(Cover Depan)
COVER
(Halaman Perancis)
Penulis
Sutarno
Penelaah Materi
Asra
Penyunting Bahasa
M. Yunus
Layout
Arie Susanty
Kata Pengantar
Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) memiliki ciri utama keterpisahan ruang dan waktu antara
mahasiswa dengan dosennya. Dalam PJJ, keberadaan bahan ajar memiliki peran
strategis. Melalui bahan ajar, mahasiswa secara mandiri mampu belajar, berefleksi,
berinteraksi, dan bahkan menilai sendiri proses dan hasil belajarnya.
Paket bahan ajar PJJ S1 PGSD ini tidak hanya berisi materi kajian, tetapi juga
pengalaman belajar yang dirancang untuk dapat memicu mahasiswa untuk dapat
belajar secara aktif, bermakna, dan mandiri. Paket bahan ajar ini dikemas secara
khusus dalam bentuk bahan ajar hybrid yang meliputi:
a. Bahan ajar cetak,
b. Bahan ajar audio,
c. Bahan ajar video, serta
d. Bahan ajar berbasis web.
Seluruh paket bahan ajar ini dikembangkan oleh Konsorsium PJJ S1 PGSD yang
terdiri dari 10 Perguruan Tinggi (PT), yaitu Universitas Sriwijaya, Universitas
Katolik Atmajaya, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri
Yogyakarta, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang,
Universitas Tanjungpura, Universitas Nusa Cendana, Universitas Negeri Makassar,
Universitas Cendrawasih, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA,
Universitas Pattimura, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Negeri
Gorontalo, Universitas Negeri Jember, Universitas Lampung, Universitas Lambung
Mangkurat, Universitas Pendidikan Ganesha, Universitas Mataram, Universitas
Negeri Semarang, Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Negeri Solo, dan
Universitas Haluoleo. Proses pengembangan bahan ajar ini difasilitasi oleh
SEAMOLEC.
Semoga paket bahan ajar ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak yang terlibat
dalam penyelenggaraan program PJJ S1 PGSD di tanah air.
Supeno Djanali
NIP. 130368610
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftara Isi ............................................................................................................. i
Tinjauan Mata Kuliah .......................................................................................... iv
Pendidikan Multikultural i
UNIT 3 : KARAKTERISTIK PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL............................................................. 3.1
ii Daftar Isi
UNIT 5 : PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL ... 5.1
Sub Unit 1 : Peranan Sekolah Dasar sebagai Sistem Sosial ....................... 6.2
Sutarno
Pendahuluan
1-2 Unit 1
Subunit 1
Hakikat Kebudayaan
udaya merupakan istilah yang banyak dijumpai dan digunakan hampir dalam
B setiap aktivitas sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa budaya begitu dekat
dengan lingkungan kita.
Pada Subunit 1.1 ini anda akan diantarkan untuk memahami apa kebudayaan itu
sebelum memasuki bagian yang lebih khusus lagi yaitu Pendidikan Multikultural.
Pada bagian ini anda akan diajak untuk memahami apa arti kebudayaan menurut para
pakar, unsur-unsur apa saja yang termasuk di dalam kebudayaan, dari wujud apa saja
kita dapat mengenali kebudayaan, lingkungan apa saja yang turut membentuk
kebudayaan, apa yang membedakan antara budaya dan yang bukan budaya, serta apa
saja pranata kebudayaan itu.
Pengertian Kebudayaan
Kata budaya/kultur (culture) dipandang penting karena kata ini membentuk dan
merupakan bagian dari istilah Pendidikan Multikultural. Bagaimana kita
mendefinisikan budaya akan menentukan arti dari istilah Pendidikan Multikultural.
Tanpa kita mengetahui apa arti budaya/kultur, kita akan sangat sulit memahami
implikasi Pendidikan Multikultur secara utuh. Misalnya, jika budaya didefinisikan
sebagai warisan dan tradisi dari suatu kelompok sosial, maka Pendidikan
Multikultural berarti mempelajari tentang berbagai (multi) warisan dan tradisi
budaya. Namun jika budaya didefinsikan sebagai desain kelompok sosial untuk
bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya, maka satu tujuan pendidikan
multikultural adalah untuk mempelajari tentang berbagai kelompok sosial dan desain
yang berbeda untuk hidup dalam masyarakat yang pluralis (Bullivant, dalam Banks,
1993: 29). Nah sekarang kita lanjutkan dengan pembahasan mengenai budaya atau
kebudayaan berikut ini.
Apa yang terlintas pada pikiran Anda bila istilah ”budaya”, ”kultur” atau
”kebudayaan” itu muncul. Mungkin di pikiran kita terlintas tentang tarian-tarian, adat
istiadat suatu daerah, pakaian adat, rumah adat, lagu-lagu daerah atau ritual
peninggalan masa lalu. Hal ini sangat mungkin berbeda dengan yang dipikirkan oleh
orang Barat ketika mendengar kata yang sama. Di dunia Barat istilah budaya juga
digunakan dalam pengertian yang populer, yaitu budaya tinggi (high culture) untuk
menyebut bidang estetik (keindahan) seperti seni, drama, balet dan karya sastra dan
budaya rendah (low cultur) untuk menyebut seni yang lebih populer seperti musik
pop, dan media massa. Namun ada beberapa ciri khas budaya yang dapat dijadikan
petunjuk untuk memperoleh gambaran tentang definisi budaya.
1-4 Unit 1
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa budaya itu berkaitan dengan
kata kunci yang mencakup (1) gagasan, (2) perilaku dan (3) hasil karya manusia.
Sebagai pedoman pembahasan kita selanjutnya, pengertian kebudayaan ini
difokuskan pada pendapat Bullivant yang mendefinisikan budaya sebagai program
bertahan hidup dan adaptasi suatu kelompok dengan lingkungannya. Program budaya
terdiri dari pengetahuan, konsep, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota kelompok
melalui sistem komunikasi. (Banks, 1993: 8). Kebudayaan juga terdiri dari
keyakinan, simbol, dan interpretasi dalam kelompok manusia. Sebagian besar
ilmuwan sosial saat ini memandang budaya terdiri dari aspek simbolik, ideasional,
dan tidak terlihat (intangible) dari masyarakat manusia. Esensi budaya bukan pada
benda, alat, atau elemen budaya yang terlihat lainnya namun bagaimana kelompok
menginterpretasikan, menggunakan, dan merasakannya. Nilai-nilai, simbol,
interpretasi, dan perspektiflah yang membedakan seseorang dari orang yang lain dari
masyarakat manusia, bukan obyek material dan aspek yang terlihat lainya dari
masyarakat manusia. Orang-orang di dalam suatu kebudayaan biasanya
menginterpretasikan makna simbol, benda dan perilaku menurut cara yang sama atau
yang serupa (Banks, 1993: 8) dan ada kemungkinan orang menginterpretasikan
secara lain pada suatu perilaku yang sama. Semua kebudayaan menggunakan bahasa
tubuh (body language) untuk berkomunikasi. Ada kebudayaan yang lebih banyak
menggunakan bahasa tubuh dibandingkan dengan yang lainnya. Masalah dalam
penggunakan bahasa tubuh untuk komunikasi dapat terjadi jika dua makna yang
bertentangan menggambarkan satu gerakan tubuh. Misalnya di Bulgaria,
menganggukkan berarti “tidak” dan menggelengkan kepala berarti “ya” (Axtel,
1995) sedangkan di tempat lain umumnya mengartikan sebaliknya.
Unsur-Unsur Budaya
1-6 Unit 1
belahan dunia mana pun ada ketujuh unsur itu. Dalam sejarah manusia baik yang
primitif maupun yang modern ke tujuh unsur itu berlaku pada siapapun yang
dinamakan “manusia”.
Kebudayaan memberi pengetahuan dan ide tentang dan untuk berperilaku.
Artinya, orang harus mengetahui jenis pengetahuan dan ide yang harus digunakan
pada jenis perilaku tertentu yang sesuai (untuk berperilaku) dan juga untuk
memahami perilaku tentang apa yang dia lihat (tentang perilaku).
Misalnya, Anda perhatikan ! Ada kebiasaan orang Tionghoa yang
menggunakan sumpit, yang terbuat dari batangan kayu atau bambu, sebagai alat
pengganti senduk ketika mereka makan. Kita perlu pengetahuan dan ide tentang apa
artinya dan aturan apa yang digunakan untuk menggunakannya. Jika kita adalah
anggota kelompok sosial yang menggunakan sumpit itu, kita akan tahu aturan yang
mendasarinya. Kelompok asing lain hanya dapat melihat perilaku orang Tionghoa
yang menggunakan sumpit atau menanyakannya bagaimana mereka memperoleh
ketrampilan seperti itu dan apa maknanya.
Sekalipun demikian, orang asing itu mungkin tidak mempelajari segala hal
tentang penggunaan sumpit namun bila dia hidup dalam jangka waktu lama dengan
kelompok sosial itu maka ia akan menemukan aturan tentang kesabaran dan etiket
sekitar proses sederhana berupa makan dengan menggunakan sumpit. Ini
menunjukkan pada kita bahwa kebutuhan biologis instingtif untuk memuaskan perut
lapar harus dilakukan menurut cara yang yang terprogram secara berbudaya.
Contoh sumpit juga memperlihatkan bahwa dua jenis perilaku dapat tercakup
dalam rutinitas sehari-hari seperti makan. Pertama, perilaku instrumental
(instrumental behavior), yang dipakai untuk mendapatkan sesuatu dan yang
diprogram oleh pengetahuan instrumental dari budaya. Kedua adalah perilaku
ekspresif (expressive behavior), yang lebih menekankan pada pengekspresian
keyakinan, ide, dan nilai-nilai yang penting. Kesabaran dan etiket bukan hanya
diperlukan jika makan dan jika menunjukkan perilaku instrumental yang relevan,
namun merupakan ekspresi dari petunjuk tentang cara makan, nilai yang ditempatkan
pada makan dan jenis-jenis nilai yang ada seputar makan.
Perilaku ekspresif merupakan bagian penting dari ritual keagamaan. Tidak
mungkin nampak melakukan sesuatu dalam pengertian instrumental, sekalipun
mengekspresikan keyakinan dan ide yang penting Namun sekalipun ritual itu tidak
melakukan apa-apa, namun memiliki fungsi penting dalam membawa kenyamanan
psikhologis. Ritual dapat menjadi cara penting untuk menghilangkan/mengurangi
perasaan frustasi atau kegelisahan saat krisis seperti banjir, gempa, Tsunami, atau
bencana alamiah lainnya. Dengan demikian ritual religius dapat dikatakan memiliki
fungsi instrumental.
Akhirnya penting untuk diingat bahwa pada sebagian besar masyarakat,
program yang demikian memberi sejumlah pilihan dan orang akan mengubah dan
berperilaku secara bebas. Masing-masing individu dapat mengembangkan budaya
pribadi. Kadang-kadang “melakukan sesuatu semaunya sendiri” menjadi tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya (maladaptive) untuk bertahan hidup dan
mereka dapat terisolasi (ingat budaya terutama adalah program bersama).
Kalau kita perhatikan definisi budaya seperti diuraikan di atas, maka wujud
kebudayaan (Koentjaraningrat, 2000: 5) bisa terdiri dari
1. Wujud idiil (adat tata kelakuan) yang bersifat abstrak, tak dapat diraba.
Terletak di alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang
bersangkutan itu hidup, yang nampak pada karangan, lagu-lagu. Fungsinya
adalah pengatur, penata, pengendali, dan pemberi arah kelakuan manusia
dalam masyarakat. Adat terdiri atas beberapa lapisan, yaitu sistem nilai
budaya (yang paling abstrak dan luas), sistem norma-norma (lebih kongkrit),
dan peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari (aturan sopan
santun) yang paling kongkrit dan terbatas ruang lingkupnya.
2. Wujud kedua adalah sistem sosial mengenai kelakuan berpola dari manusia
itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi
yang selalu mengikuti pola tertentu. Sifatnya kongkrit, bisa diobservasi.
3. Wujud ketiga adalah kebudayaan fisik yang bersifat paling kongkrit dan
berupa benda yang dapat diraba dan dilihat.
Tentu Anda tahu bahwa pada dasarnya kita tidak bisa lepas dan terpisah dari
lingkungan kita. Pada dasarnya kelompok sosial merupakan kolektivitas manusia
yang kurang lebih permanen yang hidup bersama dan berinteraksi dengan berbagai
lingkungan yang mengitari dirinya. Kelompok sosial harus bertahan hidup dengan
beradaptasi dengan dan mengubah lingkungannya. Pengetahuan, ide, dan
ketrampilan yang memungkinkan suatu kelompok untuk bertahan hidup dapat
dipandang sebagai program bertahan hidup atau budaya.
Keberhasilan bertahan hidup suatu kelompok tergantung pada jenis lingkungan
yang dihadapi kelompok. Pertama, ada lingkungan geografis, atau habitat fisik.
Lingkungan ini memberi berbagai keunikan alamiah di mana kelompok sosial itu
beradaptasi dengan atau mengubah lewat teknologinya.
1-8 Unit 1
Gambar 1.1 Lingkungan geografis
C B
1-10 Unit 1
Gambar 1.4 Manusia dan Lingkungan..
Kita lihat bagan di atas, manusia ternyata berada dan merespon lingkungan fisik (B), lingkungan sosial
(B) dan lingkungan metafisik (C).
Gambar 1.5 Non Budaya (benda yang belum disentuh aktivitas manusia)
Pranata Budaya
1-12 Unit 1
Gambar 1.7 Batik Corak Solo dan Jogja
Nah sekarang, anda coba buka CD anda. Masuk dalam kategori pranata yang mana
kegiatan di Papua itu.
Latihan
1) Dilihat dari segi bahasa, kebudayaan berasal dari bahasa Inggris yaitu culture.
Culture berasal dari bahasa Latin yaitu : colere artinya ”mengolah, mengerjakan”
mengolah tanah atau bertani.
2) Unsur-unusr kebudayaan:
a. Sistem religi dan upacara keagamaan.
b. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
c. Sistem pengetahuan
d. Bahasa
e. Kesenian
f. Sistem mata pencaharian hidup.
g. Sistem teknologi dan peralatan.
3) Tiga wujud kebudayaan yaitu :
a) Idiil (adat tata kelakuan) yang bersifat abstrak, tak dapat diraba.
b) Sistem sosial (kelakuan berpola manusia).
Rangkuman
Dilihat dari segi bahasa, kebudayaan berasal dari bahasa Inggris yaitu culture.
Culture berasal dari bahasa Latin yaitu : colere artinya ”mengolah, mengerjakan”
terutama mengolah tanah atau bertani. Koentjaraningrat membagi dua pengertian.
Kebudayaan dalam arti sempit yaitu kesenian dan kebudayaan dalam arti luas yaitu
sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan
belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya.
Unsur-unsur kebudayaan yang universal adalah :
1. Sistem religi dan upacara keagamaan.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem mata pencaharian hidup.
7. Sistem teknologi dan peralatan.
Tiga wujud kebudayaan terdiri dari wujud idiil yang abstrak, sistem sosial yang
berupa kelakuan berpola manusia, kebudayaan fisik yang berupa benda kongkrit.
Lingkungan yang dapat mempengaruhi kelompok-kelompok sosial terdiri dari :
lingkungan fisik, sosial dan lingkungan metafisik.
Budaya adalah segala sesuatu yang ada campur tangan manusia, sedangkan
non budaya adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan yang belum mendapat
sentuhan aktivitas manusia.
1-14 Unit 1
Pranata Budaya dikelompokkan berdasarkan kebutuhan hidup manusia yang
hidup dalam ruang dan waktu yaitu : Pranata domistik dan kekerabatan, ekonomi,
pendidikan, ilmiah, estetik dan rekreasi, religius, dan somatik/jasmaniah
Tes Formatif 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
1) Budaya berasal dari kata Colere, yang artinya mengolah, mengerjakan. Colere
berasal dari bahasa
a. Inggris
b. Belanda
c. Sanskerta
d. Latin
7) Lingkungan yang terletak di luar pengalaman di sini dan kini (outside here-and-
now experience) atau melampaui dunia (transenden) adalah.:
a. lingkungan fisik,
b. lingkungan sosial
c. lingkungan metafisik.
d. lingkungan budaya
1-16 Unit 1
c. Pranata pendidikan
d. Pranata somatik/jasmaniah
10) Manusia secara kodrati berusaha untuk lebih manusiawi, lebih halus dan lebih
berbudaya. Dalam hal ini manusia berkedudukan sebagai :
a. Homo socius
b. Homo educandum
c. Homo humanus
d. Homo ludens.
Rumus:
Jumlah Jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = ---------------------------------- X 100 %
10
Gender
Usia Religi/Agama
Perilaku
Berkebutuhan Siswa Status sosial
Khusus ekonomi
1-18 Unit 1
Gambar 1.8 Titik Temu Variabel Multikultural pada Perilaku Siswa
Ketika membahas multikultural atau studi budaya lainnya, maka konsep ethic
dan Emic akan selalu muncul. Ethic dan emic sebenarnya merupakan istilah
anthropologi yang dikembangkan Pike (1967). Istilah ini berasal dari kajian
anthropologi bahasa, yaitu Phonemics yang merupakan studi yang mempelajari suara
unik pada bahasa tertentu dan Phonetics atau studi yang mempelajari bunyi-bunyian
yang ditemukan pada semua bahasa (universal) pada semua budaya. Pike memakai
istilah Emic dan Ethic untuk menjelaskan dua sudut pandang dalam mempelajari
perilaku multikultural. Ethic adalah sudut pandang dalam mempelajari budaya dari
luar sistem budaya itu, dan merupakan pendekatan awal dalam mempelajari suatu
sistem budaya yang asing. Sedangkan emic sebagai sudut pandang merupakan studi
perilaku dari dalam sistem budaya tersebut (Segall, 1990). Ethic adalah aspek
kehidupan yang muncul konsisten pada semua budaya, emic adalah aspek kehidupan
yang muncul dan benar hanya pada satu budaya tertentu. Jadi, Ethic menjelaskan
universalitas suatu konsep kehidupan sedangkan emic menjelaskan keunikan dari
sebuah konsep budaya (Matsumoto, 1996).
Pemahaman kedua konsep ini sangat penting dan menjadi dasar dalam
memahami budaya dalam Pendidikan Multikultural. Sebuah perilaku manusia kita
akui kebenarannya sebagai sebuah ethic, maka dapat dikatakan bahwa perilaku
manusia tersebut adalah universal, termasuk dalam kebenarannya. Hasil penelitian
yang dapat dilakukan dapat digeneralisasi dan dijadikan dasar dalam penelitian
selanjutnya. Misalnya ekspresi tertawa pada semua budaya untuk mengekspresikan
rasa senang. Sebaliknya sebuah perilaku atau nilai hanya diketemukan pada satu
budaya dan hanya benar pada budaya tersebut, dalam studi Pendidikan Multikultural
tidak boleh digeneralisasi dan hanya berlaku pada satu budaya tersebut saja.
Misalnya suku Dayak di Kalimantan yang memenggal kepala (perilaku) setiap
musuh yang dibunuh atau suku Indian yang mengambil kulit kepala dari musuhnya
yang telah meninggal adalah satu perilaku emic yang khas dan benar hanya pada
budaya tersebut. Perilaku khas Suku Dayak itu tidak dapat digeneralisir dalam
analisa untuk menjelaskan perilaku seluruh suku di Indonesia.
Ada persepsi umum yang berlaku bahwa orang muda harus menghormati yang
lebih tua. Karena menjalani status sosial sebagai abdi dalem di keraton Jogja dan
Solo, maka orang akan dengan rela berjalan dengan posisi lebih rendah (seperti
berjongkok) sebagai wujud penghormatan terhadap rajanya. Di kalangan suku
tertentu ada yang menempatkan posisi wanita di belakang laki-laki. Suku Jawa yang
memandang wanita sebagai ”tiyang wingking” (tiyang = orang, wingking =
belakang) harus dipersepsi sebagai pihak yang memberi dukungan pada sang suami.
Persepsi umum di suku lain melihat ada yang melihat perilaku wanita Bali yang
menjadi tukang batu dipandang sebagai melanggar emansipasi wanita, tetapi justru di
kalangan wanita Bali tindakan mereka itu dipandang membantu sang suami dan
bukan dipandang sebagai pelanggaran hak wanita. Suku Tracia di Bulgaria (Eropah)
dan sebuah suku di Costa Rica, Amerika Latin menyambut kelahiran bayi dengan
bersedih sementara di tempat lain justru di terima dengan penuh kebahagiaan. Warga
1-20 Unit 1
Dasar Pendidikan Multikultural
1-22 Unit 1
sama tentang pendidikan multikultural. Seperti halnya dalam suatu dialog
pendidikan, individu cenderung mengubah konsep untuk disesuaikan dengan fokus
tertentu. Beberapa di antaranya membahas pendidikan multikultural sebagai suatu
perubahan kurikulum, mungkin dengan menambah materi dan perspektif baru. Yang
lain berbicara tentang isu iklim kelas dan gaya mengajar yang dipergunakan
kelompok tertentu. Yang lain berfokus pada isu sistem dan kelembagaan seperti
jurusan, tes baku, atau ketidak cocokan pendanaan antara golongan tertentu yang
mendapat jatah lebih sementara yang lain kurang mendapat perhatian. Yang lain lagi
melihat perubahan pendidikan sebagai bagian dari perubahan masyarakat yang lebih
besar di mana kita mengeksplorasi dan mengkritik dasar-dasar kemasyarakatan yang
menindas dan bagaimana pendidikan berfungsi untuk memelihara status quo –
seperti di Amerika Serikat yang terlalu berpihak pada supremasi kulit putih,
kapitalisme, situasi sosio-ekonomi global dan eksploitasi. Sekalipun banyak
perbedaan konsep pendidikan multikultural, ada sejumlah ide yang dimiliki bersama
dari semua pemikiran dan merupakan dasar bagi pemahaman Pendidikan
Multikultural:
- kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk mewujudkan potensi
sepenuhnya,
- penyiapan pelajar untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat antar budaya,
- penyiapan pengajar agar memudahkan belajar bagi setiap siswa secara efektif,
tanpa memperhatikan perbedaan atau persamaan budaya dengan dirinya,
- partisipasi aktif sekolah dalam menghilangkan penindasan dalam segala
bentuknya. Pertama-tama dengan menghilangkan penindasan di sekolahnya
sendiri, kemudian menghasilkan lulusan yang sadar dan aktif secara sosial dan
kritis
- pendidikan harus berpusat pada siswa dengan mendengarkan aspirasi dan
pengalaman siswa,
- pendidik, aktivis, dan yang lain harus mengambil peranan lebih aktif dalam
mengkaji kembali semua praktek pendidikan, termasuk teori belajar,
pendekatan mengajar, evaluasi, psikhologi sekolah dan bimbingan, materi
pendidikan dan buku teks, dan lain-lain.
Menurut Paul Gorski pendidikan multikultural merupakan pendekatan
progresif untuk mengubah pendidikan secara holistik dengan mengkritik dan
memusatkan perhatian pada kelemahan, kegagalan, dan praktek diskriminatif di
dalam pendidikan akhir-akhir ini. Keadilan sosial, persamaan pendidikan, dan
dedikasi menjadi landasan Pendidikan Multikultural dalam memfasilitasi
pengalaman pendidikan agar semua siswa dapat mewujudkan semua potensinya
secara penuh dan menjadikannya sebagai manusia yang sadar dan aktif secara lokal,
nasional, dan global.
1-24 Unit 1
terlalu sedikit mengetahui tentang sejarah, pewarisan, budaya, bahasa, dan kontribusi
kelompok masyarakat yang beragam dari bangsanya sendiri.
Jadi, tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah mempelajari tentang latar
belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis, individu
yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dari berbagai kelompok
etnis mayoritas dan minoritas. Informasi ini harus komprehensif, analistis, dan
komparatif, dan harus memasukkan persamaan dan perbedaan di antara kelompok-
kelompok yang ada.
Tujuan ini cocok untuk mayoritas siswa maupun kelompok minoritas etnis.
Kesalahan yang sering dibuat adalah menganggap bahwa anggota kelompok etnis
minoritas telah mengetahui budaya dan sejarahnya atau bahwa jenis pengetahuan ini
hanya relevan untuk mereka, bukan untuk kami. Pendidikan Multikultural
berargumentasi sebaliknya. Keanggotaan kelompok etnis tidak menjamin
pengetahuan diri atau pemilikan pengetahuan tentang kelompok itu. Orang yang
berasal dari Jawa tidak otomatis mengetahui budaya Jawa. Orang Bali tidak otomatis
mengetahui keyakinan dan budaya yang ada di daerahnya. Mempelajari sejarah,
kehidupan, dan budaya kelompok etnis cocok untuk semua siswa karena mereka
perlu belajar lebih akurat tentang warisan budayanya sendiri maupun budaya orang
lain. Lebih dari itu, pengetahuan tentang pluralisme budaya merupakan dasar yang
diperlukan untuk menghormati, mengapresiasi, menilai dan memperingati
keragaman, baik lokal, nasional dan internasional.
2. Perkembangan Pribadi
Dasar psikhologis Pendidikan Multikultural menekankan pada pengembangan
pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan kebanggaan pada
identitas pribadinya. Penekanan bidang ini merupakan bagian dari tujuan Pendidikan
Multikultural yang berkontribusi pada perkembangan pribadi siswa, yang berisi
pemahaman yang lebih baik tentang diri yang pada akhirnya berkontribusi terhadap
keseluruhan prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa.
Siswa merasa baik tentang dirinya sendiri karena lebih terbuka dan reseptif
(menerima) dalam berinteraksi dengan orang lain dan menghormati budaya dan
identitasnyanya. Pendapat ini mendapat justifikasi lebih lanjut dengan temuan
penelitian yang berkaitan dengan adanya hubungan timbal balik antara konsep diri,
prestasi akademis, identitas individu, etnis dan budaya.
Para siswa telah menginternalisasi konsep negatif dan salah tentang etnisnya
sendiri dan kelompok etnis lain. Siswa dari kelompok lain mungkin berpendirian
bahwa warisan budayanya hanya memiliki nilai tawar yang kecil, sedangkan nilai
yang ada pada kelompok dominan mungkin terlalu ditinggikan. Mengembangkan
pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri dan pengalaman budaya dan
kelompok etnis yang lain dapat memperbaiki penyimpangan ini. Pendidikan
Multikultural juga membantu mencapai tujuan memaksimalkan potensi
kemanusiaan, dengan memenuhi kebutuhan individu, dan mengajar siswa seutuhnya
dengan mempertinggi rasa penghargaan pribadi, kepercayaan dan kompetensi
4. Kompetensi Multikultural
Penting sekali bagi siswa untuk mempelajari bagaimana berinteraksi dengan
dan memahami orang yang secara etnis, ras, dan kultural berbeda dari dirinya. Dunia
kita menjadi semakin lebih beragam, kompak, dan saling tergantung. Namun, bagi
sebagian besar siswa, awal-awal pembentukan kehidupannya dihabiskan dengan
isolasi atau terkurung di daerah kantong secara etnis dan kultural. Kita biasa hidup
dalam kantong-kantong budaya yang sempit yang hanya mengenal budaya yang
sempit pula. Peralihan dari generasi ke generasi mengalami penurunan pemahaman
akan budaya kita. Nenek kita lebih mengenal budaya daerah kita. Orang tua kita
mengalami sedikit pengurangan dalam memahami budayanya. Akhirnya dia
mengajarkan nilai-nilai budaya yang tidak utuh itu pada kita. Akhirnya jadilah anak
kita yang terkungkung oleh kepicikan budaya yang serba kurang dan menyimpang
dari akar budaya yang sesungguhnya. Mungkin kita bukan orang Batak tulen atau
Bali tulen yang benar-benar memahami budaya kita. Kita tidak menyiapkan
lingkungan dan latar belakang multikultural yang berbeda untuk pembelajaran.
