Anda di halaman 1dari 84

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT

SYADZILIYAH DI PONDOK PESANTREN


MAMBA’UL ULUM KELURAHAN
TALANG BAKUNG KOTA JAMBI
TAHUN 2015-2019

SKRIPSI

YUDHA AL AMIN PRASETIANTO


NIM. AS150528

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2021
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAREKAT
SYADZILIYAH DI PONDOK PESANTREN
MAMBA’UL ULUM KELURAHAN
TALANG BAKUNG KOTA JAMBI
TAHUN 2015-2019

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana
Strata 1

YUDHA AL AMIN PRASETIANTO


NIM. AS150528

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2021
NOTA DINAS
Jambi, 10 Febiuari 2021

Pembimbing I : SyamsiiHadi J,M.H.I


Pembimbing II : Ra1iyuZami,M.Him
Alamat : Fakultas Adab dan Humaniora UIN STS Jambi
KepadaYth,
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Di
Assalamualaikum, Wr.Wb

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperhinya, kami berpenndapat


bahwa skripsi saudara Yudha Al Amin Prasetianto yang berjudul “Sejarah Dan
Perkembangan Tarekat Syadziliyah Di Pondok Pesantren Mamba’uI Ulum
Kelurahan Talang Bakung Kota Jambi Tahun 2015-2019” telah dapat
diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi
syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Strata satu ( S1) pada lakultas Adab dan
Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Maka dengan ini kami ajukan
skripsi tersebut agar dapat di terima denganbaik.

Demikianlah, kami ucapkan teriina kasih semoga berinanfaat bagi kepentingan


Againa, Nusa danBangsa.

WassalamualaikumWr.Wb
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dimunaqasahkan oleh sidang Fakultas Adab dan


Huinaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin lambi pada hari Kamis tanggal 11
Februari 2021 dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan yang harus
dlpenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1 dalam Ilinu Sejarah
Peradaban Islam.
PERSEMBAHAN

Bismilahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirobil‟alamin
Satu langkah awal telah kulewati Untuk membuka jalan baru
langkah awal untuk memulai

Ucapan syukur yang tiada hentinya kepada Allah Subhanahuwata‟ala Atas segala
karunia yang telah di berikan kepada kita semua dengan sifat Maha Pemurah-Nya
saya bisa menyelsaikan skripsi ini serta salam kepada Nabi Muhammad SAW
Semoga kita mendapat syafaat beliau di akhirat kelak Amin.

Kupersembahkan skripsi ini untuk orang-orang


yang sangat berarti dalam hidupku

Teruntuk ayahahda Musrizal dan Ibunda Asiah, yang tak pernah lelah memberiku
kasih sayang dan doa restu yang telah mendidikku tanpa sedikit pun keluh yang
terucap yang senantiasa menjadi penguat meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

untuk sahabatku organisasiku serta sahabat di kelas SPI A yang selalu ada dalam
suka maupun duka, terimaksih sudah mengajarkan banyak hal, serta terimakasih
atas segala dukungannya, semoga Allah memberikan kemudahan untuk segala
urusan kita, sukses selalu.

untuk Nusa, Bangsa dan Negara


serta
Almamater kebanggaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
MOTTO

            

Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah
hati menjadi tenteram.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha „Alim
yang tidak kita mengetahui kecuali apa yang di ajarkannya, atas Iradahnya hingga
skripsi ini dapat di rampungkan. Sholawat dan salam atas Nabi Muhammad SAW
pembawa risalah pencerah bagi manusia.
Dengan keterbatasan Ilmu yang saya miliki,tidak sedikit hambatan dan
kendala yang penulis hadapi dalam upaya penyelesaian skripsi ini. Namun berkat
bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak hambatan dan kendala mampu
terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada
kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada pembimbing I dan pembimbing II. Adapun maksud dan
tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana
strata satu (S1).
Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan demi
kesempurnaan penulisan ini , terimakasih saya ucapkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr.H.Su‟adi ,MA.Ph.D, selaku Rektor UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
2. Ibu Dr. Halimah Dja‟far, M.Fil.I selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
3. Bapak Agus Fiadi,M.Si dan Bapak Rahyu Zami,M.Hum selaku Kaprodi dan
Sekprodi Sejarah Peradaban Islam
4. Bapak Syamsu Hadi J, M.HI, selaku pembimbing I dan Bapak Rahyu
Zami,M.Hum selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
mencurahkan pemikirannya demi mengarahkan penulis dalam penyelesaian
skripsi ini
5. Kiai M Shoffs Saifillah Al Faruq , selaku pimpinan Pondok Pesantren
Mamba‟ul Ulum yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam
memperoleh data di lapangan
6. Sahabat-sahabat Mahasiswa SKI yang telah menjadi patner dalam
penyusunan skripsi ini.
7. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi tiada henti hingga
menjadi kekuatan pendorong bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Sahabat dan keluarga besar KSR PMI Perguruan Tinggi UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.

Akhirnya semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dan


amal semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pengembangan Ilmu
Jambi, Januari 2021

Penulis
ABSTRAK

Yudha Al Amin Prasetianto 2020. Sejarah dan Perkembangan Tarekat


Syadziliyah di Pondok Pesantren Mamba‟ul Ulum kota Jambi tahun 2005-2019.
Skripsi, Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora,
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Pembimbing I :
Syamsul Hadi J, M.HI, Pembimbing II : Rahyu Zami,

Kata Kunci : Tarekat Syadziliyah, Sejarah, Perkembangan,

Penelitian ini didasari dengan adanya kegiatan Tarekat Syadziliyah Di


Pondok Pesantren di mamba‟ul ulum di kelurahan talang bakung kota jambi tahun
2015-2019. Keberadaan Tarekat tidak menjamur di setiap wilayah yang pada
umumnya di Provinsi Jambi yang paling banyak berkembang adalah tarekat
Naqsabandiyah dan Qodariyah, serta para penganut biasanya adalah dari kalangan
yang sudah berumur saja. Dalam tulisan ini peneliti membahas perkembangan dan
perilaku keseharian dalam mengikuti kegiatan keagamaan Tarekat Syadziliyah.
Selain itu, penelitian ini juga membahas sejarah dan perkembangan Tarekat
Syadziliyah di Indonesia dan sampai ke Provinsi Jambi, serta membahas ajaran,
karakteristik, dampak dan manfaat Tarekat Syadziliyah yang berada di Pondok
Pesantren mamba‟ul ulum di kelurahan talang bakung kota jambi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Sejarah yang terfokus
kepada perkembangan yang terjadi. Metode penelitian sejarah yang di maksud
ialah : Heuristik, Kritik Sumber, Interprestasi dan Histigrafi. Di dalam
pengumpulan sumber data tersebut sebagai Heuristik peneliti menggunakan
wawancara sebagai alat pelengkap dalam metode ini, karena wawancara
merupakan langkah untuk mencari informasi dari narasumber yang dapat
menghasilkan sumber primer untuk menguatkan penelitian ini.
ABSTRACK

Yudha Al Amin Prasetianto 2020. History and Development of the Syadziliyah


Order at the Mamba'ul Ulum Islamic Boarding School, Jambi City, 2005-2019.
Thesis, Department of the History of Islamic Civilization, Faculty of Adab and
Humanities, State Islamic University of Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Advisor
I: Syamsul Hadi J, M.HI, Advisor II: Rahyu Zami,

Keywords: Syadziliyah Order, History, Development,

This research was based on the activities of the Syadziliyah Tarekat at the Islamic
Boarding School in Mamba'ul Ulum in Talang Bakung Village, Jambi City in
2015-2019. The existence of the Tarekat did not proliferate in every region,
generally in Jambi Province the most developed ones were the Naqsabandiyah
and Qodariyah orders, and the adherents were usually those of the aged only. In
this paper the researcher discusses the development and daily behavior of
participating in the religious activities of the Syadziliyah Order. In addition, this
study also discusses the history and development of the Syadziliyah Tarekat in
Indonesia and reaches Jambi Province, and discusses the teachings,
characteristics, impacts and benefits of the Syadziliyah Tarekat which is in the
Mamba'ul Ulum Islamic Boarding School in Talang Bakung Village, Jambi City.

This study uses historical research methods that focus on developments that occur.
The historical research method in question is: Heuristic, Source Criticism,
Interpretation and Histigraphy. In collecting these data sources as heuristics, the
researcher uses interviews as a complementary tool in this method, because
interviews are a step to seek information from sources who can produce primary
sources to strengthen this research.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
NOTA DINAS ................................................................................................. ii
PENGESAHAN .............................................................................................. iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................. iv


PERSEMBAHAN .............................................................................................v
MOTTO........................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii


ABSTRAK… ................................................................................................ viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix

DAFTAR ISI .....................................................................................................x


DAFTAR TABLE ........................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................................1


B. RumusanMasalah ................................................................................9
C. TujuanPenelitian .................................................................................9
D. LandasanTeori.....................................................................................9
E. TinjauanPustaka ................................................................................10

BAB II METODE PENELITIAN ................................................................14

A. MetodePenelitian ..............................................................................14
B. SistematikaPenulisan .......................................................................21

BAB III GAMBARAN UMUM PENELITIAN ..........................................28

A. SejarahdanperkembanganPondokpesantren ......................................22
B. Letakgeografis...................................................................................24
C. ProfilPondokPesantren......................................................................25
D. VisidanMisi .......................................................................................25
E. Strukturorganisasi .............................................................................25
F. Data ustadzdanustadzah ....................................................................26
G. Data Santri ........................................................................................26
H. SaranadanPrasarana ..........................................................................32
BAB IV PEMBAHASAN ..............................................................................33
A. Sejarah Tarekat Syadziliyah .............................................................33
1. Biografi Pendiri 33
2. Sejarah Lahirnya Tarekat ..................................................................35
3. Tujuan Tarekat 39
4. Jenis Tarekat 40
5. Sejarah Tarekat Syadziliyah di pondok pesantren Mamba‟ul Ulum
B. Perkembangan Tarekat Syadziliyah ..................................................48
1. Penyebaran Tarekat di Pondok Pesantren Mambau‟ul Ulum
2. PokokdanKonsepAjaranTarekatSyadziliyah ....................................54
3. Tata carapelaksanaantarekat .............................................................55
4. Pengaruh PengamalanTerekat ...........................................................56
BAB V PENUTUP .........................................................................................58
A. KESIMPULAN .................................................................................58
B. SARAN .............................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

LAMPIRAN ...............................................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................
DAFTAR TABLE

Tabel 1.1Data UstadzdanUstadzah Tingkat Ula ................................................ 27

Tabel 1.2Data UstadzdanUstadzah Tingkatwustha ............................................ 28

Tabel 1.3Data UstadzdanUstadzah TingkatUlya ............................................... 30

Tabel 1.4Data Santri ........................................................................................... 32

Tabel 1.5Daftar SaranadanPrasarana.................................................................. 32


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam terjemahan bahasa Indonesia, peradaban islam dari asal
kata bahasa Arab Al-Hadharah juga sering diterjemahkan sebagai
“Kebudayaan Islam”. Sedangkan dalam bahasa Arab itu sendiri
kebudayaan merupakan Tsaqofah di Indonesia, sebagaimana juga di
Arab dan barat, masih banyak orang yang mengsinonimkan dua kata
“kebudayaan” dan “peradaban”. Landasan “peradaban Islam” adalah
“kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara landasan
“kebudayaan islam” adalah agama. Jadi, dalam Islam, tidak seperti
pada masyarakat yang menganut agama “bumi” (non samawi), agama
bukanlah suatu bentuk dari hasil kebudayaan masyarakat sekitar, tetapi
dari sebuah agama lah lahirnya suatu kebudayaan. Jika kebudayaan itu
sendiri merupakan hasil ciptaan manusia, maka agama Islam adalah
wahyu dari Tuhan.1
Didalam islam itu sendiri, ada berbagai macam cara untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, adapun cara yang dapat ditempuh
ialah dengan jalan Tarekat. Tarekat merupakan jalan yang harus
ditempuh para sufi dan ddigambarkan sebagai jalan yang berpangkal
dari syari‟at sebab jalan utama disebut Syar sedang anak jalanan
disebut Thariq.2 Tarekat merupakan upaya untuk mengenal Tuhan
dengan sebaik-baiknya serta dalam beribadah sampai membekas
dihatinya istilah sufi ma‟rifat, mengenal Allah, untuk dapat
3
dipersembahkan segala ibadahnya. Itu dimaksudkan agar hati lebih
dekat dengan sang pencipta. Pendiri Tarekat Syadziliyyah itu sendiri
bernama Abu Hasan Al-Syadzily. Ada beberapa spekulasi yang
mengatakan Al-Syadzili lahir pada tahun 553 H dan ada pula yang
mengatakan tahun 551H. Didalam sebuah kitab yang bernama
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hal 3
2
www.Naqsabandiyah Al-khalidiyah.blog.com 21.21.diakses tanggal 06/06/2019
3
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo, Ramadhani, 2000) hal 67

14
15

“An Nafahat Asyadziliyyah”, disitu dituliskan bahwa Al-Syadzili lahir


tahun 593 H. Namun, hingga sekarang belum ada kesepakatan dari
para syaikh dan ulama-ulama besar mengenai hal tersebut. Al-Syadzili
wafat dibulan ramadhan pada tahun 656 H. Abu Hasan Al-Syadzili
tidak mempermasalahkan jikalau ada seorang salih yang memiliki harta
kekayaan yang melimpah namun tidak menggantungkan hidupnya pada
harta miliknya tersebut. Jika dilihat dari ajarannya, tarekat ini memiliki
sikap yang inklusif dan juga cara pandang tarekat ini juga terbuka.
Namun tentunya tarekat ini memiliki perbedaan dan ciri khas dengan tarekat-
tarekat lainnya baik itu dalam segi pemikiran dan ajarannya. Hal
tersebut tergantung dari amalan yang dibawah oleh tarekat itu sendiri.
Dalam pandangan masyarakat luas, tarekat dan tasawuf sering kali
di salah artikan. Meskipun keduanya sama-sama merupakan cara yang
sering dilakukan para kaum sufi untuk membuat diri lebih dekat
dengan sang pencipta. Namun secara khusus tasawuf dapat diartikan
sebagai jalan rohaniah (Tarekat) yang menuju jalan kesempurnaan
moral dan pengetahuan intuitif mengenai tuhannya. Hamka
mendefinisikan taswuf dengan keluar dari budi pekerti yang tercela
masuk kepada budi pekerti yang mulia dan terpuji. 4 Rangkaian amalan
yang dilakukan oleh para kaum sufi yang demikian dimaksudkan serta
dianjurkan oleh agama sebagai salah-satu cara menjaga keseimbangan
alam semesta. Dengan demikian, hal yang mendasari serta menjadi
tujuan bagi orang-orang dalam mengamalkan ajaran tarekat adalah agar
dapat dengan sepenuh hati menghayati dan memperoleh keberkahan,
serta ma‟rifat. Untuk mencapai tujuan tersebut jalan yang harus dilalui
biasanya dengan cara meditasi dan berkonsentrasi dalam zikir kepada
Allah. Dalam hal ini, pembentukan tasawuf pada awalnya merupakan
perwujudan dari akhlak atau keragaman yang banyak disebutkan dalam Al-
Qur‟an dan As Sunnah. Dengan demikian, dapat dikatakan

4
Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka panjimas, 2000) hal 13
16

sumber pertama dalam ajaran tasawuf yaitu ajaran-ajaran islam, sebab


sumber utamanya yaitu Al-Qur‟an, As Sunnah, dan tauladan dari
ucapan para sahabat terdahulu. Amalan serta ucapan para sahabat tentu
saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan
begitu, justru dua sumber utama tasawuf adalah Al-Quran dan As-
Sunnah.5
Para kaum sufi lebih mempercayai keutamaan ruh dibandingkan
raga/badan bahkan mereka lebih mempercayai keberadaan dunia
spiritualnya dibandingkan dunia material ini. Secara ontologis para
kaum sufi lebih mempercayai keberadaan dunia spiritual tampak lebih
haqiqi dibandingkan dengan keberadaan dunia jasmani. Bahkan segala
yang ada di muka bumi ini atau dapat dikatakan sebab terakhir yang
merupakan kehidupan spiritual yang berasal dari Tuhan. Hal ini bukan
merupakan pemikiran yang selama ini disangkakan para kaum
materialis, yang mana mereka memilki pemikiran bahwa sifat material
itu sesungguhnya real atau juga begitu nyata. yang ril adalah yang
bersifat material. Begitu nyata status ontologis Tuhan yang spiritual
tersebut, sehingga para sufi berkeyakinan bahwa Dialah satu-satunya
Realitas Sejati: Dialah “asal” dan sekaligus “tempat kembali alpha dan
omega. Hanya padanya lah para sufi mengorientasikan jiwa dan
kesungguhan hati serta kerinduan mereka, dan kepadanyalah merekan
akan kembali menghadap/berpulang untuk selama-lamanya.
Jika digambarkan keberadaan manusia dimuka bumi ini memiliki
2 rumah, rumah yang pertama yaitu dunia yang fannah dan penuh
tipu muslihat. Sedangkan rumah kedua yaitu tempat dimana ruhnya,
yaitu alam yang amat tinggi. Karena manusia hakikatnya menyatu
dengan ruh, maka dari itu manusia merasa terasingkan dikarenakan
tempat sesungguhnya ruh adalah alam rohaniah. Hal inilah yang
memicu diri seseorang untuk mencari/memulai perjalanan spiritualnya
mencari keberadaan tuhan. Namun karena Tuhan sebagai “tujuan

