Anda di halaman 1dari 106

EKSISTENSI RIO DALAM SISTEM PEMERINTAHAN

DI KABUPATEN BUNGO

DARI PERSPEKTIF SEJARAH

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)

Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Oleh

Randi Stiawan

AS.150508

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2019
NOTA DINAS

Pembimbing I : Samsul Huda, S.Ag, M.Ag

PembimbiII : Mailinar, M.Ud

Alamat : Fakultas Adab dan Humaniora


UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

KepadaYth,
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN SulthanThaha Saifuddin Jambi
Di_
Jambi

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, kami


berpendapat bahwa skripsi saudara Randi Stiawan yang berjudul “Eksistensi Rio
Dalam Sistem Pemerintahan di Kabupaten Bungo dari Perspektif Sejarah”telah
dapat diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi tugas-tugas dan
memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S.1) pada Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Maka dengan ini kami
ajukan skripsi tersebut agar dapat diterima dengan baik.

Demikianlah,kami ucapkan terimakasih semoga bermanfaat bagi kepentingan


agama, nusa dan bangsa.

Wassalamu’alaikumWr. Wb.

ii
iii
SURT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI

Nama : Randi Stiawan

NIM : AS.150508

Pembimbing I :Samsul Huda, S.Ag, M.Ag

Pembimbing II : Mailinar, M.Ud

Fakultas : Adab dan Humaniora

Jurusan : Sejarah Peradaban Islam

Judul Skripsi : “Eksistensi Rio Dalam Sistem Pemerintahan di Kabupaten

Bungo dari Perspektif Sejarah”

Menyatakan bahwa karya ilmiah/skripsi ini adalah asli bukan plagiasi serta

telah diselesaikan dengan ketentuan ilmiah menurut peraturan yang berlaku.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan

apabila dikemudian hari, ternyata telah ditemukan sebuah pelanggaran plagiasi

dalam karya ilmiah/skripsi ini, maka saya siap diproses berdasarkan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku.

iv
MOTTO

Surat As-Sajdah Ayat 24



Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi


petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. dan adalah mereka meyakini
ayat-ayat kami1.(Q.S As-Sajdah:24)

1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an danTerjemahannya, (Bogor: Syaamil Quran, 2007),
417.
v
PERSEMBAHAN

‫ب ِ ْس ِم هّللا ِ ا َّل َرحْ م ِن ال َّر ِحي ِم‬

Sujud syukur ku persembahkan kepada Allah SWT yang Maha Agung lagi
Bijaksana karena telah memberi kemudahan dalam setiap urusan dan
masalah yang saya hadapi

Ku persembahkan karya sederhana ini kepada orang yang


sangat kukasihi dan kusayangi

Bapak dan Emak

Karya kecil ini kupersembahkan untuk Bapak dan Emak ku


tersayang yang telah menjadi penyemangat hidup di setiap
langkahku dalam menggapai cita-cita. Tidak ada cita-cita ku
yang paling besar kecuai kebahagiaan kalian berdua.
Selembar kertas yang bertuliskan Ijazah nanti tidak akan
cukup untuk membalas jasamu. Karna ku tau Kasih emak
tidak bertepi, kasih bapak sepanjang jalan dan kasih anak
hanya sebatas galah.

Dosen

Tak lupa juga saya ucapkan beribu terimakasih kepada para


dosen yang telah memberikan ilmunya tanpa pamrih
khususnya kepada dosen pembimbing skripsi saya yaitu
bapak Samsul Huda dan ibuk Mailinar, yang dengan
sabarnya membimbing saya sehingga saya bisa
menyelesaikan skripsi ini

Sahabat

Terimakasih juga kepada sahabat saya yang telah memberi


dukungan atau selalu memotivasi saya ketika saya hiang
semangat baik selama kuliah ataupun dalam proses
pembuatan skripsi ini, yaitu adikku Juraidah semoga cepat
menyusul untuk wisuda dan sahabatku konco M.Tahpiz,
Khairul Azmi, dan wak Ikma, semoga kita semua menjadi
orang yang sukses baik di dunia maupun di akhirat
Aamiin.......
vi
KATA PENGANTAR
‫ب ِ ْس ِم هّللا ِ ا َّل َرحْ م ِن ال َّر ِحي ِم‬
AssalamualaikumWrWb
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya serta hidayah Nya kepada penulis berupa kesehatan
rohani dan jasmani kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Eksistensi Rio Dalam Sistem Pemerintahan di Kabupaten
Bungo Dari Perspektif Sejarah” serta teriring sholawat dan salam kepada nabi
akhirul zaman yakni nabi besar Nabi Muhammad SAW.

Dengan keterbatasan ilmu yang penulis miliki, tidak sedikit hambatan dan
Kendala yang penulis hadapi dalam upaya menyelesaikan skripsi ini. Namun,
berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, akhirnya hambatan dan kendala
tersebut dapat terselesaikan dengan baik.Oleh karena itu, dengan yang setinggi-
tingginya kepada pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan kepada
penulis yaitu Bapak Samsul Huda, M.Ag dan Ibuk Mailinar, M.Ud. Adapun
maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana di UIN STS Jambi.

Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang takterhingga kepada semua


pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan demi kesempurnaan
penulisan skripsi ini, terimakasih saya ucapkan kepada:

1. Yth. Bapak Dr.H.Hadri Hasan,MA selaku Rektor UIN Sulthan Thaha


Saifuddin Jambi.
2. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Sua’idiAsyari, MA., Ph.D, Yth. Bapak Dr. H. Hidayat,
M.Pd, Yth. Ibu Dr.Hj. Fadhilah.M.Pd selaku Wakil Rektor I, II, dan III UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Maisah, M.Pd.IselakuDekanFakultasAdabdanHumaniora
UIN SulthanThahaSaifuddin Jambi.

vii
4. Yth. BapakDr. Alfian,S.Pd., M.Ed , Yth. Bapak Dr. H. Muhammad Fadhil,
M.Ag, Yth. Ibu Dr.Roudhoh, S.Ag, SS., M.Pd.I selaku Wakil Dekan I, II, dan
IIIFakultasAdabdanHumaniora UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
5. Yth. BapakAliyas, S.Th.I.,M.Fil.IselakuketuaJurusanSejarahPeradaban Islam
UIN SulthanThahaSaifuddin Jambi.
6. Yth. Bapak Samsul Huda, S.Ag, M.Ag danYth. IbukMailinar, M.Udselaku
Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah membantu dan memberi
kritikan maupun saran serta nasehat dalam penyusunan skripsi ini.
7. Yth. Bapak BapakAliyas, S.Th.I.,M.Fil. Selaku Dosen Pembimbing Akademik.
8. Yth. Seluruh Dosen Fakultas AdabdanHumaniora UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambiyang telah mengajar dan memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis.
9. Yth. Seluruh karyawan/ti di lingkungan FakultasAdabdanHumaniora UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
10. Yth. Kepala Perpustakaan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi beserta stafnya
serta Kepala Perpustakaan Wilayah Jambi
11. Yth. Ketua Lembaga Adat Kota Jambi, Ketua Lambaga Adat Kabupaten
Bungo dan para tokoh-tokoh adat yang telah berkenan membantu saya
memberikan informasi atau data dalam penulisan skripsi ini.
12. Keluarga tercinta yang telah memberikan motivasi dan dorongan serta do’a
yang tiada hentinya agar dapat segera menyelesaikan skripsi ini.
13. Sahabat-sahabati SPI15 yang sama-sama berjuang di Fakultas
AdabdanHumanioraUIN STS Jambi. Khususnya lokal SPI/A yang telah
menjadi partner diskusi yang baik bagi penulis.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah
SWT memberikan keberkahan kepada kita semua. Akhir kata penulis sangat
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

viii
ABSTRACK

Randi Stiawan. 2019. Rio's Existence in the Government System in Bungo


District from a Historical Perspective. Department of History of Islamic
Civilization, Faculty of Adab and Humanities. Advisor I: Samsul Huda, S.Ag,
M.Ag and Advisor II: Mailinar, M.Ud.

The leader and its function are the most important elements in a system of
government, the leader in the local context is a reconstruction from the local
community, its function is very necessary to fulfill the needs in the socio-cultural
life of the community. This study discusses the existence of Rio in the
Government System in Bungo District from a Historical Perspective. The purpose
of this study was to see how the history of Rio in the Government System in
Bungo District and to see the Function of Rio in the socio-cultural system of the
community in Bungo District. This study uses the historical method, there are four
stages of research, namely Heuristics, Keritik Source, Interpretation, and
Historiografi. The results of this study indicate that the history of Rio in the
government system in Bungo District originates from the Inner Land which first
occupies the Bungo area now. Which later continued to develop during the Jambi
Sultanate, and still able to maintain its existence during the colonial period,
although it was lost in the new order but reappeared through Regional Regulation
No. 9 of 2007 and persisted until now. In terms of function, Rio is a stakeholder,
meaning that Rio functions as a holder, guardian, and person who practices
customary laws found in a hamlet, this adat leader is also a role model in the
community because that is the behavior of a Rio governed in applicable
customary law. In addition to the traditional Rio holders, it also functions as the
head of government, which means that Rio holds the authority in the hamlet
government, Rio becomes the executive body that runs all customary norms that
apply in a hamlet.

Keywords: Indigenous Government, Function, History of Rio

ix
ABSTRAK

Randi Stiawan. 2019. Eksistensi Rio dalam Sistem Pemerintahan di Kabupaten


Bungo dari Perspektif Sejarah.Jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab
Dan Humaniora.PembimbingI :Samsul Huda, S.Ag, M.Ag dan Pembimbing II :
Mailinar, M.Ud.

Pemimpin dan fungsinya merupakan unsur terpenting dalam sebuahs istem


pemerintahan, pemimpin dalamkonteks lokal adalah sebuah rekontruksi dari
masyarakat setempat, fungsinya sangat di perlukan untuk memenuhi kebutuhan
dalam kehidupan sosial budaya masyarakat. Penelitian ini membahas tentang
Eksistensi Rio dalam Sistem Pemerintahan di Kabupaten Bungo dari Perspektif
Sejarah.Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana Sejarah Rio dalam
Sistem Pemerintahan di Kabupaten Bungo dan melihat Fungsi Rio dalam sitem
sosial budaya masyarakat di Kabupaten Bungo. Penelitian ini menggunakan
metode sejarah, ada empat tahap penelitian yaitu Heuristik, Keritik Sumber,
Interprestasi, dan Historiografi.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Sejarah
Rio dalam sistem pemerintahan di Kabupaten Bungo berasal dari Negeri Batin
yang pertamasekalimenempatidaerahBungosekarang. Yang nanti terus
berkembang pada masa Kesultanan Jambi,dan masih bisa tetap menjaga
eksistensinya pada masa penjajahan, walaupun sempat hilang pada masa orde
baru namun muncul kembali melalui Perda Nomor 9 Tahun 2007 dan bertahan
sampai sekarang. Dari segi Fungsi, Rio adalah Sebagai pemangku adat, artinya
Rio berfungsi sebagai pemegang, penjaga, dan orang yang menjalankan hukum-
hukum adat yang terdapat di suatu Dusun, pemangku adat ini juga menjadi
sosokteladan dalam masyarakat karena itulah tingkah laku seorang Rio di atur
dalam hukum adat yang berlaku. Selain pemangku adat Rio juga berfungsi
Sebagai kepala pemerintahan, artinya Rio yang memegang wewenang dalam
pemerintahan dusun, Rio menjadi badan eksekutif yang menjalankan segala
norma-norma adat yang berlaku di suatu Dusun.

Kata Kunci :PemerintahanAdat, Fungsi, Sejarah Rio

x
DAFTAR ISI

NOTA DINAS ..........................................................................................................I


PENGESAHAN ........................................................................................................II
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ...........................................................III
MOTTO ....................................................................................................................IV
PERSEMBAHAN .....................................................................................................V
KATA PENGANTAR ..............................................................................................VI
ABSTRAK ................................................................................................................IX
DAFTAR ISI .............................................................................................................X
DAFTAR TABEL ....................................................................................................XIII

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .....................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................7
D. Batasan Masalah .................................................................................7
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................8
F. JadwalPenelitian .................................................................................8

BAB II KERANGKA TEORI


A. Pengertian Teori .................................................................................11
1. Teori Siklus ..................................................................................11
2. Teori Struktural Fungsional .........................................................12
3. Kepemimpinan .............................................................................14

BAB III METODE PENELITIAN


A. Metode penelitian ...............................................................................16
1. Heuristik ..................................................................................16
2. Keritik Sumber ........................................................................21

xi
3. Interprestasi .............................................................................23
4. Historiografi ............................................................................24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran umum objek penelitian......................................................27
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................27
B. Hasildan Pembahasan .........................................................................46
1. Sejarah Rio Dalam Sistem Pemerintahan di Kabupaten Bungo ..46
a. Masa Pra Kolonialisme ............................................................46
b. Masa Kolonialisme ..................................................................51
c. Masa Kemerdekaan..................................................................57
2. Fungsi Rio Dalam Sistem Sosial Budaya Masyarakat di
Kabupaten Bungo ........................................................................66
a. Pemangku Adat........................................................................67
b. Kepala Pemerintahan ...............................................................74

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................80
B. Rekomendasi ......................................................................................81
C. Kata Penutup ......................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA
CURRICULUM VITAE

xii
DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN BAGAN

TABEL

BAB III METODE PENELITIAN


Tabel 1.1 JadwalPenelitian ................................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel4.2LuaswilayahberdasarkanKecamatan di KabupatenBungo .................... 27
Tabel4.2 Nama-namasungai yang melintasiKecamatan yang ada di Kabupaten
Bungo....................................................................................................................29
Tabel4.3Jumlahpenduduk dan jenis kelamin berdasarkan Kecamata di Kabupaten
Bungo tahun 2015..................................................................................................33
Tabel4.4Jumlah Transmigrasi menurut lokasi dan tahun penempatan di Kabupaten
Bungo....................................................................................................................35
Tabel 4.5 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah Menurut Unit Organisasi dan
Golongan di Lingkungan Pemerintah Daerah KabupatenBungo, 2016...............38
Tabel4.6Jumlah pemeluk Agama berdasarkan Kecamatan di

KabupatenBungo....................................................................................................43

GAMBAR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4.1LingkaranKekuasaanKesultanan Jambi...........................................49

BAGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagan 4.1SistemPemerintahanKesultanan Jambi (sebelum 1605).....................50

Bagan 4.2StrukturPemerintahan Jambi MasaPenjajahanBelanda.....................54

Bagan 4.3 Struktur Pemerintahan Jambi pada masa Penjajahan Jepang...............56

Bagan 4.4StrukturPemerintahan Daerah PadaMasaRepublik Indonesia tahun

1950-1957..............................................................................................................59

xiii
Bagan 4.5Pemerintahan Daerah PadaTahun 1965-1974....................................60

Bagan4.6StrukturPemerintahan Daerah Jambi Tahun 1979..............................63

Bagan 4.7 Struktur Pemerintahan Rio...................................................................75

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara yang multikultural, tercatat kurang lebih 1.128

suku bangsa dengan komposisi 1.072 etnik dan sub-etnik yang ada di Indonesia2.

Keberagaman suku-suku tersebut membuat Indonesia kaya akankebudayaan yang

di wariskan secara turun temurun oleh masyarakatdari generasi ke generasi.

Menurut J.J. Honigmann salah satu wujud kebudayaan adalah kumpulan

ide, gagasan, nilai dan norma, kumpulan dari wujud tersebut hidup dan tumbuh

bersama masyarakat dan selalu berkaitan satu sama lainya sehingga menjadi

sebuah sistem yang salah satu contohnya adalah adat istiadat 3. Adat istiadat

tersebut meliputi semua aspek kehidupan sosial masyarakat, termasuklah

kedalamnya sistim pemerintahan yang biasa di kenal sistim pemerintahan adat4.

Sistim pemerintahan adat tersebut bersifat otonomyang memiliki kekhasan

dari masing-masing daerah, seperti pemerintahan Desa di Jawa dan Bali, Nagari

di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang5. Secara historis keberadaan

sistim pemerintahan adat di Indonesia sudah ada jauh sebelum Negara ini berdiri

bahkan sudah ada sejak masa Kerajaan,Hal itu di akui oleh seorang Antropolog

2
Menurut hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2000, Heru
Nurrohman, Program Bimbingan dan Konsling Berbasis Nilai Budaya, ( Repository.upi.edu:
2013) hal 2
3
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hal 150
4
Mubyarto Dkk, Masyarakat Pedesaan Jambi Menuju Desa Mandiri, Pusat Penelitian
Pembangunan Pedesaan dan Kawasan (P3PK) Universitas Gadjah Mada, (Yogyakarta, Aditya
Media, 1990) hal 27-28
5
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, (2013) hal
65
1
2

belanda Van Vollen Hopen yang menyatakan bahwa wilayah ini secara hukum

ketatanegaraan bukanlah wilayah dan kosong di sana terdapat setumpuk lembaga

pengaturan dan kewibawaan, meliputi pemerintahan oleh terhadap suku-suku,

desa-desa persekutuan persekutuan republik dan kerajaan-karajaan bahkan

ketatanegaraan tersebut bersifat pribumi (Inheemsch Gebleven) meskipun

pengaruh hindu dan islam pada kehidupan rakyat tetap berlangsung6.

