Anda di halaman 1dari 82

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN PADA

Ny.R DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS TIPE 2


DI RUANG DAHLIA 2 RSUP Dr. SARDJITO”

Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Diabetes Melitus


Pembimbing Akademik: Ns. Sapta Rahayu N., SPd., M.Kep.
Pembimbing Lapangan: Samsu Pranowo, S.Kep., Ns.

DISUSUN OLEH:

MILENIA RAMADHANI (P07120521071)

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN


PADA Ny.R DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLITUS TIPE 2
INI MERUPAKAN TUGAS PRAKTEK KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS
PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

OLEH:

NAMA : MILENIA RAMADHANI


NIM : P07120521071

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL …………………………

OLEH:

PEMBIMBING LAPANGAN: SAMSU PRANOWO, S.Kep., Ns.

PEMBIMBING PENDIDIKAN : Ns. SAPTA RAHAYU N., SPd., M.Kep.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini dengan baik. Asuhan
keperawatan ini penulis susun untuk memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan
Diabetes Melitus. Dalam penyusunan asuhan keperawatan ini penulis mendapatkan banyak
bantuan, bimbingan, dan saran serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Joko Susilo, SKM, M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
2. Bapak Bondan Palestin, SKM, M.Kep, Sp. Kom. selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
3. Ibu Ns. Harmilah S.Pd., S.Kep., M.Kep., Sp.MB. selaku Ketua Prodi Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
4. Ibu Ns. Sapta Rahayu N., SPd., M.Kep. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Bapak Samsu Pranowo, S.Kep., Ns. selaku Pembimbing Lapangan.
6. Perawat yang ada di Ruang Dahlia 2, RSUP Dr. Sardjito.
7. Teman-teman kelas Prodi Profesi Ners.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan asuhan keperawatan ini terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan asuhan keperawatan ini sehingga kedepannya menjadi
lebih baik.

Yogyakarta, 26 Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana tubuh tidak mampu
melakukan metabolik lemak, protein dan karbohidrat yang ditandai dengan kadar gula
darah tinggi atau biasa disebut dengan hiperglikemia (Devi dkk, 2018). Diabetes
Melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan
oleh gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin secara memadai.
Penyakit ini bisa dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat terjadi secara
menahun (Kemenkes RI, 2020). Menurut WHO (2018), seseorang didiagnosis
Diabetes Melitus apabila dalam pemeriksaan kadar gula darah ditemukan nilai
pemeriksaan kadar gula darah anteprandial ≥ 126 mg/dl, dua jam setelah makan ≥ 200
mg/dl dan kadar gula darah acak ≥ 200 mg/dl.
Menurut World Health Organization (2018), pada tahun 2017 terdapat
425 juta pasien di dunia menderita penyakit diabetes mellitus. Di perkirakan
angka ini akan meningkat sebesar 45% atau setara dengan 629 juta pasien
dengan penyakit diabetes mellitus ditahun 2045. Indonesia berada di urutan
ke 6 dari sepuluh Negara dengan penderita diabetes Mellitus tertinggi, per
tahun 2017 jumlah pasien yakni 10,3 juta dan diperkirakan akan meningkat
menjadi 16,7 juta pasien di tahun 2045. Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia
tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur 15 tahun sebesar 2.0%.
2 Provinsi yaitu DKI Jakarta (3.4%) dan DI Yogyakarta (3.1%) merupakan provinsi
dengan prevalensi tertinggi diabetes melitus di Indonesia. Diabetes melitus tipe II
merupakan tipe diabetes yang paling sering ditemukan di dunia. DM tipe II meliputi
90% hingga 95% dari semua populasi DM. DM tipe II disebut juga DM tidak
tergantung insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin
(Infodatin, 2019).
Peningkatan prevalensi penyakit ini disebabkan oleh pertumbuhan masyarakat
yang semakin tinggi, peningkatan obesitas, faktor stres, diet dan pola makan yang
tidak sehat, dan gaya hidup yang sekunder sehingga akan berdampak pada berbagai
komplikasi akut maupun kronis jika tidak ditangani secara baik. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pengelolaan/penatalaksanaan diabetes mellitus yang terdiri dari 4
pilar yaitu edukasi, terapi gizi medis (perencanaan makan), latihan jasmani dan
intervensi farmakologis (Lemone, dkk. 2016).
Peran perawat dalam hal ini adalah sebagai educator yang memberikan
pendidikan kesehatan kepada pasiennya, dimana pendidikan kesehatan merupakan
salah satu tindakan preventif mandiri yang dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan pasien. Perawat sebagai penyedia layanan kesehatan,
sangat penting guna menentukan tujuan bersama dalam memberikan tindakan khusus
untuk mengajarkan dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau
memulihkan kembali secara optimal serta mengevaluasi kesinambungan asuhan
keperawatan (Padila, 2019).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis peroleh dan mengingat masih
tingginya angka penderita Diabetes Mellitus maka penulis tertarik untuk mengambil
judul “Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Endokrin pada Ny. R dengan
Diagnosa Medis Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito”.

B. Tujuan Penulisan
Mampu memahami konsep tentang Diabetes Mellitus sehingga dapat
menerapkan dan mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien Ny. R dengan
DM Tipe 2 serta mendapatkan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan
Diabetes Mellitus di Ruang Dahlia 2 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2021.
Selain itu, ditujukan sebagai praktik klinik keperawatan program Profesi Ners
Semester I.

C. Metodologi Penulisan
Untuk memperoleh bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan
asuhan keperawatan ini, maka penulis menggunakan metode studi pustaka dari
berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
Beberapa jenis referensi utama adalah beberapa buku mengenai asuhan keperawatan
dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet. Jenis data yang diperoleh bervariatif,
bersifat kualitatif dan kuantitatif. Penulisan diupayakan saling terkait antara satu sama
lain sesuai dengan topik yang dibahas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes melitus klinis adalah suatu
sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai
akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin
atau keduanya (Rendy& Margareth, 2012).
Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes dan melitus yang mana
diabetes memiliki arti terus mengalir dikarenakan penderita diabetes akan
mengalami kondisi sering minum dan banyak mengeluarkan urin. Sedangkan
melitus berarti manis, hal ini dikarenakan air kencing atau urin yang dikeluarkan
mengandung gula. Maka dari itu, penyakit ini disebut dengan diabetes melitus
atau kencing manis. Diabetes melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang
disebabkan oleh gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin
secara memadai yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (glukosa)
didalam tubuh yang melebihi batas normal. Kadar gula darah adalah kandungan
gula di dalam aliran darah yang berada di dalam tubuh (Marewa, 2015).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan
kasus peningkatan terus-menerus dari tahun ke tahun. Diabetes Mellitus (DM)
merupakan suatu penyakit gangguan metabolik ditandai dengan peningkatan kadar gula
darah atau hiperglikemi yang disebabkan karena masalah sekresi insulin, kerja insulin
dalam darah atau kombinasi keduanya (WHO, 2017).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak efisien menggunakan insulin
itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau
kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam
waktu panjang dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh,
khususnya pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), dan ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (World Health Organization, 2018).
B. PATOFISIOLOGI KEPERAWATAN
Diabetes mellitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal, jumlah
insulin yang tidak memenuhi kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut
dapat terjadi karena tiga hal yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta pankreas
karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus, dan bakteri. Penyebab yang kedua
adalah penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. Penyebab yang ketiga karena
kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah, 2015). Insulin yang disekresi
oleh sel beta pankreas berfungsi untuk mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh.
Kadar glukosa darah yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi
insulin (Hanum, 2013). Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal sehingga
berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab kadar glukosa darah tinggi.
Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas sangat banyak seperti contoh penyakit
autoimun dan idiopatik (NIDDK, 2014).
Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan resistensi
insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan reseptor, pre reseptor dan post
reseptor sehingga dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk
mempertahankan kadar glukosa darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk
menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di jaringan otot
dan lemak serta menekan produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas
tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah tinggi
(Prabawati, 2012).
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi yang
melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa dalam darah masuk
ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan
pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan
sensasi rasa haus (polidipsia). Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin
menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga
menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap
kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada
kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin
karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah dihancurkan dengan proses autoimun.
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan). Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, klien akan mengalami poliuria dan polidipsi (Syaifuddin, 2011).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelemahan dan
kelelahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping itu
akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produksi samping pemecahan lemak (Tambayong, 2012).