5
Sholihin dan Rosihon , Ilmu Tasawuf (Bandung, Pusaka Setia, 2014) hal 17
17

akhir” perjalanan manusia yang bersifat rohani, maka manusia


harus berjuang menembus rintangan-rintangan materi agar ruhnya
menjadi suci.6

Keyakinan ini lah yang memicu munculnya cara hidup spiritual


yang pada prinsipnya bertujuan pada “pendekatan” dengan “sumber”
dan “tujuan” hidupnya yaitu Tuhan. Cara spiritual yang dilakukan ini
biasa disebut dengan dzikir. Yang mana biasa dilakukan dengan cara
menyebut-nyebut nama Tuhan. Zikir biasa dilakukan oleh para kaum
sufi yang dimaksudkan agar dapat merasakan kedekatan dan memenuhi
hatinya dengan menyebut asma Allah, sehingga dapat merasakan diri
lebih dekat dengan kehadiran-Nya. Selain melakukan zikir, praktik lain
yang bisa dilakukan yaitu dengan merenungkan serta membaca
firmannya dengan penuh rasa kecintaan. Hal ini memiliki tujuan utama
yaitu diyakini dengan melakukan hal demikian seorang sufi dapat
memahami dan mengambil hikmah dari apa yang terkandung
didalamnya. Adapun cara lain yang dapat dilakukan untuk
mendekatkan diri yaitu dengan “bersendiri dengan Tuhan”, dilakukan
ditengah malam, pada saat-saat yang lain tertidur lelap agar mendapat
kekhusukan dalam menjalankannya. Hal ini memunculkan buah
hubungan “munajat” atau “lamhat”. Dari penjelasan diatas, tentunya
ada suatu cara yang telah dilewati oleh para sufi, jalan spiritual
tersebut dikenal dengan istilah Tarekat. Tarekat sering juga digunakan
dengan kata suluk yang artinya juga jalan spiritual, dan orang-
orangnya disebut salik. Kata Tarekat juga dipakai untuk
merujuk/menunjuk sebuah kelompok persaudaraan atau rumpun spiritual
yang biasanya didirikan oleh seorang Sufi besar seperti „Abd al-Qadir al-
Jilani, Syadzili, Jalal al-Din Rumi, dan lain-lain. Nama Tarekat tersebut
biasanya dihubungkan dengan nama-nama para pendirinya, ataupun julukan
yang diberikan oleh para jemaahnya. Oleh karena

6
Mulyadi Kartanegara, Filsafat Etika, dan Tasawuf, (Bandung, Pusaka Setia, 2016) hal. 92
18

itu kita mengenal Tarekat Qadariyah,Syadziliyyah, atau Mawlawiyah.7


Setiap tarekat selalu identik dengan nama para pendirinya dan juga
bertujuan untuk menghargai mereka yang memyebarluaskan jalan agar
lebih dekat kepada sang pencipta.

Para kaum sufi mengamalkan ajaran tarekat sebagai jalan


spiritualnya seumur hidup. Walaupun mempunyai tujuan yang sama
yaitu mendekatkan diri dengan Tuhan dan bersatu dengan-Nya, setiap
orang pastinya mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dalam
menjalankannya. Baik secara hakiki, dalam apa yang disebut sebagai
kesatuan mistik atau ittihad. Meskipun demikian, para ahli sepakat
untuk membedakan tahapan perjalanan spiritual ini kedalam stasiun-
stasiun (maqamat) dan keadaan (ahwal). Perbedaan antara keduanya
adalah, sementara maqamat dicapai melalui usaha yang sadar dan
sistematis, ahwal adalah keadaan jiwa (mentalstates) yang datang
secara spontan, sebagai hadiah dari Tuhan.8 Dari sini lah awal mula
munculnya gerakan para sufi yang merupakan titik awal dari
permulaan lahir dan berkembangnya penyebar luasan gerakan sufi yang
bukan hanya terjadi di jazirah Arab, namun juga merambah ke
Nusantara dengan corak dan tariqah yang sama dengan pendiri
gerakan sufi. Beberapa sumber menyebutkan Tarekat-tarekat awalnya
mendapatkan pengikutnya di lingkungan kerajaan, barulah setelah itu
menyebar luas dalam kehidupan masyarakat awam.

Para penulis dan penyebar Tarekat di Sumatera pada abad ke 17


M seperti Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Al-Sumatrani bekerja di
bawah lindungan pihak kerajaan. Kronika berbahasa Jawa dari Cirebon
dan Banten menceritakan bagaimana pendiri dinasti raja sendiri
mengunjungi Tanah Arab dan berbai‟at menjadi pengikut

7
Ibid.Mulyadi Kartanegara, hal. 93
8
Ibid, hal. 107
19

sejumlah Tarekat (Syattariyah, Naqsabandiyah,Kubrawiyah,


Syadziliyyah). Kronika berbahasa Jawa dari Cirebon dan Banten
menceritakan bagaimana pendiri dinasti raja sendiri mengunjungi Tanah
Arab dan berbai‟at menjadi pengikut sejumlah Tarekat (Syattariyah,
Naqsabandiyah,Kubrawiyah, Kronika berbahasa Jawa dari Cirebon dan
Banten menceritakan bagaimana pendiri dinasti raja sendiri
mengunjungi Tanah Arab dan berbai‟at menjadi pengikut sejumlah
Tarekat (Syattariyah, Naqsabandiyah,Kubrawiyah, Syadziliyyah). Tarekat
dipandang sebagai sumber kekuatan spiritual, sekaligus melegitimasi
dan mengukuhkan posisi raja. Jelaslah bahwa para raja tidak berminat
kepada upaya yang membuat kekuatan supernatural yang sama dapat
dimiliki oleh semua warga negara mereka.

Di Nusantara, salah satu daerah yang dikenal kental dengan


tradisi tasawuf salah satunya adalah Kabupaten Pandeglang, Banten.
Kabupaten Pandeglang juga memiliki julukan kota sejuta santri. Hal
tersebut karena banyaknya lembaga pendidkan Islam seperti pesantren,
madrasah, majlis taklim, dan kobong9. Dalam aktifitas keberagamaan di
majelis taklim pada umumnya beranggotakan masyarakat umumnya
kaum ibu-ibu yang juga menginduk ke pesantren atau madrasah yang
dipimpin oleh seorang kiai yang fokus mendidik jama‟ah majelis
taklim melalui pengajian pembacaan kitab klasik (kitab kuning) atau
kiai yang memiliki kapasitas sebagai seorang mufti atau seorang
mursyid Tarekat. Salah satu contoh aktifitas keberagaman masyarakat
Kabupaten Pandeglang adalah seperti di Kampung Cidahu, Desa
Tanagara. Di kampung tersebut ada sebuah pesantren yang dipimpin
oleh seorang mufti/mursyid Tarekat Syadziliyyah yaitu Abuya
Dimyathi. Dari semenjak Abuya Dimyathi menetap di Kampung
Cidahu pada tahun 1963 M dan membuka pengajian

9
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1995), h. 197
20

serta mengijazahkan Tarekat Syadziliyyah dan Tarekat lainnya untuk


santri dan masyarakat umum yang ingin berbai῾ at. Rutinitas tersebut
dilaksanakan hingga ia wafat. Selepas wafatnya Abuya Dimyathi,
kegiatan tersebut masih berlangsung dan dilanjutkan oleh putra-
putrinya. Kegiatan pengajian di pesantren untuk santri yang menetap
dan masyarakat masih tetap berlanjut, termasuk kegiatan ijazah Tarekat
Syadziliyyah yang dapat dilaksanakan kapan saja, tergantung pada
santri atau masyarakat yang datang untuk berbai‟at. Namun setelah
wafatnya Abuya Dimyathi, kegiatan ijazah Tarekat Syadziliyyah itu
dilaksanakan hanya satu tahun sekali, yaitu di setiap bulan Maulid.
Kegiatan rutin lainnya adalah penyelenggaraan istighâtsah kubrâ yang
dilaksanakan satu bulan sekali secara rutin. Kegiatan istighâtsah kubrâ
adalah kegiatan yang baru dirintis selepas wafatnya Abuya Dimyathi
dan didalam pelaksanaan kegiatan tersebut, ada serangkaian acara yang
khusus membacakan syair-syair dalam kitab kisah sahabat dalam
perang badar yang ditulis oleh Abuya Dimyathi.

Daerah kota Jambi cukup banyak pondok pesantren yang berdiri


namun tidak seluruhnya mengamalkan Tarekat syadziliyyah. Salah
satunya pondok pesantren Mamba‟ul Ulum. Pondok pesantren
Mamba‟ul Ulum didirikan oleh KH. Selamet Baharudin pada tahun
2000 dan terletak di kelurahan Talang Bakung kota Jambi.Tarekat
Syadziliyyah di Pondok Pesantren Mamba‟ul UlumTalang Bakung
melakukan kegiatan-kegiatan seperti tawajuhan seperti para pengikut
Tarekat-Tarekat yang lainnya, kegiatan tersebut dipusatkan di Pondok
Pesantren Mamba‟ul Ulum, dengan komunikasi yang
baik.TarekatSyadziliyyah dapat berkembang dan dapat diterima
dikalangan santri pondok pesantren Mamba‟ul Ulumdan masyarakat
sekitar. Proses pengamalan TarekatMamba‟ul Ulumdilakukan 2 kali
dalam satu hari, yaitu pada ba‟da subuh dan ba‟da maghrib.
pengamalan TarekatMamba‟ul Ulumdilakukan dengan metode
21

berzikir bersama ataupun bisa dilakukan sendiri. Dalam hal ini pihak
pondok menekankan kepada semua pengikut TarekatSyadziliyyah agar
tidak melalaikan amalan yang sudah ditentukan sesuai dengan perintah
mursyid TarekatSyadziliyyah.
Pada bulan maulid, dipondok Pondok Pesantren Mambaul Ulum
biasanya terjadi fenomena orang-orang yang datang berbondong-
bondong untuk melakukan bai‟at tarekat syadziliyah, baik itu para
santri-santri Pondok Pesantren Mambaul Ulum itu sendiri maupun
santri yang berasal dari pondok lain. Hal tersebut dapat terjadi karena
tarekat syadziliyah tidak menitik beratkan harus adanya praktek
menjauhkan diri dari dunia. Menurut Al-Syadzili, zuhud tidak melulu
meninggalkan dunia dan meninggalkan profesi yang sedang digeluti, 10
lebih jauh lagi menurut Al-Syadzili meninggalkan kehidupan dunia
secara berlebihan akan menghilangkan perasaan syukur, dan sebaliknya,
memanfaatkan dunia secara berlebihan maka akan menimbulkan
kezaliman. Selanjutnya, ia senantiasa menganjurkan pengikutnya agar
menggunakan nikmat Allah secukupnya baik dalam hal pakaian,
makanan, dan kendaraan, serta hal materil lainnya. 11 Perbuatan
mengasingkan diri dan menjauhi urusan dunia dapat menimbulkan rasa
tidak bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita.
Banyaknya orang-orang datang dari berbagai golongan untuk mengikuti
bai‟at dan ijazah serta ikut mengamalkan ajaran tarekat di Pondok
Pesantren Mambaul Ulum, amalan yang diajarkan juga cukup mudah
dalam segi pengamalannya. Bagi mereka yng baru ingin mencari tahu
dan mengamalkan apa itu tarekat, dapat dengan mudah
mengamalkannya. Sedangkan mereka yang telah mahir, dapat lebih
memperdalam latihan spiritual serta menambah hizb, wirid maupun
sanad. Dengan demikian muncullah rasa kecocokan dari

10
Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), hal. 85
11
Sri Mulyati dan Wiwi Siti Sajaroh, LaporanPenelitian Kolektif Buku Ajar TasawufPasca Ibn‟
Arabi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), hal. 22
22

berbagai golongan karena tidak adanya aturan yang memberatkan.


Selain itu, kemasyhuran dari Abuya Dimyathi yang dikenal sebagai
ulama yang wara‟ dan memiliki kualitas keilmuan yang tinggi juga
sebagai daya tarik dari Tarekat Syadziliyyah ini, dan pengamalan
Tarekat Syadziliyyah yang ringan, yaitu hanya dilaksanakan dua kali
dalam sehari, pada waktu sesudah shalat magrib dan shalat subuh,
ditambah dengan bilangan wiridnya yang relatif dapat dilaksanakan
dalam waktu singkat, juga wiridnya yang singkat, dan ada konsep
keseimbangan antara dunia dan akhirat bagi pengamal Tarekat ini,
kesemuanya adalah daya tarik dari Tarekat Syadziliyyah itu sendiri.

Penulis tertarik untuk meneliti tentang Tarekat Syadziliyyah di


Pesantren Mambaul Ulum Jambi karena menurut penulis Tarekat
Syadziliyyah disana memiliki corak yang unik, sebagaimana yang
pernah diucapkan oleh Abuya Dimyathi sebagai mursyid Tarekat
Syadziliyyah, bahwa Tarekatnya adalah ngaji. Hal tersebut dibuktikan,
dengan komitmen untuk tidak pernah meninggalkan pengajian yang
diampunya, dan oleh karenanya Abuya Dimyathi memiliki kharisma
tersendiri sehingga menjadi daya tarik masyarakat untuk berbaiat
kepadanya, ditambah dengan posisinya sebagai mursyid
TarekatSyadziliyyah yang wiridnya ringan untuk dilaksanakan
melaluipembacaan zikir,salâwat, tahlîl, do‟a dan wasilah, semakin
membuat yakin santri dan masyarakat bahwa antara mursyid dan
Tarekat yang diijazahkan olehnya adalah meyakinkan. Selain menjadi
media mendekatkan diri kepada Allah Swt. juga tidak menghambat
aktifitas yang berbaiat TarekatSyadziliyyah. Atas latar belakang diatas,
penulis tertarik untuk menyusun sebuah karya tulis dengan judul
“Sejarah dan Perkembangan Tarekat Syadziliyyah di Pesantren
Mambaul Ulum Kelurahan Talang Bakung Kota Jambi Tahun 2015-
2019”
23

Penulis mengambil judul ini karena Pengaruh TarekatSyadziliyyah


di pondok pesantren Mamba‟ul Ulumdari tahun ke tahun mengalami
pasang surut terlebih sejak wafatnya pendiri pondok pesantren
mamba‟ul ulum. Oleh karena itu Penulis tertarik untuk mengambil
judul tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah lahirnya Tarekat Syadziliyyah di pondok pesantren
Mamba‟ul Ulum ?
2. Bagaimana perkembangan Tarekat Syadziliyyah di pondok pesantren
Mamba‟ul Ulum ?

C. Batasan Masalah
Berdasarkan pokok masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan
pada suatu permasalahan. Dimana hal ini untuk menghindari objek
bahasan yang keluar dari koridor yang di harapkan. Oleh karena itu
dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang akan dibahas
hanya tentang, Sejarah dan perkembangan Tarekat Syadziliyah di
pesantren Mambaul Ulum Kelurahan Talang bakung Kota Jambi 2015-
2019.

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui sejarah lahirnnya Tarekat Syadziliyyah
2. Untuk mengetahui perkembangan TarekatSyadziliyyah di pondok
pesantren Mamba‟ul Ulum
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk lebih mengenal
kekayaan dari nilai-nilai keislaman itu sendiri, khususnya ajaran
Tarekat Syadziliyyah pada masyarakat Talang Bakung,
sekaligus sebagai wacana untuk mempelajari Islam khususnya pada sisi
24

batiniah melalui jalan Tarekat, yang diajarkan pada masyarakat


tersebut.
E. Tinjauan Pustaka
Sebagai acuan untuk mengetahui apakah penelitian seperti ini
sudah pernah dilakukan sebelumnya atau belum pernah ada,maka
diperlukan suatu kajian penelitian terlebih dahulu. Berdasarkan tinjauan
yang dilakukan penulis sebelumnya, penulis menemukan beberapa
penelitian dalam bentuk skripsi yang berkaitan dengan penelitian yang
akan dilakukan:
Yang pertama, skripsi karya Moh. Tasir, mahasiswa UIN Sunan
Ampel Fakultas Ushuluddin dan filsafat yang berjudul Transformasi
Metode Tarekat Syadziiyyah di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil
Bangkalan. Skripsi tersebut membahas tentang pengertian Tarekat, tujuan,
ajaran dan macam-macam gambaran umum tentang Tarekat
Syadziliyyah. Skripsi tersebut juga membahas tentang transformasi
metode Tarekat yang biasanya hanya dengan berdzikir kemudian
dikombinasikan dengan bersolawat terlebih dahulu supaya jamaahnya
lebih bersemangat dan lebih khusyuk untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Yang kedua dalam skripsi Sa‟adatul Jannah, Tarekat Syadziliyyah
dan Hizbnya, 2011. Tarekat Syadziliyyah dinisbatkan kepada Abu Hasan
al Syadzili sebagai pendirinya. Tarekat Syadziliyyah adalah salah satu
Tarekat yang diakui kebenarannya. Yang memulai keberadaannya
dibawah salah satu dinasti al muwahidun, yang kenudian berkembang
12
dimesir dan timur dekat dibawah dinasti mamluk.
Dan yang ketiga dalam skripsi Muhammad Juni, mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008 yang berjudul Sejarah
Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyyah diKabupaten Bekasi (1993-
2003). perkembangan Tarekat Syadziliyyah dikabupaten bekasi sangat pesat
sejak periode KH. Mahfudz Syafi‟i (1993-2003)

12
Sa‟adatul Jannah,Tarekat Syadziliyyah dan hizbnya. (UIN Syarif Hidayatulah). Jakarta:2011.
25

sampai sekarang, karena Tarekat diajarkan dengan konsep yang mudah


difahami sesuai zaman sekarang yang serba modern dan sesuai
kebutuhan murid-murid pada saat ini. Dengan berTarekat tidak berarti
meninggalkan dunia, bahkan dengan Tarekat bisa menyatu dengan
kehidupan serta kebutuhan sehari-hari. Sehingga disamping kebutuhan
dunia juga kebutuhan akhirat. Dengan berTarekat tidak menjadikan
orang tertutup, akan tetapi lebih terbuka pada masyarakat luas karena
disamping mempunyai intelektual yang tinggi juga bisa menyeimbangkan
dengan jiwa yang selalu ingat kepada Allah.13
Skripsi dari Siti Aisah tentang“Sikap Zuhud Pengamal Thariqah
Syadziliyyah” yang membahas studi kasus di yayasan Bintang Qalbu “At-
Thariq” kelurahan Pedalangan kecamatan Banyumanik kota Semarang,
baru membahas tentang metode ajaran cara (suluk) dan amaliyah wirid-
wirid(aurod) serta menekankan bagaimana bisa melaksanakan kewajiban
yang membebankan oleh syari‟ah melalui amaliah dan bagaimana moral,
akhlakatau etika secara untuh meneladani Nabi Muhammad Saw.
Meskipunpenelitian skripsi ini membahas tentang Tarekat Syadziliyyah, yang
didalamnyaada prinsip-prinsip memaknai tingkah dan laku hidup, serta
amalan-amalanspiritual. Namun belum secara jelas dan gamblang
membahas tentang karakter orang „alim menurut Ibn „Athâ‟illâh baik
fungsinya begitupun sebaliknya pada Tarekat Syadziliyyah.

