bawakan dari peneliti atau saat adanya keterasingan peneliti dari
lapangan yang di teliti , sedangkan distorsi data dari responden, dapat timbul
secara tidak sengaja, karena responden berupaya memberikan informasi fiktif
yang dapat menyenangkan peneliti, atau pun menutupi data yang sebenarnya.
Distorsi data tersebut, dapat dihindari melalui perpanjangan keikut sertaan
peneliti di lapangan yang di harapkan dapat menjadikan data yang diperoleh
memiliki derajat reabilitas dan faliditas yang tinggi, perpanjangan keikut sertaan
peneliti pada akhirnya juga akan menjadi semacam motifasi unutk menjalin
hubungan baik yang saling mempercayai antara responden sebagai objek peneliti
dan peneliti.
2. Ketekunan Pengamatan
Dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara teliti, rinci, dan
berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol dalam penelitian.
Faktor-faktor tersebut selanjutnya di telaah, sehingga peneliti dapat memahami
faktor-faktor ketekunan tersebut.38 pengamatan dapat dilakukan dengan upya
mendapatkan karakteristik data yang bener-bener relefan dan terfokus pada objek
penelitian.
Permasalahan dan fokus penelitian, hal ini dapat di harapkan pula untuk
mengurangi distorsi data yang mungkin timbul akibat keterburuan penelitian
untuk menilai suatu persoalan, ataupun distorsi data yang timbul dari kesalahan
responden yang memberikan data secara tidak benar, misalnya berdusta, menipu
dan berpura-pura.
37
Tim Penyusun, Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa IAIN STS Jambi, (Jambi:
Fak.Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 66
38
Ibid, 67
25
3. Triaggulasi
Trianggulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu diluar data pokok, untuk keperluan pengecekan, reabilitas
data melalui pemeriksaan data silang, yaitu lewat perbandingan berbagai data
yang diperoleh dari banyaknya informan terdapat empat macam teknik
trianggulasi yang akan digunakkan dalam penelitian ini yaitu: 39
a. Sumber yaitu, membandingkan dan mengecek balik derajat reabilitas
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam metode kualitatif.
b. Metode yaitu, teknik pengecekan keabsahan data dengan meneliti hasil
konsistensi, reabilitas, dan validitas data yang diperoleh dari metode
pengumpulan data tertentu. Terdapat dua cara yang dapat dilakukan
dalam trianggulasi dalam metode yaitu: pengecekan derajat kepercayaan
penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan
pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode
sumber yang sama.
c. Penyidik yaitu, teknik pengecekan data melalui perbandingan hasil daya
yang diperoleh dari satu pengamat dengan hasil penyidikan pengamat
lainnya. Cara ini dapat dilakukan bila penelitian dilakukan dalam suatu
kelompok, dimana masing-masing peneliti kemudian membandingkan
hasil penelitianny.
d. Teori yaitu, pengecekan ke absahan data melalui berbandinggan dua atau
lebih teori yang berbicara tentang hal yang sama, dimaksudkan untuk
mendapatkan penjelasan banding tentang suatu hal yang diteliti.
Penerapan teknik tersebut, dapat dialakukan dengan memasukkan teori-
teori pembanding dan memperkaya dan membendingkan penjelasan pada
teori utama yng digunakkan dalam penelitian.
