Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI

Oleh :

Nama : Anik Wahyunita

NIM : 2001004
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

2021/2022

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI

I. Konsep Dasar Pemenuhan Eleminasi

A. Pengertian

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme

tubuh. Pembuangan dapat melalui urine ataupun bowel (Tarwoto

Wartonah Edisi 4). Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses

pembuangan sisa metabolisme yang tidak terpakai. Eliminasi yang teratur

penting untuk fungsi tubuh normal. Perubahan pada defekasi dapat

menyebabkan masalah pada GI dan bagian tubuh lain, karena sisa-sisa

produk adalah racun. Pola defekasi bersifat individual, bervariasi dari

beberapa kali sehari sampai berapa kali seminggu. Jumlah feses yang

dikeluarkanpun bervariasi jumlahnya tiap individu.

Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh

berupa feses (bowel). Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan

rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada

setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3
kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika

gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan

rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi

sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek

yang penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat

menyebabkan masalah pada system gastrointestinal dan system tubuh

lainya. Karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan beberapa

faktor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi di antara individu. Namun,

telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar

dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya

insiden kanker kolorektal (Robinson dan Weigley,1989 dalam Potter &

Perry Edisi 4)

B. Fisiologi Defekasi.

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum,

sedangkan fisiologi defekasi adalah mekanisme perjalanan makanan

hingga akhirnya keluar menjadi feses melalui anus dalam proses defekasi.

Frekuensi defekasi sangat bersifat individual, yang beragam dari beberapa

kali sehari hingga dua atau tiga kali seminggu. Jumlah yang dikeluarkan

juga bervariasi pada setiap orang. Jika gelombang peristaltic

menggerakkan feses ke kolon sigmoid dan rektum,saraf sensorik di rektum

di stimulasi dan individu menjadi ingin defekasi. Jika sfingter anal internal

relaks, maka feses akan bergerak menuju anus. Setelah individu di

dudukkan pada toilet, sfingter anal eksternal akan berelaksasi secara


volunter. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot abdomen dan

diagfragma, yang meningkatkan tekanan abdomen dan oleh kontraksi otot

dasar panggul, yang memindahkan feses ke saluran anus. Berikut ini akan

dibahas secara singkat organ-organ yang berperan dalam sistem

pencernaan beserta fungsinya.

1. Mulut

Proses pertama dalam sistem pencernaan berlangsung di mulut.

Makanan akan dipotong, diiris, dan dirobek dengan bantuan gigi.

Makanan yang masuk ke mulut dipotong menjadi bagian yang lebih

kecil agar mudah di telan dan untuk memperluas permukaan makanan

yang akan terkena enzim. Setelah makanan dipotong menjadi bagian

yang lebih kecil, maka selanjutnya makanan akan diteruskan ke faring

dengan bantuan lidah.

2. Faring

Faring adalah rongga dibelakang tenggorokan yang berfungsi

dalam sistem pencernaan dan pernafasan. Dalam sistem pencernaan,

faring berfungsi sebagai penghubung antara mulut dan esofagus.

3. Esofagus

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus yang

terbentang antara faring dan lambung. Pada saat menelan, makanan

akan dipicu oleh gelombang peristaltik yang akan mendorong bolus

menelusuri esofagus dan masuk ke lambung.


4. Lambung

Lambung adalah organ yang terletak antara esofagus dan usus

halus. Di dalam lambung makanan yang masuk akan disimpan lalu

disalurkan ke usus halus. Sebelum makanan masuk ke usus halus,

makanan terlebih dahulu akan dihaluskan dan dicampurkan kembali

sehingga menjadi campuran cairan kental yang biasa disebut dengan

kimus. Lambung menyalurkan kimus ke usus halus sesuai dengan

kapasitas usus halus dalam mencerna dan menyerap makanan dan

biasanya satu porsi makanan menghabiskan waktu dalam hitungan

menit.

5. Usus halus

Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan

penyerapan berlangsung.

6. Usus besar

Usus besar adalah organ pengering dan penyimpan makanan.

Kolon mengekstrasi H2O dan garam dari isi lumennya untuk

membentuk masa padat yang disebut feses. Fungsi utama usus besar

adalah untuk menyimpan feses sebelum defekasi. Kolon terdiri dari 7

bagian, yaitu sekum, kolon asendens, kolon transversal, kolon

desendens, kolon sigmoid, rektum dan anus.Usus besar adalah sebuah

saluran otot yang dilapisi oleh mukosa. Serat otot yang dilapisi oleh

membrane mukosa. Serat otot berbentuk sikular dan longitudinal yang

memungkinkan usus membesar dan berkontraksi melebar dan

memanjang. Otot longitudinal lebih pendek dibandingkan kolon, oleh

karena itu usus besar membentuk kantung atau yang biasa disebut
dengan haustra. Kolon juga memberi fungsi perlindungan karena