Upaya interaksi lintas kultural seringkali terhalang oleh nilai, harapan dan sikap
negatif ; kesalahan budaya (cultural blunders); dan dengan mencoba menentukan
aturan etiket sosial (rules of social etiquette) dari satu sistem budaya terhadap sistem
budaya yang lain. Hasilnya seringkali adalah frustasi, kecemasan, ketakutan,
kegagalan dan permusuhan kelompok antarras dan antaretnik.
1-26 Unit 1
Pendidikan Multikultural dapat meredakan ketegangan ini dengan mengajarkan
ketrampilan dalam komunikasi lintas budaya, hubungan antar pribadi, pengambilan
perspektif, analisis kontekstual, pemahaman sudut pandang dan kerangka berpikir
alternatif, dan menganalisa bagaimana kondisi budaya mempengaruhi nilai, sikap,
harapan, dan perilaku. Pendidikan Multikultural dapat membantu siswa mempelajari
bagaimana memahami perbedaan budaya tanpa membuat pertimbangan nilai yang
semena-mena tentang nilai intrinsiknya. Untuk mencapai tujuan ini anak dapat diberi
pengalaman belajar dengan memberi berbagai kesempatan pada siswa untuk
mempraktekkan kompetensi budaya dan berinteraksi dengan orang, pengalaman, dan
situasi yang berbeda.
1-28 Unit 1
Tujuan dan pengembangan ketrampilan ini didesain untuk membuat
masyarakat lebih benar-benar egaliter dan lebih menerima pluralisme kultural. Juga
dimaksudkan untuk menjamin bahwa kelompok etnis dan budaya yang secara
tradisional menjadi korban dan terasingkan akan lebih berpartisipasi secara penuh
pada semua level masyarakat, dengan semua hak, dan tanggung jawab yang
menyertainya. Pendidikan Multikultural berkontribusi secara langsung terhadap
warga negara yang demokratis di dalam global village (Swiniarski, 1999). Fungsi
multikulturalisme ini adalah apa yang dimaksudkan Banks dengan pendekatan aksi
sosial dari Pendidikan Multikultural, yang mengajari siswa bagaimana menjadi
kritikus sosial (social critics), aktivis politik (political activists), agen perubahan
(change agents), dan pemimpin yang berkompeten dalam masyarakat dan yang
berbeda secara etnis dan pluralistik secara kultural. Juga sama dengan konsep Grant
tentang Pendidikan multikultural untuk rekonstruksi sosial. Pendekatan ini berfokus
pada penindasan dan ketidak samaan struktur sosial, dengan perhatian menciptakan
suatu masyarakat yang lebih mampu dan melayani kebutuhan dan kepentingan
semua kelompok orang. Pendekatan ini membangun penguatan pribadi dengan
menetapkan relevansi antara pelajaran sekolah dengan kehidupan sosial, dengan
memberi latihan menerapkan pengetahuan dan pengambilan tindakan langsung
dengan kehidupannya sendiri, dan mendemonstrasikan kekuatan pengetahuan, upaya
kolaboratif, dan aksi politis dalam mempengaruhi perubahan sosial.
Pendidikan Multikultural akan membantu siswa dari berbagai kelompok
budaya yang berbeda dalam memperoleh ketrampilan akademik yang dibutuhkan
untuk fungsinya di dalam masyarakat yang berpengetahuan (a knowledge society).
Pendidikan Multikultural merupakan pendidikan untuk hidup (an education for life)
dalam masyarakat yang ber-Pancasila. Membantu siswa melampaui batas-batas
budayanya dan memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dibutuhkan
untuk keterlibatannya di dalam wacana publik dengan orang yang berbeda dengan
dirinya. Pendidikan Multikultural juga membantu siswa mempelajari ketrampilan
yang dibutuhkan untuk berpartisipasi di dalam tindakan kewarganegaraan (a civic
action), yang merupakan bagian integral dari negara yang berlandaskan Pancasila.
Pendidikan Multikultural bukan hanya didasarkan pada tradisi demokratis negara,
namun memiliki fungsi esensial bagi daya tahan dari suatu tradisi demokratis,
pluralistis di abad mendatang (for the survival of a democratic, pluralistic traditions
in next century).
9. memiliki wawasan hidup yang lintas budaya dan lintas bangsa sebagai warga dunia.
The National Council for Social Studies (Gorski, 2001) mengajukan sejumlah
fungsi yang menunjukkan pentingnya keberadaan dari Pendidikan Multikultural.
Fungsi tersebut adalah :
1. memberi konsep diri yang jelas.
2.membantu memahami pengalaman kelompok etnis dan budaya ditinjau dari
sejarahnya.
3.membantu memahami bahwa konflik antara ideal dan realitas itu memang ada
pada setiap masyarakat.
4.membantu mengembangkan pembuatan keputusan (decision making),
partisipasi sosial dan ketrampilan kewarganegaraan (citizenship skills).
5. mengenal keberagaman dalam penggunaan bahasa.
Perubahan diri dimaknai sebagai perubahan dimulai dari diri siswa sendiri itu
sendiri yang lebih menghargai orang lain agar dia bisa hidup damai dengan
sekelilingnya. Kemudian diwujudkan dalam tata tutur dan tata perlakunya di
1-30 Unit 1
lingkungan sekolah dan berlanjut hingga di masyarakat. Karena sekolah merupakan
agen perubahan, maka diharapkan ada perubahan yang terjadi di masyarakat seiring
dengan terjadi perubahan yang terdapat dalam lingkungan persekolahan. (Gorski,
2001).
Latihan
1-32 Unit 1
Rangkuman
Tes Formatif 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
1) Emic adalah titik pandang dalam mempelajari budaya dari
a. bunyi-bunyian semua bahasa pada semua budaya.
b. Luar sistem budaya itu.
c. Segi universalitas dari semua konsep kebudayaan
d. Keunikan yang ada di dalam sistem budaya itu.
1-34 Unit 1
b. program pendidikan
c. perubahan kurikulum
d. perubahan struktur pendidikan secara holistik
1-36 Unit 1
Jumlah Jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = --------------------------------------- X 100 %
10
1) d. Keunikan yang ada di dalam sistem budaya itu. Emic sebagai lawan dari
etic yang lebih mengarah pada unsur universalitas dari kebudayaan.
1-38 Unit 1
2) a. James A. Banks. Banks adalah Bapak Pendidikan Multikultural yang
memberi dasar-dasar pemikiran Pendidikan Multikultural.
3) d. Perubahan struktur pendidikan secara holistik. Pendidikan Multikultural
pada dasarnya merupakan perubahan struktur pendidikan, bukan sekedar mata
pelajaran atau penambahan materi budaya.
4) c. Kondisi masyarakat Indonesia yang multikultural. Kondisi masyarakat
Indonesia yang beraneka ragam.
5) c. Supremasi kultural tertentu. Di dalam Pendidikan Multikultural tidak ada
supremasi kultural.
6) a. Kesempatan yang sama menggapai potensi sepenuhnya.
7) b. Progresif. Tertuju pada perbaikan ke arah kemajuan.
8) c. Pertentangan budaya.
9) a. Mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa dengan karakteristik
budayanya memiliki kesempatan yang sama untuk mewujudkan potensinya
secara penuh dan dapat mempengaruhi perubahan sosial.
10)a. Mengubah kurikulum lembaga pendidikan. Yang ditanyakan adalah fungsi
Pendidikan Multikultural, bukan tujuan.
Axtell, R. E. 1995. Do's and taboos around the world. New York: John Wiley and
Sons, Inc.
Cremers & Santo. 1997. Mitos, Dukun, dan Sihir, Yogyakarta: Kanisius.
Segall, M.H., Dasen, P.R., Berry, J.W., & Poortinga, Y.H., 1990. Human Behavior in
Global Perspective. New York : Pergamon Press.
Sleeter, C., & Grant, C. 1993. Making choices for multicultural education: Five
approaches to race, class, and gender (2nd ed.). New York: Macmillan.
Swiniarski, L., Breitborde, M., & Murphy, J. 1999. Educating the global village:
Including the young child in the world. Upper Saddle River, NJ: Merrill/Prentice
Hall.
1-40 Unit 1
http://en.wikipedia.org/wiki/Ramah_Navajo_Indian_Reservation. Diakses tanggal 15
Maret 2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Apache. Diakses tanggal 22 Maret 2007. Diakses
tanggal 17 Maret 2007.
http://www.amazon.com/Managing-Cultural-Differences-Sixth-Leadership. Diakses
tanggal 22 Maret 2007
.
http://www.amazon.com/gp/product/. Diakses tanggal 22 Maret 2007.
Sutarno
Pendahuluan
2-2 Unit 2
Subunit 1
ara pakar memiliki visi yang berbeda dalam memandang multikultural. Para
pakar memiliki tekanan yang beragam dalam memahami fenomena
Horace Kallen
Jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya
itu dapat disebut pluralisme budaya (cultural pluralism). Teori pluralisme budaya ini
dikembangkan oleh Horace Kallen. Ia menggambarkan pluralisme budaya itu dengan
definisi operasional sebagai menghargai berbagai tingkat perbedaaan, tetapi masih
dalam batas-batas menjaga persatuan nasional. Kallen mencoba mengekspresikan
bahwa masing-masing kelompok etnis dan budaya di Amerika Serikat itu penting
dan masing-masing berkontribusi unik menambah variasi dan kekayaan budaya,
misalnya bangsa Amerika. Teori Kallen mengakui bahwa budaya yang dominan
harus juga diakui masyarakat. Dalam konteks ini Kallen tetap mengakui bahwa
budaya WASP di AS itu sebagai budaya yang dominan, sementara budaya-budaya
yang lain itu dipandang menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika. Apa
budaya WASP ? Silakan Anda kaji subunit 3.1.
Sekarang, cobalah anda membandingkan dengan situasi dan kondisi bangsa
Indonesia! Adakah budaya yang nampak dominan di negeri ini? Jawa, Bali,
Tionghoa atau yang lainnya? Apa dasar anda untuk menentukan mereka sebagai
budaya dominan. Misalnya, anda berpendapat bahwa budaya yang dominan adalah
Jawa karena sebagian besar penduduk berasal dari Jawa dan berada di Jawa. Tetapi
Jawa yang mana karena ada aneka ragam budaya yang ada di Jawa? Sebagian yang
lain mungkin menyebut Bali karena Bali lebih dikenal di seluruh dunia daripada
Indonesia. Sehingga sering terjadi pertanyaan yang menggelitik, Indonesia itu
letaknya sebelah mana dari Bali? Mengapa pertanyaan ini sering muncul? Karena
Bali lebih dikenal sebagai tempat wisata Internasional. Nah cobalah cari di koran
atau internet, Indonesia lebih dikenal karena faktor apa?
Atau mungkin ada yang memandang bahwa budaya Cina yang mulai
menampakkan pengaruhnya? Penggunaan Feng Shui dan adanya Barongsai di
berbagai acara dan di berbagai tempat strategis di tanah air ini saat ini sangat
James A. Banks
Kalau Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal
sebagai perintis Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya
difokuskan pada pendidikannya. Banks yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih
mengarah pada mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia
menjelaskan bahwa siswa harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif
mendiskusikan konstruksi pengetahuan (knowledge construction) dan interpretasi
yang berbeda-beda. Siswa yang baik adalah siswa yang selalu mempelajari semua
pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan konstruksi
pengetahuan. Dia juga perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia terima
itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan
masing-masing. Bahkan interpretasi itu nampak bertentangan sesuai dengan sudut
pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga dalam menginterpretasikan sejarah masa
lalu dan dalam pembentukan sejarah (interpretations of the history of the past and
history in the making) sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Mereka perlu
diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki interpretasi sendiri tentang peristiwa
masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan bertentangan dengan penafsiran
orang lain. Misalnya, mengapa sampai terjadi perang Diponegoro pada tahun 1825 –
1830. Salah satu sebab kemunculannya adalah pembangunan jalan yang melintasi
makam di daerah Tegal rejo, Yogyakarta yang secara kultural sangat dihormati oleh
masyarakat sekitar pada waktu itu. Dari sudut pandang Belanda tindakan Diponegoro
itu dianggap sebagai pemberontakan dan sudut pandang penguasa waktu itu
dianggap sebagai upaya perebutan kekuasaan dari seorang putera selir yang dalam
kultur Jawa kedudukannya tidak setinggi putera permaisuri. Namun sudut pandang
apa pun yang digunakan sebagai motif yang melatar belakanginya perang
Diponegoro, namun sebagai sebuah bangsa dan komitmen kita sebagai putera
bangsa, kita memandang perjuangan Pangeran Diponegoro itu sebagai perjuangan
seorang putra daerah yang ingin memerdekakan diri dari penjajahan bangsa asing.
Siswa harus belajar mengidentifikasi posisinya sendiri sebagai putera bangsa yang
sedang dijajah, kepentingannya yang ingin memerdekakan diri, asumsi dan filsafat
idealnya. Dengan demikian dia akan mengetahui bagaimana sejarah itu terjadi dan
menjadikan hal yang terjadi itu sebagai sejarah. Singkatnya, mereka harus menjadi
pemikir kritis (critical thinkers) dengan selalu menambah pengetahuan dan
ketrampilan, disertai komitmen yang tinggi. Semuanya itu diperlukan untuk
berpartisipasi dalam tindakan demokratis. Dengan landasan ini, mereka dapat
2-4 Unit 2
membantu bangsa ini mengakhiri kesenjangan antara ideal dan realitas (Banks,1993).
Di dalam The Canon Debate, Knowledge Construction, and Multicultural Education,
Banks mengidentifikasi tiga kelompok cendekiawan yang berbeda dalam menyoroti
keberadaan kelompok - kelompok budaya di Amerika Serikat :
Pertama adalah traditionalis Barat. Tradisionalis Barat, seperti halnya dengan
kelompok pluralisme budaya dari Horace Kallen, meyakini bahwa budaya yang
dominan dari peradaban Barat yaitu kelompok White, Anglo Saxon dan Protestan
perlu dipresentasikan secara menonjol di sekolah. Kelompok ini beranggapan bahwa
mereka berada dalam posisi terancam dan berbahaya karena mengenyampingkan
kelompok feminis, minoritas dan reformasi multikultural yang lain. Namun tidak
seperti kelompok Pluralisme Budaya Horace Kallen, tradisionalis Barat masih sedikit
memberi perhatian pada pengajaran keanekaragaman atau multikultur. Tetapi
pertanyaan yang dapat dikemukakan terhadap kelompok ini, jika peradaban Barat
hanya mengajarkan sejarah dan budaya kelompok dominan, apakah tidak akan
mengecilkan pentingnya kelompok budaya lain yang turut serta dalam pembentukan
Amerika Serikat?
Sekarang cobalah anda terapkan adanya kelompok dominan ini dengan kondisi
di Indonesia ! Perhatikan pula dampak atau bahaya yang muncul ke permukaan
dalam bentuk perlawanan fisik maupun perlawanan non fisik. Kita pernah mengenal
adanya kegiatan transmigrasi orang Jawa ke berbagai daerah di tanah air untuk
mengatasi kepadatan penduduk di Jawa ini dipandang sebagai “penjajahan dari
Jawa”.
Kelompok kedua yaitu mereka yang menolak kebudayaan Barat secara berlebihan,
yaitu kelompok Afrosentris. Kelompok ini beranggapan bahwa pengabaian kelompok
lain itu memang benar terjadi dan kelompok ini berpendapat bahwa sejarah dan
budaya orang Afrika lah yang seharusnya menjadi sentral dari kurikulum agar semua
siswa dapat mempelajari peranan Afrika dalam perkembangan peradaban Barat.
Afrosentris juga meyakini bahwa sejarah dan budaya orang Afrika seharusnya
menjadi sentral dalam kurikulum untuk memotivasi siswa Afrika Amerika dalam
belajar.
Namun pertanyaan yang dapat diajukan pada kelompok Afrosentris ini adalah
jika teori Afrosentris sebagai suatu budaya tertentu yang harus menjadi sentral bagi
pendidikan untuk semua siswa, apakah itu tidak diikuti orang Spanyol yang juga
yakin bahwa sejarah dan budaya Spanyol seharusnya yang menjadi sentral dari
kurikulum? Tentu, kita memahami peranan penting orang Spanyol dalam
perkembangan Barat, khususnya dalam mengenal sejarah Amerika, penemuan
Amerika, dan penguasaan seluruh Texas.
Dan bagaimana pula dengan keturunan orang Perancis, yang telah menyumbang
banyak pada bahasa Amerika dan khususnya terhadap budaya Louisiana, akankah
mereka tidak merasa bahwa sejarah mereka sama pentingnya dengan yang dimainkan
oleh orang Afrika di Selatan?
Kelompok ketiga, Multikulturalis yang percaya bahwa pendidikan seharusnya
direformasi untuk lebih memberi perhatian pada pengalaman orang kulit berwarna
Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or
Transformational?, Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang
multikulturalisme memunculkan pertanyaan tentang "perbedaan" yang nampak sudah
dilakukan berbagai teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik,
jika multikulturalisme lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang
berbeda, maka harus benar-benar menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu
yang tujuannya untuk membawa pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat
pembuatan perbedaan yang radikal (Martin, 1998: 128)
Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari Afrosentris dan
tradisionalis Barat. Martin menyebut Afrosentris dan tradisional Barat itu sebagai
"consumerist multiculturalism". Selanjutnya, Martin mengusulkan sesuatu yang baru.
Multikulturalisme bukan "konsumeris" tetapi "transformational", yang memerlukan
kerangka kerja. Martin mengatakan bahwa di samping isu tentang kelas sosial, ras,
etnis dan pandangan lain yang berbeda, diperlukan komunikasi tentang berbagai segi
pandangan yang berbeda. Masyarakat harus memiliki visi kolektif tipe baru dari
perubahan sosial menuju multikulturalisme yaitu visi yang muncul lewat
transformasi.
Martin memandang perlu adanya perubahan yang mendasar di antara kelompok-
kelompok budaya itu sampai diketemukan adanya visi baru yang dimiliki dan
dikembangkan bersama. Untuk mencapai tujuan itu sangatlah dibutuhkan adanya
komunikasi antar berbagai segi pandang yang berbeda. Mengapa ini penting? Karena
selama ini masing-masing kelompok bersikap tertutup terhadap kelompok yang lain
dan tidak ada komunikasi tanpa prasangka di antara kelompok-kelompok yang ada.
2-6 Unit 2
Cartographers of the New World Order," Matustik menulis, "perang budaya, politik
dan ekonomi menyerang pada segi yang mana, bagaimana dan lewat siapa sejarah
multikultural dijelaskan."
Matustík mengatakan bahwa teori multikulturalisme meliputi berbagai hal yang
semuanya mengarah kembali ke liberalisasi pendidikan dan politik Plato, filsuf
Yunani. Sebuah karya Plato yang berjudul Republik, bukan hanya memberi norma
politik dan akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal yang dia cita-citakan,
namun juga menjadi petunjuk dalam pembahasan bersama tentang pendidikani bagi
yang tertindas (Matustík, 1998). Ia yakin bahwa kita harus menciptakan pencerahan
multikultural baru (a new multicultural enlightenment) yaitu "multikulturalisme lokal
yang saling berkaitan, secara global sebagai lawan dari monokultur nasional"
(Matustík, 1998).
Judith M. Green
Green menunjukkan bahwa multikulturalisme bukan hanya unik di A.S. Negara
lain pun harus mengakomodasi berbagai kelompok kecil dari budaya yang berbeda.
Kelompok-kelompok ini biasanya bertoleransi terhadap keuntungan budaya
dominan. Secara unik, Amerika memberi tempat perlindungan dan memungkinkan
mereka mempengaruhi kebudayaan yang ada. Dengan team, kelompok memperoleh
kekuatan dan kekuasaan, membawa perubahan seperti peningkatan upah dan
keamanan kerja. Wanita dan minoritas (Hispanis, Afrika dan Amerika Asli) harus
memperoleh kesempatan ekonomi yang lebih baik, partisipasi politis yang lebih
efektif, representasi media yang lebih disukai, dan sebagainya. Namun akhir abad 20
telah membawa orang Amerika pada suatu tempat "memerangi kebuntuan yang
memerlukan pemikiran kembali yang baru dan lebih dalam tentang tujuan dan
materi pendidikan dalam suatu masyarakat yang masih terus diharapkan dan dicita-
citakan yang dibimbing oleh ide demokrasi" (Green, 1998). Bangsa ini selalu
memandang pendidikan sebagai cara perubahan yang efektif, baik secara personal
maupun sosial. Sehingga lewat pendidikan Amerika meraih kesuksesan terbesar
dalam transformasi. Beberapa kelompok tidak bisa melihat bahwa kita sekarang
adalah apa yang selalu ada. Yaitu, Amerika yang sejak kelahirannya, selalu
memiliki masyarakat multikultural di mana berbagai budaya telah bersatu lewat
perjuangan, interaksi, dan kerjasama (Green, 1998).
http://www.start-at-zero.com/papers/multiculturalism/theories.htm
Latihan
Sampai di sini dulu pembahasan mengenai teori Pendidikan Multikultural.
Sebelum dilanjutkan pada subunit 2 mengenai pendekatan Pendidikan Multikultural
maka untuk lebih memantapkan pemahaman dan daya analisis Anda terhadap
beberapa pengertian kebudayaan, terlebih dahulu silakan Anda mengerjakan
beberapa latihan berikut ini.
1) Kallen mengakui bahwa budaya WASP adalah budaya yang dominan yang
patut dihargai dan diutamakan, sedangkan budaya yang lain dipandang
menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika Serikat.
2) James A. Banks berpendapat bahwa ada tiga kelompok budaya yang
mendominasi pemikiran multikultural di AS :
a. Tradisionalis Barat
b. Afro-sentris
c. Multikulturalis
3) Martin memandang perlu adanya perubahan yang mendasar di antara
kelompok-kelompok budaya itu sampai diketemukan visi baru yang dimiliki
dan dikembangkan bersama. Untuk itu dibutuhkan adanya komunikasi antar
berbagai segi pandang yang berbeda.
4) Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang multikultural
di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan. Pembahasan
multikultural berada pada pemikiran kembali norma Barat (the western canon)
yang mengakui adanya multikultural. Teori multikulturalisme berasal dari
liberalisasi pendidikan dan politik Plato. Republik, karya Plato, bukan hanya
memberi norma politik dan akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal,
namun juga menjadi petunjuk tentang pendidikan bagi yang tertindas.
Rangkuman
Horace Kallen adalah perintis teori multikultur. Budaya disebut pluralisme budaya
(cultural pluralism) jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi dan nilai-nilai.
Pluralisme budaya didefinisikan oleh Horace Kallen sebagai "menghargai berbagai
tingkat perbedaaan dalam batas-batas persatuan nasional”. Sebagai budaya yang
2-8 Unit 2
dominan, White Anglo-Saxon Protestan harus diakui masyarakat, sedangkan budaya
yang lain itu dipandang menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika.
James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultural. Banks yakin
bahwa pendidikan seharusnya lebih mengarah pada mengajari mereka bagaimana
berpikir daripada apa yang dipikirkan. Siswa perlu disadarkan bahwa di dalam
pengetahuan yang dia terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi sesuai
kepentingan masing-masing. Siswa perlu diajari dalam menginterpretasikan sejarah
masa lalu dan dalam pembuatan sejarah. Siswa harus berpikir kritis dengan memberi
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dan memiliki komitmen yang tinggi
untuk berpartisipasi dalam tindakan demokratis. Ada tiga kelompok budaya di
Amerika : a) tradisionalis Barat, sebagai budaya yang dominan dari peradaban Barat,
b) kelompok Afrosentris, yang menolak kebudayaan Barat secara berlebihan dan
menganggap sejarah dan budaya orang Afrika seharusnya menjadi sentral dari
kurikulum, c) kelompok multikulturalis yang percaya bahwa pendidikan seharusnya
direformasi untuk lebih memberi perhatian pada pengalaman orang kulit berwarna
dan tentang wanita.
Bill Martin menulis, bahwa isu menyeluruh tentang multikulturalisme bukan
sekedar tempat bernaung berbagai kelompok budaya, namun harus membawa
pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal.
Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari Afrosentris dan
tradisionalis Barat. Martin menyebut keduanya "consumerist multiculturalism".
Multikulturalisme bukan "consumerist" tetapi "transformational", yang memerlukan
kerangka kerja. Masyarakat harus memiliki visi kolektif tipe baru yang berasal dari
perubahan sosial yang muncul lewat transformasi.
Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang multikultural di
masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan. Pembahasan multikultural berada
pada pemikiran kembali norma Barat (the western canon) yang mengakui adanya
multikultural. Teori multikulturalisme berasal dari liberalisasi pendidikan dan
politik Plato. Republik, karya Plato, bukan hanya memberi norma politik dan
akademis klasik bagi pemimpin dari negara ideal, namun juga menjadi petunjuk
tentang pendidikan bagi yang tertindas. Matustik yakin bahwa kita harus
menciptakan pencerahan multikultural baru yaitu "multikulturalisme lokal yang
saling bergantung secara global sebagai lawan dari monokultur nasional".
Judith M.Green menunjukkan bahwa multikulturalisme bukan hanya di AS.
Kelompok budaya kecil harus mengakomodasi dan memiliki toleransi dengan
budaya dominan. Amerika memberi tempat perlindungan dan memungkinkan
kelompok kecil itu mempengaruhi kebudayaan yang ada. Secara bersama-sama,
kelompok tersebut memperoleh kekuatan dan kekuasaan untuk membawa perubahan
dan peningkatan dalam ekonomi, partisipasi politis dan media massa. Untuk itu
diperlukan pendidikan dan lewat pendidikanlah Amerika meraih kesuksesan terbesar
dalam transformasi dan sejak kelahirannya Amerika selalu memiliki masyarakat
multikultural yang telah bersatu lewat perjuangan, interaksi, dan kerjasama.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi yang telah
dipelajari, silakan Anda kerjakan tes formatif berikut.