39
Tim Penyusun, Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa IAIN STS Jambi, (Jambi:
Fak.Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 67-68
26
G. Studi Relevan
Studi relevan memiliki fungsi yang sama dengan tinjauan pustaka dalam
penelitian pustaka, yaitu memuat bahasan tentang penelusuran penulis terhadap
berbagai bahan literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan atau juga
bahan-bahan literatur yang telah memberikan inspirasi dalam pendalaman materi
penelitian. Studi relevan yang juga sering disebut penelitian terdahulu atau
literature review, adalah bagian dari proposal yang mendiskusikan laporan
penelitian, tulisan (buku atau jurnal) atau kegiatan akademis lainnya seperti
seminar terdahulu berkenaan atau berdekatan dengan focus kajian yang akan
dilakukan. Dari segi posisinya, studi relevan bisa saja sebagai tulisan yang berdiri
sendiri, bagian dari sebuah proposal atau penelitian atau bagian dari sebuah
makalah.41
1. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, dalam penelitian ini,
penulis juga merujuk pada literatur hasil penelitian sebelumnya yang
terkait dengan penelitian ini yaitu : Skripsi yang disusun oleh Adina
Fitria S, mahasiswi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang Tahun 2013 yang berjudul “Grief pada
Remaja Akibat Kematian Orangtua Secara Mendadak” dalam skripsi ini
dikemukakan bahwa peristiwa kematian dapat menyebabkan grief
(kedukaan), grief dapat dialami oleh siapa saja termasuk remaja. Grief
yang dialami oleh remaja tidak boleh dibiarkan berlarut larut karena grief
yang berkepanjangan dapat menimbulkan stress bahkan depresi sehingga
40
Ibid, 68
41
Tim Penyusun, Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa IAIN STS Jambi, (Jambi:
Fak.Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016), 69
27
42
Adina Fitria S, “Grief Pada Remaja Akibat Kematian Orangtua Secara Mendadak”,
Skripsi, Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang, 2013
43
Nurhidayati, Lisya Chairani, “Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi
Fenomenologi Pada Remaja Pasca Kematian Orangtua)”, Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Sultan Syarief Kasim Riau Vol. 10 Nomor 1 2014.
28
44
Intan Cahyasari, “Grief Pada Remaja Putra Karena Kedua Orang Tuanya meninggal”,
Artikel Penelitian Fakultas Psikologi, Universitas Gunadarma, 2008.
29
BAB II
PROFIL MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 4 KOTA JAMBI
29
30
Kepala Sekolah
Komite Sekolah
Ratna Sari Dewi,
Nawawi
S.Pd, M.Pd
Siswa-siswa
2. Prakarya
36 Purwani Asri, S.Pd Guru 1. Bahasa
Indonesia
37 Eka Yuni Astriyana, S.Pd Guru 1. IPA
2. MTK
2. Keadaan siswa
Keberadaan siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi juga
merupakan unsur utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di
sekolah, disamping guru dan karyawan. Tanpa siswa maka penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran tidak akan terlaksanakan. Siswa adalah objek tujuan
pendidikan. Dengan demikian keberadaan siswa tentunya penting bagi tercapainya
sasaran pendidikan yang telah ditentukan.
Siswa-siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi berjumlah 573
orang yang terdiri dari 272 orang laki-laki dan 301 orang perempuan. Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi untuk mengetahui keadaan siswa di Madrasah
Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi dapat dilihat pada tebel dibawah ini :
Diketahui bahwa jumlah siswa sangat banyak atau tepatnya sebanyak orang.
Ini tentu merupakan keberhasilan Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi
dalam menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) selama ini sehingga
masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi untuk menyerahkan anak-anak
35
mereka untuk di didik di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi. Ini tentunya
bukan tugas yang ringan bagi pihak Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi
dalam memenuhi permintaan masyarakat untuk selalu meningkatkan mutu
pendidikan siswa setiap tahunnya melalui penyelenggaraan pendidikan dan
pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi.
23 Silvia N Y Sebelum
24 Riri Padma Y Sebelum
25 IX D M.Raihan Y Sebelum
26 Rahmat Ramadhan Y Sebelum
27 IX E Dimas Zulpan Ramadhan Y Sudah disekolah
37
BAB III
DAMPAK PSIKOLOGIS KEHILANGAN ORANG TUA PADA REMAJA
1
Nurhidayati, Lisya Chairani. “Makna Kematian Orangtua Bagi Remaja (Studi
Fenomenologi Pada Remaja Pasca Kematian Orangtua)”, Jurnal Psikologi, Volume 10 Nomor 1,
(2014),44
2
CA, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan penulis, 3
Desember 2020
37
38
Kondisi grief atau berduka atas kehilangan dari seseorang yang kita kenal
terlebih kita cintai, akan berpengaruh terhadap kehidupan selanjutnya. Apa lagi
jika kehilangan sosok orang tua, maka akan ada masa dimana kita meratapi
kepergian mereka dan merasakan kesedian yang mendalam. Remaja
mengungkapkan perasaan kehilangannya dengan menangis, merasa sedih,
melakukan penolakan dan menyesal. Rentang waktu kesedihan yang dialami
remaja terhadap kehilangan orang tua berbeda-beda, keadaan ini terjadi karena
beberapa faktor diantaranya yaitu hubungan remaja dengan almarhum,
kepribadian, usia dan jenis kelamin serta proses kematian.5
3
Suzanna, “Makna Kehilangan Orangtua Bagi Remaja di Panti Sosial Bina Remaja
Indralaya Sumatera Selatan; Studi Fenomenologi”, Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, Vol.3,
No.1, Juni 2018,pp.61-76
4
AR, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 5
Desember 2020, Rekaman Audio.