mensekresikan lendir. Lendir ini berperan untuk melindungi usus

besar dari trauma akibat pembentukan asam di dalam feses dan

berperan sebagai pengikat yang akan menyatukan materi fekal. Lendir

ini juga akan melindungi usus besar dari aktifitas bakteri.Di dalam

usus besar terdapat 3 tipe pergerakan yaitu gerakan haustral churning,

peristalsis kolon, peristalsis masa. Gerakan haustral churning akan

menggerakan makanan ke belakang dan ke depan yang berperan untuk

menyatukan materi feses, membantu penyerapan air dan untuk

menggerakan isi usus kedepan. Gerakan peristalsis kolon adalah

gerakan yang menyerupai gelombang yang akan mendorong isi usus

kedepan. Gerakan ini sangat lambat dan diduga sangat sedikit

menggerakan materi feses tersebut disepanjang usus besar. Yang

ketiga adalah gerakan peristalsis massa. Gerakan ini melibatkan suatu

gerakan kontraksi yang sangat kuat sehingga menggerakkan sebagian

besar kolon. Biasanya gerakan ini terjadi setelah makan, distimulasi

oleh keberadaan makanan di dalam lambung dan usus halus. Gerakan

peristalsis massa hanya terjadi beberapa kali dalam sehari pada orang

dewasa.
7. Rektum dan Anus

Rektum pada orang dewasa biasanya memiliki panjang 10 — 15

cm sedangkan saluran anus memiliki panjang 2,5 — 3 cm. Di dalam

rektum terdapat lipatan-lipatan yang dapat meluas secara vertical.

Setiap lipatan vertikal berisi sebuah vena dan arteri. Diyakini bahwa

lipatan ini membantu menahan feses di dalam rektum. Jika vena

mengalami distensi seperti yang dapat terjadi jika terdapat tekanan

berulang.Saluran anus diikat oleh otot sfingter internal dan eksternal.

Sfingter internal berada dibawah kontrol involunter dan dipersarafi

oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksternal berada di

bawah kontrol volunter dan dipersarafi ooleh sistem saraf somatik.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal

Pada defekasi bertahap dalam kehidupan yang berbeda. Keadaan

diet, asupan dan haluran cairan, aktivitas, faktor psikologis, gaya hidup,

pengobatan dan prosedur medis, serta penyakit juga mempengaruhi

defekasi.

1. Perkembangan
Bayi yang baru lahir, batita, anak — anak,dan lansia adalah

kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam pola eliminasi.

a. Bayi yang baru lahir

Mekonium, adalah materi feses pertama yang dikeluarkan oleh

bayi baru lahir, normalnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah

lahir. Bayi sering mengeluarkan feses, sering kali setiap sesudah

makan. Karena usus belum matur, air tidak diserap dengan baik dan

feses menjadi lunak, cair, dan sering dikeluarkan. Apabila usus telah

matur, flora bakteri meningkat. Setelah makanan padat

diperkenalkan, feses menjadi lebih keras dan frekuensi defekasi

berkurang.

b. Batita

Sedikit kontrol defekasi telah mulai dimiliki pada usia 1 ½

sampai 2 tahun. Pada saat ini anak — anak telah belajar berjalan

dan sistem saraf dan sistem otot telah terbentuk cukup baik untuk

memungkinkan kontrol defekasi. Keinginan untuk mengontrol

defekasi di siang hari dan untuk menggunakan toilet secara umum

dimulai pada saat anak menyadari ketidaknyamanan yang

disebabkan oleh popok yang kotor dan sensasi yang menunjukkan

kebutuhan untuk defekasi. Kontrol di siang hari umumnya

diperoleh pada usia 2 ½ tahun., setelah sebuah proses pelatihan

eliminasi.

c. Anak usia sekolah dan remaja


Anak usia sekolah dan remaja memiliki kebiasaan defekasi yang

sama dengan kebiasaan mereka saat dewasa. Pola defekasi beragam

dalam hal frekuensi, kuantitas, dan konsistensi. Beberapa anak usia

sekolah dapat menunda defekasi karena aktivitas seperti bermain.

d. Lansia

Konstipasi adalah masalah umumpada populasi lansia. Ini,

sebagian, akibat pengurangan tingkat aktivitas, ketidakcukupan

jumlah asupan cairan dan serat, serta kelemahan otot. Banyak lansia

percaya bahwa “keteraturan” berarti melakukan defekasi setiap hari.

Mereka yang tidak memenuhi kriteria ini sering kali mencari obat

yang dijual bebas untuk meredakan kondisi yang mereka yakini

sebagai konstipasi. Lansia harus dijelaskan bahwa pola normal

eliminasi fekal sangat beragam.

Bagi beberapa orang dapat setiap dua hari sekali bagi orang lain,

dua kali dalam satu hari. Kecukupan serat dalam diet, kecukupan

latihan, dan asupan cairan 6 sampai 8 gelas sehari merupakan upaya

pencegahan yang essensial terhadap konstipasi. Berespons terhadap

refleks gastrokolik (peningkatan peristalsis kolon setelah makanan

memasuki lambung) juga merupakan pertimbangan yang sangat

penting. Individu paruh baya harus diperingatkan bahwa penggunaan

laksatif secara konsisten akan menghambat refleks defekasi alamiah

dan diduga menyebabakan konstipasi dan bukan menyembuhkannya.

