DISUSUN OLEH:
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN
OLEH:
OLEH:
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan baik. Asuhan
keperawatan ini penulis susun untuk memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan
Diabetes Melitus. Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini penulis mendapatkan banyak
bantuan, bimbingan, dan saran serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Joko Susilo, SKM, M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2. Bapak Bondan Palestin, SKM, M.Kep, Sp. Kom. selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
3. Ibu Ns. Harmilah S.Pd., S.Kep., M.Kep., Sp.MB. selaku Ketua Prodi Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
4. Ibu Ns. Sapta Rahayu N., SPd., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak Samsu Pranowo, S.Kep., Ns. selaku Pembimbing Lapangan.
6. Perawat yang ada di Ruang Dahlia 2, RSUP Dr. Sardjito.
7. Teman-teman kelas Prodi Profesi Ners.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan asuhan keperawatan ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan asuhan keperawatan ini sehingga kedepannya menjadi
lebih baik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana tubuh tidak mampu
melakukan metabolik lemak, protein dan karbohidrat yang ditandai dengan kadar gula
darah tinggi atau biasa disebut dengan hiperglikemia (Devi dkk, 2018). Diabetes
Melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan
oleh gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin secara memadai.
Penyakit ini bisa dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat terjadi secara
menahun (Kemenkes RI, 2020). Menurut WHO (2018), seseorang didiagnosis
Diabetes Melitus apabila dalam pemeriksaan kadar gula darah ditemukan nilai
pemeriksaan kadar gula darah anteprandial ≥ 126 mg/dl, dua jam setelah makan ≥ 200
mg/dl dan kadar gula darah acak ≥ 200 mg/dl.
Menurut World Health Organization (2018), pada tahun 2017 terdapat
425 juta pasien di dunia menderita penyakit diabetes mellitus. Di perkirakan
angka ini akan meningkat sebesar 45% atau setara dengan 629 juta pasien
dengan penyakit diabetes mellitus ditahun 2045. Indonesia berada di urutan
ke 6 dari sepuluh Negara dengan penderita diabetes Mellitus tertinggi, per
tahun 2017 jumlah pasien yakni 10,3 juta dan diperkirakan akan meningkat
menjadi 16,7 juta pasien di tahun 2045. Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia
tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur 15 tahun sebesar 2.0%.
2 Provinsi yaitu DKI Jakarta (3.4%) dan DI Yogyakarta (3.1%) merupakan provinsi
dengan prevalensi tertinggi diabetes melitus di Indonesia. Diabetes melitus tipe II
merupakan tipe diabetes yang paling sering ditemukan di dunia. DM tipe II meliputi
90% hingga 95% dari semua populasi DM. DM tipe II disebut juga DM tidak
tergantung insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin
(Infodatin, 2019).
Peningkatan prevalensi penyakit ini disebabkan oleh pertumbuhan masyarakat
yang semakin tinggi, peningkatan obesitas, faktor stres, diet dan pola makan yang
tidak sehat, dan gaya hidup yang sekunder sehingga akan berdampak pada berbagai
komplikasi akut maupun kronis jika tidak ditangani secara baik. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pengelolaan/penatalaksanaan diabetes mellitus yang terdiri dari 4
pilar yaitu edukasi, terapi gizi medis (perencanaan makan), latihan jasmani dan
intervensi farmakologis (Lemone, dkk. 2016).
Peran perawat dalam hal ini adalah sebagai educator yang memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasiennya, dimana pendidikan kesehatan merupakan
salah satu tindakan preventif mandiri yang dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan pasien. Perawat sebagai penyedia layanan kesehatan,
sangat penting guna menentukan tujuan bersama dalam memberikan tindakan khusus
untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau
memulihkan kembali secara optimal serta mengevaluasi kesinambungan asuhan
keperawatan (Padila, 2019).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis peroleh dan mengingat masih
tingginya angka penderita Diabetes Mellitus maka penulis tertarik untuk mengambil
judul “Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Endokrin pada Ny. R dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito”.
B. Tujuan Penulisan
Mampu memahami konsep tentang Diabetes Mellitus sehingga dapat
menerapkan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien Ny. R dengan
DM Tipe 2 serta mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan
Diabetes Mellitus di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2021.
Selain itu, ditujukan sebagai praktik klinik keperawatan program Profesi Ners
Semester I.
C. Metodologi Penulisan
Untuk memperoleh bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan
asuhan keperawatan ini, maka penulis menggunakan metode studi pustaka dari
berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
Beberapa jenis referensi utama adalah beberapa buku mengenai asuhan keperawatan
dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh bervariatif,
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Penulisan diupayakan saling terkait antara satu sama
lain sesuai dengan topik yang dibahas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes melitus klinis adalah suatu
sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin
atau keduanya (Rendy& Margareth, 2012).
Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes dan melitus yang mana
diabetes memiliki arti terus mengalir dikarenakan penderita diabetes akan
mengalami kondisi sering minum dan banyak mengeluarkan urin. Sedangkan
melitus berarti manis, hal ini dikarenakan air kencing atau urin yang dikeluarkan
mengandung gula. Maka dari itu, penyakit ini disebut dengan diabetes melitus
atau kencing manis. Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang
disebabkan oleh gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin
secara memadai yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (glukosa)
didalam tubuh yang melebihi batas normal. Kadar gula darah adalah kandungan
gula di dalam aliran darah yang berada di dalam tubuh (Marewa, 2015).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan
kasus peningkatan terus-menerus dari tahun ke tahun. Diabetes Mellitus (DM)
merupakan suatu penyakit gangguan metabolik ditandai dengan peningkatan kadar gula
darah atau hiperglikemi yang disebabkan karena masalah sekresi insulin, kerja insulin
dalam darah atau kombinasi keduanya (WHO, 2017).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin
itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau
kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam
waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh,
khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), dan ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (World Health Organization, 2018).
B. PATOFISIOLOGI KEPERAWATAN
Diabetes mellitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal, jumlah
insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut
dapat terjadi karena tiga hal yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas
karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus, dan bakteri. Penyebab yang kedua
adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. Penyebab yang ketiga karena
kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015). Insulin yang disekresi
oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh.
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi
insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga
berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi.
Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit
autoimun dan idiopatik (NIDDK, 2014).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi
insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post
reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk
menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot
dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas
tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi
(Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang
melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah masuk
ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan
sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap
kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada
kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin
karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah dihancurkan dengan proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan). Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, klien akan mengalami poliuria dan polidipsi (Syaifuddin, 2011).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelemahan dan
kelelahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produksi samping pemecahan lemak (Tambayong, 2012).
.
Sumber: Syaifuddin (2011); Tambayong (2012); Ozougwu, Obimba, & Unakalamba (2013).
C. ETIOLOGI
1. DM Tipe 1/Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
a) Faktor genetic: Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya (Arisman, 2011).
b) Faktor imunologi: Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Arisman, 2011).
c) Faktor lingkungan: Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang d apat menimbulkan
destuksi sel β pancreas (Arisman, 2011).
2. DM Tipe 2/Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula darah
terganggu, insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam darah
bertambah tinggi. peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat seluruh sistem
energi dan tubuh berusaha kuat mengeluarkannya melalui ginjal. Kelebihan gula
dikeluarkan di dalam air kemih ketika makan makanan yang banyak kadar gulanya.
Peningkatan kadar gula dalam darah sangat cepat pula karena insulin
tidak mencukupi jika ini terjadi maka terjadilah diabetes mellitus (Tjokroprawiro
dkk, 2015).
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa (Suyono, 2017).
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan. Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang
dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan
proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah (Waspadji, 2018):
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik.
Menurut (Lemone, dkk. 2016) penyebab penyakit ini belum di ketahui secara
lengkap dan kemungkinan faktor penyebab dan faktor penyakit diabetes melitus
diantaranya:
a) Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya dengan DM tipe I diturunkan
sebagai sifat heterogen, multigenik. Kembar identik mempunyai resiko 25% -
50%, sementara saudara kandung berisiko 6 % dan anak berisiko 5 %
b) Lingkungan seperti virus (cytomegalivirus, mumps, rubella) yang dapat memicu
terjadinya autoimun dan dapat menghancurkan sel-sel beta pankreas, obat-
obatan dan zat kimia seperti aloxan, stereptozotocin, pentamidine
c) Usia diatas 45 tahun
d) Obesitas, berat badan lebih dari atau sama dengan 20 % berat badan ideal
e) Etnik, banyak terjadi pada orang amerika keturunan Arika, Asia
f) Hipertensi tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg
g) HDR kolestrol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl, atau trigesirida lebih dari
250 mg/dl
h) Riwayat gesttasional DM
i) Kebiasaan diet
j) Kurang olah raga
k) Wanita dengan hirtutisme atau penyakit policistik ovari.
D. KLASIFIKASI/JENIS
Menurut Putra (2017), organisasi profesi yang berhubungan dengan DM seperti
American Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis DM berdasarkan
penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia
menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh
organisasi yang lainnya (Perkeni, 2015). Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut
Perkeni (2015) adalah sebagai berikut:
1) Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM). DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di
pankreas. Kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi
secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.
Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak, dan remaja.
2) Diabetes Mellitus Tipe II
Penyakit diabetes ini terjadi karena penderita tidak kekurangan insulin akan tetapi,
insulin tidak dapat digunakan dengan baik (resistensi insulin), dikenal dengan istilah
Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Insulin dalam jumlah yang
cukup, tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula
darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada
penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.