.
Sumber: Syaifuddin (2011); Tambayong (2012); Ozougwu, Obimba, & Unakalamba (2013).
C. ETIOLOGI
1. DM Tipe 1/Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI)
a) Faktor genetic: Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya (Arisman, 2011).
b) Faktor imunologi: Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Arisman, 2011).
c) Faktor lingkungan: Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β
pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang d apat menimbulkan
destuksi sel β pancreas (Arisman, 2011).
2. DM Tipe 2/Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Pada penderita diabetes mellitus pangaturan sistem kadar gula darah
terganggu, insulin tidak cukup mengatasi dan akibatnya kadar gula dalam darah
bertambah tinggi. peningkatan kadar glukosa darah akan menyumbat seluruh sistem
energi dan tubuh berusaha kuat mengeluarkannya melalui ginjal. Kelebihan gula
dikeluarkan di dalam air kemih ketika makan makanan yang banyak kadar gulanya.
Peningkatan kadar gula dalam darah sangat cepat pula karena insulin
tidak mencukupi jika ini terjadi maka terjadilah diabetes mellitus (Tjokroprawiro
dkk, 2015).
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa (Suyono, 2017).
Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan. Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes
Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang
dapat timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan
proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah (Waspadji, 2018):
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik.
Menurut (Lemone, dkk. 2016) penyebab penyakit ini belum di ketahui secara
lengkap dan kemungkinan faktor penyebab dan faktor penyakit diabetes melitus
diantaranya:
a) Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya dengan DM tipe I diturunkan
sebagai sifat heterogen, multigenik. Kembar identik mempunyai resiko 25% -
50%, sementara saudara kandung berisiko 6 % dan anak berisiko 5 %
b) Lingkungan seperti virus (cytomegalivirus, mumps, rubella) yang dapat memicu
terjadinya autoimun dan dapat menghancurkan sel-sel beta pankreas, obat-
obatan dan zat kimia seperti aloxan, stereptozotocin, pentamidine
c) Usia diatas 45 tahun
d) Obesitas, berat badan lebih dari atau sama dengan 20 % berat badan ideal
e) Etnik, banyak terjadi pada orang amerika keturunan Arika, Asia
f) Hipertensi tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg
g) HDR kolestrol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl, atau trigesirida lebih dari
250 mg/dl
h) Riwayat gesttasional DM
i) Kebiasaan diet
j) Kurang olah raga
k) Wanita dengan hirtutisme atau penyakit policistik ovari.
D. KLASIFIKASI/JENIS
Menurut Putra (2017), organisasi profesi yang berhubungan dengan DM seperti
American Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis DM berdasarkan
penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia
menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh
organisasi yang lainnya (Perkeni, 2015). Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut
Perkeni (2015) adalah sebagai berikut:
1) Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM). DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di
pankreas. Kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi
secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.
Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak, dan remaja.
2) Diabetes Mellitus Tipe II
Penyakit diabetes ini terjadi karena penderita tidak kekurangan insulin akan tetapi,
insulin tidak dapat digunakan dengan baik (resistensi insulin), dikenal dengan istilah
Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Insulin dalam jumlah yang
cukup, tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula
darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada
penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.
Tipe penyakit diabetes ini merupakan yang terbanyak diderita saat ini (90% lebih),
dan sering terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 40 tahun, gemuk, dan
mempunyai riwayat penyakit diabetes dalam keluarga. Hal ini dikarenakan berbagai
kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin
atau berkurangnya respon sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai
dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
3) Diabetes Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional adalah salah satu jenis diabetes mellitus yang terjadi
pada ibu hamil. Diabetes mellitus dengan kehamilan (diabetes mellitus
gestational/DMG) adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan
insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). DM Gestasional
sebagai derajat apapun intoleransi glukosa dengan onset atau pengakuan pertama
selama kehamilan. Keadaan ini biasa terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan
dan sebagian penderita akan kembali normal pada setelah melahirkan.
4) Diabetes Mellitus Tipe Lain
Penyebab diabetes mellitus tipe lain sangat bervariasi. Diabetes mellitus tipe ini
dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi,
kelainan imunologi, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM. Diabetes
mellitus tipe lain seperti diabetes neonatal, adanya penyakit cystic fibrosis, pengaruh
obat, atau pasca transplantasi.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes
Melitus) digolongkan sebagai akut dan kronik (Tarwoto, dkk. 2012):
1. Komplikasi akut: Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
jangka pendek dari glukosa darah
a) Hipoglikemia/Koma Hipoglikemia: Hipoglikemik adalah kadar gula darah
yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-100 mg% yang bergantung
pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik
adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui
sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan
alasan untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik biasanya disebabkan
oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan oleh karana
terlambat makan atau olahraga yang berlebih (Tarwoto, dkk. 2012).
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila
kadar gula darah dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah
jari. Penatalaksanaan kegawat daruratan (Tarwoto, dkk. 2012):
1) Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasanya
kembali sadar pada pasien dengan tipe 1.
2) Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu
3-5 menit dan nilai status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W
bergantung pada tingkat hipoglikemia
3) Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin
dan pemberian diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
4) Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang
terjadi pada penyakit hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor
penyebab kegagalan ketiga organ ini.
b) Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik (HHNC/ HONK): HONK
adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak
terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN
banding kreatinin lebih dari 30:1, elektrolit natrium berkisar antara 100-150
mEq per liter kalium bervariasi. Penatalaksanan kegawat daruratan: terapi
sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema (Arisman, 2011).
NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau
osmolitas plasma 330 mOsm/liter
NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter
IV Cairan
Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama 24
1 sampai 12 jam
jam menggantikan air yang hilang selama 12 jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan 5%


dekstrose
Insulin
IV bolus 0.15 unit/kg RI
Permulaan Jam
5 sampai 7 unit/jam RI
Berikutnya
Elektrolit
Bila serum K + lebih besar dari 3.5
Permulaan
mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang


Jam kedua dan
dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K +
jam berikutnya
Untuk mengatasi dehidrasi diberikan cairan 2 jam pertama 1-2 liter NaCl 0,2
%. Sesudah inisial ini diberikan 6-8 liter per 12 jam. Untuk mengatasi
hipokalemi dapat diberikan kalium. Insulin lebih sensitive dibandingkan
ketoasidosis diabetic dan harus dicegah kemungkinan hipoglikemi. Oleh
karena itu, harus dimonitoring dengan hati-hati yang diberikan adalah insulin
regular, tidak ada standar tertentu, hanya dapat diberikan 1-5 unit per jam dan
bergantung pada reaksi. Pengobatan tidak hanya dengan insulin saja akan
tetapi diberikan infuse untuk menyeimbangkan pemberian cairan dari
ekstraseluler keintraseluler (Arisman, 2011).
c) Ketoasidosis Diabetic (KAD): DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut
diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata, yang dapat disebabkan oleh (Suyono, 2017):
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati
4) Rehidrasi
i. Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
ii. Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 %
bergantung pada tingkat dehidrasi
iii. 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara
200 – 300 mg/100 cc, ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula
darah sampai 150 mg/100 cc.
Kehilangan elektrolit dengan pemberian kalium lewat infus harus dilakukan
meskipun konsentrasi kalium dalam plasma normal (Suyono, 2017):
Elektrolit Bila serum K + lebih besar dari 3.5
Permulaan mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium kurang
jam berikutnya dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30 mEq/liter K +

Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut (Waspadji, 2018):


2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan (Waspadji, 2018):
a) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer, dan vaskular serebral.
b) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih.
e) Ulkus/ gangren/ kaki diabetic.

F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
a) Terapi Obat (bila diperlukan): Jika pasien telah melakukan diet dan kegiatan
jasmai yang teratur tapi kadar gula darahnya masih belun baik,
dipertimbangkan pemakaian obat yang berkhasiat hipoglikemik baik oral
maupun suntikan. Bebera nama obat generic yaitu: Sulfonilurea,
Clorpopamid, Gifisia, Glikasit, Glikuidon, Glimefiria, Biguania, Metformin,
Inhibator A, Avarfose (Tandra, 2018). Indikasi penggunaan insulin pada
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Militus adalah (Tandra, 2018):
1) Diabetes melitus dengan berat badan menurun cepat
2) Keto asidosis, asidosis laktat dan komahiperosmolar
3) Dibetes melitus mengalami stres berat
4) Diabetes melitus dengan kehamilan
5) Diabetes melitus yang tidak berhasil dikelola dengan obat oral dosis
maksimal
3. Non Farmokologis
a) Diet: Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe diabetes
melitus. Tujuannya adalah membantu klien memperbaiki kebiasaan makan
dan olah raga untuk mendapatkan kontra metabolik yang lebih baik. Syarat-
Syarat diet penyakit diabetes mellitus adalah (Arjatmo, 2012):
1) Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
normal.
2) Kebutuhan protein normal, yaitu 10-15 % dari kebutuhan energi total.
3) Kebutuhan lemak sedang, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total,
dalam bentuk <10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jauh
10% dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan sisanya dari lemak tidak
jenuh tunggal.
4) Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari kebutuhan energi total, yaitu
60-70%.
5) Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak
diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu.
6) Penggunaan serta dianjurkan 25 gram / hari dengan mengutamakan
serta larut air yang terdapat dalam sayur dan buah.
7) Klien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan mengkonsumsi
natrium dalam bentuk garam dapur seperi orang sehat, yaitu 3000 mg/
hari.
8) Cukup vitamin dan mineral.
Tabel: Jenis diet diabetes mellitus menurut kandungan (Ndraha, 2014).

Energi Protein Lemak Karbohidrat


Jenis Diet
Kkal g g G
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396
- Diet 1 s/d III: diberikan pada penderita yang terlalu gemuk.
- Diet IV s/d V: diberikan pada penderita yang mempunyai berat
badan normal.
- Diet VI s/d VII: diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja
(juvenile diabetes) atau diabetes dengan komplikasi.
Bahan makanan yang dianjurkan untuk diet diabetes mellitus adalah
sebagai berikut (Ndraha, 2014):
i. Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mi, kentang,
singkong, ubi dan sagu
ii. Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu
skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan
iii. Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang
mudah dicerna.
Bahan makanan yang tidak dianjurkan, dibatasi, atau dihindari untuk
diet diabetes mellitus adalah (Andayani, Ibrahim, & Asdie 2012):
i. Mengandung banyak gula sederhana, seperti: gula pasir, gula jawa,
sirop, jam, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, susu kental
manis, minuman botol ringan, dan es krim, kue-kue manis
ii. Mengandung banyak natrium, seperti: ikan asin, telur asin, makanan
yang diawetkan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang karbohidrat, 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25% (Ndraha,
2014).
i. Penentuan gizi, dipakai Body Massa Index yaitu:
BB
BMI =
(TB) 2