Pembeda dari penelitian sebelumnya, penulisan skripsi ini lebih


memfokuskan pada bagaimana pengaruh Tarekat Syadziliyyah di Pondok
Pesantren Mamba‟ul Ulum kelurahan Talang Bakung Kota Jambi.

F. Landasan Teori Penelitian


Tarekat (baha ab: arīqah ‫ ;طر‬jamak ‫;طرق‬
“jalan” atau “metode”, dan mengacu pada aliran keagamaan

13
Skripsi Muhammad Juni, sejarah Perkembangan dan peranan tarekat syadziliyah dikabupaten
bekasi(1993-2003). (UIN Syarif Hidayatulah) .Jakarta:2008
26

tasawufiatau sufisme dalam Islam. Dalam konseptualnya terkait dengan


ḥ aqiqah atau “kebenaran sejati”, mempunyai tujuan utama seperti
cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para pengikut aliran tersebut.
Seorang penuntut ilmu agama akan memulai pendekatannya dengan
mempelajari hukum Islam, yaitu praktek eksoteris atau duniawi Islam,
dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang
berbentuk ariqah. elalui praktek spiritual dan bimbingan
pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk
mencapai ḥ aqiqah (hakikat, atau kebenaranhakiki). Kata tarekat berasal
dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti: (1) jalan
atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3)
mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang
tempat berteduh, tongkat, payung („amud al-mizalah). Dalam pengertian
yang sederhana, tradisi maupun kebiasaan merupakan bagian dari suatu
negara, kelompok masyarakat, yang telah berlangsung sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan mereka. Hal yang sangat mendasar
dalam sebuah tradisi adalah adanya informasi yang berlanjut
diturunkan dari generasi ke generasi baik itu melalui tulisan maupun
secara lisan, karena tanpa adanya ini, tradisi suatu bangsa dapat
punah.
Menguatnya gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan
masyarakat, mengindikasikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
sufisme dan tarekat secara psikologis mampu membawa anak bangsa
ini menuju masyarakat yang lebih bermartabat dan manusiawi, sehinga
tarekat diharapkan dapat mengatasi sebagian persoalan hidup terutama
dalam bidang moralitas.14 Seperti dikatakan diatas, persoalan moralitas
sangat penting untuk dibagun agar masyarakat tidak terjerumus
kedalam jalan yang dilarang oleh Allah. Sufisme dan Tarekat
merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup popular

14
Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabaroh di Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group, 2006),
hal. 11
27

di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik telah


menjangkau kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat
kelas atas (elite) dengan angka pertumbuhan yang cukup signifikan
terutama di daerah perkotaan. Tampaknya gejala gaya hidup ala
sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini dianggap
bertentangan dengan kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan).
Gejala ini bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsur spiritual yang
belum juga terpenuhi oleh ibadah rutin15. Dengan ini dapat dikatakan
bahwa tarekat sangat mudah berbaur dalam masyarakat baik itu dari
golongan atas maupun golongan bawah.

Secara umum, pokok dari ajaran semua Tarekat diantaranya adalah:


Pertama, mempelajari semua ilmu pengetahuan yang bersangkut paut
dengan pelaksanaan semua perintah. Kedua, mendampingi guru-guru
dan teman seTarekat untuk melihat bagaimana cara melakuan suatu
ibadah. Ketiga, meninggalkan segala rukhsah dan ta‟wil untuk menjaga
dan memelihara kesempurnaan amal, keempat, menjaga dan
mempergunakan waktu serta mengisinya dengan wirid dan do‟a guna
membentuk pribadi yang khusu‟ dan hudur, dan kelima, mengekang
diri dari hawa nafsu dan agar diri terjaga dari kesalahan. 16
berdasarkan penyampaian diatas dapat kita katakan walaupun cara dan
metode setiap tarekat berbeda-beda, namun pokok ajaran pada
umumnya tetap sama dan dengan tujuan yang sama pula.

15
Ris‟an Rusli, Tasawuf dan Tarekat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal183.
16
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, (Jakarta: FA.H.M TawiSonBag, 1966), hal 50
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Heuristik

Heuristik adalah berasal dari kata Yunani heurishein, artinya


memperoleh. Menurut G. J. Renier yang dikutip Dudung dalam
bukunya yang berjudul Metode Penelitian Sejarah Islam yang
menjelaskan bahwa, heuristik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan
suatu ilmu. Oleh karena itu, heuristik tidak mempunyai peraturan-
peraturan umum. Heuristik seringkali merupakan suatau keterampilan
dalam menemukan, menangani, dan memperinci bibliografi, atau
mengklarifikasi dan merawat catatan-catatan.17

Catatan-catatan tersebut peneliti bisa dapatkan melalui observasi,


merupakan teknik awal yang dapat peneliti gunakan untuk mendapatkan
data yang akurat berdasarkan permasalahan yang akan penulis teliti.

Observasi merupakan alat pengumpulan data disebut panduan


observasi. Metode ini menggunakan pengamatan atau pengindraan
langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau prilaku. 18
Dengan melakuakn teknik observasi akan mempermudahkan dalam
meperoleh gambaran langsung dari kehidupan masyarakat yang tentunya
susah untuk diungkap dengan menggunkan metode lain.

Penelitian menggunakan teknik observasi secara partisipasif dengan


maksud, pengamatan terlibat merupakan jenis pengamatan yang
melibatkan peneliti dalamkegiatan orang yang menjadi sasaran peneliti,
tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan atau aktifitas yang
bersangkutan dan tentu saja dalam hal ini peneliti tidak menutupi
dirinya selaku peneliti.19

17
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Seiarah Islam, (Yogyakart: Ombak , 2011),hal
104
18
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitan Sosial, (Jakarta: PY. Raja Grafindo Persada, 2015) ,
hal 52
19
Prof. Dr. Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2017), hal. 64

28
29

Pencarin bahan-bahan sumber diatas dapat dilakukan dengan


pencarian bukti-bukti fakta sejarah, pada tahap ini disebut juga
Heuristik. Berikut merupakan langkah permulaan didalam semua
20
penulisan sejarah, data tersebut antara lain meliputi:

a. Menggunakan tekhnik observasi partisipasif yaitu dengan


melakukan kunjungan langsung pada Pondok Pesantren
Mambaul Ulum dan mengukuti serta berpartisipasi dengan
kegiatan yang di selenggarakannya.
b. Sumber lisan, dapat diperoleh melalui tekhnik wawancara
langsung terhadap pimpinan ponpes. Wawancara juga dilakukan
pada pengikut yang sedang menjalankan ajaran Tarekat.
c. Sumber tertulis yaitu data dokumentasi pribadi yang
dikumpulkan, serta dokumen-dokumen resmi milik tarekat
seperti aturan yang dikeluarkan oleh mursyid dan tentang
Tarekat Syadziliyyah.
d. Artifak yaitu data yang diperoleh melalui benda-benda yang ada
misalnya bangunan masjid gedung pondok dan lain-lain.21
Artefak dapat digunakan untuk menguak fakta sejarah pada
masa lalu.
B. Verifikasi
Setelah berhasil mengumpulkan dan mendapatkan sumber-sumber
sejarah yang dianggap memiliki kaitan yang erat dan relevan dengan
kajian penelitian, maka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan yaitu
dengan melakukan kritik terhadap sumber tersebut. Kegiatan ini
merupakan salah satu langkah analitis yang biasanya ditampilkan oleh
para sejarawan terhadap dokumen-dokumen setelah mereka
mengumpulkan dari arsip-arsip, hal ini bertujuan ketika setelah berhasil
mendapatkan dan mengumpulkan sumber-sumber untuk melakukan
penelitiannya. Langkah selanjutnya harus menyaringnya secara

20
Wasino dan Endah, Metode Penelitian Sejarah .( Yogyakarta :pusaka setia 2018) hal.23
21
Dudung Abdurrahman, metode penelitian sejarah (Yogyakarta : Ombak.2011) hal.55-59
kritis tahap ini disebut kritik sumber baik terhadap bahan materi yang
disebut kritik eksternal maupun sumber terhadap substansi isi sumber
disebut kritik internal. 22
Setelah sumber sejarah selesai dalam pengklasifikasiannya,
tahapan berikutnya melakukan verifikasi atau bisa juga disebut
dengan kritik untuk memperoleh kebenaran sumber. Dalam hal ini
yang harus diuji adalah keabsahan tentang keaslian sumber
(otentisitas) yang dilakukan melalui keritik ekstrn dan keabsahan
tentang kesahihan sumber (kredebilitas) yang ditelusuri melalui
keritik intern.23
Selain heuristik yang digunakan dalam penelitaian sejarah,
peneliti juga perlu menggunakan verifikasi, dengan menggunakan
verifikasi maka data diketahui keabsahannya dengan sempurna, jadi
verifikasi dalam penelitian sejarah tidak bisa ditinggalkanberikut ini
akan dijelaskan tentang teknik verifikasi yang peneliti gunakan
yaitu:
a. Keaslian Sumber
Peneliti melakukan pengujian atas asli dan tidaknya sumber,
berarti ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditentukan.
Bila sumber itu merupakan dokumen tertulis maka harus diteliti
kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya,
ungkapannya, kata-katanya, hurufnya, dan segi penampilan luarnya
yang lain.24 Tentang Sejarah dan Perkembangan Tarekat
Syadziliyyah di pesantren mambaul Ulum Kelurahan Talang
Bakung Kota Jambi Tahun 2015-2019.
b. Kesahihan Sumber

22
Zuhdi buletin, histografi dan metodologi penulisan skripsi (jakarta:2017) hal 50
23
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penulisan Sejarah Islam,(Yogyakarta : Ombak. 2011)hal.108
31

Dalam mengkaji sumber sejarah, kesahihan merupakan faktor


yang paling menetukan benar atau tidaknya fakta/bukti sejarah
yang diteliti tersebut. Gilbert J. Garraghan mengatakan dalam
bukunya Dudung Abdurrahman yang berjudul metodologi
penelitian sejarah islam, kekeliruan saksi pada umumnya
ditimbulkan oleh dua penyebab utama: pertama, kekeliruan dalam
sumber informal yang terjadi dalam usaha menjelaskan,
menginterprestasikan, atau menarik kesimpulan sumber itu. Kedua,
kekeliruan dalam sumber formal. Penyebabnya ialah kekeliruan
yang disengajakan terhadap kesaksian yang pada mulanya penuh
kepercayaan detail kesaksian tidak dapat dipercaya, para sakti
terbukti tidak mampu menyampaikan kesaksian secara sehat,
cermat, dan jujur. Oleh karena itu, kritik dilakukan sebagai alat
pengendali dan pengecekan proses-proses itu serta mendeteksi
adanya kekeliruan yang mungkin terjadi.25
C. Interprestasi
Interprestasi atau penafsiran sejarah sering kali disebut sebagai
analisis sejarah. Analisis itu sendiri berarti menguraikan, dan secara
terminologis berbeda dengan sintesis yang berarti menyatukan.
Namun keduanya, analisis dan sintesis, dianggap sebagai metode-
metode utama didalam interprestasi. Analisis sejarah itu sendiri
bertujuan melakukan sisntesis atas sejumlah fakta yang diperoleh
dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori
disusunlah fakta itu kedalam suatu interprestasi yang menyeluruh. 26
Berdasarkan uraian yang disampaikan diatas, dapat kita tarik
kesimpulan bahwa analisis dan sintesis merupakan satu-kesatuan
teknik yang digunakan bersama untuk menyusun suatu tafsir
sejarah atau biasa disebut dengan interprestasi.

25
Ibidhal. 111
26
Ibidhal. 114
Karena penelitian yang dilakuan oleh penulis bersifat deskriptif,
maka penulis menggunakan metode analisis untuk membantu
mengambil kesimpulan dalam penelitian ini, meliputi:

a. Metode Induktif
Yaitu metode yang membahas masalah khusus menuju ke arah
kesimpulan yang bersifat umum. Seperti yang dikemukakan oleh
Sutrisno Hadi yakni : “berfikir induktif berangkat dari
fakta yang konkrit kemudian ditarik dan digeneralisasikan sesuai
dengan sifat umum”

b. Metode Deduktif
Yaitu data yang dipergunakan untuk menganalisa data yang
terkumpul dengan jalan menguraikan atau menginterprestasikan
hal – hal yang bersifat umum pada kesimpulan yang bersifat
khusus. Merupakan proses pendekatan yang berangkat dari
kebenaran yang bersifat umum mengenai suatu fenomena (teori)
kemudian menggeneralisasi kebenaran tersebut pada suatu
peristiwa atau data tertentu yangmempunyai ciri yang sama
dengan fenomena yang bersangkutan, dengan memakai kaidah
logika tertentu.27

Interprestasi dalam penelitian sejarah sangat diperlukan,


kegunaan dari interprestasi ini sendiri untuk menganalis data
yang telah dikumpulkan dan yang telah dicari keabsahannya
tentang data tersebut, analisis data ini digunakan dalam tahap
ketiga untuk penelitian sejarah, yang berkaitan dengan Sejarah
dan Perkembangan Tarekat Syadziliyyah di pesantren mambaul
Ulum Kelurahan Talang Bakung Kota Jambi Tahun 2015-2019.
D. Historiografi

27
Syarifudin Anwar, Metode Penelitian, ( Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2003) hal 40
33

Adapun tahapan terakhir yang dilakukan peneliti dalam


menguraikan fakta sejarah adalah historiografi yang terdiri dari
penafsiran, penjelasan dan penyajian. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh penulis, maka sejarawan mulai menafsirkan segala
sumber serta fakta-fakta yang didapatkan dan menjadikannya satu
rangkaian hasil penelitian. Ketika sejarawan memasuki tahap
menulis, maka akan mengerahkan seluruh keterampilan dan daya
pikirannya baik secara teknis ataupun nonteknis tetapi utamanya
penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena pada
akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh
penelitiannya atau penemuannya dalam suatu penulisan utuh yang
disebut historiografi28
Historiografi atau penulisan sejarah; yaitu kegiatan menyusun
kesaksian(sumber) yang dapat dipercaya menjadi suatu deskripsi
atau penyajian kisah yang bermakna .29 Historiografi dilakukan
dengan menyusun hasil penelitian yang telah dilakukan sehingga
menjadi satu kesatuan yang utuh dalam bentuk skripsi. Hasil
penelitian disajikan kedalam bentuk tulisan dengan tata bahasa
yang baik dan benar.
Sejak penulisan sejarah dilakukan secara ilmiah, maka
penulisan sejarah mempergunakan metode sejarah. Prosedur kerja
para sejarawan untuk melukiskankisah masa lalu atau sumber-
sumber sejarah, terdiri atas: 1) Mencari jejak-jejakmasa lampau; 2)
meneliti jejak-jejak tersebut secara kritis; 3) Berdasarkaninformasi
yang diperoleh dari jejak-jejak tersebut berusaha
membayangkanbagaimana gambaran masa lampau; dan 4)
menyampaikan hasil-hasil rekonstruksisecara kritis dan imajinatif
tentang masa lampau sehingga sesuai dengan jejak-jejak

28
Zuhdi buletin, histografi dan metodologi (jakarta:2017) hal 50
29
Gottschalk, L. Mengerti Sejarah,(Jakarta:1985) hal 18
30
tersebut atau imajinasi ilmiah. Dalam memastikan imajinasi kisah
sejarah dalam penelitian ini bersifat ilmiah dan relevan, maka dari
itu peneliti menggunakan ilmu-ilmu sosial lain dalam menunjang
hasil penelitian.
Historiografi penelitian ini disertai dengan eksplanasi. Menurut
Kartodirdjo Eksplanasi yaitu memberi penjelasan kritis, sehingga
rekonstruksi yang dihasilkan bersifat deskriptif-analitis. Eksplanasi
dapat dilakukan dengan bantuan konsep dan teori ilmu social yang
lain.31
Persyaratan paling umum yang harus diperhatikan oleh peneliti
di dalam memaparkan fakta sejarah adalah: bahasa yang digunakan
oleh peneliti dalam menjelaskan haruslah menggunakan bahasa
yang baik, penggunaan gaya bahasa yang tepat dalam
menggungkapkan maksudnya dan memperhatikan pedoman bahasa
Indonesia yang baik, bahasa yang mudah dan jelas dipahami, dan
data dipaparkan seperti apa adanya atau seperti yang dipahami
oleh peneliti dan gaya bahasa yang khas.
a. Terpenuhinya kesatuan sejarah, yakni suatu penulisan sejarah
disadari sebgaian dari sejarah yang lebih umum, karena ia
didahului oleh masadan diikuti oleh masa pula. Dengan
perkataan lain, penulisan itu ditempatkan sesuai dengan
perjalanan sejarah.
b. Menjelaskan apa yang ditemukan oleh peneliti dengan
menyajikan bukti-bukti dan membuat garis-garis umum yang
akan diikuti secara jelas oleh pemikiran pembaca. Dalam hal
ini perlu dibuat pola penulisan atau sistematika penyusunan dan
pembahasan.
c. Keseluruhan pemaparan sejarah haruslah argumentatif, artinya
usaha peneliti dalam mengerahkan ide-idenya
30
Isam‟un,Sejarah Sebagai Ilmu, (Bandung:Historia Utama Press, 2005),hal 32-34
31
Skripsi Sukardi, T. Gerakan Tareqat Akmaliyah Di Banyumas Jawa TengahAbad XIX
(Universitas Pendidikan Indonesia), Vol. IX, No. 2 . Hal 87-102.
35

dalam merekontruksi masa lampau itu dilandaskan atas bukti-


bukti yang terseleksi, bukti yang cukup lengkap, detail fakta
32
yang akurat.
E. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan ini agar menjadi lebih jelas dan sistematis,
penyusunan akan di bagi menjadi beberapa bab yang masing-masing
terdiri dari beberapa sub –bab.

