Anda di halaman 1dari 17

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS

(Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus)
Dosen Pengampu: Dr. Siti Masyithoh M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 9

Nuuruzzakiyyatul Uwla 11190183000044


Uhlul Qoriawati 11190183000063
Rayhan Dipayana 11190183000103
Nabiilah Purwo 11180183000081

PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberi rahmat dan
karunianya, sehingga kegiatan Penulis dalam rangka pemenuhan tugas makalah dapat penulis
selesaikan dengan sebaik-baiknya. Maksud dan tujuan Penulis menyusun makalah yaitu dalam
rangka pemenuhan tugas dan mejelaskan materi mengenai “Pendidikan Bagi Anak Autis”

Dengan ini penulis menyadari bahwa makalah ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa
ada bantuan dan dorongan dari berbagai pihak terkait. Oleh karena itu, penulis tidak lupa
mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua yang telah mendukung kegiatan Penulis baik secara materi mau pun materil.
2. Dosen Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, yaitu Ibu Dr. Siti Masyithoh, M.Pd.
3. Serta teman-teman dan pihak-pihak yang telah mendukung berjalannya pembuatan karya
tulis penulis.

Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna, untuk itu
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun supaya makalah Penulis dapat menjadi
lebih baik di masa mendatang.

Demikian makalah yang Penulis buat dan Penulis mengucapkan terimakasih atas segala
dukungan dan arahan.

Jakarta, 26 November 2021

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................................................................
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................................................................
A. Pengertian Autisme 2
B. Faktor penyebab Autis 3
C. Klasifikasi Anak Autis 4
D. Ciri-ciri Anak Autis 6
E. Bentuk Layanan Pendidikan bagi Anak Autisme 8
BAB III : PENUTUP................................................................................................................................................
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang berhubungan
dengan komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dalam pendidikan luar biasa kita
banyak mengenal macam-macam anak berkebutuhan khusus. Salah satunya anak autis. Anak
autis juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan,
maupun secara akademik.
Permasalahan yang di lapangan terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak
autis tersebut. Oleh karena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak autis. Dalam
pengkajian tersebut kita butuh banyak informasi mengenai pengertian anak autis, faktor
penyebabnya, ciri-ciri anak autis dan bentuk layanan Pendidikan bagi anak autis. Dengan
adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam masyarakat nantinya anak-anak
tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada
dan dimilikinya yang selama ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu
makalah ini nantinya dapat membantu kita mengetahui anak autis tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anak Autis?
2. Apa saja faktor penyebab anak Autis?
3. Apa saja klasifikasi anak Autis?
4. Apa saja ciri-ciri yang menandakan anak teridentifikasi Autis?
5. Bagaimana bentuk layanan pendidikan bagi anak Autisme?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian anak Autis.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab anak Autis.
3. Untuk mengetahui klasifikai anak Autis.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri anak Autis.
5. Untuk mengetahui bentuk layanan Pendidikan bagi anak Autisme.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Autisme
Kata Autisme, diambil dari kata Yunani “autos” = “aku”, dalam pengertian non ilmiah
mudah menimbulkan interpretasi yaitu bahwa semua anak yang bersikap sangat mengarah
kepada dirinya sendiri karena sebab apapun, disebut autistik. Menurut Kanner seperti dikutip
Noer Rohmah menjelaskan autisme merupakan suatu hambatan perkembangan yang sudah
nampak pada tahun-tahun penghidupan pertama. Dugaan akan sebab-sebabnya ada
bermacam-macam.1
Menurut Wall (2004) dalam (Joko Yuwono, 2009: 25) dituliskan: Autism is a lifelong
developmental disability that prevents indiviudal fromproperly understanding what they see,
hear and otherwise sense. This result in severe problem of social relationships,
communication and behavior.
Menurut Yuwono autis merupakan gangguan perkembangan yang sangat
kompleks/berat dalam kehidupan yang panjang, yang meliputi pada gangguan aspek interaksi
social, komunikasi dan bahasa, dan perilaku serta gangguan emosi dan persepri sensori
bahkan pada aspek motoriknya.
Pendapat lain mengemukakan bahwa anak autis suatu melakukan tindakan-tindakan
tidak wajar, seperti menepuk-nepuk tangan mereka, mengeluarkan suara yang diulang-ulang,
atau gerakan tubuh yang tidak bisa dimengerti seperti menggigit, memukul, atau menggaruk-
garuk tubuh mereka sendiri. Kebanyakan tindakan ini berasal dari kurangnya kemampuan
mereka untuk menyampaikan keinginan serta harapan kepada orang lain.
Mengacu pada pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak autis merupakan memiliki
gangguan perkembangan neurobiologis yang meliputi gangguan berinteraksi, gangguan
bahasa dan gangguan perilaku. Gangguan perkembangan pada anak autis dapat terlihat
sebelum usia 3 tahun.2
B. Faktor penyebab Autis