2. Diet
Bagian massa (selulosa, serat) yang besar di dalam diet

dibutuhkan untuk memberikan volume fekal. Diet lunak dan diet

rendah serat berkurang memiliki massa dan oleh karena itu kurang

menghasilkan sisa dalam produk buangan untuk menstimulasi refleks

defekasi. Makanan tertentu sulit atau tidak mungkin untuk dicerna

oleh beberapa orang. Ketidakmampuan ini menyebabkan masalah

pencernaan dan dalam beberapa keadaan dapat menghasilkan feses

yang encer.

3. Cairan

Bahkan jika asupan cairan atau haluaran (misalnya urine atau

muntah) cairan berlebihan karena alasan tertentu, tubuh terus akan

menyerap kembali cairan dari kime saat bergerak di sepanjang kolon.

Kime jadi lebih lebih kering dibandingkan normal, menghasilkan

feses yang keras. Selain itu pengurangan asupan cairan memperlambat

perjalanan kime disepanjang usus, makin meningkatkan penyerapan

kembali cairan dari kime.

4. Aktivitas

Aktivitas menstimulasi peristalsis, sehingga memfasilitasi

pergerakan kime disepanjang kolon. Otot abdomen dan panggul yang

lemah sering kali tidak efektif dalam meningkatkan tekanan intra

abdomen selama defekasi atau dalam mengontrol defekasi.

5. Faktor psikologis

Beberapa orang yang merasa cemas atau marah mengalami

peningkatan aktivitas peristaltik dan selanjutnya mual dan diare.

Sebaliknya, beberapa orang yang mengalami depresi dapat mengalami


perlambatan motilitas usus, yang menyebabkan konstipasi. Bagaimana

seseorang berespons terhadap keadaan emosional ini adalah hasil dari

perbedaaan individu dalam respons sistem saraf enterik terhadap vagal

dari otak.

6. Kebiasaan defekasi

Pelatihan defekasi sejak dini dapat membentuk kebiasaan

defekasi pada waktu yang teratur. Banyak orang yang melakukan

defekasi setelah sarapan, saat refleks gastrokolik menyebabkan

gelombang peristaltik massa di usus besar.

7. Obat-obatan

Beberapa orang memiliki efek samping yang dapat mengganggu

eliminasi normal. Beberapa obat menyebabkan diare: obat lain seperti

obat penenang tertentu dalam dosis besar dan pemberian morfin dan

kodein secara berulang, menyebabkan konstipasi karena obat tersebut

menurunkan aktivitas gastrointestinal melalui kerjanya pada sistem

saraf pusat.

8. Proses diagnostik

Sebelum prosedur diagnostik tertentu seperti visualisasi

kolon, klien dilarang mengomsumsi makanan atau minuman. Bilas

enema dapat dilakukan pada klien sebelum pemeriksaan. Dalam

kondisi ini, defekasi normal biasanya tidak akan terjadi sampai klien

mengomsumsi makanan kembali.

9. Anastesia dan pembedahan

Anestesi umum menyebabkan pergerakan kolon normal

berhenti atau melambat dengan menghambat stimulasi saraf


parasimpatis ke otot kolon. Klien yang mendapatkan anastesia

regional atau spinal kemungkinan lebih jarang mengalami masalah

ini. Pembedahan yang melibatkan penanganan usus secara langsung

dapat menyebabkan penghentian pergerakan usus secara sementara.

Kondisi ini disebut ileus.

10. Kondisi patologis

Cedera medula spinalis dan cedera kepala dapat

menurunkan stimulasi sensorik untuk defekasi. Hambatan mobilitas

dapat membatasi kemampuan klien untuk merespons terhadap

desakan defekasi dan klien dapat mengalami konstipasi, atau seorang

klien dapat mengalami inkontinensia fekal karena buruknya fungsi

sfingter anal.

11. Nyeri

Klien yang tidak mengalami ketidaknyamanan saat defekasi

sering menekan keinginan akibat defekasinya untuk menghindari

nyeri. Akibatnya klien tersebut dapat mengalami konstipasi. Klien

yang meminum analgesik narkotik untuk mengatasi nyeri dapat juga

mengalami konstipasi sebagai efek samping obat tersebut.

D. Masalah-masalah Yang Terjadi Pada Eliminasi Fekal

Berikut ini adalah masalah umum yang terkait dengan eliminasi fekal,

yaitu:

1. Konstipasi

Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kurang dari tiga

kali per minggu. Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering, keras

atau tanpa pengeluaran feses. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai


penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan

tidak tuntas serta feses kering (SDKI, 2016). Konstipasi terjadi jika

pergerakan feses di usus besar berjalan lambat, sehingga

memungkinkan bertambahnya waktu reabsorpsi cairan di usu besar.

Konstipasi mengakibatkan sulitnya pengeluaran feses dan

bertambahnya upaya atau penekanan otot-otot volunter defekasi.

Contoh Batasan Karakter Konstisipasi :

a. Penurunan frekuensi defekasi

b. Feses keras, kering, memiliki bentuk

c. Mengejan saat defekasi; defekasi terasa nyeri

d. Melaporkan tentang rasa penuh pada rektum atau mengejan atau

mengeluarkan feses secara tidak komplet.

e. Nyeri abdomen, kram, atau distensi

f. Penggunaan laksatif

g. Penurunan nafsu makan

h. Sakit kepala

Banyak penyebab dan faktor-faktor yang menyebabkan konstipasi,

yaitu:

a. Ketidakcukupan asuran serat

b. Ketidakcukupan asuran cairan

c. Ketidakcukupan aktivitas atau imobilitas

d. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur

e. Perubahan rutinitas harian

f. Kurangn privasi

g. Penggunaan laksatif atau enema kronis


h. Gangguan emosional seperti depresi atau kebingungan mental

i. Medikasi seperti opiat atau garam zat besi.