Bab I: pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, Rumusan


masalah, tujuan penelitian, landasan teori, metode penelitian, tinjauan
pustaka, sistematika penulisan.

Bab II: gambaran umum lokasi penelitian terdiri dari,sejarah dan


perkembangan pondok pesantren, letak geografis, profil pondok
pesantren, visi dan misi, struktur organisasi, data guru dan santri,
sarana dan prasarana.

Bab III : sejarah Tarekat terdiri dari, sejarah singkat Tarekat, Tujuan
Tarekat, Jenis-Jenis Tarekat, penyebaran Tarekat , perkembangan
Tarekat.

Bab IV :perkembangan Tarekat Syadziliyah Di Pondok Pesantren


terdiri dari, awal kemunculan Tarekat Syadziliyah di pondok, Ajaran
dan karakteristik, Perkembangan Tarekat Syadziliyah.

Bab V : Penutup, Kesimpulan , Penutup, daftar pustaka, dan lampiran

32
Dudung Abdurahman, Metododologi Penelitian Sejarah (Yogyakarta Ombak 2011),hal.116-118
BAB III

GAMBARAN UMUM PENELITIAN

A. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren


Sekitar tahun 1988-1989 tersebar berita bahwa setiap pemberangkatan
transmigrasi yang hendak melakukan perjalanan ke luar pulau Jawa,
termasuk ke daerah Sumatera selalu diikuti oleh seorang Pastur. Hal
tersebut membuat sebagian umat di pulau Jawa termasuk lembaga
pendidikan masa itu merasa gelisah. Untuk itu, Majelis Ulama
Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhamadiyah mengirimkan Da‟i
pembangunan dengan persyaratan antara lain: sudah berumah tangga dan
bersedia ditempatkan di daerah transmigrasi. Imbalan yang bisa
diperoleh jika Da‟i tersebut bersedia memenuhi persyaratan adalah
sebuah sepeda motor dan uang Rp 100.000,- tiap bulan.
Di daerah transmigrasi pada waktu itu juga sangat membutuhkan
orang- orang yang lebih memahami ajaran Islam dan pondok pesantren.
Sebagian besar orang yang berada di daerah transmigrasi saat itu
kurang memahami ajaran Islam karena kurangnya sumber daya manusia
dan sarana yang dapat digunakan untuk memperdalam ilmu agama
Islam.Aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Islam juga banyak
berkembang di daerah transmigrasi. Sangat dibutuhkan lebih banyak
sumber daya manusia dan sarana seperti pondok pesantren yang dapat
lebih membentengi umat Islam dari pengaruh dan penyebaran aliran-
aliran menyimpang tersebut.
Tingginya tingkat kenakalan remaja terutama perjudian dan narkoba di
daerah transmigrasi membuat semakin dibutuhkannya lembaga-lembaga
pendidikan yang dapat mengurangi masalah tersebut. Lembaga-lembaga
pendidikan diharapkan mampu menghasilkan generasi-generasi yang
bersih dari perjudian dan narkoba. Masih cukup tingginya biaya
pendidikan membuat sebagian para dua‟fa (fakir miskin dan anak yatim)
tidak mampu mengenyam pendidikan sekolah dasar maupun

36
untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sangat
dibutuhkan sekolah yang dapat membantu para du‟afa tersebut untuk
dapat bersekolah dan melanjutkan pendidikannya tanpa membayar biaya
SPP dari tingkat dasar sampai atas.
Beberapa alasan di atas, melatar belakangi pendirian pondok pesantren
Mamba‟ul Ulum di daerah transmigrasi (Sumatera), dengan harapan
dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan khususnya dalam
dunia pendidikan di daerah transmigrasi. Sangat dibutuhkan dukungan
dari berbagai pihak, untuk membantu mewujudkan kehidupan bangsa
yang cerdas dan mandiri sesuai dengan cita-cita pembangunan yang
tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Pondok pesantren Mamba‟ul Ulum didirikan pada tanggal 9 Juli 2001
M bertepatan dengan 17 Rabi‟ul Akhir 1422 H. Yayasan mamba‟ul
Ulum mendapat pengesahan resmi dari Departemen Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat Jendral Administrasi dan
Umum pada tanggal 2 Desember 2008. Pendiri Pondok Pesantren
Mamba‟ul Ulum adalah Kyai Slamet Baharudin beserta istri dan dibantu
oleh kalangan masyarakat yang berada di lingkungan sekitar pondok
pesantren Mamba‟ul Ulum dan pesantren ini didirikan di atas tanah
pribadi. KH Selamet Baharudin lahir pada tgl 5 mei tahun 1963 dan
wafat pada tanggal 23 april 2016. Beliau mengenyam pendidikan di
ponpes Mambaul Ulum di Purwodadi Jawa Tengah yang di asuh oleh
KH Abdul Karim selama 9 tahun mulai dari kelas 4 madrasah
ibtidaiyah sampai lulus madrasah aliyah. KH Selamet Baharudin
mengikuti program transmigrasi ke jambi pada tahun 1996 dan tidak
langsung mendirikan ponpes. KH Selamet Baharudin pada awal tiba di
Jambi bekerja serabutan atau tidak punya pekerjaan tetap pernah juga
bekerja sebagai kuli bangunan dan buruh pabrik. KH Selamet Baharudin
jg sempat bekerja di medan selama satu tahun pada tahun 1999 di
perkebunan, bahkan mempunyai keluarga angkat di medan
yang beragama Kristen. Hingga pada akhirnya KH Selamet Baharudin
mendirikan pondok pesantren pada tgl 9 Juli 2001.
pondok pesantren Mamba‟ul Ulum ini awalnya didirikan pada tanah
yang berukuran 300 m2 (10 m × 30 m). Didirikan menggunakan kayu-
kayu yang sederhana terdiri dari 2 lantai, lantai bawah digunakan untuk
belajar-mengajar dan lantai atas untuk asrama yang terdapat empat
kamar tidur didalamnya. Dua kamar tidur untuk santri putri dan dua
kamar untuk santri putra.
Nama Mamba‟ul Ulum digunakan dengan harapan agar pesantren ini
dapat menjadi pesantren yang dapat mengalirkan berbagai macam ilmu
yang berguna bagi umat. Selalu mendapat Ridho Allah SWT dan
Rasulnya serta mendapat keberkahan dan lindunganNYA, baik dalam
kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat nantinya.Sekitar tahun 1988-
1989 tersebar berita bahwa setiap pemberangkatan transmigrasi yang
hendak melakukan perjalanan keluar dari pulau Jawa, termasuk ke
daerah Sumatera selalu diikuti oleh seorang Pastur. Hal tersebut
membuat sebagian umat di pulau Jawa termasuk lembaga pendidikan
masa itu merasa gelisah. Untuk itu, Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul
Ulama (NU), dan Muhamadiyah mengirimkan Da‟i pembangunan dengan
persyaratan antara lain: sudah berumah tangga dan bersedia ditempatkan
di daerah transmigrasi. Imbalan yang bisa diperoleh jika Da‟i tersebut
bersedia memenuhi persyaratan adalah sebuah sepeda motor dan uang
Rp 100.000,- tiap bulan.
Di daerah transmigrasi pada waktu itu juga sangat membutuhkan
orang- orang yang lebih memahami ajaran Islam dan pondok pesantren.
Sebagian besar orang yang berada di daerah transmigrasi saat itu
kurang memahami ajaran Islam karena kurangnya sumber daya manusia
dan sarana yang dapat digunakan untuk memperdalam ilmu agama
Islam.Aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Islam juga banyak
berkembang di daerah transmigrasi. Sangat dibutuhkan lebih banyak
sumber daya manusia dan sarana seperti pondok pesantren yang
dapat lebih membentengi umat Islam dari pengaruh dan penyebaran
aliran-aliran menyimpang tersebut.
Tingginya tingkat kenakalan remaja terutama perjudian dan narkoba di
daerah transmigrasi membuat semakin dibutuhkannya lembaga-lembaga
pendidikan yang dapat mengurangi masalah tersebut. Lembaga-lembaga
pendidikan diharapkan mampu menghasilkan generasi-generasi yang
bersih dari perjudian dan narkoba.Masih cukup tingginya biaya
pendidikan membuat sebagian para dua‟fa (fakir miskin dan anak yatim)
tidak mampu mengenyam pendidikan sekolah dasar maupun untuk
melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sangat dibutuhkan
sekolah yang dapat membantu para du‟afa tersebut untuk dapat
bersekolah dan melanjutkan pendidikannya tanpa membayar biaya SPP
dari tingkat dasar sampai atas.
Beberapa alasan di atas, melatar belakangi pendirian pondok pesantren
Mamba‟ul Ulum di daerah transmigrasi (Sumatera), dengan harapan
dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan khususnya dalam
dunia pendidikan di daerah transmigrasi. Sangat dibutuhkan dukungan
dari berbagai pihak, untuk membantu mewujudkan kehidupan bangsa
yang cerdas dan mandiri sesuai dengan cita-cita pembangunan yang
tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Pondok pesantren Mamba‟ul
Ulum didirikan pada tanggal 9 Juli 2001 M bertepatan dengan 17
Rabi‟ul Akhir 1422 H. Yayasan mamba‟ul Ulum mendapat pengesahan
resmi dari Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Direktorat Jendral Administrasi dan Umum pada tanggal 2
Desember 2008. Pendiri Pondok Pesantren Mamba‟ul Ulum adalah Kyai
Slamet Baharudin beserta istri dan dibantu oleh kalangan masyarakat
yang berada di sekitar lingkungan pondok pesantren Mamba‟ul Ulum
dan pesantren ini didirikan di atas tanah pribadi.
Awalnya pondok pesantren Mamba‟ul Ulum didirikan pada tanah yang
berukuran 300 m2 (10 m × 30 m). Didirikan menggunakan kayu-kayu
yang sederhana, terdiri dari empat kamar (dua kamar untuk santri
putra dan dua kamar untuk santri putri) yang didirikan menjadi dua
lantai, lantai bawah untuk belajar dan lantai atas untuk asrama. Nama
Mamba‟ul Ulum digunakan dengan harapan agar pesantren ini dapat
menjadi pesantren yang dapat mengalirkan berbagai macam ilmu yang
berguna bagi umat. Selalu mendapat Ridho AllahSWT dan Rasulnya
serta mendapat keberkahan dan lindunganNYA, dalam kehidupan dunia
maupun kehidupan akhirat nantinya.
B. Letak Geografis
Letak Pondok pesantren Mamba‟ul Ulum sangat strategis untuk
pendidikan, bertempat di perbatasan Kotamadya Jambi dengan
Kabupaten Muaro Jambi sehingga menjadikan pesantren tersebut:
1. Mudah dijangkau, baik dari dalam kota maupun luar kota
2. Pengaruh kebudayaan masyarakat masih cukup terkendali karena
pengaruh negatif perkotaan (sikap individulalis) dan pengaruh
negatif pedesaan (keterbelakangan pendidikan) tidak terlalu
berpengaruh kuat di wilayah.
3. Hubungan masyarakat masih kuat.
C. Profil Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum
1. Alamat Pondok Pesantren : Jalan Purwosari RT.24 Kel.Talang
Bakung, Paal Merah, Kota Jambi 36138
2. Tahun didirikan : 2000
3. Tahun Beroperasi : 2001
4. Status Tanah : milik sendiri
5. Status Bangunan : milik sendiri
6. Luas Bangunan : 10.000 M2
D. Visi dan Misi
1. Visi
Menjadi pendidikan islami yang mampu mencetak ulama warosatul
anbiya‟
2. Misi
(a) Menanamkan nilai-nilai yang islam dan berakhlakul karimah.
(b) Menyiapkan kader muslim yang beriman, bertakwa, berakhlak
mulia dan bermanfaat bagi orang tua, agama, nusa dan bangsa.
(c) Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan profesionalitas tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan yang sesuai dengan
perkembangan dunia pendidikan.
E. Struktur organisasi Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum

Struktur Organisasi
Pondok Pesantren Mamba’ul Ulum

Ketua Yayasan Penasehat


Hj. Anis Rif’atin Habib Fauzi Al Idrus

Pengasuh
M. Shofa Saifillah

Bendahara Sekartaris
Ibnu Hajar M. Zainal

F. Keamanan
Seksi Seksi Ibadah Seksi Kebersihan
G. Reza Rizki Uyi Usman Irfan Aji S

Ustadz

Santri

F. Data Ustad, ustadzah dan Santri


1. Daftar nama ustad dan ustadzah

a) Daftar Nama Ustad dan ustadzahTingkat Ula


Tempat Pendidika
No Nama Tanggal Alamat n Kitab
Lahir Terakhir

Sullam At-Taufiq,
karya Syaikh Al-
Habib Abdullah
Parit, 29- Sungai bin Husain bin
1. Marmini S.Pd.I S1
12-1989 Gelam Thohir bin
Muhammad bin
Hasyim
Baa‟Alwi

Kumpeh
2. Khadijah MA
Ilir

Seponjen,
3. Sriyatun 25-09- Seponjen S1 Kholasoh Putri
1995

Khulashah Nurul
Yaqin, karya
4. Septi MA
Syaikh Umar ibn
Abd Al-Jabbar

Safinatunnajah
Jakarta,
Yayuk Sumber karya Syaikh
5. 07-01- S1
Pristiwati Agung Salim bin Samir
1993
Al-Khudri

6. Riska Mingkung MA Arbain Nawawi

7. Wartini Sungai Bu S1
ngur

Washoya karya
Rizki Uyi Riau, 20- Sungai Syaikh
8. S1
Asman 07-1994 Bahar Muhammad
Syakir

Sungai Akhlak Libanen


9. Musti Rohani MA
Gelam Putri

10. Marhamah Tangkit MA Jurumiah Putri

Qurratul „Uyum
Aceh
Eka Merdeka Talang karya Syaikh
11. barat, 17- S1
Wati, S.Pd Bakung Abi Muhammad
08-1985
Maulana

b) Daftar Nama Ustadz dan ustadzah Tingkat Wustha

Tempat
Pendidikan
No. Nama Tanggal Alamat Kitab
Terakhir
lahir

1. Ahmad Syafi‟i Sei MA Praktek Ibadah


Gelam

2. Zainal Abidin Jambi, 01- Tangkit MA Al-Imrithi karya


12-1993 Syaikh Syraf
Ad-Din Al-
Imrithi
Tempat
Pendidikan
No. Nama Tanggal Alamat Kitab
Terakhir
lahir

3. Ibnu Hajar Jambi, 09- Kumpe S1 Syarh Kifayatul


09-1991 ilir Atqiya‟ karya
Syaikh Syaif Ar-
Rahman Al-
Mubarakfuri

4. M. Zainal Sungai Talang S1 Ar Rahiq Al-


Akbar Raya, 08- Bakung Makhtum karya
06-1994 Syaikh Syaif Ar-
Rahman Al-
Mubarakfuri