5
Adina. Fitria, Suprihatin, Grief pada Remaja Akibat Kamatian Orangtua Secara
Mendadak di Semarang, Jurnal Psikologi: 9.(1),(2013), 48-58. Universitas Negeri Semarang.
39
6
FS, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 3
Desember 2020. Rekaman Audio.
7
AR, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 5
Desember 2020, Rekaman Audio.
40
8
AM, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan penulis, 5
Desember 2020, Rekaman Audio.
41
orang tua, ibu dan ayah. Terdapat perbedaan fungsi peran ibu dan ayah
dalam tumbuh kembang dan pembentukan karakter anak. Maka tak heran
jika seorang anak yang dibesarkan tanpa ayah mungkin mengalami kesulitan
dalam proses pertumbuhannya. Beberapa masalah yang mungkin dihadapi
anak adalah:9
1) Merasa tidak aman
Seorang anak yang dibesarkan tanpa ayah berpotensi merasa
ditinggal, tidak diharapkan dan perasaan-perasaan sejenis lainnya.
Bahkan, anak yang tumbuh dengan kasih sayang seorang ayah sering kali
merasa khawatir dengan dirinya sendiri. Belum lagi anak mungkin tidak
bisa mengontrol emosi yang dimiliki khususnya terhadap diri sendiri.
Tak jarang anak merasa bahwa diri mereka alasan mengapa sang ayah
meninggalkannya. Dengan kata lain anak yang dibesarkan tanpa ayah
sering kali menyalahkan diri sendiri dari kondisi yang dialaminya.
itu, peran ibu dan ayah sama-sama penting dalam membesarkan anak. Berikut
dampak psikologis yang muncul dari sang anak yang tumbuh tanpa kasih
sayang ibu sebagai berikut:10
1) Kurang percaya diri
Hidup tanpa kasih sayang ibu sering kali membuat anak merasa
diabaikan serta tidak didengar. Bagi seorang anak perempuan, ia cenderung
tidak mengetahui bahwa sebenarnya keberadaannya dapat menyenangkan
serta layak mendapat perhatian dari orang sekitar. Seorang ibu yang sering
kali memuji juga akan membuat anak menjadi percaya diri. Sehingga saat
anak tumbuh tanpa ibu, maka anak tidak akan mendapatkan itu dan
cenderung tidak percaya diri.
2) Sulit percaya dengan orang lain
Hal ini dikarenakan sebuah kepercayaan akan mudah muncul saat
seseorang memiliki hubungan yang baik dengan orang terdekat mereka,
termasuk ibu. Anak tanpa ibu akan cenderung ambivalen dan membutuhkan
berkali-kali pembuktian untuk percaya terhadap suatu hal.
3) Sulit menetapkan batasan
Anak sering kali merasakan menjadi objek dalam hubungan orang
dewasa dan mereka pun tidak dapat keluar dari keadaan ini. Sehingga ia
merasakan hubungan yang tidak sehat dan memunculkan perasaan yang
tidak nyaman dan emosional.
4) Sulit mengembangkan potensi
Meskipun seorang anak akan lebih baik saat mendapatkan perhatian
dari orang tua termasuk ibu. Namun saat seorang ibu menyampaikan hal-hal
kurang baik dan tidak memberikan penjelasan yang baik maka dapat
membuat anak selalu mengingat hal-hal negatif yang terbawa hingga
dewasa nanti, hal tersebut dapat membuat anak selalu fokus terhadap
kekurangannya dan sulit mengembangkan potensi miliknya.