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
1). Orang yang dipandang sebagai perintis teori multi kultural adalah
a. James A. Banks.
b. Horace Kallen
c. Judith M. Green.
d. Bill Martin
2). Orang yang dipandang sebagai perintis pendidikan multikultural adalah
a. James A. Banks.
b.Horace Kallen
c. Judith M. Green.
d.Bill Martin
3). Kelompok budaya yang mendominasi Amerika Serikat adalah
a. kelompok tradisionalis Barat
b. kelompok Afro-Amerika
c. kelompok Amerika Asli
d. kelompok Hispanis
4). Yang memiliki tingkat kemapanan ekonomi paling tinggi adalah
a. kelompok Amerika Asli
b. kelompok WASP
c. kelompok Afro-Amerika
d. kelompok Hispanis
5). Yang dimaksud dengan kelompok transformasional menurut Bill Martin adalah :
a. kelompok tradisional Barat
b. kelompok Afrosentrisme
c. kelompok multikulturalisme
d. kelompok Hispanis
2-10 Unit 2
6). Sebuah karya yang memberi norma politik dan akademis klasik bagi pemimpin
negara sekaligus memberi petunjuk bagi pendidikan bagi yang tertindas adalah
a. Republik
b.Ludic, Corporate and Imperial Multiculturalism: Impostors of Democracy and
Cartographers of the New World Order
c. Multiculturalism: Consumerist or Transformational?
d. The Canon Debate, Knowledge Construction, and Multicultural Education
7). Yang berpendapat bahwa teori multikulturalisme berasal dari liberalisasi
pendidikan dan politik Plato. Pendapat ini dikemukakan oleh :
a. James A. Banks.
b. Horace Kallen
c. Judith M. Green.
d.Martin J. Beck Matustik
8). Ahli yang berpendapat bahwa lewat pendidikanlah Amerika mengalami
kesuksesan dan sejak kelahirannya Amerika selalu memiliki masyarakat
multikultural yang telah bersatu lewat perjuangan, interaksi, dan kerjasama
adalah
a. James A. Banks.
b. Horace Kallen
c. Judith M. Green.
d. Martin J. Beck Matustik
9). Siswa perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan terdapat beraneka ragam
interpretasi yang ditentukan oleh kepentingan masing-masing dan siswa harus
berpikir kritis dengan memperbanyak pengetahuan dan ketrampilan yang
memadai dan yang disertai komitmen yang tinggi untuk berpartisipasi dalam
tindakan demokratis adalah pandangan dari
a. James A. Banks.
b. Horace Kallen
c. Judith M. Green.
d. Martin J. Beck Matustik
10). Masyarakat harus memiliki visi kolektif dari perubahan sosial terhadap tipe baru
dari multikulturalisme yaitu visi yang muncul lewat
a. transformasi.
b.Asimilasi
Rumus:
2-12 Unit 2
Subunit 2
Amerika Serikat terbentuk dari berbagai kelompok ras, etnis, agama, dan
budaya yang berbeda. Sebagian besar kurikulum sekolah, buku teks, dan materi
pelajaran kurang memberi perhatian pada kelompok ini. Bahkan, sebagian besar
kurikulum, buku teks, dan materi pelajaran lebih berfokus pada White Anglo-Saxon
Protestants (Banks, 1993: 195). Kelompok budaya yang dominan di masyarakat AS
ini sering disebut aliran utama budaya orang Amerika. Kurikulum yang hanya
berfokus pada aliran utama (budaya dominan) Amerika dan mengabaikan
pengalaman, budaya dan sejarah dari kelompok etnis, ras, budaya dan agama yang
lain akan memiliki konsekuensi yang negatif. Konsekuensi negatif bagi siswa
Amerika dari aliran utama maupun siswa dari kulit berwarna yang bukan termasuk
dalam kelompok dominan ini. James A. Banks berpendapat bahwa kurikulum yang
berpusat pada aliran utama (a mainstream-centric curriculum) ini justru dapat
menjadi satu cara utama yang memperkuat rasisme dan etnosentrisme dan hal ini
diabadikan di sebagian besar sekolah dan di masyarakat Amerika.
Kurikulum berpusat pada aliran utama memiliki konsekuensi negatif terhadap
siswa dari aliran utama karena kurikulum ini memperkokoh rasa superioritas yang
keliru (false sense of superiority), memberi mereka konsepsi yang salah tentang
hubungan mereka dengan kelompok ras dan etnis lainnya, dan menolak kesempatan
memperoleh manfaat dari pengetahuan, perspektif, dan kerangka pikir yang dapat
diperoleh dari mengkaji dan mengalami budaya dan kelompok lain. Kurikulum yang
berpusat pada aliran utama juga mengabaikan kesempatan siswa Amerika aliran
utama untuk melihat kebudayaan mereka dari sudut pandang budaya lain. Jika orang
melihat kebudayaan mereka dari sudut pandang budaya lain, mereka dapat
2-14 Unit 2
tidak dipandang sebagai signifikan oleh masyarakat aliran utama sampai penyanyi
kulit putih seperti Beatles dan Rod Stewart secara publik mengakui secara signifikan
musik mereka sendiri benar-benar dipengaruhi oleh seniman Afrika-Amerika.
Seringkali artis kulit putih mengakui bentuk dan inovasi budaya etnis oleh orang
Asia-Amerika, Afrika Amerika, Hispanis, dan Amerika Asli.
Sejak gerakan hak-hak sipil tahun 1960-an, para pendidik sedang mencoba,
dengan berbagai cara, mengintegrasikan kurikulum sekolah secara lebih baik dengan
materi etnis dan berupaya mengubah kurikulum berpusat Eropah (aliran utama). Hal
ini dibuktikan dengan sulitnya merumuskan tujuan sekolah karena adanya berbagai
pertimbangan yang kompleks. Ideologi Kaum Asimilasi yang kuat yang dianut oleh
sebagian besar pendidik AS adalah satu alasan utama. Ideologi asimilasionis
membuat pendidiknya sulit berpikir beda tentang bagaimana masyarakat dan budaya
AS berkembang dan memperoleh komitmen untuk membuat kurikulum
multikultural. Individu yang memiliki ideologi asimilasionis yang kuat berpandangan
bahwa peristiwa dan perkembangan paling penting di masyarakat AS dihubungkan
dengan warisan negara Inggris dan bahwa kontribusi kelompok etnis dan budaya
yang lain tidak begitu penting.
Jika pendidik mempelajari ideologi dan konsepsi multikultural tentang budaya
Amerika Serikat secara benar, maka mereka mampu memandang arti pentingnya
pengalaman dan kontribusi dari berbagai kelompok budaya, etnis, dan religi bagi
perkembangan Amerika Serikat.
Perlawanan ideologis (ideological resistance) merupakan faktor utama yang
memperlambat dan masih lambatnya perkembangan multikultural, namun faktor lain
juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Perlawanan politis
terhadap kurikulum multikultural sangat berkaitan dengan perlawanan ideologis.
Beberapa orang yang menentang kurikulum multikultural meyakini bahwa
pengetahuan adalah kekuatan dan bahwa perspektif multikultural masyarakat AS
menantang struktur kekuatan yang ada. Jadi mereka berpandangan bahwa
kemunculan kurikulum multikultural bisa dianggap sebagai kekuatan baru yang
membahayakan eksistensi dari kelompok yang menjadi aliran utama ini. Mereka
yakin bahwa kurikulum berpusat pada aliran utama yang dominan mendukung,
memperkuat, dan membenarkan struktur sosial, ekonomi dan politik yang ada.
Kurikulum berpusat pada aliran utama berusaha mempertahankan status quo.
Sedangkan perspektif dan sudut pandang multikultural akan membenarkan dan
mempromosikan perubahan sosial dan rekonstruksi sosial. Ada dua sisi yang
berhadapan yakni kelompok aliran utama ingin mempertahankan status quo seperti
sekarang ini dan kelompok multikultural yang ingin melakukan rekonstruksi sosial.
Pada tahun-tahun terakhir perdebatan hangat terjadi tentang seberapa jauh
kurikulum seharusnya berpusat Eropah dan Barat dan seberapa jauh seharusnya
menggambarkan perbedaan kultural, etnis dan rasial di Amerika Serikat. Paling tidak
2-16 Unit 2
digunakan jika sekolah mencoba mengintegrasikan materi etnis dan multikultural ke
dalam kurikulum aliran utama.
Ciri pendekatan kontribusi adalah dengan memasukkan pahlawan etnis dan
benda-benda budaya yang khas ke dalam kurikulum, yang dipilih dengan
menggunakan kriteria budaya aliaran utama. Jadi individu seperti Crispus Attucks,
Benjamin Bannaker, Sacajawea, Booker T. Washington, dan Cesar Chavez sebagai
pahlawan dari kelompok multikultural ditambahkan dalam kurikulum. Mereka
dibahas saat pahlawan Amerika aliran utama seperti Patrick Henry, George
Washington, Thomas Jefferson, dan John F. Kennedy dipelajari dalam kurikulum
inti. Elemen budaya yang khas seperti makanan, tari, musik dan benda kelompok
etnis dipelajari, namun hanya sedikitmemberi perhatian pada makna dan pentingnya
budaya khas itu bagi komunitas etnis.
Karakteristik penting dari pendekatan kontribusi adalah bahwa kurikulum
aliran utama tetap tidak berubah dalam struktur dasar, tujuan, dan karakteristik.
Persyaratan implementasi pendekatan ini adalah minimal yang hanya mencakup
pengetahuan dasar mengenai masyarakat AS dan pengetahuan tentang pahlawan
etnis dan peranan dan kontribusinya terhadap masyarakat dan budaya AS.
Individu yang menentang ideologi, nilai dan konsepsi masyarakat yang
dominan dan yang mendukung reformasi sosial, politik, dan ekonomi radikal jarang
dimasukkan dalam pendekatan kontribusi. Jadi Booker T. Washington lebih mungkin
dipilih untuk studi dibandingkan dengan W.E.B Du Bois, dan Sacajawea lebih
mungkin dipilih daripada Geronimo. Kriteria yang dugunakan untuk memilih
pahlawan etnis untuk dipelajari dan penentuan keberhasilan perjuangannya berasal
dari masyarakat aliran utama dan bukan dari komunitas etnis. Akibatnya,
pemakaian pendekatan kontribusi biasanya menghasilkan studi tentang pahlawan
etnis yang hanya menggambarkan satu perspektif penting dalam komunitas etnis.
Dalam pendekatan kontribusi, individu yang lebih radikal dan kurang konformis
yang hanya menjadi pahlawan bagi komunitas etnis cenderung untuk diabaikan
dalam buku teks, materi pembelajaran dan aktivitas yang dipakai.
Pendekatan kepahlawanan dan hari libur adalah varian dari pendekatan
kontribusi. Dalam pendekatan ini, materi etnis terutama terbatas pada hari, minggu
dan bulan spesial yang berhubungan dengan peristiwa dan peringatan etnis. Cinco de
Mayo, HUT Martin Luther King, dan Minggu Sejarah Afrika Amerika merupakan
contoh hari dan minggu etnis yang diperingati di sekolah. Selama perayaan ini,
pengajar melibatkan siswa dalam pelajaran, pengalaman, dan pawai sejarah yang
berkaitan dengan kelompok etnis yang sedang diperingati. Ketika pendekatan ini
digunakan, kelas mempelajari sedikit atau tidak sama sekali tentang kelompok etnis
sebelum atau sesudah peristiwa atau kesempatan khusus itu.
Pendekatan kontribusi memberi kesempatan pada guru untuk mengintegrasikan
materi etnis ke dalam kurikulum secara cepat dengan memberi pengenalan tentang
kontribusi etnis terhadap masyarakat dan budaya AS. Pengajar yang komit untuk
mengintegrasikan materi etnis ke dalam kurikulum hanya memiliki sedikit
pengetahuan tentang kelompok etnis dan hanya sedikit merevisi kurikulum.
Akibatnya, mereka menggunakan pendekatan kontribusi saat mengajarkan tentang
2-18 Unit 2
siswa tidak terbantu untuk memandangnya sebagai keseluruhan yang lengkap dan
dinamis. Pendekatan kontribusi juga cenderung berfokus pada gaya kelompok etnis
daripada struktur lembaga seperti rasisme dan diskriminasi, yang secara kuat
mempengaruhi kesempatan hidup mereka dan tetap membuatnya lemah dan
terpinggirkan.
Pendekatan kontribusi terhadap integrasi materi dapat memberi siswa dengan
pengalaman sesaat yang dapat diingat dengan pahlawan etnis, namun seringkali
gagal untuk membantunya memahami peran dan pengaruh pahlawan itu dalam
konteks keseluruhan dari sejarah dan masyarakat Amerika. Jika pahlawan etnis
dipelajari terpisah dan menjadi bagian dari konteks sosial dan politis di mana mereka
hidup dan bekerja, siswa hanya memperoleh pemahaman parsial tentang peranan dan
signifikannya dalam masyarakat. Jika Martin Luther King, Jr. dipelajari di luar
konteks sosial dan politik rasisme pelembagaan di AS Selatan pada tahun 1940 dan
1950 an, dan tanpa perhatian yang lebih tajam dari rasisme pelembagaan di Utara
selama periode ini, signifikansi utuhnya sebagai pembaharu sosial tidak ternyatakan
ataupun dimengerti oleh siswa.
2-20 Unit 2
ditambahkan pada kurikukulum inti aliran utama tanpa mengubah asumsi dasar, sifat,
dan strukturnya. Dalam pendekatan transformasi ada perubahan dalam tujuan,
struktur, dan perspektif fundamental dari kurikulum.
Pendekatan transformasi (tahap 3) mengubah asumsi dasar kurikulum dan
menumbuhkan kompetensi siswa dalam melihat konsep, isu, tema dan problem dari
beberapa perspektif dan sudut pandang etnis. Perspektif berpusat pada aliran utama
adalah hanya satu di antara beberapa perspektif darimana isu, masalah, konsep, dan
isu dipandang. Tidak mungkin dan tidak inginlah untuk melihat setiap isu, konsep,
peristiwa atau masalah dari sudut pandang setiap kelompok etnis AS. Lebih dari itu,
tujuan seharusnya memungkinkan siswa untuk melihat konsep dan isu lebih dari satu
perspektif dan melihat peristiwa, isu, atau konsep yang sedang dipelajari dari sudut
pandang kelompok etnis, budaya dan ras partisipan yang paling aktif, atau
berpengaruh paling meyakinkan (Banks, 1993: 203).
Isu kurikulum esensial yang terdapat dalam reformasi kurikulum multikultural
bukan penambahan dari daftar panjang dari kelompok, pahlawan, atau kontribusi
etnis namun pemasukan berbagai perspektif, kerangka pikir, dan materi dari berbagai
kelompok yang akan memperluas pemahaman siswa akan sifat, perkembangan, dan
kompleksitas masyarakat AS. Jika siswa sedang mempelajari revolusi dari koloni
Inggris, perspektif dari revolusi Anglo, loyalis Anglo, Afrika Amerika, India, dan
Inggris adalah esensial bagi mereka untuk memperoleh suatu pemahaman utuh
tentang peristiwa yang signifikan dalam sejarah Amerika. Siswa harus mempelajari
revolusi dari berbagai kelompok yang berbeda ini untuk dipahami secara utuh.
Dalam seni bahasa, jika siswa sedang mempelajari sifat bahasa Inggris
Amerika, mereka seharusnya dibantu untuk memahami perbedaan bahasa dan
kekayaan linguistik di Amerika Serikat dan hal-hal dari berbagai kelompok regional,
kultural, dan etnis mempengaruhi perkembangan bahasa Inggris AS. Siswa
seharusnya juga mengkaji bagaimana penggunaan bahasa normatif berbeda dalam
konteks sosial, wilayah dan situasi. Pemakaian bahasa Inggris orang kulit hitam
sesuai untuk konteks sosial dan kultural tertentu dan tidak cocok untuk yang lain. Ini
juga benar bagi bahasa Inggris AS baku. AS kaya bahasa dan dialek. Negara ini
memiliki lebih dari 20 juta warga Hispanis. Spanyol adalah bahasa pertama sebagian
besar dari mereka. Sebagian besar dari sekitar 30 juta bangsa Afrika Amerika
berbicara baik dengan bahasa Inggris baku maupun bahasa Inggris kulit hitam.
Perbedaan bahasa yang kaya di Amerika Serikat mencakup lebih dari dua puluh lima
bahasa Eropah, Asia, Afrika, dan bahasa Timur Tengah, serta bahasa Indian
Amerika. Sejak tahun 1970-an, bahasa dari Indo China, digunakan berbicara oleh
kelompok seperti orang Hmong, Vietnam, Laos, dan Kamboja, lebih memperkaya
perbedaan bahasa di Amerika Serikat.
Jika mempelajari musik, tari, dan sastra, guru seharusnya memperkenalkan
siswa dengan bentuk-bentuk seni di antara etnis AS yang amat berpengaruh dan
memperkaya tradisi seni dan sastra negara ini. Hal-hal yang berkaitan dengan
musikus Afrika Amerika seperti Bessie Smith, W.C. Handy, dan Leontyne Price
yang telah mempengaruhi sifat dan perkembangan musik AS seharusnya dikaji saat
mempelajari perkembangan musik AS. Orang Afrika Amerika dan Puerto Rico
2-22 Unit 2
yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial sehingga
kelompok-kelompok ras dan etnis yang terabaikan dan menjadi korban ini dapat
menjadi berpartisipan penuh dalam masyarakat AS dan negara akan lebih dekat
dalam mencapai ide demokrasi. Untuk berpartisipasi secara efektif dalam perubahan
sosial yang demokratis, siswa harus diajar kritik sosial dan harus dibantu untuk
memahami inkonsistensi antara ideal dan realitas sosial, kegiatan yang harus
dilakukan untuk mendekatkan jurang pemisah ini, dan bagaimana siswa, sebagai
individu dan kelompok, dapat mempengaruhi sistem politik dan sosial pada
masyarakat AS. Dalam pendekatan ini, pengajar adalah agen perubahan sosial
(agents of social change) yang meningkatkan nilai-nilai demokratis dan kekuatan
siswa.
Empat pendekatan untuk integrasi materi multikultural ke dalam kurikulum
sering dipadukan dalam situasi pengajaran aktual. Satu pendekatan, seperti
pendekatan kontribusi, dapat dipakai sebagai wahana untuk bergerak ke yang lain,
yang lebih menantang secara intelektual seperti pendekatan transformasi dan
pendekatan aksi sosial. Tidak realistis untuk mengharapkan guru berpindah secara
langsung dari kurikulum yang amat berpusat pada aliran utama ke pendekatan yang
berfokus pada pembuatan keputusan dan aksi sosial. Pergerakan dari tahap awal ke
tahap lebih tinggi dalam mengintegrasikan materi multikultural dapat terjadi secara
bertahap dan kumulatif. Tahap-tahap perkembangannya akan dibahas dalam unit 6.
Guru yang memiliki kurikulum yang berpusat pada aliran utama mungkin
memakai peringatan ulang tahun Martin Luther King sebagai kesempatan untuk
mengintegrasikan kurikulum dengan materi etnis, di samping memikirkan secara
serius tentang bagaimana materi tentang orang Afrika Amerika dan kelompok etnis
yang lain dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum secara berangsur-angsur.
Latihan
Sampai di sini dulu pembahasan mengenai Pendekatan terhadap Kurikulum
Pendidikan Multikultural. Sebelum dilanjutkan pada Unit 3 mengenai Karakteristik
Pendidikan Multikultural di Beberapa Negara maka untuk lebih memantapkan
pemahaman dan daya analisis Anda terhadap Pendekatam terhadap Kurikulum
Pendidikan Multikultural dalam memasukkan materi ke dalam kurikulum, terlebih
dahulu silakan Anda mengerjakan beberapa latihan berikut ini.
1) Apa yang anda ketahui tentang budaya WASP?
2) Sebutkan dampak negatif kurikulum yang berpusat pada aliran utama
terhadap kelompok lain?
3) Sebutkan empat tahap integrasi materi multikultural ke dalam kurikulum?
4) Jelaskan tujuan utama dari pendekatan aksi sosial?
Rangkuman
Kurikulum yang berpusat pada aliran utama ternyata berdampak negatif bagi siswa
yang dominan dan siswa kulit berwarna. Kurikulum justru memperkuat perasaan
keliru tentang superioritas dari siswa aliran utama dan gagal merefleksikan,
memvalidasi, dan memperingati budaya siswa kulit berwarna. Beberapa faktor
memperlambat pelembagaan kurikulum multikultural di sekolah. Faktor tersebut
fmeliputi penolakan ideologis, kurangnya pengetahuan guru tentang kelompok etnis,
dan terlalu beratnya guru bertumpu pada buku teks.
Empat pendekatan untuk integrasi materi etnis ke dalam kurikulum dapat
diidentifikasi pada subunit ini. Pada pendekatan kontribusi, pahlawan, komponen
2-24 Unit 2
budaya, hari libur dan elemen yang lain yang berhubungan dengan kelompok etnis
ditambahkan pada kurikulum tanpa mengubah strukturnya. Pendekatan aditif terdiri
dari penambahan materi, konsep, tema, dan perspektif ke dalam kurikulum, dengan
strukturnya yang tetap tidak berubah. Dalam pendekatan transformasi, struktur,
tujuan, dan sifat kurikulum diubah untuk memungkinkan siswa melihat konsep, isu
dan problem dari perspektif etnis yang berbeda. Pendekatan tindakan sosial
mencakup semua elemen pendekatan transformasi, ditambah elemen yang
memungkinkan siswa mengidentifikasi isu sosial yang penting, mengumpulkan data
yang terkait, mengklarifikasi nilai-nilainya, membuat keputusan reflektif, dan
mengambil tindakan untuk mengimplementasikan keputusan mereka. Pendekatan ini
berupaya menjadikan siswa agen perubahan yang reflektif dan kritik sosial.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi yang telah
dipelajari, silakan Anda kerjakan tes formatif berikut.
Tes Formatif 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
1) Sebagian besar kurikulum, buku teks, dan materi pelajaran di Amerika Serikat
saat ini lebih berfokus pada:
a. White Anglo Saxon Protestan
b. Hispanis
c. kelompok orang Afrika Amerika
d. Indian Amerika.
2) Faktor utama yang memperlambat dan masih lambatnya perkembangan
multikultural adalah:
a. Tantangan ekonomi yang dihadapi kelompok minoritas.
b.Perlawanan politis-ideologis yang memandang multikultural sebagai
rekonstruksi sosial.
c. Struktur sosial yang beraneka ragam sehingga sulit berkonsolidasi.
d.Budaya daerah yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan.
3) Kurikulum yang mendukung, memperkuat, dan membenarkan struktur sosial,
ekonomi dan politik yang ada adalah:
a. kurikulum multikultural
b. kurikulum yang berpusat pada aliran utama
c. kurikulum Afrosentris
d. kurikulum berpusat pada Native Americans.
2-26 Unit 2
d.mencakup perubahan struktur, tujuan dan karakteristik kurikulum namun
menambahkan komponen yang mempersyaratkan siswa membuat keputusan
dan melakukan aksi yang berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang
dipelajari dalam unit.
8) Sudah adanya perubahan dalam tujuan, struktur, dan perspektif fundamental dari
kurikulum menjadi ciri khas dari pendekatan :
a. pendekatan kontribusi (the contributions approach)
b.Pendekatan Aditif (Additive Approach)
c. Pendekatan Transformasi (The transformation approach)
d.Pendekatan Aksi Sosial (the Social Action Approach)
9) Pandangan yang menganggap remeh budaya etnis kelompok minoritas, adanya
studi mengenai karakteristik ’aneh’ dan eksotis kelompok multikultur, penguatan
stereotipe dan salah konsep merupakan dampak negatif dari :
a. pendekatan kontribusi (the contributions approach)
b. Pendekatan Aditif (Additive Approach)
c. Pendekatan Transformasi (The transformation approach)
d. Pendekatan Aksi Sosial (the Social Action Approach)
10) Membantu siswa memperoleh pengetahuan, nilai, dan ketrampilan yang mereka
butuhkan untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial sehingga kelompok-
kelompok ras dan etnis yang terabaikan ini dapat berpartisipan penuh dalam
masyarakat AS dan negara akan lebih dekat dalam mencapai ide demokrasi
menjadi tujuan utama dari :
a. pendekatan kontribusi (the contributions approach)
b. Pendekatan Aditif (Additive Approach)
c. Pendekatan Transformasi (The transformation approach)
d. Pendekatan Aksi Sosial (the Social Action Approach)
2-28 Unit 2
Kunci Jawaban
2-30 Unit 2
Daftar Pustaka
Sleeter, C., & Grant, C. (1993). Making choices for multicultural education: Five
approaches to race, class, and gender (2nd ed.). New York: Macmillan.
Kalen, H. http://en.allexperts.com/e/h/ho/horace_kallen.htm
http://www.cwrl.utexas.edu/~daniel/hyperwritingrguments/moskal/ thesolu.html
http://www.start-at-zero.com/papers/multiculturalism/theories.htm
http://www.talkaboutculture.com/
http://pagead2.googlesyndication.com/
http://www.funderstanding.com/theories.html
Sutarno
Pendahuluan
Saudara, pada saat ini semua negara di dunia terdiri dari multikultural. Anda
lihat dalam kenyataan ada banyak latar belakang kultural yang berbeda di dalam
segenap kehidupan masyarakat lokal, nasional, dan internasional. Dalam dunia
olahraga, kita melihat para pemain sepakbola dalam tim nasional Italia, Perancis,
Belanda, Inggris, Jerman yang terdiri dari multikultural. Begitu juga dalam bidang
yang lain.
Untuk mencapai tujuan di atas, topik-topik yang dibahas dalam Unit 2 ini
terdiri dari tiga subunit, yaitu:
1) Karakteristik Pendidikan Multikultural di berbagai negara
2) Karakteristik Indonesia sebagai masyarakat multikultur
3) Wawasan multikultural: Budaya lokal, nasional dan universal.
Agar dapat memahami karakteristik Pendidikan Multikultural di beberapa
negara secara mendalam, Anda harus membaca secara cermat, serta menganalisis
3-2 Unit 3
Subunit 1
Karakteristik Pendidikan Multikultural di Berbagai
Negara
Sejak Perang Dunia II, beberapa kelompok imigran telah tinggal di Inggris dan
di negara Eropah daratan seperti Perancis, Belanda, Jerman, Swedia, dan Swiss.
Beberapa imigran ini seperti orang Asia, dan India Barat dan Afrika Utara dan
Indocina di Perancis telah berdatangan dari daerah koloni sebelumnya. Beberapa
imigran Eropah Selatan dan Timur telah tinggal di negara-negara Eropah Barat dan
Utara dalam usaha menaikkan taraf hidup, menghindari perang, persoalan politik
atau sebab yang lain. Kelompok seperti orang Italia, Yunani, dan Turki telah
bermigrasi ke negara di Eropah Utara dan Barat dalam jumlah besar. Populasi etnis
dan imigran telah meningkat secara signifikan di Australia dan Kanada sejak PD II.
Sebagian besar kelompok imigran dan etnis di Eropah, Australia, dan Kanada
menghadapi masalah yang sama dengan yang dialami oleh kelompok etnis di AS.
Kelompok seperti orang Jamaika di Inggris, orang Algeria di Perancis, dan Suku
Aborigin di Australia.Berikut ini akan diuraikan karakteristik Pendidikan
Multikultural dari beberapa negara untuk menunjukkan bahwa persoalan
multikultural setiap negara itu ada yang bersifat unik dan perlu penanganan yang
unik pula, di samping hal-hal umum yang berlaku pada semua negara.
Tujuan pendidikannya adalah proses Amerikanisasi. Di samping itu ada sekolah yang
di dalamnya terdapat imigran berbahasa Spanyol (Mexico, Puerto Rico, Kuba) yang
disebut Hispanis.
Sebelum membicarakan kelompok etnis yang ada di Amerika, perlu terlebih
dahulu dijelaskan pengertian kelompok etnis. Suatu kelompok etnis atau etnisitas
adalah populasi manusia yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang
lain, biasanya berdasarkan keturunan (Smith, 1987). Pengakuan sebagai kelompok
etnis oleh orang lain seringkali merupakan faktor yang berkontribusi untuk
mengembangkan ikatan identifikasi ini. Kelompok etnis seringkali disatukan oleh
ciri budaya, perilaku, bahasa, ritual, atau agama.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh tentang kelompok etnis di
Amerika Serikat berikut ini akan disajikan masing-masing kelompok etnis yang
hidup di Amerika Serikat.
