KNF hingga saat ini masih merupakan suatu masalah. Hal ini disebabkan
karena gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi sehingga
diagnosis dini sering terlambat. Sebagian besar penderita datang pada stadium lanjut
1
bahkan sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Kemoradiasi konkuren
menjadi terapi utama pada pasien dengan KNF oleh karena sifat tumor yang
sensitif terhadap radiasi dan kemoterapi. Akan tetapi, KNF masih memiliki angka
kekambuhan lokoregional dan metastasis jauh yang cukup banyak. Faktor
prognosis pada pasien KNF ini merupakan hal yang sangat penting dalam hal
optimalisasi rencana pengobatan sehingga dengan identifikasi terhadap
faktorfaktor tersebut dapat berperan dalam meningkatkan prognosis pasien dengan
KNF.2
Dinding lateral terdiri dari dua lapis yaitu membran mukosa dan
aponeurosis faringeal. Kartilago tuba Eustachius melewati aponeurosis ini,
membuka hingga ke dalam fossa Rosenmuller. Bagian lateral hingga dinding
lateral, n. mandibular keluar dari foramen ovale masuk ke fossa infratemporal.
Posterior tuba Eustachius merupakan daerah retroparotid, dimana terdiri dari
nodus lifatikus faringeal, arteri karotis interna, vena jugularis interna,
glossofaringeal, vagus, spinal accesorius dan nervus hipoglosus sebagai nervus
simpatis. Mengerti dan memahami lokasi foramina yang melingkupi nasofaring
dapat memberikan klinisi gambaran tentang penyebaran
2
tumor berdasarkan pemeriksaan saraf kranialis.Enam foramina yang berbatasan
spongiosum,
carotid canal
, foramen jugular dan
hypoglossal canal
. Foramen laserum
dan foramen ovale dapat memberikan sedikit tahanan untuk penyebaran tumor ke
cranium dan foramen tersebut dekat dengan sinus kavernosus dan saraf kranialis II, III,
IV dan VI yang dapat menjelaskan kekerapan terjadinya kelumpuhan pada saraf cranial
3
tersebut pada diagnosis KNF.
4
Gambar 1.Anatomi Hidung dan Nasofaring Tampak Samping
efferentke nodus limfatikus bagian dalam di segitiga posterior atau pertama kali
melewati dinding lateral faringeal ke retroparotid atau nodus limfatikus lateral faringeal
dan kemudian ke arah atas ke rantai jugular. Beberapa saluran dapat melewati secara
langsung ke rantai jugulodigastrikus. Saluran limfatik selalu menyebrangi bagian
3
tengah dan siap memberikan akses ke dua bagian leher.
3
2.2. Epidemiologi
KNF merupakan salah satu keganasan yang menyebabkan kematian terbanyak
pada sebagian populasi di Asia. Insiden KNF jarang ditemukan di Jepang, Eropa dan
Amerika Utara. Distribusi KNF memiliki kemajuan yang luar biasa berdasarkan geografis
dan ras dengan interaksi yang kompleks dengan faktor genetik, virus, lingkungan dan
makanan.2
Insiden KNF pada tahun 2008 diperkirakan sekitar 84.400 kasus dengan angka
kematian 51.600 kasus, mewakili sekitar 0,7% beban kanker secara global. KNF dapat
merupakan suatu kenagasan yang langka pada beberapa negara bagian di dunia dengan
prevalensi kurang dari 1/100.000. Angka kejadian KNF di wilayah Cina selatan, tepatnya
di propinsi Guangdong memiliki prevalensi tertinggi di dunia sekitar 20 hingga 40 kasus
per 100.000 penduduk. Data terbaru juga mendapatkan adanya prevalensi yang tinggi
untuk KNF ini yaitu pada suku Bidayuh di Serawak, Malaysia sekitar 23,1/100.000
penduduk.2
2.3. Etiologi
Penyebab KNF masih belum diketahui secara pasti. Studi epidemiologi
menduga karsinoma nasofaring terkait dengan faktor lingkungan dan kerentanan genetik
serta infeksi, namun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Di daerah
endemik, KNF merupakan penyakit yang komplek yang disebabkan oleh interaksi faktor
onkogenik akibat infeksi kronis virus EBV, faktor lingkungan dan
4
faktor genetik.2,6 Berikut adalah beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring antara lain:
1. Infeksi Virus Epstein barr (EBV)
Keterkaitan antara karsinoma nasofaring dan EBV untuk pertama kali telah
diketahui pada tahun 1966. EBV merupakan faktor risiko mayor karsinoma nasofaring.
