Anda di halaman 1dari 12

AplikasiLitbang

Jurnal teknologi
Pertanian
DNA untuk
Vol. 35
akselerasi
No. 4 Desember
program 2016:
pemuliaan
155-166
.... (I Made Tasma) 155
DOI: 10.21082/jp3.v35n4.2016.p155-166

APLIKASI TEKNOLOGI DNA UNTUK AKSELERASI PROGRAM


PEMULIAAN KETAHANAN TANAMAN KAKAO TERHADAP
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA

Application of DNA Technology to Accelerate Breeding Program for


Disease and Insect Pest Resistance of Cacao

I Made Tasma

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Indonesia
Telp. (0251) 8337975, 8339793, Faks. (0251) 8338820
E-mail: imade.tasma@gmail.com; bb-biogen@litbang.pertanian.go.id

Diterima: 9 Mei 2016; Direvisi: 29 September 2016; Disetujui: 10 Oktober 2016

ABSTRAK fruit rot, vascular streak dieback and cacao mirids (Helopeltis spp.).
Conventional breeding method to obtain new cacao clones
resistant to insect pests and diseases is a slow process. It may take
Salah satu kendala utama dalam budi daya kakao ialah serangan
hama dan penyakit. Hama dan penyakit utama kakao adalah 1520 years to obtain a new superior clone. Applying DNA
penggerek buah kakao (PBK), busuk buah kakao (BBK), vascular technology should expedite cacao breeding program. The article
described the application of DNA technology currently available
streak dieback (VSD), dan cacao mirids (Helopeltis spp.).
Kegiatan pemuliaan tanaman kakao secara konvensional berjalan to expedite cacao breeding program for disease and insect
lambat dan perlu waktu panjang. Untuk menghasilkan satu varietas resistance. Many genes and quantitative trait loci (QTLs) of
important traits have been discovered related to cacao plant
unggul diperlukan waktu 1520 tahun. Aplikasi teknologi DNA
(genomika melalui pemuliaan berbantuan marka dan rekayasa productivity and yield quality, disease and insect pest resistance
genetik) dapat mempercepat program pemuliaan tanaman kakao. traits. Modern genomic technologies as well as DNA marker have
also been applied in cacao breeding program. Genetic
Tulisan ini mengulas teknologi DNA yang tersedia saat ini dan
potensi aplikasinya untuk mempercepat pemuliaan kakao tahan transformation technology has been explored its application for
hama dan penyakit. Penemuan marka DNA dan gen/quantitative cacao improvement. With the development of modern genomic
technology, important gene/QTL discoveries would be faster to
trait loci (QTL) kakao berkembang cukup pesat. Banyak gen dan
QTL karakter penting telah diidentifikasi yang terkait ketahanan accelerate insect pest and disease resistant cultivar development.
hama dan penyakit serta produktivitas tanaman. Teknologi All these new DNA technologies have been assessed their potential
applications for coping important pest and disease and for yield
genomika dan pemanfaatan teknik marker-assisted selection
(MAS) juga telah diaplikasikan untuk pemuliaan kakao termasuk improvement. DNA technologies, mainly MAS and genomic-data
untuk karakter ketahanan terhadap hama dan penyakit. Teknologi based breeding technologies are ready to be applied to support
breeding programs for main pest and disease resistance to enhance
rekayasa genetik telah diteliti untuk menganalisis potensi
pemanfaatannya dalam perbaikan bahan tanam kakao. Dengan Indonesian cacao productivity and quality.
berkembangnya teknologi genomika modern, penemuan gen/ Keywords: Cacao, disease and insect resistance, genomics, DNA
QTL unggul dapat dipercepat, lebih efisien dan komprehensif markers, genetic transformation, marker-assisted breeding
untuk mempercepat perakitan varietas unggul kakao tahan hama
dan penyakit. Teknologi DNA khususnya MAS dan pemuliaan
berbasis data genom siap diaplikasikan untuk mendukung program PENDAHULUAN
perbaikan ketahanan tanaman kakao terhadap hama dan penyakit
utama dalam rangka peningkatan produktivitas dan mutu kakao
nasional.
Kata kunci: Kakao, ketahanan hama dan penyakit, genomika,
K akao (Theobroma cacao) merupakan tanaman
perkebunan penting di Indonesia yang menyedia-
kan jutaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani, dan
marka DNA, transformasi genetik, pemuliaan berbasis marka
sebagai komoditas ekspor penghasil devisa negara.
Indonesia merupakan negara penghasil kakao ketiga
terbesar di dunia setelah Gana dan Pantai Gading dengan
ABSTRACT produksi 740.500 ton biji kakao per tahun yang mengisi
sekitar 16% pangsa pasar kakao dunia (FAOSTAT 2012).
One of the main constraints on cacao cultivation is disease and Sekitar 90% perkebunan kakao di Indonesia dilakukan
insect pest attacks causing significant yield loss. The main insect oleh petani kecil (Karmawati et al. 2010). Sentra produksi
pests and diseases on cacao plantation are cacao pod borer, cacao
kakao di Indonesia berada di Sulawesi yang mencakup
156 J. Litbang Pert. Vol. 35 No. 4 Desember 2016: 155-166

sekitar 64% area kakao nasional (Ditjenbun 2010) dan area skala kecil. Tiga negara penghasil kakao terbesar berturut-
kakao lainnya (36%) menyebar di pulau-pulau lainnya. turut Gana, Pantai Gading, dan Indonesia.
Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala T. cacao termasuk tanaman diploid dengan 10
utama dalam budi daya kakao di Indonesia. Hama dan kromosom (2n = 2x = 20). Ukuran genom kakao relatif
penyakit utama kakao yaitu penggerek buah kakao (PBK), kecil, sangat mirip dengan ukuran genom padi, yang
busuk buah kakao (BBK), penyakit vascular streak diperkirakan berkisar 390–415 Mb (Figueira et al. 1992;
dieback (VSD), dan cacao mirids (Helopeltis spp). Couch et al. 1993). T. cacao adalah anggota ordo
Kehilangan hasil per tahun akibat serangan hama dan Malvales yang sekelompok dengan tanaman penting
penyakit mencapai 3040% (Siswanto dan Karmawati penghasil serat yaitu kapas. Kakao dan kapas merupakan
2011). Biaya pengendalian hama dan penyakit dapat anggota dari Eurosids II, kelompok tanaman yang di
mencapai 40% dari total biaya produksi (Sulistyowati et dalamnya ada Brassicales, yang memasukkan tanaman
al. 2003). Ini menunjukkan bahwa pengendalian hama dan model Arabidopsis thaliana sebagai anggotanya (Soltis
penyakit merupakan komponen produksi yang sangat et al. 2002). Kedekatan kekerabatan genetik genom
penting pada pertanaman kakao di Indonesia. tanaman kakao dengan genom A. thaliana memfasilitasi
Salah satu metode yang murah dan aman untuk kemajuan penelitian genom tanaman kakao, termasuk
mengendalikan hama dan penyakit kakao adalah penyelesaian peta sekuen genom rujukan (reference
menggunakan varietas tahan hama dan penyakit. Oleh genome sequence map) tanaman kakao yang diperoleh
karena itu, varietas unggul baru kakao perlu dirakit dari dua genotipe kakao, Criollo (Argout et al. 2011) dan
dengan menggunakan metode pemuliaan yang sistematis Matina 16 (Motamayor et al. 2013).
dan terprogram dengan baik. Sumber-sumber gen Keragaman genetik spesies T. cacao telah dilaporkan
ketahanan harus tersedia pada koleksi plasma nutfah oleh beberapa peneliti. Namun varietas unggul komersial
kakao. Metode pemuliaan modern perlu diterapkan secara yang tersedia untuk petani saat ini, termasuk petani kakao
tunggal atau kombinasi beberapa metode untuk Indonesia, dirakit menggunakan pangkalan materi genetik
memperoleh varietas unggul kakao terbaik. dengan keragaman genetik yang sempit.
Metode pemuliaan konvensional telah diterapkan Genotipe kakao yang dibudidayakan di dunia
dengan hasil yang cukup baik untuk memperoleh varietas dikelompokkan menjadi tiga jenis populasi, yaitu
kakao tahan hama dan penyakit. Namun, pemuliaan kakao Forastero, Trinitario, dan Criollo (Motamayor et al. 2002;
secara konvensional memerlukan lahan luas dan waktu Motamayor et al. 2008). Genotipe Forastero berasal dari
lama, bisa 10–15 tahun untuk menyelesaikan satu siklus lembah Amazon (Amerika Selatan), sangat beragam secara
pemuliaan. Kendala lain dalam aplikasi pemuliaan genetik dan sangat kaya dengan gen dan QTL untuk
konvensional adalah hanya sebagian kecil koleksi sumber ketahanan terhadap hama dan penyakit, hasil dan
daya genetik (SDG) yang dapat digunakan dalam program komponen hasil, dan secara terbatas juga memiliki gen
pemuliaan, walaupun tersedia keragaman yang luas pada atau QTL yang menentukan mutu biji kakao. Genotipe
koleksi SDG kakao. Keterbatasan ini memperlambat proses Criollo berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Utara
pemuliaan tanaman kakao tahan hama dan penyakit. (Meksiko), umumnya memiliki karakteristik kuat pada
Tujuan penulisan ini ialah untuk menyampaikan kualitas biji tinggi dengan cita rasa yang baik, tetapi
status teknologi DNA dan potensinya untuk digunakan genotipe ini umumnya peka terhadap hama dan penyakit.
dalam pemuliaan kakao tahan hama dan penyakit melalui Tipe populasi yang ketiga, Trinitario merupakan hasil
teknik marker-assisted breeding (MAS) atau seleksi silangan alami antara kedua populasi sebelumnya, Criollo
genomika dan teknologi rekayasa genetik. Informasi yang dan Trinitario. Di samping ketiga populasi tersebut, ada
disajikan mencakup perkembangan teknologi DNA beberapa subpopulasi di dalam ketiga populasi utama
(genomika, marka DNA, dan rekayasa genetik) yang tersebut. Namun, hasil analisis molekuler menunjukkan
meliputi informasi genetik, pengembangan dan aplikasi bahwa sebetulnya terdapat 10 populasi kakao di dunia,
teknologi marka, transformasi genetik dan genomika bukan tiga populasi seperti dilaporkan sebelumnya
modern, serta perspektif pemuliaan kakao tahan hama dan berdasarkan analisis fenotipe (Motamayor et al. 2008).
penyakit utama di Indonesia. Persilangan antarspesies dari genus T. cacao tidak
mudah dilakukan. Melalui usaha keras, persilangan antar-
spesies tersebut baru berhasil pada T. cacao dengan T.
GENOM DAN GENETIKA TANAMAN grandiflorum (Martinson 1966; Ahnert dan Pires 2000).
KAKAO Tingkat penyerbukan silang tanaman kakao berkisar 18–
66%, tetapi inkompatibilitas penyerbukan sendiri
Kakao termasuk tanaman tahunan berkayu, berasal dari mencapai 100% (Vello 1971; Ahnert dan Pires 2000).
hutan basah Amazon di Amerika Selatan. Biji kakao Spesies T. cacao menunjukkan sistem seksual
merupakan komponen utama dalam industri coklat atau inkompatibilitas yang tinggi yang dikendalikan oleh lokus
produk turunannya. Kakao dibudidayakan di negara- S dengan gen-gen pemodifikasi (Cope 1962). Sistem
negara beriklim tropis basah termasuk Indonesia. Di inkompatibilitas pada kakao membatasi produksi benih
negara berkembang, kakao ditanam oleh petani dengan dan menyulitkan pembuatan jenis-jenis persilangan. Pada
Aplikasi teknologi DNA untuk akselerasi program pemuliaan .... (I Made Tasma) 157