5. Eka Merdeka Aceh Talang S1 Tafsir Al-Jalalain


Wati S.Pd barat, 17- Bakung karya Imam-
08-1985 Suyuthi dan
Imam Al-Mahali

6. Istiqomah Tanjabtim, Sungai S1 Tafsir Al-Jalalain


01-01- Gelam karya Imam As-
1992 Suyuthi dan
Imam Al-Mahali

7. Sapriani Gunung Talang S1 Subulussalam


Bandung, Bakung karya Imam As-
01-07- Shan‟ani
1991

8. Kholil Mingkung MA Jurumiah


9. Yuni Fitri MA

10. Rizki Uyi Riau, 20- Sungai S1 Bulughul Maram


Asman 07-1994 Bahar karya Syaikh
Al-Hafidz bin
Hajar Al-
Asqilani

11. Sulaiman Targhib Wat-


Tahrib karya
Syaikh Husain
Mathar dan
Syaikh Abdullah
Hamduh

12. Agus Dardir Mi‟raj


karya Syaikh
Ahmad Dardir

c) Daftar Nama ustad dan ustadzah Tingkat Ulya

No Tempat
Pendidikan
Nama Tanggal Alamat Kitab
Terakhir
Lahir

1. Anis Rif‟atin Semarang, Talang Pondok Fathul Mu‟in


14-01- Bakung „ala Al-
1966 Syarh Qurrah
Al-„ain karya
Syaikh Zain
Ad-Din Al-
Malibari

2. M.S. Saifillah Semarang, Talang S3 Ihya‟ Ulum ad-


AF M.Pd.I 20-08-1986 Bakung Din karya Imam
Al-Ghazali

3. A. Bima Semarang, Talang S2 As-Sirah An


Risyta AF 17-09- Bakung Nabawiyah
S.Ud 1992 karya Imam ibn
Hisyam

4. Riski Uyi Talang S1 Tafsir ibnu


Asman Bakung Katsir karya
Imam ibn
Katsir

5. Azki Ahyari Talang S2 Syarh An


Bakung Nawawi „Ala
Shohih

6. Ahmad Jambi, 17- Talang MA Ghayat Al-


Wagiman 05-1984 Bakung Wushul karya
Syaikh Yahya
Zakariyya Al-
Anshari

7. Riko Sandi Jambi, 18- Talang S1 Uqud Al-Juman


12-1988 Bakung karya Imam
Jalaluddin Al-
Suyuthi

2. Data Santri

DAFTAR SISWA PERKELAS/JENIS KELAMIN

JUMLAH SISWA JUMLAH


SELURUH JUMLAH
No JENJANG L P SISWA ROMBEL

1. RA 24 Siswa 29 Siswa 53 Orang 3

125
2. MI siswa 190 siswa 315 orang 13

110
3. MTs Siswa 125 Siswa 235 Orang 7

4. MA 40 Siswa 70 Siswa 110 Orang 6

5. SMK 19 Siswa 65 Siswa 84 Orang 5

Diniyah
6. Takmiliyah 22 Siswa 34 Siswa 56 Orang 3

7. STIT 8 17 25 Orang 2

8. Mahasiswa 10 15 25

545
358 Oran
JUMLAH Orang g 903 Orang 39 Rombel
G. Sarana dan Prasarana

RUANG/BANGUNAN FISIK

No Kategori Jumlah keterangan

1. Ruang Balajar Teori 24 Buah Baik

2. Ruang Kepala 1 Buah Baik

3. Ruang Guru 1 Buah Baik

4. Ruang TU 1 Buah Baik

5. Ruang Perpustakaan 1 Buah Baik

6. Ruang Labor IPA 1 Buah Baik

7. Asrama 50 Kamar Baik

8 Ruang Aula 1 Buah Baik

9. Masjid 1 Buah Baik

10. Ruang OSIS 1 Buah Baik

11. Ruang UKS 1 Buah Baik

12. Ruang Pramuka 1 Buah Baik

13. Ruang Koperasi 1 Buah Baik

14. Ruang BK Baik


1 Buah
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sejarah Tarekat Syadziliyah


1. Biografi Pendiri

Seperti kebanyakan tarekat pada umumnya, dalam pemberian nama


Tarekat ini diambil dari nama pendirinya yaitu Ali bin „Abdullah bin
„Abd al-Jabbar Abu Hasan al-Syadzili‟ atau biasa dikenal dengan Abu al-
Hasan „Ali al-Syadzili. Silsilah keturunanya terhubung dengan Hasan bin
„Ali bin Abi Talib, cucu Nabi Muhammad, Saw.

Al-Syadzili lahir di desa Gumara, Tunisia dekat Ceuta saat ini, di


utara Maroko. sekitar tahun 593 H/1196-1197 M dan wafat di padang
pasir Hotmaithira, Mesir, 656 H/1258 M. Mengenai tahun kelahirannya,
ada beberapa perbedaan pendapat mengenai tahun kelahiran al-Syadzili
ini diantaranya, Siradj al-Din Abu Hafs menyebut tahun kelahirannya
pada 591 H/1069 H; Ibn Sabbagh menyebut tahun kelahirannya pada
583 H/ 1187 M; dan J. Spencer Timingham mencatat tahun kelahiran al-
Syadzili pada tahun 593 H/1196 M.33 Dalam Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat
dalam Tasawuf ditulisakan silsilah lengkap al-Syadzili sebagai berikut:

Al-Sayyid al-Syaikh Abi al-Hasan al-Syadzili bin „Ali bin


„Abdullah bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qusay bin Yusuf bin
Isa bin Yusya bin Ward bin Batâl bin „Ali bin Ahmad bin Muhammad
bin Isa bin Muhammad bin Abi Muhammad bin Imam Hasan bin
Sayyidina „Ali r.a dan Sayyidatina Fatimah binti Rasulullah Sayyidina
Muhammad, Saw.

33
Sri Mulyati (ed), Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta:
Kencana, 2011), hal. 58

49
50

Selain itu, salah satu tarekat yang diakui kebenarannya/Mu‟tabarrah


yaitu Tarekat Syadziliyah. Pengakuan tersebut bukan hanya didapat
karena tarekat ini memiliki sanad yang jelas, namun hal itu terjadi
karena silsilah keilmuan al-Syadzili adalah bersambung sampai
Rasulullah Saw. dan juga ajaran tarekat yang diajarkan dan dijalankan
tidak bertentangan dengan pedoman yang dipegang teguh oleh umat
islam yaitu Al-Quran dan hadist. Adapun sanad keilmuan dari Syaikh
Abi al-Hasan al-Syadzili adalah: Qutb al Muhaqqiqîn Sultan al-Auliyâ‟
Syaikh Sayyid Masyîsy dari Qutb al Syarîf „Abdal-Rahmân al-Hasan
dari Qutb al Auliya‟ Taqiyuddîn al-Fuqâir al-Sufi dari Syaikh
Fakhruddîn dari Syaikh Qutb Nuruddîn „Ali dan Syaikh Qutb Tajuddîn
Muhammad dari Syaikh Qutb Zainuddîn Al-Qazwini dari SyaikhQutb
Ibrahim al-Basri dari Syaikh Qutb Sa‟id Al-Ghazwani dari Syaikh Qutb
Abû Muhammad Jabîr dari Awwal al-Aqtab Sayyid Al-Syarîf Al-Hasan
ibn „Ali dari Sayyidina „Ali ibn Abi Talib dari Sayyidina Muhammad
Saw.34

Diceritakan menurut penuturan para pengikut tarekat Syadziliyah,


Abu al-Hasan al-Syadzili merupakan seseorang yang lahir ditengah
keadaan keluarga dengan profesi buruh tani. Namun walaupun demikian,
ia tetap memiliki semangat yang tinggi dalam belajar.. Pendidikan
pertamanya ia dapatkan dari kedua orang tuanya di tanah kelahirannya
Tunisia. Ia mengenyam pendidikan dasarnya, yaitu ilmu-ilmuagama
lahir dengan penguasaan yang matang, kemudian setelah menguasai ilmu
agama lahir, ia mempelajari ilmu-ilmu hakikat.35 Seperti dikatakan diatas
dalam menuntut ilmu hingga menjadi seperti sekarang ini, banyak yang
dilalui Abu al-Hasan al-Syadzili, ia melalui proses yang begitu

34
A. Aziz Masyhuri, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf, hal. 306
35
Muhammad Juni, Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah Di Kabupaten
Bekasi, hal. 21
panjang dan tentunya tidaklah mudah. Banyaknya cobaan yang ia
tempuh begitu pula dari segi perekonomian.

Sebelum akhirnya menjadi seorang sufi yang mengajarkan amalan


Tarekat Syadziliyah, al-Syadzili berguru pada Abul Abbas Al-Mursi
yang merupakan seorang sufi besar. Melalui perjalanan panjang
menjelajah beberapa negara demi melakukan perjalanan keilmuannya.
Dimulai dari tanah kelahirannya Tunisia, dan negeri lainnya di Timur,
termasuk mengunjungi Makkah untuk menunaikan ibadah haji beberapa
kali.

2. Sejarah Lahirnya tarekat


Lahirnya tarekat tidak terlepas dari keberadaan tasawuf secara umum,
terutama peralihan tasawuf yang bersifat personil kepada tarekat sebagai
suatu organisasi, yang merupakan perkembangan, pengamalan serta
36
perluasan ajaran tasawuf. Pengkajian mengenai ajaran bertarekat itu
sendiri tidak terlepas dari kajian tentang tasawuf. Ada berbagai macam
istilah tasawuf yang muncul,beraneka ragam asal kata tasawuf. Salah
satunya yang dipandang paling dekat adalah kata Suf yang mengandung
arti „wol kasar‟. Pengertian ini dihubungkan dengan suatu kesederhanaan
dan ketulusan seorang hamba, yang mana seseorang yang ingin
bertasawuf rela dengan lapang dada mesti mengganti pakaian mewah
dengan kain wol kasar hanya demi kecintaan kepada Allah dan
menjauhkan diri dari dunia materi serta memusatkan perhatian pada
alam rohani. Pada periode paling awal upaya semacam ini ditempuh
oleh mereka yang dikenal sebagai zuhhad.
Tarekat (baha ab: arīqah ‫ ;طر‬jamak ‫;طرق‬
atau “metode”, dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau
sufisme dalam Islam. Ia secara konseptual terkait dengan ḥ aqiqah atau
“kebenaran sejati”, yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para
pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama akan

36
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), hal. 54-55.
52

memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktek


eksoteris atau duniawi Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan
mistis keagamaan yang berbentuk ṭ ariqah. Melalui praktek spiritual dan
bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan
berupaya untuk mencapai ḥ aqiqah (hakikat, atau kebenaranhakiki).Kata
tarekat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti:
37
(1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub),
(3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab),
(4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung
(„amud al-mizalah).

Menurut Al-Jurjani „Ali bin Muhammad bin „Ali (740-816 M),


tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh
jalan) menuju Allah Ta‟ala melalui tahapan-tahapan/maqamat. Dengan
demikian tarekat dapat dikatan memiliki beberapa pengertian
diantaranya, yang pertama merupakan cara atau metode dalam
melakukan pendekatan spiritual kepada Allah yang dibantu dengan
bimbingan para mursyid untuk menjalankan amalan-amalan yang
diharapkan dapat membuat kehidupan spiritualnya menjadi lebih baik.
Kedua, dapat dikatakan pula terekat merupakan wadah persaudaraan
kaum sufi. Dimana ia memiliki lembaga resmi yang seperti Ribath,
Khanaqah dan zawiyah.

Dari pengertian diatas menunjukkan bahwa tarekat merupakan aliran


atau cabang dalam paham tasawuf. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam
(Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Sulawesi Selatan) boleh dikatakan
hanya meminjam sebutannya saja. Istilah Tarekat berasal dari kata Ath-
Thariq (jalan) menuju kepada Hakikat atau dengan kata lain pengalaman
Syari‟at, yang disebut “Al-Jaraa” atau “Al-Amal”, sehingga Asy-

37
Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.
5 (Jakarta: Balai Pustaka, 2017), hal 1012.
Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi,
yang berturut-turut disebutkan:

1. Tarekat adalah pengamalan syari‟at, melaksanakan beban ibadah


(dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah
(ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.
2. Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan
sesuai dengan kesanggupannya; baik larangan dan perintah yang
nyata, maupun yang tidak (batin).
3. Tarekat adalah meninggalkan yang haram dan makruh,
memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadhilat,
menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunatkan, sesuai dengan
kesanggupan (pelaksanaan) di bawah bimbingan seorang Arif (Syekh)
dari (Shufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.

Secara terminologi, pemaknaan tarekat agak sulit dirumuskan


dengan pas, karena pengertian tarekat ikut berkembang mengikuti
perjalanan kesejarahan dan perluasan kawasan penyebarannya. Dari
berbagai sumber klasik maupun kontemporer, nampaknya tarekat dapat
dimaknai sebagai ”suatu sistem hidup bersama dan kebersamaan dalam
keberagamaan sebagai upaya spiritualisasi pamahaman dan pengamalan
ajaran Islam menuju tercapainya ma‟rifatu‟I-lah”. Dalam pandangan ini,
secara operasional bisa diartikan sebagai usaha kolektif dalam upaya
tazkiyah an nafs dalam rangka interiorisasi keberagamaan. Tarekat itu
artinya jalan petunjuk dalam melakukan suatu ibadah agar diri merasa
lebih dekat kepada Tuhan, yang mana sesuai dengan pokok ajaran
yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh
sahabat dan tabi‟in, turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung
menyambung dan rantai berantai dari generasi kegenerasi.

Tarekat berakar dari pengalaman seorang sufi ahli tasawuf dalam


mengajarkan ilmunya kepada orang lain, pengajarannya
54

kemudian dikembangkan para pengikut. Amalan-amalan yang diajarkan


tarekat tersebut tidak terlepas dari nama pendirinya yang kemudian
melekat sebagai nama tarekat itu sendiri. Salah satu contohnya yaitu
Tarekat Naqsyabandiyah, diberi nama demikian karena perintis pertama
terekat itu ialah Baharuddin Al-Naqsyaband. Pemaknaan tarekat yang
dianggap sebuah metode untuk bisa lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan, kemudian beralih sebagai sebuah sistem yang dilakukan dalam
belajar ilmu tasawuf. Dalam tarekat sebagai lembaga, ditemui adanya
seorang mursyid atau pembimbing dan biasanya didampingi satu orang
asisten atau lebih, yang disebut ”khalifah” atau wakil, pengikutnya
dinamai ”murid” atau yang berminat. Tempat untuk belajar dan
pondokan –semacam asrama- disebut ribath atau zawiyah dan juga
dinamai taqiyah yang dalam bahasa persia disebut khanaqoh.

Pada tahapan berikutnya, perkembangan tasawuf mengalami


kemajuan, bermula diamalkan secara invidual pada awal abad ke-5,
secara bertahap terjadilah perubahan, tasawuf yang awalnya hanya
dianggap sebagai doktrin, berubah menjadi sebuah organisasi atau biasa
disebut juga dengan tarekat. Dalam konteks ini Trimingham
menggambarkan perkembang tasawuf menjadi tarekat ke dalam tiga
tahapan. Tahap yang pertama yaitu disebut juga dengan kanaqah. Guru
serta majelis muridnya sering kali berpidah-pindah tempat, lebih
menjurus pada abad ke-10, kearah pembentukan pondok-pondok yang
seragam dan tidak khusus, memiliki aturan yang minim untuk
menempuh kehidupan biasa. Bimbingan di bawah seorang guru menjadi
prinsip yang diterima. Secara intelektual dan emosional merupakan suatu
gerakan yang aristokratik. Menerapkan metode-metode kontemplasi dan
latihan-latihan yang individualistik dan komunal untuk menumbuhkan
ekstase.

Tahap kedua, Periode formatif 1100-1400 M. thariqah, abad ketiga


belas, zaman Saljuq. Pada periode ini perkembangan mazhab
yang menganut mistisme terus bermunculan. Terjadinya transmisi
doktrin,metode dan aturan. Silsilah-thariiah, yang berasal dari seseorang
yang tercerahkan, gerakan borjuis. Menyesuaikan dan menjinakkan
semangat mistikal dalam sufisme yang terorganisasi kepada standar
tradisi dan legalisme. Perkembangan tipe-tipe baru metode kolektif
untuk menumbuhkan ekstase.

Tahap ketiga, pada tahapan ini sufisme menjadi suatu gerakan


yang populer, terjadinya transmisi barat bersama doktrin dan aturan.
Berbagai macam kekuatanpun terbentuk dalam aliran tariqah,
memunculkan cabang-cabang ordo baru, yang sepenuhnya menyatu
dengan kultus orang suci.

Setelah ketiga tahapan diatas, tasawuf yang pada awal mula


kemunculannya hanyalah sebuah bentuk ibadah spiritual yang diajarkan
kepada orang tertentu secara khusus, kini berangsur-angsur berkembang
pesat dengan bertambahnya jumlah pengikut. Kemudian membentuk
sebuah komunitas yang memiliki kekuatan sosial. Dari sinilah muncul
organisasi-organisasi sufi yang melestarikan ajaran syaikhnya seperti
Tarekat Naqsyabandiyah, Syadziliyah, Qadiriyah dan lain-lain. Pemberian
nama terekat identik dengan nama para perintisnya.