Sebagian besar infeksi EBV tidak menimbulkan gejala. EBV dapat memasuki sel-sel
epitel orofaring dengan jalur yang masih belum jelas, bersifat menetap dan tersembunyi.
EBV dapat ditransmisikan melalui saliva dan infeksi primer terjadi selama masa
anakanak dengan replikasi virus di sel-sel epitel orofaring diikuti dengan infeksi laten
pada limfosit B ( target primer EBV).2
Infeksi EBV pada permulaannya bersifat aktif kemudian virus tersebut menetap
dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala sampai virus tersebut aktif kembali oleh karena
kondisi tertentu seperti penurunan daya tahan tubuh. Pada pasien KNF ditemukan adanya
peningkatan antibodi IgG dan IgA yang dapat digunakan sebagai pedoman tes skrining
2. Lingkungan
Konsumsi ikan asin sangat erat hubungannya dengan kejadian KNF, dimana
konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali sebulan dapat meningkatkan risiko KNF. Potensi
karsinogenik ikan asin ini didukung oleh penelitian dengan menggunakan hewan coba
dimana ditemukan bahwa proses pengawetan dengan garam dapat menimbulkan
akumulasi nitrosamine yang bersifat karsinogenik. Konsumsi ikan asin pada anak-anak
dari usia dini merupakan faktor risiko yang sangat substansial untuk terjadinya KNF, hal
ini telah dilaporkan melalui penelitian pada orang Cina di Malaysia5.
5
tinggal di rumah dengan ventilasi yang buruk dan terpapar oleh asap pembakaran kayu
bakar.2,7
Pajanan pekerjaan seperti debu kayu, debu katun, bahan kimia lainnya, pajanan
tempat kerja yang panas atau produk bakaran dapat meningkatkan kejadian KNF. Adanya
iritasi dan inflamasi kronik nasofaring, penghambatan transport mukosilier dan perubahan
sel epitel akibat paparan tersebut dapat pula memicu KNF.2
3. Genetik
Pada familial clustering biasanya terjadi pada karsinoma nasofaring tipe II dan III.
Kerabat pertama, kedua dan ketiga pasien karsinoma nasofaring lebih berisiko untuk
terkena KNF.2
Genetik juga memegang peranan penting dalam risiko KNF, dimana human
leucocyte antigens (HLA), termasuk didalamnya HLA-A2, HLA-B46 dan HLA-B58
memiliki hubungan dengan kejadian KNF,5,8. Pada kasus familial yang jarang, pewarisan
perubahan genetik dapat menjadi penyebab utama dan infeksi EBV yang ke dua. Oleh
sebab itu kasus pewarisan genetik ini biasanya terjadi pada pasien KNF dengan usia
muda. Translokasi, amplifikasi dan delesi pada 3p,5p dan 3q menunjukkan suatu
kerusakan genetik yang sangat memungkinkan timbulnya suatu KNF pada seseorang.2
2.4. Patogenesis
Terdapat tiga kelompok utama gen pada regulasi pertumbuhan sel normal yaitu
protoonkogen, gen penekan tumor dan gen gatekeeper. Protoonkogen berperan dalam
stimulasi, regulasi pertumbuhan dan pembelahan sel. Gen penekan tumor bekerja sebagai
penghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis. Gen gatekeeper memiliki
fungsi untuk mempertahankan integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan pada
genom dan memperbaikinya. Gen-gen ini dikenal sebagai gen antionkogen karena
berfungsi melakukan kontrol negatif atau menekan pertumbuhan sel. Adanya mutasi pada
gen-gen ini mengakibatkan terbukanya
peluang terbentuknya suatu kanker. Jika terjadi ketidakseimbangan dari ketiga gen-gen
tersebut akan mencetuskan suatu penyimpangan dari siklus sel.4
Pada umumnya proses keganasan dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu
pemendekan waktu siklus sel sehingga akan lebih banyak sel yang diproduksi dalam
satuan waktu dan penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan dalam proses
apoptosis. Jika proses ini terjadi dalam suatu sel yang dicetuskan oleh karena mutasi dari