10
Endah Murniaseh, “Apa Dampak Psikologis Bagi Anak yang Tumbuh Tanpa Ibu”,
diakses melalui alamat https://tirto.id/apa-dampak-psikologis-bagi-anak-yang-tumbuh-tanpa-ibu-
f5ne tanggal 24 Februari 2021
44
B. Teori Kehilangan
1. Tahapan Berduka Menurut Kubler Ross11
a. Denial (Penyangkalan)
Denial adalah tahapan pertama orang yang menghadapi kedukaan,
dimana orang yang menghadapi kedukaan akan menyangkal bahwa
kematian benar akan terjadi. Orang dalam tahapan ini mungkin akan berkata
“tidak, tidak mungkin saya, dan itu tidak mungkin”. Menyangkal
merupakan reaksi yang umum terjadi kepada orang yang mengalami
11
Nurlaili Faozan, “5 Tahapan Berduka menurut Kubler Ross”, diakses melalui alamat
https://nurlailiofaozan.wordpress.com/2020/02/27/tahapan-berduka-kubler-ross/ tanggal 6 Januari
2021
45
adalah sebuah proses alami guna membangun sebuah realitas baru dari
kejadian duka yang telah terjadi.
c. Bargaining (Tawar-menawar)13
Saat berhadapan dengan sebuah masalah besar atau sebuah kejadian
yang berada di luar kontrol diri tentu seringkali seseorang yang tengah
berduka merasa perlu melakukan tawar-menawar kepada semesta,
“Seharusnya aku bisa datang sedikit lebih cepat dan kejadian ini mungkin
tidak terjadi”. Kalimat tawar-menawar tersebut seringkali menjadi salah satu
bentuk negosiasi yang diajukan kepada semesta. Mereka yang tengah
berduka akan dengan bersedia untuk menukar apapun yang mereka miliki
untuk mencegah atau bahkan mengembalikan keadaaan sepeerti pada masa
belum terjadinya peristiwa duka tersebut.
d. Depression (Depresi)
Depresi merupakan salah satu rangkaian dari siklus berduka
seseorang. Depresi menjadi sebuah emosi umum yang diterima seseorang
saat berduka. Perasaan hampa yang begitu mendalam serta kenyataan bahwa
mereka kehilangan seseorang untuk selamanya membuat individu yang
sedang berduka merasa sangat hampa. Perasaan untuk menarik diri dari
kehidupan, perasaan ingin mati, merasa hidup berada di jalan buntu hingga
perasaan tidak ingin bangun dari tempat tidur adalah rangkaian dari proses
depresi yang dialami oleh seseorang.
e. Acceptance (Penerimaan)
Tahapan terakhir dalam siklus berduka yang dialami seseorang adalah
berada dalam proses penerimaan. Pada tahapan ini emosi mereka akan
kembali stabil. Munculnya rasa penerimaan terhadap realita yang semula
ditolak dan mulai menghadapi kejadian buruk tersebut sebagai bagian dari
sebuah siklus hidup. Pada tahap ini individu yang tengah berduka mulai
membangun sebuah realita baru yang mungkin akan berbeda dengan
sebelum terjadinya peristiwa duka. Mereka yang telah menerima kejadian
duka dengan baik umumnya sudah mulai dapat berpikir lebih positif
13
Ibid,.
47
terhadap hidupnya dan merangkai kehidupan baru yang tidak lagi sama
dengan sebelumnya.
14
Cenceng. Perilaku Kelekatan Pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby), Jurnal
Lentera Vol. IXX, No.2, Desember 2015, 143-145
15
Rossi Anita Sari, “Pengalaman Kehilangan (loss) dan Berduka (grief) pada Ibu
Preeklampsi yang Kehilangan Bayinya”, Skripsi (Semarang: Program Jurusan Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2015), 27-28
48
3. John Harvey
John Harvey menetapkan 3 tahap berduka, yaitu:
a. Syok, menangis dengan keras dan menyangkal.
b. Instruksi pikiran, distraksi dan meninjau kembali kehilangan secara
obsesif.
c. Menceritakan kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan
secara kognitif menyusun kembali peristiwa kehilangan.
