Anda di halaman 1dari 7

Lutfiyah Rahma

4415122364

Pendidikan Sejarah 2012 (A)

Sejarah Pemikiran Islam

Pemikiran Nurcholis Madjid (Cak Nur)

Tentang Modernisasi (Sekularisasi) dalam Islam

I. Pendahuluan
Dalam penulisan makalah Sejarah Pemikiran Islam tentang pemikiran seorang tokoh
cendekiawan Islam di Indonesia, penulis menentukan Nurcholish Madjid sebagai tokoh
cendekiawan Islam dan pemikirannya mengenai “Modernisasi, khususnya Sekularisasi dalam
Islam”. Hal ini menarik perhatian penulis karena Nurcholish Madjid, sebagai salah seorang
cendekiawan muslim di Indonesia sangat berani mengutarakan gagasannya tentang
pembaharuan, modernisasi, sekularisasi, dan pluralisme dalam Islam begitu menuai kontroversi
dan mendapat banyak perhatian dari berbagai kalangan masyarakat.
Prof. Dr. Nurcholish Madjid lebih dikenal dengan sebutan Cak Nur yaitu panggilan khas
kepada seseorang yang berasal dari Jawa Timur. Cak Nur lahir pada 17 Maret 1939 di Jombang,
Jawa Timur. Ia merupakan putra dari K.H. Abdul Madjid, seorang kiai dari Mojoanyar,
Mojokerto, Jawa Timur. Ayahnya dikenal sebagai pendukung Masyumi. Cak Nur merupakan
salah seorang pemikir Islam, cendekiawan, dan budayawan Indonesia. Pada masa mudanya, ia
merupakan seorang aktifis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Cak Nur pernah menjabat
sebagai Wakil Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, dan pernah pula
menjadi Rektor Universitas Paramadina, sampai dengan wafatnya pada tahun 2005. Nurcholish
menjalankan pendidikannya pada dunia pesantren, seperti Gontor, dan Ponorogo, kemudian ia
melanjutkan kesarjanaannya di IAIN Jakarta (1961-1968) dan ia aktif dalam HMI. Selanjutnya

1
Cak Nur menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984)
dengan disertasinya mengenai filsafat dan Kalam Ibnu Taimiyah. Nurcholish Madjid menjadi
pengajar di IAIN Syarif Hidayatullah dan menjadi dosen pascasarjana juga di institusi tersebut.
Selain hal yang telah disebutkan, masih terdapat banyak lagi kegiatan yang dijalankan oleh
Nurcholish Madjid.
Nurcholish Madjid dianggap sebagai salah satu tokoh pemikir dan gerakan Islam di
Indonesia. Ia banyak menulis makalah-makalah yang diterbitkan dalam berbagai majalah, surat
kabar, dan buku suntingan, diantaranya dalam bahasa Inggris. Nurcholish Madjid atau Cak Nur
mendukung konsep kebebasan dalam beragama, namun bebas dalam konsep menjalankan agama
tertentu yang disertai dengan tanggung jawb penuh atas apa yang telah dipilih. Sebagai tokoh
cendekiawan dan pembaharuan muslim Indonesia, Cak Nur sering mengutarakan gagasan-
gagasan yang dianggap kontroversial terutama gagasan mengenai pembaharuan dan modernisasi
Islam.
Nurcholish Madjid wafat pada 29 Agustus 2005 karena penyakit sirosis hati yang
dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Cak Nur dimakamkan di
tempat itu karena meskipun ia merupakan seorang warga sipil, ia dianggap telah banyak berjasa
kepada negara.

II. Pembahasan
Nurcholish Madjid merupakan seorang Sarjana Muslim dan dari lahir sampai besarnya
ia dididik dengan ajaran-ajaran Islam yang disebabkan juga karena ayahnya adalah seorang kiai
di Mojokerto. Tetapi karena Cak Nur ialah seorang yang rajin membaca dan bahan bacaannya
sangat banyak, tidak hanya bacaan mengenai Islam namun bacaan-bacaan lainnya yang luas
lambat laun ikut mengubah pemikiran Cak Nur tentang pandangannya terhadap Islam.
Tulisan-tulisan dan pemikirannya dari tahun 1960-an dan 1970-an seperti menunjukkan
adanya perbedaan pemikiran darinya mengenai Modernisasi Islam. Pada saat Cak Nur masih
menjadi mahasiswa IAIN dan menjadi Ketua Umum PB HMI periode 1966-1969, ia memang
sudah memiliki pemikiran terhadap modernisasi dalam Islam, tetapi masih menolak paham-
paham yang berasal dari Barat. Pada periode tersebut sedang hangat-hangatnya di kalangan
muda dalam gerakan Islam membahas masalah modernisasi. Pada tahun itu pula Cak Nur