3-4 Unit 3
2. Orang Amerika Keturunan Penduduk Asli Amerika (Native Americans)
Native Americans adalah penduduk asli Amerika yang kini populasinya
diperkirakan setengah juta orang. Bangsa India ini disebut penduduk asli karena telah
ada di benua Amerika sebelum terjadi gelombang migrasi dari kelompok etnik dari
Eropah, Afrika, maupun Asia selama lima ratus tahun. Sejarah mencatat bahwa
hampir semua migran memperlakukan mereka secara tidak adil. Baru tahun 1924,
terjadi perubahan hubungan antara white dan black Americans dengan native
Americans.
3-6 Unit 3
Gambar 3.5. Persebaran penduduk kelompok Hispanis di Amerika berdasar sensus tahun 2000.
3-8 Unit 3
Pendidikan Multikultural berkembang sejalan dengan banyaknya kaum imigran
yang memasuki Inggris, namun masih terdapat perlakuan yang diskriminatif
sehingga memunculkan berbagai gerakan yang berlatar belakang budaya. Gerakan
ini merupakan gerakan politik yang didukung pandangan liberal, demokrasi dan
gerakan kesetaraan manusia. Hal ini tidak lepas dari pemikiran kelompok progresif
di Universitas Birmingham yang melahirkan studi budaya (cultural studies) pada
tahun 1964 yang mengetengahkan pemikiran progresif kaum terpinggirkan yang
didukung oleh Kaum Buruh (Labor party). Pendidikan Multikultural terjadi karena
dorongan dari bawah, yaitu kelompok liberal (orang putih) bersama dengan
kelompok kulit berwarna.. Hal ini diperkuat oleh politik imigrasi melalui undang-
undang Commonwealth Immigrant Act tahun 1962 yang mengubah status kelompok
kulit berwarna dari kelompok imigran menjadi “shelter” (penghuni tetap).
Pada tahun 1968 didirikan Select Community on Race Relations and
Immigration (SCRRI) yang bertugas meninjau kebijakan imigrasi. Kesempatan ini
digunakan oleh kaum imigran terutama dari Hindia Barat dan Asia untuk
mengetengahkan permasalahannya. Pada tahun 1973 laporan SCRRI berkontribusi
terhadap pendidikan kolompok imigran :
- bahasa Inggris sebagai bahasa kedua
- penggantian istilah imigran dengan masyarakat multirasial (multiracal society)
- menuntut pendidikan yang lebih baik
- meminta untuk memenuhi tuntutan National Union of Teachers (NUT) akan
adanya pendidikan yang dibutuhkan oleh masyarakat multi rasial.
- Merumuskan bahwa pengertian seperti integrasi, asimilasi, pluralisme dapat
digunakan untuk menggambarkan hal yang sama. (Tilaar, 2004).
Pada tahun 1981 terjadi perubahan yang signifikan dengan terbitnya British
Nationality Act yang menghendaki agar Pendidikan Multikultural bukan hanya
terlihat di bidang pendidikan namun juga forum-forum pendidikan masyarakat
seperti jaringan televise BBC.
Pada tahun 1988 diundangkan Education Reform Act (ERA) yang mengandung
dua arti, yaitu paham neoliberalisme yang percaya pada kekuatan pasar, dan
neokonservatisme yang memberi kekuatan besar pada kontrol pusat. Paham
neoliberalisme memberi kekuasaan yang lebih besar pada masing-masing sekolah
untuk mengurus dirinya sendiri demikian juga kepada pemerintah lokal. Pandangan
neokonservatisme mempertahankan kurikulum yang terpusat dan mempertahankan
pendidikan agama yang bersifat Kristiani. Namun pelaksanaan kebijakan ini
memungkinkan terjadinya diskriminasi. Penyerahan pendidikan pada kekuatan pasar
berarti memperkecil kesempatan bagi kelompok kulit berwarna untuk mendapat
pendidikan yang layak. Kelompok kulit berwarna tidak kompetitif dengan budaya
dominan yang menguasai sumber pendidikan. Demikian juga dalam penulisan
sejarah Inggris raya yang kurang menguntungkan kelompok minoritas.
3-10 Unit 3
Kebijakan ini diterima dengan baik oleh kelompok imigran, terutama imigran
Ukraina dan Jerman.
Sejak 1993, beberapa dewan pendidikan seperti Vancouver School Board
melaksanakan penataran guru-guru untuk Pendidikan Multikultural, mendirikan
komite penasehat untuk hubungan rasial, serta melembagakan hubungan rasial di
distrik sekolah.
Secara terinci Magsino (1985) mengidentifikasi 6 jenis model Pendidikan
Multikultural:
1.Pendidikan “emergent society”. Model ini merupakan suatu upaya rekonstruksi
dari keanekaan budaya yang diarahkan kepada terbentuknya budaya nasional.
2.Pendidikan kelompok budaya yang berbeda. Model ini merupakan suatu
pendidikan khusus pada anak dari kelompok budaya yang berbeda. Tujuannya
adalah memberikan kesempatan yang sama dengan mengurangi perbedaan
antara sekolah dan keluarga, atau antara kebudayaan yang dikenalnya di rumah
dengan kebudayaan di sekolah. Model ini bertujuan membantu anak untuk
menguasai bahasa resmi serta norma dominan dalam masyarakat.
3.Pendidikan untuk memperdalam saling pengertian budaya. Model ini bertujuan
untuk memupuk sikap menerima dan apresiasi terhadap kebudayaan kelompok
yang berbeda. Model ini merupakan pendekatan liberal pluralis yang melihat
perbedaan budaya sebagai hal yang berharga dalam masyarakat. Di dalam
kaitan ini Pendidikan Multikultural diarahkan kepada memperkuat keadilan
sosial dengan menentang berbagai jenis diskriminasi dan etnosentrisme.
4.Pendidikan akomodasi kebudayaan. Tujuan model ini adalah mempertegas
adanya kesamaan dari kelompok yang bermacam-macam. Mengakui adanya
partikularisme dengan tetap mempertahankan kurikulum dominan.
5.Pendidikan “accomodation and reservation” yang berusaha untuk memelihara
nilai-nilai kebudayaan dan identitas kelompok yang terancam kepunahan.
6.Pendidikan Multikultural yang bertujuan untuk adaptasi serta pendidikan untuk
memelihara kompetensi bikultural. Model ini mengatasi pendekatan kelompok
spesifik, identifikasi dan mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi
secara cross-cultural dengan mendapatkan pengetahuan tentang bahasa atau
kebudayaan yang lain. (Tilaar, 2004).
Pengalaman di Kanada menunjukkan bahwa isi budaya (cultural content) di
dalam kurikulum sekolah menempati urutan kedua, sedangkan yang utama adalah
bagaimana mencapai kemajuan akademis. Pendidikan Multikultural di Kanada
tergantung di mana pendidikan multietnis itu berada di dalam kerangka struktur
ekonomi, politik, dan sosial masyarakatnya.
Australia tidak dapat menahan masuknya orang Asia sehingga dia tidak dapat
menutup ekonominya bagi bangsa-bangsa Asia dan Pasifik, karena karena imigran
dari kedua benua itu masuk dengan jumlah dan waktu yang sangat cepat. Akibatnya,
Australia mengubah kebijakannya dari White Australia Policy ke multicultural
policy. Dampak dari perubahan kebijakan itu membuat orang Aborigin
meningkatkan kepercayaan dirinya.
3-12 Unit 3
kebhinekaan selama tidak mengganggu atau mengubah gaya hidup masyarakat
Anglo Saxon tersebut.
Latihan
3-14 Unit 3
c. Kebijakan politik Kanda berbeda dengan negara tetangganya Amerika Serikat
karena perbedaan sejarah dan komposisi penduduknya.
d. Karena banyaknya imigran dari Asia dan Pasifik di Australia, maka Australia
mengubah kebijakan politiknya dari White Australia policy ke multikultural
policy.
Rangkuman
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi yang telah dipelajari,
silakan Anda kerjakan tes formatif berikut.
Tes Formatif 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
1) Yang dipandang memajukan Amerika karena pengetahuan dan ketrampilan
adalah kelompok :
a. Native Americans.
b. Hispanic American
c. White Anglo Saxon Protestan.
d. Asian Americans.
3-16 Unit 3
4) Pendidikan Multikultural di Kanada lebih dicirikan dengan :
a. komposisi penduduk
b. adanya kelompok yang dominan
c. rendahnya pendapatan ekonomi imigran
d. adanya kurikulum yang terpusat.
8) Adanya bantuan dana dan masuknya Asian Studies Program yang berisi bahasa
Asia dan kebudayaannya, termasuk pencantuman pelajaran Bahasa Indonesia di
dalam kurikulum sekolah dasar, merupakan ciri dari fase :
a. Pertama politik pasif ke arah asimilasi aktif (1945-1972), kurikulum terpusat
dan pendidikan untuk kaum imigran bersifat pasif.
b.Kedua, dari pendidikan imigran ke Pendidikan Multikultural (1972-1986).
Semua propinsi di Australia telah mengadopsi kebijakan Pendidikan
Multikultural.
c. Ketiga, imperatif ekonomi dalam Pendidikan Multikultural (1986-1993).
9) Pada tahun 1988 diundangkan Education Reform Act (ERA) yang mengandung
dua arti, yaitu paham neoliberalisme yang percaya pada kekuatan pasar, dan
neokonservatisme yang memberi kekuatan besar pada kontrol pusat. Ciri paham
neoliberalisme adalah :
a. memberi kekuasaan yang lebih besar pada masing-masing sekolah untuk
mengurus dirinya sendiri demikian juga kepada pemerintah lokal.
b.mempertahankan kurikulum yang terpusat dan mempertahankan pendidikan
agama yang bersifat Kristiani.
c. Memberi kekuatan yang besar pada kontrol pusat.
d.memperkecil kesempatan bagi kelompok kulit berwarna untuk mendapat
pendidikan yang layak.
Rumus:
Jumlah Jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = ------------------------------------ X 100 %.
10
3-18 Unit 3
Subunit 2
Karakteristik Indonesia Sebagai Masyarakat
Multikultur
Karakteristik Indonesia
3-20 Unit 3
dan lebih disukai di negara lain. Karena tenaga kerja Indonesia memiliki budaya
yang santun dan sabar dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain. Namun
karena kemampuannya rendah maka tenaga kerja Indonesia itu hanya berada
pada sektor-sektor yang tidak begitu menguntungkan dari segi upah. Sebagian
besar tenaga kerja Indonesia, khususnya wanita banyak yang bekerja sebagai
pembantu rumah tangga. Persebaran penduduk yang tidak merata.
2. Wilayah yang luas. Indonesia memiliki wilayah seluas 1.922.570 km persegi
yang menduduki urutan 15 terbesar dunia.
3. Posisi silang. Indonesia terletak di antara dua Samudra (Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia) karena posisi silang ini,
maka Indonesia menjadi tempat pertemuan berbagai budaya dunia. Sehingga hal
ini memunculkan varian dari budaya dari berbagai negara. Sejarah membuktikan
4. Kekayaan alam dan daerah tropis. Karena pada daerah tropis yang hanya
mengenal dua musim (penghujan dan kemarau) maka mungkin saja membuat
masyarakat Indonesia ini memiliki budaya yang santai dan kurang berwawasan
ke depan. Ada pepatah budaya Jawa yang mengatakan “ono dino ono upo” (ada
hari ada nasi artinya tiada hari yang membuat kita tidak bisa makan). Indonesia
memiliki kekayaan yang melimpah namun kekayaan ini masih merupakan
kekayaan yang potensial, belum bersifat efektif. Sehingga Indonesia menduduki
kelompok negara yang miskin dari segi pendapat perkapita pertahun warganya.
Sungguh ironis, negaranya memiliki kekayaan besar namun warga
masyarakatnya miskin. Hal ini karena pengetahuan dan ketrampilannya masih
rendah.
5. Jumlah pulau yang banyak. Amerika Serikat memang memiliki wilayah yang
luas, namun lebih berujud benua (kontinen), sedangkan pulau Indonesia itu
berjumlah lebih dari 17.000 pulau. Jumlah yang banyak ini tentunya
membutuhkan perjuangan pelayanan yang ekstra keras dari pemerintah untuk
dapat melayani seluruh masyarakat Indonesia.
6. Persebaran pulau. Persebaran pulau yang ”terhalang” oleh air laut ini
menimbulkan kendala tersendiri dalam peningkatan taraf hidup maupun
pembinaan pendidikan. Bahkan warga masyarakat dari Talaud (Sulawesi) harus
membutuhkan waktu selama dua minggu hingga satu bulan perjalanan untuk
mengurus surat nikah. Jadi ada kendala geografis yang membuat masyarakat di
berbagai tempat di Indonesia ini kurang bisa mengatasi ketertinggalan dari
daerah lain yang lebih maju.
7. Kualitas hidup yang tidak seimbang. Kesenjangan sosial ekonomi bukan saja
antar daerah namun antar masyarakat dalam wilayah yang sama. Kondisi ini
dapat menimbulkan kecemburuan sosial bagi kelompok yang tersisih dan tinggal
di daerah-daerah kumuh dan kantong-kantong kemiskinan. Sehingga kondisi ini
sering membuat mereka mudah tersulut dengan perkelahian, pertikaian dan
bentrokan.
8. Perbedaan dan kekayaan etnis. Adanya perbedaan ini dapat memperkaya budaya
antar daerah dan dapat menjadi mosaik yang indah. Namun perlu diwaspadai
bahwa perbedaan ini dapat dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung
jawab untuk melakukan politik adu domba yang sudah terlalu sering kita alami
selama sejarah panjang bangsa ini.
Sebagai bangsa yang akan budaya, maka berikut ini akan dibahas etnis sebagai
identitas sosial dan budaya. Dalam tulisan ini akan dibahas tiga contoh saja dan
tentunya masih sangat banyak yang dapat disajikan. Tiga contoh itu adalah tentang
Cina, Jawa dan Bali. Mengapa ? Karena sekalipun jumlah orang Cina itu Cuma
sedikit, tetapi budaya Cina ini termasuk budaya global yang hidup di Indonesia dan
secara ekonomi kelompok ini menguasai perekonomian Indonesia. Dengan
mempelajari budaya Cina itu kita mengetahui cara berpikir dan berperilaku
kelompok ini sehingga bisa mengikuti pola budaya mereka dalam pergaulan sosial
dan pergaulan ekonomi. Mengapa Jawa yang dipelajari ? Karena mayoritas
penduduk Indonesia banyak berasal dari Jawa dan tinggal di Jawa. Mengapa Bali
yang dikaji? Karena Bali merupakan salah satu tempat paling eksotis di dunia yang
hampir semua negara dan bangsa di dunia mengenal nama Bali. Jadi sewajarnyalah
kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki Bali mengenal lebih dekat dan lebih
dalam dari yang lain. Selain itu nanti akan selayang pandang dibeberkan beberapa
budaya lain dari daerah lain.
Budaya Cina berkaitan erat dengan pandangan hidup orang Cina yang
mengutamakan - nilai kemakmuran dan kelimpahan harta,
- kedamaian dan ketenteraman,
- kesehatan dan
- umur panjang.
Budaya Cina tidak lepas dari kepercayaan orang Cina tentang Feng Shui
sebagai seni hidup dalam keharmonisan dengan alam sehingga seseorang
3-22 Unit 3
mendapatkan paling banyak keuntungan, ketenangan, dan kemakmuran dari
keseimbangan yang sempurna dengan alam. Diyakini Feng Shui menjanjikan
kehidupan yang berlimpah bagi mereka yang mengikuti prinsip dan aturannya
ketika membangun rumah, merancang kota, tempat kerja dan mengubur keluarga
yang meninggal. Feng shui ini telah dipraktekkan sejak dinasti Tang. Ahli seni
ini yang paling kuno adalah Yang Yun Sang yang diakui sebagai Penemu Feng
Shui.
Mengapa kita mempelajari feng shui ? Karena feng shui dapat
memberikan sumbangan pada pemahaman kita tentang aspek filsafat Cina yang
dewasa ini populer di berbagai negara, dengan potensi untuk menjadi daya tarik
universal. Feng shui telah beranjak dari konsep identitas budaya nasional, Cina
menjadi konsep identitas budaya universal/global.
Konsep feng shui adalah kebijakan kuno yang menyarankan adanya
keseimbangan dan keselarasan dengan alam, seperti dengan gunuung dan sungai,
dengan angin dan airnya. Praktek feng shui Cina menyatukan faktor-faktor ini
dalam satu bentuk dasar yang menjanjikan terpenuhinya keempat pandangan
hidup orang Cina di atas. Bagi mereka, membangun rumah, tempat usaha bahkan
tempat tidur perlu memperhatikan keharmonisan dan kseimbangan. Menurut
Y.B. Datuk Seri Dr. Ling Liong Sik, Presiden Asosiasi Cina Malaysia (Lilian
Too, 2002: xiii) Feng shui merupakan komponen yang menguntungkan dari
kebudayaan Cina. Prinsip-prinsip Feng shui yang berorientasi pada lingkungan
ini menjadi dasar pemikiran Cina yang sampai sekarang masih kuat dipegang dan
bahkan sekarang makin berkembang ke luar budaya Cina.
Budaya Cina tidak lepas dari kepercayaan orang Cina tentang Feng Shui
sebagai seni hidup dalam keharmonisan dengan alam sehingga seseorang
mendapatkan paling banyak keuntungan, ketenangan, dan kemakmuran dari
keseimbangan yang sempurna dengan alam. Feng Shui adalah semua tindakan
untuk menangkap serta menciptakan Chi dan memasukkannya ke tempat tinggal
dan tempat kerja (Lilian Too, 1995: 3 Diyakini Feng Shui menjanjikan kehidupan
yang berlimpah bagi mereka yang mengikuti prinsip dan aturannya ketika
membangun rumah, merancang kota, tempat kerja dan mengubur keluarga yang
meninggal. Feng shui ini telah dipraktekkan sejak dinasti Tang. Ahli seni yang
paling kuno adalah Yang Yun Sang, penasehat istana Kaisar Hi Tsang, yang
diakui sebagai Penemu Feng Shui dan mulai dicatat pada 888 sebelum masehi
(Lilian Too, 2002: 2).
Secara harfiah, feng shui berarti angin dan air. Ide dasarnya adalah
penempatan posisi yang baik (rumah, tempat usaha, dan tempat tidur, bahkan
kuburan) akan memberi pengaruh yang menguntungkan bagi kesehatan,
kekayaan dan kebahagiaan. Secara filosofis, feng shui adalah angin yang tidak
dapat kamu mengerti dan air yang tidak dapat kamu genggam. Orang akan
melakukan berbagai upaya penyesuaian untuk mendapatkan keharmonisan yang
diinginkan agar pengaruh negatif dan nasib buruk tidak menimpa seseorang.
Faktor-faktor terpenting yang harus dipertimbangkan adalah bentuk bukit dan
lembah (bangunan gedung sekitar yang diumpamakan bukit dan lembah), arah
aliran air dan sungai (termasuk juga arah jalur jalan raya), akibat yang
ditimbulkan angin (feng) dan air (air), begitu juga bentuk dan tinggi bangunan.
3-24 Unit 3
AIR KAYU
LOGAM API
TANAH
AIR API
TANAH LOGAM
KAYU
AIR KAYU
LOGAM API
TANAH
3. I-Ching
I Ching adalah naskah kuno yang menjadi dasar peradaban, yang
menekankan hubungan antara nasib manusia dan alam, memberikan pandangan
mengenai Alam Semesta sebagai satu kesatuan yang senantiasa berada dalam
aliran konstan yaitu perubahan. I Ching adalah sumber pemikiran dan perilaku
semua orang Cina. Iching terdiri dari 64 heksagram, yang masing-masing berisi
kombinasi garis putus dan garis utuh yang mewakili tenaga kutub alam
semesta. Yang bersifat positif (garis utuh) dan Yin bersifat negatif (garis
putus).
3.10 Trigram
Masing-masing trigram menggambarkan arah, elemen, binatang dan lain-lain.
Trigram ini dikombinasikan untuk membentuk 64 heksagram. Makna
kombinasi menyusun sistem peramalan yang mendetail.
3-26 Unit 3
3.11 Heksagram
4. Tahun kelahiran
Orang Cina biasa menggunakan simbol binatang untuk menggambarkan sifat
dan tahun kelahiran seseorang. Ada 12 nama binatang yang digunakan untuk
menggamabarkan tahun kelahiran. Berikut ini adalah tabel tahun kelahiran dan
unsur yang dimiliki oleh oarng yang terlahir pada tahun tertentu.
3.12 Yin-Yang
Semua tradisi dan kepercayaan Cina didasarkan prinsip dualisme, yang
begitu luas dibahas dalam I Ching. Yin dan Yang adalah prinsip negatif dan
positif yang menguasai alam semesta dan kehidupannya. Yin dan yang
digambarkan dengan lambang seperti sebuah telur dengan warna hitam dan
putih yang terpisah. Yin dan Yang bersama-sama melambangkan keselarasan
YIN Gelap, pasif, wanita, bulan, dingin, lembut, ganjil, negatif, diam
YANG Terang, aktif, pria, matahari, panas, keras, genap, positif, gerak
6. Pa kua
Lambang berbentuk segi delapan yang menggambarkan empat titik mata
angin utama dan empat titik tambahan. Menurut mata angin Cina, titik selatan
diletakkan di bagian atas. Utara di bawah, timur di kiri dan Barat di kanan.
Lambang Pa Kua berasal dari Delapan Trigram I Ching yang diletakkan di
sekitar sisi lambang itu. Bentuk Pa Kua memainkan peranan penting dalam
praktek Feng shui karena merupakan salah satu pemecahan paling penting yang
digunakan para praktisi untuk melindungi diri dari pengaruh yang mengancam
rumah atau lokasi. (WongSeng Tian, 2004, Lilian Too, 1994)
3.13 Pa kua
7. Tahayul dan Simbolisme.
Feng shui berkaitan erat dengan kepercayaan akan takhayul dan lambang
yang menjadi karakter orang Cina. Di kalangan masyarakat Cina, ada beberapa
kepercayaan takhayul yang mengelilingi naga. Pada intinya, naga dipercayai
membawa kemakmuran dan kekayaan ketika naga itu sedang bersenang hati,
seperti ketika naga langit membawa kehidupan dengan menurunkan hujan
sehingga tanaman dapat tumbuh dan panen berhasil. Atau sebaliknya membawa
bencana dan kematian.
Mereka menggunakan benda-benda takhayul yang menyimbolkan
permohonan seperti patung katak yang menggigit uang logam yang diletakkan
di meja atau dekat kotak uang sebagai simbol permohonan rejeki yang
melimpah. Mereka menggunakan cermin dekat makanan atau dekat uang
3-28 Unit 3
supaya terlihat berlipat ganda sehingga diharapkan uang dan rejeki yang
bertambah. Mereka menggunakan mainan kucing yang melampai-lampaikan
tangan sebagai simbol menarik pembeli agar memasuki toko dan membeli
barangnya.
Hal lain yang menjadi ciri budaya orang Cina adalah penghormatan pada
leluhur, penghargaan yang lebih tinggi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan. Sehingga ada upacara pada hari Cing Bing untuk menghormati
leluhur. Namun nampaknya dengan beralihnya sebagian besar orang Cina ke
agama besar yang ada, penghormatan semacam ini mulai berkurang.
Ada beberapa konsep budaya Jawa yang akan diuraikan di bawah ini:
3-30 Unit 3
2003: 64). Dengan munculnya Serat Cebolek, telah memunculkan sinkretisme
Islam Jawa yang luar biasa. Di dalamnya ada mistikisme Jawa dan neo tasawuf.
Kehadiran tokoh Syeh Ahmad al-Mutamakkin dianggap sebagai pembangkang
terhadap ajaran syariah dan dianggap sebagai pelanjut ajaran syeh Siti Jenar.
Syeh Siti Jenar ini merupakan tokoh sentral di luar wali songo yang dianggap
mengabaikan ajaran syariah (hukum) dan mengajarkan makrifah (pengetahuan
tentang Allah) pada orang belum banyak mengenal aturan hukum dalam Islam
yang akhirnya harus menjalani hukuman mati.
4. Tata krama
Tata krama adalah adab sopan santun Jawa dalam berbahasa, bersikap dan
bertingkah laku yang sangat dijunjung tinggi dan menjadi ciri budaya Jawa.
Dalam berbahasa mereka membedakan dengan kategori ngoko, kromo madyo
dan krama inggil. Misalnya untuk kata ”makan” dalam bahasa Jawa ada
tingkatan ”madhang”, atau ”mangan” untuk ngoko, tingkatan ”nedho” untuk
kromo madyo dan ”dhahar” untuk kromo inggil. Ngoko untuk orang yang sama
kedudukannya dengan dirinya atau lebih rendah (misalnya sesama teman atau
kepada anak atau adik). Kromo madyo untuk membahasakan sedikit di atas
dirinya (misalnya mas nembe/taksih nedho = kakak laki-laki sedang makan).
Kromo inggil ditujukan kepada orang yang lebih tua atau lebih atas tingkatan
sosialnya. Misalnya Ibu taksih dhahar.
Jadi kalau kita simpulkan, hal-hal yang terkait dengan sub a (religi), b
(slametan), dan c (primbon, suluk dan wirid ) di atas lebih mengarah pada sisi
vertikal budaya Jawa, sedangkan yang d. adalah sisi horisontal. Artinya sisi
vertikal berkaitan dengan orientasi Ketuhanan atau penyesuaian dengan nilai-
nilai Ketuhanan atau roh) sedangkan sisi horisontal berkaitan dengan sisi
hubungan antara manusia (yang masih hidup). Namun pembedaan itu hanya
bersifat rasional ilmiah saja, sedangkan dalam kenyataannya sulit dipisahkan.
Misalnya, ada tata krama yang kuat di daerah Imogiri (makan raja-raja Jawa)
yang harus dipatuhi oleh seorang peziarah. Mereka harus menggunakan pakaian
adat tertentu untuk berziarah pada makan raja-raja Surakarta dan berganti
pakaian bila berpindah ke makam raja Yogyakarta. Padahal jaraknya hanya
beberapa meter saja. (Baca karya Woodward, 1999. Islam Jawa: Kesalehan
Normatif versus Kebatinan. LkiS. Yogayakarta).
5. Petung
Petung atau perhitungan menduduki tempat yang sangat strategis dan urgen
dalam budaya Jawa. Karena setiap kegiatan apa pun orang Jawa tidak bisa
meninggalkan tradisi menggunakan perhitungan ini. Misalnya untuk mengetahui
watak seseorang, menentukan hari perkawinan atau menentukan arah rumah
(mirip budaya Cina) harus memperhitungkan hari kelahiran dan saat (waktu)
yang tepat. Hari kelahiran dihitung: minggu = 5, senin = 4, selasa = 3, rabu = 7.
kamis = 8, jumat = 6, sabtu = 9. Sedangkan pasaran dihitung: paing = 9, pon = 7,
wage = 4, kliwon = 8, legi = 5. Seseorang yang lahir pasti bisa ditentukan atas
kombinasi hari dan pasaran. Misalnya Jumat Paing berarti = 6 + 9 = 15. Jumlah
yang 15 itu dapat diketahui watak, perkawinan, arah rumahnya dan seterusnya.
