NIM : 044044105
Handoko (2009) menyebutkan tujuan dan manfaat dari koordinasi secara rinci
adalah: (1) untuk mewujudkan KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
simplikasi) agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien; (2)
memecahkan konflik kepentingan berbagai pihak yang terkait; (3) agar manajer
mampu mengintegrasikan dan mensinkronkan pelaksanaan tugastugasnya dengan
stakeholders pendidikan yang saling bergantungan, semakin besar ketergantungan
dari unit-unit, semakin besar pula kebutuhan pengkoordinasian; (4) agar manajer
mampu mengintegrasikan kegiatan fungsional dan tujuan-tujuan dari unit organisasi
yang terpisah-pisah untuk mencapai tujuan bersama dengan sumberdaya yang
terbatas secara efektif dan efisien; (5) adanya pembagian kerja dimana semakin
besar pembagian kerja, semakin diperlukan pengoordinasianataupenyerasian
sehingga tidak terjadi duplikasi atau tumpang tindih pekerjaan yang menyebabkan
pemborosan; (6) Untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik dan
harmonis di antara kegiatan-kegiatan, baik fisik maupun nonfisik dengan para
stakeholder; (7) untuk memperlancar pelaksanaan tugas dalam rangka mencapai
tujuan organisasi dengan sumberdaya yang terbatas; (8) mencegah terjadinya konflik
internal dan eksternal organisasi yang kontra produktif; dan (9) mencegah terjadinya
kekosongan ruang dan waktu, serta persaingan yang tidak sehat.
Selain kedua prinsip pokok di atas, suatu sistem pengawasan menurut Koontz dan
O’Donnel (1976) harus mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
agar sistem pengawasan itu benar-benar efektif dalam arti dapat mewujudkan
tujuannya maka suatu sistem pengawasan setidak-tidaknya harus dapat dengan
segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari rencana.
c. Fleksibel
e. Ekonomis
sifat ekonomis dari suatu sistem pengawasan sangat diperlukan. Tidak ada gunanya
membuat sistem pengawasan yang mahal, bila tujuan pengawasan itu dapat
direalisasikan dengan suatu sistem pengawasan yang lebih murah. Sistem
pengawasan yang dianut oleh suatu organisasi tidak perlu dianut, bila hal itu tidak
ekonomis bagi organisasi kita.
f. Dapat dimengerti
Tanpa pengertian dan pemahaman yang demikian, sistem pengawasan yang
diterapkannya tidaklah efektif sifatnya. Tidak tepat misalnya bila seorang pengawas
yang tidak paham matematik, menganut dan mempergunakan sistem pengawasan
yang mempergunakan rumus-rumus ilmu pasti.
g. Dapat menjamin diadakannya tindakan korektif
Suatu sistem pengawasan barulah dapat dikatakan efektif, bila dapat segera
melaporkan kegiatan-kegiatan yang salah, di mana kesalahankesalahan itu terjadi
dan siapa yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan tersebut. Ini sesuai
dengan salah satu tujuan pengawasan, yakni untuk mengetahui kesalahan-
kesalahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Kata administrative reform atau reformasi administrasi sendiri diartikan oleh Groves
(1967) sebagai perubahan administrasi yang menjelaskan berbagai revisi penting
dalam praktik administrasi atau organisasi dimana semua bagian administrasi terlibat
dari waktu ke waktu.
Reformasi administrasi pada hakikatnya terarah pada upaya untuk mengatasi berbagai
permasalahan nyata yang dihadapi sistem administrasi,baik yang menyangkut dalam
sistem itu sendiri maupun ekses yang timbul dalam hubungan interaksinya dengan
lingkungan, serta upaya untuk meningkatkan kompetensinya sehingga mampu
menyelenggarakan berbagai fungsi pemerintahan sesuai situasi dan kondisi yang
terjadi.
Kata reformasi berasal dari kata reformation (Inggris) atau reformatie (Belanda). Kata
dasar reformation berasal dari kata reform, yang berarti membentuk kembali. Reform
berasal dari kata form, yang berarti bentuk atau membentuk. Reformasi adalah
perubahan radikal untuk perbaikan (bidang sosial-budaya, politik, agama) di suatu
masyarakat atau negara (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Reformasi
administrasi adalah perubahan yang terencana terhadap aspek utama administrasi
(Yehezkel Dror dikutip oleh Zauhar, 2002) atau reformasi administrasi sebagai The
Artificial Inducement of Administrative Transformation Against Resistance. Definisi
tersebut mengandung beberapa implikasi sebagai berikut: (1) reformasi administrasi
merupakan kegiatan yang dibuat manusia (man-made), tidak bersifat eksidental,
otomatis maupun alamiah; (2) reformasi administrasi merupakan suatu proses;dan (3)
resistensi beriringan dengan proses reformasi administrasi (Caiden, dikutip oleh
Zauhar, 2002). Caiden dengan tegas membedakan antara administrative reform dan
administrative change. Perubahan administrasi bermakna sebagai respons
keorganisasianyang sifatnya otomatis terhadap fluktuasi atauperubahan kondisi. Lebih
lanjut dikatakan bahwamunculnya kebutuhan akan reformasi administrasi sebagai
akibat dariadanya perubahan administrasi.