beberapa program pemuliaan dan studi genetik, masalah berpautan dengan QTL untuk penyakit witch’s broom
inkompatibilitas ini biasanya dipecahkan dengan (WB), frosty pod (FP), dan BBK yang digunakan untuk
pencampuran polen kakao dengan satu genus tanaman MAS (Risterucci et al. 2003; Araújo et al. 2008). Dengan
yang berkerabat dekat dengan kakao (Herrania) (Cope demikian, penting untuk mengembangkan marka
1962; Vello 1971). molekuler polimorfiks yang berpautan dengan gen-gen
atau QTL pengendali karakter ketahanan hama dan
penyakit.
TANTANGAN PEMULIAAN KAKAO Selain pengembangan jenis-jenis marka DNA umum
seperti SSR, RAPD, AFLP, dan SSR, juga dikembangkan
DENGAN TEKNIK KONVENSIONAL
marka jenis lain, yaitu marka molekuler menggunakan
pendekatan gen kandidat (Gentzbittel et al. 1998). Akhir-
Sebagai tanaman tahunan berkayu, dalam pemuliaan
akhir ini, marka single nucleotide polymorphism (SNP)
kakao secara konvensional, pelaksanaan uji daya hasil
menjadi sangat populer karena berbagai keunggulannya
sangat mahal dan memerlukan waktu 5–8 tahun untuk
dibandingkan dengan jenis marka yang telah
menyelesaikannya (Irizarry dan Rivera 2002). Seperti
diaplikasikan sebelumnya (Tasma 2014; Thomson 2014;
telah dilaporkan sebelumnya, banyak genotipe kakao
Livingstone et al. 2015). Marka SNP jumlahnya hampir
memiliki sistem inkompatibilitas penyerbukan sendiri
tidak terbatas pada genom tanaman, sangat mudah
yang menyulitkan dalam pembentukan populasi F2
diautomatisasi untuk membuat sistem genotyping
untuk uji segregasi gen pengendali karakter maupun
kapasitas tinggi yang mengakselerasi penemuan gen dan
untuk pemetaan genetik karakter target. Mengingat
pelabelan QTL secara cepat untuk mempersingkat
lamanya waktu dan luasnya area yang diperlukan dalam
program pemuliaan kakao tahan hama dan penyakit
penelitian pemuliaan konvensional, pemeliharaan hasil
(Tasma 2014; 2015).
penelitian sering terganggu oleh perubahan politik dan
Berkembangnya teknologi marka DNA baru yang
program.
menggunakan berbagai tingkatan teknologi genomika
Varietas kakao yang tersedia dan ditanam petani
dapat memecahkan masalah lambatnya proses pemuliaan
umumnya adalah varietas hibrida campuran yang
kakao dengan teknik pemuliaan konvensional.
diperbanyak di kebun benih. Asal-usul genetik dan jenis
Penggunaan teknik MAS, dengan demikian, dapat
genotipe biasanya tidak jelas atau tidak diketahui (Hunter
memotong siklus pemuliaan kakao menjadi setidaknya
1990).
setengah dari siklus pemuliaan kakao dengan teknik
Karakter ketahanan hama dan penyakit pada kakao
pemuliaan konvensional. Teknologi DNA mempercepat
umumnya dikendalikan oleh banyak gen (multigenik),
seleksi individu genotipe tanaman kakao yang membawa
yang mengakibatkan penemuan individu gen yang ber-
gen atau QTL target pengendali karakter ketahanan hama
tanggung jawab terhadap fenotipe ketahanan hampir
dan penyakit untuk digunakan dalam program pemuliaan
tidak memungkinkan dengan menggunakan teknik
perakitan varietas kakao.
konvensional (Pires et al. 1996). Perkembangan teknologi
pemuliaan kakao modern pada dekade terakhir, yang
dikenal dengan teknik seleksi berbasis marka (marker-
assisted selection, MAS) diharapkan dapat memecahkan HAMA DAN PENYAKIT UTAMA
masalah ini. Teknologi ini diinisiasi dengan pen- KAKAO DI INDONESIA
gembangan marka molekuler yang berpautan dengan
fenotipe target, dalam hal ini karakter ketahanan hama dan Penyakit utama pada tanaman kakao di Indonesia adalah
penyakit tanaman (Lande 1992). Marka DNA yang penyakit busuk buah kakao (BBK) yang disebabkan oleh
berpautan dengan karakter target kemudian digunakan jamur Phytophthora palmivora dan P. megakarya, dan
pada proses praseleksi genotipe tanaman untuk diuji penyakit vascular streak dieback (VSD) yang
ketahanannya terhadap penyakit atau untuk pemuliaan disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae. Hama
sebelum fenotipe penyakit benar-benar diekspresikan. penting kakao adalah penggerek buah kakao (PBK)
Sebagai contoh, dengan mengidentifikasi marka molekuler Conopomorpha cramerella (Famili Gracillariidae: Ordo
yang berpautan dengan karakter ketahanan busuk buah Lepidoptera), dan cacao mirids Helopeltis spp. (Famili
kakao (BBK) pemulia dapat mengidentifikasi materi Miridae: Ordo Hemiptera) (Tabel 1). Di negara penghasil
genetik tahan BBK untuk program pemuliaan ketahanan kakao yang lain ditemukan juga penyakit penting, tetapi
penyakit BBK pada level pembibitan, tanpa harus bukan penyakit utama di Indonesia, yakni frosty pod/
menunggu tanaman berbuah untuk menguji fenotipe monila pod rot yang disebabkan oleh jamur
ketahanan tanaman terhadap BBK. Dengan demikian, Moniliophthora roreri, penyakit witch's broom yang
metode MAS akan mempersingkat siklus pemuliaan disebabkan oleh Crinipellis permiciosa dan swelling of
tanaman untuk memilih genotipe kakao yang membawa the root and stems yang disebabkan oleh swollen shoot
karakter ketahanan terhadap BBK. Salah satu contoh virus (Tabel 1).
aplikasi marka DNA untuk ketahanan terhadap penyakit BBK adalah penyakit penting pada kakao, khususnya
pada kakao adalah pemanfaatan marka DNA yang di negara-negara tropis. Penyakit ini disebabkan oleh lima
158 J. Litbang Pert. Vol. 35 No. 4 Desember 2016: 155-166