Tipe penyakit diabetes ini merupakan yang terbanyak diderita saat ini (90% lebih),
dan sering terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 40 tahun, gemuk, dan
mempunyai riwayat penyakit diabetes dalam keluarga. Hal ini dikarenakan berbagai
kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin
atau berkurangnya respon sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai
dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
3) Diabetes Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional adalah salah satu jenis diabetes mellitus yang terjadi
pada ibu hamil. Diabetes mellitus dengan kehamilan (diabetes mellitus
gestational/DMG) adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan
insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). DM Gestasional
sebagai derajat apapun intoleransi glukosa dengan onset atau pengakuan pertama
selama kehamilan. Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan
dan sebagian penderita akan kembali normal pada setelah melahirkan.
4) Diabetes Mellitus Tipe Lain
Penyebab diabetes mellitus tipe lain sangat bervariasi. Diabetes mellitus tipe ini
dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi,
kelainan imunologi, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM. Diabetes
mellitus tipe lain seperti diabetes neonatal, adanya penyakit cystic fibrosis, pengaruh
obat, atau pasca transplantasi.
E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Tarwoto, dkk. 2012):
1. Komplikasi akut: Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
jangka pendek dari glukosa darah
a) Hipoglikemia/Koma Hipoglikemia: Hipoglikemik adalah kadar gula darah
yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung
pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik
adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui
sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan
alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan
oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana
terlambat makan atau olahraga yang berlebih (Tarwoto, dkk. 2012).
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila
kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah
jari. Penatalaksanaan kegawat daruratan (Tarwoto, dkk. 2012):
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu
3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W
bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin
dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang
terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor
penyebab kegagalan ketiga organ ini.
b) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNC/ HONK): HONK
adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak
terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN
banding kreatinin lebih dari 30:1, elektrolit natrium berkisar antara 100-150
mEq per liter kalium bervariasi. Penatalaksanan kegawat daruratan: terapi
sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema (Arisman, 2011).
NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau
osmolitas plasma 330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter
IV Cairan
Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24
1 sampai 12 jam
jam menggantikan air yang hilang selama 12 jam
Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang
jam berikutnya dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K +
F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
a) Terapi Obat (bila diperlukan): Jika pasien telah melakukan diet dan kegiatan
jasmai yang teratur tapi kadar gula darahnya masih belun baik,
dipertimbangkan pemakaian obat yang berkhasiat hipoglikemik baik oral
maupun suntikan. Bebera nama obat generic yaitu: Sulfonilurea,
Clorpopamid, Gifisia, Glikasit, Glikuidon, Glimefiria, Biguania, Metformin,
Inhibator A, Avarfose (Tandra, 2018). Indikasi penggunaan insulin pada
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Militus adalah (Tandra, 2018):
1) Diabetes melitus dengan berat badan menurun cepat
2) Keto asidosis, asidosis laktat dan komahiperosmolar
3) Dibetes melitus mengalami stres berat
4) Diabetes melitus dengan kehamilan
5) Diabetes melitus yang tidak berhasil dikelola dengan obat oral dosis
maksimal
3. Non Farmokologis
a) Diet: Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe diabetes
melitus. Tujuannya adalah membantu klien memperbaiki kebiasaan makan
dan olah raga untuk mendapatkan kontra metabolik yang lebih baik. Syarat-
Syarat diet penyakit diabetes mellitus adalah (Arjatmo, 2012):
1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
normal.
2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total.
3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total,
dalam bentuk <10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jauh
10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak
jenuh tunggal.
4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu
60-70%.
5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak
diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu.
6) Penggunaan serta dianjurkan 25 gram / hari dengan mengutamakan
serta larut air yang terdapat dalam sayur dan buah.
7) Klien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan mengkonsumsi
natrium dalam bentuk garam dapur seperi orang sehat, yaitu 3000 mg/
hari.
8) Cukup vitamin dan mineral.
Tabel: Jenis diet diabetes mellitus menurut kandungan (Ndraha, 2014).
Keterangan:
BMI < 18,5 : Gizi Buruk
BMI 18,5 – 23,9 : Normal perempuan
BMI 20-24,9 : Normal laki-laki
BMI 27 : Obesitas
ii. Penentuan gizi penderita dan jumlah kalori/ hari.
BB
BBR % = x100%
TB - 100
Keterangan:
BB: berat badan (kg)
TB: Tinggi Badan (Cm)
BBR: Berat badan relatif.
Kebutuhan kalori perhari untuk menuju berat badan normal adalah:
➢ BB normal (BBR 90%-100%) kebutuhan kalori sehari 30
kalori/kgBB.
➢ BB lebih (BBR lebih dari 100%) kebutuhan kalori sehari
20kalori/kg BB
➢ Gemuk (BBR > 120%) kebutuhan kalori sehari 15 kalor/kg BB.