Di Jambi juga pernah hidup Sistim pemerintahan Adat yang di wariskan

oleh masyarakat pribumi secara turun temurun, bahkan masih ada yang

mempertahankanya sampai sekarang.Salah satunya di Kabupaten Bungo,

pemerintah masih mempertahankan sistim pemerintahan adat tingkat desa yang

sudah ada sejak masa Kesultanan Jambi7, yaitu penamaan kepala desa yang

berbeda dengan daerah lain, jika pada umumnya pemimpin desa di Indonesia di

beri nama Kepala Desa ( Kades), berbeda dengan kepala desa di Kabupaten

Bungo yaitu di sebut dengan Rio8.

Rio adalah sistem pemerintahan lokal yang di ciptakan masyarakat

setempat yang memiliki peranan sebagai pemangku adat dan kepala

pemerintahan9. Untuk menjadi seorang Rio, ada beberapa syarat yang harus di

6
A. Hamid.S. Atamimi, Peranan Keppres RI dalam penyelenggaraan pemerintahan,
(Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990) hlm 92
7
Sebuah kerajaan islam yang berkedudukan di Propinsi Jambi sekarang, berbatasan
langsung dengan Indragiri dan kerajaan Minang kabau di bagian Utara, dan Kesultanan Palembang
di bagian Utara. Baca Adrianus Chatib, dkk. Kesultanan Jambi Dalam Konteks Sejarah
Nusantara, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2013). hal ix
8
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo” hal 66
9
Observasi awal, Hasil Wawancara Dengan Datuk Azra‟i (Ketua Lembaga Adat Kota
Jambi dan Lembaga Adat Propinsi Jambi), Umur 80 Thn, Alamat: Lrg Depati Setio, Pagar Drum.
Interview Pada Tanggal 28 Desember 2018 pukul 17:11 Wib, Tempat : Kediaman Datuk Azra‟i,
Suasana: Santai
3

penuhi salahsatunya memiliki pemahaman adat dan agama. Karena jabatan Rio

itu bukan hanya kepala pemerintahan tapi juga pemimpin adat yang melekat

fungsi keteladanan ahlak10, hal itulah yang membuat Rio sangat di hormati dan

menjadi teladan bagi masyarakat. Pemilihan Rio juga di berlakukan yang

namanya sistim nasab atau keturuan, karena sistim politik masyarakat desa, garis

keturunan dan hubungan perkawinan dalam masyarakat adat merupakan dasar

pokok dalam susunan pemerintahan di desa11. Pada masa kesultanan Jambi

Pemilihan berdasarkan keturunan ini hampir di terapkan di semua sistim

pemerintahan adat di Jambi mulai dari Sultan sampai kepada pemimpin tingkat

dusun dan kampung12.

Berdasarkan data yang penulis temukan pada masa Kesultanan Jambi

Secara kelembagaan sistim pemerintahan mulai tergambar jelas itu pada abad ke

15 dan 1613, Dan dalam sistim pemerintahanya pada saat itu tidak ada yang

namanya Desa, yang ada pada waktu itu adalah Dusun14. Pemegang kekuasaan

tertinggi yaitu Sultanyang di bantu oleh Dewan PatihDalam dan Dewan Patih

Luar15 setelah itu turun ke bawahnya menjadi empat bagian yaitu Bangsa

10
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo” hal 76
11
Pahmi Sy, Perspektif Baru Antropologi Pedesaan, (Jakarta, Gaung Persada Press,
2010) hal 33
12
Anonim, Buku Pedoman Adat Jambi, ( Lembaga Adat Jambi dan Pemerintah Daerah
Tingkat 1 Jambi, 1994) hal 11
13
Anonim, Buku Pedoman Adat Jambi, hal. 1
14
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo” hal 71
15
Patih dalam dan Patih Luar adalah majelis yang mengatur jalanya pemerintahan di
pusat, yang keputusanya akan mengatur pemerintahan tersebut. Anonim, Buku Pedoman Adat
Jambi, hal. 1
4

1216,Bathin, Penghulu, dan Mendapo17kemudian turun lagi ke unit terkecil pada

tingkat Dusun yang di bawahnya adalah Kampung18.Pemimpin Dusun yang ada

dalam pemerintahan kesultanan inilah yang di sebut dengan Rio, namun tidak

semua pemimpin Dusun pada waktu itu di sebut Rio, karena gelar Rio hanya di

gunakan dalam sistim pemerintahan Bathin, sebagaimana dalam seloko adat

Jambi di kenal dengan istialah ”Adat samo ico pakai belain”19.

Setelah kesultanan runtuh dan Jambi di kuasai Belanda, sistim

pemerintahan Kesultanan melebur, jambi menjadi salah satu residen dari 10

Residen yang ada di sumatra20 dan terbagi menjadi 7 Onder Afdeling, salah
21
satunya Afdeling Muara Bungo . Pada masa pemerintahan Belanda ini tidak

banyak sistim pemerintahan yang di ubah, Belanda menghapus Bathin dan

membentuk marga22 pada tahun 190623.Marga di pimpin oleh Pesirah, untuk

Onder Afdeling Muara Bungo terbagi menjadi 8 marga yaitu Marga Pelepat,

Marga Bathin III Ilir, Marga Bathin II, Marga Bathin VII, Marga Bathin III Ulu,

16
Adalah kelompok yang tinggal di tanah nan berajoyang merupakan daerah milik Sultan
mereka bertugas memberikan pelayanan pada Sultan, Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-
1942,hal 48
17
Batin, Penghulu, dan Mendapo adalah daerah tanah nan bajenang yaitu daerah yang
tidak di pimpin oleh raja secara langsung tetapi di wakili oleh Jenang yaitu lembaga perwakilan
Sultan untuk daerah di luar Bangsa 12. Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942,hal 21
18
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 1
19
Anonim, Dinamika Adat Jambi Dalam Era Global, Cetakan II, (Jambi: Lembaga Adat
Provinsi Jambi, 2003), hal 80.
20
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, (2013) hal
70
21
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 17
22
Marga adalah wilayah persekutuan hukum adat sekaligus sebagai unit administrasi
yang bersifat otonom dalam artian memiliki hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, Prof.
Mubyarto Dkk, Masyarakat Pedesaan Jambi Menuju Desa Mandiri, Pusat Penelitian
Pembangunan Pedesaan dan Kawasan (P3PK) Universitas Gadjah Mada, (Yogyakarta, Aditya
Media, 1990) hal 31
23
Anonim, Buku Pedoman Adat Jambi, ( Lembaga Adat Jambi dan Pemerintah Daerah
Tingkat 1 Jambi, 1994) hal.2
5

Marga Tanah Sepenggal, Marga Bilangan V/VII dan Marga Jujuhan, Setiap

Batin/marga terdiri dari beberapa dusun atau kampung, danuntuk pemimpin

dusunya masih memakai istilah Rio.

Setelah masa Penjajahan Belanda selesai masuk lagi kepada Pemerintahan

pada masa Penjajahan Jepang. Pada masa ini tidak banyak yang di ubah jepang

dalam kelembagaan hanya saja jepang mengubah istilah-istilah nama

pemerintahan seperti Keresidenan menjadi Syuu, Afdeling menjadi Bunsyuu dan

Marga menjadi Fuku-Guco24, namun tidak di temukan perubahan dalam tingkat

dusun atau kampong, istilah Rio masih di pakai pada masa pemerintahan Jepang.

Sistim pemerintahan jepang bertahan sampai Indonesia merdeka.

Setelah Indonesia merdeka masuk pada tahun 1950 sistim pemerintahan

mengalami perubahan kembali, jambi menjadi Propinsi Sumatra Tengah dengan 2

kabupaten yaitu Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Merangin yang masing-

masing Kabupaten terdiri dari 4 kewedanan25. Kewedanan Muara Bungo masuk

kedalam Kabupaten Merangin, dan istilah Pesirah sebagai pemimpin marga dan

Rio sebagai prmimpin dusun masih tetap di pakai.Selanjutnya sistim

pemerintahan ini terus berkembang tidak ada perubahan signifikan, dalam

perkembanganya nanti hanya ada tambahan atau pemekaran Kabupaten.

Sistim pemerintahan Rio mengalami perubahan pada masa orde baru,

sejak di berlakukanya Undang-undang No.5 Tahun 1979 yang mengatur

pemerintahan tingkat desa, pada pasal 1 huruf a, yang berbunyi desa

24
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 30
25
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 37
6

merupakansuatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk sebagai yang

kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat

danberhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara

Kesatuan Republuk Indonesia26.

Akibat dari undang-undang desa pada tahun 1979 tersebut, terjadilah

perubahan dalam sistem pemerintahan di Kabupaten Bungo, karena istilah Rio

tidak di pakai lagi dan di ganti dengan kepala desa.

Sistim pemerintahan berdasarkan undang-undang desa tahun 1979

tersebut terus menjadi acuan pemerintah kabupaten Bungo dalam membentuk

sistem pemerintahan, sampai ahirnya pada masa kepemimpinan Zulfikar Ahmad

sebagai Bupati Bungo, pemerintah pada waktu itu mengeluarkan Peraturan

Daerah Nomor 9 Tahun 2007 yaitu tentang Penyebutan Kepala Desa Menjadi

Rio, Desa Menjadi Dusun dan Dusun menjadi Kampung27. Peraturan Daerah ini

di sambut baik oleh masyarakat, begitu juga dengan adat yang sudah mulai

menguat karena diaktifkanya lembaga adat.

Berdasarkan penjelasan di atas, Rio yang awalnya merupakan representasi

dari pemerintahan dusun mengalami perubahan menjadi pemerintahan desa pada

tahun1979, kemudian berubah kembali menjadi pemerintahan dusun berdasarkan

perda tahun 2007 dan dari beberapa sistim pemerintahan adat yang ada sejak

26
Suhartono, et.al, Parlemen Desa Dinamika Kelurahan dan DPRK Gotong Royong
(Yogyakarta: Lapera, 2000), hal 12.
27
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, (2013) hal
74
7

masa kesultanan di Jambi, hanya Rio yang masih bisa bertahan sampai sekarang,

meskipun pemegang kekuasaan di atasnya terus berganti dan berubah.Rio yang

ada di Kabupaten Bungo bukan hanya sekedar pemimpin pemerintahan tetapi juga

sebagai teladan masyarakat dalam menjalani kehidupan sosial budaya masyarakat.

Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut

tentang “Eksistensi Rio Dalam Sistem Pemerintahan di Kabupaten Bungo

Dari Perspektif Sejarah”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran latarbelakang di atas maka penulis mengajukan

beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Sejarah Rio dalam sistem pemerintahandi Kabupaten

Bungo ?

2. Bagaimana fungsi Rio dalam sistem sosial budaya masyarakat di

Kabupaten Bungo ?

C. Batasan Masalah

Lokasi penelitian ini terdapat di Kabupaten Bungo yang nanti mengambil

sampel dari beberapa desa dengan indikator desa yang paling tua. Dalam kajian

ini peneliti memfokuksan pada sejarah Rio masa kesultanan Jambi sampai pada

hilangnya Rio tahun 1979 dan muncul kembali pada tahun 2007, Serta fungsinya

dalam sistem sosial budaya masyarakat di Kabupaten Bungo.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Setelah diketahui permasalahan utama penelitian ini, maka tujuan yang

hendak dicapai dalam kajian ini adalah sebagai berikut :


8

1. Untuk melihat bagaimana Sejarah Rio di Kabupaten Bungo ?

2. Untuk melihat bagaimana fungsi Rio dalam sistim sosial budaya

masyarakat di Kabupaten Bungo ?

Adapun kegunaan yang penulis ambil dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memperkaya Historiografi Indonesia, khususnya di Jambi.

2. Untuk menambah ilmu penulis serta penerapan ilmu dan teori yang

telah dipelajari.

3. Untuk mengetahui sejarah pemerintahantingkat dusun di kabupaten

Bungo.

4. Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar sarjana strata satu

(S.1) pada jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan

Humaniora Universitas Islam Negeri Sultan Taha Syaifuddin Jambi.

E. Tinjauan Pustaka

Pada dasarnya urgensi tinjauan pustaka adalah sebagai bahan auto kritik

terhadap penelitian yang ada, baik mengenai kelebihan maupun kekurangannya,

sekaligus sebagai bahan komparatif terhadap kajian terdahulu dan untuk

menghindari terjadinya pengulangan hasil temuan yang ada, maka penulis akan

memaparkan beberapa bentuk tulisan yang ada. Beberapa bentuk tulisan atau hasil

penelitian tersebut adalah sebagai berikut.

Pertama, Hermanto Harun & Irma Sagala, jurnal yang berjudul Dinamika

Model Pemerintahan dalam Masyarakat Melayu Islam Jambi: Studi Kasus

Kabupaten Bungo. Dosen Fakultas Syairah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
9

Tahun 2013, penelitian ini sedikit banyak menyinggung tentang pemerintahan Rio

di Kabupaten Bungo yaitu tentang bagaimana tanggapan pemerintah Bungo

terhadap UU Desa Nomor 5 Tahun 1979 dan pengaktifan kembali model

pemerintahan Rio melalui Perda Nomor 9 Tahun 2007. Secara sekilas penelitian

ini memang membahas tentang Rio namun dalam kaitanya dengan sejarah Rio

amatlah berbeda dalam penelitian ini pembahasan Rio hanya di lihat dari sisi

pemerintahan bukan dari sisi sejarah dan rentan waktunyapun masih relatif

singkat, hanya terfokus pada undang-undang desa saja.

Kedua, penulis mendapatkan sebuah Karya ilmiah yang berjudul “

Hubungan Kekuasaan Elit Pemerintah Desa “28yang di tulis oleh Siti Nuraini,

tulisannya membahas tentang pengaruh penerapan kebijakan yang di lakukan oleh

pemerintah pusat terhadap sistim pemerintahan yang ada di desa, bagaimana desa

menanggapi kebijakan dari pemerintaah dan seperti apa penerapan dari kebijakan

yang di tetapkan Oleh pemerintah yang mengantur tentang pemerintahan desa.

Selain itu ada lagi sebuah jurnal yang berjudul “Beban Masyarakat Adat

Menghadapi Hukum Negara”29 yang di tulis oleh M.Syamsudin, dalam tulisanya

ia menjelaskan bagaimana masyarakat di suatu desa mempertahankan sistim

hukum adat yang ada di masyarakat salah satunya sistem pemerintahan, serta

menjelaskan posisi hukum adat di dalam hukum Negara, selanjutnya juga di

jelaskan bagaimana masyarakat desa menerapkan hukum Negara.

28
Siti Nuraini, Hubungan Kekuasaan Elit Pemerintah Desa , Jurnal Kybernan, Vol. 1,
No. 1 Maret 2010
29
M.Syamsudin, Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara, Jurnal Hukum N
O. 3 VOL. 15 Juli 2008: 338 - 351
10

Penulis juga menemukan sebuah Karya ilmiah yang membahas tentang

masyarakat desa yang berjudul “Pemilihan Struktur pada Perilaku Elit Lokal

Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan”30yang di tulis oleh Dedi Supriadi Adhuri ,

yang berisi tentang proses marjinalisasi masyrakat adat yang ada di Lahat, akibat

dari di terapkanya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1995 yang mana pemerintah

mengatur sistim pemerintahan yang ada di Desa, sehingga membuat masyarakat

adat menjadi terpinggirkan.

Tulisan-tulisan di atas memang membicarakan tentang pemerintah

adat,namun penulis tidak ada menemukan pembahasan yang menyinggung

tentang kepemimpinan Rio yang ada di kabupaten Bungo.Meskipun demikian,

tulisan-tulisan oleh para sarjanawan sebelumnya dapat menjadi sumber atau

referensi sekunder penulis dalam menyempurnakan penelitian ini.

30
Dedi Supriadi Adhuri, Pemilihan Struktur pada Perilaku Elit Lokal Kabupaten Lahat,
Sumatera Selatan, ANTROPOLOGI INDONESIA 68, 2002
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pengertian Teori

Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat

konsep, definisi, dan proposisi yan disusun secara sistematis.secara umum, teori

mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan

(prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala31.

1. Teori Siklus

Pada zaman yunani muncul anggapan bahwa gerak sejarah itu

melingkar atau seperti siklus, Kebudayaan timbul dan tenggelam dalam

urutan yang sama kebudayaan itu tumbuh, berkembang, tua dan mati lalu

siklus itu akan terulang kembali. Kerajaan tumbuh, berkembang dan lenyap

untuk di gantikan oleh kerajaan baru, anggapan ini terus di anut sampai pada

abad pertengahan32.

Setelah masuk pada abad ke 20, masih ada yang menganut teori siklus

atau gerak lingkar, yaitu Oswald Spengler seorang tokoh filsafat sejarah.

Spengler berpendapat bahwa kebudayaan yang banyak itu mengalami siklus,

dan siklus itu selalu berulang pada tiap-tiap kebudayaan. Kebudayaan Hindu

dan kebudayaan Antik di gantikan oleh Islam dan Nasrani selanjutnya di

ulang kembali oleh Eropa Barat33.

