Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH GERONTIK

“ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID PADA LANSIA"

DI SUSUN OLEH :

NUR ANISYA HAMID (105111101019)

FATIMAH RATNA AYU (105111102119)

ANDI REZA FEBRIANTI (105111100619)

PRODI D- III KEPERWATAN

FAKUTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVESITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi saya kesehatan dan
kesempatan serta kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
sesuai dengan waktu yang ditentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafaatnya didunia dan diakhirat nanti.

kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN RHEUMATOID PADA
LANSIA”

Akhir kata dari kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya kepada pembaca.

Wassalamu Alaikum wr. Wb

Kelompok 2

Makassar, Desember 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rematik atau Arthritis Rheumatoid adalah peradangan sendi kronis yang

disebabkan oleh gangguan autoimun. Gangguan autoimun terjadi ketika sistem

kekebalan tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyusup seperti,

bakteri , virus dan jamur, keliru menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Pada

penyakit Rematik, sistem imun gagal membedakan jaringan sendiri dengan

benda asing, sehingga menyerang jaringan tubuh sendiri, khususnya jaringan

sinovium yaitu selaput tipis yang melapisi sendi. Hasilnya dapat mengakibatkan

sendi bengkak, rusak, nyeri, meradang, kehilangan fungsi bahkan cacat

(Haryono, Setiyaningsih, 2013, h . 7-8)

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana konsep dasar lansia

b. Bagaimana konsep dasar rheumatoid

c. Bagaimana konsep asuhan keperawatan rheumatoid

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui konsep dasar lansia

b. Untuk mengetahui konsep dasar rheumamtoid

c. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan rheumatoid


BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR LANSIA


1. Pengertian Lansia
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75
tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).

Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan
secara terus-manerus, dan berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Menurut Keliat
(1999) dalam Maryam (2008), Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir
perkembangan pada daur kehidupan manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2),
(3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).

2. Proses menua

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia


dewasa misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan
saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Teroi
proses menua ada 3 jenis yaitu:
a. Teori Biologi
1) Teori Genetik Clock

Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya


program jam genetic didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam
jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka
akan menyebabkan berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukan
oleh hasil penelitian haiflick (1980), dari teori itu dinyatakan adanya
hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan
umur spesies mutasi somatic. Hal penting lainnya yang perlu
diperhatikan dalam menganlisis factor penyebab terjadinya proses
menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya
mutasi somatic. Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur
menurut teori ini terjadi mutasi progresif pada DNA sel somatic
akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional
sel tersebut.

2) Teori Error
Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh menumpuknya
berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia akibat
kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolism yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan. Sejalan
dengan umur sel tubuh, maka terjadi beberapa perubahan alami pada
sel pada DNA dan RNA, yang merupakan substansi pembangun atau
pembentuk sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi perubahan sel
dimana sel-sel nucleus menjadi lebih besar tetapi tidak diikuti dengan
peningkatan jumlah substansi DNA.

3) Teori Autoimun

Pada teori ini, penuaan dianggap disebabkan oleh adanya penurunan


fungsi system immune. Perubahan itu lebih tampak secara nyata
pada Limposit,T disamping perubahan juga terjadi pada Limposit,B.
perubahan yang terjadi meliputi penurunan system immun humoral,
yang dapat menjadi factor presdisposisi pada orang tua untuk: (a).
menurunkan resistensi melawan pertumbuhan tumor dan
perkembangan kanker (b). menurunkan kemampuan untuk
mengadakan inisiasi proses dan secara agresif memobilisasi
pertahanan tubuh terhadap pathogen (c). meningkatkan produksi
autoantigen, yang berdampak pada semakin meningkatnya risiko
terjadinya penyakit yang berhubungan dengan autoimun.

4) Teori Free Radical


Teori radical bebas mengasumsikan bahwa proses menua menjadi
akibat kurang efektifnya fungsi kerja tubuh. Yang disebut radikal
bebas disini adalah molekul yang memiliki tingkat afinitas yang
tinggi, merupakan molekul, fragmen molekul atau atom dengan
electron yang bebas tidak berpasangan. Radikal bebas merupkan zat
yang terbentuk dalam tubuh manusia sebagai salah satu hasil kerja
metabolism tubuh. Walaupun secara normal terbentuk dari proses
metabolism tubuh, tetapi ia dapat terbentuk akibat;(1) proses
oksignisasi lingkungan seperti pengaruh polutan, ozon dan pestisida.
(2) Reaksi akibat paparan dengan radiasi (3) sebagai reaksi berantai
dengan molekul bebas lainnya. Penuaan dapat terjadi akibat
interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal
bebas dapat berupa: superoksida (02), radikal hidroksil, dan H2O2.
Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif, sehingga dapat
bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh.
5) Teori kolagen
Kelebihan usaha dan stress dapat menyebabkan kerusakan sel tubuh.