Selatan
Paing
9
merah
6. Makanan
Nama dan jenis makanan dapat menjadi ciri penanda budaya suatu daerah
termasuk budaya Jawa. Di dalam masakan dan makanan Jawa ada yang bernama
: rawon, gudeg, lontong balap, urap-urap, gado-gado, sop buntut dan sebagainya.
3-32 Unit 3
Gambar 3.16 Bistik Jawa
7. Falsafah hidup
Selain hal-hal yang disebut di atas, falsafah hidup orang Jawa dapat menjadi
ciri penanda khas tradisi budaya Jawa. Falsafah ini menjadi pedoman hidup yang
diikuti oleh oang Jawa generasi dulu namun sekarang telah banyak ditinggalkan
karena kurangnya pemahaman dan kekurang mampuan dalam menafsirkan
makna hakikinya. Di samping itu munculnya nilai-nilai dari luar yang bersifat
konsumeris dan materialis membuat nilai-nilai budaya yang adiluhung (mulia) ini
mulai ditinggalkan generasi muda kita. Oleh karena itu dalam Pendidikan
Multiklutural perlulah memahami dan memaknai kembali berbagai falsafah
hidup budaya Jawa ini. Misalnya ajining diri soko lathi, ajining awak soko
tumindak, ajining sariro soko busono (kehormatan diri berasal dari tutur kata
yang baik (lathi), dari perbuatan baik yang kita lakukan (tumindak) dan dari
pakaian yang kita sandang (busono), ngundhuh wohing pakarti (menuai buah dari
yang ditanam = hukum sebab akibat), senajan mung sedumuk ning bathuk
senajan mung senyari ning bumi, dibelani tohing pati (walaupun hanya satu
sentuhan jari tapi dahi, walaupun sejengkal namun tanah, akan diperjuangkan
dengan pertaruhan nyawa = harga diri), alon-alon waton kelakon (biar lambat
asal selamat/bisa terjadi = yang merupakan pedoman yang lebih mengutamakan
keselamatan), menang tanpa ngasorake (mengalahkan musuh tanpa merendahkan
harga diri musuh), digdaya tanpa aji (sakti tanpa memiliki aji-aji kesaktian =
seseorang yang dapat menjaga kewibawaan). Contoh-contoh di atas merupakan
kearifan budaya yang ada pada budaya Jawa.
Dalam budaya Jawa tradisional, keris bukan sekedar senjata yang unik
bentuknya, tetapi lebih merupakan kelengkapan budaya spiritual. Ada anggapan
di kalangan Jawa tradisional, seseorang baru bisa dianggap utuh dan lengkap
sebagai lelaki sejati jika ia sudah memiliki lima unsur simbolik: curiga,
turangga, wisma, wanita, kukila.
Curiga, berarti keris, turangga artinya kuda atau kendaraan (motor atau
mobil), wisma adalah rumah untuk tempat tinggal, wanita berarti isteri, dan
kukila arti harafiahnya adalah burung arti simbolik dari keindahan. Keris, makna
simboliknya adalah kehormatan, kedewasaan, dan keperkasaan. Seorang pria
Jawa tradisional, harus tangguh dan mampu melindungi diri, keluarga atau
membela bangsa dan negara.
Pada zaman dulu, penghargaan paling tinggi bukan harta benda berupa
emas permata, melainkan keris. Pada perkembangannya, keris menjadi simbol
kepangkatan. Keris Raja berbeda dengan bawahannya. Berbeda dari bahan keris,
detil-detil perhiasan dan perabot kelengkapannya. Tingkat kepangkatan dari
pemilik keris, juga bisa dilihat dari warangka (sarung) yang membungkus bilah
keris. Warangka keris Raja, berbeda dengan warangka bawahannya. Salah satu
*
http://www.geocities.com/javakeris/kerisologi.htm
3-34 Unit 3
keunikan keris adalah kekuatannya pada unsur-unsur yang ada pada keris. Dari
ukiran atau pegangan keris pun, pada masa lalu orang bisa menilik derajat dan
kepangkatan. Varian ukiran keris Jawa pun, seperti halnya warangka, ada
berbagai macam varian. Di lingkungan keraton Surakarta, ukiran tunggak semi
gaya Paku Buwono hanya boleh dipakai oleh Raja. Pendhok (selongsong logam
pada bungkus bilah) dengan warna kemalo (sejenis cat tradisional berwarna
merah, hijau, coklat dan hitam), dulu dimaksudkan untuk membedakan derajat
dan kepangkatan penyandangnya. Warna merah untuk Raja dan kerabatnya, atau
bangsawan. Hijau, untuk para mantri (menteri, perwira pembantu Raja). Coklat,
untuk para bekel atau administratur menengah kebawah. Sedangkan pendhok
hitam, untuk para abdi dalem, atau rakyat jelata.
Selain tanda penghargaan, pada masa lalu juga dimaksudkan untuk menjadi
peringatan waktu dan tahun Jawa. Dalam khasanah budaya Jawa tradisional,
disebut sebagai candra sengkala atau sengkalan. Gambar atau wujud benda,
binatang, tumbuhan yang dikinatahkan juga bisa diartikan sebagai kronogram
untuk menunjuk angka tahun. Keris juga dipakai sebagai simbol identitas diri
(Brahmana atau untuk Raja). Keris juga bisa berfungsi sebagai pertanda atribut
utusan Raja. Apabila seseorang mendapat tugas dari Raja, Raja meminjamkan
sebuah keris pusaka milik sang Raja yang ‘bobot spiritual’nya sesuai dengan
bobot tugas yang disandangnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, keris berfungsi seremonial, menjadi lambang
persaudaraan, persahabatan, perkawinan. Salah satu simbol persaudaraan atau
persahabatan, dulu biasa ditandai dengan tukar-menukar keris. Bahkan akhir-
akhir ini Presiden RI menggunakan kersi sebagai cendera mata untuk diberikan
kepada Presiden/kepala negara tetangga sebagai simbol persahabatan negara
Indonesia dengan negara lain. Keris sudah menjadi identitas nasional.
Selain makna-makna duniawi di atas, keris dalam kehidupan Jawa
tradisional juga memiliki makna spiritual yaitu sebagai manifestasi pandangan
hidup, wasiat atau pusaka. Dalam lingkup spiritual, keris merupakan azimat,
medium komunikasi serta tempat bersemayamnya roh atau “yoni” (ingat
animisme dan dinamismisme). Sampai saat ini orang modern masih banyak yang
mempraktekkannya.
Karmaphala adalah hasil perbuatan seseorang. Ala gawe ala nemu, ayu
gawe ayu nemu (bila melakukan hal yang tidak benar maka kesengsaraan yang
akan diperoleh, sebaliknya bila melakukan hal yang benar maka kebahagiaan
yang akan didapat). Karmaphala adalah sesuatu sebab akan menghasilkan
akibat sehingga sering disebut hukum karma. Oleh karena itu berhati-hatilah
dalam berbuat. Setalah kita kaji lebih dalam, ternyata prinsip ini sama dengan
prinsip dari budaya Jawa Ngundhuh wohing pakarti (Budiasa, 1997).
3-36 Unit 3
4. Selayang pandang berbagai konsep budaya daerah lain
Latihan
Sampai di sini dulu pembahasan mengenai wawasan multikultural. Sebelum
dilanjutkan pada Subunit 3 mengenai wawasan multikultural: budaya lokal, nasional
dan universal, maka untuk lebih memantapkan pemahaman dan daya analisis Anda
terhadap beberapa karakteristik Indonesia sebagai masyarakat multikultur, terlebih
dahulu silakan Anda mengerjakan beberapa latihan berikut ini.
1) Berikan contoh budaya lokal yang telah menjadi budaya nasional?
2) Kemukakan 7 konsep budaya Cina ?
3) Kemukakan 6 konsep budaya Jawa ?
4) Kemukakan 3 konsep budaya Bali
Bila anda mencapai tingkat penguasaan 80 % atau lebih, Anda dapat meneruskan
dengan subunit selanjutnya. Bagus ! Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih
di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Subunit 1, terutama bagian yang belum
Anda kuasai.
1) Budaya lokal yang telah menjadi budaya nasional: batik dan keris.
2) Konsep budaya Cina: Chi (energi), Lima unsur, I-Ching atau Buku tentang
Perubahan, Tahun kelahiran, Yin-yang (konsep keselarasan dan
keseimbangan), Pa kua, Tahayul dan Simbolisme.
3) Konsep budaya Jawa:
a. Religi Jawa : anismisme, dinamisme, sinkretisme dan agama Jawa
b. Selamatan
c. Primbon, suluk, dan wirid
d. Tata krama
e. Petung
f. Makanan
g. Falsafah hidup
i. Produk budaya (keris, rumah/wisma, wayang, pakaian, peralatan)
3-38 Unit 3
Rangkuman
Konsep Budaya Cina berkaitan erat dengan pandangan hidup orang Cina yang
mengutamakan nilai kemakmuran dan kelimpahan harta, kedamaian dan
ketenteraman, kesehatan dan umur panjang.
Ada beberapa konsep yang perlu dipahami dalam budaya Cina yaitu :Chi yaitu
energi yang dapat diciptakan dan dikumpulkan sehingga memberi pengaruh baik
pada nasib seseorang. Lima unsur yaitu logam, air, kayu, api dan tanah. Masing-
masing unsur mempunyai siklus merusak dan siklus positif. I-Ching atau Buku
tentang Perubahan yang menekankan hubungan antara nasib manusia dan alam
sebagai satu kesatuan yang senantiasa berada dalam aliran konstan yaitu perubahan.
Tahun kelahiran yang disimbolkan binatang untuk menggambarkan sifat dan tahun
kelahiran seseorang, yaitu shio tikus, kerbau, macan, kelinci, naga, ular, kuda,
kambing, monyet, ayam, anjing dan babi. Yin-yang merupakan konsep keselarasan
dan keseimbangan yang didasarkan prinsip dualisme yang saling melengkapi, saling
tergantung yang bersama-sama membentuk kekuatan. Pa kua yaitu lambang
berbentuk segi delapan yang menggambarkan empat titik mata angin utama dan
empat titik tambahan yang digunakan untuk melindungi diri dari pengaruh yang
mengancam rumah atau lokasi. Tahayul dan Simbolisme yang berkaitan erat dengan
kepercayaan akan takhayul dan lambang yang menjadi karakter orang Cina.
Beberapa konsep budaya Jawa adalah Religi Jawa : anismisme, dinamisme,
sinkretisme dan agama Jawa, selamatan, primbon, suluk, dan wirid yang memuat
ajaran sinkretisme, tata krama, petung untuk menentukan perkawinan, mengetahui
watak manusia, pindah rumah atau persyaratan hajat lainnya, makanan, falsafah
hidup, produk budaya (keris, rumah/wisma, wayang, pakaian, peralatan). Hal-hal
yang terkait dengan religi, slametan, primbon, suluk dan wirid lebih mengarah pada
sisi vertikal budaya Jawa, sedangkan tata krama adalah sisi horisontal.
Konsep budaya Bali mencakup dharma artinya kebenaran (kebajikan) atau
kewajiban dan hukum, Tri hita karana yaitu konsep keselarasan hubungan yang
mendatangkan kebahagiaan. Keselarasan hubungan tersebut meliputi keselarasan
hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya.Rwa
Bhineda yaitu konsep dualistis yang mengekspresikan dua hal yang berlawanan
(positif dan negatif), dan Karmaphala adalah hasil perbuatan seseorang.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi yang telah dipelajari,
silakan Anda kerjakan tes formatif berikut.
5) Dalam sistem religi budaya Jawa, ada penyatuan ajaran antara animisme,
dinamisme yang berbaur dengan agama Hindu, Budha, Kristen dan Islam.
Percampuran ini disebut dengan
a..Sinkretisme
b.Primbon
c. Suluk
d. Petung
6) Adab sopan santun Jawa dalam berbahasa, bersikap dan bertingkah laku yang
sangat dijunjung tinggi dan menjadi ciri budaya Jawa disebut
a..Primbon
b. Tata krama
c Petung
d. Animisme
3-40 Unit 3
7) Konsep budaya Bali tentang dualitas yang sama dengan konsep yin yang dari
budaya Cina adalah :
a. Karmaphala
b. Rwa bhineda
c. Ngaben
d. Tri hita karana
8) Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang akan kembali mengenai dirinya
sendiri. Ada hukum sebab akibat. Hukum kausalitas ini dalam budaya Bali
disebut :
a. Karmaphala
b. Rwa bhineda
c. Ngaben
d. Tri hita karana
10) Seorang pria Jawa tradisional harus tangguh dan mampu melindungi diri,
keluarga dan membela bangsa dan negara harus memiliki suatu benda yang
menjadi simbol kehormatan, kedewasaan, keperkasaan dan nilai spiritual. Benda
ini disebut:
a. Turangga.
b. Wanita
c. Keris
d. Kukila.
Rumus:
3-42 Unit 3
Subunit 3
3-44 Unit 3
memberi kesempatan siswa Hispani memimpin sebagaimana diberikan pada siswa
non-Hispanis. Nieto menunjukkan ada harapan tertentu dengan teori kecerdasan
majemuk Howard Gardner "untuk menentang praktek asesmen mutakhir yang
memfokuskan pada intelegensi logis matematis dan bahasa " (Nieto, 2000: 144).
Kategori yang lebih luas tentang nilai memperhatikan “wawasan” dunia
kelompok sosial atau orientasi nilai. Berikut ini ada enam orientasi nilai yang
digunakan untuk mempelajari kehidupan di Sekolah Yahudi Orthodox di Melbourne,
Australia” (Bullivant,1978 dalam Banks, 1993: 38):
1. Orientasi manusia – supernatural: pertimbangan nilai dan proposisi eksistensial
tentang sifat hubungan manusia dengan lingkungan metafisik. Contoh:
keyakinan tentang Tuhan, jin, malaikat atau setan.
2. Orientasi manusia – alam: pertimbangan nilai dan proposisi eksistensial
tentang sifat hubungan manusia dengan lingkungan alam. Contoh: nilai yang
ditempatkan pada perlindungan sumber alam dan pencegahan dari kehancuran
seperti filosofi yang mendasari organisasi Greenpeace berhadapkan dengan
eksploitasi sumber alamiah oleh perusahanan pertambangan atau biji besi.
3. Orientasi manusia – habitat/tempat tinggal: pertimbangan nilai dan proposisi
eksistensial tentang cara mendesain dan menciptakan lingkungan buatan
manusia. Misalnya adalah hutan kota yaitu hutan kongkrit di sebagian area
dalam kota versus taman dan tempat terbuka sebagai lingkar hijau seputar kota.
Layout amat bergaya dari kebun orang Jepang adalah contoh bagus tentang
nilai yang ditempatkan dalam membangun tempat tinggal untuk
menggambarkan perasaan harmoni dan kontrol.
4. Orientasi manusia – relasi: pertimbangan nilai dan proposisi eksistensial
tentang cara melakukan hubungan dalam lingkungan sosial. Contoh: kelompok
yang menekankan nilai kehidupan komunal dalam harmoni dengan orang lain
berhadapan dengan kelompok yang curiga terhadap orang luar dan hidup dalam
area yang tertutup untuk melindungi privasi mereka, seperti terjadi pada
beberapa bagian Yunani pedesaan, atau Suku Baduy dalam di Jawa Barat.
5. Orientasi manusia – aktivitas: pertimbangan nilai dan proposisi eksistensial
tentang jenis-jenis usaha secara individu atau sebagai anggota suatu kelompok
dalam lingkungan sosial. Contoh: menilai kerja demi kepentingan dirinya
sendiri.
6. Orentasi manusia – waktu: pertimbangan nilai dan proposisi eksistensial
tentang bagaimana memanfaatkan waktu pada skala kecil dan skala besar.
Contoh: orientasi masa depan dari sebagian masyarakat Barat versus orientasi
masa lalu dari sebagian masyarakat petani; penekanan tidak ditempatkan pada
buang-buang waktu versus tidak melakukan sesuatu dan membiarkan waktu
berlalu begitu saja.
3-46 Unit 3
membingungkan kecuali kedua belah pihak mengetahui konvensi budaya untuk “ya”
dan “tidak.” Tindakan sederhana seperti menggunakan lift (istilah Inggris) atau
“elevator” (istilah Amerika) dapat membingungkan kecuali seseorang mengetahui
bahwa arti “G” untuk “Ground Floor” pada lift dan untuk “Floor 1” pada elevator.
Semua kelompok sosial mampu melakukan pilihan tentang bagaimana mereka
akan beradaptasi terhadap tekanan lingkungan. Namun banyaknya pilihan itu
tergantung pada wawasan budayanya di samping level perkembangan ekonomi,
persoalan teknis, dan aktivitas sosial dari kelompok. Pilihan terhadap perilaku juga
menggambarkan orientasi wawasan budaya atau pandangan dunia dari kelompok.
Hasil penelitian berikut menggambarkan secara kontras antara perilaku beradaptasi
dua masyarakat – pemukim Inggris dan Aborigin Australia pada masa kolonial.
3-48 Unit 3
Ada kebiasaan yang selalu menjadi kriteria dan patokan dalam bertindak. Disadari
atau tidak, dia akan bersikap, berperilaku serta mengumpulkan berbagai produk yang
selaras dengan nilai-nilai yang ada pada dirinya dalam merespon lingkungan fisik,
sosial dan metafisiknya.
Di Madura ada kebiasaan dan tradisi yang sangat menjunjung tinggi harga diri.
Tidak jarang begitu tingginya harga diri itu menimbulkan korban nyawa. Harga diri
yang berdarah menyelubungi dalam tradisi carok. Kata carok sendiri berasal dari
bahasa Madura yang berarti 'bertarung dengan kehormatan'. Carok merupakan tradisi
bertarung satu lawan satu atau secara bekelompok dengan menggunakan senjata
Celurit. Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan ini karena carok merupakan
tindakan yang dianggap negatif dan kriminal serta melanggar hukum. Ini merupakan
cara suku Madura dalam mempertahankan harga diri dan "keluar" dari masalah yang
pelik. Banyak yang menganggap carok adalah tindakan keji dan bertentangan dengan
ajaran agama meski suku Madura sendiri kental dengan agama Islam pada umumnya
tetapi, secara individual banyak yang masih memegang tradisi Carok.
Carok adalah simbol tindakan mempertahankan dan mengangkat harga diri
yang diremehkan orang lain dengan jalan berkelahi satu lawan satu atau
berkelompok dengan menggunakan senjata tradisional Clurit. Celurit adalah
sebentuk sabit (arit, arek) yang memiliki bentuk khas. Secara kultural mereka akan
menjaga harga diri dengan mempertaruhkan nyawa bila menyangkut masalah :
wanita (misalnya istrinya diganggu orang), harta, agama, tanah atau pengairan
sawah. Kejadian carok massal terjadi pada tanggal 13 Juli 2006 yang mengakibatkan
paling tidak tujuh orang tewas dan tiga orang luka berat di Desa Bujur Tengah,
Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan, Madura. Carok masal terjadi ketika
tanah ulayat desa dikuasai oleh seorang kepala desa yang baru. Namun tradisi dan
kebiasaan ini yang mungkin karena banyak kasus berdarah dan bersifat negatif ini
oleh sebagian orang yang berpendidikan dianggap bukan budaya.
Oleh kelompok berpendidikan ini, carok dianggap sebagai penempatan harga
diri yang salah. Namun karena tradisi ini hidup dan dilaksanakan turun-temurun oleh
warganya maka Carok ini tetap bisa dianggap sebagai budaya khas Madura. Tradisi
atau kebiasaan ini terutama banyak terjadi di daerah pedesaan di Madura. Biasanya,
carok merupakan jalan terakhir yang di tempuh oleh masyarakat suku Madura dalam
menyelesaikan suatu masalah. Tetapi kebiasaan ini ternyata dibawa kemana saja dia
merantau. Selain pengagungan harga diri suku dan daerah Madura ini, nilai kerja
keras dan religius sangat mewarnai kehidupan budaya masyarakat ini. Dengan
semangat tinggi ini maka mereka tidak segan-segan untuk merantau ke luar daerah
untuk mencari nafkah sehingga di hampir seluruh wilayah Indonesia ini hampir pasti
dijumpai orang yang berasal dari Madura.
Seorang anak yang memiliki identifikasi budaya lokal tertentu tidak lepas dari
lingkungan yang langsung, dekat dan paling mempengaruhi dirinya. Lingkungan
tersebut adalah :
1. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik tertentu dapat membentuk budaya lokal tertentu. Suatu
masyarakat yang berada di daerah yang banyak dikelilingi sungai dan karena
seringnya air sungai meninggi membentuk budaya berupa rumah yang lantai
Karena lingkungan fisik di daerah Kalimantan Selatan sangat kaya dengan jenis-jenis
kayu maka berbagai kebutuhan sehari-hari dibuat dengan menggunakan jenis kayu
seperti
Palimasan Kandangrasi desa Kuin Utara Kalimantan Selatan.
3-50 Unit 3
tergolong lingkungan budaya lokalnya misalnya ketika dia di hotel atau di tempat
kosnya di kota.
Seseorang yang berasal dari daerah yang memiliki kebudayaan tertentu akan
memilih jenis makanan yang sesuai dengan budaya yang dirinya.
2. Lingkungan sosial
Selain lingkungan fisik, lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap dan
berperilaku seseorang. Orang yang dibesar dalam lingkungan komunitas Nahdlatul
Ulama (NU) akan bersikap dan berperilaku sesuai dengan tradisi warga nahdliyin
(warga NU) yang berbeda dengan warga Muhammadiyah sekalipun keduanya berada
di lingkungan fisik yang sama. Kegiatan selamatan, Tahlil menjadi ciri khas
kelompok NU ini akan diikuti dan dilaksanakan oleh lingkungan sosialnya.
3. Lingkungan metafisik
Selain lingkungan fisik dan sosial, ada lingkungan metafisik yang mewarnai
lingkungan budaya lokal suatu msayarakat. Seperti telah dibahas pada unit 1, ada
lingkungan metafisik yang sangat mempengaruhi perilaku budaya masyarakat.
Lingkungan metafisik ini tidak dibatasi oleh lingkungan fisik dalam arti mesti tinggal
di daerah itu. Lingkungan metafisik memang mewarnai budaya yang ada di
lingkungan fisik di lokal tertentu, tetapi selain itu juga dapat mengenai orang-orang
yang ”merasa memiliki’ (sense of belonging) budaya itu. Biasanya mereka yang
merasa memiliki itu dulunya berasal dari daerah itu dan ada sudah pindah tempat
tinggal dari daerah itu, atau keturunan dari warga daerah itu. Pada prinsipnya orang
yang termasuk dalam lingkungan metafisik ini adalah orang yang mengikatkan diri
dengan tradisi budaya dan nilai-nilai tertentu. Mereka akan menyempatkan datang
pada acara tertentu. Pada hari-hari tertentu warga akan melakukan kegiatan ritual
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat yang berada pada lingkungan metafisik
3-52 Unit 3
Gambar Candi Borobudur Stupa yang ada di Candi Borobudur
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya
menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara,
yaitu artinya "gunung" (bhudara) yang pada lereng-lerengnya terdapat teras-teras.
Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur
berasal dari ucapan "poro Buddha" yang karena pergeseran bunyi menjadi
borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata "bara" dan
"beduhur". Kata bara konon berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks
candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", tanah tinggi. Berdasarkan
prasasti Karangtengah dan Kahulunan, pendiri Borobudur adalah raja dari dinasti
Syailendra bernama Samaratungga sekitar 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat
diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani Pembangunan Borobudur
diperkirakan memakan waktu setengah abad.
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat
berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa
utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar stupa di semua tingkat-tingkatannya.
Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat Mahayana,
sebuah mazhab pada agama Budha, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan
Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai
oleh kama atau "nafsu rendah". Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh
para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah
dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa
dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan
alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-
ceruk dinding di atas selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai
berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia
sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum
mencapai nirwana (semacam surga dalam pengertian agama lain). Patung-patung
Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam
kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan
berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-
lubang. Di dalam stupa terbesar ini, diduga dulu ada sebuah patung penggambaran
Adibuddha. Patung yang diduga berasal dari stupa terbesar ini kini diletakkan dalam
sebuah museum arkeologi, beberapa ratus meter dari candi Borobudur. Borobudur
tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah
lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding
mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha
diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.
Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga
Latihan
3-54 Unit 3
1. Apakah yang dimaksud dengan identitas budaya lokal?
2. Apa yang dimaksud dengan budaya Carok ?
3. Berikan dua contoh budaya yang termasuk dalam identitas budaya nasional?
4. Berikan dua contoh budaya yang termasuk dalam identiyas budaya universal ?
Rangkuman
Wawasan budaya seseorang akan menentukan jenis pengetahuan yang
diinginkan dan bagaimana memperoleh informasi serta bagaimana memaknainya.
Pilihan terhadap sikap dan perilaku terhadap tanah dari orang Inggris dan Suku
Aborigin menggambarkan orientasi wawasan budaya. Orang Inggris menganggap
tanah sebagai sumber ekonomi, status sosial yang dapat dimiliki dan dijual. Tanah
dapat dieksploitasi, dengan hanya sedikit menghargai keseimbangan ekologis.
Mereka mendasarkan aktivitas ini dengan dasar agama “etika Protestan.” Etika
Protestan sangat menghargai kerja keras dan menganggapnya sebagai bagian dari
ibadah. Sedangkan gaya adaptasi Aborigin mementingkan nilai spiritual dari tanah
dan memiliki hubungan emosional dengan tanah. Tanah tidak dapat dimiliki atau
dijual.
Identifikasi budaya lokal merupakan identifikasi budaya yang bersifat
langsung, dekat dan secara fisik ada di sekelilingnya. Budaya ini dikenalkan oleh
keluarga dan kerabat dekat. Perilaku budaya ditentukan oleh pembiasaan dan
pembudayaan yang ada dan berlaku pada lokal tertentu. Kekhasan budaya lokal
terjadi karena faktor ras, sejarah, lokasi, agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Identifikasi pada budaya lokal ini nampak paling menonjol, mewarnai serta menjadi
ciri khas yang bisa dikenali pada orang tersebut oleh orang lain. Di Madura ada
kebiasaan dan tradisi Carok yaitu 'bertarung dengan kehormatan'. Secara kultural
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi yang telah dipelajari,
silakan Anda kerjakan tes formatif berikut.
Tes Formatif 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
2. Identifikasi budaya yang bersifat langsung, dekat dan secara fisik ada di
sekelilingnya dan biasanya dikenalkan oleh keluarga dan kerabat dekat disebut:
a. Identifikasi budaya lokal
b. Identifikasi budaya nasional
c. Identifikasi budaya universal
d. Identifikasi budaya etnis
3. Di Madura ada kebiasaan dan tradisi bertarung satu lawan satu atau secara
bekelompok dengan menggunakan senjata Celurit demi mempertahankan harga
diri. Tradisi ini disebut :
a. Carok
b. Clurit
c. Sekaten
d. Kamadhatu
3-56 Unit 3
4. Identitas budaya yang menjadi yang menjadi ciri khas bangsa dan negara itu
sehingga negara lain mengenal negara itu dengan mengenal identitas budaya itu
disebut:
a. Identifikasi budaya lokal
b.Identifikasi budaya nasional
c. Identifikasi budaya universal
d.Identifikasi budaya etnis
7. Simbol pemujaan yang juga merupakan identitas budaya universal yang diakui
seluruh dunia, terutama umat Islam adalah :
a. Sajadah
b. Ka’bah
c. Makam Nabi Muhammad
d. Masjidil Haram
9. Yang tidak termasuk dalam lingkungan yang langsung, dekat dan secara fisik ada
di sekitar anak adalah :
a. lingkungan fisik,
b. lingkungan sosial
c. lingkungan metafisik
d. lingkungan sekolah
10. Contoh lingkungan metafisik yang mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang
mengikat diri dengan nilai dan tradisi budaya tertentu adalah :
a. Rumah Palimasan
b. Sekaten
c. Borobudur
Rumus:
3-58 Unit 3
Kunci Jawaban
Budiasa, I Made, dkk. 1997. Konsep Budaya Bali dalam Geguritan Sucita Subudhi.
