PENDAHULUAN
multikultur selalu menarik untuk dibahas terutama pada negara demokrasi yang
mempunyai banyak identitas dengan polarisasi perbedaan yang kuat. Oleh karena
itu Hoon (2006:149) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan rumah bagi lebih
dari 220 juta orang dari berbagai etnis, agama, ras, suku, daerah, bahasa yang
hal ini ditunjukkan bahwa setiap warga negara secara formal selalu menempatkan
agama, suku (daerah) kedalam tanda pengenal atau akta mereka. Pendidikan di
1
Penelitian ini didasari pada keresahan orientasi religiusitas pada sekolah-
sekolah negeri dan masifnya sekolah swasta yang berbasis agama, seperti
Raihani (2011:25) tren orientasi Islam seperti jilbabisasi (membuat jilbab menjadi
seragam sekolah) dan fasilitas ruang ibadah seperti masjid dan mushola di sekolah
bagaimana membuka dialog agama Islam terhadap agama lain, dan bagaimana
Kajian tersebut tidak terlepas dari adanya orde baru yang pengaruhnya masih
sangat dirasakan sampai sekarang, budaya yang mendominasi pada masa Soeharto
adalah budaya jawa dengan basis agama Islam. Parker (2014:460) menyatakan
2
Era post-suharto menjadi tanda reformasi berbagai aspek yang substansial
dalam pencabutan kebijakan yang diskriminatif. Salah satu aspek yang dikritik oleh
Hoon (2006:152) pada saat era soeharto adalah adanya diskriminasi terhadap agama
dan budaya contohnya etnis Cina dimana mereka diwajibkan adanya dokumen
tambahan sebagai bukti kewarganegaraan selain itu adanya dikotomi antara pribumi
dan non pribumi, kasus dalam perspektif pendidikan dilarangnya bahasa mandarin
mempunyai pekerjaan rumah, karena gesekan semakin kuat dan intens pada
Indonesia tidak terlepas dari kondisi latar belakang masyarakat Indonesia yang
terbagi dari pulau-pulau dari Miangas sampai Rote, dari Sabang sampai Merauke.
Total pulau yang terdaftar pada tahun 2016 adalah 16.056 pulau dengan bahasa
daerah terbanyak di dunia yaitu 652 bahasa daerah, ditambah dengan keberagaman
agama setidaknya terdapat enam agama yang diakui di Indonesia yaitu Hindu,
Budha, Islam, Konghucu, Katolik dan Kristen. Selain itu terdapat banyak adat
istiadat yang menyebar ke seluruh pelosok nusantara yang berbeda satu dengan
3
Realitas kondisi masyarakat Indonesia yang plural dengan keberagaman yang
berdasarkan suku, etnis, agama, ras, gender, kondisi geografis, tradisi dan adat yang
melakukan tindakan anarkis serta persekusi terhadap pihak yang tidak sejalan
terhadap pandangan politik maupun agama tertentu (Dike, 2018: 4). Kondisi sosial
konflik sebagai hasil dari manusia yang terdidik dan bisa berfikir.
(1963:19) bahwa democracy has to be born a new in each generation and education
is it’s midwife, dengan pendidikan akan melahirkan generasi yang demokratis dan
terdidik. Praksis demokrasi terlihat dari kebijakan dan politik sekolah yang terdapat
dan bentuk sekolah sangat terpengaruh bagaimana pelaksanaan politik pada saat itu.
mengembangkan diri dengan dua basis yaitu keadilan (equality) dan kebebasan
4
Tetapi pendidikan di Indonesia semakin lama semakin terpolarisasi dengan
politik identitas, identitas sekolah yang berlomba dalam mendapatkan label prestise
pada masyarakat. Gerakan sekolah yang berbasis agama yang semakin berkembang
pesat seperti yang di sampaikan Prastowo (2012: 34) bahwa lembaga pendidikan
yang berkembang pesat dalam basis agama tertentu berubah menjadi sekolah
tetapi mempunyai sisi regresif jangka panjang yaitu tidak adanya komunikasi yang
primordial.