➢ BB kurang (BBR < 90%) kebutuhan kalori sehari 40-60 kalori/kg
BB.
b) Latihan dan Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali/ minggu selama + ½ jam
yang sifatnya sesuai dengan CRIPE (Continouse, Reftmical, Interval,
Proggresive, Endorance Training), latihan yang dapat dijadikan adalah jalan
kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung (Andayani, Ibrahim, &
Asdie 2012). Kegunaan latihan teratur antara lain:
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa up take)
2) Menurunkan insulin resisten pada klien dengan kegemukan/ menambah
jumlah reseptor insulin.
3) Meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
4) Mencegah kegemukan
5) Memperbaiki aliran darah perifer dan menambah oksigen suplay
6) Meningkatkan kadar kolestrol HDL
7) Merangkang pembentukan glikogen baru
8) Menurunkan kolestrol dan trigliserida darah
9) Keuntungan psikologis, meningkan rasa percaya diri, menurunkan
kecemasan, meningkatkan kualitas hidup.
Strategi untuk menghindari Hipoglikemia/ Hiperglikemia pada saat
berolahraga terutama untuk klien IDDM (Insulin Dependent Diabeteas Melitus)
(Andayani, Ibrahim, & Asdie 2012).
1) Satu sampai 3 jam sebelum berolahraga diharuskan makan dulu.
2) Jika berolahraga berat dan berlangsung lama harus makan sneck setiap 30 menit
3) Dianjurkan untuk meningkatkan jumlah makanan sampai paling tidak 24 jam
setelah berolahraga.
4) Infeksi insulin diberikan paling tidak 1 jam sebelum berolahraga.
5) Menurunkan dosis insulin sebelum berolah raga.
6) Jadwal suntikan insulin harus perlu disesuaikan.
7) Pemantauan kadar gula darah sebelum, selama dan setelah berolahraga.
8) Olah raga harus ditunda jika glukosa darah 250 mg/ dl ketonuria positif.
Agar pengobatan DM dapat berjalan optimal klien perlu diberikan
pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan Diabetes Mellitus. Tetapi tidak
hanya untuk klien saja tetapi juga untuk keluarganya harus mendapat pengetahuan
yang cukup mendalam mengenai penyebab dan strategi terapi Diabetes Mellitus.
Pengobatan akan dipermudah bila klien mampu membuat keputusan keputusan-
keputusan yang tepat dalam perawatan penyakitnya sehari-hari. Pemberian
pengetahuan secara dini hendaklah menekankan pentingnya segi-segi prakitis
pengobatan penyakit, yang meliputi perencanaan diet, teknik pemantauan glukosa,
keton-keton (Tandra, 2018).
Perlu disampaikan kepada klien kaitan yang ada antara diet, aktifitas fisik, dan
obat-obatan yang digunakan dukungan dari dokter (penberi diagnosis atau sebagai
pemberi instruksi), perawat (untuk membantu perawatan), merupakan hal penting
dalam mencapai sasaran pemberian pengetahuan. Pemberian pengetahuan dan
pengobatan akan paling efektif bila semua unsur professional tersebut saling
berkomunikasi mengenai pasiennya secara perorangan (Tandra, 2018). Menurut
(Arjatmo, 2012) tujuan penataklasanaan pasien dengan DM adalah:
a) Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kader glukosa darah
b) Mencegah komplikasi vaskuler dan neorophati
c) Mecegah terjadinya hipoglikimia dan ketoasidosis.
K. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respons klien
kearah pencapaian tujuan (Muttaqin & Sari, 2014). Evaluasi dapat berupa evaluasi
struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan
umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan. Menurut Nursalam (2011) evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan
dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planning). Komponen SOAP
yaitu:
1. S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan.
2. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien
secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan.
3. A (assesment) adalah kesimpulan dari data subyektif dan obyektif (biasaya ditulis
dala bentuk masalah keperawatan).
4. P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan,
dimodifikasi atau ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Devi, dkk. (2018). Relaksasi Otot Progresif terhadap Kadar Gula Darah pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2. Vol 1. E-ISSN: 2654-766X. Fikes UNIMUS.
Padila. (2019). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: PERKENI,.
Prabawati, R. K. (2012). Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin.
Tugas Biokimia Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Program Double
Dolgree Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 1, 1–
15.
Putra, A. R. (2017). Hubungan Kadar Glukosa Darah Dengan Kadar Amilase Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Obesitas. Retrieved from
http://repository.unimus.ac.id.
Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Suyono, (2017). Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hari, tanggal : Senin, 11 Oktober 2021.
Pukul : 09.00 WIB.
Tempat : Poli DM, RSUP Dr. Sardjito.
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumen.
Sumber Data : Pasien, keluarga, rekam medis, dan tim kesehatan.
Oleh : Ervieta Adistya Hargiyati.