2
menulis artikel yang berjudul “Modernisasi ialah Rasionalisasi, bukan Westernisasi” 1, Cak Nur
menyatakan bahwa modernisasi ialah rasionalisasi yang ditopang oleh dimensi-dimensi moral
dengan berpijak pada prinsip iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia menolak sepenuhnya
bahwa modernisasi ialah westernisasi.
Cak Nur pada saat itu menolak ajaran sekularisme dengan alasan bahwa terdapat kaitan
antara sekularisme dan ateisme. Menurutnya, ateisme adalah puncak dari sekularisme. Dan
sekularisme adalah sumber segala imoralitas. Itulah yang merupakan pemikiran Nurcholish
sebelum Nurcholish yang pembaharu. Mengutip pernyataan dari Muhammad Kamal Hassan
bahwa hal itu ialah “Nurcholish before Nurcholish”.2 Pada tahun 1970 dalam pidatonya yang
berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat” dalam acara
malam silaturahim organisasi pemuda, pelajar, mahasiswa dan sarjana Muslim yang tergabung
dalam HMI, GPI (Gerakan Pemuda Islam), PII (Pelajar Islam Indonesia) dan Persami (Persatuan
Sarjana Muslim Indonesia), pandangan Cak Nur dianggap telah berubah secara fundamental. Ia
sekarang menganjurkan “sekularisasi” sebagai salah satu bentuk “liberalisasi” atau pembebasan
terhadap pandangan-pandangan keliru yang telah mapan.
Dalam pembaharuan terhadap Islam, ungakapan Cak Nur ialah bahwa proses
pembaruan ini harus dimulai dengan membebaskan umat dari nilai-nilai tradisionalnya dan
menggantinya dengan nilai-nilai yang berorientasi dengan masa depan. Menurutnya, proses
pembebasan ini mengharuskan umat untuk mengadopsi sekularisasi, mempromosikan kebebasan
intelektual, menjalankan ide tentang kemajuan. Cak Nur menunjukkan kecenderungan kuat di
kalangan para mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah dan pesantren tradisional untuk tidak terlalu
radikal dan sangat mendambakan melek pengetahuan saintifik Barat dan bahasa “wacana
intelektual” modern.3
Perubahan pemikiran yang dianggap oleh orang lain terhadap Nurcholish Madjid ialah
karena perkembangan Nurcholish Madjid kepada imu pengetahuan yang ia pelajari. Pemikiran
Islam cak Nur menjadi lebih progresif karena hasil dari dinamika diri dan lingkungan
intelektualnya. Ia sangat suka membaca, dia sanggup meloncat jauh ke depan denagn alur
pikirnya mengejar ketinggalan-ketinggalan. Pembaharuan dalam pemikirannya merupakan hasil
atau berkah atas kunjungannya secara langsung ke Amerika Serikat dan Timur Tengah. Dia di

1
Nurcholish Madjid, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan, Bandung : Mizan, 1987, hlm. 17
2
Ibid, hlm. 18
3
Ahmad Gaus AF. Api Islam Nurcholish Madjd : Jalan Hidup Seorang Visioner. Jakarta : Kompas.2010. hlm. Xix.

3
Amerika Serikat mengunjungi universitas-universitas dan belajar tentang kehidupan akademis
dari para mahasiswa, mengikuti seminar, dan diskusi selama dua bulan. Setelah itu ia
melanjutkan perjalanan ke wilayahTimur Tengah dan atas undangan Raja Faisal dari Arab Saudi,
ia naik haji. Setelah perjalanannya tersebut ia menjadi sadar bahwa terdapat jarak antara ide-ide
Islam dengan realitas kehidupan di dunia Muslim. Sedangkan Barat, yang telah sedemikian
banyak dikritiknya, menunjukkan banyak dimensi dan prestasi positif. Sejak saat itu mula terlihat
perubahan-perubahan arah pikiran Nurcholish Madjid.4
Memang pandangan orang lain terhadap Nurcholish Madjid dalam pemikirannya
tentang modernisasi Islam telah berubah dari pemikiran awalnya, tetapi ia sebenarnya tidak
bermaksud menerima paham sekularisme bahkan ia dengan tegas menolaknya. Ia menegaskan
bahwa sekularisasi berbeda dengan sekularisme. Sekularisme menurutnya ialah sebuah ideologi,
sebuah pandangan dunia tertutup yang baru berfungsi sangat mirip dengan agama. Sekularisasi
yang ia maksud dalam hal ini ialah bentuk perkembangan yang membebaskan. Proses
sekularisasi atau pembebasan ini diperlukan bagi Islam karena perjalanan sejarah Islam itu
sendiri yang tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai yang dianggap Islamis itu, mana yang
transendental dan mana yang temporal. Begitulah pernyataan Cak Nur dalam pandangannya.
Penjelasan lain mengenai sekularisasi gagasan Cak Nur ialah bahwa sekularisasi tidak
dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme dan mengubah kaum Muslimin sebagai sekularis.
Sekularis dalam hal ini ialah menduniawikan nilai-nilai yang sudah bersifat duniawi dan tidak
mengukhrowikan nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu mental untuk selalu menguji kembali
kebenaran suatu nilai dari sudut pandang moral, historis maupun kenyataannya akan menjadi
suatu kebiasaan yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Selanjutnya, pandangan sekularisasi
menurut Cak Nur tersebut juga untuk lebih memantapkan tugas duniawi manusia yang sudah
ditetapkan oleh Allah swt. untuk menjadi Khalifah di bumi. Fungsi manusia sebagai khalifah
tersebut adalah untuk memberikan ruang bagi adanya kebebasan manusia untuk memilih dan
menetapkan sendiri cara dan tindakan dalam rangka perbaikan-perbaikan hidupnya di atas bumi
ini, dan sekaligus memberikan pembenaran bagi adanya tanggung jawab manusia atas perbuatan-
perbuatan itu di hadapan Tuhan.5
Walaupun sudah diterangkan sedemikian rupa dan sejelas-jelasnya mengenai pemikiran
sekularisasi dari pemikiran Nurcholish Madjid, tetap saja pandangan ini mendapat kecaman dan
4
Ibid, hlm.xx
5
Op.cit, hlm. 20.