Jakarta; Depdikbud.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultur. Yogyakarta: LkiS.
Lucas Sasongko Triyoga, Manusia Jawa dan Gunung Merapi: Persepsi dan sistem
kepercayaannya. Gajahmda University Press, 1991. Yogyakarta.
Neville, H. A., & Cha-Jua, S. K. (1998). Kufundisha: Toward a pedagogy for Black
studies. Journal of Black Studies, 28(4), 447-470.
Too, Lillian. 1995. Penerapan Praktis Feng Shui. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
3-60 Unit 3
WongSeng Tian, V.H.. 2004. Authentic Feng Shui. Manila : Eastern Dragon Books.
Sutarno
Pendahuluan
ejak lama, seluruh bangsa Indonesia selalu diingatkan agar selalu hidup
Pendidikan Multikultural4-1
Untuk tujuan itu, topik-topik yang dibahas dalam Unit 3 ini terdiri dari dua
subunit, yaitu:
1) Problema kemasyarakatan Pendidikan Multikultural di Indonesia.
2) Problema penyakit budaya : prasangka, stereotipe, etnosentrisme, rasisme,
dan diskriminasi.
3) Problema pembelajaran Pendidikan Multikultural.
4-2 Unit 4
Subunit 1
Problem Pendidikan Multikultural di Indonesia
roblema Pendidikan Multikultural di Indonesia memiliki keunikan yang tidak
P sama dengan problema yang dihadapi oleh negara lain. Keunikan faktor-faktor
geografis, demografi, sejarah dan kemajuan sosial ekonomi seperti telah dibahas
pada Unit 3 dapat menjadi memicu munculnya problema Pendidikan
Multikultural di Indonesia. Berikut ini akan dibahas mengenai problem Pendidikan
Multikultural di Indonesia.
Subunit 1 ini mencoba memetakan apa yang menjadi problema
kemasyarakatan Pendidikan Multikultural di Indonesia itu. Problem ini mencakup
hal-hal kemasyarakatan yang akan dipecahkan dengan Pendidikan Multikultural dan
problem yang berkaitan dengan pembelajaran berbasis budaya. Problem untuk
dijadikan bahan pengembangkan Pendidikan Multikultural di Indonesia ini.
Beberapa peristiwa budaya yang negatif dan sering muncul di tanah air seperti
peristiwa di Poso, Ambon, Papua, Sampit, Aceh, Bali, Jakarta, dan lain-lain ini
disebabkan oleh problema kemasyarakatan sebagai berikut:
Pendidikan Multikultural4-3
2) Pergeseran Kekuasaan dari Pusat ke Daerah
Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, Indonesia dihadapkan
pada beragam tantangan baru yang sangat kompleks. Satu di antaranya yang
paling menonjol adalah persoalan budaya. Dalam arena budaya, terjadinya
pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah membawa dampak besar terhadap
pengakuan budaya lokal dan keragamannya. Bila pada masa Orba, kebijakan
yang terkait dengan kebudayaan masih tersentralisasi, maka kini tidak lagi.
Kebudayaan, sebagai sebuah kekayaan bangsa, tidak dapat lagi diatur oleh
kebijakan pusat, melainkan dikembangkan dalam konteks budaya lokal masing-
masing. Ketika sesuatu bersentuhan dengan kekuasaan maka berbagai hal dapat
dimanfaatkan untuk merebut kekuasaan ataupun melanggengkan kekuasaan itu,
termasuk di dalamnya isu kedaerahan.
Konsep “putra daerah” untuk menduduki pos-pos penting dalam
pemerintahan sekalipun memang merupakan tuntutan yang demi pemerataan
kemampuan namun tidak perlu diungkapkan menjadi sebuah ideologi. Tampilnya
putra daerah dalam pos-pos penting memang diperlukan agar putra-putra daerah
itu ikut memikirkan dan berpartisipasi aktif dalam membangun daerahnya.
Harapannya tentu adalah adanya asas kesetaraan dan persamaan. Namun bila isu
ini terus menerus dihembuskan justru akan membuat orang terkotak oleh isu
kedaerahan yang sempit. Orang akan mudah tersulut oleh isu kedaerahan. Faktor
pribadi (misalnya iri, keinginan memperoleh jabatan) dapat berubah menjadi isu
publik yang destruktif ketika persoalan itu muncul di antara orang yang termasuk
dalam putra daerah dan pendatang.
Konsep pembagian wilayah menjadi propinsi atau kabupaten baru yang
marak terjadi akhir-akhir ini selalu ditiup-tiupkan oleh kalangan tertentu agar
mendapatkan simpati dari warga masyarakat. Mereka menggalang kekuatan
dengan memanfaatkan isu kedaerahan ini. Warga menjadi mudah tersulut karena
mereka berasal dari kelompok tertentu yang tertindas dan kurang beruntung.
4-4 Unit 4
meredam dan menghilangkan isu yang dapat memecah persatuan dan kesatuan
bangsa ini.
4) Fanatisme Sempit
Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah
fanatisme sempit, yang menganggap menganggap bahwa kelompoknyalah yang
paling benar, paling baik dan kelompok lain harus dimusuhi. Gejala fanatisme
sempit yang banyak menimbulkan korban ini banyak terjadi di tanah air ini.
Gejala Bonek (bondo nekat) di kalangan suporter sepak bola nampak menggejala
di tanah air. Kecintaan pada klub sepak bola daerah memang baik, tetapi
kecintaan yang berlebihan terhadap kelompoknya dan memusuhi kelompok lain
secara membabi buta maka hal ini justru tidak sehat. Terjadi pelemparan terhadap
pemain lawan dan pengrusakan mobil dan benda-benda yang ada di sekitar
stadion ketika tim kesayangannya kalah menunjukkan gejala ini.
Kecintaan dan kebanggaan pada korps memang baik dan sangat diperlukan.
Namun kecintaan dan kebanggaan itu bila ditunjukkan dengan bersikap
memusuhi kelompok lain dan berperilaku menyerang kelompok lain maka
fanatisme sempit ini menjadi hal yang destruktif. Terjadinya perseteruan dan
perkelahian antara oknum aparat kepolisian dengan oknum aparat tentara
nasional Indonesia yang kerap terjadi di tanah air ini juga merupakan contoh dari
fanatisme sempit ini. Apalagi bila fanatisme ini berbaur dengan isu agama
(misalnya di Ambon, Maluku dan Poso, Sulawesi Tengah), maka akan dapat
menimbulkan gejala ke arah disintegrasi bangsa.
Pendidikan Multikultural4-5
budaya apa yang melatar belakanginya ? Carilah di internet informasi mengenai
hal ini.
7. Keberpihakan yang salah dari Media Massa, khususnya televisi swasta dalam
memberitakan peristiwa.
Di antara media massa tentu ada ideologi yang sangat dijunjung tinggi
dan dihormati. Persoalan kebebasan pers, otonomi, hak publik untuk mengetahui
hendaknya diimbangi dengan tanggung jawab terhadap dampak pemberitaan.
Mereka juga perlu mewaspadai adanya pihak-pihak tertentu yang pandai
memanfaatkan media itu untuk kepentingan tertentu,yang justru dapat merusak
budaya Indonesia. Kasus perselingkuhan artis dengan oknum pejabat pemerintah
yang banyak dilansir media massa dan tidak mendapat “hukuman yang setimpal”
baik dari segi hukum maupun sangsi kemasyarakatan dapat menumbuhkan
budaya baru yang merusak kebudayaan yang luhur. Memang berita semacam itu
sangat layak jual dan selalu mendapat perhatian publik, tetapi kalau terus-
menerus diberitakan setiap hari mulai pagi hingga malam hari maka hal ini akan
dapat mempengaruhi orang untuk menyerap nilai-nilai negatif yang bertentangan
dengan budaya ketimuran. Kasus perceraian rumah tangga para artis yang tiap
hari diudarakan dapat membentuk opini publik yang negatif. Sehingga kesan
kawin cerai di antara artis itu sebagai budaya baru dan menjadi trend yang biasa
dilakukan. Orang menjadi kurang menghormati lembaga perkawinan. Sebaiknya
isu kekayaan tidak menjadi isu yang selalu menjadi tema sinetron karena dapat
4-6 Unit 4
mendidik orang untuk terlalu mengagungkan materi dan menghalalkan segala
cara. Begitu juga tampilan yang seronok mengundang birahi, pengudaraan modus
kejahatan baru atau pun iklan yang bertubi-tubi dapat menginspirasi orang
melakukan sesuatu yang tidak pantas dilakukan. Televisi dan media massa harus
membantu memberi bahan tontonan dan bacaan yang mendidikkan budaya yang
baik. Karena menonton televisi dan membaca koran sudah menjadi tradisi yang
kuat di negeri ini. Sehingga tontonan menjadi tuntunan, bukan tuntunan sekedar
menjadi tontonan.
Ketika penggusuran gubuk liar yang memilukan ditampilkan dalam bentuk
tangisan yang memilukan seorang anak atau orang tua yang dipadukan dengan
tindakan aparat yang menyeret para gelandangan akan bermakna lain bagi
pemirsa bila yang ditampilkan adalah para preman bertato yang melawan
tindakan petugas pamong praja. Ironi itu nampak bila yang disorot adalah
tangisan bayi/orang tua dibandingkan dengan tato di lengan atau di punggung.
Peristiwanya adalah penggusuran gubuk liar, tetapi simbol yang digunakan
berbeda. Tangisan sebagai simbol kelemahan, ketidak berdayaan dan putus asa.
Tato sering dikonotasikan secara salah sebagai simbol preman dan tindakan
pemalakan. Televisi sangat mempengaruhi opini publik dalam menyorot berbagai
peristiwa.
Nah, sekarang buatlah kliping tentang isu seputar problem yang dikemukakan
di atas. Kemudian dari kliping itu Anda catat peristiwa berdasarkan 5 W (what,when,
where, who dan why) dan 1 H (how). Anda kemukakan apa yang terjadi, kapan
kejadiannya, dimana peristiwa itu terjadi, antara siapa peristiwa itu terjadi, mengapa
terjadi dan bagaimana kejadian itu. Kemudian berikan analisis dan komentar Anda
sekitar persoalan yang ada pada kliping Anda itu. Kemudian Anda ketik dan
kirimkan pada tutor. Atau dapat juga Anda serahkan pada saat tutor kunjung.
Latihan
Sampai di sini dulu pembahasan mengenai problema Pendidikan Multikultural
di Indonesia. Sebelum dilanjutkan pada Subunit 2 mengenai Pengembangan
Pendidikan Multikultural di Indonesia, maka untuk lebih memantapkan pemahaman
dan daya analisis Anda terhadap problema Pendidikan Multikultural di Indonesia,
terlebih dahulu silakan Anda mengerjakan beberapa latihan berikut ini.
1) Sebutkan beberapa problema penyebab munculnya konflik budaya yang
sering muncul di tanah air ini ?
2) Keragaman ini menjadi modal sekaligus potensi konflik. Jelaskan ?
3) Jelaskan dan berikan contoh tentang konflik yang terjadi antara yang
mementingkan kesatuan nasional dan multikultural.
4) Kemukakan pendapat Anda tentang peranan media massa dalam membentuk
opini publik yang negatif ?
Pendidikan Multikultural4-7
Petunjuk dan Rambu Jawaban Latihan
Rangkuman
4-8 Unit 4
b. Pergeseran Kekuasaan dari Pusat ke Daerah
Sejak dilanda arus reformasi dan demokratisasi, terjadilah pergeseran
kekuasaan dari pusat ke daerah yang membawa dampak besar terhadap
pengakuan budaya lokal dan keragamannya.
d. Fanatisme Sempit
Fanatisme dalam arti luas memang diperlukan. Namun yang salah adalah
fanatisme sempit yang menganggap bahwa kelompoknyalah yang paling benar,
paling baik dan kelompok lain harus dimusuhi. Gejala fanatisme sempit yang
banyak menimbulkan korban ini banyak terjadi di tanah air ini.
g. Keberpihakan yang salah dari Media Massa, khususnya televisi swasta dalam
memberitakan peristiwa. Apa yang menjadi obyek liputan dan cara meliputnya
dapat membentuk opini publik terutama bagi mereka yang kurang
berpendidikan.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi yang telah dipelajari,
silakan Anda kerjakan tes formatif berikut.
Pendidikan Multikultural4-9
Tes Formatif 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
1) Pergeseran kekuasaan dari pusat ke daerah yang membawa dampak besar
terhadap....
a. pengakuan budaya lokal dan keragamannya.
b.berkurangnya Nasionalisme
c. menumbuhkan fanatisme sempit
d.menarik investasi ke daerah.
4) Media massa dapat berpihak pada yang salah dan menimbulkan budaya negatif
baru dalam bentuk....
a. obyek liputan dan cara meliputnya
b. penggunaan teknologi yang bebas nilai
c. konsumerisme
d. tayangan yang bebas sensor
5) Kasus perang antar suku Dayak dan Madura lebih disebabkan oleh persoalan....
a. keragaman identitas budaya daerah
b. kurang kokohnya nasionalisme
c. fanatisme sempit
d. kesejahteraan ekonomi yang tidak merata
6) Peristiwa di Poso dan Ambon adalah contoh konflik yang berlatar belakang
masalah…
a. keragaman identitas budaya daerah
b.kurang okohnya nasionalisme
c. fanatisme sempit
d.kesejahteraan ekonomi yang tidak merata
4-10 Unit 4
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif Subunit 1
yang terdapat di bagian akhir Unit ini. Hitunglah jawaban Anda yang benar.
Kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda
terhadap materi.
Rumus:
Pendidikan Multikultural4-11
Subunit 2
Problem Penyakit Budaya:
Prasangka, Stereotipe, Etnosentrisme, Rasisme,
Diskriminasi, dan Scape Goating
____________________________________________________________________
onflik bukan untuk dimusuhi, tapi dikelola secara arif dan bijaksana. Masing-
masing individu yang terlibat dalam konflik perlu menjernihkan pikiran dan
hati
scape
K dari prasangka, stereotipe, etnosentrisme, rasisme dan diskriminasi dan
goating terhadap pihak lain. Karena pemahaman terhadap adanya
penyakit budaya tersebut merupakan kunci utama dalam proses resolusi dan
manajemen konflik. Negara ini membutuhkan solusi yang memuaskan dalam
menghadapi ancaman konflik dan separatisme di daerah-daerah yang lebih sering
disebabkan oleh tumbuh berkembangnya berbagai penyakit budaya seperti
prasangka, stereotipe, etnosentrisme, rasisme dan diskriminasi ini. Dalam Subunit
4.2 ini kita akan mengupas lebih lanjut tentang berbagai penyakit budaya tersebut.
Prasangka
4-12 Unit 4
komunikator yang melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita
untuk menarik kesimpulan atas dasar prasangka buruk tanpa memakai pikiran dan
pandangan kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, bila prasangka sudah
menghinggapi seseorang, orang tidak dapat berpikir logis dan obyektif dan segala
apa yang dilihatnya akan dinilai secara negatif.
Kata Allport, prasangka negatif terhadap etnik merupakan sikap antipati yang
dilandasi oleh kekeliruan atau generalisasi yang tidak fleksibel, hanya karena
perasaan tertentu dan pengalaman yang salah. Karena itu, sejak dulu sampai
sekarang, pengertian prasangka telah mengalami transformasi. Pada, mulanya
prasangka merupakan pernyataan yang hanya didasarkan pada pengalaman dan
keputusan yang tidak teruji terlebih dahulu. Pernyataan itu bergerak pada skala
kontinum seperti suka/tidak suka atau mendukung/tidak mendukung terhadap sifat-
sifat tertentu (Liliweri, 201). Sekarang pengertian prasangka lebih diarahkan pada
pandangan emosional dan negatif terhadap seseorang atau sekelompok orang
dibandingkan dengan kelompok sendiri.
Definisi Allport ini disanggah oleh psikholog Theodore Adorno. Adorno yang
menciptakan teori pribadi otoriter (authoritarian personality) mengemukakan
melalui riset atas pola rasisme yang dilakukan di wilayah selatan AS. Ia menemukan
bahwa pola-pola rasisme muncul dari kepribadian otoriter. Jadi pada dasarnya
prasangka merupakan salah satu tipe kepribadian. Dengan demikian, kita tidak perlu
mempermasalahkan tindakan rasisme karena tindakan itu muncul dari pribadi
berprasangka (prejudiced persons) yang diwarisi dari proses sosialisasi.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa prasangka
mengandung sikap, pengertian, keyakinan dan bukan tindakan. Jadi prasangka tetap
ada di pikiran, sedangkan diskriminasi mengarah ke tindakan sistematis. Kalau
prasangka berubah menjadi tindakan nyata, maka prasangka sudah berubah menjadi
diskriminasi yaitu tindakan menyingkirkan status dan peranan seseorang dari
hubungan, pergaulan, dan komunikasi antar manusia. Secara umum kita dapat
melihat prasangka mengandung tipe afektif (berkaitan dengan perasaan negatif),
kognitif (selalu berpikir tentang suatu stereotipe) dan konasi (kecenderungan perilaku
diskriminatif).
Prasangka didasarkan atas sebab-sebab seperti :
- generalisasi yang keliru pada perasaan,
- stereotipe antaretnik,
- kesadaran “in group” dan “out group” yaitu kesadaran akan ras “mereka” sebagai
kelompok lain yang berbeda latar belakang kebudayaan dengan “kami”
Stareotipe
Stereotipe merupakan salah satu bentuk prasangka antar etnik/ras. Orang
cenderung membuat kategori atas tampilan karakteristik perilaku orang lain
berdasarkan kategori ras, jenis kelamin, kebangsaan, dan tampilan kounikasi verbal
maupun non verbal. Stereotipe merupakan salah satu bentuk utama prasangka yang
menunjukkan perbedaan “kami” (in group) yang selalu dikaitkan dengan superioritas
kelompok in group dan yang cenderung mengevaluasi orang lain yang dipandang
inferior yaitu ”mereka” (out group).
Pendidikan Multikultural4-13
Apa stereotipe ? Stereotipe adalah pemberian sifat tertentu terhadap seseorang
berdasarkan kategori yang bersifat subyektif, hanya karena dia berasal dari kelompok
yang lain. Pemberian sifat itu bisa sifat positif maupun negatif. Verdeber (1986)
menyatakan bahwa stereotipe adalah sikap dan juga karakter yang dimiliki seseorang
dalam menilai karakteristik, sifat negatif maupun positif orang lain, hanya
berdasarkan keanggotaan orang itu pada kelompok tertentu. Sebagaimana halnya
dengan sikap, stereotipe memiliki valensi dari positif hingga negatif atas sesuatu
yang disukai/tidak (favorability). Allan G. Johnson (1986) menegaskan bahwa
stereotipe adalah keyakinan seseorang untuk menggeneralisasikan sifat-sifat tertentu
yang cenderung negatif tentang orang lain karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman tertentu. Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang cenderung negatif
atau bahkan merendahkan kelompok lain. Ada kecenderungan untuk memberi
“label” atau cap tertentu pada kelompok tertentu dan yang termasuk problem yang
perlu diatasi adalah stereotipe yang negatif atau memandang rendah kelompok lain.
Misalnya, seseorang dari suku tertentu diberi “label”, pandai bicara untuk orang dari
daerah Batak. Seseorang menyimpulkan iini karena dari pengalaman dia mengetahui
bahwa mereka memang banyak bicara. Ditambah dengan pengetahuan yang dia
dapatkan dari televisi yang memperlihatkan bahwa sebagian besar mengacara yang
terkenal di Indonesia dan sering muncul dari pemberitaan di televisi itu ternyata
berasal dari orang Batak. Kita menggeneralisasikan secara salah dari informasi
terbatas yang ada pada kita. Untuk mengatasi masalah ini adalah kita perlu memberi
informasi yang benar dan lebih komprehensif tentang sesuatu hal sehingga stereotipe
semacam ini tidak tumbuh. Di dalam menghadapi fenomena budaya yang ada di
tanah air ini, kita perlu memberi informasi yang benar tentang berbagai hal yang
berkaitan dengan suku, ras, agama dan antar golongan. Seringkali, keberadaan
individu dalam suatu kelompok telah dikategorisasi dan digeneralisasi. Miles
Hewstone dan Rupert Brown (1986) mengemukakan tiga aspek esensial dari
stereotipe:
1.karakter atau sifat tertentu yang berkaitan dengan perilaku, kebiasaan
berperilaku, gender dan etnis. Misalnya wanita Priangan itu suka bersolek.
2.bentuk atau sifat perilaku turun temurun sehingga seolah-olah melekat pada
semua anggota kelompok. Misalnya orang Ambon itu keras.
3.penggeneralisasian karakteristik, ciri khas, kebiasaan, perilaku kelompok pada
individu yang menjadi anggota kelompok tersebut.
Pemberian stereotipe merupakan gejala yang nampak alami dalam proses
hubungan antarras atau etnik sehingga tidak mungkin kita tidak melakukan
stereotipe. Tajfel (1981) membedakan bentuk atau jenis stereotipe itu dalam
stereotipe individu dan stereotipe sosial. Stereotipe individu adalah generalisasi yang
dilakukan individu dengan menggeneralisasi karakteristik orang lain dengan ukuran
yang luas dan jarak tertentu melalui proses kategori yang bersifat kognitif
(berdasarkan pengalaman individu). Sedangkan stereotipe sosial terjadi jika
stereotipe itu telah menjadi evaluasi kelompok tertentu, telah menyebar dan meluas
pada kelompok sosial lain.
4-14 Unit 4
Stereotipe itu bersifat unik dan berdasarkan pengalaman individu, namun
kadang merupakan hasil pengalaman dan pergaulan dengan orang lain maupun
dengan anggota kelompok kita sendiri. Adakah hubungan antara stereotipe dengan
komunikasi.
Hewstone dan Giles (1986) mengajukan empat kesimpulan tentang proses stereotipe:
1.Proses stereotipe merupakan hasil dari kecenderungan mengantisipasi atau
mengharapkan kualitas derajat hubungan tertentu antara anggota kelompok
tertentu berdasarkan sifat psikhologis yang dimiliki. Semakin negatif
generalisasi itu kita lakukan, semakin sulit kita berkomunikasi dengan sesama.
2.sumber dan sasaran informasi mempengaruhi proses informasi yang diterima
atau yang hendak dikirimkan. Stereotipe berpengaruh terhadap proses
informasi individu.
3. stereotipe menciptakan harapan pada anggota kelompok tertentu (in group) dan
kelompok lain (out group).
4. stereotipe menghambat pola perilaku komunikasi kita dengan orang lain.
Etnosentrisme
Etnosentrisme merupakan paham paham yang pertama kali diperkenalkan oleh
William Graham Sumner (1906), seorang antropolog yang beraliran interaksionisme.
Sumner berpandangan bahwa manusia pada dasarnya individualistis yang cenderung
mementingkan diri sendiri, namun karena harus berhubungan dengan manusia lain,
maka terbentuklah sifat hubungan yang antagonistik (pertentangan). Supaya
pertentangan itu dapat dicegah, perlu ada folkways (adat kebiasaan) yang bersumber
pada pola-pola tertentu. Mereka yang mempunyai folkways yang sama cenderung
berkelompok dalam suatu kelompok yang disebut etnis. Etnosentrisme adalah
kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai budaya orang lain dengan
standar budayanya sendiri.
Rasisme
Kata ras berasal dari bahasa Perancis dan Italia “razza”. Pertama kali istilah ras
diperkenalkan Franqois Bernier, antropolog Perancis, untuk mengemukakan gagasan
tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori atau karakteristik warna kulit dan
bentuk wajah. Setelah itu, orang lalu menetapkan hierarkhi manusia berdasarkan
karakteristik fisik atas orang Eropah berkulit putih yang diasumsikan sebagai warga
masyarakat kelas atas berlawanan dengan orang Afrika yang berkulit hitam sebagai
warga kelas dua. Atau ada ideologi rasial yang berpandangan bahwa orang kulit
putih mempunyai misi suci untuk menyelamatkan orang kulit hitam yang dianggap
sangat primitif. Hal tersebut berpengaruh terhadap stratifikasi dalam berbagai bidang
seperti bidang sosial, ekonomi, politik, di amana orang kulit hitam merupakan
subordinasi orang kulit putih.
Ras sebagai konsep secara ilmiah digunakan bagi “penggolongan manusia”
oleh Buffon, anthropolog Perancis, untuk menerangkan penduduk berdasarkan
pembedaan biologis sebagai parameter. Pada abad 19, para ahli biologi membuat
Pendidikan Multikultural4-15
klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu Kaukasoid, Negroid dan Mongoloid. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada ras yang benar-benar murni lagi. Secara
biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan pemberian karaktersitik seseorang atau
sekelompok orang ke dalam suatu kelompok tertentu yang secara genetik memiliki
kesamaan fisik seperti warna kulit, mata, rambut, hidung, atau potongan wajah.
Pembedaan seperti itu hanya mewakili faktor tampilan luar. Nah sekarang, carilah
ciri-ciri kelompok Kaukasoid, Negroid dan Mongoloid. Kemudian cari contohnya.
Mana negara yang mayoritas penduduknya memiliki ciri-ciri ketiga kelompok itu.
Karena tidak ada ras yang benar-benar murni, maka konsep tentang ras
seringkali merupakan kategori yang bersifat non-biologis. Ras hanya merupakan
konstruksi ideologi yang menggambarkan gagasan rasis.
Secara kultural, Carus menghubungkan ciri ras dengan kondisi kultural. Ada
empat jenis ras: Eropah, Afrika, Mongol dan Amerika yang berturut-turut
mencerminkan siang hari (terang), malam hari (gelap), cerah pagi (kuning) dan sore
(senja) yang merah.
Namun konsep ras yang kita kenal lebih mengarah pada konsep kultural dan
merupakan kategori sosial, bukan biologis. Montagu, membedakan antara “ide sosial
dari ras” dan “ide biologis dari ras”. Definisi sosial berkaitan dengan fisik dan
perilaku sosial.
Diskriminasi
Teori kambing hitam (scape goating) mengemukakan kalau individu tidak bisa
menerima perlakuan tertentu yang tidak adil, maka perlakuan itu dapat
ditanggungkan kepada orang lain. Ketika terjadi depresi ekonomi di Jerman, Hitler
mengkambing hitamkan orang Yahudi sebagai penyebab rusaknya sistem politik dan
ekonomi di negara itu. Ada satu pabrik di Auschwitz, Polandia yang digunakan
untuk membantai hampir 1,5 juta orang Yahudi. Tua muda, besar kecil laki-laki dan
perempuan dikumpulkan. Kepala digunduli dan rambut yang dikumpulkan mencapai
hampir 1,5 ton. Rambut yang terkumpul itu akan dikirimkan ke Jerman untuk dibuat
kain. Richard Chamberlain berteori bahwa bangsa Aria adalah bangsa yang besar dan
mulia yang mempunyai misi suci untuk membudayakan umat manusia. Bangsa Aria
4-16 Unit 4
(Jerman) ini merasa bahwa kekacauan ekonomi dan politik di Jerman ini disebabkan
oleh bangsa Yahudi.