3. Perubahan fisiologis pada lanjut usia

a. Sel
a) Lebih sedikit jumlanya
b) Lebih besar ukurannya
c) Berkurangnya cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler
d) Meurunya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati
e) Jumlah sel otak meurun
f) Tergangungya mekanisme perbaikan sel.

b. Sistem Cardiovaskuler
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katup jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahunya sesudah
berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunya kontraksi dan
volumenya
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi
e) Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh
darah perifer: sistolis normal ± 170 mmHg, distolis normal ± 90 mmHg
(Aspiani, 2014, h. 36)

c. Sitem Pernafasan
a) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku
b) Menurunya aktivitas dari silia
c) Paru-paru kehilangan elastisitas
d) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang
e) Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg
f) Karbondioksida pada arteri tidak berganti
g) Kemampuan utuk batuk berkurang
h) Kemampuan pegas, dinding , dada, dan kekuatan otot pernafasan akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia (Aspiani,2014, h. 36)

4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-
macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
1) Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah
pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang
hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman
pergaulan, serta memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir
batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan
kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status,
teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
4) Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu
nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”),
mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
5) Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).
5. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri
terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh
kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah
sebagai berikut :
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4) Mempersiapkan kehidupan baru.
5) Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat
secara santai.
6) Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan
(Maryam, 2008).

B. KONSEP DASAR RHEUMATOID


A. Pengertian
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit autoimun (penyakit yang
terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan tubuhnya sendiri) yang
mengakibatkan peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang
persendian, biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang pada
membran sinovial dan struktur – struktur sendi serta atrofi otot dan penipisan
tulang.
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra – artikuler.
(Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. 2001).

B. Etiologi
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti, namun
faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen – antibodi), faktor
metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas
ada interaksi faktor genetik dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann,
1998 : Blab et al, 1999).

C. Patofisiologi
Peradangan AR berlangsung terus-menerus dan menyebar ke struktur-struktur
sendi dan sekitarnya termasuk tulang rawan sendi dan kapsul fibrosa sendi.
Ligamentum dan tendon meradang. Peradangan ditandai oleh penimbunan sel
darah putih, pengaktivan komplemen, fagositosis ekstensif dan pembentukan
jaringan parut. Peradangan kronik akan menyebabkan membran sinovium
hipertrofi dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan
nekrosis sel dan respons peradangan berlanjut. Sinovium yang menebal kemudian
dilapisi oleh jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke
seluruh sendi sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan
jaringan parut. Proses ini secara lambat merusak sendi dan menimbulkan nyeri
hebat serta deformitas.

D. Manifestasi Klinis
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi serta kekakuan
otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga
manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya
mencerminkan stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan,
panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik
untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari
rheumatoid arthritis adalah mudah capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan
menurun, anemia (Long, 1996).

E. Komplikasi
a. Osteoporosis
b. Gangguan jantung
c. Gangguan paru

F. Prognosis
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit
yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan
selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini
telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya
dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik).
Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang progresif yang
disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap
eksaserbasi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik.
Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit,
jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa benjolan atau
noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada paru-paru dapat
menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan pericarditis,
myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini bentuknya
lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada daerah
extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan dapati
gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang
mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan
membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di
pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai
pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di
atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena
kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat
pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan
limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi
kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan
ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying
antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak
memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular
dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes faktor reumatoid positif, antinuclear antibody (ANA), posotif
bermakna pada sebagian penderita.
b. LED naik pada penyakit aktif : Umumnya meningkat pesat ( 80 – 100
mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala – gejala meningkat;
anemia; albumin serum rendah dan fosfatase alkali meningkat.
c. Rontgen menunjukkan erosi terutama pada sendi – sendi tangan, kaki
dan pergelangan pada stadium dini; kemudian, pada tiap sendi.
d. Kelainan destruktif yang progresif pada sendi dan disorganisasi pada
penyakit yang berat.
e. Kadar asam urat lebih dari 7 mg/dl.