spesies Phytophthora: P. palmivora (Butl.), P. BBK selama ini dilakukan dengan menggunakan varietas
citrophthora (R.E.Smith and E.H. Smith), P. capsici, P. tahan Sca6 dan Sca12, mengurangi kelembapan kebun,
megasperma (Drechsler), dan P. megakarya (Brasier and menjaga sanitasi kebun, dan mengaplikasikan fungisida
Griffin). Penyakit ini menyerang daun, batang, ujung nabati dan fungisida kimiawi secara periodik (Siswanto
batang, bunga, dan buah kakao dengan berbagai tingkat dan Karmawati 2011; Rubiyo dan Amaria 2013).
kematangan. Buah yang belum matang paling peka Penyakit penting kedua pada tanaman kakao di
terhadap serangan penyakit ini dengan serangan paling Indonesia adalah vascular streak dieback (VSD).
parah di antara tingkat kematangan buah (Gambar 1A). Penyakit ini menyerang hampir semua tingkat
Kerusakan buah terberat biasanya terjadi dua bulan pertumbuhan tanaman kakao, dari bibit sampai tanaman
sebelum buah matang (Ramlan 2010). BBK telah lama dewasa dan berbuah matang (Gambar 1C). Penyebaran
dilaporkan sebagai penyakit jamur paling serius pada penyakit ini terjadi melalui spora yang diterbangkan oleh
pertanaman kakao di Indonesia yang dapat menyebabkan angin. Spora kemudian berkecambah pada daun kakao
penurunan hasil hingga 50% (Siswanto dan Karmawati dan hifa jamur tumbuh di dalam jaringan pembuluh kayu
2011; Rubiyo dan Amaria 2013). Pengendalian penyakit (xylem). Pertumbuhan jamur menyumbat jaringan
pembuluh kayu yang menyebabkan daun gugur (Gambar
1C). Kerugian ekonomi akibat penyakit ini bervariasi
antara 360% (Siswanto dan Karmawati 2011).
Tabel 1. Penyakit dan hama utama tanaman kakao petani Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan meng-
dan organisme penyebabnya.
gunakan varietas toleran karena belum tersedia varietas
Hama/penyakit Organisme penyebab kakao yang tahan penyakit VSD, memelihara sanitasi
kebun, dan mengaplikasikan fungisida kimiawi secara
Penyakit jamur reguler (Harni 2013).
Busuk buah kakao Phytophthora palmivora Hama penggerek buah kakao (PBK) dilaporkan telah
(black pod) Phytophthora megakarya
Frosty pod (monila pod rot) 1 Moniliophthora roreri
menyerang pertanaman kakao di seluruh Indonesia. Hama
Witch's broom1 Crinipellis permiciosa ini menyerang buah muda maupun buah matang (Gambar
Vascular streak dieback Onchobasidium 2A) yang menyebabkan kehilangan hasil lebih dari 80%
(VSD) theobromae dan sekali pertanaman kakao terserang hama tersebut
Penyakit virus akan sangat sulit mengendalikan hama tersebut
Swelling of the root and stems Swollen shoot virus (Sulistyowati et al. 2003; Susilo et al. 2007; Karmawati et
H ama al. 2010). Serangan hama PBK mengakibatkan penurunan
Penggerek polong Conopomorpha kualitas biji kakao (Lim 1992; Anshary 2003).
(pod borer) cramerella Pengendalian hama PBK dilakukan dengan menjaga
Cocoa mirids Helopeltis sp.
kelembapan kebun melalui pemangkasan secara reguler
1
Penyakit ini umumnya menyerang pertanaman kakao di Amerika tanaman kakao dan pohon peneduh, menjaga sanitasi
dan bukan penyakit serius di Asia. kebun, memanfaatkan musuh alami, dan penyemprotan
Sumber: World Cocoa Foundation (http://www. chocolateand insektisida nabati dan insektisida kimia (Siswanto dan
cocoa.org/library/ disease/default.asp); Siswanto dan Karmawati Karmawati 2012).
(2011; 2012); Rubiyo dan Amaria (2013).

A B C

Gambar 1. Gejala beberapa penyakit utama tanaman kakao: (A) busuk buah kakao (Rubiyo dan Amaria 2013); (B) frosty
pod rot (Saunders 2002); (C) vascular streak dieback (Harni 2013): (a) dan (b) noktah pada pangkal daun (ciri utama
penyakit VSD), (c) nekrotik pada daun, (d) ranting mati.
Aplikasi teknologi DNA untuk akselerasi program pemuliaan .... (I Made Tasma) 159

Hama penting lain pada tanaman kakao ialah PENGEMBANGAN MARKA DNA
Helopeltis spp. (Famili Miridae: Ordo Hemiptera). Ada UNTUK PEMULIAAN KAKAO
beberapa spesies Helopeltis di antaranya H. antonii, H.
theivora, dan H. claviver (Karmawati et al. 2010). Stadia
hama yang merusak tanaman kakao ialah nimfa Pengembangan marka molekuler sangat penting untuk
(serangga muda) dan imago. Hama menyerang buah analisis sidik jari, analisis keragaman genetik, konstruksi
kakao muda dengan memasukkan stilet ke dalam buah peta pautan genetik, dan pemetaan karakter kuantitatif
kakao untuk menyerap cairan buah. Stilet juga (quantitative trait loci, QTLs) karakter target pemuliaan.
melepaskan toksin ke dalam buah kakao yang Untuk itu, perlu mengidentifikasi populasi pemetaan yang
menyebabkan kerusakan di sekitar tempat pemasukan sudah ada atau mengembangkan populasi baru melalui
stilet (Gambar 2B). Hama ini juga menyerang ujung persilangan menggunakan tetua terpilih yang me-
batang (shoot) dan daun muda. Hama ini dapat mungkinkan identifikasi lokasi QTL untuk karakter yang
menurunkan hasil 5060% (Karmawati et al. 2010). terkait dengan ketahanan penyakit dan hama utama,
Pengendalian hama ini dilakukan dengan cara yang mirip kualitas biji, dan produktivitas. Tujuan akhirnya adalah
dengan pengendalian hama PBK (Karmawati et al. 2010; mengaplikasikan teknik marka molekuler pada program
Siswanto dan Karmawati 2012). pemuliaan kakao untuk mempercepat pembentukan
Pemuliaan ketahanan terhadap penyakit BBK telah varietas kakao unggul tahan hama dan penyakit penting.
dilaksanakan sejak lama di banyak lembaga penelitian Pada awal pengembangan marka molekuler, hanya
kakao di dunia, termasuk Indonesia. Ketahanan terhadap tersedia marka DNA dalam jumlah sangat terbatas, yang
BBK menurun secara genetik dengan heritabilitas sempit meliputi marka RAPD, RFLP, AFLP, dan simple sequence
dan heritabilitas luas berturut-turut 0,33 dan 0,51 (Iwaro et repeat (SSR) yang dikembangkan oleh berbagai lembaga
al. 2005). Sumber gen ketahanan BBK sudah diidentifikasi penelitian kakao di dunia. Sebanyak 320 marka SSR telah
dan 208 aksesi kakao juga telah diidentifikasi dan terdaftar dikembangkan oleh Centre de Coopération Internationale
di pangkalan data ICGD dengan tingkatan ketahanan en Recherche Agronomique pour le Développement
yang bervariasi. Untuk tujuan pemuliaan tanaman, (CIRAD), Prancis dan USDA-ARS SHRS Miami, Amerika
metode inokulasi leaf disk telah dikembangkan dan Serikat (Lanaud et al. 1999; Pugh et al. 2004; Brown et al.
digunakan untuk menyaring genotipe kakao dalam jumlah 2005). Nama marka, sekuen primer, suhu penempelan primer,
besar pada level bibit (Crouzillat et al. 2000). Teknik dan tipe pengulangan SSR telah tersedia pada website
inokulasi patogen BBK secara langsung ke buah kakao USDA/ARS Miami. Selanjutnya dikembangkan marka SSR
juga telah digunakan untuk seleksi pada tahapan akhir berdasarkan expressed sequence tags (ESTs), marka
(advanced selections). Seleksi untuk ketahanan BBK berdasarkan gen kandidat dan resistance gene homologues
cukup berhasil, kecuali untuk patogen P. megakarya, dari nucleotide binding site/leucine rich repeat (NBS/
yang menyerang tanaman kakao dan menyebabkan LRR), dan marka berdasarkan gen faktor transkripsi WRKY
kehilangan hasil berat di Afrika Barat. (Borrone et al. 2004; 2007).

a b

A B
Gambar 2. Gejala serangan hama utama kakao (Siswanto dan Karmawati 2012): (A) penggerek buah
kakao (PBK): (a) keragaan buah terserang PBK dari luar, warna buah tidak merata; (b) keragaan buah
terserang PBK yang dibelah; (B) gejala serangan Helopeltis spp.
160 J. Litbang Pert. Vol. 35 No. 4 Desember 2016: 155-166