4. Rodebaugh et.al
Proses dukacita sebagai suatu proses yang melalui empat tahap yaitu:
a. Reeling: klien mengalami syok, tidak percaya atau menyangkal.
b. Merasa (feeling): klien mengekspresikan penderitaan yang berat, rasa
bersalah, kesedihan yang mendalam,kemarahan, kurang konsentrasi,
gangguan tidur, perubahan nafsu makan, kelelahan dan ketidaknyamanan
fisik yang umum.
c. Menghadapi (dealing): klien mulai beradaptasi terhadap kehilangan
dengan melibatkan diri dalam kelompok pendukung, terapi dukacita,
membaca dan bimbingan spiritual.
d. Pemulihan (healing): klien mengintegrasikan kehilangan sebagai bagian
kehidupan dan penderitaan yang akut berkurang. Pemulihan tidak berarti
bahwa kehilangan tersebut dilupakan atau diterima.
C. Makna Kehilangan
Pada setiap proses dan hidup tidak akan lepas dari yang namanya
kehilangan. Kehilangan karena suatu hal yang menjebak untuk tidak bisa menolak
kehilangan itu. Kehilangan karena mempunyai tujuan agung, kahilangan karena
memperjuangkan yang saat itu perjuangkan. Kehilangan tetap saja kehilangan,
waktu dan apa yang telah hilang tidak bisa diperoleh kembali pada saat dan
49
bentuk yang sama. Kehilangan saat berproses dan kehilangan saat mengupayakan.
Kehilangan yang terus ditimpa dengan kehilangan menjadikan seseorang picik
dan menjadikan senjata untuk mengambil yang bukan miliknya. Kehilangan
membuat seseorang melakukan hal sama, kehilangan membuat seseorang merasa
bahwa orang lain juga harus kehilangan seperti dirinya. Kehilangan membuat
seseorang menutup pintu dunia orang lain. Kehilangan membuat seseorang
mengabaikan hak-hak individu orang lain. Kehilangan membuat seseorang
memiliki mindset bahwa tidak ada yang lebih kehilangan dibandingkan dirinya.
Kehilangan membuat seseorang rakus dan dapat melakukan yang tidak
pernah diperkirakan dampaknya bagi orang lain. Kehilangan akan membuat
seseorang melakukan dan memperjuangkan orang lain agar tidak merasakan hal
yang sama dengan dirinya ternyata hanya sebuah teori dan alasan manusiawi lebih
menjelaskan bahwa kehilangan justru membuat seseorang melakukan hal yang
sama kepada orang lain. Membuat orang lain merasa kehilangan sekalipun itu
sedikit dari total kehilangan yang telah dimiliki. Jika setiap kehilangan berekor
dengan kehilangan, apakah aka nada pihak yang menutup pintu kehilangan itu dan
mengantinya dengan pintu yang lebih luas. Pintu yang mengantarkan bahwa setiap
orang tidak mempunyai hak untuk menutup jalan orang lain, tidak berhak
membuat orang lain kehilangan seperti dirinya. Beberapa kehilangan mungkin
memang suatu proses dan wujud pengorbanan atas apa yang sedang dan apa yang
telah diperjuangkan. Kehilangan bisa bermakna positif dan logis untuk beberapa
hal. Tetapi kehilangan bukan senjata untuk memperlakukan orang lain semena-
mena. Kehilangan bukan senjata untuk tidak menghargai setiap impian orang lain.
Jika kehilangan yang justru membutakan hati seseorang, mungkin itu adalah
kehilangan yang hakiki. Kehilangan setiap impian bukan berarti juga akan
membuat orang kehilangan kesadarannya, bahwa orang lain tidak berhak
kehilangan juga karena dirinya kecuali dianggap sebagai penebusan. 16
Pemaknaan kehilangan yang muncul pada remaja adalah kematian tidak
memandang usia dan alasan, ada Allah pada setiap peristiwa, sehingga saat
16
Sari Wardani, “Makna Kehilangan”, diakses melalui alamat www.kompasiana.com
tanggal 5 Januari 2021.
50
17
Suzanna, “Makna Kehilangan Orangtua Bagi Remaja di Panti Sosial Bina Remaja
Indralaya Sumatera Selatan; Studi Fenomenologi”, Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, Vol.3,
No.1, Juni 2018,pp.61-76
51
BAB IV
PENGARUH KEHILANGAN ORANG TUA
TERHADAP HASIL BELAJAR
1
NA, Wawancara Penulis dengan Keluarga DZ, Tanggal 18 Oktober 2020
51
52
2
CM, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 3
Desember 2020, Rekaman Audio.