1
Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 115.
2
Rosmala Dewi, Inayatillah, PENGALAMAN ORANGTUA DALAM MENGASUH ANAK AUTIS DI KOTA BANDA ACEH,
Psikoislamedia : Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 2, ,2018, hlm. 290

2
1. Faktor keturunan atau genetic
Autisme cenderung terjadi dalam keluarga dan mungkin merupakan sesuatu yang
diwariskan dari orangtua ke anaknya. Misalnya, jika salah satu orang tua atau keluarga
mengalaminya, maka bisa menjadi penyebab autis yang diturunkan kepada anak.Bila seorang
anak didiagnosis dengan autisme, adiknya juga punya peluang lebih besar mengidap autisme.
Jadi, ada kemungkinan anak kembar akan sama-sama mengidap autisme.
Para ahli yakin bahwa gen yang diwariskan orangtua adalah salah satu faktor utama yang
membuat seseorang lebih berisiko mengalami gangguan ini. Namun, ada beberapa gen dalam
tubuh yang dipercaya menyebabkan autisme. Maka dari itu, para ilmuwan masih bekerja keras
untuk menemukan dengan pasti gen apa yang menjadi penyebab autis pada anak.
2. Faktor penyakit atau kondisi pada kesehatan tertentu
Menurut pengamatan para ahli, kondisi kesehatan tertentu juga bisa berkaitan
dengan penyebab autis. Kondisi yang dimaksud, meliputi:
a) Down Syndrome
Suatu gangguan genetik yang menyebabkan tertundanya perkembangan,
ketidakmampuan belajar dan fitur fisik yang tidak normal. Anak yang memiliki
kondisi ini biasanya memiliki ciri hidung pesek, mulut kecil, atau tangan pendek.
b) Distrofi otot
Sekelompok kondisi genetik yang menyebabkan kelemahan otot progresif dan
hilangnya massa otot. Dalam distrofi otot, gen yang tidak normal mengganggu
produksi protein sehingga menyebabkan masalah pada otot yang sehat.
c) Cerebral palsy
Suatu gangguan kronis pada otak dan sistem saraf, menyebabkan masalah
pergerakan dan koordinasi. Anak yang lahir dengan kondisi ini umumnya bertubuh
kaku, sulit mengunyah, sulit berdiri dan duduk dengan tegap. Kondisi yang menimpa
bayi yang baru lahir ini memang sulit dicegah. Namun, sebaiknya Anda tidak berkecil
hati dengan hal ini. Selama Anda menerapkan gaya hidup sehat, mencukupi nutrisi,
tidak merokok dan minum alkohol selama kehamilan, risiko masalah kesehatan pada
bayi dapat menurun.

3. Bayi lahir prematur

3
Bayi yang lahir prematur sangat rentan mengalami kelainan ini. Autisme
kemungkinan besar terjadi pada bayi yang lahir sebelum memasuki usia 26 minggu
kehamilan. Ada banyak kondisi yang berkaitan dengan kelahiran bayi prematur. Ini bisa
terjadi akibat adanya infeksi atau komplikasi yang terjadi pada sang ibu selama
kehamilan.
4. Bayi lahir dari kehamilan saat usia tua
Studi melaporkan bahwa usia ibu hamil berdampak pada peningkatan risiko
autisme. Ibu yang hamil di atas usia 40 tahun berisiko 51% memiliki anak dengan
autisme – 2 kali lebih besar dibanding ibu yang hamil di usia sekitar 25 tahun.
Kemungkinan besar usia sang ibu berpengaruh pada gen yang diwariskan maupun
perkembangan otak bayi selama di kandungan.

5. Kekurangan dan kelebihan asam folat


Asam folat merupaan salah satu gizi yang dibutuhkan ibu hamil untuk
perkembangan janin dan perkembangan otak. Sebaiknya, pastikan bahwa Anda
menonsumsinya dengan dosis yang cukup. Hal ini karena kekurangan atau kelebihan
dosis dapat menjadi faktor penyebab autis pada anak.
Penelitian dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health menunjukkan
bahwa kelebihan kadar folat (4 kali dari jumlah yang direkomendasikan), akan
meningkatkan risiko 2 kali lipat anak mengalami ASD. Namun, kekurangan asupan folat
pada awal kehamilan juga dapat meningkatkan risiko ASD pada anak.3

C. Klasifikasi Anak Autis

Berdasarkan gejalanya, autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian.