Peta genetik marka molekuler kakao pertama Resekuensing genom lima varietas unggul kakao
dikonstruksi pada tahun 1995 yang mengandung 193 Indonesia telah dilakukan Badan Penelitian dan
marka (Lanaud et al. 1995). Selanjutnya, dihasilkan peta Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), yang
genetik dengan jumlah marka yang jauh lebih banyak, mengidentifikasi lebih dari 2,6 juta variasi genom (SNP dan
yakni 1.259 marka SSR dan SNP yang menyebar pada Indel) (Tasma 2015; Tasma et al. 2016) yang merupakan
sepuluh kromosom kakao (Crouzillat et al. 1996; Lanaud et sumber daya pemuliaan bernilai tinggi untuk percepatan
al. 2004). Saat ini dengan diselesaikannya peta sekuen program pemuliaan kakao. Sebagian kecil dari variasi
genom rujukan kakao yang berasal dari dua genotipe genom yang diidentifikasi tersebut (13,18%) berada pada
kakao yaitu Criollo (Argout et al. 2011) dan Matina 16 protein coding region (exon) yang merupakan sumber
(Motamayor et al. 2013), banyak sekali tambahan marka gen unggul untuk mendukung program percepatan
DNA yang dikembangkan berdasarkan data resekuen dari perakitan varietas unggul kakao. Dengan didukung
genotipe kakao di dunia, di antaranya marka SSR dan sumber daya pemuliaan yang baik tersebut, teknologi
marka DNA masa kini, di antaranya single nucleotide MAS untuk percepatan pemuliaan tanaman kakao tahan
polymorphisms (SNPs) dan insertion and deletion terhadap hama dan penyakit penting sudah siap untuk
(Indel). Marka SNP menjadi sangat populer akhir-akhir ini diaplikasikan di Indonesia. Demikian juga untuk karakter
karena memiliki berbagai keunggulan dibandingkan penting lainnya, misalnya produktivitas dan mutu biji.
dengan marka DNA sebelumnya (Thomson 2014; Tasma Aplikasi teknologi MAS dalam program pemuliaan kakao
2014; 2015). Jumlah SNP hampir tidak terbatas dalam diharapkan akan meningkatkan daya saing produk kakao
genom tanaman, mempunyai dua alel (biallelic) yang nasional di pasar global.
membuat sistem skoring SNP menjadi lebih simpel. SNP
yang diidentifikasi di suatu laboratorium dapat
digabungkan dengan SNP yang diidentifikasi di MARKA DNA UNTUK PROGRAM
laboratorium lainnya. Pengujian SNP juga mudah dan PEMULIAAN KETAHANAN KAKAO
dapat diautomisasi dan disusun menjadi chip marka SNP
TERHADAP HAMA DAN PENYAKIT
kapasitas tinggi (high throughput SNP chip) untuk
membuat sistem genotyping berkapasitas tinggi Pemuliaan kakao melalui metode konvensional berjalan
(Livingstone et al. 2015; Tasma 2015). lambat dan umumnya menggunakan pangkalan genetik
Konsorsium peneliti kakao dunia telah mengem- (genetic base) yang sangat sempit. Efisiensi pemuliaan
bangkan SNP chip kakao yang mengandung 6.000 marka untuk karakter kuantitatif maupun kualitatif dapat
SNP (6KCacao SNP chip) (Livingstone et al. 2015). SNP ditingkatkan jika dapat diperoleh marka molekuler yang
chip tersebut sangat bermanfaat untuk genotyping dan berpautan dengan karakter-karakter target pemuliaan.
pemetaan marka DNA dan gen pada kakao. Di samping itu, Beberapa studi telah dilakukan untuk mengembangkan
marka SNP termasuk SNP chip kapasitas tinggi sudah marka molekuler untuk pemuliaan kakao. Sebagai contoh,
digunakan untuk studi komparatif genom, konstruksi peta pada tahun 1999 Amerika Serikat menginisiasi sebuah
genetik consensus, pemuliaan berbantuan marka, dan proyek untuk peningkatan ketahanan tanaman kakao
penentuan off-types pada koleksi klon kakao (Kuhn et al. terhadap hama dan penyakit melalui aplikasi teknik
2012; Livingstone et al. 2012). molekuler genetika modern dengan program pemuliaan
Di Indonesia, teknologi marka molekuler pada kakao berbantuan marka (marker assisted selection, MAS)
sudah banyak diaplikasikan pada dekade terakhir, untuk mempercepat program pemuliaan kakao (Lanaud et
terutama untuk studi sidik jari dan keragaman genetik al. 1999; Clement et al. 2003). Proyek ini juga ditujukan
koleksi plasma nutfah kakao. Sebagai contoh, Susilo et al. untuk mengidentifikasi sumber-sumber gen ketahanan
(2011) melaporkan analisis keragaman genetik kakao mulia baru pada berbagai koleksi SDG kakao di dunia.
dari Jawa (Java-fine cacao type) menggunakan marka QTL beberapa karakter agronomi penting telah
SSR. Studi keragaman genetik lainnya dan analisis diidentifikasi, di antaranya QTL untuk ketahanan penyakit
penentuan tetua (parentage) dari genotipe-genotipe BBK dan witch’s broom, diameter batang, komponen
kakao hasil seleksi petani di Sulawesi Selatan juga telah hasil, dan karakter penting lain seperti ukuran buah dan
dipelajari menggunakan marka mikrosatelit (Dinarti et al. ukuran biji kakao (Lanaud et al. 1996; Clement et al. 2003;
2015). Analisis genotyping dengan marka SSR juga telah Risterucci et al. 2003; Araújo et al. 2008). Lebih dari 320
dilakukan pada aksesi kakao dari Sulawesi Tengah marka mikrosatelit dan 50 gen kandidat digunakan untuk
(Suwastika et al. 2015). Aksesi kakao dari Sulawesi memetakan karakter ketahanan penyakit witch’s broom,
Tenggara juga telah dianalisis sidik jari dan tingkat frosty pod, dan BBK. Marka DNA yang berpautan dengan
kekerabatan genetiknya menggunakan marka SSR QTL untuk penyakit witch’s broom dan frosty pod telah
(Rubiyo et al. 2015). Ajijah et al. (2016) melaporkan digunakan untuk MAS (Risterucci et al. 2003; Araújo et
tingkat keragaman genetik menggunakan marka SSR pada al. 2008) (Tabel 2). Sebuah QTL mayor yang bertanggung
variasi somaklonal kakao yang dihasilkan dari teknologi jawab terhadap lebih dari 35% variasi fenotipe untuk
somatik embriogenesis (SE), untuk mengetahui tingkat karakter ketahanan witch’s broom telah diidentifikasi
keragaman variasi somaklonal bibit kakao hasil SE. menggunakan 197 marka AFLP dan RAPD pada populasi
Aplikasi teknologi DNA untuk akselerasi program pemuliaan .... (I Made Tasma) 161

F2 ICS-1 x Sca6 (Queiroz et al. 2003). Dengan gen/QTL ketahanan terhadap penyakit BBK dan hama
menggunakan populasi yang masih berkerabat dekat PBK menggunakan marka molekuler (Tasma et al. 2015;
dengan jumlah progeni lebih banyak dan marka DNA lebih 2016).
banyak dan memperkayanya dengan marka SSR dan
marka gen kandidat, Brown et al. (2005) mengidentifikasi
dua QTL mayor untuk karakter ketahanan witch’s broom. KEMAJUAN TEKNOLOGI
QTL untuk karakter diameter batang juga dapat TRANSFORMASI GENETIK UNTUK
diidentifikasi. Studi QTL yang mirip dengan studi Brown
PERBAIKAN KETAHANAN KAKAO
et al. (2005) telah dilakukan untuk beberapa karakter
penting lainnya, termasuk karakter ketahanan penyakit TERHADAP PENYAKIT
penting kakao (Figueira dan Alemanno 2005). QTL mayor
yang dihasilkan dari studi ini berpotensi digunakan dalam Di Indonesia, teknologi somatik embriogenesis (SE) pada
seleksi genotipe kakao yang memiliki ketahanan terhadap kakao telah digunakan dalam skala cukup luas untuk
penyakit witch’s broom dan pemuliaan dengan bantuan perbanyakan bahan tanaman. Bibit hasil SE ini telah
marka (marker-assisted breeding). digunakan dalam perluasan pertanaman kakao, antara lain
Banyak studi telah dilakukan untuk memetakan QTL melalui Gerakan Nasional (Gernas) Penanaman Kakao.
karakter ketahanan kakao terhadap penyakit BBK (Tabel Perbanyakan kakao dengan teknik SE dengan demikian
2). Setidaknya 65 QTL yang mengendalikan karakter telah banyak dan umum dilakukan (Maxinova et al. 2005;
ketahanan BBK telah diidentifikasi yang berlokasi pada Ajijah et al. 2016). Teknologi SE terbaru dilaporkan oleh
linkage group (LG) 1, LG2, LG4, LG5, LG8, dan LG10 Ajijah et al. (2016) yang menunjukkan bahwa penggunaan
(Brown et al. 2007; Lanaud et al. 2009), tetapi hanya 13 media DKW yang diperkaya dengan kinetin dan 2,4-D
QTL yang sesuai dengan peta QTL konsensus, yaitu QTL efektif menginduksi SE pada kakao. Teknologi SE sangat
yang berlokasi pada LG1, LG2, LG4, dan LG5. penting dalam pengembangan tanaman kakao transgenik
Pemuliaan untuk ketahanan terhadap penyakit tahan terhadap hama dan penyakit penting dengan
witch’s broom telah dimulai pada tahun 1950-an dengan mengintroduksikan gen ketahanan ke dalam genom kakao.
menggunakan kultivar Scavina (SCA), SCA6, dan SCA12 Regenerasi tanaman melalui teknik in vitro termasuk
sebagai tetua donor sumber gen tahan witch’s broom metode SE merupakan fondasi dalam penelitian
(Johnson et al. 2003). Marka DNA dari expressed transformasi genetik untuk berbagai spesies tanaman
sequence tag (EST) telah dikembangkan khususnya termasuk kakao.
terkait gen ketahanan terhadap penyakit witch’s broom Penggunaan teknik Agrobacterium tumefaciens
(Lima et al. 2010). pada transformasi genetik genom kakao yang mampu
Di Indonesia, SCA6 dan SCA12 juga dilaporkan tahan menghasilkan tanaman kakao utuh telah berhasil
terhadap penyakit BBK yang disebabkan oleh P. dilakukan oleh Maximova et al. (2003). Dengan
palmivora dan juga terhadap hama PBK (Rubiyo dan menggunakan marka dari gen penghasil protein dengan
Amaria 2013; Rubiyo, komunikasi pribadi). Kedua fluorescent hijau untuk mengidentifikasi somatik embrio
genotipe tersebut telah digunakan sebagai tetua donor transgenik, peneliti menghasilkan serial tanaman
gen ketahanan BBK dan PBK untuk membentuk populasi transgenik yang dapat tumbuh menjadi tanaman dewasa.
F1 untuk perakitan varietas hibrida F1 maupun pemetaan Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao

Tabel 2. QTL yang telah dipetakan terkait karakter ketahanan tanaman kakao terhadap penyakit utama.