31
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan “ Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan RND”
(Bandung : Alfabeta, 2010), 81.
32
Sidi Gazalba, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu (Jakarta: Bharatara Karya Aksara, 1981),
hlm. 70
33
Sidi Gazalba, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu,hal 72-73

11
12

Harton dan Hunt juga berpendapat ada sejumlah tahap yang harus di

lalui oleh setiap masyarakat, namun mereka berpandangan bahwa proses itu

bukanlah ahir dari proses perubahan yang sempurna. Akan tetapi proses

peralihan tersebut akan kembali ke tahap semuala untuk kembali mengalami

proses peralihan”34

Melihat dari teori siklus ini, peneliti menganggap teori ini cocok di

jadikan sebagai pisau analisis untuk mengungkap tentang sejarah Rio dalam

sistim pemerintahan Kabupaten Bungo. Karena sejarah Rio ini juga

merupakan sebuah pola gerak sejarah yang bersifat siklus, di mana Rio yang

awalnya ada, tumbuh, berkembang dan hilang pada masa orde baru tapi

muncul lagi pada tahun 2007.

2. Teori Fungsional Struktural

Teori ini adalah pengembangan dari Teori Funsionalnya Malinoswki.

Menurut Theodorson pengertian struktural fungsional adalah salah satu faham

atau perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai suatu

sistem yang terdiri atas bagian yang saling berhubungan, dan salah satu

bagian tidak dapat berfungsi tanpa berhubungan dengan bagian yang lain.

Apabila terjadi perubahan pada unsur sosial-budaya pada salah satu bagian

akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pada sistem, dan ahirnya

dapat menyebabkan perubahan pada bagian lain35.

Teori struktural Fungsional memiliki dua konsep pokok pertama

Funsionalisme sebegai kaidah atau teori dapat menjelaskan gejala-gejala


34
Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial, Perspektif Klasik, Modern, Postmodern
dan Postkolonial , (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2012) hal 29
35
Kuper, A. Pokok dan Tokoh Antropologi. (Jakarta:Bhratara, 1996), hal 12
13

institusi dengan memfokuskan pada fungsi yang di bentuk dan di susun oleh

gejala sosial dan institusi sosial tersebut. Dari sisi kaedah tersebut Fungsional

memperhatikan sistem dan pola komunikasi komunikasi sebagai fakta sosial.

Kedua, struktur sosial merujuk pada pola hubungan dalam setiap satuan

sosial yang mapan dan sudah memiliki identitas sendiri sedangkan fungsi

merujuk pada kegunaan atau manfaat dari tiap satuan sosial tadi36.

Model struktural fungsional memiliki ciri-ciri sebagai berikut37:

a. Sistim di pandang sebagai satu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur

yang saling berkaitan.

b. Adanya spesifikasi lingkungan yakni sepesifikasi faktor-faktor eksternal

yang bisa mempengaruhi sistem.

c. Adanya ciri-ciri atau sifat yang di pandang esensial untuk kelangsungan

sistem.

d. Adanya spesifikasi jalan yang menentukan perbedaan nilai.

e. Adanya aturan tentang bagaimana bagian-bagian secara kolektif

beroperasi sesuai ciri-cirinya untuk menjaga eksistensi sistem.

Melihat dari penjelasan di atas mengenani teori fungsional

struktural penulis menganggap teori inilah yang bisa di pakai dalam

menganalisis bagaimana fungsi Rio dalam kehidupan sosial budaya

masyarakat di Kabupaten Bungo karena Rio adalah sebuah sistem

pemerintahan adat yang menjadi bagian dari struktur sosial budaya

masyarakat jadi apabila fungsi Rio ini tidak berjalan dengan baik maka

36
Garna, K. Teori-Teori Perubahan Sosial. (Jakarta Timur:Yudistira, 1992), hal 54
37
Sendjaja, H. Teori-teori Komunikasi, (Jakarta:Universitas Terbuka 1994), hal 32
14

akan terjadi ketidak seimbangan pada sistem pemrintahan adat tersebut

sehingga membuat adat yang ada di masyrakat mengalami perubahan atau

tidak di pakai lagi. Mengenai cici-ciri fungsional struktural yang di

jelaskan sebelummya penulis menemukanya pada sistem pemerintahan

Rio, jadi inilah alasan penulis memakai Teori ini karena memiliki korelasi

dan hubungan dengan objek penelitian.

3. Teori Kepemimpinan

Secara umum pengertian kepemimpinan adalah suatu bakat yang

diperoleh orang sebagai kemampuan istimewa yang dibawa sejak lahir.38

Menurut Soerjono Soekanto kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan

seseorang (pemimpin atau leader) untuk memengaruhi orang lain (yang

dipimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah-

laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.

Karena Rio ini adalah sistim pemerintahan adat yang ada di jambi

makan penulis akan melihat bagaimana kepemimpinan secara adat di Jambi

khususnya Kabupaten Bungo.

Pemimpin adat adalah orang yang berpengetahuan tentang adat dan

Syarak, disamping ia harus baligh, berakal, berbudi baik dan beragama islam.

Dalam hala yang berkaitan dengan suku atau qolbu, pemimpin adat harus

memiliki garis keturunan sebagai pemimpin adat pula. Sedangkan dari segi

wewenang pemimpin adat adalah pemangku adat yaitu orang yang

38
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta PT. Rajawaligrafindo Persada)
hal.55
15

menjalankan, mengatur, menjaga adat. Selain berpegang pada adat, pemimpin

adat juga harus berpedoman pada titah Allah dan Rasul. Pimpinan menjadi

contoh dalam masyarakat maka pemimpin adat harus menjaga tingkah

lakunya di dalam masyarakat39.

Karena Rio adalah seorang pemimpin adat maka penjelasan di atas

penulis gunakan untuk melihat sosok Rio sebagai pemimpin adat. Apakah

sudah sesuai dengan adat yang berlaku.

39
Anonim, Sejarah dan Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988), hal
16

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif kualitatif atau penelitian

lapangan. Penelitian deskriftip dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi

mengenai suatu kejadian atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskrifsikan

sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.40 Dalam

penelitian ini penulis akan mencoba mendeskrifsikan tentang eksistensi Rio dalam

Sistem pemerintahan di Kabupaten Bungo dari perspektif sejarah.

Metode yang digunakan penulis dalam menjawab permasalahan penelitian

adalah metode sejarah, yaitu seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk

mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan

mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan.41 Dalam

penelitian ini penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik adalah berasal dari kata Yunani heurishein, artinya

memperoleh. Menurut G. J. Renier yang dikutip Dudung dalam bukunya yang

berjudul Metode Penelitian Sejarah Islam yang menjelaskan bahwa, heuristik

adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu. Oleh karena itu,

heuristik tidak mempunyai peraturan-peraturan umum.Heuristik seringkali

40
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), hlm 20
41
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, (Yogyakarta: Ombak,
2011), hlm. 103.
16
17

merupakan suatau keterampilan dalam menemukan, menangani, dan

memperinci bibliografi, atau mengklarifikasi dan merawat catatan-catatan.42

Catatan-catatan tersebut peneliti bisa dapatkan melalui observasi,

merupakan teknik awal yang peneliti gunakan untuk mendapatkan data yang

akurat berdasarkan permasalahan yang akan penulis teliti.

Observasi merupakan alat pengumpulan data disebut panduan

observasi.Metode ini menggunakan pengamatan atau pengindraan langsung

terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau prilaku.43 Dengan observasi

kita akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial

yang sukar diperoleh dengan metode lain.Observasi ini merupakan sumber

primer untuk mendapatkan data sejarah yang berkaitan dengan penelitian.

Selain observasi peneliti juga mendapatkan informasi melalui

wawancara dengan berbagai informen yang telah di tentukan berdasarkan

indikator-indikator yang sesuai dengan objek penelitian.

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi

dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam

suatu topik tertentu.44 Metode ini merupakan salah satu cara dalam

mengumpulkan data yang harus dilakukan untuk mendukung observasi.

Dengan wawancara diharapkan peneliti dapat memasuki pikiran dan perasaan

responden.

42
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Seiarah Islam, (Yogyakart: Ombak ,
2011),hlm 104
43
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitan Sosial, hlm 52
44
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, hlm. 72
18

Untuk penentuan informan yang akan di wawancarai peneliti

mengambil sampel dari tokoh-tokoh adat atau pemangku adat yang ada di

Kabupaten Bungo umumnya Propinsi Jambi dengan alasan bahwa objek

penelitian ini adalah sistim pemerintahan adat maka sumber yang tepat adalah

para tokoh-tokoh adat.

Berdasarkan sampel tersebut maka peneliti mendapatkan beberapa

informan yaitu sebagai berikut:

1) Ketua Lembaga Adat Kota Jambi, Datuk Azra’i

2) Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo, Datuk Husin J

3) Mantan Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo, Datuk H.M Mahmud

4) Dewan penasehat Lembaga Adat Kabupaten Bungo, H.M Subki Abubakar

5) Ketua Lembaga Adat Kecamatan Bungo Dani, Datuk Syamsudin

6) Rio yang ada di kabupaten Bungo (mengambil Sampel beberapa Dusun

Tua)

Penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tak

bersetruktur, wawancara tak berstruktur adalah wawancara yang bebas

dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun

secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data. Pedoman wawancara

yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasakahan yang akan

ditanya.45

Selain menggunakan teknik wawancara peneliti juga menggunakan

teknik dokumentasi, dimana dokumentasi merupakan teknik pengumpulan

45
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, hlm. 74
19

data dengan mempelajari catatan-catatan mengenai data pribadi responden.

Didalam sebuah pendokumentasian, sering dikenal dengan istilah dokumen,

record, foto, video/film.Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu, bisa bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang.46

Selain itu juga dokumentasi ini peneliti dapatkan melalui berita di

Koran, majalah, buku, catatan rapat, daftar anggota organisasi, dan arsip-arsip

laporan pemerintah adalah sumber skunder karena disampaikan oleh bukan

saksi mata47. Jadi dari penjelasan diatas maka sumber-sumber dalam heuristik

dapat di kelompokan menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber skunder:

a. Sumber Primer

MenurutLofland dan Loflandsumber data utama dalam penelitian

kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini

jenis datanya dibagi kedalam kata-kata dan tindakan, sumber data

tertulis,foto, dan statistik48. Data perimer dalam data yang dikumpulkan,

diolah dan disajikan oleh penelitidari sumber pertama atau utama49.

Sedangkan dalam sumber lisan, primernya ialah wawancara

langsung dengan pelaku atau saksi mata yang dalam hal ini adalah

informan. Informan ini merupakan narasumber tempat bertanya, yang

46
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, hlm. 82
47
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm.103
48
Prof. Dr. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), hlm. 157
49
Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab-Sastra
dan Kebudayaaan Islam, (Jambi: IAIN STS Jambi, 2011), hlm.31
20

jauh lebih mengetahui atau menguasai, seperti Ketua Lembaga Adat dan

Rio itu sendiri.

Sumber primer yang dimaksud untuk dijadikan informan guna

keakuratan data pada penelitian skripsi ini adalah saksi hidup yang hingga

saat sekarang ini masih dapat diketahui keberadaannya yang membantu

penulis terkait permasalahan eksistensi Rio dalam sistim pemerintahan di

Kabupaten Bungo dari perspektif sejarah.

b. Sumber Skunder

Sumber sekunder yaitu data pendukung yang dikumpulkan, diolah

dan disajikan dari beberapa buku bacaan yang memberikan komentar,

analisis, kritik dan sejenisnya yang berkaitan dengan data primer 50. Data

sekunder yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari data

terdokumentasi dan mempunyai hubungan dengan permasalahan yang

diteliti dan juga peneliti mengambil data-data dari buku-buku, jurnal,

skripsi, yang telah ada bersangkutan dengan penelitian ini, sehingga

memperbanyak data agar lebih akurat.

Dengan demikian heuristik digunakan dalam penelitian ini untuk

langkah awal dalam penelitian yaitu sebagai data awal tentang eksistensi

Rio dalam sistem pemerintahan di Kabupaten Bungo dari perspektif

sejarah. Dengan heuristik peneliti bisa menemukan data dengan cara

tulisan dan lisan, dengan cara tulisan peneliti bisa menemukan data

dengan adanya dokumen, seperti arsip-arsip pemerintahan, sedangkan

50
Tim Penyusun Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Adab-Sastra dan
Kebudayaan Islam, (Jambi: IAIN STS Jambi, 2011), hlm. 34
21

dengan cara lisan peneliti bisa menemukan data dengan wawancara

langsung dengan informan.

Informan adalah orang yang memberikan informasi.Dalam

penelitian seseorang informan merupakan orang yang nomor satu setelah

peneliti. Karena tanpa informan, penulis mungkin akan buta dan akan

kebingungan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan

penelitian ini. Adapun sampel penelitian ini penulis menggunakan teknik

purposive sampling dalam menentukan sampel, purposive sampling

adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu51.

2. Keritik Sumber

Setelah sumber sejarah dalam kategorinya terkumpul, tahap yang

berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga dengan keritik untuk

memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini yang harus diuji adalah

keabsahan tentang keaslian sumber (otentisitas) yang dilakukan melalui keritik

ekstrn dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredebilitas) yang ditelusuri

melalui keritik intern.52

Selain heuristik yang digunakan dalam penelitaian sejarah, peneliti juga

perlu menggunakan verifikasi, dengan menggunakan verifikasi maka data

diketahui keabsahannya dengan sempurna, jadi verifikasi dalam penelitian

sejarah tidak bisa ditinggalkan berikut ini akan dijelaskan tentang teknik

verifikasi yang peneliti gunakan yaitu:

51
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, hlm. 53
52
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penulisan Sejarah Islam, hlm.108
22

a. Keaslian Sumber

Peneliti melakukan pengujian atas asli dan tidaknya sumber, berarti

ia menyeleksi segi-segi fisik dari sumber yang ditentukan. Bila sumber itu

merupakan dokumen tertulis maka harus diteliti kertasnya, tintanya, gaya

tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, hurufnya,

dan segi penampilan luarnya yang lain53, tentang eksistensi Rio dalam

sistem pemerintahan di Kabupaten Bungo dari perspektif sejarah.

b. Kesahihan Sumber

Kesahihan dalam sejarah merupakan factor paling menentukan sahih

dan tidaknya bukti atau fakta sejarah itu sendiri. Menurut Gilbert J.

Garraghan dalam bukunya Dudung Abdurrahman yang berjudul

metodologi penelitian sejarah islam, kekeliriun saksi pada umumnya

ditimbulkan oleh dua penyebab utama: pertama, kekeliruan dalam sumber

informal yang terjadi dalam usaha menjelaskan, menginterprestasikan, atau

menarik kesimpulan sumber itu. Kedua, kekeliruan dalam sumber formal.

Penyebabnya ialah kekeliruan yang disengajakan terhadap kesaksian yang

pada mulanya penuh kepercayaan detail kesaksian tidak dapat dipercaya,

para saksti terbukti tidak mampu menyampaikan kesaksian secara sehat,

cermat, dan jujur. Oleh karena itu, kritik dilakukan sebagai alat pengendali

dan pengecekan proses-proses itu serta mendeteksi adanya kekeliruan yang

mungkin terjadi.54

53
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm. 108
54
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm. 111
23

Selain disebabkan kekeliruan tersebut, bisa juga terjadi karena

persepsi perasaan, karena ilusi dan halusinasi sintesis dari kenyataan yang

dirasakan, dalam reproduksi dan komunikasi, dan kekeliruan lebih sering

terjadi dalam catatan sejarah55. eksistensi Rio dalam sistem pemerintahan di

Kabupaten Bungo dari perspektif sejarah tertumpu pada keterangan dari

informan yang masih hidup dan mengetahui sejarah.

3. Interprestasi

Interprestasi atau penafsiran sejarah sering kali disebut juga analisis

sejarah.Analisis sendiri berarti menguraikan, dan secara terminologis berbeda

dengan sintesis yang berarti menyatukan.Namun keduanya, analisis dan

sintesis, dipandang sebagai metode-metode utama didalam

interprestasi.Analisis sejarah itu sendiri bertujuan melakukan sisntesis atas

sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama

dengan teori-teori disusunlah fakta itu kedalam suatu interprestasi yang

menyeluruh56.

Interprestasi dalam penelitian sejarah sangat diperlukan, kegunaan dari

interprestasi ini sendiri untuk menganalis data yang telah dikumpulkan dan

yang telah dicari keabsahannya tentang data tersebut, analisis data ini

digunakan dalam tahap ketiga untuk penelitian sejarah, yang berkaitan dengan

eksistensi Rio dalam sistem pemerintahan di Kabupaten Bungo dari perspektif

sejarah.