ketiga gen tersebut, maka siklus sel tidak akan berjalan semestinya dan terjadi
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa faktor risiko penyebab KNF bersifat
multifaktorial, akan tetapi virus Epstein Barr yang paling sering dikaitkan
7
dengan kejadian KNF disamping faktor-faktor predisposisi lainnya yaitu genetik,
nitrosamine yang terdapat pada ikan asin dan makanan yang diawetkan, paparan asap,
dan lain-lain. Infeksi yang disebabkan oleh EBV seringkali bersifat asimptomatis. EBV
masuk ke dalam tubuh dan dapat bersifat laten sehingga tidak menimbulkan gejala dalam
jangka waktu lama. Untuk mengaktifkan virus EBV diperlukan mediator tertentu seperti
kebiasaan konsumsi ikan asin dan paparan kondisi lingkungan tertentu
sehinggamenimbulkan KNF.2,6
Adanya keluhan berupa nyeri pada kepala dan keluhan lain yang berhubungan
dengan keterlibatan saraf intrakranial merupakan tanda bahwa KNF telah mencapai
stadium lanjut. Keterlibatan saraf kranialis yang paling sering adalah saraf V dan VI
dimana akan menimbulkan keluhan berupa baal pada wajah dan diplopia. Pada KNF
stadium lanjut dapat muncul keterlibatan saraf kranialis IX, X, XI dan XII. Dapat pula
ditemukan adanya keluhan berupa trismus yang terjadi akibat infiltrasi pada otot
2.6. Diagnosis
Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat tentang
keluhan yang dirasakan oleh pasien, gejala klinis yang nampak pada pasien,
8
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Oleh karena nasofaring merupakan tempat
yang tersembunyi dan sulit dilihat, maka diperlukan teknik khusus untuk dapat melihat
kondisi nasofaring, yaitu dengan menggunakan alat endoskopi atau kaca laring apabila
fasilitas tersebut tidak tersedia.8
Tumor
9
Nodal
Metastasis
Stage grouping
0 : TisN0M0
I : T1N0M0
II : T1N1M0, T2N0M0, T2N1M0
III : T1-2N0M0, T3N0-2M0
IVA: T4N0-2M0
IVB : AnyTN3M0
IVC : AnyTAnyNM1
2.7. Histopatologi
Klasifikasi histopatologi pada KNF menurut WHO ada tiga bentuk yaitu tipe I
karsinoma sel skuamosa, berkeratin dengan diferensiasi sedang-baik, terdapat jembatan
intersel, tipe II karsinoma tidak berkeratin, ditemukan sel matur hingga anaplastik dengan
keratin minimal, tipe III sel tidak berdiferensiasi (termasuk limfoepitelioma, anaplastik,
clear cell, dan varian sel spindel). WHO tipe I ini sekitar
10
25% dari semua KNF di Amerika Utara, tapi hanya 1% didaerah endemis. Gambaran
histopatologi WHO tipe III adalah yang paling sering ditemukan pada daerah dengan
prevalensi KNF yang tinggi. Negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia merupakan
daerah endemik KNF.2,5,8
Pada orang dewasa, gambaran histopatologi yang tersering adalah tipe I dan
dikaitkan dengan pajanan terhadap tembakau/rokok dan faktor lingkungan lainnya,
sedangkan pada anak lebih sering ditemukan tipe III, yang berhubungan dengan infeksi
EBV dan predisposisi genetik. Berbagai literatur juga menghubungkan gambaran tumor
tipe III ini dengan kombinasi antara infeksi EBV dan paparan diet yang mengandung
nitrosamin.2
2.8. Penatalaksanaan
Radioterapi
Radioterapi merupakan terapi utama untuk KNF oleh karena sangat
radiosensitif.KNF stadium I-II dapat diterapi dengan menggunakan radioterapi saja,
sedangkan stadium III-IV dapat diberikan kemoterapi dan radioterapi. Untuk
11
radioterapi, sebagian besar pasien menjalani fraksi radioterapi konvensional dengan
energi tinggi 6-8 MV X-ray dengan percepatan linear. Terdapat empat teknologi
radioterapi yang dapat digunakan yaitu, (1).Radioterapi konvensional dua dimensi
(2DRT), (2).CT simulation treatment planning radiotherapy, (3). Radioterapi konformal
tiga dimensi (3D-CRT) dan (4).Intensity-modulated radiotherapy (IMRT). Akumulasi