4. Tujuan Tarekat
Dari pengertian tarekat sebelumnya, bahwa tujuan dari tarekat ialah:
a. Mendekatkan diri kepada Allah dengan berusaha mengangkat
dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia melalui
amalan-amalan zikir tertentu, penyucian batin, meninggalkan larangan-
larangan-Nya, menghiasai diri dengan sifat terpuji, taat menjalankan
perintah agama, taubat atas segala dosa, dan muhasabah diri. 38 Hal
ini dimaksudkan untuk memantaskan

38
Sri Mulyati (ed), Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2006), hal. 9
56

diri agar lebih dekat dengan Tuhan baik didunia ini maupun dunia
akhirat yang diyakini lebih haqiqi keberadaannya.
b. Sampai kepada Allah, yaitu ma῾ rifat langsung kepada-Nya, atau bahkan
bersatu kembali dengan-Nya. Ma῾ rifat disini bukan berupa pengetahuan
semata, melainkan berupa pengalaman. Pengalaman bertemu dengan
Tuhan melalui tanggapan kejiwaannya, bukan melalui pancaindra atau
akal.
c. Membetuk kekeluargaan, dalam arti setiap pengamal tarekat,
otomatis menjadi sebuah keluarga dari tarekat tersebut. Hingga
seseorang pengamal tarekat tertentu dapat melakukan perjalanan
antar negara dengan singgah di sebuah zawiyah dari kerabatnya di
belahan negara lain.39 Bertarekat tidak hana mengasingkan diri dari
keramaian akan tetapi mengamalkan sebuah tarekat dapat
menciptakan keluarga baru, sesama anggota terekat.

3. Jenis-jenis Tarekat
Dijelaskan secara umum tarekat terbagi menjadi 2, yang pertama
disebut mu‟tabarrah dan yang kedua disebut ghairu mu῾ tabarrah.
Diklasifikasikan sebagai mu‟tabarrah jika pengamalannya dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum/syariat. Sedangkan dikatakan
ghairu mu῾ tabarrah jika pengamalan terekat tersebut tidak dapat di
pertanggung jawabkan secara hukum/syariat. Ada pula pendapat lain
mengatakan bahwa kedua jenis tarekat ini dalah suatu tarekat yang
memadukan antara hukum/syariat dan hakikat. mempunyai silsilah
sampai kepada Rasulullah Saw., pemberian ijazah dari mursyid yang
satu terhadap mursyid yang lainnya, maka tarekat tersebut disebut
dengan tarekat mu῾ tabarrah. Dan sebaliknya, jika suatu tarekat

39
A. Riyadhi, Tarekat Sebagai Organisasi Tasawuf: Melacak Peran Tarekat dalamPerkembangan
Dakwah Islamiyah, (Jurnal at-Taqaddum, Vol 6/ No.2, Nopember 2014), hal. 360
tidak sesuai dengan kriteria tersebut diatas, maka tarekat tersebut adalah
ghairumu῾ tabarrah.40
Al-Quran dan As Sunnah merupakan indikator yang dapat
menjadi acuan utama dalam menilai sebuah tarekat, apakah tarekat
tersebut tergolong mu῾ tabarrah atau ghairu mu῾ tabarrah. Dan juga amalan-
amalan yang dilakukan para sahabat nabi yang tentunya dicontoh dari suri
tauladan perilaku terpuji Rasulullah. Semangat yang menjiwai tarekat
mu‟tabarrah ini adalah keselarasan dan kesesuaian antara ajaran esoteris
Islam dan eksoteriknya.
adapun tarekat yang tarekat yang berkembang di indonesia yakni:
1. Tarekat Qadiriyah
Pada masa awal munculnya, India (Gujarat) menjadi pusat
penting yang mempengaruhi perkembangan tarekat di Indonesia.
Dari tempat inilah diduga Syamsudin al-Sumatrani , Hamzah
Fansuri, dan Nuruddin al-Raniri belajar tarekat dan mendapatkan
ijazah serta menjadi seorang khalifah. Sumber-sumber pribumi
menyebutkan bahwa diantara tarekat-tarekat yang berkembang di
Indonesia, tarekat Qadiriyah merupakan tarekat yang pertama.
Qadiriyah adalah nama tarekat yang diambil dari nama pendirinya,
yaitu „Abd al-Qadir Jilani yang terkenal dengan sebutan Syaikh
„Abd al-Qadir Jilani al-ghawsts atau quthb al-awliya‟. Menurut „Abd Al-
Qadir Jailani, baik buruk adalah pasangan dari buah pohon. Keduanya
adalah ciptaan Tuhan, tetapi kita harus menganggap semua keburukan
datang dari diri kita. Dia menjelaskan bahwa makom spritual
seseorang sangat tergantung pada penderitaan yang dialaminya, semakin
berat penderitaan yang dialami seseorang semakin tinggi juga maqam
spritual yang diperolehnya. Kutipan dari hadist nabi yang ia ambil
berbunyi, “Kami para Nabi diuji

40
Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia Modern, (Jogjakarta: Pustaka,
2003), hal. 45-46
58

dengan berbagai macam cobaan dan disesuaikan dengan maqam


masing-masing”41

2. Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah tak dapat dilepaskan hubungannya dengan
pendirinya, yaitu Abu Hasan al-Syadzili. Selanjutnya nama tarekat
ini dinisbahkan kepada namanya Syadziliyah yang mempunyai ciri
khusus yang berbeda dengan tarekat-tarekat yang lain. Secara
lengkap nama pendirinya ialah „Ali bin Abdullah bin „Abd al-
Jabbar Abu Hasan al-Syadzili. Silsilah keturunannya mempunyai
hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan bin Ali bin
Abi Thalib, dan dengan demikian berarti juga keturunan Siti
Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad SAW. Al-Syadzili
sendiri pernah menuliskan garis keturunannya sebagai berikut: „Ali
bin Abdullah bin Abd. Jabbar bin Yusuf bin Ward bin Batthal
bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Hasan bin
„Ali bin Abi Thalib. Tarekat Syadziliyah berkembang pesat antara
lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Suriah, dan semenanjung
Arabia, juga di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Adapun kitab-kitab tasawuf yang pernah dikaji oleh al-
Syadzili dan di kemudian hari ia ajarkan kepada muridnya, antara
lain: Ihya‟ „Ulum al-Din karya Abu Hamid al-Ghazali, Qut al-Qulub
karya Abu Thalib al-Makki, Khatm al-Auliya‟ karya al- Hakim al-
Tirmidzi, al-Mawaqif wa al-Mukhathabah karya Muhammad
„Abd al-abbar, an–Nafri, al-Syifa‟ karya Qodhli
„Iyadh, al-Risalah karya al-Qusyairi, dan al-Muharrar al-Wajiz
karya ibn Athiah.
3. Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka
tasawuf terkenal, yakni Muhammad bin Muhammad Baha‟ al-
41
M.M. Sharif, ed. A History of Philosophy (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1963) Vol. I,
hal.350
Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi (1318-1389). Tarekat
Naqsyabandiyah merupakan sebuah tarekat yang mempunyai
pengaruh serta dampak yang cukup meluas pada masyarakat
muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Untuk pertama
kalinya, Tarekat ini berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke
Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Tarekat Naqsyabandiyah
memasuki wilayah India (yang kemudian berpengaruh ke wilayah
Indonesia), sekitar abad 10/16M atau tepatnya pada tahun 1526.
Dalam perkembangan dan penyebarannya di nusantara, ada
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut, antara
lain adanya gerakan pembaruan dan politik.
4. Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Khalwatiyah dinamakan demikian karena nama
tersebut diambil dari seorang sufi dan pejuang Makassar di abad ke-
17. Syaikh Yusuf al-Makassari al-Khalwati yang sampai sekarang
masih sangat dihormati. Tarekat Khalwatiyah Yusuf disandarkan kepada
nama Syaikh Yusuf al-Makassari dan Tarekat Khalwatiyah Samman
diambil dari nama seorang sufi Madinah abad ke-18 Muhammad al-
Samman. Syaikh Yusuf al-Makassari pertama kali membawa dan
menyebarkan tarekat ini ke Indonesia pada tahun 1670 M. Al-
Makassari berguru dan mendapatkan ijazah dari Syaikh Abu al-
Barakah Ayyub bin Ahmad bin Ayyub al- Khalwati al-Quraisyi42
serta mendapat gelar Taj al-Khalwati sehingga namanya menjadi
Syaikh Yusuf Taj al-Khalwati.
5. Tarekat Syattariyah
Perkembangan Tarekat Syattariyah di wilayah nusantara
tentunya tidak dapat dipisahkan dari kembalinya Abdurrauf al-
Sinkili dari Haramayn pada awal paruh kedua abad 17 tepatnya
pada tahun 1661 M. Beliau merupakan murid dari al-Qusyasyi.
Setahun setelah guru utamanya wafat. Masa kembalinya

42
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Trekat, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 287
60

inilah dapat disebut juga sebagai awal mula masuknya Tarekat


Syattariyah ke nusantara. Sejauh ini belum ada sumber yang
mengatakan telah adanya terekat-tarekat lain yang telah masuk ke
Indonesia. Dibawah patronase sultanah, al-Sinkili lebih mudah
mensosialisasikan gagasan keagamaannya. Situasi sosial-keagamaan
Aceh tersebut pada gilirannya sangat mempengaruhi kecenderungan
pemikiran dan praktik keagamaannya, termasuk mempengaruhi
berbagai rumusan ajaran Tarekat Syattariyyahnya yang cenderung
rekonsiliatif dengan selalu berusaha memadukan dua kecenderungan
yang bertentangan.
6. Tarekat Sammaniyah
Seperti yang diketahui, Tarekat Sammaniyah merupakan
tarekat pertama yang mendapat pengikut massal di Nusantara.
Tarekat Sammaniyah didirikan oleh Muhammad bin „Abd al-
Karim al-Madani al-Syafi‟i al-Samman. Dari ajaran beberapa
tarekat, Syaikh Samman lalu meraciknya dengan memadukan teknik-
teknik zikir, bacaan-bacaan lain, dan ajaran semua tarekat lain yang
ia susun sendiri. Racikan berbagai tarekat ini lalu menjadi satu
nama, Tarekat Sammaniyah. Perkembangan Tarekat Sammaniyah pada
masa awal nya disambut meriah di berbagai daerah di Nusantara
seperti halnya di Aceh tarekat ini biasa di selenggarakan malam
Jum‟at di Meunasah dengan membaca pujian pada Allah.
7. Tarekat Tijaniyah
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syaikh Ahmad bin
Muhammad al-Tijani yang lahir di „Ain Madi, Aljazair Selatan,
dan meninggal di Fez, Maroko dalam usia 80 tahun. Syaikh
Ahmad Tijani diyakini oleh kaum Tijaniyah sebagai wali agung
yang memiliki derajat tertinggi, dan memiliki banyak keramat,
karena didukung oleh faktor genealogis, tradisi keluarga,
dan proses penempaan dirinya.43 Setelah wafatnya Syaikh Ahmad
bin Muhammad al-Tijani, ajaran tarekat ini kemudian diteruskan
oleh muridnya yang terus berkembang hingga masuk ke Melayu-
Indonesia.
8. Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah
Didirikan oleh Syaikh Ahmad Khatib Sambas , tarekat ini
merupakan gabungan dari Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.
Syaikh Ahmad Khatib Sambas yang dikenal sebagai penulis kitab
Fath al-Arifin. Sambas adalah sebuah kota disebelah utara
Pontianak, Kalimantan Barat. Syaikh Naquib al-„Attas mengatakan
bahwa tarekat ini tampil sebagai sebuah tarekat gabungan karena
Syaikh Sambas adalah seorang Syaikh dari kedua tarekat. Dan
mengajarkannya dalam satu versi yaitu mengajarkan dua jenis
sekaligus yaitu zikir yang dibaca dengan keras (jahar) dalam
Tarekat Qadiriyah dan zikir yang dilakukan di dalam hati (khafi)
dalam Tarekat Naqsyabandiyah. Adapun Kitab Fath al-„Arifin
karangan Syaikh Ahmad Khatib Sambas dianggap sebagai sumber
ajaran Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Kitab tersebut ditulis
dengan sangat singkat, namun padat, berisi ajaran-ajaran Tarekat
Qadiriyah Naqsyabandiyah garis besar, yang merupakan gabungan
dari unsur-unsur ajaran Qadiriyah dan Naqsyabandiyah.44
5. Sejarah Tarekat Syadziliyah di pondok pesantren Mamba’ul Ulum
Awal kemunculan Tarekat Syadziliyah ke pondok Pesantren
Mamba‟ul Ulum yakni di bawa oleh seorang kiyai yang bernama
Selamet Baharuddin pada tahun 1999. Beliau berasal dari pondok
pesantren Jawa Tengah . Beliau di utus untuk mendirikan pondok
sekaligus mengajarkan amalan yakni amalan yang terdapat di dalam
tarekat syadziliyah.

43
Muhammad Yusuf an-Nabhani, Hujjat Allah „ala al-„Alamin, (Berikut: Dar al-Fikr, t.th.), hal. 10
44
Sri Mulyanti, Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 258.
62

“Ketika beliau datang ke jambi di minta untuk mendirikan


sebuah pondok pesantren, ia diperintahkan pula untuk mengajarkan
amalan sejenis wirid, nah wirid itulah amalan-amalan yang di lakukan
oleh tarekat syadziliyah”, ujar Syaikh M.Shoffa Saifillah selaku
pengasuh Pondok Pesantren Penyebaran Tarekat Syadziliyah di mulai
sejak 2009 hanya untuk santri dan para ustadz dan ustadzah. setelah.
Namun, di perkenalkan secara terbuka tarekat ini sendiri di mulai pada
tahun 2014 secara masal. Pondok Pesantren pun mendatangkan guru atau
mursyid dari Jawa.
Dengan kehadiran beliau maka tatanan ataupun urutan pengamalan
tarekat syadzailiyah di jelaskan dan di ajarkan proses ini sering di
sebut bai‟at. Pembai‟atan pada santri internal dan eksternal di mulai
secara rutin pada tahun 2014 sampai sekarang, karena proses
pengenalan yang cukup panjang. Sehingga di jadikan agenda tahunan
pondok pesantren agar para alumni-alumni pondok di harapkan mampu
mengamalkannya baik dari wirid dan kitab-kitab yang telah di pelajari.

Dalam perkembangannya Tarekat Syadziliyah Mamba‟ul Ulum sejak


kehadiran awal muncul sudah dapat dirasakan. Hal ini dapat terlihat
dari banyak nya jumlah orang yang ditalqin ketika pengajian
berlangsung. Jumlah jama‟ah Tarekat Syadziliyah Mamba‟ul Ulum
Jambi, sampai dengan data ini diperoleh masih belum bisa dipastikan
berapa tepatnya jumlah anggota Tarekat Syadziliyah yang ada dipondok
ini, masih dalam perkiraan saja karna sebelumnya tidak pernah
dilakukan survey. Dikutip dari salah satu wawancara saya dengan
Ustadz Suprayogi bahwa beliau mengatakan

“kalau masalah perkembangan Tarekat Syadziliyah di Mamba‟ul


Ulum dari segi jumblahnya , nah itu, saya tidak menghitung.
Soalnya kan orang yang mengikuti Tarekat Syadziliyah ini tidak ada
paksaan dan atas kemauan sendiri.”.45

Maksudnya adalah beliau, Ustadz Suprayogi tidak mengetahui secara


ipasti mengenai jumlah jama‟ahnya karena belum pernah ada dilakukan
iperhitungan jumlah data jama‟ah sebelumnya. Beliau hanya mengatakan
ijika jama‟ah yang sudah bai‟at hadir semua diacara manaqiban jumlahnya
bisa sampai ratusan .dan rata-rata disetiap kelas juga ada yang sudah
mengikuti bai‟at.

Mursyid yang membaiat jama‟ah tarekat syadziliyah di pondok pesantren


Mamba‟ul Ulum adalah K.H. M. Haidar Muhaiminan yang berasal dari
Parakan Temanggung Jawa Tengah. Beliau adalah putra dari ulama
karismatik Jawa Tengah yakni K.H. R. Muhaiminan Gunardho beliau putra
ketiga dari enam bersaudara, K.H. M. Haidar Muhaiminan memiliki latar
belakang agama yang sangat kental 12 tahun waktunya nyantri di pondok
pesantren, beliau pertama kali mondok di pondok Tremas di Pacitan
selama 6 tahun, lalu melanjutkan ke pondok pesantren Lirboyo Kediri
iselama 6 tahun.Menjadi mursyid Tarekat adalah kesibukan beliau saat ini
selain sebagai pengasuh pondok pesantren Bambu Runcing, kemursyidan
ibeliau di ijazahi langsung dari ayahanda beliau yaitu K.H. R. Muhaiminan
Gunardho. Adapun silsilah tarekat syadziliyah K.H. M. Haidar Muhaiminan
iadalah:

1. Allah SWT
2. Jibril AS
3. Nabi Muhammad SAW
4. Ali Bin Abi Thalib RA
5. Al-Sayyid Syarif Hasan Bin Ali
6. Syaikh Abi Muhammad Jabir
7. Syaikh Said Ghozwan

45
Wawancara dengan UstadzSuprayogi pada 15 Juli 2020
64

8. Syaikh Abi Muhammad Fattah Al-Saud


9. Syaikh Said
10. Syaikh Ahmad Marwani
11. Syaikh Ibrahim Al Basri
12. Syaikh Zainudin Al-Qozwain
13. Syaikh Tajiddin Muhammad
14. Syaikh Nurdin Ali
15. Syaikh FakharidinSyeh Taqiyuddin
16. Syaikh Abdurohman Al-Hasan
17. Syaikh Sayyid Abi Abdillah Abdissalam Bin Masyis
18. Sulthonul Auliya‟ Syaihk Abil Hasan „Ali Al-Syadzaliy Al-Hasany
RA
19. Al-Sayyid Abil „Abbas Al-Mursiy
20. Al-Sayyid Abil Fath Al-Maidumiy
21. Al-Sayyid Taqiyudin Al-Wasithi
22. Al-Sayyid Al-Hafidz Al-Qasqalaniy
23. Al-Sayyid Nur Al-Qorofiy
24. Al-Sayyid Ali Al-Ajhuriy
25. Al-Sayyid Muhammad Az-Zurqoniy
26. Al-Sayyid Muhammad bin Al-Qasim As-Sakandariy
27. Al-Sayyid Yusuf Adl-Dloririy
28. Al-Sayyid Muhammad Al-Bahitiy
29. Al-Sayyid Ahmad Minatullah Al-Maliki Al-Azhariy
30. Al-Sayyid Ali bin Thohir Al-Madaniy
31. Al-Sayyid Sholeh Al-Mufti Al-Hanafi
32. Al-Sayyid Al-Habib Ahmad Nahrowiy Al-Makki
33. Syaikh Ahmad Kadirejo Klaten
34. Syaikh Abdurrazak Bin Abdullah Attermasi
35. KH. Mustakim Bin Husain Tulungagung
36. KH.R.Muhaiminan Gunardo
37. KH.R.M. Haidar Muhaiminan Gunardo
Selain mursyid di dalam sebuah tarekat ada juga yang bernama
iba‟dal mursyid. Ba‟dal mursyid adalah orang yang bertugas menggantikan
mursyid sebuah tarekat untuk memimpin dzikir ataupun istighotsah kepada
ipengikut tarekat. Di ponpes mamba‟ul ulum ba‟dal mursyid pertama kali
idisandang oleh KH Selamet Baharudin, gelar ba‟dal mursyid diberikan
ilangsung oleh mursyid tarekat syadziliyah di pondok pesantren Mambaul
Ulum yaitu KH M Haidar Muhaiminan yang berasal dari ponpes Bambu
iRuncing Parakan Temanggung Jawa Tengah namun setelah KH Selamet
Baharudin meniggal dunia pada tahun 2016 gelar ba‟dal mursyid
diturunkan kepada anak beliau yaitu KH. M Shofa Syaifillah Al Faruq.
KH. M Shoffa Syaifillah AF merupakan anak pertama dari KH. Selamet
Baharudin yang lahir pada tanggal 29 agustus 1986.Penurunan gelar ini
di pimpin langsung oleh mursyid tarekat syadziliyah dan disaksikan
langsung oleh jamaah tarekat syadziliyah di pondok pesantren Mambaul
Ulum.