55
Dududung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm. 111
56
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm. 114
24

4. Historiografi

Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, histigrafi yang merupakan

cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah

dilakukan. Layaknya laporan ilmiah, penulisan hasil sejarah itu hendaknya

dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian sejak dari

awal (fase perencanaan) sampai dengan akhirnya (penarikan kesimpulan).57

Syarat umum yang harus diperhatikan peneliti di dalam pemaparan

sejarah adalah:

a) Peneliti harus memiliki kemampuan mengungkapkan dengan bahasa yang

baik. Misalnya peneliti harus memperhatikan aturan atau pedoman bahasa

Indonesia yang baik, mengerti bagai mana memilih kata atau gaya bahasa

yang tepat dalam mengungkapkan maksudnya, bahasa yang mudah dan jelas

dipahami, dan data dipaparkan seperti apa adanya atau seperti yang dipahami

oleh peneliti dan gaya bahasa yang khas.

b) Terpenuhinya kesatuan sejarah, yakni suatu penulisan sejarah disadari

sebgaian dari sejarah yang lebih umum, karena ia didahului oleh masa dan

diikuti oleh masa pula. Dengan perkataan lain, penulisan itu ditempatkan

sesuai dengan perjalanan sejarah.

c) Menjelaskan apa yang ditemukan oleh peneliti dengan menyajikan bukti-bukti

dan membuat garis-garis umum yang akan diikuti secara jelas oleh pemikiran

pembaca. Dalam hal ini perlu dibuat pola penulisan atau sistematika

penyusunan dan pembahasan.

57
Dududung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm. 117
25

d) Keseluruhan pemaparan sejarah haruslah argumentatif, artinya usaha peneliti

dalam mengerahkan ide-idenya dalam merekontruksi masa lampau itu

dilandaskan atas bukti-bukti yang terseleksi, bukti yang cukup lengkap, detail

fakta yang akurat.58

Histiografi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah

historiografi sosial. Historiografi didalam penelitian sejarah digunakan

untuk menyimpulkan data yang telah didapatkan oleh peneliti melalui

penelitian, setelah data dikumpulkan maka peneliti perlu menggunakan

teknik histiografi sebagai fase terakhir dalam penulisan sejarah, untuk

menulis pembahasan yang berkaitan dengan eksistensi Rio dalam sistem

pemerintahan di Kabupaten Bungo dari perspektif sejarah.

58
Dududung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, hlm. 116-118
26

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

2018/2019
No Kegiatan November Desember Januari Februari Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul x
Pengajuan dosen
2 pembimbing x

Bimbingan, perbaikan
proposal dan izin
3 x x x
seminar

4 Seminar proposal x
Revisihasil seminar dan
5 surat izin riset X x x X x x

6 Pengumpulan data x x x X x

7 Pengolahan data X x x x

8 Penulisan skripsi X x x x x
Bimbingan dan
9 perbaikan x x x x

10 Agenda dan ujian skripsi

11 Perbaikan dan penjilidan


BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Bungo

a. Letak Geografis

Kabupaten Bungo secara geografis terletak antara 101o 27’ sampai

102o 30’ Bujur Timur, dan antara 01o 08’ sampai 01o 55’ Lintang

Selatan59. Sebelah Utara Kabupaten Bungo berbatasan dengan Kabupaten

Tebo dan Kabupaten Dharmasraya (Provinsi Sumatera Barat), sebelah

Timur berbatasan dengan Kabupaten Tebo, sebelah selatan berbatasan

dengan Kabupaten Merangin dan sebelah Barat berbatasan dengan

Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten Kerinci.

Tabel 4.2 Luas wilayah berdasarkan Kecamatan di Kabupaten

Bungo60.

Luas Daerah dan Pembagian Unit


Administrasi
Kecamatan
Luas
Jumlah Dusun
(KM2)

Pelepat 1069.07 15

59
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka
2017.(Bungo:Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo. 2017), hal 12
60
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, K abupaten Bungo Dalam Angka 2017.
(Bungo:Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo. 2017)

27
28

Pelepat Ilir 410.29 17

Bathin II Babeko 176.29 6

Rimbo Tengah 96.90 4

Bungo Dani 35.97 5

Pasar Muara Bungo 9.21 5

Bathin III 80.46 8

Rantau Pandan 239.61 6

Muko-Muko Bathin VII 186.73 9

Bathin III Ulu 373.83 9

Tanah Sepenggal 106.92 10

Tanah Sepenggal Lintas 77.51 12

Tanah Tumbuh 236.55 11

Limbur Lubuk
932.41 14
Mengkuang

Bathin II Pelayang 179.84 5

Jujuhan 254.12 10

Jujuhan Ilir 193.04 7

JUMLAH 4.659 153


29

Berdasarkan data dari tabel di atas dapat di simpulkan luas

Kabupaten Bungo sebagai lokasi penelitian adalah 4.659 km2 yang terdiri

dari 17 Kecamatan dan 153 Dusun.

Tabel 4.2 Nama-nama sungai yang melintasi Kecamatan yang ada di

Kabupaten Bungo61.

Kecamatan Nama Sungai

Pelepat Sungai Baru Pelepat

Sungai Baru Pelepat, Sungai

Pelepat Ilir Kuamang

Bathin II Babeko Sungai Batang Tebo

Rimbo Tengah Sungai Mengkuang

Bungo Dani Sungai Batang Bungo

Sungai Batang Bungo, Sungai

Pasar Muara Bungo Batang Tebo

Sungai Batang Bungo, Sungai

Bathin III Batang Tebo

Rantau Pandan Sungai Batang Bungo

61
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka 2017.
30

Muko-Muko Bathin VII Sungai Batang Bungo

Bathin III Ulu Sungai Batang Bungo

Tanah Sepenggal Sungai Batang Tebo

Tanah Sepenggal Lintas Sungai Batang Tebo

Tanah Tumbuh Sungai Batang Tebo

Limbur Lubuk Mengkuang Sungai Batang Tebo

Bathin II Pelayang Sungai Batang Tebo

Jujuhan Sungai Batang Jujuhan

Jujuhan Ilir Sungai Batang Jujuhan

Berdasarkan data dari tabel di atas dapat di simpulkan bahwa

Kabupaten Bungo secara umum di lintasi oleh 6 sungai yaitu Sungai Baru

Pelepat, Sungai Kuamang, Sungai Mengkuang, Sungai Batang Tebo,

Sungai Batang Bungo dan Sungai Batang Jujuhan. Dari tabel di atas juga

dapat di lihat sungai yang paling mendominasi dari berbagai kecamatan

adalah sungai Batang Tebo dan Batang Bungo.


31

b. Pemerintahan

Kabupaten Bungo terdiri dari 17 kecamatan dengan 141 desa dan

12 kelurahan. Rincian masing- masing kecamatan sebagai berikut62:

1) Kecamatan Pelepat terdiri dari 15 desa denfinitif, tidak ada

kelurahan dan semua desa berstatus desa perdesaan.

2) Kecamatan Pelepat Ilir terdiri dari 17 desa definitif, tidak ada

kelurahan dan semua desa merupakan desa perdesaan.

3) Kecamatan Bathin II Babeko terdiri dari 6 desa definitif, tidak ada

kelurahan dan semua desa merupakan desa perdesaan.

4) Kecamatan Rimbo Tengah terdiri dari 2 desa definitif dan 2

kelurahan, yaitu Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan Cadika.

5) Kecamatan Bungo Dani terdiri dari 3 desa definitif dan 2

kelurahan, yaitu Kelurahan Sungai Pinang dan Kelurahan Sungai

Kerjan.

6) Kecamatan Pasar Muara Bungo terdiri dari 5 kelurahan yaitu

Kelurahan Bungo Barat, Kelurahan Bungo Timur, Kelurahan

Tanjung Gedang, Kelurahan Batang Bungo, dan Kelurahan Jaya

Setia.

7) Kelurahan Bathin III terdiri dari 5 desa definitif dan 3 kelurahan,

yaitu Kelurahan Manggis, Kelurahan Sungai Binjai dan Kelurahan

Taman Agung.

62
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka 2017.hal 30-
31
32

8) Kecamatan Rantau Pandan terdiri dari 6 desa definitif, tidak ada

kelurahan dan semua desa berstatus desa perdesaan.

9) Kecamatan Muko-Muko Bathin VII terdiri dari 9 desa definitif,

tidak ada kelurahan dan semua desa merupakan desa perdesaan. 10.

Kecamatan Bathin III Ulu terdiri dari 9 desa definitif, tidak ada

kelurahan dan semua desa merupakan desa perdesaan.

10) Kecamatan Tanah Sepenggal terdiri dari 10 desa definitif, tidak ada

kelurahan dan semua desa merupakan desa perdesaan.

11) Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas terdiri dari 11 desa definitif,

tidak ada kelurahan dan semua desa merupakan desa perdesaan.

12) Kecamatan Tanah Tumbuh terdiri dari 11 desa definitif, tidak ada

kelurahan dan semua desa merupakan desa perdesaan.

13) Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang terdiri dari 14 desa definitif,

tidak ada kelurahan

Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah dalam Wilayah Kabupaten

Bungo baik yang bertugas di kantor bupati, sekretariat daerah, sekretariat

DPRD, dinas, badan, kantor, rumah sakit, dan lain-lain secara keseluruhan

berjumlah 6.107 orang yang terdiri dari 3.074 laki-laki (50,34 persen) dan

3.033 perempuan (49,66 persen)63.

c. Penduduk

Penduduk asal yang mendiami Kabupaten Bungo sekarang adalah

orang-orang suku Batin, suku ini berasal dari Melayu Tua yang mendiami

63
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka 2017. Hal 32
33

pertama daerah jambi dahulunya.Mereka berpindah kepedalaman dan

mendiami anak sungai Batang Hari, termasuklah daerah Kabupaten

Bungo sekarang64. Seiring perkembangan zaman penduduk suku Batin

terus bertambah dan berbaur dengan penduduk pendadatang/transmigrasi.

Tabel 4.3 Jumlah penduduk dan jenis kelamin berdasarkan

Kecamatan di Kabupaten Bungo tahun 201565.

Kecamatan Laki-laki Perem-puan Jumlah

Pelepat 16 289 15 320 31 609

Pelepat Ilir 26 521 24 358 50 879

Bathin II Babeko 6 431 6 164 12 595

Rimbo Tengah 13 711 13 198 26 909

Bungo Dani 15 027 13 980 29 007

Pasar Muara Bungo 13 103 12 290 25 393

Bathin III 12 003 11 432 23 435

Rantau Pandan 5 204 5 112 10 316

Muko-Muko Bathin VII 7 352 7 324 14 676

Bathin III Ulu 4 324 4 200 8 524

Tanah Sepenggal 11 032 11 158 22 190

Tanah Sepenggal Lintas 11 732 11 675 23 407

64
Anonim, Sejarah dan Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988), hal 9
65
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka 2017.
34

Tanah Tumbuh 6 953 7 213 14 166

Limbur Limbur
7 764 7 433 15 197
Mengkuang

Bathin II Pelayang 5 079 4 512 9 591

Jujuhan 8 235 7 750 15 985

Jujuhan Ilir 5 237 4 984 10 221

Bungo 2015 175 997 168 103 344 100

Berdasarkan tabel di atas maka dapat di ketahui bahwa jumlah

penduduk yang ada di Kabupaten Bungo tahun 2015 berjumlah 344.100

jiwa, dan paling banyak adalah di Kecamatan Pelepat Ilir dengan jumlah

50.879 jiwa, yang paling sedikit terdapat di Kecamatan Bathin III Ulu

yaitu berjumlah 8.524 jiwa.

Untuk penduduk transmigrasi Kabupaten Bungo merupakan salah

satu daerah penerima transmigrasi di Propinsi Jambi dari tahun 1997.Pada

tahun 2011 telah menerima 242 jiwa.Transmigran ini ditempatkan di

Kecamatan Rantau Pandan.


35

Tabel 4.4 Jumlah Transmigrasi menurut lokasi dan tahun

penempatan di Kabupaten Bungo66.

Jumlah Transmigran

No. Lokasi Tahun Kepala


Penempatan Keluarga Jiwa

1 Jujuhan Blok E 1977/1978 488 1 739

2 Jujuhan Blok FG 1977/1978 392 1 528

3 Dusun Danau 1984/1985 300 1 514

4 Baru Pelepat 1997/1998 150 741

5 Kuamang Kuning I 1981/1982 500 2 110

Kuamang Kuning
6 II 1982/1983 500 2 186

Kuamang Kuning
7 III 1981-1983 430 1 726

Kuamang Kuning
8 IV 1981/1982 550 2 058

Kuamang Kuning
9 IX 1983/1984 442 1 885

Kuamang Kuning
10 V 1981/1982 340 1 581

Kuamang Kuning
11 VI 1981-1983 500 1 968

66
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka 2017.
36

Kuamang Kuning
12 VII 1982-1984 376 1 568

Kuamang Kuning
13 VIII 1983/1984 437 1 828

Kuamang Kuning
14 X 1983/1984 348 1 371

Kuamang Kuning
15 XIV 1984/1985 555 1 433

Kuamang Kuning
16 XIX 1984/1985 466 2 055

Kuamang Kuning
17 XV 1984/1985 295 1 346

Kuamang Kuning
18 XVI 1984-1987 497 2 091

Kuamang Kuning
19 XVII 19984/1985 403 1 722

Kuamang Kuning
20 XVIII 1984/1985 276 1 110

21 Dusun Datar 1991/1992 100 436

22 Rantau Pandan I 2002 300 1 200

23 Rantau Pandan II 2003 275 1 051

24 Rantau Pandan III 2003/2004 200 756

25 Rantau Pandan IV 2003/2004 270 1 130


37

26 Rantau Pandan V 2004/2005 210 839

27 Jujuhan I 1989/1990 350 1 432

28 Jujuhan II 1990-1995 550 2 653

29 Jujuhan III 1991-1993 350 1 663

30 Jujuhan IV 1992-1993 300 1 423

31 Jujuhan V 1994/1995 250 1 012

32 Pelepat II 2006 90 375

33 Pelepat II 2007 100 306

34 Rantau Pandan X 2009 150 594

35 Rantau Pandan X 2010 50 242

Jumlah 1977-2010 10.660 48.672

Berdasarkan dari data tabel di atas dapat di simpulkan bahwa

jumlah pendududuk transmigrasi di Kabupaten Bungo dari tahun 1997-

2010 mencapai jumlah 48.672 jiwa. Dearah yang paling banyak

menerima penduduk transmigrasi adalah Kuamang Kuning yang

mencapai 28.038 jiwa dari tahun 1981-1985.

d. Pendidikan

Salah satu program pokok pembangunan Kabupaten Bungo adalah

meningkatkan pembangun- an sektor pendidikan formal, mulai dari

tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai perguruan tinggi dan

pendidikan non formal, berupa pendidikan dan latihan berbagai bidang

pengetahuan ketrampilan yang diperlukan untuk pembangunan serta


38

pembinaan generasi muda, serta dalam bidang olah raga dalam

mempersiapkan generasi yang sehat jasmani dan rohani.

Jumlah sekolah negeri dan swasta di Kabupaten Bungo tahun 201667:

1) Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 77 buah.

2) Sekolah Dasar (SD) sebanyak 245 buah.

3) Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 67 buah.

4) Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 22 buah.

Jumlah murid:

1) TK sebanyak 3.678 siswa.

2) SD sebanyak 39.339 siswa.

3) SMP sebanyak 12.661 siswa.

4) SMU sebanyak 6.914 siswa.

Dari segi Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang ada di kabupaten Bungo bisa

di lihat dari tabel berikut.