Faisal Aditia Maulana
Milenia Ramadhani
1. IDENTITAS
a. Pasien
Nama : Tn.T
Tempat, tanggal lahir : Yogyakarta, 09 Oktober 1939
Umur : 82 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Nitikan, Sorosutan, Umbulharjo, DIY
Status perkawinan : Kawin
Diagnosa medis : Diabetes Melitus Tipe 2
No. RM : 01796xxx
Tanggal masuk Poli : 11 Oktober 2021
Jam masuk Poli : 09.00 WIB
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
Pasien dan keluarga mengatakan terdapat luka di kaki kanan semenjak
opname di rumah sakit. Keluarga mengatakan balutan luka sedikit rembes.
Pasien mengatakan luka tidak terasa nyeri namun dulu sebelum terdapat
luka, kaki sering terasa nyut-nyutan, terkadang kaki terasa kebas saat
bangun tidur, terkadang kaki terasa dingin, dan terkadang kaki juga pucat.
Pasien mengatakan sedikit lemas. Pasien dan keluarga mengatakan kadar
gula darah selalu ≤ 200mg/dL.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dan keluarga mengatakan bahwa pasien sudah mend erita diabetes
melitus ±5 tahun yang lalu. Selama 5 tahun ini tidak pernah terdapat luka di
kaki. Selama ±5 tahun ini pasien rutin mengkonsumsi obat glimepiride 1
mg/8 jam, rutin cek gula darah, dan pasien rutin jogging setiap pagi.
Keluarga pasien mengatakan pasien menderita penyakit ginjal sehingga
pada tanggal 18 Agustus 2021 sampai dengan 8 September 2021 ini
opname di bangsal Amarta RSUP Dr. Sardjito. Saat opname ini luka
diabetes baru muncul, pasien dan keluarga juga tidak mengetahui kenapa
luka tiba-tiba muncul. Setelah opname pasien mendapat terapi novorapid
10IU/8 jam dan luka di kaki dilakukan perawatan homecare. Kemudian
pasien dan keluarga mendapat saran dari seorang profesor untuk periksa ke
dr.Hemi, sehingga pada tanggal 11 Oktober 2021 pasien untuk pertama
kalinya periksa dengan dr.Hemi di poli DM RSUP dr.Sardjito. Pasien
dilakukan assessment awal dan perawatan luka ulkus diabetes. Keluarga
pasien saat dilakukan perawatan luka tampak antusias bertanya yaitu
bertanya lebih bagus mana lotion dengan minyak zaitun, kasa apa yang
digunakan untuk menutup luka, kenapa harus membatasi aktivitas.
a) Riwayat kesehatan keluarga
(1) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien dan keluarga mengatakan bahwa seluruh anggota
keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus,
penyakit menular, tidak ada yang pernah menjalani operasi, dan
tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun.
(2) Genogram
Keterangan :
: Garis perkawainan
: Laki Laki
: Garis keturunan
: Perempuan
3) Aktivitas/Latihan
a) Keadaan Aktivitas Sehari-Hari
a. Sebelum Sakit
Pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mandi, makan, BAB, BAK, berpakaian secara mandiri. Pasien
mengatakan mampu memenuhi aktivitas sehari-hari tanpa
menggunakan alat bantu.
b. Selama Sakit
Pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mandi, makan, BAB, BAK, berpakaian secara mandiri namun sedikit
terbatas karena terkadang merasa lemas sehingga terkadang harus
dibantu, dan saat ini terdapat luka di kaki sehingga untuk berjalan harus
memakai kursi roda.
b) Keadaan Pernafasan
a. Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak ada keluhan sesak
nafas sehingga masih bisa beraktivitas normal.
b. Selama Sakit
Pasien mengatakan selama sakit tidak ada keluhan sesak nafas, namun
untuk aktivitas pasien terkadang dibantu.
c) Keadaan Kardiovaskuler
a. Sebelum Sakit
Pasien tidak merasakan nyeri dada saat beraktivitas dan tidak keringat
dingin. Aktivitas masih mandiri.
b. Selama Sakit
Pasien tidak merasakan nyeri dada dan tidak keringat dingin. Namun
aktivitas terkadang dibantu.
Skala Ketergantungan
KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing √
Toileting √
Eating √
Moving √
Ambulasi √
Walking √
Keterangan:
4) Istirahat-Tidur
a) Sebelum Sakit
Pasien mengatakan mampu mengatur waktu kapan untuk beristirahat dan
kapan untuk beraktivitas. Pasien mengatakan pola tidurnya teratur dari jam
22.00 – 05.00 WIB. Pasien mengatakan jarang tidur siang, apabila tidur
siang hanya saat merasa kelalahan saja.
b) Selama Sakit
Pasien mengatakan lebih banyak tidur saat badan terasa lemas.