Keterangan:
BMI < 18,5 : Gizi Buruk
BMI 18,5 – 23,9 : Normal perempuan
BMI 20-24,9 : Normal laki-laki
BMI 27 : Obesitas
ii. Penentuan gizi penderita dan jumlah kalori/ hari.
BB
BBR % = x100%
TB - 100
Keterangan:
BB: berat badan (kg)
TB: Tinggi Badan (Cm)
BBR: Berat badan relatif.
Kebutuhan kalori perhari untuk menuju berat badan normal adalah:
➢ BB normal (BBR 90%-100%) kebutuhan kalori sehari 30
kalori/kgBB.
➢ BB lebih (BBR lebih dari 100%) kebutuhan kalori sehari
20kalori/kg BB
➢ Gemuk (BBR > 120%) kebutuhan kalori sehari 15 kalor/kg BB.
➢ BB kurang (BBR < 90%) kebutuhan kalori sehari 40-60 kalori/kg
BB.
b) Latihan dan Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali/ minggu selama + ½ jam
yang sifatnya sesuai dengan CRIPE (Continouse, Reftmical, Interval,
Proggresive, Endorance Training), latihan yang dapat dijadikan adalah jalan
kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung (Andayani, Ibrahim, &
Asdie 2012). Kegunaan latihan teratur antara lain:
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa up take)
2) Menurunkan insulin resisten pada klien dengan kegemukan/ menambah
jumlah reseptor insulin.
3) Meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
4) Mencegah kegemukan
5) Memperbaiki aliran darah perifer dan menambah oksigen suplay
6) Meningkatkan kadar kolestrol HDL
7) Merangkang pembentukan glikogen baru
8) Menurunkan kolestrol dan trigliserida darah
9) Keuntungan psikologis, meningkan rasa percaya diri, menurunkan
kecemasan, meningkatkan kualitas hidup.
Strategi untuk menghindari Hipoglikemia/ Hiperglikemia pada saat
berolahraga terutama untuk klien IDDM (Insulin Dependent Diabeteas Melitus)
(Andayani, Ibrahim, & Asdie 2012).
1) Satu sampai 3 jam sebelum berolahraga diharuskan makan dulu.
2) Jika berolahraga berat dan berlangsung lama harus makan sneck setiap 30 menit
3) Dianjurkan untuk meningkatkan jumlah makanan sampai paling tidak 24 jam
setelah berolahraga.
4) Infeksi insulin diberikan paling tidak 1 jam sebelum berolahraga.
5) Menurunkan dosis insulin sebelum berolah raga.
6) Jadwal suntikan insulin harus perlu disesuaikan.
7) Pemantauan kadar gula darah sebelum, selama dan setelah berolahraga.
8) Olah raga harus ditunda jika glukosa darah 250 mg/ dl ketonuria positif.
Agar pengobatan DM dapat berjalan optimal klien perlu diberikan
pengetahuan tentang segala hal yang berkaitan dengan Diabetes Mellitus. Tetapi tidak
hanya untuk klien saja tetapi juga untuk keluarganya harus mendapat pengetahuan
yang cukup mendalam mengenai penyebab dan strategi terapi Diabetes Mellitus.
Pengobatan akan dipermudah bila klien mampu membuat keputusan keputusan-
keputusan yang tepat dalam perawatan penyakitnya sehari-hari. Pemberian
pengetahuan secara dini hendaklah menekankan pentingnya segi-segi prakitis
pengobatan penyakit, yang meliputi perencanaan diet, teknik pemantauan glukosa,
keton-keton (Tandra, 2018).
Perlu disampaikan kepada klien kaitan yang ada antara diet, aktifitas fisik, dan
obat-obatan yang digunakan dukungan dari dokter (penberi diagnosis atau sebagai
pemberi instruksi), perawat (untuk membantu perawatan), merupakan hal penting
dalam mencapai sasaran pemberian pengetahuan. Pemberian pengetahuan dan
pengobatan akan paling efektif bila semua unsur professional tersebut saling
berkomunikasi mengenai pasiennya secara perorangan (Tandra, 2018). Menurut
(Arjatmo, 2012) tujuan penataklasanaan pasien dengan DM adalah:
a) Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kader glukosa darah
b) Mencegah komplikasi vaskuler dan neorophati
c) Mecegah terjadinya hipoglikimia dan ketoasidosis.

Prinsip penatalaksanaan pasien DM adalah mengontrol gula darah secara


mandiri agar tetap terkontrol dalam rentang normal. Untuk mengontrol gula darah,
ada faktor penting yang harus diperhatikan yaitu asupan makanan dan menejemen
diet, latihan fisik dan exercise, obat-obatan penurun gula darah, pendidikan kesehatan,
dan monitoring.