4
kritikan keras dari kalangan Islam dan cendekiawan Islam lainnya dan mencap Nurcholish
Madjid sebagai seorang sekularis. Bahkan Kamal Hassan mencap Cak Nur sebagai seorang
“modernis sekuler”.
Namun, ada pula yang mendukung gagasan sekularisasi dari Nurcholis Madjid, yakni
Ahmad Wahib dalam Islam dan modernisasi oleh M. Dawam Rahardjo dalam Islam,
Kemoderenan, dan Keindonesiaan (1987) mengemukakan bahwa umat Islam perlu “sekularisasi”
agar tidak bersikap “sekularistis”. Maksudnya ialah agama Islam yang kita kenal sebagai agama
yang tidak mampu meresapi masalah-masalah dunia dan terpisahnya masalah agama dari
masalah dunia. Selain itu pandangan M. Dawam Rahardjo, seorang Direktur Utama Pusat
Penelitian Agribisnis, Jakarta dan juga sebgai Direktur LP3ES, Jakarta (1987), menyatakan
bahwa pandangan dari Nurcholis Madjid menunjukkan konsistensi yaitu bersumber dari
pandangan monoteisme radikal.6
Dengan adanya pengertian baru yang dibawa oleh Nurcholish Madjid mengenai
sekularisasi tidak ketinggalan mendapat kritikan dari kalangan akademis dan cendekiawan
bahwa Nurcholish Madjid cenderung arbitrer atau seenaknya dalam memilih istilah kata.
Kemudian dijabarkan oleh Nurcholis Madjid bahwa sekularisasi memperoleh maknanya yang
kongkret sebagai “desakralisasi terhadap segala sesuatu selain hal-hal yang bersifat
transendental, yaitu dunia ini”.7 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk sedikit lebih
mengurangi kontroversi akibat penggunaan istilah “sekularisasi” lebih baik digunakan istilah
“desakralisasi”.
Dengan hal ini, M. Dawam Rahrdjo juga menyetujui pendapat Nurcholish Madjid
tentang desakralisasi terhadap banyak hal di dunia, tetapi tetap ada yang harus dipertahankan dari
desakralisasi tersebut, misalnya hubungan seks dan perkawinan. Karena apabila terpengaruh
desakralisasi juga akan mengakibatkan kebobrokan moral.8

III. Penutup

6
Ibid, hlm. 22.
7
Ibid, hlm. 23.
8
Ibid, hlm. 31

5
Dari pembahasan di atas, kita telah mengetahui apa maksud dari pemikiran Nurcholish
Madjid atau Cak Nur mengenai “sekularisasi” dalam modernisasi Islam. Dengan gagasannya,
Cak Nur mengajak kita, khususnya kalangan Islam agar menjadi kalangan yang cerdas yang
tidak hanya berpegang kepada paham tradisional dan kuno. Penelitian, pengkajian, dan pengujian
terhadap nilai-nilai hendaknya menjadi kegiatan dan perilaku umat Islam dalam menerima nilai-
nilai tersebut. Itulah maksud dan tujuan Nurcholish Madjid dalam “sekularisasi” nya itu.

Walaupun demikian, gagasan dan pemikirannya mendapat kecaman keras dan kritikan
bahkan menimbulkan kehebohan yang kemudian mencap Cak Nur sebagai seorang sekularis.
Namun, di sisi lain dengan adanya dasar pendekatan dan pandangan agama seperti yang
disajikan oleh Cak Nur, maka akhirnya menarik pula banyak orang dan cendekiawan Islam
lainnya untuk mengkaji dan berpartisipasi dalam proses modernisasi Islam. Hal ini berarti secara
tidak langsung kritikan terhadap pandangan Cak Nur menjadikan pula dukungan terhadap
gagasan-gagasan beliau.

Daftar Pustaka
6
AF, Ahmad Gaus . Api Islam Nurcholish Madjd : Jalan Hidup Seorang Visioner. Jakarta :
Kompas. 2010.

http://kolom-biografi.blogspot.com/2012/03/biografi-nurcholish-madjid.html. Diakses pada 31


Mei 2014 pukul 17.54 WIB.

Madjid, Nurcholish. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan. Bandung : Mizan. 1987.

Anda mungkin juga menyukai