Konstipasi dapat berbahaya bagi beberapa klien. Mengejan akibat

konstisipasi seringkali disertai dengan menahan napas. Manuver

Valsava ini dapat menyebabkan masalah serius pada penderita penyakit

jantung, cedera otak, atau penyakit pernapasan. Menahan napas

meningkatkan tekanan intratoraks dan intrakranial.

2. Impaksi Fekal

Impaksi fekal adalah suatu massa atau pengumpulan fese yang

keras didalam lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan

akumulasi materi fekal yang berkepanjangan. Pada impaksi berat, feses

terakumulasi dan meluas sampai ke kolon sigmoid dan sekitarnya.

Impaksi fekal dapat dikenali dengan keluarnya rembesan cairan fekal

(diare) dan tidak ad feses normal. Cairan feses merembes sampai keluar

dari massa yang terimpaksi. Impaksi dapat juga dikaji dengan

pemeriksaan rektum menggunakan jari tangan, yang sering kali dapat

mempalpasi massa yang mengeras.

Seiring dengan pembesaran cairan feses dan konstipasi, gejala

meliputi keinginan yang sering namun bukan keinginan yang produktif

untuk melakukan defeksi dan sering mengalami nyeri rektal. Muncul

perasaan umum menalami suatu penyakit; klien anoreksik, abdomen

menjadi terdistensi, dan dapt terjadi mual dan muntah.Penyebab

impaksi fekal biasanya adalah kebiasaan defekasi yang bukruk dan

konstipasi. Penggunaan barium dalam pemeriksaan radiologi pada


saluran pencernaanatas dan bawah juga menjasi sebuat faktor penyebab.

Oleh karena itu, setelah pemeriksaan ini, laksatif atau enema biasanya

digunakan untuk memastikan pengeluaran barium.

Pemeriksaan impaksi menggunakan jari di rektum harus

dilakukan secara lembut dan hati-hati. Walaupun pemeriksaan digital

(jari tangan) berada dalam ruang lingkup praktik keperawatan,

beberapa kebijakan lembaga memerlukan impaksi fekal secara digital.

Walaupun impaksi fekal secara umum dapat dicegah, kadng kala

dibutuhkan terapi untuk feses yang mengalami impaksi. Jika dicurigai

adanya impaksi fekal, klien sering kali diberikan suatu minyak sebagai

enema retensi, lalu diberikan enema pembersih pada 2 sampai 4 jam

kemudian, dan enema pembersih tambahan setiap hari, supositoria, atau

pelunak feses setiap hari. Jika upaya ini gagal, sering kali dibutuhkan

pengeluaran feses secara manual.

3. Diare

Diare menunjuk pada pengeluaran feses encer dan peningkatan

frekuensi defekasi. Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan

konstipasi dan terjadi akibat cepatnya pergerakan isi fekal di usus besar.

Cepatnya pergerakan kime mengurangi waktu usus besar untuk

menyerap kembali air dan elektrolit. Beberapa orang mengeluarkan

feses dengan frekuensi sering, tetapi diare tidak terjadi kecuali feses

relatif tidak terbentuk dan mengandung cairan yang berlebihan.

Seseorang yang mengalami diare sering kali merasa sulit atau

tidak mungkin mengendalikan keinginan defekasi dalam waktu yang


sangat lama. Diare dan ancaman inkontinensia merupakan sumber

kekhawatiran dan rasa malu. Sering kali kram spasmodik dikaitkan

dengan diare. Bising usus meningkat. Dengan diare persisten, biasanya

terjadi iritasi di dareah anus yang meluas ke perineum dan bokong.

Keletihan, kelemahan, lelah dan emasiasi (kurus dan lemah) merupakan

akibar dari diare yang berkepanjangan.

Apabila penyebab diare adalah karena adanya iritan di saluran

usus, diare diduga sebagai suatu mekanisme pembilasan pelindung.

Namun, diare dapat mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit

berat di dalam tubuh, yang dapat terjadi dalam periode waktu singkat

yang menakutkan, terutama pada bayi, anak kecil, dan lansia.Penyebab

utama diare dan respon fisiologi tubuh:

Penyebab Efek Fisiologis

Stress Meningkatkan motilitas usus

psikologis(mis.,ansietas) dan sekresi lendir


Obat-obatan
Inflamasi dan infeksi mukosa

Antibiotik akibat pertumbuhan mikroorganisme

usus yang berlebihan


Zat Besi Iritasi mukosa usus
Katartik Iritasi mukosa usus
Alergi terhadap
Pencernaan makann atau cairan
makanan, cairan, obat-
yang tidak komplet
obatan
Intoleransi Peningkatan motilitas usus dan
terhadap makanan atau
sekresi lendir
cairan
Penyakit kolon
Penurunan cairan absorpsi
(mis., Sindrom
Inflamasi mukosa sering kali
malabsorpsi penyakit
menyebakan pembentukan tukak
Crohn)

Feses bersifat asam dan mengandug enzim pencernaan yang sangat

mengiritasi kulit. Oleh karena itu, area di sekitar area anus harus dijaga

tetap bersih dan kering dan dilindungi dengan zink oksida atau salep lain.