dosis yang digunakan untuk tumor primer yang besar termasuk pembesaran kelenjar
getah bening di leher adalah sebesar 66-70 Gy dan daerah sekitar yang benjolan sebesar
50-60 Gy.9
Kemoterapi
Kemoterapi diberikan pada pasien KNF stadium III-IV dan biasanya
dikombinasikan dengan radioterapi. Kemoterapi dapat diberikan melalui beberapa cara
yaitu neoadjuvant, adjuvant dan concomitant kemoterapi. Kemoterapi neoadjuvant
diberikan sebelum tindakan definitif dan diberikan pada kanker stadium lanjut dengan
maksud mengecilkan volume kanker dan mengurangi mikrometastasis. Kemoterapi
neoadjuvant ini biasanya menggunakan cisplatin atau karboplatin ditambahkan docetaxel.
Adjuvant chemotherapy diberikan pada pasien KNF oleh karena ukuran tumor yang
terlampau besar atau respon terhadap radioterapi sangat rendah. Kemoradiasi yang diikuti
adjuvant kemotrapi dapat digunakan cisplatin + radioterapi diikuti cisplatin/5-FU atau
karboplatin/5-FU. Pasien KNF dengan ukuran tumor yang sangat besar dapat diberikan
pula concomitnant chemotherapy dengan cisplatin tiap minggu (40 mg/m2) selama
radioterapi dan dosis radioterapi yang diberikan > 64,5 Gy. Pada KNF non keratin
didapatkan komplit respon 70-90%.11,12
12
Operasi
Pilihan operasi pada KNF jarang dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena
lokasinya yang rumit disertai letaknya yang sangat berdekatan dengan organ penting
sekitarnya hampir tidak memungkinkan untuk tepi sayatan bebas tumor. Tindakan
operatif dapat dilakukan teutama pada kasus yang rekuren lokal atau regional yang masih
dapat dieksisi dengan tepi sayatan bebas kanker. Adapun beberapa pendekatan operasinya
yaitu transnasal, palatal split, transpalatal flap, trascervico-mandibulo-palatal,
infratemporal, maxillary swing.12
13
Pada penelitian yang dilakukan di Washington University tahun 1980 dan 1991 untuk
pasien dengan squamous cell carcinoma kepala dan leher (HNSCC) yang pertama kali
diterapi menunjukkan bahwa prognosis pasien berusia < 40 tahun memiliki angka
harapan hidup yang lebih baik dibandingkan pasien berusia tua. Pasien dengan usia lebih
tua memiliki angka komorbiditas dan status kondisi pasien yang lebih rendah jika
dikaitkan dengan rendahnya toleransi terhadap intensitas terapi (kemoterapi dan
radioterapi) serta kondisi lain yang dapat meningkatkan angka kematian di luar faktor
keganasan itu sendiri.7,11
Ras merupakan faktor prognosis yang berdiri sendiri yang dapat mempengaruhi
prognosis pasien KNF. Penelitian yang dilakukan pada pasien HNSCC didapatkan data
bahwa angka harapan hidup pada orang ras kulit putih lebih baik dibandingkan ras kulit
hitam.Data di Indonesia menujukkan bahwa orang dari suku jawa memiliki prevalensi
lebih besar yang mendapatkan terapi KNF dibandingkan suku lainnya. Walaupun hal ini
diduga adanya suatu keterkaitan dengan kontrol genetik akan tetapi insiden yang terjadi
diantara suku di Indonesia tidak menunjukkan perbedaan.2,7
14
pertumbuhan tumor yang semakin besar dan secara tidak langsung mempengaruhi angka
harapan hidup pasien. Menghentikan kebiasaan ini dapat meningkatkan prognosis
pasien.Selain itu status gizi pasien dengan kanker kepala dan leher sering mengalami
gangguan dimana terjadi penurunan pada status gizi yang disebabkan karena gangguan
secara anatomi yang menyebabkan suatu kondisi sehingga pasien menjadi sulit untuk
mendapatkan nutrisi yang baik.Seringkali pasien dengan pecandu alkohol dan merokok
didapatkan dengan penurunan status gizi. Malnutrisi dapat menyebabkan penurunan
fungsi immunologi, penyembuhan luka yang lambat dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Penanganan terhadap hal ini harus dapat dengan cepat dilakukan