B. Perkembangan Tarekat Syadziliyah


Berdasarkan ajaran yang di turunkan al-Syadzili kepada para
muridnya, kemudian terbentuklah tarekat yang di nisbahkan kepadanya,
yaitu tarekat Syadziliyah. Tarekat ini berkembang pesat di Tunisia,
Mesir, Aljazair, Sudan, Suriah, Semenanjung Arabia. 46 Begitu pula di
Indonesia, ajaran Tarekat Syadziliyah juga mengalami perkembangan
khususnya di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Awal mula keberadaan Tarekat Syadziliyah ini yaitu berada di
bawah salah satu dinasti muwahhidun, yakni hafsiyyah di Tunisia.
Tarekat ini kemudian berkembang di mesir dan Timur dekar di bawah
kekuasaan dinasti mamluk. Peran daerah magribi dalam kehidupan
spiritual tidak sedikit. Menurut danner, perannya sejak abad ke-7 H/
13M. Meskipun dasar-dasar dari tasawuf Maghribi itu berasal dari Timur
sebagai asal muasal Islam itu sendiri, namun gaya hidup, seni kaligrafi,

46
Hasan Muarif, Ambari, Ensiklopdia Islam, (Jakarta :PT. Iktiar Baru Van Houven, 1996) hal.193
66

bentuk-bentuk bangunan arsitektur yang dibuat serta kecerdasan muslim


daerah barat, telah ada sejak generasi Islam awal.

Perkembangan yang di rasakan oleh para santri berdasarkan hasil


temuan yang ada dilapangan, bahwa yang menjadi tujuan bagi seseorang
yang ingin bertarekat yaitu mereka berharap bisa menjadi lebih dekat
dan mejadikan mereka seseorang yang lebih baik lagi ibadah dengan
Tuhannya tidak hanya melalui ibadah shalatnya, puasa, sedekah ataupun
haji namun juga dengan melakukan amalan perapalan dzikir yang
dilakukan terus-menerus.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Suprayogi mengenai
motivasinya mengikuti Tarekat Syadziliyah yaitu “motivasinya ingin jadi
manusia yang lebih baik lagi” dan menurut pengakuan darinya
mengenai perkembangan ketika sebelum dan sesudah mengikuti Tarekat
Syadziliyah adalah:

“Perbedaan sebelum dan sesudah mengikuti tarekat


Syadziliyah itu sebelum saya ikut Tarekat Syadziliyah saya jarang
sekali memegang tasbih dan juga kurang bersemangat
melaksanakan sholat-sholat sunnah. Dan setelah saya mengikuti
ijazah tarekat syadziliyah dan mengamalkan amalannya, saya
merasa tidak tenang jika saya tidak shalat duha, maupun
tahajud.”47

Bagi para santri, untuk dapat mengamalkan Tarekat Sydziliyah, telah


berusia 17 tahun untuk mengikuti bai῾ at atau ijazah. Biasanya proses
bai‟at tersebut dilaksanakan 1 tahun sekali. Adapun persyaratan yang
diajukan yaitu selain usia yang cukup seorang santri haruslah mempunyai niat
dan hati yang ikhlas untuk bersungguh-sungguh dalam menjalakan amalan
tarekat syadziliyah tersebut sesuai waktu yang

47
Wawancara dengan UstadzSuprayogi pada 15 Juli 2020
telah diperintahkan. Pengamalannya biasa dilakukan setelah waktu shalat
maghrib dan shalat isya. Jika seorang santri dirasa belum sanggup
berikrar untuk mengikuti ijazah serta mengamalkan ajaran tarekat
syadziliyah tersebut, meskipun telah berumur diatas 17 tahun, maka ia
dianjurkan untuk terlebih dahulu mempersiapkan diri sebelum dibai‟at.
Sebagaimana keterangan yang didapat Nanda mengenai batasan
umur, waktu pengamalan Tarekat Syadziliyah bagi para santri yang
sudah diperkenankan mengikuti Tarekat Syadziliyah adalah:

“Tapi sebenernya kalo mau ikut Tarekat Syadziliyah ini umurnya


harus 17 tahun, kalo belum 17 tahun belum boleh ikutan ijazah.
Tapi ada juga sih yang tidak ikut tarekat syadziliyah walaupun
udah 17 tahun umurnya, soalnya kalo udah ijazah itu kan harus bener-
bener serius diamalin, ga boleh ditinggalin.”

Setelah ijazah Tarekat Syadziliyah diberikan, maka hal yang wajib


dilakukan seorang jamaah dalam menjalankan amalan-amalan tarekat
yaitu membaca segala ketentuan yang telah ditetapkan, seperti harus
mengamalkannya setiap selesai melaksanakan shalat magrib dan subuh,
dan jika telah di bai‟at wajib mengamalkannya seumur hidup. Ketika
kita tertinggal untuk melakukan amalan tersebut, maka ada ketentuan
untuk diganti dihari lain (qada). Namun hal tersebut tergantung individu
yang menjalani,jika hati merasa yakin untuk di qada maka ia wajib
mengqadanya. Jika merasa hal tersebut tidak wajib di qada, maka
tidak wajib qada baginya. Hal tersebut karena tidak adanya tertulis
ketentuan untuk mengqada amalan yang tertinggal tersebut. Sebagaimana
yang dituturkan oleh Nanda kepada penulis:

“Kalau ketinggalan ya di qadha, tapi ya tergantung kita mau


ngehukumin wajib qodho atau enggak. Kalo yakin harus
68

diqodho, ya wajib qodho, kalo ngerasa yakin ga usah diqodho ya


ga usah diqodho.”48

Di pesantren Mambaul Ulum, Pengamalan ajaran Tarekat


Syadziliyah diterapkan mengikuti seperti apa yang telah dianjurkan oleh Al-
Syadzili yang mengatakan jika seseorang ingin memiliki ketenangan dan
mendekatkan diri kepada Allah, maka ia harus memperbanyak dzikir
agar selalu ingat kepada Allah, Al-Syadzili juga menegaskan agar
memperbanyak membaca hamdala serta istighfar. Dzikir yang di
amalkan secara istiqamah dalam waktu-waktu tertentu dengan tertib
maka akan mendapatkan keberkahan.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, sebelum


melakukan bai‟at, tidak semua santri mengetahui apa itu sebenarnya
Tarekat Syadziliyah. Tidak banyak santri yang mempunyai pengalaman
dalam melakukan amalan-amalan dzikir. Nanda pun menuturkan
mengenai hal yang ia rasa sebelum mengetahui Tarekat Syadziliyah dan
semangatnya untukmengamalkan Tarekat setelah ijazah Tarekat
Syadziliyah:

“Sebelum mengikuti, untuk saya pribadi saya belum begitu


tau tentang Tarekat Syadziliyah sama wirid apa saja, tetapi setelah
saya mengikuti atau mempunyai aurod tersebut, barulah saya
tertarik dan semangat melaksanakan amalan-amalannya, saya juga
jadi tau gimana cara ngamalin aurod Tarekat Syadziliyah, aturan
ngamalinnya, larangannya, sampe keutamaannya. Dan sayapun lebih
giat dalam mengkaji kitab-kitab yang ada di pesantren ini.”49

48
Wawancara dengan Nanda pada 11 Juni 2020

49
Wawancara Dengan Nanda pada 15 Juni 2020
Dapat dikatakan bahwa pengamalan Tarekat Syadziliyah dapat
dirasakan manfaatnya jika terlebih dahulu mereka yang ingin bertarekat
untuk dapat melakukan bai‟at dan mengamalkannya terus menerus atau
secara istiqamah. Karena pada dasarnya tarekat ini merupakan salah satu
praktek tasawuf yang telah terorganisir. Oleh karena itu sangat di
anjurkan untuk terlebih dahulu melakukan bai‟at dan mendapatkan ijazah
agar mendapatkan sanad, petunjuk pengamalan serta izin langsung dari
mursyid.
1. Penyebaran Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah merupakan tarekat yang diajarkan oleh Al-
Syadzili kepada para muridnya yang kemudian dinisbahkan kepadanya
dan terkenallah dengan nama Tarekat Syadziliyah. Awal mula
keberadaan tarekat ini yaitu berkembang dibawah kekuasaan dinasti al-
Muwahiddun, didaerah Tunisia. Meskipun berasan dari Tunisia, namun
tarekat ini banyak yang mengikuti dan berkembang pesat didaerah
Mesir. Daerah maghribi mempunyai peran yang tidak sedikit dalam
kehidupan spiritual. Walaupun daerah Mesir merupakan daerah asal
islam iu sendiri, gaya hidup, seni kaligrafi, bentuk-bentuk bangunan
arsitektur yang dibuat serta kecerdasan muslim daerah barat, telah ada
sejak islam generasi awal.
Karakteristik inilah yang menjadikan penguat bersama dengan
berdirinya dinasti yang dinamakan Abbasiyah. Serta mulai membentuk
kebiasaan-kebiasaan sendiri. Ciri umum ini mendapat penguatan bersama
dengan berdirinya dinasti abbasiyah dan mulai mengembangkan
kebiasaannya sendiri. Inilah yang melatar belakangi berdirinya Tarekat
Syadziliyyah pada abad ke-7/13 M yang mengembangkan kebebasan
berpikir, kemajuan ilmu pengetahuan, peradaban dan perekonomian. 50
Berdasarkan pemaparan diatas, tentunya kita dapat melihat begitu
banyaknya faktor yang menjadi pendorong berdiri serta

50
Victor Danner, Tarekat Syadziliyyah dan Tasawuf di Afrika Utara, 1990.hal. 35
70

berkembangnya Tarekat Syadziliyah yang mulai mengedepankan


kemajuan ilmu pengetahuan sesuai perkembangan zaman.
Setelah wafatnya al-Syadzili, Tarekat Syadziliyah ini berpindah
kepemimpinan yang diteruskan oleh muridnya yang telah ditunjuk
langsung oleh al- Syadzili sebelumnya. Al- Abbas al Mursi merupakan
penerus tarekat ini, beliau dianggap al Syadzili sebagai murid yang
mempunyai kualitas spiritual yang tinggi jika dibandingkan dengan murid-
murid lainnya. Berbeda dengan kepemimpinan al- Syadzili yang memiliki
hubungan lebih terbuka dengan pejabat pemerintahan, namun dalam hal ini
al-Mursi lebih memilih tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan
pemerintah manapun. Beliau memiliki cara pandang yang bertolak
belakang dan berbeda dengan al-Syadzili. Meskipun demikian, sama seperti
gurunya ia tidak menulis buku atau karya tulis seperti risalah, namun beliau
menyusun hizb-hizb seperti yang dilakukan oleh al- Syadzili.
Penerus selanjutnya dari tarekat ini ialah Ibn „Atha‟illah. Ia
merupakan Syaikh pertama yang menuliskan ajaran, pesan-pesan serta doa-
doa al-Syadzili dan al-Mursi. Ia pulah yang menyusun berbagai aturan
tarekat ini dalam bentuk buku-buku dan karya-karya yang tak ternilai untuk
memahami perspektif Syadziliyyah bagi angkatan sesudahnya. 51 Buku-buku
karya Syaikh ibn „Atha‟illah kemudian mendominasi dalam tarekat ini, karena
beliaulah orang pertama yang menuliskan ajaran-ajaran Tarekat Syadziliyah
dalam bentuk karya tulis.
Tarekat ini kemudian berkembang dengan pesat keberbagai
belahan dunia termasuk juga di Indonesia khususnya daerah pulau Jawa,
baik itu Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Hal ini dikarenakan bahwa
Tarekat yang banyak dianut oleh masyarakat Indonesia merupakan
Tarekat Naqsabandiah dan Qodariyah namun bukan berarti Tarekat
Syadziliyah tidak mengalami perkembangan.52

51
Abu al-Wafa Al-Taftazani., Sufi dari Zaman ke Zaman, (Bandung: Pustaka, 1997), hal. 239-240.
52
Sri Mulyati, Mengenal Dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah Di Indonesia. Hal.65.
Di Indonesia, penyebaran Taraekat Syadziliyah tentunya melalui
proses yang panjang dan tidaklah mudah. Awal mula kedatangan tarekat
ini juga tidak mudah begitu saja disambut dan diterima oleh penduduk
Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu banyak ulama-ulama besar
yang diketahui bertarekat Syadziliyah. Ulama-ulama tersebut diantaranya,
Hadrotu Syaikh KH. Hasyim Asy‟ary, KH. Wahab Hasbullah, Mbah
Kiyai Soleh Langitan, Mbah Kiyai Ma‟shum Lasem, Syaikh Kholil
Bangkalan, Mbah Kiyai Syahlan Kiran, Mbah Kiyai Zainuddin Mojosari,
Mbah Kiyai Dalhar bin Abdurrahman Watucongol, Magelang, dan KH.
Abdul Hamid Pasuruan. Dari ulama inilah kemudian ajaran tarekat
Syadziliyah mulai menyebar luas sampai kedaerah pelosok Nusantara.
Yang tentunya dibantu oleh para murid-murid yang telah di baiat oleh
para mursyid.
Pada tahun 1960-an, daerah kebaradaan Tarekat Syadziliyah yang
berkisar di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, mulai terlihat
mengembangkan sayapnya. Terlihat dari pembai‟ atan yang dilakukan oleh Kyai
Mustaqim Bin Husen dan Mbah Kyai Hasbullah kepada KH. Mahfudz
Syafi‟ i yang kemudian mengajarkan Tarekat Syadziliyah di iKabupaten Bekasi.
Tepatnya di Desa Kalijaya, Kecamatan Cikarang Barat idi Pondok Pesantren
Al-Istighotsah yang kemudian menjadi pusat iperkembangan Tarekat Syadziliyah
di Bekasi.53 Selain di Pondok Pesantren iAl-Istigothsah, Tarekat Syaddziliyah
juga diajarkan di Pondok Pesantren iParak Bambu Runcing Di Parakan,
Temenggung, Jawa Tengah.
Dengan tersebarnya Tarekat Syadziliah di Bekasi, khususnya di
Pondok Pesantren Parakan Bambu Runcing dan Al-Istighotsah, maka pada
isekitar tahun 1970-an, Tarekat Syadziliyah tersebar tidak hanya Jawa
Timur dan Jawa Tengah, melainkan juga sampai penyebarannya ke

53
Skripsi: Muhammad Juni, Sejarah Perkembangan Dan Peranan Tarekat Syadziliyah
DiKabupaten Bekasi (1993-2003), Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam Fakultas Adab Dan
Humaniora Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta 2008
72

Jawa Barat. Dan berkemungkinan besar tersebar ke seluruh Indonesia


imelalui transmigran-transmigran yang berasal dari pulau Jawa.54
2. Pokok Ajaran dan Konsep Tarekat Syadziliyah
1) Pokok Ajaran Tarekat Syadziliyah
Pokok-pokok dasar tarekat Syadziliyah yang disebut al-usull al-
khamsah diantaranya adalah:
a. Taqwa kepada Tuhan lahir dan batin;
b. Mengikuti sunnah dalam perkataan dan perbuatan;
c. Mencegah menggantungkan nasib kepada manusia;
d. Rela kepada pemberian Tuhan baik sedikit maupun banyak, dan
e. Berpegang kepada Tuhan dalam waktu susah dan senang.
Menurut Tarekat Syadziliyah ini, implementasi taqwa
dilakukan dengan wara‟ dan istiqamah, pelaksanaan sunnah
dengan penelitian amal dan perbaikan budi pekerti, pelaksanaan
penggantungan nasib dengan sabar dan tawakal, pelaksanaan rela
terhadap ketetapan Tuhan dengan hidup sederhana dan merasa
puas dengan apa yang dimiliki, dan yang terakhir adalah
pelaksanaan pengembalian diri dan berpegang kepada Allah
dengan ucapan tahmid dan syukur.55 Beberapa pokok ajaran
Tarekat Syadziliyah diatas dapat diterapkan untuk mendekatkan
diri kepada Allah tanpa mementingkan urusan duniawi.