G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN SECARA TEORI


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan
informasi dan membuat data dasar pasien. Metode utama yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik
serta diagnostik. Pengkajian adalah proses sistematis berupa pengumpulan,
verifikasi, dan komunikasi data tentang klien (Muttaqin & Sari, 2014).
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan pasien,
kemampuan pasien untuk mengelola kesehatan dan perawatannya juga hasil
konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya (Nursalam, 2011).
1) Data biografi
a) Identitas pasien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku atau bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
no medrek, diagnosa medis, alamat klien.
b) Identitas Penanggung jawab
Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Merupakan keluhan pasien pada saat masuk RS, selain itu
mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan pasien membutuhkan
pertolongan sehingga pasien dibawa ke RS.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien
saat pengkajian.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Untuk mendapatkan profil penyakit, cedera atau operasi yang dialami
individu sebelumnya.
1) Penyakit, operasi atau cidera sebelumnya
a) Gejala, perjalanan, terminasi
b) Kekambuhan komplikasi
c) Insiden penyakit pada anggota keluarga lain atau komunitas
d) Respon emosi pada hospitalisasi sebelumnya
e) Kejadian dan sifat cidera.
2) Alergi
a) Hay fever, asma, atau eksem
b) Reaksi tak umum terhadap makanan, obat, binatang, tanaman
atau produk rumah tangga.
3) Obat-obatan
Nama, dosis, jadwal, durasi dan alasan pemberian.
4) Kebiasaan
a) Pola perilaku
Menggigit kuku, menghisap ibu jari, pika, ritual, seperti
“selimut pengaman”, gerakan tidak umum (membenturkan
kepala, memanjat), tempat tantram.
b) Aktivasi kehidupan sehari-hari Jam tidur dan bangun, durasi
tidur malam/siang, usia toilet training, pola defekasi dan
berkemih, tipe latihan.
c) Penggunaan/penyalahgunaan obat, alkohol, kopi (kafein) atau
tembakau.
d) Disposisi umum, respon terhadap frustasi
3) Pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi terhadap
berbagai sistem tubuh. Untuk mendapatkan informasi tentang masalah
kesehatan yang potensial (Muttaqin & Sari, 2014).
a) Keadaan umum
Keadaan umum meliputi penampilan umum, postur tubuh, gaya
bicara, mimik wajah.
b) Tanda-tanda vital
Bertujuan untuk mengetahui keadaan tekanan darah, nadi, pernafasan,
suhu tubuh.
c) Kulit
Kaji keadaan kulit mengenai tekstur, kelembaban, turgor, warna dan
fungsi perabaan, pruritus, perubahan warna lain, jerawat, erupsi,
kering berlebih, selain itu perlu dikaji apakah ada sianosis.
d) Kepala
Kaji cedera lain seperti memar pada kepala, periksa kebersihan dan
keutuhan rambut.
e) Mata
Periksa mata untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan, kaji reflek
cahaya, edema kelopak mata.
f) Hidung
Perdarahan hidung (epitaksis), kaji cairan yang keluar dari hidung,
ada tidaknya sumbatan.
g) Telinga
Kaji ada tidaknya sakit telinga, rabas, bukti kehilangan pendengaran.
h) Mulut
Pernafasan mulut, perdarahan gusi, kaedaan gigi, jumlah gigi, kaji
kelembaban mukosa, warna mukosa bibir.
i) Tenggorokan
Sakit tenggorokan, kaji adanya kemerahan atau edema, kaji ada
tidaknya kesulitan dalam menelan, tersedak, serak atau
ketidakteraturan suara lain.
j) Leher
Kaji nyeri, keterbatasan gerak, kekakuan, kesulitan menahan kepala
lurus, pembesaran tiroid, pembesaran nodus atau massa lain.
k) Dada
Kaji kesimetrisan bentuk dada, pembesaran payudara, pembesaran
nodus remaja, tanyakan tentang pemeriksaan payudara.
(1) Inspeksi dada
Pada Pemeriksaan ini pemeriksa melihat gerakan dinding dada,
bandingkan kesimetrisan dinding dada kiri dan kanan. Lihat
adanya bekas luka, bekas operasi, atau adanya lesi. Perhatikan
warna kulit daerah dada. Kaji pola pernafasan pasien, perhatikan
adanya retraksi interkosta, dan penggunaan otot bantu nafas.
(2) Palpasi dada
Pada Pemeriksaan ini yang pertama dilakukan oleh pemeriksa
yaitu, meletakan tangan di atas kedua dinding dada. Rasakan
kesimetrisan pengembangan dinding dada saat inspirasi dan
ekspirasi. Selanjutnya, rasakan adanya massa dan krepitasi (jika
terjadi fraktur). Setelah itu, lakukan Pemeriksaan taktil fremitus
dengan cara letakan tangan diatas dada, lalu minta pasien
mengatakan “tujuh tujuh” atau “Sembilan Sembilan”. Lakukan
Pemeriksaan disemua lapang paru. Prinsip Pemeriksaan adalah
getaran suara akan merambat melalui udara yang ada dalam paru–
paru (vibrasi) dan saat bicara, getaran ini akan terasa dari luar
dinding dada.
(3) Perkusi paru
Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yaitu suara
seperti bunyi “dug-dug”. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
mengetuk pada seluruh lapang paru pada ruang interkosta
(dilakukan di antara dua kosta atau ICS). Pada area jantung akan
menghasilkan bunyi peka (ICS 3–5, sebelah kiri 26 sternum).
Hasil perkusi juga akan terdengar pekak pada daerah hepar dan
daerah payudara.
(4) Auskultasi Auskultasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Anjurkan pasien untuk bernafas normal. Setelah beberapa saat,
letakan stetoskop pada ICS 2 kanan, minta pasien bernafas
panjang. Kemudian bandingkan suara yang terdengar di lapang
paru kiri dan kanan. Kemudian dengar apakah ada suara nafas
tambahan di semua lapang paru. Suara nafas normal sebagai
berikut:
(a) Vasikuler: suara ini terdengar halus. Biasa didengar di lapang
paru. Suara ini dihasilkan oleh perputaran udara dalam alveoli
(inspirasi > ekspirasi).
(b) Bronkovasikuler: suara ini biasa didengar di ICS 1 dan 2 kiri
dan kanan. Suara ini dihasilkan dari perputaran udara dari
saluran yang besar menuju saluran yang lebih kecil (inspirasi=
ekspirasi)
(c) Bronkhial: suaranya terdengar kerasa dan karas. suara ini
dihasilkan dari perputaran udara melalui trakea (ekspirasi >
inspirasi).
l) Kardiovaskuler
Kaji warna konjungtiva, ada tidaknya sianosis, warna bibir, adanya
peningkatan tekanan vena jugularis, kaji bunyi jantung pada dada,
pengukuran tekanan darah, dan frekuensi nadi.
m) Adbomen
Kaji bentuk adbomen, keadaan luka, kaji tanda-tanda infeksi, perkusi
area abdomen.
n) Punggung dan bokong
Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas: CRT, turgor
kulit, kekuatan otot, refleks bisep, trisep, refleks patela, dan achiles.
o) Genitalia
Kaji kebersihan genitalia, kebiasaan BAK
p) Anus
Kaji BAB dan keadaan di area anus.
q) Sistem persyarafan
Kaji adanya penurunan sensasi sensori, nyeri penurunan refleks, nyeri
kepala, fungsi syaraf kranial dan fungsi serebral, kejang, tremor.
r) Riwayat nutrisi
Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan diet dan
pola makan.
s) Riwayat medis keluarga
Untuk mengidentifikasi adanya sifat genetik atau penyakit yang
memiliki kecendrungan familiar. untuk mengkaji kebiasaan keluarga
dan terpapar penyakit menular yang dapat mempengaruhi anggota
keluarga.
t) Pola aktivitas sehari-hari
Mengungkapkan pola aktivitas pasien sebelum sakit dan sesudah sakit
yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene, istirahat tidur,
aktivitas dan gaya hidup.
(1) Data psikologis
Kemungkinan klien memperlihatkan kecemasan terhadap
penyakitnya, hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang
lama dan kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang
akan dilakukan. Kaji ungkapan pasien tentang ketidakmampuan
koping, perasaan negatif tentang tubuh serta konsep diri klien.
(2) Data sosial
Perlu dikaji tentang keyakinan pasien tentang kesembuhannya
dihubungkan dengan agama yang dianut pasien dan bagaimana
persepsi pasien terhadap penyakitnya, bagaiman aktifitas pasien
selama menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang
menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhan.
(3) Riwayat seksual
Untuk mendapatkan informasi tentang masalah dan atau aktivitas
orang muda dan adanya data yang berhubungan dengan aktivitas
seksual.
(4) Data spiritual
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap dirinya sehubungan
dengan kondisi sekitarnya. Biasanya pasien akan ikut serta dalam
aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial terutama jika
sudah terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan
gangguan penglihatan.
u) Data penunjang
(1) Laboratorium
Dengan pemeriksaan darah akan diketahui apakah infeksi muncul
atau tidak.
(2) Rontgen Thoraks
Dengan pemeriksaan rontgen akan diketahui apakah ada masalah
di thoraks atau tidak.
v) Terapi
Dengan terapi dapat diketahui pemberian terapi yang akan diberikan.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI, 2017). Berdasarkan perumusan
diagnosa keperawatan menurut SDKI (2017) menggunakan format problem,
etiology, sign and symptom (PES). Diagnosa keperawatan pada masalah
gangguan endokrin dengan diabetes mellitus, dalam buku Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia (2017) yang sering muncul yaitu:
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d disfungsi pankreas.
b. Gangguan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi.
c. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer).
d. Resiko infeksi dengan faktor resiko penyakit kronis (diabetes mellitus).
e. Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan menggunakan glucose.
f. Perfusi perifer tidak efektif dengan faktor resiko hiperglikemi.
g. Hipovolemia b.d kehilangan volume cairan secara aktif.
h. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan.
i. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi.
I. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx. Tujuan Rencana Tindakan
Keperawatan
1. Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
Kadar Glukosa 3x24 jam, diharapkan ketidakstabilan kadar glukosa Observasi:
Darah darah teratasi dengan kriteria hasil: - Identifikasi kemungkinan penyebab
Kestabilan Kadar Glukosa Darah (L.03022) hiperglikemi
Ekspektasi: Membaik - Identifikasi situasi yang menyebabkan
Kriteria Hasil A T kebutuhan insulin meningkat (misalnya
Kesadaran 1 5 penyakit kambuhan)
Mengantuk 1 5 - Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
Pusing 1 5 - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
Lelah/lesu 1 5 - Monitor intake dan output cairan
Keluhan lapar 1 5 - Monitor keton urine, kadar analisa gas darah,
Gemetar 1 5 elektrolit, tekanan darah ortostatik, dan
Berkeringat 1 5 frekuensi nadi
Mulut kering 1 5 Terapeutik:
Rasa haus 1 5 - Berikan asupan cairan oral
Perilaku aneh 1 5 - Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
Kesulitan bicara 1 5 hiperglikemia tetap ada atau memburuk
Kadar glukosa dalam darah 1 5 - Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi:
Kadar glukosa dalam urine 1 5
- Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
Perilaku 1 5
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
Keterangan: - Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
1: Menurun mandiri
2: Cukup menurun - Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
3: Sedang - Anjarkan indikasi dan pentingnya pengujian
4: Cukup membaik keton urin, jika perlu
5: Membaik - Ajarkan pengelolaan diabetes (misalnya
penggunaan insulin, obat oral, monitor asupan
cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
alat kesehatan)
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
- Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
- Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
Integritas Kulit 3x24 jam, diharapkan gangguan integritas kulit Observasi:
teratasi dengan kriteria hasil: - Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) (misalnya perubahan sirkulasi, perubahan
Ekspektasi: Membaik status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
Kriteria Hasil A T lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas).
Kerusakan jaringan 1 5 Terapeutik:
Kerusakan lapisan kulit 1 5 - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
Perdarahan 1 5 - Lakukan pemijatan pada akhir area penonjolan
Kemerahan 1 5 tulang
Pigmentasi abnormal 1 5 - Gunakan produk berbahan analgetic atau
Jaringan parut 1 5 minyak pada kulit kering
Nekrosis 1 5 - Gunakan produk berbahan ringan alami dan
Keterangan: hipoalergi pada kulit analgetic
1: Menurun - Hindari produk berbahan dasar analget pada
2: Cukup menurun kulit kering
3: Sedang Edukasi:
4: Cukup membaik - Anjurkan menggunakan pelembab misal lotion
5: Membaik atau serum
- Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
sayuran
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
- Anjurkan menggunakan tabir surya spf
minimal 30 saat berada di luar rumah
- Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nyeri (I.08238)
3x24 jam, diharapkan nyeri akut teratasi dengan Observasi:
kriteria hasil: - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri (L.01001) frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Ekspektasi: Membaik - Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil A T - Identifikasi respon nyeri non verbal
Keluhan nyeri 1 5 - Identifikasi faktor yang memperberat dan
Meringis 1 5 memperingan nyeri
Sikap protektif 1 5 - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
Gelisah 1 5 tentang nyeri
Kesulitan tidur 1 5 - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
Menarik diri 1 5 nyeri
Berfokus pada diri sendiri 1 5 - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Diaforesis 1 5 - Monitor keberhasilan terapi komplementer
Perasaan depresi atau tertekan 1 5 yang sudah diberikan
Perasaan takut mengalami cidera 1 5 - Monitor efek samping Penggunaan analgetic
berulang Terapeutik:
Anoreksia 1 5 - Berikan teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri (misalnya TENS,
Mual 1 5
hypnosis, akupresur, terapi music,
Muntah 1 5
biofeedback, therapy pijat, aromaterapi, teknik
Pola napas 1 5
imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
Tekanan darah 1 5 dingin, terapi bermain)
Proses berpikir 1 5 - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
Fokus 1 5 nyeri (misalnya suhu ruangan, pencahayaan,
Nafsu makan 1 5 kebisingan)
Pola tidur 1 5 - Fasilitasi istirahat dan tidur
Keterangan: - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
1: Menurun pemilihan strategi meredakan nyeri.
2: Cukup menurun
3: Sedang Edukasi:
4: Cukup membaik - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
5: Membaik - Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat
- Ajarkan teknik non farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu
4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Luka (I.14564)
3x24 jam, diharapkan resiko infeksi teratasi dengan Observasi:
kriteria hasil: - Monitor karakteristik luka (misal drainase,
Tingkat Infeksi (L.14137) warna, ukuran, bau)
Ekspektasi: Membaik - Monitor tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil A T Terapeutik:
Kemerahan 1 5 - Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
Bengkak 1 5 - Cukur rambut di sekitar daerah luka jika perlu
Sel darah putih 1 5 - Bersihkan dengan cairan nacl atau pembersih
Kultur area luka 1 5 non toksis sesuai kebutuhan
Cairan berbau busuk 1 5 - Bersihkan jaringan nekrotik
Drainase purulen 1 5 - Berisikan salep yang sesuai kulit atau lesi jika
Keterangan: perlu
1: Menurun - Pasang balutan sesuai jenis luka
2: Cukup menurun - Pertahanan teknik steril saat melakukan
3: Sedang perawatan luka
4: Cukup membaik - Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
5: Membaik drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgbb/hari dan protein 1-1,5g/kgbb/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral sesuai
indikasi
- Berikan terapi tens jika perlu
Edukasi:
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein

- Ajarkan prosedur perawatan luka secara


mandiri
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
- Kolaborasi pemberian antibiotik jika perlu
5. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Nutrisi (I.03119)
3x24 jam, diharapkan defisit nutrisi teratasi dengan Observasi:
kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
Status Nutrisi (L.03030) - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Ekspektasi: Membaik - Identifikasi makanan yang disukai
Kriteria Hasil A T - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Porsi makanan yang dihabiskan 1 5 - Identifikasi perlunya penggunaan selang
Kekuatan otot mengunyah 1 5 nasogastrik
Kekuatan otot menelan 1 5 - Monitor asupan makanan
Berat badan 1 5 - Monitor berat badan
IMT 1 5 - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
Frekuensi makan 1 5
Nafsu makan 1 5
Bising usus 1 5
Keterangan: Terapeutik:
1: Menurun - Fasilitasi menentukan pedoman diet
2: Cukup menurun - Sajikan makanan secara menarik dan suhu
3: Sedang yang sesuai
4: Cukup membaik - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
5: Membaik konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi:
- Anjurkan posisi duduk jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan, jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient.
6. Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Perawatan Sirkulasi (I.12079)
Tidak Efektif 3x24 jam, diharapkan perfusi perifer tidak efektif Observasi:
teratasi dengan kriteria hasil: - Periksa sirkulasi perifer (misal nadi perifer,
Perfusi Perifer (L.02011) edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
Ekspektasi: Membaik brachial index)
Kriteria Hasil A T - Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
Denyut nadi perifer 1 5 (misal diabetes, perokok, orang tua, hipertensi
Akral 1 5 dan kadar kolesterol tinggi)
Turgor kulit 1 5 - Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
Tekanan darah sistolik 1 5 pada ekstremitas
Tekanan darah diastok 1 5 Terapeutik:
Tekanan arteri rata-rata 1 5 - Hindari pemasangan infus atau pengambilan
Indkes Ankle Brachial 1 5 darah di area keterbatasan perfusi
Keterangan: - Hindari pengukuran tekanan darah pada
1: Menurun ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
2: Cukup menurun - Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
3: Sedang pada area yang cedera
4: Cukup membaik - Lakukan pencegahan infeksi
5: Membaik - Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
Edukasi:
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
- Anjuran menggunakan obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol
jika perlu
- Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat (misal melembabkan kulit kering pada
kaki)
- Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
- Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (misal rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (misal rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa).
7. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Hipovolemia (I.03116)
3x24 jam, diharapkan hypovolemia teratasi dengan Observasi:
kriteria hasil: - Periksa tanda dan gejala hipovolemia
Status Cairan (L.03028) (misalnya frekuensi nadi meningkat, nadi
Ekspektasi: Membaik terasa lemah, tekanan darah menurun, turgor
Kriteria Hasil A T kulit menurun, membran mukosa kering,
Frekuensi nadi 1 5 volume urine menurun, haus, lemah)
Tekanan darah 1 5 - Monitor intake dan output cairan
Tekanan nadi 1 5 Terapeutik:
Membran mukosa 1 5 - Hitung kebutuhan cairan
Berat badan 1 5 - Berikan posisi modified trendelenburg
Balance cairan 1 5 - Berikan asupan cairan oral
Keterangan: Edukasi:
1: Menurun - Anjuran memperbanyak asupan cairan
2: Cukup menurun - Kolaborasi pemberian cairan isotonis
3: Sedang (misalnya NaCl atau RL)
4: Cukup membaik - Kolaborasi pemberian cairan hipotonis
5: Membaik (misalnya glukosa 2,5% atau NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid.
8. Defisit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Edukasi Kesehatan (I.12383)
Pengetahuan 3x24 jam, diharapkan defisit pengetahuan teratasi Observasi:
dengan kriteria hasil: - Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Tingkat Pengetahuan (L.12111) menerima informasi
Ekspektasi: Membaik - Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Kriteria Hasil S T meningkatkan dan menurunkan motivasi
Perilaku sesuai anjuran 1 5 perilaku hidup bersih dan sehat
Verbalisasi minat dalam belajar 1 5 Terapeutik:
Kemampuan menjelaskan pengetahuan 1 5 - Sediakan materi dan media pendidikan
tentang suatu topik kesehatan
Pertanyaan tentang masalah yang 1 5 - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
dihadapi kesepakatan
Menjalani pemeriksaan yang tepat 1 5 - Berikan kesempatan untuk bertanya
Keterangan: Edukasi:
1: Menurun - Jelaskan faktor risiko yang dapat
2: Cukup menurun mempengaruhi kesehatan
3: Sedang - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
4: Cukup membaik - Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
5: Membaik meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
J. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Menurut Lemone, dkk (2016) implementasi keperawatan merupakan sebuah fase
dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui
alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya tindakan keperawatan yang
dilakukan harus sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan cara
yang tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi pasien, selalu dievaluasi mengenai
keefektifan dan selalu mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas yang
dilakukan pada tahap implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas,
menghitung alokasi tenaga, memulai intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan
tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan (Padila, 2019).
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang
dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan
dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien
(Rendy & Mmargareth, 2019). Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan
asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai
keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap
implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Ikram, 2011). Jenis-jenis
tindakan pada tahap pelaksanaan implementasi adalah:
1. Secara mandiri (independent): Tindakan yang diprakarsai oleh perawat untuk
membantu pasien dalam mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena
adanya stressor.
2. Saling ketergantungan (interdependent): Tindakan keperawatan atas dasar kerja
sama tim keperawatan dengan tim kesehatan lainnya seperti: dokter, fisioterapi, dan
lain-lain.
3. Rujukan/ketergantungan (Dependent): Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan
profesi lainnya diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.

K. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respons klien
kearah pencapaian tujuan (Muttaqin & Sari, 2014). Evaluasi dapat berupa evaluasi
struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan
umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan. Menurut Nursalam (2011) evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan
dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planning). Komponen SOAP
yaitu:
1. S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan.
2. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien
secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan.
3. A (assesment) adalah kesimpulan dari data subyektif dan obyektif (biasaya ditulis
dala bentuk masalah keperawatan).
4. P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan,
dimodifikasi atau ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2016). Standart of Medical Care in Diabetes. American


Diabetes Association. 33(1):11-16.
Andayani, Ibrahim & Asdie (2012). Patogenesis dan Terapi Diabetes Melitus Tipe 2.
Medika: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Arisman. (2011). Obesitas, Diabetes Melitus & Displidemia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Arjatmo, T. (2012). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Devi, dkk. (2018). Relaksasi Otot Progresif terhadap Kadar Gula Darah pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2. Vol 1. E-ISSN: 2654-766X. Fikes UNIMUS.

Fatimah, R.N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: J MAJORITY. Vol. 4.


Hanum, N. N. (2013). Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Profil Lipid
pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Cilegon
periode Januari-April 2013. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah,
(April), 1–70.
Ikram, A. (2011). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Diabetes Mellitus. Jakarta: Salemba
Medika.
Infodatin. (2019). Situasi dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan Informasi: Kementerian
Kesehatan RI.
Kemenkes RI. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Melitus. Infodatin, 1–6.
https://pusdatin.kemkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-info-
datin.html
Lemone, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Intergumen,
Gangguan Endokrin, dan Gangguan Gastrointestinal Vol 2 Edisi 5. Jakarta: EGC.
Marewa, L. W. (2015). Kencing Manis (Diabetes Mellitus) di Sulawesi Selatan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:
Salemba Medika.
Ndraha, S. (2014). Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Jurnal Medicinus.
27(2): 21-28.
National Institute for Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK). 2014.
Cause Of Diabetes. NIH Publication.
Nursalam. (2011). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: Salemba Medika.
Ozougwu, J., Obimba, K., & Unakalamba, C. (2013). The Pathogenesis and Phatophysiology
of Type 1 and Type 2 Diabetes Mellitus. Journal Pathogenesis and
Phatophysiology. 1(2): 10-18

Padila. (2019). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: PERKENI,.
Prabawati, R. K. (2012). Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin.
Tugas Biokimia Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Program Double
Dolgree Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 1, 1–
15.
Putra, A. R. (2017). Hubungan Kadar Glukosa Darah Dengan Kadar Amilase Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Obesitas. Retrieved from
http://repository.unimus.ac.id.
Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Suyono, (2017). Diabetes Mellitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Tambayong. (2012). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.


Tandra, H. (2018). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Tarwoto, dkk, (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:
Trans Info Mediaq.
Tjokroprawiro, A. dkk. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: Universitas Airlangga.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Waspadji S. (2018). Diabetes Mellitus, Penyulit Kronik, dan Pencegahannya. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
World Health Organization. (2018). Noncommunicable Diseases (NCD) diperoleh pada 23
September 2021 pada https://www.who.int/gho/ncd/en/
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Hari, tanggal : Senin, 11 Oktober 2021.
Pukul : 09.00 WIB.
Tempat : Poli DM, RSUP Dr. Sardjito.
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumen.
Sumber Data : Pasien, keluarga, rekam medis, dan tim kesehatan.
Oleh : Ervieta Adistya Hargiyati.
Faisal Aditia Maulana
Milenia Ramadhani

1. IDENTITAS
a. Pasien
Nama : Tn.T
Tempat, tanggal lahir : Yogyakarta, 09 Oktober 1939
Umur : 82 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Nitikan, Sorosutan, Umbulharjo, DIY
Status perkawinan : Kawin
Diagnosa medis : Diabetes Melitus Tipe 2
No. RM : 01796xxx
Tanggal masuk Poli : 11 Oktober 2021
Jam masuk Poli : 09.00 WIB

b. Penanggung Jawab/ Keluarga


Nama : Ny.S
Umur : 47 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Nitikan, Sorosutan, Umbulharjo, DIY
Hubungan dengan Pasien : Anak ke-5

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama
Pasien dan keluarga mengatakan terdapat luka di kaki kanan semenjak
opname di rumah sakit. Keluarga mengatakan balutan luka sedikit rembes.
Pasien mengatakan luka tidak terasa nyeri namun dulu sebelum terdapat
luka, kaki sering terasa nyut-nyutan, terkadang kaki terasa kebas saat
bangun tidur, terkadang kaki terasa dingin, dan terkadang kaki juga pucat.
Pasien mengatakan sedikit lemas. Pasien dan keluarga mengatakan kadar
gula darah selalu ≤ 200mg/dL.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dan keluarga mengatakan bahwa pasien sudah mend erita diabetes
melitus ±5 tahun yang lalu. Selama 5 tahun ini tidak pernah terdapat luka di
kaki. Selama ±5 tahun ini pasien rutin mengkonsumsi obat glimepiride 1
mg/8 jam, rutin cek gula darah, dan pasien rutin jogging setiap pagi.
Keluarga pasien mengatakan pasien menderita penyakit ginjal sehingga
pada tanggal 18 Agustus 2021 sampai dengan 8 September 2021 ini
opname di bangsal Amarta RSUP Dr. Sardjito. Saat opname ini luka
diabetes baru muncul, pasien dan keluarga juga tidak mengetahui kenapa
luka tiba-tiba muncul. Setelah opname pasien mendapat terapi novorapid
10IU/8 jam dan luka di kaki dilakukan perawatan homecare. Kemudian
pasien dan keluarga mendapat saran dari seorang profesor untuk periksa ke
dr.Hemi, sehingga pada tanggal 11 Oktober 2021 pasien untuk pertama
kalinya periksa dengan dr.Hemi di poli DM RSUP dr.Sardjito. Pasien
dilakukan assessment awal dan perawatan luka ulkus diabetes. Keluarga
pasien saat dilakukan perawatan luka tampak antusias bertanya yaitu
bertanya lebih bagus mana lotion dengan minyak zaitun, kasa apa yang
digunakan untuk menutup luka, kenapa harus membatasi aktivitas.
a) Riwayat kesehatan keluarga
(1) Riwayat kesehatan keluarga
Pasien dan keluarga mengatakan bahwa seluruh anggota
keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit diabetes melitus,
penyakit menular, tidak ada yang pernah menjalani operasi, dan
tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun.
(2) Genogram