karena menjadi faktor prognostik terhadap keberhasilan pengobatan.5,7
Anemia juga merupakan salah satu faktor yang mempengauhi prognosis pasien
dengan KNF. Kemoradioterapi merupakan terapi standar untuk metastasis lokoregional
pada KNF sesuai dengan National Comprehensive Cancer Network Guidelines. Akan
tetapi, hal tersebut dapat menyebabkan prevalensi pasien KNF dengan anemia menjadi
meningkat oleh karena efek mielosupresif. Anemia ringan hingga sedang kerapkali
didapatkan pada pasien KNF dengan terapi tersebut dan hal ini jarang diperhatikan oleh
para ahli onkologi. Penurunan kadar Hb pada pasien kanker telah dilaporkan dapat
menjadi faktor prognosis yang penting dalam penatalaksanaan radioterapi. Kadar Hb
yang rendah dapat menyebabkan terjadinya hipoksia tumor dan meningkatkan sel yang
hipoksik sehingga berpengaruh terhadap resistansi radioterapi dan prognosis yang
buruk.10,15
Klasifikasi TNM tetap merupakan indikator prognosis yang kuat dengan dua
faktor prognosis yang berdiri sendiri yaitu ukuran tumor atau valume tumor (T) dan
pembesaran kelenjar getah bening (N). Klasifikasi T memiliki pengaruh pada kontrol
15
lokal dan volume serta diameter tumor merupakan dua indeks yang dapat
menggambarkan pembesaran tumor, sedangkan klasifikasi N signifikan dalam
memprediksi kontrol regional dan metastasis jauh. Pasien dengan N3 memiliki prognosis
yang buruk.10,14,15
Menurut WHO, klasifikasi KNF secara histopatologi dibagi menjadi tiga yaitu
karsinoma sel skuamosa berkeratin (WHO tipe I) yang dikaitkan dengan infeksi EBV di
daerah endemis memiliki prognosis yang lebih buruk daripada karsinoma sel skuamosa
tidak berkeratin atau karsinoma tidak berdiferensiasi (WHO tipe II atau WHO tipe III).
Pemeriksaan histopatologi lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi adanya suatu
metastasis jauh.5,18
16
KNF. Monitoring kadar plasma secara baik dapat mendeteksi adanya suatu metastase dan
rekurensi penyakit, dimana hal ini menujukkan penambahan jumlah sel tumor dapat
melepaskan DNA viral di dalam darah saat replikasi. Banyak studi menunjukkan kadar
antibodi anti-EBV yang lebih tinggi pada kasus KNF dibandingkan orang normal.2,5
Selain itu ada pula biomarker plasma yang lain yang dapat mempengaruhi
prognosis KNF. Transformasi sel normal menjadi sel kanker sering menyebabkan sintesis
enzim serum yang abnormal bahkan sebelum terjadi perubahan morfologi tumor.
Proliferasi tumor memiliki karakteristik metabolik yang unik termasuk perubahan pada
beberapa indikator di serum, seperti enzim, protein dan hormon. Untuk memproduksi
energi, sel kanker menggunakan jalur anaerob glikolisis yang menghasilkan transformasi
piruvat menjadi laktat.Peningkatan serum LDH sebelum penatalaksanaan telah dikaitkan
dengan angka harapan hidup yang rendah pada pasien KNF.Alkali phosphatase (ALP)
merupakan antigen yang berkaitan dengan tumor dan ditemukan peningkatan ALP pada
KNF dengan T3-4 yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi angka harapan hidup
pasien KNF. Peningkatan kadar ALP dikaitkan dengan infasif tumor lokal dan hal ini
dapat menjadi prediksi adanya suatu invasi ke tulang tengkorak pada pasien KNF dengan
T3-4.5,9
III. PEMBAHASAN
KNF merupakan karsinoma sel skuamosa nonlimfomatosa yang terjadi pada sel
epitelial di nasofaring. KNF memiliki karakteristik yang khas baik secara histologi,
epidemiologi dan biologi. Hal ini yang akan menentukan gejala klinis dan pendekatan
terapinya2. Angka kejadian KNF di wilayah Cina selatan, tepatnya di propinsi Guangdong
memiliki prevalensi tertinggi di dunia sekitar 20 hingga 40 kasus per 100.000 penduduk.