5) Persepsi, Pemeliharaan, dan Pengetahuan terhadap Kesehatan
Pasien dan keluarga sudah mengetahui masalah kesehatan yang dialami yaitu
Diabates Melitus ketika ditanya mengenai Diabates Melitus pasien dan
keluarga mampu menjawab bahwa Diabates Melitus adalah penyakit dengan
kadar gula darah tinggi dan perlu penanganan lebih lanjut. Pasien sudah
melakukan pemeliharaan kesehatan terbukti dengan pasien sebelum terdapat
luka sudah rutin minum obat glimepiride 1 mg, rutin cek gula darah, dan pasien
rutin jogging setiap pagi. Setelah terdapat luka rutin injeksi novorapid 10IU/8
jam .
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
1) Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis, GCS: 15 (E4, V5, M6)
2) Status Gizi
BB : 67 kg
TB : 169 cm
IMT : 23,46 kg/m2 (gizi normal)
3) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Suhu : 36,50 C
Nadi : 70x/menit
RR : 20x/menit
SP02 : 99%
4) Skala Nyeri : 0 (Tidak nyeri)
Keterangan:
Tingkatan
Penilaian
Resiko
Tidak Beresiko Tidak ditemukan a & b
Resiko Rendah Ditemukan salah satu dari a/b
Resiko Tinggi Ditemukan a & b
➢ Gambar ulkus diabatetik di kaki kanan:
Keterangan Luka:
DO:
DO:
DO:
12. Jelaskan tanda dan gejala 12. Edukasi tanda dan gejala
infeksi. infeksi dapat
meningkatkan
pengetahuan pasien dan
keluarga.
13. Kolaborasi pemberian 13. Obat antibiotic untuk
antibiotic. mengambat pertumbuhan
bakteri atau membunuh
TTD bakteri.
Ervieta TTD
Ervieta
2. Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 04 Oktober 2021
Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB
Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi (I.12079)
berhubungan dengan keperawatan selama 1 kali 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Untuk mengetahui tanda
penurunan aliran arteri/vena kunjungan, diharapkan perfusi (misal nadi perifer, edema, dan gejala gangguan
ditandai dengan: perifer tidak efektif dapat teratasi pengisian kapiler, warna, sirkulasi perifer.
- Pasien mengatakan luka dengan kriteria hasil: suhu, ankle brachial index).
tidak terasa nyeri. Perfusi Perifer (L.02011).
- Pasien mengatakan luka Ekspetasi: Membaik 2. Identifikasi faktor resiko 2. Untuk mengidentifikasi
tidak terasa nyeri namun Kriteria Hasil A T gangguan sirkulasi (misal penyebab gangguan
dulu sebelum terdapat Nadi 3 4 diabetes, perokok, orang tua, sirkulasi sehingga dapat
luka, kaki sering terasa Warna kulit pucat 3 4 hipertensi dan kadar ditentukan intervensi yang
nyut-nyutan, terkadang Pengisian kapiler 2 3 kolesterol tinggi). tepat.
kaki terasa kebas saat Turgor kulit 2 3
bangun tidur, terkadang Indeks ankle brachial 2 3
kaki terasa dingin, dan
terkadang kaki juga pucat. 3. Hindari pengukuran tekanan 3. Pengukuran tekanan darah
- CRT > 3 detik. Keterangan: darah pada ekstremitas akan semakin
- Nadi 70x/menit. 1: Memburuk dengan keterbatasan perfusi. menghambat sirkulasi
- Kulit tampak sedikit 2: Cukup memburuk pada ekstremitas dengan
pucat. 3: Sedang keterbatasan perfusi
- Turgor kulit > 3 detik. 4: Cukup membaik dikarenakan ada
- Nilai ABI kaki kanan 5: Membaik penekanan saat
0,90 (PAD ringan). TTD sphygnomanometer
Faisal memompa.
TTD
4. Untuk memperlancar
Faisal 4. Anjurkan melakukan gerakan
sikurlasi darah di
pasif di kaki.
ekstermitas dan untuk
mencegah munculnya luka
baru.
3. Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021
Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB
Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
glukosa darah berhubungan keperawatan selama 1 kali (I.03115)
dengan resistensi insulin kunjungan, diharapkan 1. Identifikasi kemungkinan 1. Agar dapat mengantisipasi
ditandai dengan: ketidakstabilan kadar glukosa penyebab hiperglikemi. agar tidak terjadi
- Pasien mengatakan sering darah dapat teratasi dengan hiperglikemi.
merasa lapar dan haus. kriteria hasil:
- Pasien mengatakan sering Kestabilan Kadar Glukosa Darah 2. Monitor tanda dan gejala 2. Untuk mengetahui tingkat
buang air kecil terlebih (L.03022) hiperglikemia. hiperglimekia sehingga
jika malam hari. Ekspetasi: Menurun dapat ditentukan
- Pasien dan keluarga Kriteria Hasil A T intervensi yang tepat.