Populasi Jenis Ukuran Karakter yang Metode pemetaan Referensi


populasi populasi dipetakan 1 QTL2

P7 x UF273 F1 256 BBK, FRP SIM, MQM Brown et al. (2007)


P12 x Catongo F1 055 BBK SIM Crouzillat et al. (2000)
(Catongo x P12) x Catongo BC 131 BBK SIM, ANOVA Crouzillat et al. (1996)
ICS39 x CAB208 F1 168 WB SIM Figueira et al. (2006)
UPA402 x UF676 F1 114 BBK SIM Lanaud et al. (1999)
17-3/1 x 36-3/1 F1 345 BBK SIM Lanaud et al. (2004)
Populasi tipe Trinitario Koleksi SDG 150 BBK ANOVA Pugh (2005)
(Sca6 x H) x IFC1 F1 151 BBK MQM Risterucci et al. (2003)
IMC57 x Catongo F1 155 BBK SIM Motilal et al. (2000)
(SCA6 x H) x C1 F1 179 BBK SIM Akaza et al. (2016)
(P7 x ICS100) x C1 F1 173 BBK SIM Akaza et al. (2016)
(P7 x ICS95) x C1 F1 183 BBK SIM Akaza et al. (2016)

1 2
BBK = busuk buah kakao; FRP = frosty pod rot; WB = witch’s broom. SIM = single interval mapping; MQM = multiple QTL mapping;
ANOVA = analysis of variance.
162 J. Litbang Pert. Vol. 35 No. 4 Desember 2016: 155-166

transgenik tersebut sama dengan tanaman tanpa Tabel 3. Variasi SNP dan Indel yang dideteksi dari hasil
ditransformasi. Tanaman transgenik yang ditanam sampai penjajaran data resekuen genom total lima
dewasa tersebut dan gen yang ditransformasi (transgene) varietas kakao Indonesia dengan sekuen genom
ternyata juga diturunkan secara stabil melalui benih rujukan kakao varietas Criollo.
generasi berikutnya. Teknik transformasi ini telah Jumlah variasi DNA
Tipe variasi DNA yang dihasilkan
digunakan untuk mendemonstrasikan fungsi gen yang dihasilkan
chitinase untuk pertahanan tanaman terhadap serangan
patogen jamur Colletotrichum gloeosporoides (Maximova Jumlah total varian DNA
SNP 2,326,088
et al. 2006). Delapan tanaman kakao transgenik
Indel 362,081
independen telah diperoleh dari penelitian ini dan gen SNP berlokasi pada gen
diekspresikan dengan tingkat ekspresi yang bervariasi Pada intron 509,599
pada delapan tanaman transgenik tersebut. Tingkat Pada ekson 347,907
aktivitas protein endochitinase meningkat sampai enam Synonymous 108,720
Nonsynonymous 214,068
kali pada tanaman transgenik dibandingkan dengan
Indel pada gen
tanaman kakao nontransgenik (Maximova et al. 2006). Pada intron 212,827
Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa Pada ekson 6,299
pembentukan tanaman transgenik kakao tahan terhadap
penyakit cukup menjanjikan. Namun, aplikasinya pada Sumber: Tasma et al. (2015; 2016).
program pemuliaan tanaman masih perlu dilihat lagi karena
masih hangatnya kontroversi penggunaan produk
rekayasa genetika (GMO), khususnya untuk bahan (mutasi yang menghasilkan stop codon). Variasi DNA ini
pangan dan pakan. Banyak tantangan yang dihadapi para merupakan sumber daya pemuliaan yang bernilai sangat
peneliti pemulia kakao untuk mengembangkan tanaman tinggi untuk penemuan gen dan pengembangan marka
transgenik yang mengekspresikan gen-gen target untuk yang mendukung program pemuliaan kakao nasional.
ketahanan hama dan penyakit. Kondisi yang berbeda Jutaan SNP yang diidentifikasi pada penelitian ini, setelah
dapat terjadi pada kelapa sawit dan jarak pagar yang diverifikasi dapat digunakan untuk sintesis sistem
produknya bisa diarahkan untuk tujuan nonpangan, yaitu genotyping kapasitas tinggi (high throughput
sebagai bahan baku pembuatan biodisel (Tasma 2016a; genotyping system) seperti SNP chip kakao densitas
2016b). Dengan demikian, pengembangan tanaman tinggi.
transgenik pada dua komoditas terakhir, khususnya untuk Dari studi ini juga ditemukan 54 SNP yang spesifik
jarak pagar, lebih menjanjikan dalam jangka pendek untuk varietas ICCRI 02 dan Criollo, keduanya
dibandingkan pada kakao karena produk akhirnya sebagai diklasifikasikan sebagai kakao mulia (“fine”, high quality
bahan baku produk nonpangan. cacao type), yaitu tipe kakao dengan biji yang memiliki
flavor kualitas tinggi (Gambar 3). Beberapa dari varian SNP
ini mungkin mengkode gen yang mengendalikan kualitas
APLIKASI GENOMIKA MODERN biji kakao yang tentunya dapat digunakan untuk
UNTUK PERCEPATAN PENEMUAN GEN meningkatkan kualitas biji kakao lindak (“bulk”, lower
DAN QTL UNTUK PEMULIAAN KAKAO quality type of cacao). Walaupun memiliki kualitas biji
tinggi, kakao mulia umumnya peka terhadap serangan
Pengembangan marka berkapasitas tinggi (high hama dan penyakit (Motamayor et al. 2002; 2008). Di
throughput marker development) telah dilakukan dengan antara 54 lokus SNP di atas, beberapa di antaranya
resekuensing lima varietas kakao Indonesia (ICCRI2, mungkin mengkode kepekaan tanaman terhadap penyakit
ICCRI3, ICRRI4, SUL2, dan ICS13) dengan menggunakan sebagai bentuk gen peka (knock-out mutation) dari gen
teknologi next generation sequencing (NGS) HiSeq ketahanan hama dan penyakit yang dapat menjadi jalan
(Tasma et al. 2015; 2016). Sekuen genom tersebut telah awal (starting point) untuk mengisolasi gen tahan wild
dipetakan dengan sekuen genom rujukan kakao varietas type dari gen ketahanan target. Alternatif lainnya, yaitu
Criollo (Argout et al. 2011). Sebanyak 2.326.088 SNP dan mengisolasi gen-gen ketahanan penyakit maupun
362.081 insersi dan delesi (Indel) telah diidentifikasi ketahanan hama dari 854 lokus SNP yang muncul pada
melalui penelitian ini (Tabel 3). kelima genotipe kakao (Gambar 3). Dua dari lima genotipe
Rata-rata ditemukan satu varian DNA (SNP atau tersebut, yaitu SUL2 dan ICS13, termasuk kakao lindak
Indel) dari setiap 121 nukleotida sekuen genom kakao. yang umumnya tahan terhadap hama dan penyakit,
Kebanyakan varian DNA yang diidentifikasi berada di luar produktivitasnya tinggi, namun mutu bijinya rendah
gen. Hanya 347.907 SNP dan Indel (13,18%) yang berada (Motamayor et al. 2002; 2008). Kemungkinan lainnya, gen
dalam protein coding region (exon). Di antara variasi ketahanan diisolasi dari SNP lokus yang hanya muncul
DNA yang ada pada exon, 188.949 SNP menyebabkan pada varietas kakao lindak SUL2 dan ICS13 yang
mutasi missense (mutasi yang mengubah komposisi asam dianalisis pada studi sebelumnya (Tasma et al. 2015;
amino) dan 1.535 SNP menyebabkan mutasi nonsense 2016).
Aplikasi teknologi DNA untuk akselerasi program pemuliaan .... (I Made Tasma) 163