Tn.M Ny.A Tn.B Tn.Y

Tn.R Tn.T Ny.S Ny.A Tn.G

Ny.L Tn.M Ny.R Tn.H Ny.S

Keterangan :

: Garis perkawainan
: Laki Laki

: Garis keturunan
: Perempuan

: Pasien Laki-laki : Tinggal serumah

: Pasien Perempuan : Meninggal


3. KESEHATAN FUNGSIONAL (11 POLA GORDON)
1) Nutrisi-Metabolik
b) Sebelum sakit
- Pasien mengatakan makan 3x sehari yaitu pagi, siang, dan sore.
- Pasien mengatakan tidak ada makanan kesukaan.
- Pasien mengatakan biasanya mium air putih 6-7 gelas dalam sehari (1
gelas: 250 cc)
- Pasien mengatakan tidak ada minuman kesukaan.
- Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan.
- Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap minuman.
- Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dalam mengunyah maupun
menelan.
c) Selama sakit
- Pasien mengatakan makan 3x sehari yaitu pagi, siang, dan sore.
- Pasien mengatakan tidak ada makanan kesukaan.
- Pasien mengatakan sering merasa lapar walaupun sudah makan
sehingga sering ngemil.
- Pasien mengatakan biasanya mium air putih 9-10 gelas dalam sehari (1
gelas: 250 cc), sesekali ngeteh.
- Pasien mengatakan tidak ada minuman kesukaan.
- Pasien mengatakan sering merasa haus.
- Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan.
- Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap minuman.
- Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dalam mengunyah maupun
menelan.
- Pasien mengatakan sudah menjaga pola makan dengan mengurangi
makanan manis, makanan berlemak, dan makanan cepat saji.
2) Eliminasi
- Sebelum sakit
- Pasien mengatakan BAK kurang lebih 5-6x dalam sehari.
- Pasien mengatakan BAB 1x sehari waktunya tidak pasti.
- Pasien mengatakan konsistensi urine kuning bening dan berbau khas.
- Pasien mengatakan konsistensi feses lunak, berwarna kuning, dan
berbau khas.
- Selama sakit
- Pasien mengatakan BAK kurang lebih 7-8x dalam sehari, dan lebih
sering BAK pada malam hari bisa 3-4x.
- Pasien mengatakan BAB 1x sehari, seringnya di pagi hari.
- Pasien mengatakan konsistensi urine kuning bening dan berbau khas.
- Pasien mengatakan konsistensi feses lunak, berwarna kuning, dan
berbau khas.

3) Aktivitas/Latihan
a) Keadaan Aktivitas Sehari-Hari
a. Sebelum Sakit
Pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mandi, makan, BAB, BAK, berpakaian secara mandiri. Pasien
mengatakan mampu memenuhi aktivitas sehari-hari tanpa
menggunakan alat bantu.
b. Selama Sakit
Pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mandi, makan, BAB, BAK, berpakaian secara mandiri namun sedikit
terbatas karena terkadang merasa lemas sehingga terkadang harus
dibantu, dan saat ini terdapat luka di kaki sehingga untuk berjalan harus
memakai kursi roda.
b) Keadaan Pernafasan
a. Sebelum Sakit
Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak ada keluhan sesak
nafas sehingga masih bisa beraktivitas normal.
b. Selama Sakit
Pasien mengatakan selama sakit tidak ada keluhan sesak nafas, namun
untuk aktivitas pasien terkadang dibantu.
c) Keadaan Kardiovaskuler
a. Sebelum Sakit
Pasien tidak merasakan nyeri dada saat beraktivitas dan tidak keringat
dingin. Aktivitas masih mandiri.
b. Selama Sakit
Pasien tidak merasakan nyeri dada dan tidak keringat dingin. Namun
aktivitas terkadang dibantu.
Skala Ketergantungan

KETERANGAN

AKTIFITAS 0 1 2 3 4

Bathing √

Toileting √

Eating √

Moving √

Ambulasi √

Walking √

Keterangan:

0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun


1 = Dibantu dengan alat
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu alat dan orang lain
4 = Tergantung total

4) Istirahat-Tidur
a) Sebelum Sakit
Pasien mengatakan mampu mengatur waktu kapan untuk beristirahat dan
kapan untuk beraktivitas. Pasien mengatakan pola tidurnya teratur dari jam
22.00 – 05.00 WIB. Pasien mengatakan jarang tidur siang, apabila tidur
siang hanya saat merasa kelalahan saja.
b) Selama Sakit
Pasien mengatakan lebih banyak tidur saat badan terasa lemas.
5) Persepsi, Pemeliharaan, dan Pengetahuan terhadap Kesehatan
Pasien dan keluarga sudah mengetahui masalah kesehatan yang dialami yaitu
Diabates Melitus ketika ditanya mengenai Diabates Melitus pasien dan
keluarga mampu menjawab bahwa Diabates Melitus adalah penyakit dengan
kadar gula darah tinggi dan perlu penanganan lebih lanjut. Pasien sudah
melakukan pemeliharaan kesehatan terbukti dengan pasien sebelum terdapat
luka sudah rutin minum obat glimepiride 1 mg, rutin cek gula darah, dan pasien
rutin jogging setiap pagi. Setelah terdapat luka rutin injeksi novorapid 10IU/8
jam .

6) Pola Toleransi terhadap Stress-Koping


Pasien dan keluarga mengatakan untuk menghilangkan stress pasien biasanya
jogging setiap pagi. Pasien dan keluarga mengetahui jika stres dapat
menurunkan imunitas tubuh.

7) Pola Hubungan Peran


Pasien dan keluarga mengatakan selama sakit sedikit mempengaruhi perannya
sebagai seorang ayah. Pasien mengatakan walaupun begitu keluarganya tetap
mendukung proses kesembuhan pasien dengan selalu mengingatkan pasien
untuk minum obat rutin, dan mengingatkan pasien untuk tidak terlalu
kecapekan.

8) Kognitif dan Persepsi


Pasien dan keluarga mampu menangkap informasi yang diberikan oleh perawat
dengan baik, saat pasien dan keluarga dijelaskan mengenai efek berjalan untuk
pasien, pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali bahwa berjalan dapat
memperlambat proses kesembuhan luka dan justru dapat membuat luka baru.

9) Persepsi diri-Konsep diri


1) Gambaran Diri
Pasien mengatakan sudah ikhlas menerima kalau kakinya terdapat luka
walaupun sedikit susah untuk berjalan. Pasien mengatakan menyukai
bagian tubuh yaitu matanya.
2) Harga Diri
Pasien mengatakan tidak malu dengan kondisinya saat ini. Pasien
mengatakan masih banyak orang diluar sana yang kondisinya jauh lebih
buruk. Pasien mengatakan keluarga dan lingkungan sekitar tetap
mendukung kesembuhan pasien.
3) Peran Diri
Peran pasien dalam keluarga yaitu sebagai ayah. Peran pasien dalam
masyarakat sebagai warga, pasien tetap berperan dalam kegiatan di
masyarakat.
4) Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin kondisinya lebih membaik (kaki tidak ada luka)
dan mampu beraktivitas penuh seperti sedia kala.
5) Identitas Diri
Pasien mengatakan dia adalah seorang laki-laki dan merupakan ayah dari 5
anak. Pasien mampu menyebutkan nama, tanggal lahir, agama, pendidikan,
dan alamatnya. Pasien mengatakan sudah merasa puas dengan dirinya
sebagai seorang laki-laki.

10) Reproduksi dan Kesehatan


Pasien mengatakan tidak ada gangguan reproduksi.

11) Keyakinan dan Nilai


Pasien dan keluarga mengatakan memaknai sakit ini sebagai cobaan dari Allah
sehingga harus sabar dalam menjalaninya. Pasien mengatakan harus tetap
semangat, berusaha semaksimal mungkin, berdoa, dan berserah diri pada Allah.

4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
1) Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis, GCS: 15 (E4, V5, M6)
2) Status Gizi
BB : 67 kg
TB : 169 cm
IMT : 23,46 kg/m2 (gizi normal)
3) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Suhu : 36,50 C
Nadi : 70x/menit
RR : 20x/menit
SP02 : 99%
4) Skala Nyeri : 0 (Tidak nyeri)

b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo-Caudal)


1) Kulit
- Kulit tampak bersih dan tidak lengket.
- Kulit di kaki hiperpigmentasi.
- Kulit di kaki tampak sedikit pucat.
2) Kepala
- Bentuk kepala oval.
- Kulit kepala bersih, tidak ada kutu, dan tidak ada ketombe.
- Rambut warnanya hitam dan ada yang putih.
- Telinga simetris, tidak keluar cairan, dan pendengaran masih berfungsi
dengan baik.
- Sclera putih, tidak kuning ataupun kemerahan.
- Pupil mengecil saat dikenai cahaya.
3) Leher
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Tidak ada lesi.
- Tidak ada krepitasi.
- Tonsil masih utuh.
4) Dada
a) Inspeksi
- Saat respirasi tidak ada pembesaran sebelah (simetris).
- Dada kanan dan kiri terlihat simetris.
- Nafas tidak terlihat cepat.
- Fase ekspirasi tidak tampak memanjang.
b) Palpasi
- Vokal fremitus normal, teraba dibagian depan maupun belakang.
c) Perkusi
- Terdengar suara sonor pada paru kanan.
- Terdengar suara sonor pada paru kiri.
d) Auskultasi
- Suara nafas vesikuler.
5) Punggung
Punggung tampak bersih, tidak ada luka decubitus.
6) Jantung
a) Inspeksi
- Bentuk simetris dan tidak ada pembesaran.
b) Palpasi
- Ictus cordis teraba pada ruang intercostal kiri ke V, medial (2cm)
dari lateral linea medioclavicularis kiri.
c) Perkusi
- Terdengar suara dall/redup.
d) Auskultasi
- Regular S1 lub dan regular S2 dug.
7) Abdomen
a) Inspeksi
- Bentuk simetris dan tidak ada pembesaran.
b) Palpasi
- Tidak ada pengerasan maupun asites.
- Tidak ada nyeri tekan.
c) Perkusi
- Terdengar suara tympani.
d) Auskultusi
- Bising usus terdengar 4x/menit.
8) Anus/Rektum
Anus/Rektum tampak bersih, tidak ada luka, tidak ada benjolan.
9) Genetalia
Genetalia tampak bersih dan tidak ada luka.
10) Ekstremitas
a) Bagian atas/superior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari tangan, capillary refill <
3 detik, turgor kulit < 3 detik. Tidak ada edema. Kekuatan otot disemua
ekstremitas bagian atas adalah 5.
b) Bagian bawah/inferior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari kaki, capillary refill > 3
detik, turgor kulit > 3 detik. Tidak ada edema. Kekuatan otot disemua
ekstremitas bagian bawah adalah 5. Nilai ABI kaki kanan (Ankle
Brachial Index) yaitu 0.90, masuk kategori PAD ringan. Nilai ABI kaki
kiri (Ankle Brachial Index) yaitu 1.03, masuk kategori normal.