Biasanya, pengklasifikasikan anak autis dilakukan setelah si anak didiagnosa autis. Melalui
Childhood Autism Rating Scale (CARS) pengklasifikasian anak autis dapat dilakukan.
Pengklasifikasiannya adalah sebagai berikut :

1. Autis Ringan
Pada kasus ini walaupun tidak berlangsung lama, si anak masih menunjukkan
kontak mata. Anak autis ini masih merespon ketika namanya dipanggil, mukanya

3
Aprinda Puji, Penyebab Autis Pada Anak dan Faktor yang Meningkatkan Resikonya, hellosehat.com, 10 September
2021, hlm. 1 – 3.

4
menunjukan ekspresi, dan dalam komunikasi dua arah masih bisa dilakukan meskipun
terjadinya hanya sesekali.

2. Autis Sedang
Pada kasus autis sedang, si anak masih menunjukkan kontak mata, akan tetapi tidak
merespon ketika namanya dipanggil. Tindakan seperti hiperaktif, agresif, menyakiti diri
sendiri, acuh dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak sulit untuk
dikendalikan.

3. Autis Berat
Pada kategori ini, anak autis menunjukkan tindakan-tindakan yang bisa dikatakan
tidak dapat terkendali. Biasanya berulang-ulang kali, anak autis ini memukulkan
kepalanya di tembok dan terkadang tanpa henti. Si anak tetap tidak merespon dan tetap
melakukannya ketika orang tuanya telah berusaha unutk mencegah. Biasanya si anak
baru berhenti ketika ia telah merasakan kelelahan dan kemudian ia langsung tertidur.4

Sedangkan, Autisme terdiri dari 3 jenis yaitu persepsi, reaksi dan yang timbul kemudian
(Yatim 2002).

1. Autis Persepsi
Autisme Persepsi yaitu ketika sebelum lahir telah timbul gejala adanya
rangsangan dari luar, baik kecil maupun besar yang dapat menimbukan kecemasan.
Misalnya seperti ibu hamil yang memiliki genetik autisme, ibu tersebut memiliki
kecemasan akan janin yang dikandungnya.

2. Autis Reaktif
Autis Reaktif ditunjukan dengan gejala seperti penderita melakukan gerakan-
gerakan yang berulang-ulang tertentu dan kadang disertai kejang yang biasanya dapat
diamati pada anak yang berusia 6-7 tahun. Anak se-usia tersebut sangatlah rapuh dan
mudah untuk terpengaruh oleh dunia luar.

3. Autis yang timbul kemudian


Autis ini diketahui setelah anak sudah agak besar dan kelak akan kesulitan dalam
mengubah perilakunya dikarenakan sudah melekat atau ditambah adanya dengan
pengalaman baru atau gejala autis terlihat saat anak mulai dewasa5

Menurut McCandless (2003) autis dibagi menjadi dua, yaitu:


4
Mujiyanti, DM. 2011. Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi Pada Anak Autis di Kota Bogor.Skripsi. Bogor :
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
5
Yatim, Faisal. 2002. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak Anak, Pustaka Populer Obor, Jakarta.

5
1. Autisme Klasik
Merupakan sifat autis yang diturunkan dari orang tua ke anak yang dilahirkan,
atau biasanya disebut dengan autis yang disebabkan oleh genetika (keturunan). Biasanya
sang ibu ketika dalam kondisi hamil telah memiliki kerusakan saraf, seperti terinfeksi
virus rubella, atau terpapar dengan logam berat berbahaya seperti timbal dan merkuri
yang berdampak mengacaukan proses pembentukan sel-sel otak janin anak.

2. Autisme Regresif
Ketika anak berusia sekitar 12 sampai 24 bulan, gejala autisme regresif biasanya
muncul. Sebelumnya perkembangan anak relatif normal, akan tetapi ketika berusia 2
tahun perkembangaan si anak merosot. Biasanya anak yang telah membuat beberapa kosa
kata, kemudian berubah secara tiba-tiba menjadi pendiam atau sama sekali tidak
berbicara. Anak menjadi acuh dan tidak lagi melakukan kontak mata. Beberapa ahli
mengatakan bahwa autisme regresif disebabkan karena anak terkontaminasi langsung
dengan beberapa faktor pemicu. Timbal dari lingkungan dan paparan logam berat seperti
merkuri merupakan faktor yang paling disorot. 6