merupakan genotipe spesifik lokasi yang dapat menjadi


sumber keragaman untuk program pemuliaan ke depan.
Program kolaborasi internasional di antara negara-negara
penghasil kakao akan meningkatkan mobilitas pertukaran
SDG kakao. Semua ini merupakan sumber daya penting
untuk program pemuliaan kakao dalam menghadapi
tantangan lingkungan yang semakin kompleks terlebih
dengan munculnya fenomena baru seperti pemanasan
global. Kondisi ini akan mengubah paradigma pemuliaan
kakao ke depan yang memerlukan koleksi SDG kakao
dengan keragaman genetik lebih luas untuk merakit
varietas unggul kakao yang lebih baik dalam menghadapi
tantangan lingkungan tersebut. Perkembangan hama dan
penyakit kakao akan semakin dinamis dengan munculnya
strain-strain baru hama atau patogen yang perlu
diantisipasi melalui program pemuliaan yang tepat dan
menerapkan teknologi modern, komprehensif dan lebih
menjanjikan yang dapat mengatasi permasalahan dengan
Gambar 3. SNP lokus yang berada pada exon yang dimiliki oleh
lebih cepat dan akurat. Keberhasilan program pemuliaan
dua genotipe kakao mulia (ICCRRI 02 dan Criollo) dan lokus SNP
yang berada pada semua genotipe kakao yang dianalisis pada studi kakao ke depan, dengan demikian, sangat bergantung
sebelumnya (Tasma et al. 2015; 2016). pada ketersediaan koleksi SDG kakao yang beragam
secara genetik.
Dengan berkembangnya teknologi sekuensing
modern dan menurunnya biaya sekuensing, sekuensing
genom total SDG kakao akan lebih terjangkau oleh
SNP lokus yang ada pada exon, bersama dengan
lembaga penelitian, termasuk yang ada di negara
jutaan SNP lainnya, setelah diverifikasi dapat digunakan
berkembang seperti Indonesia (Varshney et al. 2009;
untuk mengkonstruksi SNP chip densitas tinggi untuk
Tasma 2015). Fenomena ini akan mengubah cara
digunakan dalam genotyping kapasitas tinggi pada
penanganan, karakterisasi, pemanfaatan, dan proteksi
populasi maupun aksesi kakao. SNP chip ini mempercepat
SDG kakao dari paradigma lama yang didasarkan pada
penemuan gen maupun QTL untuk karakter bernilai
karakter fenotipe ke paradigma baru yang berdasarkan
ekonomi tinggi, termasuk gen dan QTL yang
pada data genomika. Metode sekuensing genom dapat
mengendalikan karakter ketahanan tanaman kakao
menganalisis genotipe SDG kakao secara akurat,
terhadap hama dan penyakit penting yang selanjutnya
komprehensif, dan cepat dengan menggunakan analisis
digunakan pada program pemuliaan kakao menggunakan
presisi tinggi. Teknologi genotyping SNP kapasitas tinggi
teknik MAS. Akhir-akhir ini, konsorsium peneliti kakao
mempercepat penemuan gen dan QTL pengendali karakter
telah mengembangkan SNP bead chip kakao yang
ekonomi penting pada kakao. Teknologi sekuensing
mengandung 6.000 marka SNP (6KCacao SNP bead chip)
modern bersama dengan metode genotyping SNP
(Livingstone et al. 2015). SNP chip ini sangat bermanfaat
kapasitas tinggi, akan merevolusi metode pemuliaan dari
untuk genotyping dan pemetaan genetik karakter penting
seleksi berdasarkan fenotipe menjadi seleksi berdasarkan
untuk diaplikasikan dalam program pemuliaan kakao.
data genom yang jauh lebih efisien, efektif, berpresisi
tinggi, dan komprehensif dalam pemanfaatan SDG kakao
pada suatu program pemuliaan (Argout et al. 2011; Tasma
PERSPEKTIF PROGRAM PEMULIAAN 2015; Tasma 2016a; 2016b).
KAKAO TAHAN HAMA PENYAKIT Di Balitbangtan, pemuliaan kakao berbasis data
genom telah dimulai sejak tahun 2010. Lima varietas kakao
Penelitian genomika kakao yang lebih intensif dengan Indonesia telah diresekuen dengan NGS Hiseq dan
mengaplikasikan teknologi genomika modern telah dihasilkan 2.326.088 SNP dan 362.081 Indels. Secara rata-
dimulai di Indonesia sejak lima tahun terakhir. Namun, rata ditemukan satu variasi DNA dari setiap 121 basa
pemanfaatan penelitian genomika secara keseluruhan sekuen genom kakao. Sebagian besar variasi DNA
telah dimulai jauh sebelum periode tersebut. Cukup tersebut berada di luar gen dan hanya 13,18% yang ada di
banyak penelitian analisis sidik jari dan keragaman genetik daerah genom yang mengkode protein (exon) (Tasma et
yang dilakukan dengan menggunakan marka molekuler. al. 2015; 2016). Data genomika ini merupakan sumber daya
Perkebunan komersial dan pemuliaan kakao di pemuliaan bernilai tinggi untuk pengembangan teknologi
Indonesia telah dimulai sejak tahun 1900-an sehingga marka berkapasitas tinggi dalam rangka percepatan
cukup banyak koleksi SDG kakao yang tersedia, termasuk penemuan gen dan QTL unggul. Studi fungsional
SDG kakao yang ada di kebun-kebun petani yang genomika perlu dilakukan sebagai tindak lanjut penemuan
164 J. Litbang Pert. Vol. 35 No. 4 Desember 2016: 155-166

penting ini untuk mengisolasi gen-gen dan QTL yang memudahkan penemuan gen dan QTL unggul dari koleksi
bernilai ekonomi tinggi, termasuk gen dan QTL yang SDG lokal untuk digunakan dalam program pemuliaan
mengendalikan ketahanan hama dan penyakit penting kakao nasional.
pada tanaman kakao.
Salah satu penelitian yang sedang berlangsung di
Balitbangtan adalah pelabelan gen dan QTL yang
mengendalikan karakter ketahanan kakao terhadap
UCAPAN TERIMA KASIH
penyakit BBK. Populasi pemetaan yang terdiri atas 167
Penulisan artikel ulasan ini terkait dengan kegiatan
progeni F1 telah dibuat dengan menyilangkan genotipe
penelitian dengan judul Analisis Genom dan Pemetaan
tahan Phytophthora, Sca12, dengan genotipe peka tetapi
Genetik Komoditas Pertanian Strategis yang didanai oleh
memiliki karakteristik agronomi unggul, DR1 (Tasma et al.
DIPA BB Biogen tahun anggaran 20142016.
2015). Populasi ini akan di-genotype menggunakan teknik
genotyping-by-sequencing (GBS). Phenotyping populasi
F1 tersebut akan dilakukan menggunakan teknik leaf disk
dan teknik inokulasi alami di lapangan. Analisis QTL DAFTAR PUSTAKA
dilakukan dengan program Tassel dan marka yang
berpautan dengan karakter ketahanan penyakit BBK akan Ahnert, D. and J.L. Pires. 2000. Use of the available genetic
digunakan untuk menyeleksi genotipe kakao tahan BBK variability of cocoa in Brazil: State of the knowledge on mass
menggunakan teknik MAS untuk mendapatkan varietas production of genetically improved propagules of cocoa. Proc.
Tech. Mtg. 1: 104113.
unggul kakao tahan penyakit BBK. Varietas kakao tahan
Ajijah, N., R.S. Hartati, Rubiyo, D. Sukma and Sudarsono. 2016.
BBK yang dihasilkan diharapkan mampu meningkatkan Effective cacao somatic embryo regeneration on kinetin
produktivitas kakao nasional yang pada akhirnya akan supplemented DKW medium and somaclonal variation
berimplikasi dalam mendukung program ketahanan assessment using SSRs markers. AGRIVITA 38(1): 8092.
pangan dan ketahanan ekonomi nasional. Akaza, M.J., A.B. Kouassi, D.S. Akaffou, O. Ouet, A.S.P. N’guetta
and C. Lanaud. 2016. Mapping QTLs for black pod
(Phytophthora palmivora) resistance in three hybrid progenies
of cocoa (Theobroma cacao L.) using SSR markers. Int'l. J. Sci.
KESIMPULAN Res. Publ. 6(1): 298311.
Anshary, A. 2003. Potensi klon kakao tahan penggerek buah
Marka DNA untuk analisis sidik jari DNA, keragaman Conopomorpha cramerella dalam pengendalian hama terpadu.
Risalah Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan
genetik, dan pemetaan genetik sudah tersedia dan secara
Rakyat. Bogor, 1718 September 2002.
rutin digunakan untuk mendukung program pemuliaan Araújo, I.S., G.A.S. Filho, M.G. Pereira, F.G. Faleiro, V.T. Queiroz,
kakao di seluruh dunia. Peta keterpautan genetik telah C.T. Guimarães, M.A. Moreira, E.G. Barros, R.C.R. Machado,
tersedia dan digunakan untuk pemetaan gen dan QTL L. Pires, R. Schnell and U.V. Lopes. 2008. Mapping of
bernilai ekonomi penting, termasuk QTL yang quantitative trait loci for butter content and hardness in cocoa
beans (Theobroma cacao L.). Plant Mol. Biol. Reporter 27:
mengendalikan karakter ketahanan hama dan penyakit
177183.
penting kakao. Dengan selesainya peta sekuen genom Argout, X., J. Salse, J.M. Aury, M.J. Guiltinan, G. Droc, J. Gouzy, M.
rujukan kakao, jutaan marka SNP, Indel, dan SSR telah Allegre, C. Chaparro, T. Legavre, S.N. Maximova, M. Abrouk,
tersedia di berbagai belahan dunia. F. Murat, O. Fouet, J. Poulain, M. Ruiz, Y. Roguet, M. Rodier-
Resekuensing lima varietas kakao Indonesia Goud, J.F. Barbosa-Neto, F. Sabot, D. Kudrna, J.S. Ammiraju,
menghasilkan lebih dari 2,3 juta SNP, ratusan ribu Indel S.C. Schuster, J.E. Carlson, E. Sallet, T. Schiex, A. Dievart, M.
Kramer, L. Gelley, Z. Shi, A. Bérard, C. Viot, M. Boccara, A.M.
dan SSR yang dapat digunakan untuk percepatan Risterucci, V. Guignon, X. Sabau, M.J. Axtell, Z. Ma, Y. Zhang,
program pemuliaan kakao nasional. Satu 6KSNP chip S. Brown, M. Bourge, W. Golser, X. Song, D. Clement, R.
kakao yang mengandung 6.000 marka SNP telah tersedia Rivallan, M. Tahi, J.M. Akaza, B. Pitollat, K. Gramacho, A.
untuk genotyping kapasitas tinggi yang akan D’Hont, D. Brunel, D. Infante, I. Kebe, P. Costet, R. Wing,
mengakselerasi program pemuliaan kakao. Teknologi W.R. McCombie, E. Guiderdoni, F. Quetier, O. Panaud, P.
Wincker, S. Bocs and C. Lanaud. 2011. The genome of
transformasi genetik dengan sistem A. tumefaciens telah Theobroma cacao. Nat. Genet. 43: 101108.
dieksplorasi dan dapat diaplikasikan untuk pembentukan Borrone, J.W., D.N. Kuhn and R.J. Schnell. 2004. Isolation,
tanaman kakao transgenik tahan penyakit, walaupun characterization, and development of WRKY genes as useful
pemanfaatan produk rekayasa genetika (PRG) masih genetic markers in Theobroma cacao. Theor. Appl. Genet.
menghadapi kontroversi, khususnya PRG untuk pangan 109: 495507.
dan pakan. Borrone, J.W., J.S. Brown, D.N. Kuhn, J.C. Motamayor and R.J.
Schnell. 2007. Microsatellite markers developed from
Teknologi DNA (genomika, aplikasi marka DNA, Theobroma cacao L. expressed sequence tags. Mol. Ecol. Notes
dan teknologi rekayasa genetik) sangat potensial 7: 236239.
diaplikasikan di Indonesia. Teknologi MAS sudah siap Brown, J.S., D.N. Kuhn, U. Lopez and R.J. Schnell. 2005. Resistance
diaplikasikan untuk mendukung perbaikan ketahanan gene mapping for witches’ broom disease in Theobroma cacao
kakao terhadap hama dan penyakit utama. Ber- L. in an F2 population using SSR markers and candidate genes.
J. Am. Soc. Horti. Sci. 130: 366373.
kembangnya teknologi genomika modern akan
Aplikasi teknologi DNA untuk akselerasi program pemuliaan .... (I Made Tasma) 165