Latihan
Pendidikan Multikultural4-17
pagi (kuning) dan sore (senja) yang merah. Konsep ras secara kultural lebih
merupakan kategori sosial, bukan biologis.
Rangkuman
4-18 Unit 4
5) Diskriminasi mengarah pada tindakan. Tindakan diskriminasi biasanya
dilakukan oleh orang yang memiliki prasangka kuat akibat tekanan
tertentu.Antara prasangka dan diskriminasi ada hubungan yang saling
menguatkan. Jika prasangka dipandang sebagai keyakinan atau ideologi,
maka diskriminasi adalah terapan keyakinan atau ideologi. Jadi diskriminasi
merupakan tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari
kelompok dominan terhadap kelompok subordinasinya.
6) Teori kambing hitam (scape goating) mengemukakan kalau individu tidak
bisa menerima perlakuan tertentu yang tidak adil, maka perlakuan itu dapat
ditanggungkan kepada orang lain
Tes Formatif 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
1. Pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat
subyektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang lain disebut ....
a. prasangka
b. stereotipe
c. diskriminasi
d. scape goating
2. Kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai budaya orang lain
dengan standar budayanya sendiri....
a. prasangka
b. stereotipe
c. etnosentrisme
d. scape goating
3. Kalau individu tidak bisa menerima perlakuan tertentu yang tidak adil, maka
perlakuan itu ditanggungkan kepada orang lain. Hal ini disebut ….
a. prasangka
b. stereotipe
c. diskriminasi
d. scape goating
Pendidikan Multikultural4-19
4. Prasangka (prejudice) merupakan satu bentuk penyakit budaya yang perlu
dihilangkan dalam Pendidikan Mulkultural. Yang dimaksud dengan prasangka
adalah....
a. pemberian sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat
subyektif, hanya karena dia berasal dari kelompok yang lain
b.kecenderungan untuk menetapkan semua norma dan nilai budaya orang lain
dengan standar budayanya sendiri
c.pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau
pengalaman yang dangkal terhadap orang atau kelompok tertentu.
d.tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok
dominan terhadap kelompok subordinasinya.
6. Carus menghubungkan jenis ras Eropah, Afrika, Mongol dan Amerika yang
berturut-turut dengan situasi siang hari (terang), malam hari (gelap), cerah pagi
(kuning) dan sore (senja) yang merah. Penggolongan ini berdasarkan....
a. biologis
b. ideologis
c. kultural
d. sosial
8. Ketika terjadi depresi ekonomi di Jerman, Hitler menuduh orang Yahudi sebagai
penyebab rusaknya sistem politik dan ekonomi di negara itu. Contoh di atas
termasuk dalam kategori….
a. scape goating
b. prasangka
c. stereotipe
d. etnosentrisme
4-20 Unit 4
9. Manusia pada dasarnya cenderung mementingkan diri sendiri, namun karena harus
berhubungan dengan manusia lain, maka terbentuklah sifat hubungan yang
antagonistik (pertentangan). Supaya pertentangan itu dapat dicegah, perlu ada
folkways (adat kebiasaan) yang bersumber pada pola-pola tertentu. Mereka yang
mempunyai folkways yang sama cenderung berkelompok dalam suatu kelompok
yang disebut etnis. Pendapat di atas dikemukakan oleh.....
a. Adler
b. Adorno
c. Carus
d. Sumner
10. Tiga aspek esensial dari stereotipe adalah karakter atau sifat tertentu, bentuk atau
sifat perilaku turun temurun dan penggeneralisasian karakteristik, ciri khas,
kebiasaan, perilaku kelompok pada individu yang menjadi anggota kelompok
tersebut. Pendapat diatas dikemukakan oleh.....
a. Adorno
b.Hewstone dan Giles
c. Adler
d. Carus
Rumus:
Pendidikan Multikultural4-21
Subunit 3
Problema Pembelajaran Pendidikan Multikultural
¾ sejauh mana guru mampu memilih aspek dan unsur budaya yang relevan
dengan isi dan topik mata pelajaran.
¾ sejauh mana guru dapat mengintegrasikan budaya lokal dalam mata pelajaran
yang diajarkan, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.
Empat belas petunjuk berikut didesain untuk membantu Anda dengan lebih
baik dalam mengintegrasikan isi tentang kelompok etnis ke dalam pembelajaran
dalam Pendidikan Multikultural:
4-22 Unit 4
1. Guru adalah variabel yang amat penting dalam mengajarkan materi etnis. Jika
Anda memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang diperlukan, saat Anda
menghadapi materi rasial di dalam bahan pelajaran atau mengobservasi rasisme
dalam pernyataan dan perilaku siswa, Anda dapat menggunakan situasi ini untuk
mengajarkan pelajaran penting tentang pengalaman kelompok etnis tertentu.
2. Pengetahuan tentang kelompok etnis diperlukan untuk mengajarkan materi etnis
secara efektif. Baca paling sedikit satu buku utama yang mensurvei sejarah dan
budaya kelompok etnis.
3. Sensitiflah dengan sikap, perilaku rasial Anda sendiri dan pernyataan yang Anda
buat sekitar kelompok etnis di kelas. Pernyataan seperti “Duduk bersimpuh
seperti orang Jawa” adalah stereotipe orang Jawa.
4. Yakinkan bahwa kelas Anda membawa citra positif tentang berbagai kelompok
etnis. Anda dapat melakukan ini dengan menayangkan majalah dinding, poster,
dan kalender yang memperlihatkan perbedaan rasial dan etnis dalam masyarakat.
5. Sensitiflah terhadap sikap rasial dan etnis dari siswa Anda dan jangan menerima
keyakinan bahwa “anak-anak tidak melihat ras, kelompok kaya/miskin, warna
kulit.” Karena hal ini disangkal oleh riset. Semenjak riset pertama oleh Lasker
pada tahun 1929, peneliti telah mengetahui bahwa anak yang muda sekali sadar
akan perbedaan rasial dan bahwa mereka cenderung menerima penilaian atas
berbagai kelompok ras yang normatif dalam masyarakat luas. Jangan mencoba
mengabaikan perbedaan ras dan etnis yang Anda lihat; cobalah merespon
perbedaan ini secara positif dan sensitif.
6. Bijaksanalah dalam pilihan Anda dalam menggunakan materi pelajaran. Sebagian
materi mengandung stereotipe yang halus maupun mencolok atas kelompok
etnis. Menjelaskan pada siswa kalau suatu kelompok etnis seringkali
distereotipkan, atau menggambarkan materi dari sudut pandang tertentu.
7. Gunakan buku, film, video, dan rekaman yang dijual di pasaran untuk pelengkap
buku teks dari kelompok etnis dan menyajikan perspektif kelompok etnis pada
siswa Anda. Beberapa sumber ini mengandung gambaran yang kaya dan kuat
atas pengalaman dari orang kulit berwarna. Siaran di televisi saat ini sudah
banyak yang mengisahkan berbagai peristiwa budaya di tanah air.
8. Berikan sentuhan warisan budaya dan etnis Anda sendiri. Dengan berbagi kisah
etnis dan budaya dengan siswa, Anda akan menciptakan iklim berbagi di kelas.
Hal ini akan membantu memotivasi siswa mendalami akar budaya dan etnis dan
akan menghasilkan pembelajaran yang kuat bagi siswa Anda.
9. Sensitiflah dengan kemungkinan sifat kontroversial dari sebagian materi studi
etnis. Jika Anda telah jelas dan paham tentang tujuan pengajaran, Anda dapat
menggunakan buku yang kurang kontroversial untuk mencapai tujuan yang sama.
10. Sensitiflah dengan tahap perkembangan dari siswa Anda jika Anda memilih
konsep, materi, dan aktivitas yang berkaitan dengan kelompok etnis. Konsep dan
aktivitas belajar bagi anak TK dan SD seharusnya spesifik dan kongkrit. Siswa di
sekolah dasar seharusnya diajari konsep seperti persamaan, perbedaan,
prasangka, dan diskriminasi daripada konsep yang lebih tinggi seperti rasisme
dan penjajahan. Visi dan biografi merupakan wahana yang bagus untuk
memperkenalkan konsep ini pada siswa di Taman Kanak-kanak dan sekolah
dasar. Kita bisa kenalkan bagaimana seorang yang memiliki kekurangan dalam
Pendidikan Multikultural4-23
segi pendengaran dan terkucilkan dari lingkungan seperti Thomas Alfa Edison
mampu menghasilkan karya yang spektakuler. Siswa berkembang berangsur-
angsur, mereka dapat dikenalkan konsep, contoh, dan aktivitas yang lebih
kompleks.
11. Memandang siswa kelompok minoritas Anda sebagai pemenang. Siswa dari
kelompok minoritas ingin mencapai tujuan karier dan akademis yang tinggi.
Mereka membutuhkan guru yang meyakini bahwa mereka dapat berhasil dan
berkemauan untuk membantu keberhasilan mereka. Baik riset maupun teori
menunjukkan bahwa siswa lebih mungkin mencapai prestasi akademis tinggi jika
guru mereka memiliki harapan akademis yang tinggi untuk siswa-siswanya.
12. Ingatlah bahwa orang tua dari siswa kelompok minoritas amat berminat dalam
pendidikan dan ingin anak-anak mereka berhasil secara akademis sekalipun
orang tua mereka terpinggirkan dari sekolah. Jangan menyamakan pendidikan
dengan persekolahan. Cobalah memperoleh dukungan dari orang tua dan
menjadikan mereka partner dalam pendidikan bagi anak-anak mereka.
13. Gunakan teknik belajar yang kooperatif dan kerja kelompok untuk meningkatkan
integrasi ras dan etnis di sekolah dan di kelas. Riset menunjukkan bahwa jika
kelompok belajar itu berkumpul dari berbagai ras, siswa dapat mengembangkan
lebih banyak teman dari kelompok rasial yang lain dan dapat memperbaiki
hubungan rasial di sekolah.
14. Yakinkan bahwa permainan sekolah, pemandu sorak, publikasi sekolah,
kelompok informal dan formal yang lain berintegrasi secara rasial. Juga yakinkan
bahwa berbagai kelompok etnis dan rasial memiliki status yang sama di
penampilan dan presentasi sekolah. Dalam sekolah multirasial, jika semua
pemegang peran pembimbing di sekolah diisi oleh karakter Kulit putih, pesan
penting dikirimkan pada siswa dan orang dari siswa kulit berwarna betapa pun
pesan itu diintensifkan atau tidak.
a. aspek budaya manakah yang dapat dipilih sehingga dapat membantu peserta
didik untuk memahami konsep kunci secara lebih tepat.
b. bagaimana guru dapat menggunakan frame of reference dari budaya tertentu
dan mengembangkannya dalam perspektif ilmiah
c. bagaimana guru tidak bias dalam mengembangkan persepektif itu. Misalnya
kincir air diambil sebagai frame of reference dari khasanah budaya lokal
(tradisional), tetapi dapat dipakai untuk menjelaskan PLTA.
a. bagaimana agar peserta didik yang belum mengenal budaya yang dijadikan
media pembelajaran menjadi tidak berprasangka bahwa guru cenderung
mengutamakan unsur budaya kelompok tertentu. Dalam perlakuan ini muncul
4-24 Unit 4
masalah kesetaraan status budaya peserta didik yang budayanya jarang
dijadikan media pembelajaran.
b. bagaimana agar guru dapat mengusahakan “kerjasama” (cooperation) dan
pengertian bahwa strategi pemakaian budaya tertentu bukan merupakan
“kompetisi,” tetapi sebuah kebersamaan. Contoh jika guru memilih Bagong
(tokoh wayang di Jawa Tengah) untuk pembelajaran, maka guru harus
menjelaskan siapa Bagong dan mampu mengidentifikasi tokoh serupa seperti
Cepot (Jawa Barat), Sangut (Bali), Dawala dan Bawok (pesisir utara Jawa).
Dengan mengambil contoh yang sepadan, di samping guru dapat menghindari
“prasangka” bahwa dia mengutamakan unsur budaya tertentu. Situasi tersebut
mendorong kebersamaan antar peserta didik dan saling memperkaya unsur
budaya masing-masing.
Pendidikan Multikultural4-25
Kunci Jawaban
1. b. Stereotipe
2. c. Etnosentrisme
3. d. Scape goating
4. c. Pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau
pengalaman yang dangkal terhadap orang atau kelompok tertentu.
5. d. tindakan yang membeda-bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok
dominan terhadap kelompok subordinasinya.
6. c. Kultural
7. b. Adorno
8. a. Scape goating
9. d. Sumner
10. b.Hewstone dan Giles
4-26 Unit 4
Unit 5
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL DI INDONESIA
Sutarno
Pendahuluan
1. Pendidikan Multikultural
5-2 Unit 5
kehidupan individu, kelompok, dan bangsa. Sebagai sebuah ide, maka Pendidikan
Multikultural ini harus mengenalkan pengetahuan tentang berbagai kelompok dan
organisasi yang menentang penindasan dan eksploitasi dengan mempelajari hasil
karya dan ide yang mendasari karyanya (Sizemore, 1981). Dengan mempelajari buku
Habis Gelap terbitlah Terang (hasil karya) yang berasal dari surat-surat Kartini pada
temannya Abendanon, kita mengetahui ide emansipasi wanita yang berasal dari
generasi abad 18. Dengan membaca karya Wulangreh kita dapat mengetahui
pemikiran pihak keraton dalam memahami dan menafsirkan serta dalam menjalankan
ajaran agama Islam di kalangan keraton. Dengan mengkaji Serat Wirid Hidayat Jati
kita mengetahui pemahaman para wali tentang ajaran esoterisme Islam beberapa
abad lalu. Dengan memahami keris, kita mengetahui pola budaya dan keyakinan
suku Jawa tentang kelengkapan hidup seorang lelaki Jawa yang utuh. Dalam budaya
Jawa tradisional, keris tidak semata-mata dianggap sebagai senjata tikam yang
memiliki keindahan dan keunikan bentuk, akan tetapi juga sebagai kelengkapan
budaya spiritual. Uraian lebih lanjut dapat Anda baca pada subunit selanjutnya.
5-4 Unit 5
Agar kualitas pendidikan itu bisa ditingkatkan perlu dikembangkan kurikulum (baru)
yang membangun pemahaman tentang kelompok etnis dan memerangi segala praktek
penindasan.
(1) gerakan persamaan (yang dalam konsep Banks disebut gerakan reformasi
pendidikan),
(2) pendekatan multikultural,
(3) proses menjadi multikultural, dan
(4) komitmen memerangi prasangka dan diskriminasi.
5-6 Unit 5
Selaras dengan pemikiran pakar Pendidikan Multikultural lainnya, Bennet
melihat Pendidikan Multikultural itu sebagai gerakan persamaan di dalam
pendidikan. Ketimpangan yang ada selama ini ada dalam pendidikan harus dikurangi
dan dihilangkan sehingga seluruh etnis dan budaya yang ada bisa mencapai prestasi
secara optimal. Pendidikan Multikultural juga merupakan sebuah pendekatan yang
menggunakan sudut pandang multikultural. Kita perlu mengubah sudut pandang dari
satu sudut pandang kelompok dominan menjadi sudut pandang yang multikultural.
Semua itu belum tercapai dan masih dalam proses untuk menjadi multikultural.
Kondisi multikultural belum tercapai dan hal itu membutuhkan komitmen bersama
kita untuk memerangi prasangka dan diskriminasi.
Oleh karena itu pengembangan dari pendidikan multikultural pun berbeda mulai
dari memberi informasi tentang berbagai kelompok di dalam buku teks, memerangi
rasisme, hingga restrukturisasi kegiatan sekolah secara keseluruhan serta
mereformasi masyarakat untuk membuat sekolah lebih adil, menerima dan seimbang
secara kultural. Hal ini berarti perlu pengubahan program, kebijakan dan praktek
sekolah.
Respon awal para pendidik terhadap gerakan ini nampak tergesa-gesa. Program
dan pelajaran dikembangkan tanpa pemikiran dan perencanaan yang hati-hati dan
sekedar memberi kesan edukatif atau melembaga dalam sistem pendidikan.
Karakteristik dominan dari reformasi sekolah yang berkaitan dengan keberagaman
etnis dan budaya selama tahun 1960-an dan awal 1970-an adalah adanya program
Hari Libur dan hari khusus lain, perayaan etnis, dan pelajaran yang berfokus pada
satu kelompok etnis. Bidang studi etnis yang dikembangkan dan diimplementasikan
selama periode ini biasanya bersifat pilihan dan diambil terutama oleh siswa yang
menjadi anggota kelompok itu.
Keberhasilan yang nyata dari gerakan hak sipil, ditambah pertumbuhan yang
cepat, dan atmosfir nasional yang bebas telah merangsang kelompok korban yang
lain untuk mengambil tindakan dalam menghilangkan diskriminasi terhadap mereka
dan menuntut agar sistem pendidikan itu dikaitkan dengan kebutuhan, aspirasi,
budaya dan sejarah mereka. Pada akhir abad 20 gerakan hak perempuan muncul
sebagai satu dari gerakan reformasi sosial paling signifikan. Pemimpin gerakan ini
seperti Betty Frie dan Gloria Steinem menuntut lembaga politik, sosial, ekonomi, dan
pendidikan melakukan tindakan untuk menghilangkan diskriminasi gender serta
5-8 Unit 5
memberi kesempatan bagi perempuan untuk mengaktualisasi bakatnya dan
mewujudkan ambisinya. Sekalipun sebagian besar guru di sekolah dasar adalah
perempuan, sebagian besar administrator masih dipegang oleh kaum pria. Tujuan
utama dari gerakan hak perempuan adalah:
a. upah yang sama atas kerja yang sama,
b. penghapusan aturan hukum yang mendiskriminasikan wanita dan pria,
c. penghapusan terhadap hal-hal yang membuatnya menjadi warga negara
kelas dua,
d. menuntut adanya partisipasi yang lebih besar dari kaum pria untuk terlibat
dalam pekerjaan rumah tangga dan membesarkan anak.
Ternyata gerakan hak perempuan ini sekarang berpengaruh kuat di Indonesia
akhir-akhir ini. Muncul berbagai seminar, kajian ilmiah, penelitian, dan organisasi
perempuan yang menuntut hak yang lebih baik bagi kaum perempuan. Bahkan secara
politik, kelompok ini telah berhasil mengakomodasikan gerakan dan ide mereka
dalam bentuk Amandemen UUD yang menuntut agar anggota dewan (DPR) harus
memasukkan kaum perempuan minimal 30 % sebagai anggota dewan.
Ketika feminis melihat lembaga pendidikan, mereka mencatat masalah-
masalah yang sama dengan yang diidentifikasi oleh kelompok etnis dari kulit
berwarna. Ada kesamaan masalah antara kelompok feminis dan kelompok etnis kulit
berwarna. Buku teks dan kurikulum didominasi oleh pria dan tidak begitu nampak
unsur perempuan di dalamnya. Feminis menunjukkan bahwa buku teks sejarah
didominasi oleh sejarah politik dan militer yang merupakan bidang-bidang yang
memang partisipan utamanya adalah pria. Sebagian besar mengabaikan sejarah sosial
dan keluarga, sejarah buruh dan orang-orang biasa. Feminis mendesak untuk revisi
buku teks dengan memasukkan lebih banyak sejarah tentang peranan penting dari
perempuan dalam perkembangan negara dan dunia.
Kelompok korban yang lain memerinci keluhan mereka dan menuntut
lembaga-lembaga itu direformasi sehingga diskriminasi itu berkurang dan
memperoleh hak-hak asasi manusia yang lebih baik. Orang dengan
ketidakmampuan/cacat, warga negara senior, dan hak-hak kaum gay merupakan
salah satu di antara kelompok yang terorganisir secara politis selama periode ini dan
membuat terobosan signifikan dalam mengubah lembaga dan aturan hukum.
Pendukung bagi warga negara cacat mencapai kemenangan legal yang signifikan
selama tahun 1970-an. The Education for All Handicapped Children Act 1975
(pasal/hal P.L. 94 – 142) yang mengharuskan siswa yang tidak mampu/cacat dididik
dalam lingkungan terbatas dan dalam lembaga tertentu merupakan kemenangan legal
paling signifikan dari gerakan hak-hak siswa yang tidak mampu/cacat dalam bidang
pendidikan.
Dari semua faktor di atas, semuanya bertitik tolak dari kenyataan yang tak bisa
ditolak bahwa negara-bangsa (nation-state) Indonesia terdiri dari berbagai kelompok
etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa Indonesia secara
sederhana dapat disebut sebagai masyarakat "multikultural". Semua kondisi itu
memang indah dan menjadi kekayaan budaya, tetapi kondisi itu rentan terhadap
adanya perpecahan. Realitas "multikultural" tersebut berhadapan dengan kebutuhan
mendesak untuk merekonstruksi kembali "kebudayaan nasional Indonesia" yang
dapat menjadi "integrating force" yang mengikat seluruh keragaman etnis dan
budaya.
5-10 Unit 5
yang ketat terhadap isu “kedaerahan” telah mengabaikan kemampuan masyarakat
mengatasi masalah tersebut secara terbuka, rasional, beradab dan damai. Sementara
itu pemberian kewenangan yang terlalu besar pada daerah tanpa kesadaran
kebangsaan dan kesadaran multikultural sering menimbulkan berbagai gejolak di
tanah air ini. Mengapa semua ini bisa terjadi dan bagaimana upaya kita
mengatasinya?
Ketika banyak terjadi peristiwa yang silih berganti dan beragam bentuk itu,
timbul pemikiran yang nampak mewarnai pemikiran di sebagian besar bangsa
Indonesia. Ada tiga kelompok pemikiran yang biasa berkembang di Indonesia dalam
menyikapi konflik yang sering muncul.
Kedua, pandangan kaum instrumentalis. Menurut mereka, suku, agama dan identitas
yang lain dianggap sebagai alat saja, yang digunakan individu atau kelompok
tertentu untuk mengejar tujuan yang lebih besar, baik dalam bentuk materiil maupun
non-materiil. Konsepsi ini lebih banyak digunakan oleh politisi dan para elit untuk
mendapatkan dukungan dari kelompok identitas. Dengan meneriakkan "Islam"
misalnya, diharapkan semua orang Islam merapatkan barisan untuk mem-back up
kepentingan politiknya. Sebaliknya dengan meneriakkan “garis keras Islam”
digunakan untuk membatasi bidang gerak supaya tidak mengena pada kelompoknya.
Pemberian ‘label’ ini digunakan bila kata Islam itu mulai dipandang negatif ketika
pelaku pemboman itu datang dari kelompok Islam tertentu. Hukuman mati yang
dijatuhkan pada kelompok Tibo Cs beberapa waktu yang lalu dimanfaatkan oleh
kelompok tertentu untuk menimbulkan demo dan kerusuhan di beberapa wilayah di
Indonesia. Oleh karena itu, dalam pandangan kaum instrumentalis, selama setiap
orang mau berpikir logis, berjiwa nasionalis dan tidak mengikuti kehendak negatif
kelompok elit, selama itu pula benturan antar kelompok identitas dapat dihindari
bahkan tidak terjadi.
5-12 Unit 5
Subunit 2
Prinsip Pengembangan Pendidikan
Multikultural di Indonesia
5-14 Unit 5
membantu anggota kelompok yang menjadi korban agar lebih bersatu dan
mendapatkan keuntungan yang signifikan dari koalisi itu. Koalisi ini dapat menjadi
wahana untuk perubahan sosial dan reformasi. Upaya Jesse Jackson untuk
membentuk apa yang disebut Rainbow Coalition pada level nasional pada tahun
1980-an merupakan salah satu dari tujuan utama rumusan koalisi politik yang efektif
yang terdiri dari orang-orang dari kelompok gender, ras, budaya, dan kelompok kelas
sosial yang berbeda.
Saat ini, ada banyak model dan kerangka kerja Pendidikan Multikultural. Ada
variasi dalam pengembangan Pendidikan Multikultural, mulai dari penambahan
sumber yang beragam dalam kurikulum hingga pada revisi kurikulum kecil atu
bahkan sudah pada pendekatan yang berusaha melakukan perubahan mendasar
terhadap diri, sekolah, dan masyarakat sebagaimana yang diinginkan oleh ahli teori
dan sarjana yang punya komitmen tinggi terhadap Pendidikan Multikultural.
Bagaimana Indonesia ? Sebagai negara yang baru mengenal Pendidikan
Multikultural maka wajarlah bila Indonesia masih pada taraf pertama dengan
penambahan bahan ajar dalam kurikulum. Namun dengan memahami akar gerakan
Pendidikan Multikultural di atas, secara berangsur-angsur kita mengikuti jalur
perubahan yang lebih lengkap yang diletakkan oleh para pendidik, aktivis, dan ahli-
ahli. Dan penting diingat bahwa Pendidikan Multikultural berkaitan dengan konsep
yang relatif baru yang akan terus berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang berubah.
5-16 Unit 5
Latihan
Sampai di sini dulu pembahasan mengenai pengembangan Pendidikan Multikultural.
Sebelum dilanjutkan pada Unit selanjutnya maka untuk lebih memantapkan
pemahaman dan daya analisis Anda terhadap beberapa pengertian kebudayaan,
terlebih dahulu silakan Anda mengerjakan beberapa latihan berikut ini.
1. Jelaskan hubungan antara makna Pendidikan Multikultural dengan
pengembangan Pendidikan Multikultural ?
2. Jelaskan hubungan antara sejarah Pendidikan Multikultural dengan
pengembangan Pendidikan Multikultural ?
3. Mampu menjelaskan tiga kelompok pemikiran yang biasa berkembang di
Indonesia dalam menyikapi konflik yang sering muncul Indonesia.
4. Mampu menyebutkan tujuan Pendidikan Multikultural di Indonesia.
Rangkuman
5-18 Unit 5
proses menjadi multikultural, dan komitmen memerangi prasangka dan
diskriminasi.
8. Faktor-faktor yang melatar belakangi semua pertikaian di tanah air itu disebabkan
oleh kenyataan negara-bangsa (nation-state) yang terdiri dari masyarakat
"multikultural".
10. Ada tiga kelompok pemikiran di masyarakat dalam menyikapi konflik yang
muncul. Pertama, pandangan primordialis, yang menganggap ikatan primordial
sebagai sumber utama benturan kepentingan. Kedua, pandangan kaum
instrumentalis. Menurut mereka, suku, agama dan identitas yang lain digunakan
sebagai alat untuk mengejar tujuan yang lebih besar. Ketiga, kaum konstruktivis,
yang menganggap etnis merupakan sumber kekayaan untuk saling mengenal dan
memperkaya budaya
11. Sekolah dan lingkungan belajar harus memberi pengalaman belajar budaya
masyarakat. Pendidikan Multikultural harus menjadi tujuan pengembangan
warga negara dan warga masyarakat yang lebih demokratis lewat penyediaan
pengetahuan yang lebih akurat, komprehensif dan lewat peningkatan prestasi
akademis dan pemikiran kritis yang diterapkan pada masalah sosial.