mengatakan kadar gula Lemas 3 4
darah selalu dibawah Kadar glukosa darah 3 4 3. Anjurkan menghindari 3. Jika gula darahnya tidak
200mg/dL. Keterangan: olahraga saat kadar glukosa diturunkan terlebih dahulu
- Pasien mengatakan 1: Meningkat darah lebih dari 250 mg/dL. kemudian langsung aktif
sedikit lemas. 2: Cukup meningkat berolahraga akan
- Gula darah sewaktu 3: Sedang membuat tubuh lemas.
pasien 166mg/dL. 4: Cukup menurun
4. Untuk memantau kadar
- Pasien tampak sedikit 5: Menurun 4. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah sehingga
lesu. TTD glukosa darah secara
dapat diketahui apa yang
Mile mandiri.
harus dilakukan dan tidak
TTD
dilakukan.
Mile
5. Anjurkan kepatuhan
5. Dengan diet yang patuh
terhadap diet.
dapat membuat kadar gula
darah terkontrol.
4. Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021
Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB
Resiko jatuh dengan faktor Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh (I.14540)
resiko usia > 65 tahun dan keperawatan selama 1 kali 1. Monitor kemampuan 1. Untuk mengetahui
penggunaan alat bantu kunjungan, diharapkan resiko berpindah dari tempat tidur kemampuan pasien dan
berjalan ditandai dengan: jatuh dapat teratasi dengan ke kursi roda atau merencanakan
- Pasien mengatakan kriteria hasil: sebaliknya. pencegahan resiko jatuh.
sedikit lemas. Tingkat Jatuh (L.14138)
- Pasien menggunakan Ekspektasi: Menurun 2. Pastikan roda tempat tidur 2. Untuk mengurangi
kursi roda. Kriteria Hasil A T dan kursi roda selalu dalam resiko jatuh pada pasien.
- Pasien saat berpindah dari Jatuh saat dipindahkan 4 5 kondisi terkunci.
kursi roda tampak Jatuh saat berdiri 4 5
3. Untuk mencegah pasien
sempoyongan. Keterangan: 3. Atur posisi pasien ditempat
jatuh dari tempat tidur.
- Penilaian Get Up and Go 1: Meningkat tidur.
Test: Resiko Tinggi 2: Cukup meningkat
TTD 3: Sedang 4. Anjurkan tetap 4. Untuk mencegah cidera
Ervieta 4: Cukup menurun menggunakan alat bantu saat berjalan.
5: Menurun berjalan.
5. Untuk mempermudah
TTD 5. Anjurkan memanggil
dan membantu pasien
Ervieta perawat jika membutuhkan
dalam berpindah.
bantuan untuk berpindah.
1. Judul : Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Dengan Perawatan Luka Metode
Moist Wound Healing.
Oleh : Andin Fellyta Primadani, Dwi Nurrahmantika
Tahun : 2021
Link : https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda/article/view/6255
Salah satu metode perawatan luka kaki diabetic yang dapat digunakan adalah
dengan moist wound healing yang berupa pemberian hydrogel dan foam dressing.
Hydrogel merupakan bahan yang mengandung air dan mampu menurunkan suhu pada
luka sehingga luka tetap terhidrasi dengan baik, tercipta suasana lembab, dan sebagai
debridemen alami melalui proses autolitik. Foam dressing adalah bahan yang mampu
menyerap eksudat dari sedikit hingga banyak, mampu menciptakan suasana lembab,
dapat melindungi jaringan yang luka, tonjolan tulang, dan granulasi jaringan. Kedua
dressing tersebut mampu digunakan bersamaan dengan antibiotik ataupun obat topikal
(Handayani, 2016).
Pelaksanaan implementasi yaitu dengan mengkaji karakteristik luka, merawat
luka dengan dengan normal salin dan sabun untuk mencuci luka, mengompres luka
dengan metronidazole selama 1 menit, memberikan topical hydrogel, menutup luka
dengan foam dressing dan kassa steril. Hasil observasi luka menggunakan instrument
Bates-Jensen Wound Assessment Tool, pada hari pertama didapatkan skor total dari 13
item penilaian adalah 31 dan 32, sedangkan pada hari kedua adalah sebanyak 28 dan
27. Semakin tinggi skor total, maka semakin tinggi tingkat keparahan dari luka
diabetic. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor yang berarti juga
ada perbaikan jaringan luka. Penerapan perawatan luka dengan metode moist wound
healing terbukti membantu pasien dalam mempercepat repitalisasi jaringan dan
keberhasilan kesembuhan luka diabetic.
2. Judul : Pengaruh Modern Dressing Terhadap Rerata Skor Penyembuhan Luka Ulkus
Diabetikum.
Oleh : Dessy Khoirunisa, Dayan Hisni, Retno Widowati.