Brown, J.S., W.P. Mora, E.J. Power, C. Krol, C.C. Martinez, J.C. Karmawati, E., Z. Mahmud, M. Syakir, J. Munarso, K. Ardana, dan
Motamayor and R.J. Schnell. 2007. Mapping QTLs for Rubiyo. 2010. Budi Daya dan Pascapanen Kakao. Pusat
resistance to frosty pod and black pod diseases and horticultural Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. 92 hlm.
traits in Theobroma cacao L. Crop Sci. 47: 18511858. Kuhn, D.N., D. Livingstone and D. Main. 2012. Identification and
Clement, D., A.M. Risterucci, J.C. Motamayor, J. N’Goran and C. mapping of conserved ortholog set (COS) II sequences of cacao
Lanaud. 2003. Mapping QTL for yield components, vigor, and and their conversion to SNP markers for marker-assisted
resistance to Phytophthora palmivora in Theobroma cacao L. selection in Theobroma cacao and comparative genomics
Genome 46: 204212. studies. Tree Genet. Genomes 8: 97–111.
Cope, F.W. 1962. The mechanisms of pollen incompatibility in Lanaud, C., A.M. Risterucci, A.K.J.N. Goram, D. Clement and M.H.
Theobroma cacao L. Heredity 17: 157182. Flament. 1995. A genetic linkage map of Theobroma cacao L.
Couch, J.A., H.A. Zintel and P.J. Fritz. 1993. The genome of the Theor. Appl. Genet. 91: 987–993.
tropical tree Theobroma cacao L. Mol. Gen. Genet. 237: Lanaud, C., I. Kebe, A.M. Risterucci, D. Clement, J.K.A. N’Goran,
123128. L. Grivet, M. Tahi, C. Cilas, I. Pieretti, A.B. Eskes and D.
Crouzillat, D., E. Lercetau, V. Pe´tiard, J. Morera, H. Rodrý´guez, Despreaux. 1996. Mapping quantitative trait loci (QTL) for
D. Walker, W. Phillips, C. Ronning, R. Schnell, J. Osei and P. resistance to Phytophthora palmivora in T. cacao. The 12 th
Fritz. 1996. Theobroma cacao L: a genetic linkage map and International Cocoa Research Conference, Salvador, Bahia,
quantitative trait loci analysis. Theor. Appl. Genet. 93: 205– Brazil. pp. 99–105.
214. Lanaud, C., A.M. Risterucci, I. Pieretti, M. Falque, A. Bouet and
Crouzillat, D., W. Phillips, P. Fritz and V. Petiard. 2000. Quantitative P.J.L. Lagoda. 1999. Isolation and characterization of
trait loci analysis in Theobroma cacao using molecular markers. microsatellites in Theobroma cacao L. Mol. Ecol. 8: 2141–
Inheritance of polygenic resistance to Phytophthora palmivora 2152.
in two related cacao populations. Euphytica 114: 2336. Lanaud, C., A.M. Risterucci, I. Pieretti, J.A.K. N’Goran and D.
Dinarti, D.A.W. Susilo, L.W. Meinhardt, K. Ji, L.A. Motilal, S. Fargeas. 2004. Characterization and genetic mapping of
Mischke and D. Zhang. 2015. Genetic diversity and parentage resistance and defence gene analogs in cocoa (Theobroma
in farmer selections of cacao from Southern Sulawesi, Indonesia cacao L.). Mol. Breed. 13: 211–227. DOI: 10.1023/B:
revealed by microsatellite markers. Breeding Sci. 65: 438– MOLB.0000022515.23880.1b.
446. Lanaud, C., O. Fouet, D. Clément, M. Boccara, A.M. Risterucci, S.
Ditjenbun. 2010. Peta penyebaran organisme pengganggu tumbuhan Surujdeo-Maharaj, T. Legavre and X. Argout. 2009. A meta-
(OPT) utama tanaman kakao. Direktorat Jenderal Perkebunan, QTL analysis of disease resistance traits of Theobroma cacao
Jakarta. L. Mol. Breed. 24: 361–374.
FAOSTAT. 2012. Food and Agricultural commodities production. Lande, R. 1992. Marker-assisted selection in relation to traditional
FAO Statistics Division: http: //faostat3.fao.org/home/ methods of plant breeding. In H.T. Stalker and J.P. Murphy
index.html. (Eds.). Plant Breeding in the 1990’s. CAB International,
Figueira, A., J. Janick and P. Goldsbrough. 1992. Genome size and Wallingford, UK. pp. 437–451.
DNA polymorphism in Theobroma cacao. J. Am. Horti. Sci. Lim, G.T. 1992. Biology, ecology and control of cocoa pod borer,
117: 673677. Conopomorpha cramerella (Snellen). In: P.J. Keane and C.A.J.
Figueira, A. and L. Alemanno. 2005. Theobroma cacao (Cacao). Putter (Eds.). Cocoa pest and disease management in Southest
In: R.E. Litz (Ed.) Biotechnology of Fruit and Nut Crops. CAB Asia and Autralasia. FAO Plant Production and Protection Paper.
International Biosciences, Wallingford, UK. pp 639669. Lima, L.S., K.P. Gramacho, J.L. Pires, D. Clement, U.V. Lopes, N.
Figueira, A., S. Paulo, B. Albuquerque and A.L. Gildemberg Jr. 2006. Carels, A.S. Gesteira, F.A. Gaiotto, J.C.M. Cascardo and F.
Genetic mapping and differential gene expression of Brazilian Micheli. 2010. Development characterization validation and
alternative resistance sources to witches’ broom (causal agent mapping of SSRs derived from Theobroma cacao L.–
Crinipellis perniciosa). 15 th International Cocoa Research Moniliophthora perniciosa interaction ESTs. Tree Genet.
Conference, October 2006. Cocoa Producers, Alliance, San Jose, Genomes 6: 663–676.
Costa Rica. 15 pp. Livingstone, D.S., B. Freeman, J.C. Motamayor, R. Schnell, S.
Gentzbittel, L., S. Mouzeyar, S. Badaoui, E. Mestries, F. Vear, D.T. Royaert, J. Takrama, A.J. Meerow and D. Kuhn. 2012.
De Labrouhe and P. Nicolas. 1998. Cloning of molecular markers Optimization of a SNP assay for genotyping Theobroma cacao
for disease resistance in sunflower, Helianthus annuus L. Theor. under field conditions. Mol. Breed. 30: 33–52.
Appl. Genet. 96: 519–525. Livingstone, D., S. Royaert, C. Stack, K. Mockaitis, G. May, A.
Harni, R. 2013. Vascular streak dieback, penyakit baru yang Farmer, C. Saski, R. Schnell, D. Kuhn and J.C. Motamayor.
mematikan pada kakao. Info Perkebunan Agustus 2013. hlm. 2015. Making a chocolate chip: development and evaluation
31. of a 6K SNP array for Theobroma cacao. DNA Research
Hunter, R.J. 1990. The status of cacao (Theobroma cacao, Advanced Published on June 11, 2015, p.1–13. DOI: 10.1093/
Sterculiaceae) in the western hemisphere. Econ. Bot. 44: 425– dnares/dsv00.
439. Martinson, V.A. 1966. Hybridization of cacao and Theobroma
Irizarry, H. and E. Rivera. 2002. Early yield of five cacao families grandiflora. J. Hered. 57: 134–136.
at three locations in Puerto Rico. J. Agric. Univ. PR. 82: 163– Maximova, S.N., C. Mller, G.A. de Mayolo and M.J. Guiltinan.
171. 2003. Stable transformation of Theobroma cacao L. and
Iwaro, A.D., J.M. Thevenin, D.R. Butler and A.B. Eskes. 2005. influence of matrix attachment regions on GFP expression.
Usefulness of the detached pod test for assessment of cacao Plant Cell Reporter 21: 872–883.
resistance to Phytophthora pod rot. Eur. J. Plant Pathol. 113: Maximova, S.N., A. Young, S. Pishak, C. Miller, A. Traore and M.J.
173–182. Guiltinan. 2005. Integrated system for propagation and
Johnson, E.S., C.B. O’Conner, T.N. Sreenivasan and R.J. Schnell. transformation of Theobroma cacao L. In: S.M. Jain and P.K.
2003. Population structure of the witches’ broom pathogen of Gupta (Eds.). Protocol for Somatic Embryogenesis and Genetic
cacao in Trinidad and Tobago. Abstract no. 126 E. In Proc. Transformation in Woody Plants. Springer, Berlin, Heidelberg,
Intl. Cocoa Research Conf. 14. Cocoa Producers’ Alliance, Lagos, New York. pp. 209–229.
Nigeria. pp. 35–46.
166 J. Litbang Pert. Vol. 35 No. 4 Desember 2016: 155-166