Tabel 4.5 Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah Menurut Unit Organisasi
dan Golongan di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bungo, 2016

Golongan Jumla
Unit Organisasi
I II III IV h

Sekretariat Daerah 5 43 95 17 160

67
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka 2017. Hal
118
39

Sekretariat DPRD - 16 24 4 44

Inspektorat - 6 32 7 45

Badan Perencanaan Pembangunan


- 7 25 5 37
Daerah

Badan Kepegawaian dan Diklat - 15 32 2 49

Badan Penanggulangan Bencana


Daerah, Kesatuan Bangsa, dan 1 43 26 10 80
Politik

Badan Pemberdayaan Masyarakat,


Pemerintahan Dusun, Pemberdayaan - 13 66 10 89
Perempuan dan KB

Badan Pelaksana Penyuluhan


- 25 132 19 176
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Badan Penanaman Modal Daerah


- 8 18 3 29
dan Pelayanan Perizinan Terpadu

Badan Pengelolaan Keuangan dan


- 7 39 2 48
Aset Daerah

Dinas Pendidikan 59 471 1 262 1541 3 333

Dinas Kesehatan 1 272 345 8 626

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan


2 19 61 8 90
Transmigrasi

Dinas Kependudukan dan Pencatatan


- 11 18 6 35
Sipil
40

Dinas Perhubungan, Komunikasi dan


- 37 43 6 86
Informasi

Dinas Kebudayaan, Pariwisata,


2 7 22 6 37
Pemuda dan Olahraga

Dinas Pekerjaan Umum 4 49 76 3 132

Dinas Pengelolaan Pasar dan


1 12 28 4 45
Kebersihan

Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian


- 12 30 6 48
dan Perdagangan

Dinas Tanaman Pangan dan


1 7 37 5 50
Hortikultura

Dinas Peternakan dan Perikanan - 8 39 6 53

Dinas Kehutanan dan Perkebunan - 21 40 3 64

Dinas Energi dan Sumber Daya


- 2 25 5 32
Mineral

Dinas Pendapatan Daerah - 16 33 4 53

Kantor Ketahanan Pangan - 4 8 1 13

Kantor Pengendalian Lingkungan


- 4 13 2 19
Hidup

Kantor Komisi Pemilihan Umum - - 4 4

Kantor Satuan Polisi Pamong Praja - 18 18 2 38

Kantor Perpustakaan,Arsip dan


- 3 6 1 10
Dokumentasi
41

RSUD H Hanafie Muaro Bungo 3 108 178 22 311

Kecamatan Pelepat - 6 6 2 14

Kecamatan Pelepat Ilir - 8 9 1 18

Kecamatan Bathin II Babeko 1 6 4 2 13

Kecamatan Rimbo Tengah - 4 11 2 17

Kecamatan Bungo Dani - 4 8 2 14

Kecamatan Pasar Muaro Bungo - 4 12 2 18

Kecamatan Bathin III 7 6 2 15

Kecamatan Rantau Pandan - 12 8 2 22

Kecamatan Muko-Muko Bathin VI 1 10 9 3 43

Kecamatan Bathin III Ulu 2 6 5 1 17

Kecamatan Tanah Sepenggal 1 9 9 9

Kecamatan tanah Sepenggal Lintas 2 10 7 2 21

Kecamatan Tanah Tumbuh 11 11 22

Kecamatan Limbur Lubuk


8 3 11
Mengkuang

Kecamatan II Pelayang 10 4 1 15

Kecamatan Jujuhan 7 6 1 14

Kecamatan Jujuhan Ilir 3 4 1 8

Kelurahan Pasir Putih 4 7 11


42

Kelurahan Cadika 3 6 9

Kelurahan Sungai Kerjan 6 7 13

Kelurahan Sungai Pinang 4 7 11

Kelurahan Bungo Barat 1 3 7 11

Kelurahan Batang Bungo 1 7 8

Kelurahan Bungo Timur 3 7 10

Kelurahan Jaya Setia 3 6 9

Kelurahan Tanjung Gedang 2 5 7

Kelurahan Manggis 6 6 12

Kelurahan Sungai Binjai 1 7 8

Kelurahan Bungo Taman Agung 1 2 6 9

Jumlah/Total 88 1 437 2 975 1 742 6 242

Berdasarkan tabel di atas dapat di simpulkan bahwa jumlah Pegawai Negeri

Sipil yang terdapat di kabupaten Bungo mencapai jumlah 6.242 pada tahun 2016.

e. Agama

Di Kabupaten Bungo terdapat beberapa agama, sama seperti

daerah-daerah lain di indonesia, mayoritas masyarakat memeluk Agama

Islam.
43

Tabel 4.6 Jumlah pemeluk Agama berdasarkan Kecamatan di

Kabupaten Bungo68

Pemeluk Agama
Kecamatan
Islam Protestan Katholik Hindu Budha Lainnya

Pelepat 19,815 - - - - -

Pelepat Ilir 45,201 132 35 - 17 -

Bathin II
Babeko 12,942 - - - - -

Rimbo
Tengah 27,291 - - - - -

Bungo Dani 21,832 541 522 66 68 -

Pasar
Muara
Bungo 25,204 862 987 76 147 -

Bathin III 11,271 - - - - -

Rantau
Pandan 18,953 - - - - -

Muko-
Muko
Bathin VII 18,942 - - - - -

Bathin III
Ulu 11,414 - - - - -

68
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka 2017.
44

Tanah
Sepenggal 22,132 - - - - -

Tanah
Sepenggal
Lintas 19,486 7 16 - - -

Tanah
Tumbuh 18,275 - - - - -

Limbur
Lubuk
Mengkuang 15,202 - - - - -

Bathin II
Pelayang 14,768 - - - - -

Jujuhan 17,922 - - - - -

Jujuhan Ilir 16,454 - - - - -

Bungo 33,104 1,542 1,56 142 232 -

2013 319 886 1 408 1 529 121 226 302

Berdasarkan dari tabel diatas dapat disimpukan bahwa jumlah pemeluk

Agama islam menempati posisi terbanyak dengan jumlah mencapai 33.104, dan

yang paling sedikit adalah pemeluk agama Hindu dengan jumlah 142 jiwa

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Sejarah Rio Dalam Sistem Pemerintahan Di Kabupaten Bungo

a. Masa Pra Kolonialisme

Sebelum membahas sejarah Rio, penulis akan menjelaskan tentang

pengertian Rio terlebih dahulu. Rio secara bahasa berasal dari kata
45

Aryo/Arya yang berarti Pangeran69. Sedangkan menurut istilah

pengertian Rio adalah pemerintahan Dusun dan Pemangku Adat.

Sebagaimana yang di jelaskan oleh Datuk Husin selaku Ketua Lembaga

Adat Kabupaten Bungo, beliau menjelaskan bahwa:

“Rio adalah pemerintahan Dusun, kepalo pemerintahan dan


pemangku adat”

Terjemahan

“Rio adalah pemerintahan Dusun, Kepala pemerintahan dan


pemangku adat”

Berdasarkan penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa Rio

adalah sebuah pemerintahan adat tingkat Dusun yang memiliki dua

wewenang yaitu sebagai kepala pemerintahan dan sebagai pemangku adat.

Di Jambi pada zaman dahulu memang sudah mengenal yang

namanya sistim pemerintahan adat bahkan sampai kepada tingkat

terendah seperti Dusun.Tiap daerah yang ada di jambi memiliki sistem

pemerintahan adat yang berbeda-beda dalam penggunaannya, sebagai

mana seloko adat Jambi yang mengatakan Adat samo ico pakai Belain70.

Salah satunya Seperti penamaan kepala Dusun sebagai unit

pemerintahan terendah di atas kampung, sebagaimana yang di jelaskan

oleh Datuk Azra’i Basyari selaku Ketua Lembaga Adat Kota Jambi

sekaligus anggota Lembaga Adat Propinsi Jambi:

69
Anonim, Buku Pedoman Adat Bungo, (Muara Bungo:Lembaga Adat Kabupaten
Bungo, 2004), hal 24
70
Anonim, Dinamika Adat Jambi Dalam Era Global, Cetakan II, (Jambi: Lembaga Adat
Provinsi Jambi, 2003), hal 80.
46

“Dulu sistem pemerintahan adat tingkat Dusun di jambi berbeda-


beda ado yang namonyo Rio, ado Depati, ado Penghulu, ado
Kepalo Kampung, ado Ngebi, kalu di Jambi ni banyak
macamnyo71”

Terjemahan

“Dahulu sistem pemerintahan adat tingkat Dusun di Jambi


berbeda-bada ada yang namanya Rio, Depati, Penghulu, Kepala
Kampung dan Ngebi, banyak macamnya”

Selanjutnya Datuk Azra’i Juga menambahkan Bahwa untuk

penamaan kepala Dusun dengan sebutan Rio, hanya dipakai pada sistim

pemerintahan Batin.setiap daerah Batin maka nama kepala Dusunya di

sebut dengan Rio72.

Daerah Batin itu di bentuk oleh suku Batin, yaitu suku yang berasal

dari Melayu Tua yang mendiami pertama daerah Jambi dahulunya,

mereka berpindah kepedalaman dan mendiami anak sungai Batang Hari,

termasuklah Sungai Batang Bungo yang terletak di Kabupaten Bungo

sekarang73.

Suku Batin sendiri tersebar di berbagai wilayah di Provinsi Jambi,

seperti di daerah Muara Tembesi sebagian penduduk Batinnya mendiami

dareah-daerah yang di sebut dengan Batin V dan Batin XXIV, untuk

daerah tebo dulu ada juga penduduk Batin seperti Batin V, Batin

71
Hasil Wawancara Dengan Datuk Azra‟i (Ketua Lembaga Adat Kota Jambi dan
Lembaga Adat Propinsi Jambi), Umur 80 Thn, Alamat: Lrg Depati Setio, Pagar Drum. Interview
Pada Tanggal 28 Desember 2018 pukul 17:11 Wib, Tempat : Kediaman Datuk Azra‟i, Suasana:
Santai
72
Hasil Wawancara Dengan Datuk Azra‟i (Ketua Lembaga Adat Kota Jambi dan
Lembaga Adat Propinsi Jambi)
73
Anonim, Sejarah dan Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988), hal 9
47

XII(termasuk Dusun empat), dan sebagian ada juga yang bertempat

tinggal di Sarolangun dan Bangko74.

Untuk wilayah Bungo terdapat beberapa daerah Batin seperti Batin

II, Batin III Hulu, Batin III Hilir, Batin Bilangan V dan Batin VII75.

Jumlah Batin menandakan jumlah Dusun asal dari batin tersebut, jika

Batin II, maka dahulu hanya ada dua Dusun dan jika Batin III berarti

dahulu hanya ada tiga Dusun asal begitupun seterusnya, dan masing-

masing Dusun di pimpin oleh satu orang Rio76.

Rio yang ada di setiap Dusun memiliki Gelar77 tersendiri seperti78:

1) Rio Igo dan Rio Debalang di Limbur Lubuk Mengkuang

2) Rio Mudo di Lubuk Landai

3) Rio Sri Tanwah di Dusun Candi

4) Rio Muko-muko di Tanjung Agung

5) Rio Pamuncak di Dusun Baru

6) Rio Setio di Dusun Buat

7) Rio Pasak Kancing di Rantau Pandan

8) Rio Ali di Pedukun

74
J. Tideman dengan Bantuan Ph.FL. Sigar, Koninklijke Vereeniging Koloniaal Instituut
Amsterdam. Hal 90-93.
75
Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942, (Jambi:Pusat Kajian Pengembangan
Sejarah dan Kebudayaan Jambi. 2013), hal 40-41
76
Hasil Wawancara Dengan Datuk Husin (Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo),
Umur 85 Thn, Alamat: Dusun Bebeko RT.01, Interview Pada Tanggal 13 Februari 2019, Pukul
10:14 Wib, Tempat : Rumah Kediaman , Suasana: Santai
77
Ada dua macam gelar dalam adat yang di sandang oleh pemangku adat pertama Gelar
bagi Seorang yang menjadi pimpinan kepala daerah yang ada hubunganya dengan Hukum
Adat.Kedua Gelar yang di terima sebagai warisan dari suku atau kalbu. Lihat Anonim, Buku
Pedoman Adat Bungo, (Muara Bungo:Lembaga Adat Kabupaten Bungo, 2004), hal 22
78
Anonim, Sejarah dan Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988), hal 12
48

Di atas adalah beberapa contoh gelar adat yang di berikan kepada

Rio sebagai Pemimpin Dusun, sementara di dusun lain masih banyak gelar

Rio yang belum di sebutkan.

Setelah melihat penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa Rio

yang ada di Kabupaten Bungo Sekarang berasal dari suku Batin, yaitu

suku dari Melayu Tua yang pertamakali mendiami daerah Jambi.Mereka

berpindah kepedalaman dan mendiami anak sungai Batang Hari,

termasuklah sungai Batang Bungo yang berada di Kabupaten Bungo

sekarang.

Orang dari suku Batin inilah yang nanti berkembang lalu

mendirikan perkampungan dan Dusun-Dusun yang bersifat otonom di

sepanjang aliran Sungai di pedalaman Jambi, dari Suku batin inilah

pemerintahan Rio itu berasal, karena berdasarkan data yang penulis dapat

Rio itu hanya terdapat pada pemerintahan Dusun yang ada pada Daerah

Batin.

Dalam sistim pemerintahan Kesultanan Jambi, daerah Batin ini

masuk dalam daerah tanah nan bajenang79. Penduduk daerah ini harus

membayar jajah pada Sultan melalui perwakilan yang di sebut Jenang80.

Jadi Rio sebagai pemimpin Dusun yang ada di daerah Batin tersebut

bertanggung jawab kepada Jenang untuk membayar jajah kepada Sultan.

79
Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942,hal 21
80
Lembaga Jenang adalah jalan lain yang di gunakan Sultan untuk mengingatkan para
pimpinan daerah-daerah di pedalaman akan keberadaan otoritas sentral. Lihat Lindayanti dkk,
Jambi Dalam Sejarah 1500-1942,hal 21
49

Daerah Batin ini membawa tradisi pemerintahan demokratis yang

di pengaruhi dari Minangkabau sehingga pemimmpin di tanah nan bejenag

lebih merdeka di bandingkan pemimpin di tanah nan berajo. Karena

bersifat otonom mereka memilih pemimpinya sendiri dan sultan tidak bisa

ikut campur dalam hal pemilihan pemimpin di daerah ini 81, termasuklah

dalam pemilihan Rio sebagai pemimpin Dusun, selain membayar jajah

para pemimpin Batin juga bertugas sebagai pejaga garis batas daerah82.

Gambar 4.1 Lingkaran Kekuasaan Kesultanan Jambi83

Istana
Tanah Pilih

Bangsa XII

Wilayah
Jenang

81
Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942, (Jambi:Pusat Kajian Pengembangan
Sejarah dan Kebudayaan Jambi. 2013), hal 22
82
Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942,hal 22
83
Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942,hal 47
50

Bagan 4.1 Sistem Pemerintahan Kesultanan Jambi (sebelum 1605)84

Sultan

Pepatih Dalam Pepatih Luar

Kerapatan
Bangsa XII

Susunan
Panembahan

Bangso XII Batin Mendapo


Penghulu
(Temenggung) (Rio Depati) (Depati)

Dusun Dusun Dusun


(Rio) (Rio) (Rio)

Kampung
(Mangku)

Berdasarkan bagan diatas dapat di simpulkan bahwa pada masa

Kesultanan Jambi sistim Pemerintahan Rio sudah ada, menjadi bagian dari sistem

Pemerintahan Batin yang di bawahnya terdiri dari beberapa dusun dan setiap

dusun itu di pimpin oleh seorang Rio, di bawah dusun terdapat lagi beberapa

kampung dan setiap kampung di pimpin oleh seorang Rio.

84
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 1
51

b. Masa Kolonialisme

1.) Masa Belanda

Pada tahun 1904, Kesultanan Jambi runtuh dan di kuasai oleh

Belanda di karnakan gugurmya Sultan Thaha pada bulan April 190485.

Akibat berahirnya Kesultanan Jambi ahirnya Belanda berhasil

mengusai wilayah-wilayah Jambi.

Setelah wilayah Jambi di kuasai Belanda menetapkan Jambi

sebagai keresidenan dan masuk kedalam wilayah Nederlandsch Indie,

menjadi salah satu residen dari 10 Residen yang ada di sumatra86, dan

terbagi lagi menjadi 7 Onder Afdeling, salah satunya Afdeling Muara

Bungo87. Residen pertamanya adalah O.L Helfrich yang di lantik pada

tanggal 2 Juli 1906, sesuai surat keputusan Gubenur Jendral Belanda

No. 20 tanggal 4 Mei 190688.

Setelah di tetapkan sebagai Keresidenan sistem pemerintahan

adat di berbagai wilayah di Jambi mengalami perubahan, seperti yang

terjadi di wilayah adat Bungo tepatnya pada tahun 1926 wilayah adat

Bungo di bagi dalam wilayah-wilayah kecil dan di bentuk

pemerintahan baru yang setara dengan Batin, yaitu Marga89 yang di

85
Adrianus Chatib, dkk. Kesultanan Jambi Dalam Konteks Sejarah Nusantara, (Jakarta:
Kementrian Agama RI, 2013). Hal 142
86
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, (2013) hal
70
87
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 17
88
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, (2013) hal
69
89
Marga adalah wilayah persekutuan hukum adat sekaligus sebagai unit administrasi
yang bersifat otonom dalam artian memiliki hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, Prof.
52

pimimpinya disebut dengan Pasirah90, dan dalam wilayah Marga

terdiri dari beberapa Dusun.

Pembentukan Marga dengan gelar pesirah ini diambil oleh

belanda dari Undang-undang Simbur Cahayo (Undang-undang Adat

Palembang) yang oleh Belanda di terapkan di seluruh wilayah bekas

kesultanan Jambi91.

Pembentukan Marga ini tidak terlepas dari politik Belanda

sebagaimana yang di sampaikan oleh H.M. Mahmud, A.S mantan

Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo Tahun 1970.

“Waktu Belando menjajah mako pemerintah Dusun itu di


pegang oleh Belando, nyo dikit tapi nak nyajah seluruh negeri
ko, mako tu lah di bueknyo marga supayo mudah nyo ngatur
negeri nan banyak ko92”
Terjemahan:

“Waktu Belanda Menjajah Maka Pemerintah Dusun itu di


pegang oleh Belanda, mereka sedikit tapi ingin menjajah
seluruh negeri ini, maka di buat lah olehnya marga supaya
mereka mudah mengatur negeri yang banyak ini”

Menurut penjelasan H.M. Mahmud, Marga itu adalah bagian

dari politik Belanda agar lebih mudah mengusai Negeri yang memiliki

Dr. Mubyarto Dkk, Masyarakat Pedesaan Jambi Menuju Desa Mandiri, Pusat Penelitian
Pembangunan Pedesaan dan Kawasan (P3PK) Universitas Gadjah Mada, (Yogyakarta, Aditya
Media, 1990) hal 31
90
Pesirah adalah gelar yang di berikan kepada pemimpin Marga. Anonim, Sejarah dan
Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988), hal 12
91
Anonim, Sejarah dan Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988), hal 13
92
Hasil wawancara dengan H.M. Mahmud, A.S (mantan Ketua Lembaga Adat tahun
1970) Umur 79 tahun , Alamat : RT 12 RW 05 Kel. Batang Bungo .pada tanggal 21 Maret 2019
pukul 14:13 WIB. Di rumah kediaman beliau, suasana santai.
53

sistim pemerintahan yang beragam ini, sehingga di seragamkanlah

semuanya agar lebih mudah untuk di kontrol.