Selain itu, pengumpul fekal dapat digunakan

5. Inkontinensia Alvi

Inkontinensia alvi (bowel), atau disebut juga inkontinensia fekal,

adalah hilangnya kemampuan volunter untuk mengontrol pengeluaran

fekal dan gas dari spingter anal. Inkontinensia dapat terjadi pada waktu-

waktu tertentu, seperti setelah makan, atau dapat terjadi secara tidak

teratur. Dua tipe inkontinensia alvi digambarkan: parsial dan mayor.

Inkontinensia parsial adalah ketidakmampuan untuk mengontrol flatus

atau mencegah pengotoran minor. Inkontinensia mayor adalah

ketidakmampuan untuk mengontrol feses pada konsistensi normal.

Inkontinensia fekal secara umum dihubungkan dengan gangguan

fungsi sfingter anal atau suplai sarafnya, seperti beberapa penyakit

neuromuskular, trauma medula spinalis, dan tumor pada otot sfingter anal

eksternal.Inkontinensia fekal adalah masalah yang membuat distres

emosional yang pada akhirnya dapat menyebabkan isolasi sosial. Penderita


dapat menarik diri ke dalam rumahnya, atau jika di rumah sakit, mereka

tetap berada di dalam kamar mereka meminimalkan rasa malu akibat

pengotoran oleh fekal. Beberapa prosedur bedah digunakan untuk

penatalaksanaan inkontinensia fekal. Penatalaksanaan ini meliputi

perbaikan sfingter dan disversi fekal atau kolostomi.

6. Flatulens

Terdapat tiga sumber utama flatus:

1) Kerja bakteria dalam kime di usus besar.

2) Udara yang tertelan

3) Gas yang berdifusi di antara aliran darah dan usus.

Sebagian besar gas yang tertelan akan dikeluarkan melalui mulut

dengan sendawa. Namun, sejumlah gas dapat terkumpul di perut, yang

menyebabkan distensi lambung. Gas yang terbentuk di usus besar terutama

diabsobsi melalui kapiler usus ke sirkulasi. Flatulens adalah keberadaan

flatus yang berlebihan di usus dan menyebabkan peregangan dan inflasi

usus (distensi usus). Flatulens dapat terjadi di kolon akibat beragam

penyebab, seperti makanan (mis., kol, bawang merah), bedah abdomen,

atau narkotik.

Apabila gas dikeluarkan dengan meningkatkan aktivitas kolon

sebelum gas tersebut dapat diabsobsi, gas dapat dikeluarkan melalui anus.

Apabila gas yang berlebihan tidak dapat dikeluarkan melalui anus,

mungkin perlu memasukkan slang rektal untuk mengeluarkannya.

E. Penatalaksanaan
1. Diare

Menurut World Helath Organization (WHO) diare adalah

kejadian buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya,

dengan frekuensi tiga kali atau lebih dalam periode 24 jam. disebabkan

oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasit, protozoa,

dan penularannya secara fekal-ora (WHO 2017). Penatalaksanaan

medis diarahkan pada pengendalian atau pengobatan penyakit dasar.

Obat tertentu dapat mengurangi beratnya diare dan penyakit (cari dosis

obat diare).

Pada diare sedang sebagai akibat dari sumber non-infeksius,

obat tidak spesifik seperti difenoksilat (Lomotil) dan loperamid

(Imodium) diberikan untuk menurunkan motilitas. Bila diare sangat

berat atau preparat infeksius teridentifikasi maka preparat antimikrobial

diberikan. Untuk hidrasi yang cepat, mungkin diperlukan juga terapi

cairan intravena (biasanya pada anak kecil atau lansia). Adapun

penatalaksanaan pada diare akut menurut (Sudoyo & Setiyohadi, 2006)

terdiri dari rehidrasi, diet, obat anti-diare dan obat antimikroba.

a. Rehidrasi

Jika pasien pada keadaan umum baik dan tidak dehidrasi maka

asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari

buah, dan sup. Jika pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi

maka penatalaksanaan yang dilakukan leibh agresif seperti cairan

intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung

elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Untuk memberikan


rehidrasi, perlu dinilai dulu derajat dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari

dehidrasi ringan, sedang dan berat. Dehidrasi ringan jika pasien

mengalami kekurangan cairan 2-5 % dari berat badan. Sedang jika 5-

8% dan berat jika 8-10%. Dalam menentukan jumlah cairan yang akan

diberikan sesuai yaitu sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari

tubuh. Ada beberapa macam pemberian cairan:

1) BJ plasma

2) Metode Pierce

Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x Berat badan (kg)

Dehidarasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x berat badan (kg)

Dehidrasi berat, kebutuhan cairan= 10% berat badan (kg)

3) Metode Daldiyono

Jika skor < 3 dan tidak ada syok maka hanya diberikan

cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Jika skor

lebih atau sama 3 disertai syok diberikan cairan per intravena.

Pemberian cairan rehidrasi dapat melalui oral, enteral melalui

selang nasogastrik atau intravena.