53
4) Cara belajar
Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil
belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan teknik dan faktor
fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan akan memperoleh hasil
yang kurang maksimal.
“[S]emua siswa mengalami perubahan cara belajar setelah
kehilangan orang tuanya, mulai dari terlambat masuk kelas,
tugas jarang dikumpul dan nilai semester yang menurun dari
sebelumnya”.
b. Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri orang yang belajar)
1) Keluarga
Faktor orangtua sangat besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan anak dalam belajar, misalnya tinggi rendahnya
pendidikan, besar kecilnya penghasilan dan perhatian.
“[F]aktor lingkungan keluarga sangat menentukan hasil
belajar anak, adanya hubungan yang harmonis dalam
keluarga, tersedianya fasilitas belajar, keadaan ekonomi yang
cukup, suasana yang mendukung dan perhatian orang tua
terhadap perkembangan proses belajar anak dapat
menjadikan anak semangat sehingga hasil belajar yang
diraihnya dapat maksimal. Selain itu faktor ekonomi sangat
besar pengaruhnya terhadap kehidupan keluarga, suasana
dalam rumah tangga juga berpengaruh dalam membantu
belajar bagi anak”. 4
2) Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat
keberhasilan anak. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian
kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau
3
NA, Wawancara Penulis dengan Keluarga DZ, Tanggal 18 Oktober 2020
4
EY, Wawancara Penulis dengan Keluarga CM, Tanggal 18 Oktober 2020
54
3) Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan hasil belajar. Bila
sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-
orang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya, rata-rata
bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak
untuk lebih giat belajar.
“[K]egiatan siswa dalam masyarakat dapat menunjang
perkembangan pribadinya. Jika tidak bisa mengatur waktunya
dengan baik maka akan mengganggu kegiatan belajarnya
karena siswa disibukkan dengan kegiatan di lingkungan
masyarakatnya. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh
baik terhadap diri siswa namun sebaliknya teman bergaul
yang tidak baik pasti mempengaruhi siswa secara negatif,
sehingga perhatian orang tua sangat diperlukan untuk terus
dan selalu mengawasinya”.
4) Lingkungan sekitar
Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat
mempengaruhi hasil belajar. Keadaan lingkungan, bangunan
rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas dan sebaginya semua ini
akan mempengaruhi kegairahan belajar.
Agar dapat memperoleh hasil belajar yang baik, maka siswa
harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika
hal tersebut tidak menjadi perhatian siswa maka akan timbul
kebosanan sehingga siswa malas untuk belajar. Salah satu faktor yang
5
Hasil Wawancara Penulis di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi tanggal 14
Oktober 2020
55
penting berasal dari orang tua, sebagai orang tua hendaknya dapat
memberikan yang terbaik bagi anak sehingga dapat mendorong kearah
yang lebih baik. Bentuk dari dorongan orang tua yaitu dengan
mengusahakan memenuhi faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa dengan semaksimal mungkin.
2. Kekacauan
Kekacauan adalah suatu tingkatan dalam proses berduka cita
dimana seseorang mungkin benar-benar merasa tidak sesuai dengan
kenyataan hidup sehari-hari.
“[S]aya merasa kacau kak, karna setelah ayah meninggal, ibu
menikah lagi dan sekarang bersama dengan suaminya yang baru.
Kami hanya bersama kakak kami dan itupun harus bisa membagi
waktu untuk sekolah dan membantu berjualan”.8
6
R.Nuruliah Kusumasari, Lingkungan sosial dalam perkembangan psikologis anak. Jurnal
Ilmu Komunikasi (J-IKA). Vol II. No.1 April (2015), 33
7
Tirza Kalesaran. Gambaran Resiliensi Remaja Putri Pasca Kematian Ibu, (Universitas
Pembangunan Jaya), 2016
8
AM, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 5
Desember 2020, Rekaman Audio.
56
3. Rasa Bersalah
Rasa bersalah adalah kemarahan dan kebencian pada diri seseorang
dan sering kali membuat orang menyalahkan dirinya sendiri dan depresi.
Rasa bersalah adalah bagian yang normal dalam proses duka cita.