➢ Pengkajian risiko jatuh Get Up and Go Test


No Penilaian Ya Tidak
a. Cara berjalan pasien (salah satu atau lebih)
(1) Tidak seimbang/ sempoyongan/limbung. √
(2) Jalan dengan menggunakan alat bantu (kruk, √
tripot, kursi roda, bantuan orang lain)
b. Menopang saat akan duduk: tampak memegang √
pinggiran kursi atau meja/benda lain sebagai
penopang saat akan duduk.
Hasil Resiko
Tinggi

Keterangan:

Tingkatan
Penilaian
Resiko
Tidak Beresiko Tidak ditemukan a & b
Resiko Rendah Ditemukan salah satu dari a/b
Resiko Tinggi Ditemukan a & b
➢ Gambar ulkus diabatetik di kaki kanan:

Keterangan Luka:

4. Terdapat 3 luka di punggung kaki kanan.


5. Luka pertama lebar 6 cm dengan kedalaman 3 cm berwarna merah
keputihan (slough) dan berbau khas.
6. Luka kedua lebar 4 cm dengan kedalaman 5 cm, berwarna merah
keputihan (slough) dan berbau khas.
7. Luka ketiga lebar 4 cm dengan kedalaman 3 cm, berwarna merah dan
kuning, keluar darah dan push, berbau khas.

➢ Pemeriksaan Ankle Brachial Index

Dorsalis TD Sistolik (mmHg) Kaki kanan Kaki kiri


Pedis Normal/lemah/negatif Normal/lemah/negatif
110 mmHg 150 mmHg
Tibialis TD Sistolik (mmHg) Kaki kanan Kaki Kiri
Posterior Normal/lemah/negatif Normal/lemah/negatif
126 mmHg 130 mmHg
TD sistolik arteribrachialis (mmHg) 140 mmHg 145 mmHg
Ankle Brachial Index 0.90 1,03
B. ANALISA DATA
DATA MASALAH PENYEBAB

Tanggal 11 Oktober 2021 Gangguan Neuropati


Pukul 09.15 WIB Integritas Kulit Perifer
DS: dan Jaringan
- Pasien dan keluarga mengatakan terdapat luka (SDKI: 2017)
di kaki kanan semenjak opname.
- Pasien dan keluarga mengatakan balutan luka
sedikit rembes.

DO:

- Terdapat 3 luka di punggung kaki kanan.


- Luka pertama lebar 6 cm dengan kedalaman 3
cm berwarna merah keputihan (slough) dan
berbau khas.
- Luka kedua lebar 4 cm dengan kedalaman 5
cm, berwarna merah keputihan (slough) dan
berbau khas.
- Luka ketiga lebar 4 cm dengan kedalaman 3
cm, berwarna merah dan kuning, keluar darah
dan push, berbau khas.
Tanggal 11 Oktober 2021 Perfusi Perifer Penurunan
Tidak Efektif Aliran
Pukul 09.15 WIB
(SDKI: 2017) Arteri/Vena
DS:
- Pasien mengatakan luka tidak terasa nyeri
namun dulu sebelum terdapat luka, kaki sering
terasa nyut-nyutan, terkadang kaki terasa
kebas saat bangun tidur, terkadang kaki terasa
dingin, dan terkadang kaki juga pucat.
DO:

- CRT > 3 detik.


- Nadi 70x/menit.
- Kulit tampak sedikit pucat.
- Turgor kulit > 3 detik.
- Nilai ABI kaki kanan 0,90 (PAD ringan).
Tanggal 11 Oktober 2021 Ketidakstabilan Resistensi
Kadar Glukosa Insulin
Pukul 09.15 WIB
Darah
DS: (SDKI: 2017)

- Pasien mengatakan sering merasa lapar dan


haus.
- Pasien mengatakan sering buang air kecil
terlebih jika malam hari.
- Pasien dan keluarga mengatakan kadar gula
darah selalu dibawah 200mg/dL.
- Pasien mengatakan sedikit lemas.

DO:

- Gula darah sewaktu pasien 166mg/dL.


- Pasien tampak sedikit lesu.
Tanggal 11 Oktober 2021 Resiko Jatuh - Usia > 65
(SDKI: 2017) tahun
Pukul 09.15 WIB
- Penggunaan
DS:
alat bantu
- Pasien mengatakan sedikit lemas.
berjalan.
DO:

- Pasien menggunakan kursi roda.


- Pasien saat berpindah dari kursi roda tampak
sempoyongan.
- Penilaian Get Up and Go Test: Resiko Tinggi
Tanggal 11 Oktober 2021 Kesiapan -
Peningkatan
Pukul 09.15 WIB
Manajemen
DS: Kesehatan:
Perawatan
- Pasien dan keluarga mengatakan pasien rutin
Luka Kaki
mengkonsumsi obat glimepiride 1 mg/8 jam
Diabetes
dan injeksi novorapid 10IU/8 jam.
- Pasien dan keluarga mengatakan pasien rutin
cek gula darah.
- Pasien dan keluarga mengatakan pasien rutin
jogging setiap pagi
- Pasien mengatakan sudah menjaga pola makan
dengan mengurangi makanan manis, makanan
berlemak, dan makanan cepat saji.

DO:

- Keluarga pasien saat dilakukan perawatan luka


tampak antusias bertanya.
- Keluarga pasien tampak bertanya lebih bagus
mana lotion dengan minyak zaitun, kasa apa
yang digunakan untuk menutup luka, kenapa
harus membatasi aktivitas.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
ditandai dengan:
- Pasien dan keluarga mengatakan terdapat luka di kaki kanan semenjak opname.
- Pasien dan keluarga mengatakan balutan luka sedikit rembes.
- Terdapat 3 luka di punggung kaki kanan.
- Luka pertama lebar 6 cm dengan kedalaman 3 cm berwarna merah keputihan
(slough) dan berbau khas.
- Luka kedua lebar 4 cm dengan kedalaman 5 cm, berwarna merah keputihan
(slough) dan berbau khas.
- Luka ketiga lebar 4 cm dengan kedalaman 3 cm, berwarna merah dan kuning,
keluar darah dan push, berbau khas.
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri/vena
ditandai dengan:
- Pasien mengatakan luka tidak terasa nyeri namun dulu sebelum terdapat luka,
kaki sering terasa nyut-nyutan, terkadang kaki terasa kebas saat bangun tidur,
terkadang kaki terasa dingin, dan terkadang kaki juga pucat.
- CRT > 3 detik.
- Nadi 70x/menit.
- Kulit tampak sedikit pucat.
- Turgor kulit > 3 detik.
- Nilai ABI kaki kanan 0,90 (PAD ringan).
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin ditandai
dengan:
- Pasien mengatakan sering merasa lapar dan haus.
- Pasien mengatakan sering buang air kecil terlebih jika malam hari.
- Pasien dan keluarga mengatakan kadar gula darah selalu dibawah 200mg/dL.
Pasien mengatakan sedikit lemas.
- Gula darah sewaktu pasien 166mg/dL.
- Pasien tampak sedikit lesu.
4. Resiko jatuh dengan faktor resiko usia > 65 tahun dan penggunaan alat bantu
berjalan ditandai dengan:
- Pasien mengatakan sedikit lemas.
- Pasien menggunakan kursi roda.
- Pasien saat berpindah dari kursi roda tampak sempoyongan.
- Penilaian Get Up and Go Test: Resiko Tinggi
5. Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan (perawatan luka kaki diabetes) ditandai
dengan:
- Pasien dan keluarga mengatakan pasien rutin mengkonsumsi obat glimepiride 1
mg/8 jam dan injeksi novorapid 10IU/8 jam.
- Pasien dan keluarga mengatakan pasien rutin cek gula darah.
- Pasien dan keluarga mengatakan pasien rutin jogging setiap pagi
- Pasien mengatakan sudah menjaga pola makan dengan mengurangi makanan
manis, makanan berlemak, dan makanan cepat saji.
- Keluarga pasien saat dilakukan perawatan luka tampak antusias bertanya.
- Keluarga pasien tampak bertanya lebih bagus mana lotion dengan minyak zaitun,
kasa apa yang digunakan untuk menutup luka, kenapa harus membatasi aktivitas.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional
1. Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021
Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB
Gangguan integritas kulit dan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Intergitas Kulit
jaringan berhubungan keperawatan selama 1 kali (I.11353) dan Perawatan Luka
dengan neuropati perifer kunjungan, diharapkan gangguan (I.14564).
ditandai dengan: integritas kulit dan jaringan dapat 1. Identifikasi penyebab 1. Dengan diketahuinya
- Pasien dan keluarga teratasi dengan kriteria hasil: gangguan integritas kulit penyebab gangguan
mengatakan terdapat Integritas Kulit dan Jaringan (misalnya perubahan integritas kulit maka
luka di kaki kanan (L.14125) sirkulasi, perubahan status dapat ditangani dengan
semenjak opname. Ekspektasi: Menurun nutrisi, penurunan perawatan yang tepat
- Pasien dan keluarga Kriteria Hasil A T kelembaban, suhu dikarenakan masing-
mengatakan balutan Kerusakan jaringan 2 3 lingkungan ekstrem, masing penyebab
luka sedikit rembes. Kerusakan kulit 2 3 penurunan mobilitas). memiliki penanganan
- Terdapat 3 luka di Perdarahan 2 3 awal yang berbeda sesuai
punggung kaki kanan. Kemerahan 2 3 dengan kasus yang
- Luka pertama lebar 6 Pigmentasi abnormal 2 3 ditemukan.
cm dengan kedalaman 3 Keterangan:
cm berwarna merah 1: Meningkat
keputihan (slough) dan 2: Cukup meningkat
berbau khas. 3: Sedang 2. Monitor karakteristik luka 2. Dengan diketahuinya
- Luka kedua lebar 4 cm 4: Cukup menurun (misal ukuran, warna, bau, karakteristik luka maka
dengan kedalaman 5 cm, 5: Menurun dan drainase). dapat ditentukan
berwarna merah intervensi yang tepat
keputihan (slough) dan TTD dalam mengembalikan
berbau khas. Ervieta integritas kulit dan
- Luka ketiga lebar 4 cm memberikan informasi
dengan kedalaman 3 cm, berapa lama waktu yang
berwarna merah dan dibutuhkan dalam proses
kuning, keluar darah dan penyembuhan luka.
push, berbau khas.
TTD 3. Monitor tanda-tanda infeksi. 3. Untuk mencegah infeksi
Ervieta lebih lanjut.