Jika dehidrasi ringan/sedang pasien dapat diberikan cairan

per oral atau selang nasogastrik kecuali bila kontra indikasi atau

oral/saluran cerna atas tak dapat dipakai. Pemberian per oral

diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g

glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCl tiap

liter. Contohnya oralit generik, renalyte, pharolit, dll. Pemberian

cairan terbagi atas:


1) Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) " jumlah total

kebutuhan cairan pada rumus BJ plasma/Daldiyono diberikan

langsung dalam 2 jam agar rehidrasi optimal.

2) 1 jam berikut/jam ke-3 (tahap 2) " pemberian berdasarkan

kehilangan cairan selama 2 jam pemberian rehidrasi inisial

sebelumnya. Jika tidak syok atau skor Daldiyono < 3 dapat

diganti cairan per oral.

3) Jam selanjutnya cairan diberikan berdasarkan kehilangan

cairan Jika dehidrasi sedang/berat maka sebaiknya pasien

diberikan cairan melalui infus pembuluh darah.

2. Diet

Jika tidak muntah-muntah hebat maka pasien diare tidak dianjurkan

puasa. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi laktase

transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman

berkafein dan alkohol juga harus dihindari karena dapat meningkatkan

motilitas dan sekresi usus.

3. Obat anti-diare

Woodley & Whelan menyebutkan bahwa obat anti diare non

spesifik umumnya digunakan secara berlebihan. Pada diare akut tidak

diperlukan. Obat anti peristaltik bisa mencetuskan megacolon toxica

pada pasien dengan infeksi balterial invasif. Obat diare non spesifik

terdiri dari agensia pebentuk tinja yang mempat (bulk forming),

absorben dan agensia opioid (berhati-hati pada pasien dengan asma,

penyakit paru kronis, hipertrofi prostat benigna dan glaucoma akut

bersudut sempit.
a. obat yang dapat mengurangi gejala paling efektif " derival opioid

(loperamide, difenoksilat-atropin dan tinkur opium).

b. obat yang mengeraskan tinja: atapulgite smectite

c. obat anti sekretorik/anti enkephalinase: Hidrasec

4. Obat antimikroba.

a. Kontrimoksazol (trimetoprim/sulfametoksazol, eritromisin)

b. Metronidazol

5. Konstipasi

. Konstipasi atau yang dikenal juga dengan sebutan sembelit adalah

kondisi sulit buang air besar, seperti tidak bisa buang air besar sama

sekali atau tidak sampai tuntas. Walaupun frekuensi buang air besar

setiap orang bisa berbeda-beda, seseorang dapat dinyatakan mengalami

konstipasi jika buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu

(HALODOC.2019). Penanganan konstipasi dimulai dari perubahan

pola makan dan gaya hidup, seperti meningkatkan konsumsi air dan

makanan berserat, memperbaiki pola makan, dan memperbanyak

aktivitas fisik. Jika konstipasi sudah sangat mengganggu, dokter dapat

memberikan obat yang dapat melancarkan pencernaan, seperti

suplemen serat, dan obat pencahar.. Adapun penatalaksanaan lain

meliputi anjuran memasukan serat dalam diet dengan peningkatan

asupan cairan dan pembuatan program latihan rutih untuk memperkuat

otot abdomen.

Menurut Sudoyo et. All (2006), pengobatan untuk konstipasi

idiopatik berupa diet tinggi serat 20-30 gram per hari, banyak minum,

jika mungkin hentikan laksatif dan obat-obat tidak penting (**lihat


penjelasan sebelumya mengenai laksatif). Jika hal ini tidak berhasil,

lakkan pemeriksaan motilitas (manometri anus dan tes transit kolon).

Pada keadaaan ini baru dapat dipakai laksatif berupa laktulosa, serat.

Obat-obat prokinetik seperti cisapride, tegaserod dapat dipakai.

Sjamsuhidayat & Jong dalam Buku Ajar Ilmu Bedah menyatakan

bahwa diperlukan juga pemeriksaan rektum digital (rectal toucher) jika

konstipasi merupakan gangguan. Jika penyumbatan feses diteruskan

harus dikeluarkan secara digital bahkan proses sedasi ataupun anestesi

mungkin diperlukan. Penyumbatan feses yang letaknya agak tinggi

dapat dibantu dengan minyak enema.

Shrock dalam Handbook of Surgery menyebutkan bahwa

penyeluaran feses yang tertumpuk di rektum dapat memperbesar

kemungkinan terjadinya hemoroid, fisura anus dan tukak.

6. Obstipasi

a. Operasi

Obstipasi obstruksi total bersifat sangat urgent untuk dilakukan

tindakan operasi karena jika terlambat akan terjadi perforasi usus

akibat tekanan tinggi.

b. Diet

Pada obstruksi total dianjurkan untuk tidak makan apa-apa. Pada

obstruksi parsial dapat diberikan makanan cair dan obat-

obatan.Tjay & Rahardja (2007) mengemukakan bahwa pengobatan

untuk obstipasi disesuaikan dengan penyebabnya. Obstipasi

insidentil (dikarenakan tinja keras) ditangani dengan penggunaan


laksans dengan daya melunakkan (gliserol dan bisakodil).