D. Ciri-ciri Anak Autis

Anak Autis mempunyai karakteristik dalam bidang komunikasi, interaksi sosial, sensoris,
pola bermain, perilaku dan emosi sebagai berikut: (Suryana dalam Ratnadewi, 2008;
Rahcmayanti, 2008; Setiawan, 2010): Anak Autis mempunyai karakteristik dalam bidang
komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi sebagai berikut:
(Suryana dalam Ratnadewi, 2008; Rahcmayanti, 2008; Setiawan, 2010):

1. Komunikasi
a. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
b. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah bicara tapi kemudian sirna.
c. Mengoceh tanpa arti berulangulang dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang
lain.
d. Senang meniru atau membeo (echolalia). Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-
kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya.
e. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu

6
McCandless., J.2003. Children With Starving Brains. F. Siregar, Penerjemah. Jakarta :Grasindo.

6
2. Interaksi Sosial
a. Penyandang autistik lebih suka menyendiri.
b. Tidak ada atau sedikit kontak mata atau menghindari untuk bertatapan.
c. Tidak tertarik untuk bermain bersama teman.
d. Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh.
3. Gangguan Sensoris
a. Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk.
b. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
c. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
d. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.
4. Pola Bermain
a. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
b. Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.
c. Tidak kreatif, tidak imajinatif.
d. Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-
putar.
e. Senang akan benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda.
f. Dapat sangat lekat dengan bendabenda tertentu yang dipegang terus dan dibawa
kemana-mana.
5. Perilaku
a. Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (deficit).
b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakan
tangan, berputar-putar dan melakukan gerakan yang berulang-ulang.
c. Tidak suka pada perubahan.
d. Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong.
6. Emosi
a. Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan.
b. Tempertantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang tidak diberikan
keinginannya.
c. Kadang suka menyerang dan merusak.
d. Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri.

7
e. Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.7
Namun gejala tersebut di atas tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme.
Pada anak penyandang autisme berat mungkin hampir semua gejala ada, tapi pada kelompok
yang ringan mungkin hanya terdapat sebagian saja (Ratnadewi, 2008). Subjek dalam
penelitian ini (anak S) tergolong dalam kelompok autis ringan. Meskipun anak dengan autis
mengalami masalah dalam mengembangkan kemampuan sosialnya (perilaku anti sosial) akan
tetapi mereka juga menampakan beberapa perilaku prososial sederhana. Penelitian ini
mencoba melihat kemampuan prososial yang anak autis usia dini ringan.
Perilaku prososial adalah suatu perilaku sosial yang menguntungkan di dalamnya
terdapat unsur-unsur kebersamaan, kerjasama, kooperatif, dan altruisme. Watson juga
menyatakan bahwa perilaku prososial adalah suatu tindakan yang memiliki konsekuensi
positif bagi orang lain, tindakan menolong sepenuhnya yang dimotivasi oleh kepentingan
sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk dirinya (dalam Fadilah, 2013). Pada anak usia
dini, perilaku prososial dapat nampak dalam kesehariannya, seperti perilaku berbagi
(sharing), kerjasama (cooperation), menolong (helping), kejujuran (honesty), dermawan
(generousity). Pada anak usia dini normal perilaku ini dapat terlihat saat berinteraksi dengan
orang lain, tetapi tidak ditampakan oleh anak usia dini dengan bawaan autis.

E. Bentuk Layanan Pendidikan bagi Anak Autisme


1. Bentuk Layanan Pendidikan
Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai
penempatan. Berbagai model antara lain:
a. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan
layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau
struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada saat
tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan kelas
persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan
dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.
b. Program Pendidikan Inklusi
7
Jendriadi Banoet, dkk.” KARAKTERISTIK PROSOSIAL ANAK AUTIS USIA DINI DI KUPANG”. Jurnal PG- - PAUD
Trunojoyo, Volume 3, Nomor 1, April 2016, hal 1-75

8
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap memberikan
layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini sekolah harus
memenuhi persyaratan antara lain:
1) Guru terkait telah siap menerima anak autistic
2) Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual
3) Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.
4) Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
c. Program Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam
kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial atau
layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa sebagian
waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
d. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak
memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah ini
sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling mereka.
Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina diri, bakat,
dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.

e. Program Sekolah di Rumah


Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu mengikuti
pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak autistik yang non
verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius motorik dan auditorinya
dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program dilaksanakan di rumah dengan
mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan
masyarakat.

9
f. Panti Rehabilitasi Autis.

Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat parah


dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program dipanti
rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:

a. Pengenalan diri
b. Sensori motor dan persepsi
c. Motorik kasar dan halus
d. Kemampuan berbahasa dan komunikasi
e. Bina diri, kemampuan social
f. Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.

2. Bentuk Evaluasi
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu
dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi anak
autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:
a. Evaluasi Proses
Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses kegiatan
berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku menyimpang atau
pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Hal ini dilakukan oleh
pembimbing dengan cara memberi reward atau demonstrasi secara visual dan
kongkrit. Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres yang dicapai anak
dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/buku penghubung.

b. Evaluasi Bulan
Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau
permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah. Evaluasi
bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan perkembangan anak
antara guru dan orang tua anak autistik guna mendapatkan pemecahan masalah
(solusi dan pemecahan masalah), antara lain dengan mencari penyebab dan latar
belakang munculnya masalah serta pemecahan masalah macam apa yang tepat dan

10
cocok untuk anak autistik yang menjadi contoh kasus. Hal ini dapat dilakukan oleh
guru dan orang tua dengan mengadakan diskusi bersama atau case conference.

c. Evaluasi Catur Wulan


Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai
tolok ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program
pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka kelanjutan
program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan bertolak dari kemampuan
akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila program belum dapat terkuasai oleh
anak maka diadakan pengulangan program (remedial) atau meninjau ulang apa yang
menyebabkan ketidak berhasilan pencapaian program.

3. Pengembangan Kurikulum
Anak autisme memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses
perkembangan dan tingkat pencapaian programpun tidak sama antara satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih dan dikembangkan oleh guru dengan
bertitik tolak pada kebutuhan masing-masing anak berdasarkan hasil identifikasi.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak autis merupakan anak yang memiliki gangguan perkembangan
neurobiologis yang meliputi gangguan berinteraksi, gangguan bahasa dan gangguan
perilaku. Faktor yang menyebabkan anak autis itu ada 5 yaitu; faktor keturunan atau
genetic, faktor penyakit atau kondisi pada kesehatan tertentu, bayi lahir prematur, bayi
lahir dari kehamilan saat usia tua, dan yang terakhir kekurangan dan kelebihan asam
folat.
Klasifikasi anak autis berdasarkan tingkat keparahannya terbagi menjadi tiga,
yaitu Autis ringan, Autis sedang, dan Autis berat. Sedangkan menurut waktu munculnya
gejala terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Autis persepsi, Autis reaktif, dan auti yang timbul
kemudian. Selain itu menurut McCandless autis dibagi menjadi dua, yaitu Autis klasik
dan Autis regresif. Anak Autis mempunyai karakteristik khusus dalam bidang
komunikasi, interaksi sosial, sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi. Namun gejala
tersebut tidak harus ada pada setiap anak penyandang autisme.
Bentuk layanan Pendidikan bagi anak autis ada 6, yaitu; Kelas transisi, Program
Pendidikan Inklusi, Program Pendidikan Terpadu, Sekolah Khusus Autis, Program
Sekolah di Rumah, Panti Rehabilitasi Autis. Untuk mengevaluasi pembelajaran bagi anak
autis ada 2 cara, yaitu evaluasi proses, evaluasi bulan, dan evaluasi catur wulan.
Sedangkan untuk pengembangan kurikulum guru dapat menyesuaikan kebutuhan masing-
masing anak berdasarkan hasil identifikasi.

B. Saran
Pemakalah mengharapkan para pembaca memberikan saran yang membangun,
demi kesempurnaan makalah ini dan pada penulisan makalah dikesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi pemakalah pada khususnya dan para pembaca pada
umumnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Banoet, Jendriadi dkk. 2016. Karakteristik Prososial Anak Autis Usia Dini Di Kupang. Jurnal PG
PAUD, Volume 3 Nomor 1.
Dewi, Rosmala dan Inayatillah. 2018. Pengalaman Orangtua Dalam Mengasuh Anak Autis Di
Kota Banda Aceh. Psikoislamedia : Jurnal Psikologi. Vol. 3 No. 2.
McCandless. J. 2003. Children With Starving Brains. F. Siregar, Penerjemah. Jakarta: Grasindo.
Mujiyanti, DM. 2011. “Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi Pada Anak Autis di Kota
Bogor”. Skripsi. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Puji, Aprinda. 2021. “Penyebab Autis Pada Anak dan Faktor yang Meningkatkan Resikonya.
hellosehat.com. 10 September 2021.
Rohmah, Noer. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Teras.
Yatim, Faisal. 2002. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak Anak. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.

13

Anda mungkin juga menyukai