Selain itu Belanda juga bermaksud untuk menghapus gelar-

gelar yang pernah di sandang oleh penguasa-pengusa wilayah semasa

pemerintahan Kesultanan Jambi, karena Belanda khawatir gelar-gelar

itu akan membangkitkan semnagat rakyat untuk melakukan

perlawanan terhadap pemerintahan Kolonial93.

Untuk Onderafdeling Muara Bungo terbentuklah beberapa

Marga di antaranya94:

1) Marga Jujuhan

2) Marga Bilangan V

3) Marga Tanah Sepenggal

4) Marga Batin III Ulu

5) Marga Batin III Ilir

6) Marga Batin II

7) Marga Batin VII

8) Marga Pelepat

Setelah Marga-marga ini terbentuk, Ternayata perubahan

sistem pemerintahan yang di terapkan oleh Belanda tidak sampai

kepada tingkat Dusun yang menjadi bagian dari Marga tersebut.

93
Anonim, Sejarah dan Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988), hal 13
94
Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942,hal 41
54

Di setiap Dusun yang ada di Onderafdeling Muara Bungo

masih Memakai Rio sebagai pemimpin Dusunya sehingga sistem

pemerintahan adat masih di pakai oleh masyarakat, tidak ada yang

berubah dalam sistim pemerintahan tingkat Dusun pada masa

penjajahan95. Sehingga eksistensi Rio masih tetap bertahan dalam

kehidupan masyarakat.

Bagan 4.2 Struktur Pemerintahan Jambi Masa Penjajahan Belanda96

Keresidenan
(Residen)

Marga
(Pesirah)

Dusun Dusun Dusun


(Rio) (Depati) (Penghulu)

Kampung
(Mangku)

95
Hasil Wawancara Dengan Datuk Husin (Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo),
Umur 85 Thn, Alamat: Dusun Bebeko RT.01, Interview Pada Tanggal 13 Februari 2019, Pukul
10:14 Wib, Tempat : Rumah Kediaman , Suasana: Santai
96
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan, hal 15
55

Pada bagan di atas dapat dilihat bahwa belanda menghapus sistem

pemerintahan Batin dan menggantinya dengan Marga, tapi perubahan tersebut

tidak sampai kepada tingkat dusun sehingga Rio masih tetap di pakai oleh

masyarakat.

2.) Masa Jepang

Setelah kesultanan Jambi di kuasai Belanda lebih kurang

selama 36 tahun, tepat pada tanggal 9 maret 1942 terjadi peralihan

kekuasaan dari pemerintahan Belanda ke Pemerintahan Jepang97.

Pada masa pemerintahan Jepang ini tidak banyak yang berubah

dalam sistim pemerintahan adat masyarakat jambi, hanya saja dalam

perkembanganya Jepang mengganti istilah-istilah dalam

pemerintahan.

Dalam perubahanya di Keresidenan jambi, Jepang mengganti

mengganti istilah Keresidenan di tukar menjadi Syu, Residen di sebut

Syucokan98, Afdeling menjadi Bunsyuu, Onderafdeling menjadi Gan99,

sedangkan Marga tidak mengalami perubahan begitupun dengan

pemerintahan tingkat Dusun, istilah Rio masih tetap di pakai oleh

masyarakat.

97
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, hal 70
98
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, hal 70
99
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 30
56

Jepang memberikan nama untuk Keresidenan Jambi dengan

sebutan Jambi-Syu yang terbagi menjadi tujuh Bunsyu100 :

1) Jambi

2) Tembesi

3) Tungkal

4) Tebo

5) Bungo

6) Bangko

7) Sarolangun

Bagan 4.3 Pemerintahan Daerah Jambi Pada Masa Pemerintahan Jepang101

Syuu
(Syuu-cokan)

Bunsyuu
(Bunsyuu-co)

Gan
(Onderafdeling)

Marga
(Foku-gnco)

Dusun Dusun Dusun


(Rio) (Depati) (Penghulu)

Kampung
(Mangku)

100
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, hal 70
101
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan
57

Secara administrasi wilayah Jambi-Syu pada masa pemerintahan Jepang

adalah sebagai berikut102:

1) Sebelah utara berbatasan dengan Riau-Syu

2) Sebelah barat berbatasan dengan Sumatra Barat-Syu dan Bunsyu

Kerinci

3) Sebelah selatan berbatasan dengan Palembang-Syu dan Bengkulu-Syu

4) Sebelah timur dengan Selat Berhala.

Dalam Perubahan istilah nama-nama pemerintahan masa

penjajahan jepang, ternyata Rio masih tetap bertahan dan di pakai oleh

masyarakat, karena jepang merubah istilah dalam pemerintahan hanya

sampai kepada tingkat Marga, sehingga eksistensi Rio masih tetap

terjada dalam sistim pemerintahan adat Dusun.

c. Masa Kemerdekaan

Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 Proklamasi di kumandangkan

dan bangsa Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang, waktu awal

kemerdekaan ini pemerintah langsung membuat berbagai undang-undang

yang mengatur tentang pemerintahan, untuk tingkat Desa103 pemerintah

102
Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam Masyarakat
Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”, hal 70
103
Dalam sistim pemerintahan Jambi, Desa itu di sebut dengan Dusun. Hasil Wawancara
Dengan Datuk Azrai (Ketua Lembaga Adat Kota Jambi dan Lembaga Adat Propinsi Jambi), Umur
80 Thn, Alamat: Lrg Depati Setio, Pagar Drum. Interview Pada Tanggal 28 Desember 2019 pukul
17:11 Wib, Tempat : Kediaman Datuk Azra‟i, Suasana: Santai
58

mengeluarkan UUD 1945, Pasal 18 Penjelasan II yang berbunnyi sebagai

berikut:

“Dalam teritorial Negara Indonesia terdapat kurang lebih 250


“Zelfbesturendelandschappen”dan“Volksgemenschappen” seperti
Desa di Jawa dan Bali, Negeri di Minangkabau, Dusun dan Marga
di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai
susunan asli dan oleh karenanya dapat di anggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa.Negara Republik Indonesia menghormati
kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dengan segala
peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan
mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”104.

Dengan di berlakukanya undang-undang tersebut maka sistem

pemerintahan adat seperti Rio dapat terlindungi dan berjalan sesuai dengan

adat yang berlaku di masing-masing daerah.

Secara wilayah, Jambi menjadi Propinsi Sumatra Tengah dengan

dua Kabupaten yaitu Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Merangin, di

bawah kabupaten di bentuk lagi yang namanya Kewedanaan salah satunya

Kewedanaan M. Bungo.

Di bawah ini akan digambarkan bagaimana bentuk dari sistem

pemerintahan daerah pada masa awal kemerdekaan dan bagaimana posisi

Rio sebagai kepala pemerintahan untuk tingkat dusun.

104
Penjelasan UUD 1945 Pasal 18 , Sebelum di amandemen
59

Bagan 4.4 Struktur Pemerintahan Daerah Pada Masa Republik Indonesia


tahun 1950-1957105

Propinsi
(Sumatra Tengah

Keresidenan

Kabupaten Kabupaten
Batanghari Merangin

Kewedanaan Kewedanaan Kewedanaan Kewedanaan


(M. Bungo) (M. Tebo) (Sarolangun) (Bangko)
Kecamatan
(camat)
Marga
(Pesirah) Dusun
(Rio)

Dari bagan di atas dapat kita lihat bahwa ada beberapa

penambahan struktur pemerintahan pada tahun 1950-1957 yaitu istilah

Propinsi, Kabupaten, Kewedanaan dan Kecamatan.Istilah pemerintahan

pada masa penjajahan Jepang di hapuskan dan istilah Marga kembali di

munculkan, seperti pada masa penjajahan belanda.Begitupun dengan Rio,

masyarakat masih tetap mempertahankannya sebagai pemimpin Dusun.

Dalam perkembangan selanjutnya terjadi beberapa pemekaran

daerah di berbagai wilayah Indonesia, pada tahun 1965 terbentuklah

Propinsi Jambi dengan 6 kabupaten yaitu Kotamadya, Kabupaten

105
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 37
60

Batanghari, Kabupaten Bungo Tebo, Kabupaten Sarolangun Bangko,

Kabupaten Tanjung Jabung dan Kabupaten Kerinci106.

Bagan 4.5 Pemerintahan Daerah Pada Tahun 1965-1974107

Propinsi Jambi

Kab. Bungo Kab. Sarolangun


Kotamadya Kab. Batanghari Kab. Tanjab Kab. Kerinci
Tebo Bangko

Kecamatan
Kecamatan
(camat)

Kampung Marga
(Pesirah)

Dusun
(Rio)

Kampung
(mangku)

Selanjutnya masuk pada masa orde baru, pada masa inilah sistim

pemerintahan adat mulai terkikis, karena ada upaya dari pemerintah untuk

menyeragamkan sistim pemerintahan tingkat desa di seluruh Indonesia

dengan di keluarkanya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 Poin a dan

c yang berbunnyi108:

a)“Desa adalahsuatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah


penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya
kesatuan masyrakat hukum yang mempunyai organisasi

106
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 46
107
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 46
108
Undang-undang Desa Nomor 5 Tahun 1979.
61

pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak


menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republuk Indonesia”

c)”Dusun adalah bagian wilayah dalam Desa yang merupakan


lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan Desa.

Karena yang tercantum dalam undang-undang ini adalah desa

maka pemerintah daerah guna menyesuaikan undang-undang ini

menghilangkan unit-unit administrasi lokal yang dianggap tidak

menggunakan kata “desa” sehingga yang terjadi di propinsi Jambi adalah

Dusun-dusun yang ada berubah menjadi Desa.

Kabupaten Bungo yang dulu Masih bergabung dengan Tebo juga

menerapkan Undang-undang Nomor 5 Tahun1979 tersebut, sehingga

merubah Dusun menjadi Desa, akibat dari perubahan tersebut

menyebabkan Rio tidak di pakai lagi dalam sistim pemerintahan tingkat

Dusun karena telah di ganti oleh kepala desa, sebagai mana yang di

jelaskan oleh Datuk Husin J selaku ketua Lembaga Adat Kabupaten

Bungo:

“Rio itu sudah ado dari zaman dulu namun hilang sejak keluarnyo
Undang-undang Nomor 5 tahun 1979, ahirnyo di ganti Kepalo
Desa”109.

Terjemahan

109
Hasil Wawancara Dengan Datuk Husin (Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo),
Umur 85 Thn, Alamat: Dusun Bebeko RT.01, Interview Pada Tanggal 13 Februari 2019, Pukul
10:14 Wib, Tempat : Rumah Kediaman , Suasana: Santai
62

“Rio itu sudah ada dari zaman dahulu namun hilang sejak
keluarnya Undang-undang Nomor 5 tahun 1979, ahirnya di ganti
kepala desa”

Hal serupa juga di sampaikan Datuk Azra’i Al-Basyari ketua

Lembaga Adat Kota Jambi :

“Rio tu pemimpin Dusun, jadi perubahan Rio jadi Kepala Desa


karno undang-undang nomor 5 tahun 1979, hancur lah Dusun di
buatnyo karno lh jadi Desa, ahirnyo adat tu hilang karno dakdo
lagi yang memangkunyo, tu lh Rio tadi”110.

Terjemahan

“Rio itu pemimpin dusun, jadi perubahan Rio menjadi kepala desa
karena Undang-undang Nomor 5 tahun1979, hancurlah dusun
karenanya akibat sudah menjadi desa, ahirnya adat itu hilang
karena tidak ada lagi yang memangkunya yaitu Rio.”

Jadi Undang-undang desa Nomor 5 Tahun 1979 ini sangat

berpengaruh terhadap sistim pemerintahan Rio, karena telah di ganti

dengan kepala desa. Akibat dari hilangnya Rio ini, maka hilang pulalah

adat istiadat dalam masyarakat pada waktu itu, karena pemangku adat itu

sudah tidak ada lagi yaitu Rio.

Hilangnya pemerintahan Rio ini bertahan cukup lama bahkan

setelah Kabupaten Bungo terbentuk melalui Undang-undang Nomor 54

110
Hasil Wawancara Dengan Datuk Azra‟i (Ketua Lembaga Adat Kota Jambi dan
Lembaga Adat Propinsi Jambi), Umur 80 Thn, Alamat: Lrg Depati Setio, Pagar Drum. Interview
Pada Tanggal 28 Desember 2019 pukul 17:11 Wib, Tempat : Kediaman Datuk Azra‟i, Suasana:
Santai
63

Tahun 1999 belum ada juga tanda-tanda kemunculan Rio itu

kembali111, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan sosial di

masyarakat, hukum adat sudah mulai terkikis norma-norma adat sudah

tidak di patuhi lagi, adab nan mudo dengan nan tuo sudah hilang112.

Bagan 4.6Struktur Pemerintahan Daerah Jambi Tahun 1979113

Propinsi Jambi

Kab. Kab. Bungo Kab.


Kotamadya Sarolangun Kab. Tanjab Kab. Kerinci
Batanghari Tebo
Bangko

Kecamatan
Kecamatan
(camat)
Kelurahan/Desa
Kelurahan/Desa
(Kepala Desa)

Pada bagan di atas dapat dilihat bahwa sistem

pemerintahan daerah pada tahun 1979, sistem pemerintahan Rio sudah

hilang dan tidak di pakai lagi akibat dari hilangnya dusun karena telah di

ganti dengan desa sehingga pemimpin desanya disebut dengan Kepala

desa.

111
Anonim, Konsep Sejarah Muara Bungo,( Bungo: Disbudparpora Kabupaten Bungo.
2013), hal 1
112
Hasil wawancara dengan H.M. Mahmud, A.S (mantan Ketua Lembaga Adat tahun
1970) Umur 79 tahun , Alamat : RT 12 RW 05 Kel. Batang Bungo .pada tanggal 21 Maret 2019
pukul 14:13 WIB. Di rumah kediaman beliau, suasana santai.
113
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan hal 46
64

Tepat Pada tahun 2007 masa pemerintahan H.Zulfikar Ahmad,

Kabupaten Bungo mengeluarakan Perda Nomor 9 tahun 2007 yaitu

tentang penyebutan Kepala Desa menjadi Rio, Desa menjadi Dusun dan

Dusun menjadi Kampung114.

Salah satu alasan Zulfikar mengembalikan sistim pemerintahan

Dusun atau Rio adalah adanya rasa kekhawatiran terhadap sistim sosial

masyarakat karena telah hilangnya adat dan adab dalam masyrakat,

menurutnya iteraksi antar individu dapat mengalimi pasang surut dan

terkadang melahikan konflik, untuk mengatasi hal itu perlu adanya

struktur sosial yang mapan yaitu kembali kepada adat dan tradisi lama

karena dengan itulah struktur sosial kita bisa menjadi kuat, dan langkah

pertama untuk pengutan struktur sosial tersebut dengan cara

mengembalikan sistim pemerintahan adat yang di kenal dengan Rio115.

H.M. Mahmud mantan Ketua Kembaga Kabupaten Bungo yang

juga ikut memperjuangkan Perda tentang Rio tersebut mengatakan bahwa

perda tersebut adalah salah satu upaya untuk memantapkan kembali ke jati

114
Hasil Wawancara Dengan Datuk Husin (Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo),
Umur 85 Thn, Alamat: Dusun Bebeko RT.01, Interview Pada Tanggal 13 Februari 2019, Pukul
10:14 Wib, Tempat : Rumah Kediaman , Suasana: Santai
115
Zulfikar Ahmad , Revitalisasi Adat dan Budaya Lokal, Mengambil Peran Adat;
Membangkit Batang Terendam, (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2009) , hal 6
65

diri kita bahwa Adat Besendi Syarak, Syarak Besendi Kitabullah, Syarak

Mengato Adat Memakai116.