Obstipasi kronis diatasi dengan laksansia dengan daya

memperbesar isi usus (laktulosa & Psyllium). Pilihan lainnya

adalah garam-garam anorganik (MgSO4, Mg-Oksida). Obat-obat

ini paling aman, jika masih tidak bisa diatasi, bisa diberikan

bisakodil. Jika obstipasi tidak diatasi maka akan menyebabkan tinja

membatu, wasir, fisura bahkan inkontinensi tinja.

II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor
register.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pengkajian pola fungsional
Pengkajian pola fungsional disesuaikan dengan memilih model
konseptual keperawatan, menggunakan Virginia Henderson.
4. Pemeriksaan Fisik
Data fokus:
Abdomen
1. Inspeksi : bentuk perut, gerakan kulit pada abdomen saat
inspirasi dan ekspirasi, adakah benjolan umbilikus, adakah
gangguan pigmentasi kulit, adakah lesi, asites atau tidak
2. Auskultasi : peristaltik usus berapa jumlah….x/menit
3. Perkusi : bunyi timpani, hipertimpani, redup (tergantung
kuadran yang mana)
4. Palpasi : ada nyeri tekan atau tidak, apakah ada massa
5. Pemeriksaan Penunjang
Dicantumkan hari & tanggal :
a) Pemeriksaan Laboratorium saat pengkajian dan hasil normalnya
b) Terapi : ditulis jenis obat, dosis obat, cara pemberian obat
c) Pemeriksaan diagnostik yang lain (Rontgen, EKG, EEG, USG, CT
Scan, MRI, bronkoskopi, dll), ditulis hasil pemeriksaannya.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut SDKI :
1. Inkontinensia fekal (D.0041)SDKI
2. Gangguan pola tidur ( D.0055) SDKI
C. Intervensi Keperawatan
1. Inkontinensia fekal (D. 0041) SDKI
a. Perawatan inkontinensia fekal( I.04612) SIKI
2. Gangguan pola tidur ( D.0055) SDKI
a. Dukungan tidur (I.05174) SIKI
D. Implementasi Keperawatan
1. Inkontinensia fekal b.d kehilangan pengendalian sfingter rektum
(D. 0041)SDKI

a.SIKI: Perawatan inkontinensia fekal ( I.04162)

Observasi
- Identifikasi penyebab inkontinensia fekal baik fisik maupun
psikologis (mis gangguan saraf motorik bawah, penurunan
tonus otot, gangguan sfingter rektum, diare kronis,
gangguan kognitif, stress berlebihan)
- Identifikasi perubahan frekuensi defekasi dan konsistensi
feses
- Monitor kondisi kulit perianal
- Monitor keadekuatan evakuasi feses
- Monitor diet dan kebutuhan cairan
- Monitor efek samping pemberian obat
Terapeutik
- Bersihkan daerah perianal dengan sabun dan air
- Jaga kebersihan tempat tidur dan pakaian
- Laksanakan program latihan usus (bowel training), jika
perlu
- Jadwalkan BAB di tempat tidur, jika perlu
- Berikan celana pelindung/ pembalut/popok, sesuai
kebutuhan
- Anjurkan untuk menghindari makanan yang menyebabkan
diare
Edukasi
- Jelaskan definisi, jenis inkontinensia, penyebab
inkontinensia fekal
- Anjurkan mencatat karakteristik feses
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat diare (mis. Loperamide,
antropin)
2. Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tubuh ( D.0055) SDKI
a. SIKI: Dukungan tidur (I.05174)
Observasi
- Identifikasi pola aktivitas dan tidur
- Identifikasi faktor pengganggu tidur(fisik dan/psikologis)
- Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
(mis kopi, teh, alkohol,makan mendekati waktu tidur,
minum banyak air sebelum tidur)
- Identifikasi obat tidur yang di konsumsi
Terapeutik
- Modifikasi lingkungan (mis pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)
- Batasi waktu tidur siang, jika perlu
- Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
(mis pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur
- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
-Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
-Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu
tidur
-Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
- Anjurkan faktor faktor yang berkontribusi terhadap gangguan
pola
tidur (mis psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)
- Anjurkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi
lainnya
E. Evaluasi Keperawatan
i. Proses Defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses
mudah dan konsistensi,frekuensi serta bentuk feses normal

ii. Keadekuatan kualitas dan kuantitas tidur membaik


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2010. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi

Konsep dan Proses Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika

Kee, J.L & Hayes, E. R. (1993). Pharmacology: A Nursing Process Approach.

W.B Saunder Company.

HALODOC. 2019. “KONTIPASI.” HALODOC.COM. 2019.

https://www.halodoc.com/kesehatan/konstipasi.

WHO. 2017. “PENGERTIAN DIARE WHO.” World Health Organization. 2017.

https://www.google.com/search?client=firefox-b-

d&q=PENGERTIAN+DIARE+WHO.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat

PPNI: Jakarta Selatan.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan

Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4.

Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (1996). Brunner & Suddarths Textbook of Medical-

Surgical Nursing. 8 Ed. Vol 2. [Terj. Endah Pakaryaningsih & Monica

Ester]. EGC: Jakarta.


Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Idrus, A. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Jilid I. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses

Keperawatan. Edisi 4. Salemba Medika. Jakarta

Woodley, M & Whelan, A. Manual of Medical Therapeutics. 27th Edition. [Terj.

Dr. Ahmad H. Asdie, DSPD-KE). Yayasan Essentia Medica & Andi Offset:

Yogyakarta.

Sjamsuhidayat, R & Jong, W.D. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. EGC: Jakarta.

Schrock, T.R. Handbook of Surgery. 7th Ed. [Terj. Adji Dharma, Petrus

Lukmanto, Gunawan]. EGC: Jakarta.

Tjay, T.H & Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan

Efek-efek sampingnya. Elek Media Komputindo: Jakarta.


ASUHAN KEPERAWATAN DASAR MANUSIA

DENGAN PRIORITAS MASALAH GANGGUAN ELIMINASI

PADA Tn. P RUANG SADEWA PUSKESMAS TOROH 1


Oleh :

Nama : Anik Wahyunita

NIM : 2001004

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

2021/2022

Anda mungkin juga menyukai

  • Jurnal Maternitas Angka Jateng
    Jurnal Maternitas Angka Jateng
    Dokumen10 halaman
    Jurnal Maternitas Angka Jateng
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Maternitas 6 Pengertian Menyusui
    Jurnal Maternitas 6 Pengertian Menyusui
    Dokumen6 halaman
    Jurnal Maternitas 6 Pengertian Menyusui
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Tools RM
    Tools RM
    Dokumen1 halaman
    Tools RM
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Dokumen PDF 5
    Dokumen PDF 5
    Dokumen27 halaman
    Dokumen PDF 5
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Dokumen PDF 6
    Dokumen PDF 6
    Dokumen37 halaman
    Dokumen PDF 6
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • TOOLS Penkes Obat Tradisional
    TOOLS Penkes Obat Tradisional
    Dokumen1 halaman
    TOOLS Penkes Obat Tradisional
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Jurnal New Maternitas 2
    Jurnal New Maternitas 2
    Dokumen19 halaman
    Jurnal New Maternitas 2
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LP Anemia Jhel Rsud Dr. Loekmono Hadi
    LP Anemia Jhel Rsud Dr. Loekmono Hadi
    Dokumen22 halaman
    LP Anemia Jhel Rsud Dr. Loekmono Hadi
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Jurnal New Maternitas 5
    Jurnal New Maternitas 5
    Dokumen6 halaman
    Jurnal New Maternitas 5
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • RPS Farmakologi D3 Keperawatan
    RPS Farmakologi D3 Keperawatan
    Dokumen12 halaman
    RPS Farmakologi D3 Keperawatan
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • ASKEP KMB Kelompok 1922-1
    ASKEP KMB Kelompok 1922-1
    Dokumen20 halaman
    ASKEP KMB Kelompok 1922-1
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Dokumen PDF
    Dokumen PDF
    Dokumen14 halaman
    Dokumen PDF
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Dokumen PDF 4
    Dokumen PDF 4
    Dokumen30 halaman
    Dokumen PDF 4
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Dokumen PDF 3
    Dokumen PDF 3
    Dokumen20 halaman
    Dokumen PDF 3
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Materi 5&6 Salinan
    Materi 5&6 Salinan
    Dokumen4 halaman
    Materi 5&6 Salinan
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Korupsi Bansos Kel 4
    Korupsi Bansos Kel 4
    Dokumen13 halaman
    Korupsi Bansos Kel 4
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LP Asfiksia Icu
    LP Asfiksia Icu
    Dokumen16 halaman
    LP Asfiksia Icu
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Presentasi 3
    Presentasi 3
    Dokumen10 halaman
    Presentasi 3
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LP CKD Seminar KMB
    LP CKD Seminar KMB
    Dokumen18 halaman
    LP CKD Seminar KMB
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Diare
    Diare
    Dokumen12 halaman
    Diare
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Askep Revisi
    Askep Revisi
    Dokumen18 halaman
    Askep Revisi
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Purhadi Medikalegal
    Purhadi Medikalegal
    Dokumen26 halaman
    Purhadi Medikalegal
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI Nopi
    LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI Nopi
    Dokumen15 halaman
    LAPORAN PENDAHULUAN KETUBAN PECAH DINI Nopi
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • RENCANA PROGRAM BERMAIN FIX Revisi
    RENCANA PROGRAM BERMAIN FIX Revisi
    Dokumen3 halaman
    RENCANA PROGRAM BERMAIN FIX Revisi
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LP BRPN PD Anak
    LP BRPN PD Anak
    Dokumen18 halaman
    LP BRPN PD Anak
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LP Maternitas
    LP Maternitas
    Dokumen17 halaman
    LP Maternitas
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LP SNH Ayu
    LP SNH Ayu
    Dokumen29 halaman
    LP SNH Ayu
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LK Kelompok
    LK Kelompok
    Dokumen12 halaman
    LK Kelompok
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • LP Dispnea Fix
    LP Dispnea Fix
    Dokumen13 halaman
    LP Dispnea Fix
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat
  • Askep Gangguan Jiwa Berat
    Askep Gangguan Jiwa Berat
    Dokumen37 halaman
    Askep Gangguan Jiwa Berat
    Diva Bella Permata - D3 Keperawatan
    Belum ada peringkat