“[I]ya kak, kami merasa bersalah pada saat ayah meninggal CA
tidak bisa melihat secara langsung, hanya dapat kabar aja kalo ayah
sudah meninggal, karna kami dirumah dan ayah meninggal
dirumah sakit”.9
9
CA, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 3
Desember 2020, Rekaman Audio.
10
AR, siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi, Wawancara dengan Penulis, 5
Desember 2020, Rekaman Audio.
57
11
Ajeng Annastasia Kinanti, “5 Cara Mengatasi Tekanan Psikis saat Orang Tua
Meninggal”, diakses melalui alamat https://www.popmama.com/life/relationship/annas/cara-
mengatasi-tekanan-psikis-saat-orangtua-meninggal tanggal 18 januari 2021
58
b. Dukungan Instrumental
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti
pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata
(Instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda
atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk
didalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau
meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan
12
CM, siswa MTs N 4 Kota Jambi. Wawancara dengan penulis, 3 Desember 2020,
Rekaman Audio.
60
c. Dukungan Informasional
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung
jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah,
memberikan nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa
yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi
dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan
tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stresor. Individu yang
mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan
masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed
back. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun
informasi dan pemberian informasi.
d. Dukungan Emosional
Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara
emosional, sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi
mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai.
Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa
dicintai, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang
menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga
menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Dampak Psikologis Kehilangan Orang
Tua pada Remaja di Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota Jambi di Kecamatan
Paalmerah Kota Jambi yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dampak psikologis kehilangan orang tua pada remaja. Ada dampak
psikologis kehilangan orang tua pada remaja seperti kurangnya kasih
sayang yang seharusnya dipenuhi remaja, mengalami kesedihan yang
mendalam, hilangnya seorang figur orang tua, tiada tempat untuk berbagi
dan kehilangan keutuhan keluarga. Dampak psikologis anak tanpa ayah
seperti sulit menyesuaikan diri, gangguan kemampuan akademis,
kemungkinan gangguan kesehatan fisik dan mental, bermasalah dengan
tanggung jawab serta dampak psikologis bagi anak yang tumbuh tanpa
ibu seperti kurang percaya diri, sulit percaya dengan orang lain, sulit
menetapkan batasan, sulit mengembangkan potensi, sering menghindari
suatu hal, terlalu sensitif dan meniru apa yang ibu lakukan.
2. Pengaruh kehilangan orang tua terhadap hasil belajar. Hasil belajar siswa
juga mengalami perubahan akibat dampak kehilangan orang tua terutama
pada tingkat penurunan prestasi belajar siswa seperti siswa tidak pernah
mengumpulkan tugas, jarang masuk sekolah dan sering masuk ruang BK
untuk pembinaan.
3. Perubahan sikap siswa setelah kehilangan orang tua. perubahan sikap
siswa setelah kehilangan orang tua tidak mengalami perubahan sikap
hanya sebatas shock/penolakan, kekacauan, rasa bersalah, kehilangan dan
kesepian pada saat kejadian. Untuk itu tetap perlu ada pendampingan
terhadap kehilangan orang tua pada siswa. Lingkungan sekolah, keluarga
dan masyarakat sangat dibutuhkan agar dampak psikologis terhadap
kehilangan orang tua pada remaja dapat berbentuk positif mengarah
kepada tingkat hasil belajar yang tinggi.
61
62
B. Rekomendasi
1. Kepada anak yang mengalami duka cita: Kehilangan orang tua karena
kematian memang merupakan ujian yang sangat berat, untuk anak yang
mengalami duka cita diharapkan mampu memulai kehidupan yang lebih
baik dan bisa belajar menghilangkan duka yang dirasakan agar dapat
kembali hidup normal.
2. Bagi keluarga yang mengalami duka cita: Dukungan moral dari pihak
keluarga dan kerabat merupakan kebutuhan utama bagi seseorang yang
mengalami kedukaan karena kematian orang tua.
3. Kepada pihak di lingkungan sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri 4 Kota
Jambi: Untuk mampu memaksimalkan segala sumber daya yang ada untuk
membantu siswa memaksimalkan potensinya dan bagi guru Bimbingan
Konseling khususnya untuk mampu memaksimalkan perannya disekolah.