Keluarnya Perda Nomor 9 Tahun 2007 ini disambut baik oleh

masyrakat dan para tokoh-tokoh adat di Kabupaten Bungo, salah satunya

ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo yaitu Datuk Husin, beliau

mengatakan:

“Sayo sangat setuju sekali dengan keputusan Zulfikar karno kito


lah kembali kepado adat lamo pesako usang, karno adat kito ni lah
mulai hilang jadi dengan keputusan tu adat tu bisa bangkit
kembali”117

Terjemahan:

“Saya sangat setuju sekali dengan keputusan Zulfikar, karna kita


telah kembali kepada adat lama, karena adat kita ini sudah mulai
hilang jadi dengan keputusan itu adat bisa bangkit kembali”

Setelah di berlakukanya Perda tentang Rio tersebut ahirnya adat di

Kabupaten Bungo mulai kembali bangkit dan di pakai oleh masyrakat

seperti pemecahan masalah yang di lakukan dengan sidang adat 118, selain

116
Hasil wawancara dengan H.M. Mahmud, A.S (mantan Ketua Lembaga Adat tahun
1970) Umur 79 tahun , Alamat : RT 12 RW 05 Kel. Batang Bungo .pada tanggal 21 Maret 2019
pukul 14:13 WIB. Di rumah kediaman beliau, suasana santai.
117
Hasil Wawancara Dengan Datuk Husin (Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo),
Umur 85 Thn, Alamat: Dusun Bebeko RT.01, Interview Pada Tanggal 13 Februari 2019, Pukul
10:14 Wib, Tempat : Rumah Kediaman , Suasana: Santai
118
Hasil Wawancara Dengan Datuk Syamsudin (Ketua Lembaga Adat Kecamatan),
Umur 70 Thn, Alamat: Dusun Sungai Arang RT.03, Interview Pada Tanggal 21 Maret 2019, Pukul
14:13 Wib, Tempat : Rumah Kediaman Datuk Syamsudin, Suasana: Santai
66

itu dari adat-adat yang lain juga telah di aktifkan kembali seperti adat

dalam pernikahan119.

Dari segi pemerintahan Rio sendiri memang sepenuhnya belum

sama dengan Rio yang ada pada zaman dulu, namun Datuk Azrai

mengatakan hal itu wajar karena Rio itu telah hilang dalam waktu yang

cukup lama, jadi yang paling penting adalah mengembalikan sistim

pemerintahan Rio, untuk masalah kemampuan bisa di tingkatkan seiring

berjalannya waktu120. Sampai sekarang di Kabupaten Bungo masih

konsisten dengan mengaktifkan sistim pemerintahan Rio.

2. Fungsi Rio Dalam Sistem Sosial Budaya Masyarakat Di Kabupaten

Bungo.

Secara umum menurut keterangan yang telah penulis dapatkan dari

para informan ada dua fungsi pokok yang di pegang oleh seorang Rio di

kabupaten Bungo yaitu sebagai Pemangku Adat dan Kepala pemerintahan,

sebagaimana yang di jelaskan oleh datuk Azra’i :

“jadi pemerintahan paling paling bawah untuk tingkat dusun tu


namonyo Rio, Rio tu ado duo fungsi yaitu sebagai pemangku adat
dusun dan sebagai kepalo pemerintahan dusun”121.

119
Hasil wawancara dengan H.M. Mahmud, A.S (mantan Ketua Lembaga Adat tahun
1970) Umur 79 tahun , Alamat : RT 12 RW 05 Kel. Batang Bungo .pada tanggal 21 Maret 2019
pukul 14:13 WIB. Di rumah kediaman beliau, suasana santai.
120
Hasil Wawancara Dengan Datuk Azra‟i (Ketua Lembaga Adat Kota Jambi dan
Lembaga Adat Propinsi Jambi), Umur 80 Thn, Alamat: Lrg Depati Setio, Pagar Drum. Interview
Pada Tanggal 28 Desember 2018 pukul 17:11 Wib, Tempat : Kediaman Datuk Azra‟i, Suasana:
Santai
121
Hasil Wawancara Dengan Datuk Azra‟i (Ketua Lembaga Adat Kota Jambi dan
Lembaga Adat Propinsi Jambi), Umur 80 Thn, Alamat: Lrg Depati Setio, Pagar Drum. Interview
67

Terjemahan:

“Jadi, pemerintahan terendah untuk tingkat dusun itu namanya Rio,


Rio itu ada dua fungsi, yaitu sebagai pemangku adat dusun dan kepala
pemerintahan dusun ”

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis akan memaparkan dua

fungsi Rio sebagai berikut:

a. Pemangku Adat

Rio yang ada di Kabupaten Bungo ini bukan sekedar kepala dusun

seperti yang ada di tempat lain, Rio memiliki sebuah fungsi yang sangat

berpengaruh terhadap perkembangan adat di suatu dusun karena Rio

adalah seorang Pemangku Adat di dalam Dusun tersebut.

Arti dari pemangku adat di jelaskan oleh datuk Syamsudin selaku

Ketua Lembaga Adat Kecamatan Bungo Dani beliau menjelaskan bahwa:

“pemangku tu artinyo dio yang memangku jadi Rio tu yang


memegang, menjago, melindungi dan menjalankan adat di suatu
dusun”122.
Terjemahan:
“Pemangku Adat itu artinya dia yang memangku, jadi Rio itu yang
memegang, menjaga, melindungi, dan menjalankan adat di suatu
dusun”
Pengertian pemangku adat ini juga terdapat dalam seloko adat yang

berbunnyi sebagai berikut:

Pada Tanggal 28 Desember 2018 pukul 17:11 Wib, Tempat : Kediaman Datuk Azra‟i, Suasana:
Santai
122
Hasil Wawancara Dengan Datuk Syamsudin (Ketua Lembaga Adat Kecamatan),
Umur 70 Thn, Alamat: Dusun Sungai Arang RT.03, Interview Pada Tanggal 21 Maret 2019, Pukul
14:13 Wib, Tempat : Rumah Kediaman Datuk Nurdin, Suasana: Santai
68

“Pemimpin atau pemangku adat adalah pelarik, penjaju, tukang


larik tukang jaju, tukang hukum tukang hakam, tukang ajum
tukang arah, mengatur anak dengan pinak, cupak dengan gantang,
kerat dengan kudungan, dalam wilayah kekuasaanya123”

Fungsi Rio sebagai pemangku adat ini membuat Rio menjadi

cerminan atau contoh bagi masyrakat sehingga Rio sangat di hormati dan

di hargai oleh masyarakat, apa yang menjadi perintah Rio selalu di ikuti.

Rio menjadi seorang yang sengat berwibawa dan memiliki kharisma124.

Menurut ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo Datuk Husin, Rio

pada zaman dulu tahan takek artinya di bawa kemana saja bisa, di bidang

agama dia juga bisa seperti jadi Imam sholat, di bawa ke adat di juga bisa

sehingga meliputi semua aspek kehidupan sosial masyarakat. Jadi dapat di

simpulkan bahwa Rio sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial budaya

masyarakat.

Karena memiliki fungsi yang begitu penting maka untuk menjadi

seorang Rio tidak bisa sembarangan orang, ada beberapa syarat yang

harus di penuhi seseorang jika ingin menjadi seorang Rio. Sebagaimana

yang di jelaskan oleh Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo Datuk

Husin :

123
Anonim, Sejarah dan Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988), hal 37
124
Hasil wawancara dengan H.M. Subki Abubakar, (Wakil Ketua Lembaga Adat
Kabupaten Bungo) umur 84 tahun, alamat:Dusun Rantau Pandan, wawancara pada tanggal 16
April 2019 pukul 16:47.
69

“jadi dak sembarangan orang bisa jadi Rio tu, nak pertamo nyo
faham adat, sudahtu moralitasnyo harus bagus seperti sifat, adab
dan sopan santunyo”

Terjemahan:

“Jadi, tidak sembarangan orang bisa menjadi Rio, yang pertama dia
harus faham adat , setelah itu moralitanya harus bagus seperti sifat,
adab dan sopan santunnya”

Selanjutnya di tambahkan lagi oleh Ketua Lembaga Adat Kota

Jambi Datuk Azra’i :

“Dulu kalu orang nak jadi Rio selain harus faham adat dio harus
Keturunan Rio jugo, selanjutnyo periuk nak cakah tungku nak
gedang, artinyo ekonominyo mampu atau orang kayo”125

Terjemahan:

“Dahulu kalau orang ingin menjadi seorang Rio, selain harus


faham adat, dia harus keturunan Raja juga, selanjutnya periuk nak
cakah tungku nak gedang artinya ekonominya mampu atau orang
kaya ”
Terdapat beberapa seloko yang menunjukan sifat yang harus di

miliki seorang pemimpin yaitu126:

1) Sebagai suri teladan:


Suluh siwang di dalam negeri
2) Sebagai tempat mengadu:
Landeh besak tempat menitip

125
Hasil Wawancara Dengan Datuk Azra‟i (Ketua Lembaga Adat Kota Jambi dan
Lembaga Adat Propinsi Jambi), Umur 80 Thn, Alamat: Lrg Depati Setio, Pagar Drum. Interview
Pada Tanggal 28 Desember 2018 pukul 17:11 Wib, Tempat : Kediaman Datuk Azra‟i, Suasana:
Santai
126
70

Gedung bicaro tempat balek


Pegi tempat betanyo
Balek tempat beberito
3) Sebagai pemimpin yang adil:
Tidak bulih bersisi mandi kelaut
Besibak mandi ke kumpai,
Beranak tiri, beranak kandung,
Ibarat membelah buluh, sebelah di tijak sebelah di tating
Tidak memakai guguk dengan tumpak, sisi dengan hinggo
Haruslah data bak lantai kulit,
Licin bak lantai bambu

4) Sebagai pemimpin yang bersikap terbuka:


Adolah rajo nan idak menulak sembah
Teluk nan idak menulak kapa
Buruk baik di terimonyo
5) Sebagai penghukum dan penghakam:
Idak buleh batelau-telau bak paneh dalam beluka, karena
dek duri di bawah telapak, sebab dek tali bungo di kepalok.
Tibo di mato dak bulih di picingkan, tibo di perut dak bulih
di kempiskan.
Tibo di papan dak bulih berentak.
Tibo di duri dag bulih bersetengkak.
6) Sebagai orang tang di tuakan:
Kok mudik memioit siring
Kok hilir memegang tepi
Tinggi di anjung, gedang di ambakan.
Menghitam memutihkan buat menentukan sisi dengan
hinggo, sepadan dengan mentaro, yang di dasarkan pada
bulat ayek di pembuluh, bulat kato di mufakat
71

Itulah beberap gambaran seorang Rio sebagai pemangku adat,

berdasarkan kriteria itulah membuat Rio itu menjadi seorang panutan

dalam kehidupan sosial budaya masyarakat.

Jadi pemerintahan Rio ini sangat kompleks karena semua sistim

pemerintahanya di atur dalam adat terutama dalam pemilihan pemimpin

yang tidak bisa sembarangan harus memenuhi beberapa syarat, bahkan

unsur keturunan pun di perhatikan dalam memilih seorang Rio.Dengan

ketatnya syarat yang di tetapkan dalam adat maka menimbulkan seorang

sosok Rio yang bisa menjadi teladan di dalam masyarakat.Inilah yang

menjadi salah satu faktor di aktifkanya kembali sistim pemerintahan Rio

di Kabupaten Bungo.

Setelah di terapkannya kembali Rio melalui Perda Nomor 9 Tahun

2007, terdapat perbedaan antara Rio yang dahulu dengan Rio yang

sekarang di terapkan, yaitu syarat untuk menjadi seorang Rio tidak lagi

mengikuti syarat yang dahulu pernah ada, baik dari segi keturunan

ataupun pemahamanya tentang adat. Hal ini di buktikan dengan adanya

terjadi beberapa kasus Rio yang melanggar aturan, seperti Rio yang

korupsi atau Rio yang selingkuh127.

Hal inilah yang menyebabkan hilangnya kharisma dan wibawa

seorang Rio dalam kehidupan sosial masyrakat, Rio taklagi di hormati

dan menjadi contoh karena kurangnya kualitas Rio yang ada di

masyarakat seperti kurangnya pemahaman Rio tentang adat.Pada


127
Hasil wawancara dengan H.M. Mahmud, A.S (mantan Ketua Lembaga Adat tahun
1970) Umur 79 tahun , Alamat : RT 12 RW 05 Kel. Batang Bungo .pada tanggal 21 Maret 2019
pukul 14:13 WIB. Di rumah kediaman beliau, suasana santai.
72

hakikatnya hal ini tidak bisa di tinggalkan karena fungsi Rio itu adalah

sebagai pemangku adat, jadi jika Rio tidak mengerti tentang adat maka

adat yang ada di dusun tersebut tidak bisa berjalan dengan baik.

Di Kabupaten Bungo sekarang pemahaman tentang pemerintahan

Rio itu tidak merata, tidak semua orang yang menjadi Rio itu mengerti

bagaimana sistem pemerintahan Rio itu sebenarnya. Sebagaimana

penjelasan seorang Rio Dusun Lubuk Landai bapak Anhari mengatakan:

“Sebenarnyo Rio nikan mengacu kepado Adat, cuma kareno rancu


dak ado juklak-juklis nyo tentang Rio ni, istilahnyo kito tetap
mengacu kepado kepalo Desa, cuma sebutan bae yang berubah,
jadi aturan tentang Rio tu kito dak tau”128.

Terjemahan:

“Sebenarnya Rio ini mengacu kepada adat, cuma karena rancu


tidak ada juklak juklisnya tentang Rio ini, istilanya kita tetap
mengacu kepada kepala desa, cuma sebutan saja yang berubah jadi
aturan tengtang Rio itu kami tidak tau”
Jadi menurut Rio Dusun Lubuk Landai Perda yang di keluarkan

pemerintah cuma perubahan nama, tapi aturan tentang pemerintahan Rio

itu tidak di jelaskan sehingga sistem yang di pakai sama dengan Kepala

Desa.

Namun pernyataan yang berbeda di sampaikan oleh Rio Babeko

bapak Saprizal:

128
Hasil wawancara Anhari (Rio Dusun Lubuk Landai) Umur 55 tahun, alamat Dusun
Lubuk Landai, pada tanggal 14 Februari 2019 pukul 13:15 Wib. Di rumah kediaman Rio Anhari
suasana santai.
73

“Rio itu berbeda dengan Kepala Desa, Rio itu ado duo fungsi,
yang pertamo sekali di segi adat istiadat dio harus menguasai
sudah tu baru dio Rio di bidang pemerintahan.Pelantikanyo duo
kali secaro adat secaro pemerintahan jadi kami di sumpah jugo
secaro adat yang selokonyo tu keateh dak bapucuk, kebawah dak
berakar, di tengah-tengah di takuk kumbang. Nanti kalu sudah jadi
Rio, dak boleh nyo sembarangan dalam kehidupan sehari-hari
seperti adab dan tingkah laku dak boleh melanggar adat,
contohnyo Rio tu dak boleh buka baju di tempat umum, dak boleh
makai celano di atas lutut dan harus banyak malu, berbeda dengan
kades dulu”129.

Terjemahan:

“Rio itu berbeda dengan kepala desa, Rio itu ada dua fungsi, yang
pertama dari segi adat dia harus menguasai, setelah itu baru dia di
bidang pemrintahan.Pelantikanya dua kali, secara adat dan secara
pemerintahan, jadi kami jugo di sumpah secara adat yang
selokonya berbunyi keateh dak bapucuk, kebawah dak berakar, di
tengah-tengah di takuk kumbang.Nanti kalau sudah jadi Rio, tidak
boleh dia sembarangan dalam kehidupan sehari-hari seperti adat
dan tingkah laku tidak boleh melanggar adat, contohnya Rio itu
tidak boleh buka baju di tempat umum , tidak boleh memakai
celana di atas lutut dan harus banyak malu, berbeda dengan kades
dulu”

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa Rio Dusun

Babeko lebih memahami sistem pemerintahan Rio dari pada Rio Dusun

Lubuk Landai.Rio Saprizal lebih mengerti bagai mana perbedaan antara


129
Hasil wawancara dengan Saprizal (Rio Babeko) Umur 48 Tahun, alamat Dusun
Sim.Babeko RT.03 pada tanggal 18 April 2019 pukul 08:49. Di rumah kediaman Rio Anhari,
suasana santai
74

Rio dengan kepala Desa, menurutnya tingkah laku Rio itu harus sesuai

dengan aturan adat.Rio Saprizal juga mengakui bahwa menjadi Rio itu

berat, waktu awal beliau baru menjadi seorang Rio yang paling sulit

adalah merubah tingkah laku yang sesuai dengan aturan adat.

Melihat fenomena di atas penulis menganggap bahwa pengetahuan

tentang sistem pemerintahan Rio di Kabupaten Bungo belum merata

hanya sebagian yang memahami bagaimana sistem pemerintahan Rio itu

yang sebenarnya. Rio Saprizal juga mengakui ketika ada rapat seluruh

Rio di kabupaten Bungo banyak melihat tingkah laku dari Rio daerah lain

yang tidak mencerminkan bagaimana sikap seorang Rio yang sebenarnya.

Jadi dapat di simpulkan bahwa Fungsi Rio sebagai pemangku adat

memiliki peranan penting terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat,

karena Rio itu menjadi contoh masyarakat dalam menjalani kehidupan

sosial, tapi fungsi Rio ini tidak akan berjalan secara optimal jika

mengabaikan komponen-komponen penting dalam wujud seorang Rio

seperti dari segi syarat untuk menjadi seorang Rio jika syarat nya tidak

terpenuhi maka tidak bisa memunculkan sosok Rio yang sesungguhnya.

Selanjutnya harus ada pemerataan pengetahuan kepada seluruh

masyarakat pada umumnya dan kepada Rio itu sendiri secara husus.

b. Kepala Pemerintahan

Selain sebagai Pemangku adat, Rio juga berfungsi sebagai kepala

pemerintahan, jadi dari struktur pemerintahan, Rio ini adalah badan

Eksekutif Dusun dan yang menjadi Legeslatifnya adalah Lembaga Adat.