2) Konsep Tarekat Syadziiyah

Pada dasarnya, mengamalkan tarekat adalah salah satu bentuk


upaya seorang hamba yang ingin bisa lebih dekat dengan Tuhannya
dalam bentuk spiritual. Amalan yang dapat dilakukan seperti
membaca dzikir, sering bersitighfar maupun bersolawat. Adapun
amaliyah yang diajarkan oleh Syadziliyah adalah membaca

54
Skripsi: Muhammad Juni, Sejarah Perkembangan Dan Peranan Tarekat Syadziliyah
DiKabupaten Bekasi (1993-2003), Jurusan Sejarah Dan Peradaban Islam Fakultas Adab Dan
Humaniora Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta 2008
55
Abu Bakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian tentang Mistik, hal. 53
istighfar, membaca shalawat Nabi seperti Shalawat An-NurAdz-Dzat
seperti berikut:

‫ي األَسَما ء‬
‫سا ئ ر‬ ‫دَنا َّم دمح نالُّنو ر الّذَا تي والسر السا ري‬ ‫اللَُّه َّم َوال صل وسل م َبا ركو عٰلى‬
‫سي‬
‫صفَات‬

Juga membaca dzikir (lâ Ilâha Illa Allah) yang didahului dengan
wasilah dan rabitah. Juga membaca hizib, antara lain Hizb al-Nasr, al-
Kafi, al-Bahr, al-Barr, al-Birhatiyah atau al-Abaladiyah, al- Salâmah,
al-Hujb, al-Mubârak, al-Falâh, al-Lutf, al-Nur, al-Jalâlah, al-Dâirah, dan
lain-lain.

Amalan-amalan tersebut boleh dilakukan secara bersama-sama


maupun secara sendiri-sendiri. Adapun praktik Tarekat Syadziliyah
antara lain:

3. Tata Cara pelaksanaan Tarekat Syadziliyah

Amalan tarekat Syadziliyah seperti dzikir dapat dilakukan setelah


orang itu di baiat/mendapatkan ijazah. Secara umum, persyaratan yang
diajukan yaitu Islam, berakal, dewasa dan sudah paham ilmu syari‟at
minimal tentang amaliyah sehari-hari, khususnya shalat. Jika dia seorang
perempuan yang sudah bersuami, maka harus mendapatkan izin dari
suaminya. Sedang persyaratan khusus dan tata caranya yakni, datang
kepada guru mursyid untuk memohon izin memasuki tarekatnya dan
menjadi muridnya.56 Hal ini dilakukan sampai memperoleh izin dan
perkenaannya. Setelah memperoleh talqin, zikir atau bai῾ at dari guru mursyid
tersebut, yang berarti telah tercatat sebagai anggota Tarekat Syadziliyah, maka
ia berkewajiban untuk melaksanakan aurad sebagai berikut:

1) Rabithah kepada guru mursyid.


2) Hadrah Al-Fatihah untuk;

56
ibid. A. Aziz Masyhuri hal. 262 - 271
74

a) Memohon Ridha Allah Swt


b) Nabi Muhammad Saw
c) Guru Mursyidnya dan ahli silsilahnya
3) Membaca Syahadat 7x
4) Membaca Takbir 100x
5) Membaca istighfar 100x
6) Membaca shalawat Nabi 100x sebagai beritkut:
Dalam kondisi normal atau biasa

‫َ ل‬ ‫ًا‬ َi ‫م‬ ‫َو‬ َ ‫و‬i َ‫أ‬ َ‫و‬ ُ ‫ا‬ ‫د َك ور ُ و َك ا‬


َ ‫ن د‬ ‫ل َو ت و‬ ‫ذَا َك‬
‫ر‬
Dalam kondisi mendesak atau sedang dalam perjalanan:

‫َ َّ دَ ل‬ ‫َ د‬
7) Membaca Tahlil 100x, di tutup dengan membaca doa

4. Pengaruh Pengamalan Terekat


1) Pengaruh positif
Amalan Tarekat Syadziliyah membawa banyak dampak positif
bagi para santri Pesantren Mamba‟ul Ulum. Dari pengamalannya,
ajaran tarekat ini sangat cocok bagi mereka para santri yang sedang
mengamalkan dan menghafalkan isi Al-Qur‟an. Amalan ini dapat
menimbulkan perasaan tenang, terlebih lagi ini memang merupakan
salah satu tujuan dari amalan tarekat syadziliyah. Dalam hal
lainnya, menjadikan para santri semakin semangat dan giat dalam
melakukan ibadah, membantu menjadi perlindungan diri dan
terhindar dari perbuatan tercela. Banyak yang menganggap
bertarekat merupakan gerakan yang mempunyai keistimewaan
tersendiri, terlebih dalam hal mengantarkan diri lebih dekat kepada
Allah Swt. sehingga menurut kepercayaan umum, jika diri kita
sudah memiliki kedekatan dengan Allah Swt., maka Allah Swt. akan
mendengarkan segala do‟a dan harap dari manusia yang dekat
kepada-Nya
1. Pengaruh Negatif

Ada beberapa dampak atau pengaruh negatif yang dapat


terjadi dalam proses pengamalan Tarekat Syadziliyah seperti halnya
perilaku menyimpang serta berlebihan dalam mengamalkan Tarekat
ini, misalnya dianjurkan mengamalkannya hanya sebanyak 100 kali,
namun diamalkan sebanyak 250 kali, perilaku berlebihan seperti
inilah yang dapat menjadi dampak negatif dan merugikan dalam hal
ekonomi,karena membuat diri tidak produktif dan minim melakukan
usaha. Contoh lainnya seperti terlalu berharap hanya kepada
perapalan amalan saja dan menunggu rezeki datang dengan
sendirinya. Individu yang memiliki sikap ini cenderung memiliki
ekspektasi yang berlebihan terhadap hapalan ajaran tarekat yang ini
amalkan dan menganggap ini adalah jalan yang ampuh untuk
mencapai segala tujuannya tanpa melakukan usaha.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dari hasil penelitian yang telah diuraikan
penulis diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut: Perkembangan Tarekat Syadziliyah berawal dibawah salah
satu dinasti muwahiddun yang berada di Tunisia. Kemudian tarekat ini
berkembang hingga ke berbagai belahan dunia yang tentunya dalam
proses penyebaran tersebut tidak lah mudah dan banyak mendapat
kecaman. Daerah magribi dalam kehidupan spiritual mengambil peran
yang tidak sedikit. Menurut danner, perannya sejak abad ke-7 H/ 13M.
Meskipun dasar-dasar dari tasawuf Maghribi itu berasal dari Timur
sebagai asal muasal Islam itu sendiri, namun gaya hidup, seni
kaligrafi, bentuk-bentuk bangunan arsitektur yang dibuat serta
kecerdasan muslim daerah barat, telah muncul sejak Islam generasi
terdahulu.
Penyebaran Tarekat Syadziliyah di mulai sejak 2009 hanya untuk
santri dan para ustadz dan ustadzah. Namun, di perkenalkan secara
terbuka tarekat ini sendiri di mulai pada tahun 2014 secara
masal. Pondok Pesantren pun mendatangkan guru atau mursyid dari
Jawa. Dengan kehadiran beliau maka tatanan ataupun urutan
pengamalan tarekat syadzailiyah di jelaskan dan di ajarkan proses ini
sering di sebut bai‟at. Pembai‟atan pada santri internel dan ekternal di
mulai secara rutin pada tahun 2017 sampai sekarang, karena proses
pengenalan yang cukup panjang. Sehingga di jadikan agenda tahunan
pondok
B. Saran
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Berkat-Nya
lah penelitian karya ilmiah ini yang berjudul “Sejarah dan
Perkembangan Tarekat Syadziliyah di Pesantren Mambaul

76
Ulum Kelurahan Talang Bakung Kota Jambi Tahun 2015-2019” dapat
selesai dirampungkan. Namun tentunya penulisan karya ilmiah ini
masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi sistematis penulisan
maupun pemilihan kata yang kurang tepat. Oleh karena itu, kritik
maupun saran yang membangun sangat dibutuhkan demi perbaikan
penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga ingin menyampaikan rasa
terimakasih kepada semua pihak yang telah bersedia membantu selama
proses penulisan, baik itu bantuan secara moril maupun materil dalam
proses penyelesaian karya ilmiah ini. Diharapkan penulisan karya
ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca maupun
seluruh warga Pesantren Mamba‟ul Ulum.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar, 2000. Pengantar Ilmu Tarekat. Solo: Ramadhani


Abdurrahman Dudung, 2011. Metode Penelitian Sejarah.Yogyakarta :
iOmbak
Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Anwar, Syarifudin. 2003.Metode Penelitian.Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Anonim, Ensiklopedia Tasawuf, 2008. Bandung: Angkasa.
Muhammad Yusuf an-Nabhani, 2015. Hujjat Allah „ala al-„Alamin, Dar al-
Fikr,
Badri Yatim, 2011. sejarah peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Bruinessen, Van,Martin, 1995. kitab Kuning Pesantren dan
Tarekat. Bandung:
Mizan.
Faisal, Sanapiah Format-Format Penelitan Sosial, (Jakarta: PY. Raja
Grafindo Persada, 2007)
Hamka, 2000. Tasawuf Modern. Jakarta: Pustaka panjimas
Juni, 2008. sejarah Perkembangan dan peranan Tarekat syadziliyah
idikabupaten
Bekasi (1993-2003). Sejarah Peradaban Islam. Fakultas Adab dan
iHumaniora
UIN Syarif Hidayatulah. Jakarta.
Jannah,Sa‟adatul , 2011. Tarekat Syadziliyyah dan hizbnya. Filsafat. Fakultas
Ushuliddin dan Filsafat.UIN Syarif Hidayatulah. Jakarta.
Kartanegara, Mulyadi, 2016. Filsafat Etika dan Tasawuf. Jakarta: Remaja
Rosdakarya.
Masyhuri A. Aziz, 2014, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf,
(Surabaya: Imtiyaz),
Moleong, Lexy J. 2010,Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya

78
Muarif Hasan, Ambari, 1996, Ensiklopdia Islam, (Jakarta :PT. Iktiar Baru
Van Houven)
Mulyati Sri, Mengenal Dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah Di
Indonesia.
Nasution Harun, 2006, Falsafat dan Mistisme Dalam Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang),
Riyadhi A. 2014, Tarekat Sebagai Organisasi Tasawuf: Melacak Peran
Tarekat dalamPerkembangan Dakwah Islamiyah, (Jurnal at-Taqaddum,
Volume 6, Nomor 2, November),
Rusli Ris‟an, 2013, Tasawuf dan Tarekat (Jakarta: Rajawali Pers,),
Sugiono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif.Bandung: Alfabeta
Sholihin, Rosihon. 2014. Ilmu Tasawuf. Bandung: Pusaka setia.
Siregar Lindung Hidayat,2009,MIQOT Sejarah Tarekat Dan Dinamika
Sosial, Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara (Jurnal Miqot, Vol.
XXXIII No. 2 Juli-Desember)
Sri Mulyati, Wiwi , LaporanPenelitian Kolektif Buku Ajar Tasawuf Pasca
Ibn‟ Arabi(Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2006),
Sri Mulyati, 2006,Tarekat-Tarekat Muktabaroh di Indonesia (Jakarta:
Prenada Media Group,
Suisyanto, 2006. Pengantar filsafat dakwah. Yogyakarta: Teras.
Syukur Amin, 2003, Tasawuf Kontekstual: Solusi Problem Manusia
Modern, (Jogjakarta: Pustaka)
Skripsi : Muhammad Juni, Sejarah Perkembangan Dan Peranan Tarekat
Syadziliyah Di Kabupaten Bekasi (1993-2003), Jurusan Sejarah Dan
Peradaban Islam Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta 2008
Tim Penyusun. 2011.Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Adab-Sastra dan Kebudayaaan Islam, Jambi: IAIN STS Jambi
Wasino,Endah, 2018. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Magnum
Pustaka Utama

Zuhdi, S. 2017. Histografi dan metodologi Sejarah. Jakarta: Buletin Al-


Turas
Wawancara dengan pimpinan pondok mamba‟ul ulum K.H. M. Shofa
Saifillah A.F, Kelurahan Talang Bakung, Kabupaten Kota Jambi, pada 15
iJuli 2020.
Wawancara dengan salah satu Ustadz pondok mamba‟ul ulum Suprayogi,
Kelurahan Talang Bakung, Kabupaten Kota Jambi, pada 15 Juli 2020.
Wawancara dengan salah satu santri pondok mamba‟ul ulum nanda,
Kelurahan Talang Bakung, Kabupaten Kota Jambi, pada 15 Juli 2020.
Wawancara dengan pimpinan pondok mamba‟ul ulum K.H. M. Shofa
Saifillah A.F, Kelurahan Talang Bakung, Kabupaten Kota Jambi, pada
20 Agustus 2020.
Wawancara dengan salah satu santri pondok mamba‟ul ulum nanda,
Kelurahan Talang Bakung, Kabupaten Kota Jambi, pada 20 Agustus
2020.
Wawancara dengan salah satu Ustadz pondok mamba‟ul ulum Suprayogi,
Kelurahan Talang Bakung, Kabupaten Kota Jambi, pada 22 Agustus
2020.
www.Naqsabandiyah-Al-khalidiyah.blog.com 21.21.diakses tangga l
06/06/2019
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/al-turats/article/view/687211 oktober 2019
di akses pada 10 oktober 2019 pukul 17.00
http://www.pengetianmenurutparaahli.net/pengertian-interpretasdi akses
pada 11 oktober 2019 pukul 20.19
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/19683. di akses pada 12
ioktober 2019 pukul 21.13
Wirid Bersama

Kliwonan
Gambar 1:

Gambar 2:
Lampiran

@ Hak cipta milik UI lthan Thaha Saifuddin Jambi


Hak Cipta Dllndun@ Undor›g-Undong:
1. Ddcxong mengutip seendaatau seluruh kcxyo Mis ini tanpa rnencantumkan do menyebutkan sumber ask:
a. Pengutipon hanya unNk kepenfingon per›‹:scskan, peneLtion, penu£son kczyo Zrnioh, penyusunan laporan, penuftsan b1tik atau fin}auan suatu mosoloh.
b. Pengutipon ticlak rnerugikan kepenfingon yang wa}cc UIH 3utho Jambi
2. Diczong memperbonyok seb an dan atau sslufuh kczyo tdis iri ddom bentuk apapun tanpa izin UIN Sutho Combi
Wawancara bersama salah satu santri Nanda
Wwancara bersama Ustadz Suprayogi

Gambar 5 :
Gambar 3:

Gambar 4:

@ Hak cipta c Universi Idin Jambi


Hak Cipta Dllndun@ Undor›g-Undong:
1. Ddcxong mengutip seendaatau seluruh kcxyo Mis ini tanpa rnencantumkan do menyebutkan sumber ask:
a. Pengutipon hanya unNk kepenfingon per›‹:scskan, peneLtion, penu£son kczyo Zrnioh, penyusunan laporan, penuftsan b1tik atau fin}auan suatu mosoloh.
b. Pengutipon ticlak rnerugikan kepenfingon yang wa}cc UIH 3utho Jambi
2. Diczong memperbonyok seb an dan atau sslufuh kczyo tdis iri ddom bentuk apapun tanpa izin UIN Sutho Combi
Gambar 6 :

@ Hak cipta m State Islamic University of Sulthan Thaha Saifuddin Jambi


Hak Cipta Dllndun@ Undor›g-Undong:
1. Ddcxong mengutip seendaatau seluruh kcxyo Mis ini tanpa rnencantumkan do menyebutkan sumber ask:
a. Pengutipon hanya unNk kepenfingon per›‹:scskan, peneLtion, penu£son kczyo Zrnioh, penyusunan laporan, penuftsan b1tik atau fin}auan suatu mosoloh.
b. Pengutipon ticlak rnerugikan kepenfingon yang wa}cc UIH 3utho Jambi
2. Diczong memperbonyok seb an dan atau sslufuh kczyo tdis iri ddom bentuk apapun tanpa izin UIN Sutho Combi
Riwayat Hidup

Nama : Yudha Al-Amin Prasetianto

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat Tanggal Lahir : Jambi, 15 Desember 1997

Alamat : Jl. Bangka Rt.01 Desa Sumber Agung Jambi,

Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro


Jambi

Email : yuda151297@gmail.com

Nama Orang Tua

Ayah : Musrizal

Ibu : Asiah

Jenjang Pendidikan

1. Tahun 2003 - 2009 SDN 184 Desa Sumber Agung, Muaro Jambi
2. Tahun 2009 - 2012 SMPN 32 Desa Sumber Agung, Muaro Jambi
3. Tahun 2012 - 2015 MA Mamba‟ul Ulum, Talang Bakung, Kota
Jambi
4. Tahun 2015 – 2020 UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Pengalaman Organisasi

1. Ketua HMJ SPI 2017-2018


2. Wakil Ketua III PMII Rayon Adab 2017-2018

Anda mungkin juga menyukai