menutup kemungkinan sekolah yang memiliki label prestisius terutama kuat bidang
basis agama tertentu memiliki dampak laten yang tidak bisa dinafikan. Pendapat
yang sama oleh Haryanto (2002:46) bahwa proses transformasi sosial pada pihak
yang kuat diuntungkan dan sebagian dirugikan, kualitas dan kategori pendidikan
menjadi diskriminasi baru dimana tidak ada sekolah yang dapat terbuka
gunakan sebagai pengenalan terhadap lingkungan baru semakin lama menjadi ter
segmentasi, gap antar sekolah menjadi lebih luas dan bahkan sebagai bentuk upaya
5
Polarisasi sekolah prestisius, religius, sekuler, dan etnis tertentu merupakan
isu yang serius, yang dikhawatirkan akan berdampak pada kehidupan sosial
pemerintahan orde baru Suharto dengan pemerintahan yang otoriter. Raihani (2014:
democracy and multiculturalism share some principles including social justice and
equality. Pernyataan ini menjelaskan bahwa Indonesia pada masa orde baru
memberikan efek dimana ketidak adanya keadilan sosial dan kesetaraan. Semua
masyarakat tahu pada masa orde baru warga negara Indonesia dari etnis Cina
mengalami asimilasi yang dipaksakan, dari nama Cina yang dilarang, kebudayaan
pada masa sebelumnya, sekarang ini masyarakat Indonesia masih terbawa produk
orde baru yang masih melekat pada masyarakat. Bahkan masalah intoleransi terjadi
di sekolah pun masih terjadi padahal sekolah dianggap sebagai alat yang tepat
6
Mempertegas pernyataan sebelumnya bahwa efek orde baru sampai sekarang
ini dan berefek pada sekolah yang secara tidak sengaja mengajarkan intoleransi.
Hal ini didasarkan survei dari PPIM UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta tahun 2018
tentang keberagaman pada guru di Indonesia, survei ini dilaksanakan pada bulan
Agustus sampai September 2018 dengan sampel 2237 guru di seluruh Indonesia,
dimulai dari guru TK sampai guru tingkat SMA. Secara metodologi variabel
utamanya adalah level intoleransi dan radikalisme guru serta faktor-faktor dominan
yang mempengaruhi. Penelitian ini memiliki tingkat Margin of error 2,07% dan
Indonesia dari TK hingga SMA memiliki opini intoleran dan opini radikal yang
tinggi. Secara persentasenya 50% guru memiliki opini intoleran dan 46,09% guru
yang tinggi dan dapat menekan adanya konflik di latarbelakang oleh kondisi sosial,
ekonomi, geografi, kultural yang berbeda beda. Zamroni (2013: 97) menyatakan
di Indonesia yang tidak demokratis, hal ini perlu disadari oleh semua elemen yang
terlibat dalam dunia pendidikan, karena dunia pendidikan adalah dunia pembentuk
7
Oleh karena itu perlu adanya politik pendidikan multikultural yang
proses untuk menyatukan dirinya pada pengalaman sosial dengan segala dinamika
kehidupan sosial karena dimensi sosial adalah pokok utama yang muncul pertama
menjadi asas pembeda dan berakibat pada konflik horizontal, konflik bukan lagi
masalah ekonomi tetapi sudah pada arah ideologi. Dan menurut Fay (1996:2) acuan
Bentuk memanusiakan manusia sebagai proses pendidikan agar individu dapat bisa
menjelaskan tujuan pendidikan sebagai berikut, education should aim to perfect the
individual in all powers, the education is not to make soldier, magistrate, or priest
but to make a man. Artinya bahwa sekolah mempunyai tujuan untuk tidak
8
Namun pendidikan multikultur di Indonesia belum menjadi kebijakan
substantif masih berupa wacana narasi yang dilaksanakan pada sub terkecil
sehingga dampak dan efeknya juga masih dalam skala kecil. Suparlan (2002:99)
sehingga konsep yang relevan seperti demokrasi, keadilan, hukum, nilai budaya,
merupakan langkah politis bukan hanya sebagai upaya anti diskriminasi tetapi
mempunyai ruang baru untuk eksistensi sebuah sekolah yang kadang tujuan
dengan brand Sekolah Multikultural Indonesia dan sekolah inklusif yang termasuk
banyak di iklankan oleh SMA BOPKRI 2 Yogyakarta melalui baliho yang ada di
Jalan Ring road Utara dan Jalan Raya Solo di Daerah Istimewa Yogyakarta selain
itu juga di iklankan melalui website mereka. Hal ini menandakan bahwa SMA
BOPKRI 2 Yogyakarta mempunyai tujuan tertentu yang perlu dikaji lebih dalam
9
kenapa melaksanakan sekolah multikultural yang bukan hanya untuk mengiklankan
dalam masyarakat, tetapi mengapa harus ada sekolah tumbuh? Hal tersebut adalah
belakangnya.
B. Identifikasi Masalah
kebudayaan dominan jawa islam yang masif, dan anggapan bahwa perbedaan
3. Polarisasi pendidikan pada masa reformasi semakin kuat setelah efek dari
orde baru, dimana politik identitas kembali dalam bentuk pendidikan seperti
adanya sekolah elite prestisius, sekolah berbasis agama tertentu, dan sekolah
10
4. Intoleransi sebagai bentuk belum matang nya proses pendidikan yang
perbedaan.
dan tujuan tersendiri dalam celah multikulturalisme yang dapat mereka ambil
keuntungannya.
11
D. Tujuan Penelitian
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
2. Manfaat Praktis
politik sekolah, pada aspek keberagaman suku, ras, agama, budaya, tingkat
12