75

Sebagai Eksekutif, Rio ini menjalankan perintah dan aturan yang telah di

tetapkan Adat130

Bagan 4.7 Struktur Pemerintahan Rio131

Kepala Dusun
(RIO)

ninek juru tulis Hulu Tukang Khotib


mamak Dusun Balang Alingan kahdi Imam Bilal
canang
memerintah

Prosedur pelaksanaan sehari-hari kepala dusun atau Rio

mengerjakan perintah dan peraturan itu bersama-sama ninek mamak

memerintah, Hulu Balang, Alingan, Tukang canang bahkan bersama-sama

pegawai syarak jika di perlukan.Juru tulis bertugas mencatat segala

perintah dan peraturan dan membuat surat yang berhubungan dengan itu,

Alingang bertugas menyampaikan surat, Tukang canang bertugas

mengumumkan segala perintah dan peraturan yang perlu di sampaikan

kepada rakyat, sedangkan Hulu Balang mengawasi di lapangan hasil

pelaksanaan peraturan dan perintah tersebut132.

130
Hasil Wawancara Dengan Datuk Azra‟i (Ketua Lembaga Adat Kota Jambi dan
Lembaga Adat Propinsi Jambi), Umur 80 Thn, Alamat: Lrg Depati Setio, Pagar Drum. Interview
Pada Tanggal 28 Desember 2018 pukul 17:11 Wib, Tempat : Kediaman Datuk Azra‟i, Suasana:
Santai
131
Arsip Provinsi Jambi no 38 Pemerintahan Jambi masa Kesultanan
132
Anonim, Buku Pedoman Adat Jambi, (Jambi: Lembaga Adat Jambi, 1994) hal 18
76

Selanjutnya dalam urusan mengatur negeri Rio sebagai Kepala

pemerintahan juga memegang wewenang sebagai pemegang wilayah

Batin, maksudnya adalah wilayah yang tidak ada pemiliknya seperti pasir

di sungai dan kayu di rimbo, jika ada orang yang ingin mengambil pasir

di sungai atau kayu di rimbo harus meminta izin kepada Rio dan mereka

wajib memberikan kepada Rio sebanyak 10%. Penghasilan dari tanah

Batin inilah yang nanti menjadi gaji sebagai seorang Rio 133.

Jika melihat dari sisi sejarah fungsi Rio sebagai kepala

pemerintahan adalah wakil dari masyarakat hukum adat, yaitu sebagai

penyambung lidah terhadap dunia luar, yang berhubungan dengan

pemerintahan di luar Dusun. Dimulai dari masa kesultanan, karena Rio ini

adalah bagian dari negeri Batin yang hidup di tanah nan bajenang, jadi Rio

yang berfungsi sebagai kepala pemerintahan dusun itu bertugas

mengumpulkan uang jajah Kepada Sultan, selanjutnya sebagai Penjaga

daerah perbatasan kesultanan jambi134.

Selanjutnya masuk kepada masa penjajahan Belanda dalam segi

pemerintahan Rio untuk hubungan diplomatis tidak terlalu berfungsi

karena sistim pemerintahan adat masih tetap bertahan dan eksis dalam

masyarakat, di tambah lagi belanda mengeluarkan Inlandsche Gemeente

Ordonanntie (IGOB) yang merupakan suatu peraturan yang mengakui

133
Hasil wawancara dengan H.M. Subki Abubakar, (Wakil Ketua Lembaga Adat
Kabupaten Bungo) umur 84 tahun, alamat:Dusun Rantau Pandan, wawancara pada tanggal 16
April 2019 pukul 16:47.
134
Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942, (Jambi:Pusat Kajian Pengembangan
Sejarah dan Kebudayaan Jambi. 2013), hal 21
77

tentang hak mengatur rumah tangga sendiri yang berpedoman pada

hukum adat yang berlaku135.

Masuk pada pemerintahan Jepang, karena masa penjajahan Jepang

itu terlalu singkat jadi tidak ada perubahan yang signifikan dalam

pemerintahan Rio, hanya ada perubahan istilah dari nama dalam struktur

pemerintahanya.

Setelah Indonesia merdeka fungsi Rio sebagai kepala pemerintahan

Dusun otomatis beralih tanggung jawab yaitu kepada pemerintahan

Repulik Indonesia sesuai dengan UUD 1945, Pasal 18 Penjelasan II yang

berbunnyi sebagai berikut:

“Dalam teritorial Negara Indonesia terdapat kurang lebih 250


“Zelfbesturendelandschappen”dan“Volksgemenschappen” seperti
Desa di Jawa dan Bali, Negeri di Minangkabau, Dusun dan Marga
di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai
susunan asli dan oleh karenanya dapat di anggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati
kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dengan segala
peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan
mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”136

Dengan adanya Undang-Undang ini tidak ada perubahan yang

signifikan dari fungsi Rio sebagai kepala Pemerintahan karena hak

otonomi pemerintahan adat masih di akui oleh pemerintah.

135
Anonim, Buku Pedoman Adat Jambi, ( Lembaga Adat Jambi dan Pemerintah Daerah
Tingkat 1 Jambi, 1994) hal 3
136
Penjelasan UUD 1945 Pasal 18 , Sebelum di amandemen
78

Tahun 1979 sistim pemerintahan Rio menghilang di gantikan

dengan sistim pemerintahan Desa, menyebabkan hilangnya sistim

pemerintahan adat di berbagai daerah termasuklah sistim pemerintahan

Rio. Pergantian sistim pemerintahan Rio menjadi desa ini ternyata

berdampak besar di kemudian hari, yaitu setelah di aktifkanya kembali

Rio melalui Perda Nomor 9 Tahun 2007. Ternyata dalam Fungsi kepala

pemerintahan Rio itu di samakan dengan sistim kepala Desa sebagai mana

di jelaskan oleh Rio Saprizal :

“Dari segi pemerintahannyo, Rio yang sekarang tu samo dengan


Kepalo Desa, cuma ketiko terjadi permasalahan atau konflik di
masyarakat, Rio sebagai kepalo Pemerintahan akan memberikan
duo opsi, mau di selesaikan secara Hukum Adat atau Secara
Hukum Negara, cuma tu yang berbeda selebehnyo samo dengan
Kepalo Desa”137.

Terjemahan:

“Dari segi pemerintahan, Rio yang sekarang itu sama dengan


Kepala Desa, Cuma ketika terjadi permasalahan atau konflik di
dalam masyarakat, Rio sebagai kepala pemerintahan akan
memberikan dua opsi, mau di selesaikan secara hukum adat atau
secara hukum negara , Cuma itu yang berbeda selebihnya sama
dengan kepala desa ”

Jadi itulah fungsi Rio sebagai kepala pemerintahan sebagai lembaga

eksekutif dalam Dusun manjalankan pemerintahan dusun sesuai dengan

137
Hasil wawancara dengan Saprizal (Rio Babeko) Umur 48 Tahun, alamat Dusun
Sim.Babeko RT.03 pada tanggal 18 April 2019 pukul 08:49. Di rumah kediaman Rio Saprizal,
suasana santai
79

norma-norma adat yang berlaku, yang dalam struktur pemerintahanya

mengalami perubahan dari masa ke masa sehingga peranan adat dalam

sistem pemerintahan Rio tidak efektif lagi sebagaimana sistem

pemerintahan adat yang dulu pernah ada sejak masa kesultanan yang

menjadikan Rio sebagai teladan dalam kehidupan sosial budaya

masyrakat.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Eksistensi Rio Dalam Sistem

Pemerintahan di Kabupaten Bungo dari Perspektif Sejarah.Maka di dapatkanlah

penarikan kesimpulan sebagai berikut.

1. Sejarah Rio dalam sistem pemerintahan di Kabupaten Bungo berasal dari

Negeri Batin yang pertama sekali menempati daerah Bungo sekarang. Yang

nanti terus berkembang pada masa Kesultanan Jambi dan masih bisa tetap

menjaga eksistensinya pada masa penjajahan, walaupun sempat hilang pada

masa orde baru namun muncul kembali melalui Perda Nomor 9 Tahun 2007

dan bertahan sampai sekarang.

2. Rio memiliki dua fungsi utama yaitu:

a) Sebagai pemangku adat, artinya Rio berfungsi sebagai pemegang,

penjaga, dan orang yang menjalankan hukum-hukum adat yang

terdapat di suatu Dusun, pemangku adat ini juga menjadi sosok teladan

dalam masyarakat karena itulah tingkah laku seorang Rio di atur dalam

hukum adat yang berlaku.

b) Sebagai kepala pemerintahan, artinya Rio yang memegang wewenang

dalam pemerintahan dusun, dari segi struktur pemerintahan Rio

menjadi Badan eksekutif yang menjalankan segala norma-norma adat

yang berlaku di suatu Dusun.

80
81

B. Rekomendasi

Dari permasalahan yang di kemukakan di atas maka ada beberapa

rekomendasi yang di sarankan sebagai berikut:

1. Untuk pihak pemerintah dearah kabupaten Bungo di harapkan melakukan

pendidikan Adat terhadap pemimpin Dusun yaitu Rio secara merata, karena

menurut hasil dari penelitian Rio yang sekarang di aktifkan Kembali itu ada

sebagian yang tidak mengerti dengan pemerintahan Rio itu, ahirnya fungsi Rio

yang seharusnya mengaktifkan hukum-hukum adat tidak berjalan optimal.

Selanjutnya dari segi syarat, sebaiknya lebih di ketatkan lagi karena itu akan

berdampak pada kualitas Rio yang di hasilkan. Yang terahir, harus ada buku

pedoman yang mengatur tentang aturan Rio itu seperti apa dalam sistim

pemerintahan adat supaya Rio-Rio yang telah terpilih memiliki buku

pegangan.

2. Untuk masyarakat, khususnya di daerah Kabupaten Bungo sebaiknya lebih

selektif dalam memilih Rio, karena Rio itu tidak akan menjadi Rio jika tidak

di pilih oleh Masyarakat. Pilihlah Rio berdasarkan kualitasnya, sehingga bisa

menghasilkan Rio yang menjalankan hukum adat dengan baik.

3. Untuk generasi muda, marilah bersama-sama kita melestarikan kembali

hukum adat yang pernah ada. Karena selama penulis melakukan wawancara

kepada tokoh-tokoh adat, mereka sangat khawatir akan perkembangan adat ini

kedepanya karena kurangnya minat generasi muda terhadap adat.


82

C. Kata Penutup

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya serta hidayah-Nya kepada penulis berupa

kesehatan rohani dan jasmani kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya banyak sekali terdapat kekurangan-

kekurangan dan kesalahan, baik dalam penulisan, pengutipan dan sebagainya

serta jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis

mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhirnya, tidak luput pula penulis mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi

ini, hanya kepada Allah SWT, penulis memohon semoga skripsi ini bermanfaat

bagi penulis sendiri khususnya dan bagi yang membaca umumnya, amin ya robbal

alamin.
Daftar Pustaka
Buku :

Anonim, Buku Pedoman Adat Bungo, (Muara Bungo:Lembaga Adat Kabupaten


Bungo, 2004).

Anonim, Dinamika Adat Jambi Dalam Era Global, Cetakan II, (Jambi: Lembaga
Adat Provinsi Jambi, 2003).

Anonim, Buku Pedoman Adat Jambi, ( Lembaga Adat Jambi dan Pemerintah
Daerah Tingkat 1 Jambi, 1994)

Anonim, Konsep Sejarah Muara Bungo,( Bungo: Disbudparpora Kabupaten


Bungo. 2013)

Anonim, Sejarah dan Perkembangan Adat Bungo Tebo (Muara Bungo:1988).

Adrianus Chatib, dkk. Kesultanan Jambi Dalam Konteks Sejarah Nusantara,


(Jakarta: Kementrian Agama RI, 2013).

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo, Kabupaten Bungo Dalam Angka 2017.
(Bungo:Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo. 2017).

Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam, (Yogyakarta:


Ombak, 2011).

Garna, K. Teori-Teori Perubahan Sosial. (Jakarta Timur:Yudistira, 1992).

Hamid.S. Atamimi, Peranan Keppres RI dalam penyelenggaraan pemerintahan,


(Disertasi, Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990).

J. Tideman dengan Bantuan Ph.FL. Sigar, Koninklijke Vereeniging Koloniaal


Instituut Amsterdam.

Kuper, A. Pokok dan Tokoh Antropologi. (Jakarta:Bhratara, 1996).

Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan (Jakarta: PT. Rajawaligrafindo


Persada).

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009).

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2010).

Lindayanti dkk, Jambi Dalam Sejarah 1500-1942, (Jambi:Pusat Kajian


Pengembangan Sejarah dan Kebudayaan Jambi. 2013).
Mubyarto Dkk, Masyarakat Pedesaan Jambi Menuju Desa Mandiri, Pusat
Penelitian Pembangunan Pedesaan dan Kawasan (P3PK) Universitas
Gadjah Mada, (Yogyakarta: Aditya Media, 1990)

Pahmi Sy, Perspektif Baru Antropologi Pedesaan, (Jakarta, Gaung Persada Press,
2010).

Suhartono, et.al, Parlemen Desa Dinamika Kelurahan dan DPRK Gotong Royong
(Yogyakarta: Lapera, 2000)

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan “ Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan


RND” (Bandung : Alfabeta, 2010).

Sidi Gazalba, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu (Jakarta: Bharatara Karya Aksara,
1981).

Sendjaja, H. Teori-teori Komunikasi, (Jakarta:Universitas Terbuka 1994).


Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial,(Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007).

Tim Penyusun Buku Pedoman Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas


Adab-Sastra dan Kebudayaaan Islam, (Jambi: IAIN STS Jambi, 2011).

Zulfikar Ahmad , Revitalisasi Adat dan Budaya Lokal, Mengambil Peran Adat;
Membangkit Batang Terendam, (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2009).

Jurnal :

Heru Nurrohman, Program Bimbingan dan Konsling Berbasis Nilai Budaya, (


Repository.upi.edu: 2013)

Dedi Supriadi Adhuri, Pemilihan Struktur pada Perilaku Elit Lokal Kabupaten
Lahat, Sumatera Selatan, ANTROPOLOGI INDONESIA 68, 2002

M.Syamsudin, Beban Masyarakat Adat Menghadapi Hukum Negara, Jurnal


Hukum N O. 3 VOL. 15 Juli 2008.

Siti Nuraini, Hubungan Kekuasaan Elit Pemerintah Desa , Jurnal Kybernan, Vol.
1, No. 1 Maret 2010

Hermanto Harun dan Irma Sagala, “Dinamika Model Pemerintahan dalam


Masyarakat Melayu Islam Jambi: Studi Kasus Kabupaten Bungo”,
Kontekstualita, Vol. 28, No. 1, (2013)

Arsip :
Arsip Provinsi Jambi no 38
LAMPIRAN

Foto wawancara dengan Ketua Lembaga Adat Kota Jambi Datuk Azra’i

Foto wawancara dengan Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo Datuk Husin, J
Foto wawancara dengan mantan Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo Datuk
Mahmud, as
Foto wawancara dengan Mantan Wakil Ketua Lembaga Adat Kabupaten Bungo Datuk
H. Subki Abubakar

Foto wawancara dengan Ketua Lembaga Adat Kecamatan Bungo Dhani Datuk
Syamsudin
Foto wawancara dengan Ketua Lembaga Adat Dusun Lubuk Landai
Foto wawancara dengan Rio Dusun Lubuk Landai Bapak Anhari

Foto dokumentasi pelantiakan Rio Dusun Lubuk Landai, Senin 10 Semptember 2018
CURRICULUM VITAE

Nama : Randi Stiawan


TempatdanTanggalLahir : TanjungAgung, 09 Oktober 1997
NIM : AS. 150508
Fakultas : Adab dan Humaniora
Jurusan : Sejarah Peradaban Islam
JenisKelamin : Laki-Laki
Status : Belum Menikah
Nama Ayah : A. Rahman
NamaIbu : Hapsah
AnakKe : 2 dari 4 Bersaudara
AlamatAsal : DusunTanjung Agung Kecamatan Muko-Muko
Bathin VII Kabupaten Bungo Provinsi Jambi
Nomor Telepon : 0853-6767-8679
E-mail : stiawanrandi1997@gmail.com
AlamatSekarang : Desa dusun baru simpang sei.duren RT.11

JENJANG PENDIDIKAN
Tahun 2003 – 2009 : SD 126 Tanjung Agung
Tahun 2009 – 2012 : MTsN Tanjung Agung
Tahun 2012 – 2015 : MAN Labor Muara Bungo
Tahun 2015 – 2019 : Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin
Jambi

PENGALAMAN ORGANISASI
Tahun 2011 – 2012 : BPH OSIS MTsN Tanjung Agung
Tahun 2013 – 2014 : BPH OSIS MAN Labor Muara Bungo
Tahun 2014 – 2015 : Pradana Pramuka MAN Labor Muara Bungo
Tahun2017 : PLT HMJ SPI
Tahun 2017 – 2018 : Ketua Bidang Lintas Organisasi DEMA FAH

Anda mungkin juga menyukai