H. Pencegahan
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari – hari,
sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat
pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa
mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara
berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu
seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut.
Mengkonsumsi suplemen bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung
Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara
persendian agar tetap lentur.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Memberikan Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi, penyebab
dan prognosis penyakit termasuk komponen penatalaksanaan regimen obat yang
kompleks. Pendidikan tentang penyakit ini kepada pasien, keluarga dan siapa saja
yang berhubungan dengan pasien.
Pendidikan pencegahan yang diberikan pada klien berupa istirahat yang cukup,
gunakan kaos kaki atau sarung tangan sewaktu tidur malam, kurangi aktivitas
yang berat secara perlahan – lahan.

b. Istirahat
Sangat penting karena Rematoid Artritis biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Oleh karena itu, pasien harus membagi waktu istirahat dan beraktivitas.

c. Latihan Fisik
Dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup
gerakan aktif dan pasif semua sendi yang sakit, minimalnya 2x sehari.

d. Termotrafi
Lakukan kompres panas pada sendi – sendi yang sakit dan bengkak mungkin
dapat mengurangi nyeri.

e. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada
sendi. Adapun syarat – syarat diet atritis reumatoid adalah protein cukup, lemak
sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang
dikeluarkan setiap hari. Rata – rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½
L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan
energi total.

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA


REMATOID ATRITIS
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab.Data
dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.
b. Riwayat Kesehatan
a) Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai
b) Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.

c. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati
warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b) Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi
2) Catat bila ada krepitasi
3) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
c) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
1) Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
2) Ukur kekuatan otot
3) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
4) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari

d. Aktivitas/istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada
sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.

e. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

f. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya
ketergantungan pada orang lain).

g. Makanan/ cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia, Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.

h. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan

i. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris

j. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan
lunak pada sendi).

k. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.Demam ringan
menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.

l. Interaksi social
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.

m. Riwayat Psiko Sosial


Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi
apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia
merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan
sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap
konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal.
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
3. Intervensi keperawatan
1.      Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
a.       Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
b.      Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas
sesuai kemampuan.
c.       Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
d.      Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam
program kontrol nyeri.
Intervensi Rasional
a.     Kaji nyeri, catat lokasi a.     Membantu dalam
dan intensitas (skala 0-10). menentukan kebutuhan
Catat faktor-faktor manajemen nyeri dan
yangmempercepat dan tanda- keefektifan program
tanda rasa sakit non verbal
b.     Berikan matras/ kasur
keras, bantal kecil,. Tinggikan b.     Matras yang lembut/
linen tempat tidur sesuai empuk, bantal yang besar akan
kebutuhan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen
tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang
c.     Tempatkan/ pantau terinflamasi/nyeri
penggunaan bantal, karung c.     Mengistirahatkan sendi-
pasir, gulungan trokhanter, sendi yang sakit dan
bebat, brace. mempertahankan posisi netral.
Penggunaan brace dapat
menurunkan nyeri dan dapat
mengurangi kerusakan pada
d.    Dorong untuk sering sendi
mengubah posisi,. Bantu untuk d.    Mencegah terjadinya
bergerak di tempat tidur, kelelahan umum dan kekakuan
sokong sendi yang sakit di atas sendi. Menstabilkan sendi,
dan bawah, hindari gerakan mengurangi gerakan/ rasa sakit
yang menyentak pada sendi
e.     Anjurkan pasien untuk
mandi air hangat atau mandi e.     Panas meningkatkan
pancuran pada waktu bangun relaksasi otot, dan mobilitas,
dan/atau pada waktu tidur. menurunkan rasa sakit dan
Sediakan waslap hangat untuk melepaskan kekakuan di pagi
mengompres sendi-sendi yang hari. Sensitivitas pada panas
sakit beberapa kali sehari. dapat dihilangkan dan luka
Pantau suhu air kompres, air dermal dapat disembuhkan
mandi, dan sebagainya.

2.      Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal


Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
a.       Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan
kontraktur.
b.      Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau
konpensasi bagian tubuh.
c.       Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas
Intervensi Rasional
a.    Evaluasi/ lanjutkan a.    Tingkat aktivitas/ latihan
pemantauan tingkat inflamasi/ tergantung dari perkembangan/
rasa sakit pada sendi resolusi dari peoses inflamasi
b.    Pertahankan istirahat tirah b.    Istirahat sistemik
baring/ duduk jika diperlukan dianjurkan selama eksaserbasi
jadwal aktivitas untuk akut dan seluruh fase penyakit
memberikan periode istirahat yang penting untuk mencegah
yang terus menerus dan tidur kelelahan mempertahankan
malam hari yang tidak kekuatan
terganggu
c.    Bantu dengan rentang c.    Mempertahankan/
gerak aktif/pasif, demikiqan meningkatkan fungsi sendi,
juga latihan resistif dan kekuatan otot dan stamina
isometris jika memungkinkan umum. Catatan : latihan tidak
adekuat menimbulkan kekakuan
sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi
d.   Menghilangkan tekanan
d.   Ubah posisi dengan sering pada jaringan dan meningkatkan
dengan jumlah personel cukup. sirkulasi. Memepermudah
Demonstrasikan/ bantu tehnik perawatan diri dan kemandirian
pemindahan dan penggunaan pasien. Tehnik pemindahan
bantuan mobilitas, yang tepat dapat mencegah
robekan abrasi kulit
e.    Meningkatkan stabilitas
e.    Posisikan dengan bantal, (mengurangi resiko cidera) dan
kantung pasir, gulungan memerptahankan posisi sendi
trokanter, bebat, brace yang diperlukan dan kesejajaran
tubuh, mengurangi kontraktor