Tahun : 2020
Link : http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/jnm/article/view/12967
Perawatan modern dressing pada penelitian ini dengan hydrogel, metcovazin,
foam, allginet, hydrocolloid. Hasil observasi luka menggunakan instrument Bates-
Jensen Wound Assessment Tool, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
bahwa modern dressing dengan hydrogel, metcovazin, foam, allginet, hydrocolloid
mampu menurunkan rerata skor penyembuhan luka dengan perbedaan rerata skor
mean sebelum 35,00 dan mean sesudah 26,28 skor yang berarti mengalami
penurunan, dengan hasil p-value 0,000. Hal ini berhubungan dengan terdapatnya
penurunan derajat luka disebabkan oleh metode perawatan luka dengan hydrocolloid
yang dapat menjaga dan mempertahankan moist balance, mendukung autolisis
jaringan nekrosis, sehingga mempercepat regenerasi penyembuhan luka. Hal ini juga
berhubungan dengan balutan modern (metcovazine) topikal terapi yang mengandung
zinc, metronidazole dan nistatin yang berfungsi mendukung autolisis debridement,
menjaga kelembapan pada area luka, membuang jaringan nekrotik, kontrol infeksi
atau invasi bakteri, mempercepat proses penyembuhan luka, mengurangi nyeri saat
balutan dibuka dan menghindari trauma.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit dan jaringan berhubungan
dengan neuropati perifer, selama implementasi keperawatan pasien dan keluarga
kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti
dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka gangguan integritas kulit dan
jaringan teratasi sebagian, dikarenakan kerusakan jaringan dari 2 tetap 2 belum
mencapai terget, kerusakan kulit dari 2 tetap 2 belum mencapai terget, perdarahan
dari 2 menjadi 3 sesuai target, kemerahan dari 2 tetap 2 belum mencapai terget,
dan pigmentasi abnormal dari 2 menjadi 3 sesuai target.
2. Pada diagnosa keperawatan perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
penurunan aliran arteri/vena, selama implementasi keperawatan pasien dan
keluarga kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan
mengikuti dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka perfusi perifer tidak
efektif teratasi sebagian, dikarenakan nadi pasien dari 3 menjadi 4 sesuai terget,
warna kulit pucat dari 3 tetap 3 belum mencapai target, pengisian kapiler dari 2
tetap 2 belum mencapai terget, turgor kulit dari 2 tetap 2 belum mencapai terget,
dan indeks ankle brachial dari 2 tetap 2 belum mencapai terget.
3. Pada diagnosa keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan resistensi insulin, selama implementasi keperawatan pasien dan keluarga
kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti
dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka ketidakstabilan kadar glukosa
darah teratasi sebagian ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi sebagian,
dikarenakan keluhan lemas dari 3 menjadi 4 sesuai terget dan kadar glukosa darah
dari 3 tetap 3 belum mencapai target.
4. Pada diagnosa keperawatan resiko jatuh dengan faktor resiko usia > 65 tahun dan
penggunaan alat bantu berjalan, selama implementasi keperawatan pasien dan
keluarga kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan
mengikuti dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka resiko jatuh teratasi
penuh, dikarenakan jatuh saat dipindahkan dari 4 menjadi 5 sesuai terget dan
jatuh saat berdiri dari 4 menjadi 5 sesuai target.
5. Pada diagnosa keperawatan kesiapan peningkatan manajemen kesehatan, selama
implementasi keperawatan pasien dan keluarga kooperatif, pasien mampu
mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan benar. Berdasarkan
kriteria hasil maka kesiapan peningkatan manajemen kesehatan teratasi penuh,
dikarenakan verbalisasi minat dan belajar dari 4 menjadi 5 sesuai terget dan
kemampuan menjelaskan tentang suatu topik dari 4 menjadi 5 sesuai target.
B. Saran
1. Pada saat melakukan pengkajian, data yang didapat harus lebih lengkap dan
akurat sesuai dengan kondisi pasien saat itu, kaji setiap tanda dan gejala yang
dirasakan atau yang dialami oleh pasien.
2. Dalam merumusakan diagnosa, sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pasien dan
data fokusnya.
3. Dalam membuat intervensi dan melakukan implementasi keperawatan perlu
dilandasi dengan teori yang ada dan mengacu pada kondisi yang nyata yang
dialami oleh pasien pada saat itu juga. Perawat perlu adanya komunikasi antar tim
kesehatan dan juga pendelegasian.
4. Pada saat evaluasi, perlu dilakukan secara subjektif dan objektif agar mengetahui
tingkat keberhasilan dari tindakan keperawatan apakah masalah tersebut teratasi
atau tidak. Jika masalah teratasi, intervensi apa yang harus dipertahankan dan
dihentikan dan jika masalah tidak teratasi atau belum teratasi maka intervensi apa
yang harus dilakukan lagi.
DAFTAR PUSTAKA