• Gerakan persamaan.
Saat ini, ada banyak model dan kerangka kerja Pendidikan Multikultural. Ada
variasi dalam pengembangan Pendidikan Multikultural, mulai dari penambahan
sumber yang beragam dalam kurikulum hingga pada revisi kurikulum kecil
hingga perubahan mendasar terhadap diri, sekolah, dan masyarakat.
Tes Formatif 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat dari beberapa alternatif jawaban yang
disediakan!
1. Pendidikan Multikultural sebagai ide berimplikasi pada ….
a. penambahan bahan ajar
b. pengubahan semua komponen kegiatan pendidikan
c. program studi
d. aksi yang terencana secara terus menerus dan membutuhkan investasi waktu
jangka panjang
5-20 Unit 5
3. ASCD Komisi Pendidikan Multikultural menegaskan bahwa Pendidikan
Multikultural berhubungan dengan....
a. konsep humanistik, kualitas pendidikan, pemenuhan budaya siswa, masyarakat
pluralistik sebagai kekuatan positif dan pemahaman masyarakat global
b. kebijakan dan praktek yang menunjukkan penghormatan terhadap keragaman
budaya melalui filsafat pendidikan, komposisi dan hierarkhi staff, materi
pembelajaran dan prosedur evaluasi
c. reformasi sekolah dan reformasi pendidikan dasar yang komprehensif
d. gerakan persamaan, pendekatan multikultural, proses menjadi multikultural,
dan komitmen memerangi prasangka dan diskriminasi
a. pandangan primordialis
b. pandangan kaum instrumentalis
c. kaum konstruktivis
d. pandangan kaum reformis
7.Pendidikan Multikultural sebagai ide, gerakan reformasi dan proses tidak dilakukan
sambil lalu namun benar-benar direncanakan secara sistematis. Tiga hal di atas
tidak akan dapat dicapai bila hanya dicantumkan sebagai satu pokok bahasan atau
sub pokok bahasan dalam satu bidang studi. Hal di atas adalah latar belakang
pengembangan kurikulum sebagai….
a. total kurikulum
b. penambahan bahan ajar
c. mata pelajaran khusus Pendidikan Multikultural
d. pembenahan struktur organisasi
5-22 Unit 5
Kunci Jawaban
Grant, C.A. dan Sleeter, C.E. 1977. After the School Bell Rings. Philadelphia: The
Falmer Press.
Swiniarski, L., Breitborde, M., & Murphy, J. 1999. Educating the global village:
Including the young child in the world. Upper Saddle River, NJ: Merrill/Prentice
Hall.
5-24 Unit 5
Unit 6
PERANAN SEKOLAH DASAR SEBAGAI
LEMBAGA PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL
___________________________________________________________________
Sutarno
Pendahuluan
6-2 Unit 6
anak didik dengan mengenal bahasa dan dialek yang digunakan siswanya.
Sekolah dasar di Jawa, khususnya Jawa Tengah atau sebagian Jawa Timur
yang banyak menggunakan bahasa dan dialek Jawa dapat membuat program
mingguan misalnya. Hari Sabtu untuk menggunakan bahasa Jawa Krama
Inggil pada waktu istirahat. Kegiatan ini untuk menumbuh sikap hormat dan
kesantunan pada anak didik lewat penggunaan bahasa dan dialek yang
dibudayakan di sekolah.
6. Program penyuluhan/konseling
Program bimbingan dan penyuluhan/konseling akan berperanan dalam
membantu mengatasi kesulitan belajar pada anak, baik itu anak yang
mengalami kelambatan belajar maupun anak yang memiliki bakat khusus.
Petugas penyuluhan dapat memberikan masukan pada kepala sekolah tentang
bakat terpendam dari siswa asuhannya. Kemungkinan ada anak yang lemah
dalam mata pelajaran tertentu ternyata dia memiliki bakat yang besar dalam
menari dan menyanyi yang membutuhkan penyaluran bakat yang memadai.
8. Materi pembelajaran
Materi pelajaran pada semua bidang studi atau bidang yang paling cocok dapat
memasukkan materi budaya itu dalam pembelajaran. Penggunaan sempoa pada
matapelajaran matematika, materi bacaan pada pelajaran Bahasa Indonesia dan
6-4 Unit 6
Subunit 2
6-6 Unit 6
responsif terhadap kultural. Model ini merupakan pedagogi lintas disiplin dan lintas
budaya. Jadi, sudah saatnya untuk memperhitungkan kebudayaan sebagai landasan
penting dalam menentukan komponen tujuan, materi, proses, dan evaluasi
suatu perencanaan dan pelaksanaan, dan kegiatan belajar siswa.
Pendidikan Multikultural digunakan oleh pendidik untuk menggambarkan
kegiatan dengan siswa yang berbeda karena ras, gender, kelas, atau
ketidakmampuan. Tujuan kemasyarakatan pendekatan ini adalah untuk mengurangi
prasangka dan diskriminasi terhadap kelompok yang tertindas (oppressed groups),
bekerja atas dasar kesempatan yang sama dan adanya keadilan sosial pada semua
kelompok, serta distribusi kekuasaan yang adil di antara anggota kelompok budaya
yang berbeda. Pendekatan Pendidikan Multikultural mencoba mereformasi proses
persekolahan secara keseluruhan tanpa memandang apakah sekolah itu sekolah
pinggiran yang terbelakang atau sekolah kota yang maju.
Berbagai praktek dan proses di sekolah direkonstruksi kembali sehingga
menjadi model sekolah yang berdasarkan persamaan dan pluralisme. Misalnya,
pembelajaran diorganisir seputar konsep disiplin namun materi rincian dari konsep
itu disajikan dari pengalaman dan perspektif dari berbagai kelompok berbeda.
Pembelajaran tidak memakai lagi pengelompokan berdasarkan kekuatan siswa dan
tidak ada lagi praktek yang membeda-bedakan siswa. Siswa didorong untuk
menganalisa isu lewat sudut pandang yang berbeda.
Andaikan Anda sedang mengajar sastra, Anda dapat memilih literatur yang
ditulis oleh anggota kelompok yang berbeda. Ini bukan hanya mengajari siswa
bahwa kelompok di luar kelompoknya telah menghasilkan karya sastra, namun juga
memperkaya konsep sastra karena memungkinkan siswa menyelami bentuk sastra
yang berbeda, di samping sastra universal tertentu semisal karya Shakespiere.
Perjuangan universal dapat diuji lewat bacaan dari kelompok yang saling
berhadapan, misalnya, tentang gadis Alaska dalam Julie of the Wolves dan gadis
Polynesia dalam Island of the Blue Dolphins di samping orang kulit putih dalam The
Call of the Wild.
Juga penting bahwa kontribusi dan perspektif yang dipilih menggambarkan
kelompoknya sendiri secara aktif dan dinamis. Ini mempersyaratkan bahwa Anda
belajar tentang berbagai kelompok dan mejadi sadar tentang apa yang penting dan
bermakna bagi mereka. Misalnya, guru mengajar tentang nilai kehormatan dan
kesetiaan dari bangsa Jepang yang terdapat dalam tindakan “bunuh diri”. Atau
tindakan melukai tubuhnya sendiri hingga berdarah dan menceburkan dirinya ke
sungai Gangga bagi sebagian bangsa India. Tindakan itu hanya bisa dipahami bila
kita memahami apa yang penting dan bermakna bagi mereka. India adalah bangsa
yang sangat majemuk, namun kemajemukan masih kalah dibandingkan dengan
kemajemukan Indonesia.Kenyataan ini diakui pula oleh seorang ahli sejarah India
berbangsa Amerika, Wolpert (1965:7) yang mengatakan bahwa masyarakat India
adalah lebih pluralistik dalam segala hal dibandingkan dengan negara lain di muka
bumi ini kecuali Indonesia. Indonesia adalah negara yang kaya dengan budaya
seperti dinyatakan dalam motto nasional "Bhinneka Tunggal Ika (Bhina = berbeda;
Tunggal = Satu; Ika = itu). Oleh karena itu, apabila kebudayaan adalah salah satu
landasan kuat dalam pengembangan pembelajaran di Indonesia maka pembelajaran
harus pula memperhatikan multikultural yang ada.
6-8 Unit 6
Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Multikultural
Proses pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Multikultural haruslah meliputi tiga dimensi yaitu sebagai ide, sebagai langkah kerja
operasional (gerakan), dan sebagai proses. Ketiga dimensi Pendidikan Multikultural
ini berkaitan satu dengan lainnya. Pembelajaran Pendidikan Multikultural sebagai
proses dilaksanakan dengan berbagai langkah kerja operasional sebagai gerakan.
Langkah kerja operasional tersebut merupakan operasionalisasi perencanaan dan
pelaksanaan Pendidikan Multikultural sebagai ide.
6-10 Unit 6
pada banyaknya materi yang harus dipelajari tetapi bagaimana mempelajarinya.
Secara teknis filsafat pendidikan dasar harus berubah dari esensialisme ke arah
yang lebih humanisme atau bahkan rekonstruksi sosial. Masalah-masalah yang
berkembang dalam masyarakat, tuntutan masyarakat, dan keunggulan masyarakat
dapat dijadikan materi pelajaran. Budaya masyarakat menjadi sumber, obyek
sekaligus dasar untuk mengembangkan proses belajar dan sebagai sumber belajar.
Dengan perubahan filosofi ini maka sifat pembelajaran lebih terbuka terhadap
berbagai perkembangan yang terjadi di masyarakat termasuk perubahan dan
pengembangan kebudayaan. Untuk itu diperlukan adanya revisi terhadap tujuan,
materi, proses belajar, dan evaluasi yang dikembangkan.
Pendekatan multikultural bukan saja mampu menjadi media pengembangan
budaya lokal tetapi juga merupakan media pengembang budaya nasional, maupun
budaya universal. Kebudayaan lokal menjadi dasar dalam mengembangkan
kebudayaan nasional. Prinsip ini mutlak harus dikembangkan karena keragaman
budaya adalah sumber yang tak ternilai bagi perkembangan kebudayaan nasional.
Kebudayaan nasional itu menjadi landasan dalam memahami budaya universal.
Pengembangan perencanaan dan pelaksanaan dalam dimensi ide harus jelas
mengungkapkan hal ini dan kemudian harus tercermin dalam pengembangan
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
6-12 Unit 6
Posisi keragaman yang berada pada tataran sekolah dan masyarakat tak boleh
diabaikan. Oleh karena itu, keragaman sosial dan budaya harus menjadi faktor yang
dipertimbangkan dalam penentuan filsafat, teori, visi, pengembangan dokumen,
sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
6-14 Unit 6
• Dengan perhatian perayaan pada kelompok bukan dominan di luar konteks
yang diletakkan dalam kurikulum, pengajar sedang mendefinisikan lebih
lanjut kelompok ini sebagai “yang lain”.
• Kurikulum pada tahap ini gagal memberikan pengalaman nyata pada
kelompok non dominan alih-alih memfokuskan pada pemenuhan beberapa
karakter pahlawan. Siswa dapat belajar memperhitungkan perjuangan dari
kelompok non dominan sebagai informasi "extra" daripada pengetahuan
penting dalam keseluruhan pemahaman tentang dunia.
• Perayaan spesial pada tahap ini sering digunakan untuk pembenaran
(justifikasi), tidak benar-benar mengubah kurikulum.
• Pendekatan Hari Libur dan Pahlawan dalam bentuk keseluruhan
pengalaman, sumbangan, perjuangan, dan suara kelompok dominan,
bersesuaian secara langsung dengan kurikulum dominan.
Tahap 3: Integrasi
Pada tahap Integrasi, guru melampaui kepahlawanan dan hari libur dengan
menambahkan materi dan pengetahuan substansial tentang kelompok bukan
dominan ke dalam kurikulum. Pengajar dapat menambahkan pada koleksi buku
yang ditulis oleh penulis dari kelompok lain. Ia dapat menambahkan suatu unit yang
mencakup, misalnya, peranan wanita pada Perang Dunia I. Guru musik dapat
menambah dari daerah Papua atau tarian Cakalele dari Maluku Utara. Pada level
sekolah, sejarah kota tertentu dapat ditambahkan pada keseluruhan kurikulum.
• Materi dan unit baru menjadi sumber dan pengetahuan seperti buku teks dan
isi kurikulum masih didasarkan pada orientasi kelompok dominan (Banks,
1993).
Guru mempelajari tradisi dan perilaku budaya asal siswanya dalam upaya
untuk lebih memahami bagaimana guru itu harus memperlakukan siswa itu. Di
Barat, khususnya Amerika Serikat, guru memiliki buku pegangan yang
mendeskripsikan bagaimana mereka seharusnya berhubungan dengan siswa Afrika-
Amerika, siswa Latin, siswa Asia Amerika, siswa Amerika Asli, dan kelompok lain
berdasarkan interpretasi terhadap tradisi dan gaya komunikasi dari kelompok
tertentu itu. Di Indonesia, khususnya di Jawa guru perlu lebih mengenal budaya
Jawa secara utuh budaya Jawa walaupun dia berasal dari luar Jawa.
Guru dan staf memulai program temporer dan satu waktu tertentu dengan
mengenal adanya keketidak samaan dalam berbagai aspek pendidikan. Mereka
dipanggil bersama-sama dalam suatu pertemuan untuk mendiskusikan konflik rasial
atau mendatangkan seorang konsultan untuk membantu guru merancang
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang ditujukan untuk berbagai
6-16 Unit 6
kelompok yang berbeda. Mereka mungkin menciptakan suatu program untuk
melibatkan siswa wanita dalam mencapai prestasi matematik dan sains secara
optimal. Mengapa ? Karena dari hasil penelitian di kedua sektor ini wanita kurang
menunjukkan prestasinya yang unggul dibandingkan pria. Pendekatan ini biasanya
bersifat reaktif berhubungan dengan isu tertentu atau kritik yang menjadi persoalan
umum.
Vasquez dan Wainstein (1990: 608) menyatakan hanya ada sedikit literatur yang
memberi "strategi praktis untuk pembelajaran siswa minoritas. . .Banyak siswa
minoritas gagal di sekolah bukan karena berbeda secara kultural namun karena
anggota pengajar tidak disiapkan untuk mengenal perbedaan budaya sebagai
kekuatan". Pada ahli teori kritis seperti Giroux, Freire, and Anyon yang menekankan
kebutuhan akan pedagogi humanisasi dengan "menciptakan lingkungan yang
memungkinkan adanya tindakan dan refleksi " (Bartolome,1994: 177). Bartolome
(1994: 177) mengusulkan dua model pembelajaran yang memungkinkan “siswa
yang tersubordinasi berubah dari posisi obyek menjadi subyek”:
6-18 Unit 6
Unit 7
PEMBELAJARAN BERBASIS BUDAYA
Sutarno
Pendahuluan
Pada Subunit 1 ini akan disajikan berbagai hal yang harus diperhatikan dalam
memasukkan materi Pendidikan Multikultural dalam bentuk pembelajaran yang ada
di kelas maupun di luar kelas.
Pemakaian budaya lokal (etnis) dalam Pembelajaran Berbasis Budaya sangat
bermanfaat bagi pemaknaan proses dan hasil belajar, karena peserta didik
mendapatkan pengalaman belajar yang kontekstual (titian kambing) dan bahan
apersepsi untuk memahami konsep ilmu pengetahuan dalam budaya lokal (etnis)
yang dimiliki. Di samping itu, model pengintegrasian budaya dalam pembelajaran
dapat memperkaya budaya lokal (etnis) tersebut yang pada gilirannya juga dapat
mengembangkan dan mengukuhkan budaya nasional yang merupakan puncak-
puncak budaya lokal dan budaya etnis yang berkembang (Dikti, 2004: 4). Dalam
Pembelajaran Berbasis Budaya, “budaya diintegrasikan sebagai alat bagi proses
belajar untuk memotivasi peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan, bekerja
secara kooperatif, dan mempersepsikan keterkaitan antara berbagai mata pelajaran.”
Empat belas petunjuk berikut didesain untuk membantu Anda dengan lebih baik
dalam mengintegrasikan isi tentang kelompok etnis ke dalam perencanaan dan
pelaksanaan sekolah dan mengajar secara efektif dalam lingkungan multikultural.
a. Anda, guru, adalah variabel yang amat penting dalam mengajarkan materi
etnis. Jika Anda memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang
7-2 Unit 7
diperlukan, saat Anda menghadapi materi rasis di dalam bahan pelajaran atau
mengobservasi rasisme dalam pernyataan dan perilaku siswa, Anda dapat
menggunakan situasi ini untuk mengajarkan pelajaran penting tentang
pengalaman kelompok etnis tertentu.
b. Pengetahuan tentang kelompok etnis diperlukan untuk mengajarkan materi
etnis secara efektif. Baca paling sedikit satu buku utama yang mensurvei
sejarah dan budaya kelompok etnis.
c. Sensitiflah dengan sikap, perilaku rasial Anda sendiri dan pernyataan yang
Anda buat sekitar kelompok etnis di kelas. Pernyataan seperti ”Duduk seperti
seorang Indian” sebagai stereotipe Amerika Asli. Duduk “bersimpuh seperti
orang Jawa”.
d. Yakinkan bahwa kelas Anda membawa citra positif tentang berbagai kelompok
etnis. Anda dapat melakukan ini dengan menayangkan majalah dinding, poster,
dan kalender yang memperlihatkan perbedaan rasial dan etnis dalam
masyarakat.
e. Sensitiflah terhadap sikap rasial dan etnis dari siswa Anda dan jangan
menerima keyakinan bahwa “anak-anak tidak melihat ras, kelompok
kaya/miskin, warna kulit.” Karena hal ini disangkal oleh riset. Semenjak riset
pemula oleh Lasker pada tahun 1929, peneliti telah mengetahui bahwa anak
yang muda sekali sadar akan perbedaan rasial dan bahwa mereka cenderung
menerima penilaian atas berbagai kelompok ras yang normatif dalam
masyarakat luas. Jangan mencoba mengabaikan perbedaan ras dan etnis yang
Anda lihat; cobalah merespon perbedaan ini secara positif dan sensitif.
f. Bijaksanalah dalam pilihan Anda dan dalam menggunakan materi pelajaran.
Sebagian materi mengandung stereotipe yang halus maupun mencolok atas
kelompok etnis. Menjelaskan pada siswa kalau suatu kelompok etnis
distereotipkan, diabaikan dari, atau menggambarkan materi dari sudut pandang
tertentu.
g. Gunakan buku, film, videotipe, dan rekaman yang dijual di pasaran untuk
pelengkap buku teks dari kelompok etnis dan menyajikan perspektif kelompok
etnis pada siswa Anda. Beberapa sumber ini mengandung gambaran yang kaya
dan kuat atas pengalaman dari orang kulit berwarna.
h. Berikan sentuhan warisan budaya dan etnis Anda sendiri. Dengan berbagi
kisah etnis dan budaya dengan siswa, Anda akan menciptakan iklim berbagai di
kelas, akan membantu memotivasi siswa mendalami akar budaya dan etnis dan
akan menghasilkan pembelajaran yang kuat bagi siswa Anda.
i. Sensitiflah dengan kemungkinan sifat kontroversial dari sebagian materi studi
etnis. Jika Anda telah jelas dan paham tentang tujuan pengejaran, Anda dapat
menggunakan buku yang kurang kontroversial untuk mencapai utujuan yang
sama.
j. Sensitiflah dengan tahap perkembangan dari siswa Anda jika Anda memilih
konsep, mater, dan aktivitas yang brkaitan dengan kelompok etnis. Konsep dan
aktivitas belajar bagi anak TK dan SD seharusnya spesifik dan kongkrit. Siswa
di sekolah dasar seharusnya diajari konsep seperti persamaan, perbedaan,
prasangka, dan diskriminasi daripada konsep yang lebih tinggi seperti rasisme
dan penjajahan. Visi dan biografi merupakan wahana yang bagus untuk
Hernandes (1989) memberi petunjuk pada guru dalam memilih materi dan
proses Pendidikan Multkultural. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
materi dan proses pembelajaran Pendidikan Multikultural adalah sebagai berikut:
1. Penting mengemukakan alasan politik, sosial, pendidikan dan ekonomi untuk
mengenalkan bangsa sebagai masyarakat yang beraneka ragam secara budaya.
2. Pendidikan Multikultural untuk semua siswa.
3. Pendidikan Multikultural sinonim dengan pengajaran efektif.
4. Pengajaran adalah pertemuan multi dan lintas budaya.
5. Sistem pendidikan tidak melayani semua siswa sama baiknya.
6. Pendidikan Multikultural (seharusnya) sinonim dengan inovasi dan reformasi
pendidikan.
7. Yang terdekat dengan orang tua (terutama pemberi perhatian) adalah guru. Guru
merupakan salah satu faktor terpenting dalam hidup siswa.
7-4 Unit 7
8. Interaksi kelas antara guru dan siswa merupakan bagian utama dari proses
pendidikan dari sebagian besar siswa.
Dari Gordon dan Robert mengajukan sejumlah prinsip yang menjadi dasar dalam
menyeleksi materi pokok:
1. Seleksi materi pokok bahasan seharusnya mencantumkan hal-hal kultural.
Didasarkan pada keilmuan masa kini. Keinklusifan ini seharusnya berhubungan
dengan pendapat yang berbeda dan interpretasi yang beragam.
2. Materi pokok bahasan yang diseleksi untuk dicantumkan seharusnya
merepresentasikan keberagaman dan kesatuan di dalam dan lintas kelompok.
3. Materi pokok bahasan yang diseleksi untuk dicantumkan seharusnya berada
dalam konteks waktu dan tempat
4. Materi pokok bahasan yang diseleksi untuk dicantumkan seharusnya memberikan
prioritas untuk memperdalam di samping keluasan.
5. Perspektif multi budaya seharusnya dimasukkan di dalam keseluruhan
kurikulum.
6. Materi pokok bahasan yang diseleksi untuk dicantumkan seharusnya
diperlakukan sebagai konstruk sosial dan oleh karena itu tentatif seperti halnya
seluruh pengetahuan.
7. Pokok bahasan seharusnya menggambarkan dan tersusun berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang dialami siswa untuk dibawa ke kelas.
8. Pedagogi seharusnya berkaitan dengan sejumlah cara belajar mengajar interaktif
agar menambah pengertian, pengujian kontraversi dan saling belajar.
Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Budaya dipelajari
dalam program studi khusus, tentang budaya dan untuk budaya. Dalam hal ini,
budaya tidak terintegrasi dengan bidang ilmu lain.
Belajar dengan budaya terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai
cara atau metode untuk mempelajari pokok bahasan tertentu. Belajar dengan budaya
meliputi pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya. Dalam belajar dengan
budaya, budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam proses
belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu
mata pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu
mata pelajaran.
7-6 Unit 7
Misalnya, untuk memperkenalkan bentuk bilangan (bilangan positif, bilangan
negatif) dalam suatu garis bilangan, digunakan Cepot (tokoh jenaka dalam wayang
Sunda). Cepot akan memandu siswa berinteraksi dengan garis bilangan dan operasi
bilangan dalam pembelajaran matematika. Contoh lain, diwujudkan ketika seorang
pengajar mempergunakan sempoa (alat untuk menghitung yang biasa digunakan oleh
orang Tionghoa). Pengajar dapat menunjukkan kedudukan satuan, puluhan, ratusan,
ribuan dan seterusnya dan menunjukkan cara penambahan dan pengurangan bahkan
untuk perkalian dan pembagian.
Contoh lain, seorang pengajar pelajaran fisika menggunakan angklung, calung atau
berbagai bentuk dan ukuran gong untuk memperkenalkan konsep bunyi, gelombang
bunyi, dan gema. Guru seni suara pun bisa menggunakan angklung itu untuk
memperkenalkan nada dan mengiringi lagu.
Tabel 7.1 Contoh Model Pembelajaran Berbasis Budaya Bidang Studi IPA
Wujud budaya itu dapat berupa wujud idiil (adat tata kelakuan) yang abstrak
yang terletak di alam pikiran masyarakat. Wujud kedua adalah sistem sosial
mengenai kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sifatnya kongkrit, bisa
diobservasi. Wujud ketiga adalah kebudayaan fisik yang bersifat paling kongkrit dan
berupa benda yang dapat diraba dan dilihat Ketiga wujud dari kebudayaan di atas
dalam kenyataan kehidupan masyarakat tidak terpisah satu dengan yang lain.
a. cerita daerah (misal Malin Kundang, Rara Mendut, asal nama kota
Banyuwangi),
b. Tari-tarian (Tari Kancet Papatai / Tari Perang Suku Dayak)
c. Tembang/lagu-lagu daerah (Ilir-ilir, Sluku-sluku bathok),
d. Permainan (bentik, Jamuran, dakon) dan
e. Seni pertunjukan (wayang, ketoprak, reog ponorogo)
f. Kebiasaan/tradisi setempat (tahlil, yasinan, bersih deso, tradisi larung sesaji,
sekaten)
g. Benda-benda dan makna filosofisnya (mandau, perisai, benda tradisional).
7-8 Unit 7
Gambar 3.19 Rencong Aceh
2. Tari
- Kepahlawan, kelincahan, kegesitan, dan semangat. (Tari Kancet Pepatay
suku Dayak Kenyah, Tari Cakalele, Maluku Utara).
- Spiritual (Tari Kecak Bali, Tari Saman Aceh, Tari Bedhaya Ketawang)
3. Tembang/Lagu-lagu daerah
- Religius (Ilir-ilir)
- Kegembiraan (Sluku sluku bathok)
4. Permainan
- Kelenturan, kecermatan, kegesitan (benthik)
- Kebersamaan/kerjasama (jamuran)
5. Seni Pertunjukan
- Tuntunan (ketoprak dan wayang)
- Ketuhanan, heroisme, keindahan (wayang)
6. Kebiasaan/tradisi
- Religius (sekaten, tahlil, yasinan)
- keselarasan, keserasian dan keseimbangan (bersih deso, larung
sesaji).
7. Benda-benda dan makna filsofisnya
8. Pakaian
Pakaian adalah kulit sosial dari kebudayaan kita. Pakaian adalah
perpanjangan tubuh yang menghubungkan sekaligus memisahkan antara
tubuh dan dunia luar.
7-10 Unit 7
2) Model Pembelajaran berbasis berbasis budaya melalui cerita rakyat.
- Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat (demokrasi, pendidikan,
kepribadian, keberanian, kesehatan, persatuan, moral)
- Contoh-contoh cerita rakyat.
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/educatrs/presrvce/pe3lk1.htm
http://www.thememoryhole.org/edu/eric/ed273539.html
http://www.ericdigests.org/1992-5/perspective.htm
http://www.ncela.gwu.edu/pubs/focus/focus6.htm
http://www.ericdigests.org/1995-1/multicultural.htm
http://www.nameorg.org/resolutions/definition.html
http://www.edchange.org/multicultural/initial.html
http://www.edchange.org/multicultural/curriculum/steps.html
http://www.edchange.org/multicultural/initial.html
http://www.edchange.org/multicultural/activities/choosing.html
http://www.edchange.org/multicultural/activities/groundrules.html
http://www.edchange.org/multicultural/activities/activity3.html
http://www.udel.edu/bateman/acei/misconceptions.htm
http://www.aaanet.org/cae/aeq/br/gorski.htm
http://www.edchange.org/multicultural/define_old.html (her)
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/04/jogja/21643.htm
7-12 Unit 7
Glosarium
7-14 Unit 7