Data terbaru juga mendapatkan adanya prevalensi yang tinggi untuk KNF ini yaitu pada
suku Bidayuh di Serawak, Malaysia sekitar 23,1/100.000 penduduk. Ho melaporkan
bahwa KNF menempati urutan ke tiga keganasan pada pada laki-laki dengan insiden 50
kasus per 100.000 di propinsi Guangdong, Cina selatan.2,8
17
KNF merupakan penyakit yang komplek yang disebabkan oleh adanya interaksi
antara infeksi kronis dengan onkogenik gamma herpesvirus EBV dan faktor lingkungan
serta genetik termasuk proses karsinogenik multistep. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis
berkaitan dengan keluhan utama pasien dan gejala klinis yang menyertai yang merupakan
tanda khas pada pasien KNF. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan endoskopi fiber
optik untuk melihat adanya massa tumor di fossa
Rosenmuller atau peninggian di atap nasofaring. Pemeriksaan penunjang radiologis
berupa computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat
digunakan untuk melihat adanya pertumbuhan tumor yang bersifat lokal dan perluasan
intrakranial. MRI lebih sensitif daripada CT untuk mendeteksi tumor primer dan adanya
metastasis ke kelenjar getah bening dan perineural sehingga menjadi pilihan dalam
mengevaluasi penyebaran lokoregional.8
Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan biopsi yang merupakan gold standard
untuk menegakkan diagnosis KNF. Untuk penentuan stadium KNF digunakan
American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2010/TNM edisi 7. Klasifikasi
histopatologi pada KNF menurut WHO ada tiga bentuk yaitu tipe I karsinoma sel
skuamosa, berkeratin dengan diferensiasi sedang-baik, terdapat jembatan intersel, tipe II
karsinoma tidak berkeratin, ditemukan sel matur hingga anaplastik dengan keratin
minimal, tipe III sel tidak berdiferensiasi (termasuk limfoepitelioma, anaplastik, clear
cell, dan varian sel spindel).5,18
18
survival 97,3%, local recurrence-free survival 97,7% dan distant metstasis-free survival
97,8%.5
Kemoterapi diberikan pada pasien KNF stadium III-IV dan biasanya
dikombinasikan dengan radioterapi. Kemoterapi dapat diberikan melalui beberapa cara
yaitu neoadjuvant, adjuvant dan concomitant kemoterapi. Pada stadium III-IV walaupun
pencapaian kontrol lokoregional tinggi, tapi risiko metastasis jauh masih sangat tinggi
sekitar 25% pada 5 tahun pertama. Pemberian neoadjuvant kemoterapi cisplatin dan 5 FU
didapatkan hasil pengecilan volume tumor > 50% dari 70% pasien. Kemoradiasi yang
diikuti adjuvant kemotrapi dapat digunakan cisplatin + radioterapi diikuti cisplatin/5-FU
atau karboplatin/5-FU. Pasien KNF dengan ukuran tumor yang sangat besar dapat
diberikan pula concomitnant chemotherapy dengan cisplatin tiap minggu (40 mg/m 2)
selama radioterapi dan dosis radioterapi yang diberikan > 64,5 Gy. Suatu studi
membandingkan antara konkomitan kemoterapi dengan radioterapi saja pada pasien KNF
stadium lokoregional lanjut diperoleh angka kesintasan hidup 5 tahun untuk yang
mendapat terapi radiasi saja sebesar 58,6% dan untuk yang mendapat konkomitan
kemoterapi sebesar 70,3%.5,11,12
Selain kemoterapi dan radiasi, operasi juga merupakan pilihan terapi pada pasien
dengan KNF. Pilihan operasi pada KNF jarang dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena
lokasinya yang rumit disertai letaknya yang sangat berdekatan dengan organ penting
sekitarnya, hampir tidak memungkinkan untuk tepi sayatan bebas tumor.12
Prognosis KNF telah menjadi salah satu fokus penelitian yang sangat penting.