Maximova, S.N., J.P. Marelli, A. Young, S. Pishak, C. Miller, J.A. Siswanto dan E. Karmawati. 2011. Percepatan adopsi teknologi
Verica, and M.J. Guiltinan. 2006. Over-expression of a cacao PHT kakao di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional
class I chitinase gene in Theobroma cacao L. enhances Inovasi Perkebunan 201. hlm. 148–155.
resistance against the pathogen Colletotrichum gloeosporoides. Siswanto dan E. Karmawati. 2012. Pengendalian hama utama kakao
Planta 224: 740–749. (Conopomorpha cramerella dan Helopeltis spp.) dengan
Motamayor, J.C., A.M. Risterucci, A.P. Lopez, C.F. Ortiz, A. Moreno pestisida nabati dan agens hayati. Perspektif 11 (2): 103-112.
and C. Lanaud. 2002. Cacao domestication I: the origin of the Soltis, D.E., P.S. Soltis, V.A. Albert, D.G. Oppenheimer, C.W.
cacao cultivated by the Mayas. Heredity 89: 380–386. DePamphilis, H. Ma, M.W. Frohlich and G. Theissen. 2002.
Motamayor, J.C., P. Lachenaud, J.W.S. Mota, R. Loor, D.N. Kuhn, Missing links: the genetic architecture of flower and floral
J.S. Brown and R.J. Schnell. 2008. Geographic and genetic diversification. Trends Plant Sci. 7: 22–31.
population differentiation of the Amazonian chocolate tree Sulistyowati, E., Y.D. Junianto, S. Sukamto, S. Wiryadiputra, L.
(Theobroma cacao L). PLoS One 3: 1–8. Winarto, dan N. Primawati. 2003. Analisis status penelitian
Motamayor, J.C., K. Mockaitis, and J. Schmutz. 2013. The genome dan pengembangan PHT pada pertanaman kakao. Risalah
sequence of the most widely cultivated cacao type and its use to Simposium Nasional Penelitian PHT Perkebunan Rakyat.
identify candidate genes regulating pod color. Genome Biol. 14: Bogor, 17–18 September 2002.
R53. Susilo, A.W., W. Mangoendidjojo, dan Witjaksono. 2007. Hubungan
Motilal, L.A., O. Sounigo, J.M. The´venin, A.M. Risterucci, I. karakteristik jaringan kulit buah beberapa klon kakao
Pierretti, J.L. Noyer and C. Lanaud. 2000. Theobroma cacao (Theobroma cacao L.) dengan sifat ketahanan terhadap hama
L: genome map and QTLs for Phytophthora palmivora penggerek buah kakao. Pelita Perkebunan 23: 159–175.
resistance. Proceedings the 13 th International Cocoa Research Susilo, A.W., D. Zhang, L.A. Motilal, S. Mischke and L.W.
Conference, 9–14 October 2000, Kota Kinabalu, Sabah, Meinhardt. 2011. Assessing genetic diversity in Java fine-flavor
Malaysia. Cocoa Producers’ Alliance. pp 111–117. cocoa (Theobroma cacao L.) germplasm by using single
Pires, J.L., E.D. Monteiro, E.D.M.N. Luz, S.D.V.M. Silva, L.R.M. nucleotide polymorphism (SSR) markers. Trop. Agric. Deve.
Pinto, A. Figueria, D.E. Ahnert and M.I.B. Brugnerotto. 1996. 55(2): 84–92.
Cocoa breeding for witches’ broom resistance at CEPLAC, Bahia, Suwastika, N., Muslimin, Rifka, N. Aisyah, Rahmansyah, Mutmainah,
Brazil. Proc Int Workshop on the Contribution of Disease Y. Ishizaki, Z. Basri and T. Shiina. 2015. Genotyping based on
Resistance to Cocoa Variety Improvement, 24–26 November SSR marker on local cacao (Theobroma cacao L.) from Central
1996, Salvador, Brazil, pp. 67–71. Sulawesi. Procedia Environ. Sci. 28: 88–91.
Pugh, T., A.M. Fount, P. Brottier, M. Abouladze, C. Deletrez, B. Tasma, I.M. 2014. Single nucleotide polymorphism (SNP) sebagai
Courtois, D. Clement, P. Larmande, J.A.K. N’Goran and C. marka DNA masa depan. Warta Biogen 10 (3): 7–10.
Lanaud. 2004. A new cacao linkage map based on codominant Tasma, I.M. 2015. Pemanfaatan teknologi sekuensing genom untuk
markers: Development and integration of 201 new mempercepat program pemuliaan tanaman. J. Litbang
microsatellite markers. Theor. Appl. Genet. 108: 1151–1161. Pertanian 34(4): 159–168.
Pugh, T. 2005. Etude du de´se´quilibre de liaison chez le cacaoyer Tasma, I.M., H. Rijzaani, D. Satyawan, P. Lestari, D.W. Utami, I.
appartenant aux groupes Criollo/Trinitario. Application au Rosdianti, A.R. Purba, E. Mansyah, A. Sutanto, R. Kirana,
marquage ge´ne´tique d’inte´reˆt pour la se´lection. The‘se Kusmana, A. Anggraeni, M. Pabendon and Rubiyo. 2015. Next-
Doctorat Ecole National Supe´rieur deAgriculture, Montpellier, gene-based DNA marker development of several importance
France, p. 107. crop and animal species. Manuscript Presented at the 13 th
Queiroz, V.T., C.T. Guimaraes, D. Anhert, J. Schuster, R.T. Daher, SABRAO Congress and International Conference, 14–16
M.G. Pereira, V.R.M. Miranda, L.L. Loguercio, E.G. Barros and September 2015, IPB International Convention Center, Bogor,
M.A. Moreira. 2003. Identification of a major QTL in cocoa Indonesia. 8 pp.
(Theobroma cacao L.) associated with resistance to witches’ Tasma, I.M. 2016a. Pemanfaatan teknologi genomika dan
broom disease. Plant Breed. 122: 268–272. transformasi genetik untuk meningkatkan produktivitas kelapa
Ramlan. 2010. Pengelolaan penyakit busuk buah kakao. Prosiding sawit. Perspektif 15 (1): 51–73.
Seminar Ilmiah PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Tasma, I.M. 2016b. Tinjauan aspek bioteknologi untuk perbaikan
Selatan, 27 Mei 2010. hlm. 380–387. bahan tanam jarak pagar sebagai tanaman penghasil bahan bakar
Risterucci, A.M., L. Grivet, J.A. Ngoran, I. Pieretti, M.H. Flament nabati. Jurnal AgroBiogen (In Review).
and C. Lanaud. 2000. A high-density linkage map of Theobroma Tasma, I.M., D. Satyawan, H. Rijzaani, I. Rosdianti, P. Lestari and
cacao L. Theor. Appl. Genet. 101: 948–955. Rubiyo. 2016. Genomic variation of five Indonesian cacao
Risterucci, A.M., D. Paulin, M. Ducamp, J.A.K. N’Goran and C. (Theobroma cacao L.) varieties based on analysis using next
Lanaud. 2003. Identification of QTLs related to cocoa resistance generation sequencing. Indones. J. Agric. Sci. 17(2): 57–64.
to three species of Phytophthora. Theor. Appl. Genet. 108: Thomson, M.K. 2014. High throughput SNP genotyping to
168–174. accelerate plant breeding. Plant Breed. Biotechnol. 2(3): 195–
Rubiyo dan W. Amaria. 2013. Ketahanan tanaman kakao terhadap 212.
penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora Butl.). Varshney, R.K., S.N. Nayak, G.D. May and J.A. Jackson. 2009.
Perspektif 12(1): 23–36. Next-generation sequencing technologies and their implications
Rubiyo, N.K. Izzah, I. Sulistiyorini and C. Tresniawati. 2015. for crop genetics and breeding. Trends in Biotechnol. 9: 522–
Evaluation of genetic diversity in cacao collected from Kolaka, 530.
Southeast Sulawesi, using SSR markers. Indones. J. Agric. Sci. Vello, E. 1971. Observações sobre polinização do cacaueiro na Bahia.
16(2): 71–78. In: Proceedings of the 3 rd International Cocoa Research
Saunders, J.A. 2002. The USDA program for Theobroma cacao: Conference. CRIG, Accra. pp. 565–575.
molecular genomics, disease resistance and IPM strategies. The
Manufacturing Confectioner September 2002. pp. 109–119.

Anda mungkin juga menyukai