61
63
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Al-Qur’an dan Terjemahnya. Juz 1-30 Edisi Revisi Terbaru. Surabaya: Karya
Agung, 2006.
Abu Ahmadi, Cholid Narbuko. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009.
Ajhuri, Kayyis Fithri. Psikologi Perkembangan Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Yogyakarta: Penebar Media Pustaka, 2019.
Arikuno, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2013.
Baharuddin. Psikologi Pendidikan.Jakarta: Aksara Baru, 2007.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, 2002.
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2005.
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta : Gunung Mulia, 2007
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif:teori dan praktis. Jakarta: Bumi
Aksara, 2013.
Hidayat, Komarudin. Psikologi Kematian. Jakarta: PT Mizan Publika, 2006
Mundakir, Dampak Psikososial Bencana Lumpur Lapindo. Jakarta : FIK UI,
2009.
Sarwono, Sarlito Wirawan. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers,
2010.
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:
Alfabeta,2009.
Sugiono. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta,2015.
Tim Penyusun. Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas IAIN STS Jambi.
Jambi: Fak.Ushuluddin IAIN STS Jambi, 2016
Jurnal
Adina. Fitria, Suprihatin, Grief pada Remaja Akibat Kamatian Orangtua Secara
Mendadak di Semarang, Jurnal Psikologi: 9.(1),(2013), 48-58. Universitas
Negeri Semarang.
Cenceng. Perilaku Kelekatan Pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby),
Jurnal Lentera Vol. IXX, No.2, Desember 2015.
Fatmawaty, Riryn. Memahami Psikologi Remaja. Jurnal Reforma Vol. VI No.02,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, UNISLA.
Fitria, Suprihatin, Adina. Grief pada Remaja Akibat Kamtian Orangtua Secara
Mendadak di Semarang, Jurnal Psikologi: 9.(1),(2013), 48-58. Universitas
Negeri Semarang.
63
64
Web-site
Annastasia Kinanti, Ajeng. “5 Cara Mengatasi Tekanan Psikis saat Orang Tua
Meninggal”. Diakses melalui alamat
https://www.popmama.com/life/relationship/annas/cara-mengatasi-tekanan-
psikis-saat-orangtua-meninggal Tanggal 18 januari 2021
Faozan, Nurlaili. “5 Tahapan Berduka menurut Kubler Ross”. Diakses melalui
alamat https://nurlailiofaozan.wordpress.com/2020/02/27/tahapan-berduka-
kubler-ross/ Tanggal 6 Januari 2021
Hapsari, Annisa. “Apa yang Terjadi Jika Anak Dibesarkan Tanpa Ayah”. Diakses
melalui alamat https://hellosehat.com/parenting/remaja/apa-yang-terjadi-
jika-anak-dibesarkan-tanpa-ayah/ Tanggal 24 Februari 2021
Murniaseh, Endah. “Apa Dampak Psikologis Bagi Anak yang Tumbuh Tanpa
Ibu”. Diakses melalui alamat https://tirto.id/apa-dampak-psikologis-bagi-
anak-yang-tumbuh-tanpa-ibu-f5ne Tanggal 24 Februari 2021
Wardani, Sari. “Makna Kehilangan”. Diakses melalui alamat
www.kompasiana.com Tanggal 5 Januari 2021.
DAFTAR INFORMAN
Skripsi
“DAMPAK PSIKOLOGIS KEHILANGAN ORANG TUA PADA REMAJA
(STUDI DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 4 KOTA JAMBI”
A. Panduan Observasi
B. Panduan Dokumentasi
C. Butir-butir Wawancara
A. Informasi Diri
Nama : Hudria
Tempat & Tgl. Lahir : Terusan, 10 Mei 1997
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Desa Terusan, Kecamatan Maro Sebo Ilir,
Kabupaten Batanghari
B. Riwayat Pendidikan
SD N 12/1 Terusan : 2009
SMP N 28 Batanghari : 2012
SMA N 11 Batanghari : 2015
C. Riwayat Organisasi/Pekerjaan
1. PPL di KUA Jelutung Kota Jambi
2. KKN di Desa Teluk Rendah, Kecamatan Cermin Nan Gadang, Kabupaten
Sarolangun