Stadium klinis, keterlibatan kelenjar limfatik regional dan tatalaksana serta adanya
metastasis jauh merupakan faktor penting dalam penentuan prognosis yang berkaitan
dengan angka harapan hidup secara keseluruhan. Pada beberapa studi menggambarkan
bahwa faktor yang terkait dengan karakteristik pasien seperti usia, jenis kelamin dan ras
merupakan faktor yang signifikan dapat mempengaruhi prognosis pasien dengan kanker
dan sangat berkaitan dengan stadium klinis dan histologi. Dalam perkembangannya yang
berhubungan dengan rekurensi atau tumor primer baru dengan angka harapan hidup 5
tahun, beberapa peneliti menunjukkan
19
bahwa pasien KNF usia muda (< 40) tahun memiliki angka harapan hidup yang lebih baik
secara statistik dibandingkan usia pertengahan (41-64) tahun dan usia tua (> 65) tahun
yaitu 66% vs 52% vs 37%.7,10,13
Penurunan kadar Hb pada pasien kanker telah dilaporkan dapat menjadi faktor
prognosis yang penting dalam penatalaksanaan radioterapi. Kadar Hb yang rendah dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia tumor dan meningkatkan sel yang hipoksik sehingga
berpengaruh terhadap resistansi radioterapi dan prognosis yang buruk. Penurunan kadar
Hb dikaitkan dengan terapi konkomitan kemoradioterapi oleh karena toksisitas
mielosupresif dan mukositis pada traktus digestivus bagian atas yang berkaitan dengan
kurangnya nutrisi selama terapi.15
20
Selain faktor-faktor tersebut di atas, masih terdapat beberapa faktor lain yang
mempengaruhi prognosis pada pasien KNF yaitu volume tumor primer, stadium klinis,
histopatologi, biomarker tumor. Tumor dengan volume tumor primer >15 cm 3 memiliki
kontrol lokal yang lebih buruk akan tetapi angka harapan hidup 5 tahun tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna. Berdasarkan stadium klinis, semakin besar kategori T dan N
maka semakin rendah tingkat kontrol lokal dan regional. Menurut penelitian oleh Guo
Li,dkk dilakukan analisis hubungan antara peningkatan kadar LDH dan ALP terhadap
prognosis KNF. Peningkatan LDH didapatkan pada 44 kasus (8,3%) dengan angka
harapan hidup dan bebas metastasis jauh yang lebih buruk daripada kasus dengan kadar
LDH normal. Peningkatan ALP pada 41 kasus (7,7%) memiliki angka harapan hidup dan
bebas dari kekambuhan lokal yang lebih buruk daripada kadar ALP normal.9
IV. KESIMPULAN
KNF merupakan salah satu jenis keganasan pada daerah kepala dan leher dimana
tumor ini berasal dari sel epitel mukosa atau kelenjar yang terdapat pada nasofaring. KNF
ini memiliki karakteristik yang unik dengan angka kejadian yang sangat tinggi di Asia
Tenggara. Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan pada anamnesis yang cermat meliputi
keluhan utama pasien dan gejala klinis yang menyertai, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan pasien KNF dapat dilakukan dengan
kemoterapi, radioterapi dan operatif. Akan tetapi radioterapi merupakan penatalaksanaan
yang utama pada KNF karena sifatnya yang radiosensitif. Faktor utama yang
mempengaruhi prognosis pasien dengan KNF yaitu meliputi keagresifan tumor yang
dikaitkan dengan karakteristik pejamu dan terapi atau penatalaksanaan yang diberikan.
Stadium klinis, keterlibatan kelenjar limfatik regional dan tatalaksana serta adanya
metastasis jauh merupakan faktor penting dalam penentuan prognosis yang berkaitan
dengan angka harapan hidup secara keseluruhan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
23