3.      Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan


perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
a.       Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan
keterbatasan.
b.      Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi Rasional
a.    Dorong pengungkapan a.     Berikan kesempatan
mengenai masalah tentang untuk mengidentifikasi rasa
proses penyakit, harapan masa takut/ kesalahan konsep dan
depan menghadapinya secara
langsung
b.    Diskusikan arti dari b.     Mengidentifikasi
kehilangan/ perubahan pada bagaimana penyakit
pasien/orang terdekat. mempengaruhi persepsi diri
Memastikan bagaimana dan interaksi dengan orang
pandangaqn pribadi pasien lain akan menentukan
dalam memfungsikan gaya kebutuhan terhadap intervensi/
hidup sehari-hari, termasuk konseling lebih lanjut
aspek-aspek seksual. c.     Isyarat verbal/non verbal
c.    Diskusikan persepsi orang terdekat dapat
pasienmengenai bagaimana mempunyai pengaruh mayor
orang terdekat menerima pada bagaimana pasien
keterbatasan. memandang dirinya sendiri
d.    Nyeri konstan akan
melelahkan, dan perasaan
d.   Akui dan terima perasaan marah dan bermusuhan umum
berduka, bermusuhan, terjadi
ketergantungan e.     Dapat menunjukkan
emosional ataupun metode
e.    Perhatikan perilaku menarik koping maladaptive,
diri, penggunaan menyangkal membutuhkan intervensi lebih
atau terlalu memperhatikan lanjut
perubahan f.      Membantu pasien untuk
mempertahankan kontrol diri,
f.     Susun batasan pada perilaku yang dapat meningkatkan
mal adaptif. Bantu pasien untuk perasaan harga diri
mengidentifikasi perilaku positif
yang dapat membantu koping.
4.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
a.       Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan
kemampuan individual.
b.      Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
c.       Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
Intervensi Rasional
a.    Diskusikan tingkat fungsi a.    Mungkin dapat
umum (0-4) sebelum timbul melanjutkan aktivitas umum
awitan/ eksaserbasi penyakit dan dengan melakukan adaptasi
potensial perubahan yang yang diperlukan pada
sekarang diantisipasi keterbatasan saat ini
b.    Pertahankan mobilitas, b.    Mendukung kemandirian
kontrol terhadap nyeri dan fisik/emosional
program latihan
c.    Kaji hambatan terhadap c.    Menyiapkan untuk
partisipasi dalam perawatan diri. meningkatkan kemandirian,
Identifikasi /rencana untuk yang akan meningkatkan harga
modifikasi lingkungan diri
d.   Kolaborasi: Konsul dengan d.   Berguna untuk
ahli terapi okupasi. menentukan alat bantu untuk
memenuhi kebutuhan
individual. Mis; memasang
kancing, menggunakan alat
bantu memakai sepatu,
menggantungkan pegangan
untuk mandi pancuran
e.    Kolaborasi: Atur evaluasi e.    Mengidentifikasi masalah-
kesehatan di rumah sebelum masalah yang mungkin
pemulangan dengan evaluasi dihadapi karena tingkat
setelahnya. kemampuan aktual

4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan rencana
tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal (Nursalam, 2008).

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari
respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan
target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Hidayat, A.A.A,
2008).

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Rematik atau Arthritis Rheumatoid adalah peradangan sendi kronis yang
disebabkan oleh gangguan autoimun. Gangguan autoimun terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyusup seperti,
bakteri , virus dan jamur, keliru menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Pada
penyakit Rematik, sistem imun gagal membedakan jaringan sendiri dengan benda
asing, sehingga menyerang jaringan tubuh sendiri, khususnya jaringan sinovium
yaitu selaput tipis yang melapisi sendi. Hasilnya dapat mengakibatkan sendi
bengkak, rusak, nyeri, meradang, kehilangan fungsi bahkan cacat.

B. SARAN

Sebagai penulis pemula kami sadar sepenuhnya bahwa makalah ini


didalamnya masih terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun segi penulisan,
untuk itu saran dan kritis yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan
sebagai perbaikanuntuk penulisan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah,Lilik Ma’rifatul.  Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu.
Yogyakarta. 2011
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba
Medika. Jakarta. 2010
Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan
Aplikasi. Salemba Medika. Jakarta. 2011
Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety
Juniarti, Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2.
EGC. Jakarta. 2006
Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011

Anda mungkin juga menyukai