4. Lepaskan balutan dan plester 4. Untuk mempertahankan


secara perlahan. rasa nyaman pasien.

5. Bersihkan dengan cairan 5. Cairan NacL bersifat


NaCl atau pembersih non isotonik sehingga tidak
toksis sesuai kebutuhan. menganggu proses
penyembuhan luka.
6. Bersihkan jaringan nekrotik. 6. Membuang jaringan
nekrotik untuk
meningkatkan
penyembuhan.

7. Berisikan salep/obat yang 7. Untuk menghilangkan


sesuai kulit atau lesi. slough, membunuh
bakteri, menghilangkan
bau, dan menyerap
eksudat.

8. Pasang balutan sesuai jenis 8. Balutan yang sesuai


luka. dapat meningkatkan
ketepatan penyerapan
drainase.

9. Pertahanan teknik steril saat 9. Teknik steril untuk


melakukan perawatan luka. mencegah kontaminasi
area luka yang telah
dibersihkan.
10. Anjurkan menggunakan 10. Lotion untuk menjaga
pelembab misal lotion atau kulit tetap lembab dan
serum. tidak kering, karena
umumnya pasien
diabetes memiliki kulit
yang kering dan berisiko
mudah terluka.

11. Anjurkan menjaga area luka 11. Untuk mengurangi risiko


tetap bersih dan kering. infeksi dan mempercepat
setiap tahapan proses
penyembuhan luka.

12. Jelaskan tanda dan gejala 12. Edukasi tanda dan gejala
infeksi. infeksi dapat
meningkatkan
pengetahuan pasien dan
keluarga.
13. Kolaborasi pemberian 13. Obat antibiotic untuk
antibiotic. mengambat pertumbuhan
bakteri atau membunuh
TTD bakteri.
Ervieta TTD
Ervieta
2. Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 04 Oktober 2021
Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB
Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi (I.12079)
berhubungan dengan keperawatan selama 1 kali 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Untuk mengetahui tanda
penurunan aliran arteri/vena kunjungan, diharapkan perfusi (misal nadi perifer, edema, dan gejala gangguan
ditandai dengan: perifer tidak efektif dapat teratasi pengisian kapiler, warna, sirkulasi perifer.
- Pasien mengatakan luka dengan kriteria hasil: suhu, ankle brachial index).
tidak terasa nyeri. Perfusi Perifer (L.02011).
- Pasien mengatakan luka Ekspetasi: Membaik 2. Identifikasi faktor resiko 2. Untuk mengidentifikasi
tidak terasa nyeri namun Kriteria Hasil A T gangguan sirkulasi (misal penyebab gangguan
dulu sebelum terdapat Nadi 3 4 diabetes, perokok, orang tua, sirkulasi sehingga dapat
luka, kaki sering terasa Warna kulit pucat 3 4 hipertensi dan kadar ditentukan intervensi yang
nyut-nyutan, terkadang Pengisian kapiler 2 3 kolesterol tinggi). tepat.
kaki terasa kebas saat Turgor kulit 2 3
bangun tidur, terkadang Indeks ankle brachial 2 3
kaki terasa dingin, dan
terkadang kaki juga pucat. 3. Hindari pengukuran tekanan 3. Pengukuran tekanan darah
- CRT > 3 detik. Keterangan: darah pada ekstremitas akan semakin
- Nadi 70x/menit. 1: Memburuk dengan keterbatasan perfusi. menghambat sirkulasi
- Kulit tampak sedikit 2: Cukup memburuk pada ekstremitas dengan
pucat. 3: Sedang keterbatasan perfusi
- Turgor kulit > 3 detik. 4: Cukup membaik dikarenakan ada
- Nilai ABI kaki kanan 5: Membaik penekanan saat
0,90 (PAD ringan). TTD sphygnomanometer
Faisal memompa.
TTD
4. Untuk memperlancar
Faisal 4. Anjurkan melakukan gerakan
sikurlasi darah di
pasif di kaki.
ekstermitas dan untuk
mencegah munculnya luka
baru.

5. Anjurkan untuk tidak banyak


5. Untuk mencegah
beraktivitas/jalan.
munculnya luka baru dan
mempercepat proses
penyembuhan luka yang
sudah ada.
6. Informasikan tanda dan 6. Untuk menambah
gejala darurat yang harus pengetahuan pasien dan
dilaporkan (misal rasa sakit keluarga sehingga dapat
yang tidak hilang saat mengambil keputusan
istirahat, luka tidak sembuh, yang tepat ketika ada
hilangnya rasa). tanda gejala darurat.
TTD TTD
Faisal Faisal

3. Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021
Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB
Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia
glukosa darah berhubungan keperawatan selama 1 kali (I.03115)
dengan resistensi insulin kunjungan, diharapkan 1. Identifikasi kemungkinan 1. Agar dapat mengantisipasi
ditandai dengan: ketidakstabilan kadar glukosa penyebab hiperglikemi. agar tidak terjadi
- Pasien mengatakan sering darah dapat teratasi dengan hiperglikemi.
merasa lapar dan haus. kriteria hasil:
- Pasien mengatakan sering Kestabilan Kadar Glukosa Darah 2. Monitor tanda dan gejala 2. Untuk mengetahui tingkat
buang air kecil terlebih (L.03022) hiperglikemia. hiperglimekia sehingga
jika malam hari. Ekspetasi: Menurun dapat ditentukan
- Pasien dan keluarga Kriteria Hasil A T intervensi yang tepat.
mengatakan kadar gula Lemas 3 4
darah selalu dibawah Kadar glukosa darah 3 4 3. Anjurkan menghindari 3. Jika gula darahnya tidak
200mg/dL. Keterangan: olahraga saat kadar glukosa diturunkan terlebih dahulu
- Pasien mengatakan 1: Meningkat darah lebih dari 250 mg/dL. kemudian langsung aktif
sedikit lemas. 2: Cukup meningkat berolahraga akan
- Gula darah sewaktu 3: Sedang membuat tubuh lemas.
pasien 166mg/dL. 4: Cukup menurun
4. Untuk memantau kadar
- Pasien tampak sedikit 5: Menurun 4. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah sehingga
lesu. TTD glukosa darah secara
dapat diketahui apa yang
Mile mandiri.
harus dilakukan dan tidak
TTD
dilakukan.
Mile
5. Anjurkan kepatuhan
5. Dengan diet yang patuh
terhadap diet.
dapat membuat kadar gula
darah terkontrol.

6. Ajarkan pengelolaan 6. Untuk menambah


diabetes (penggunaan pengetahuan pasien dan
insulin). keluarga waktu dan
tempat pemberian insulin
yang tepat.
7. Kolaborasi pemberian 7. Insulin berfungsi untuk
insulin. membantu mengontrol
TTD kadar gula darah (glukosa)
Mile dalam tubuh.
TTD
Mile

4. Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021
Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB
Resiko jatuh dengan faktor Setelah dilakukan tindakan Pencegahan jatuh (I.14540)
resiko usia > 65 tahun dan keperawatan selama 1 kali 1. Monitor kemampuan 1. Untuk mengetahui
penggunaan alat bantu kunjungan, diharapkan resiko berpindah dari tempat tidur kemampuan pasien dan
berjalan ditandai dengan: jatuh dapat teratasi dengan ke kursi roda atau merencanakan
- Pasien mengatakan kriteria hasil: sebaliknya. pencegahan resiko jatuh.
sedikit lemas. Tingkat Jatuh (L.14138)
- Pasien menggunakan Ekspektasi: Menurun 2. Pastikan roda tempat tidur 2. Untuk mengurangi
kursi roda. Kriteria Hasil A T dan kursi roda selalu dalam resiko jatuh pada pasien.
- Pasien saat berpindah dari Jatuh saat dipindahkan 4 5 kondisi terkunci.
kursi roda tampak Jatuh saat berdiri 4 5
3. Untuk mencegah pasien
sempoyongan. Keterangan: 3. Atur posisi pasien ditempat
jatuh dari tempat tidur.
- Penilaian Get Up and Go 1: Meningkat tidur.
Test: Resiko Tinggi 2: Cukup meningkat
TTD 3: Sedang 4. Anjurkan tetap 4. Untuk mencegah cidera
Ervieta 4: Cukup menurun menggunakan alat bantu saat berjalan.
5: Menurun berjalan.

5. Untuk mempermudah
TTD 5. Anjurkan memanggil
dan membantu pasien
Ervieta perawat jika membutuhkan
dalam berpindah.
bantuan untuk berpindah.

6. Alas kaki yang licin


6. Anjurkan menggunakan alas
meningkatkan resiko
kaki yang tidak licin.
jatuh pada pasien.

7. Anjurkan berkonsentrasi 7. Konsentrasi diperlukan


untuk menjaga untuk menjaga
keseimbangan tubuh. keseimbangan tubuh
agar tidak jatuh.

8. Anjurkan melebarkan jarak 8. Melebarkan kedua kaki


kedua kaki untuk membantu pasien agar
meningkatkan tidak sempoyongan saat
keseimbangan saat berdiri. berdiri.
5. Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021 Tanggal 11 Oktober 2021
Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB Pukul 09.20 WIB
Kesiapan peningkatan Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan (I.12383)
manajemen kesehatan keperawatan selama 1 kali 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Petugas kesehatan
(perawatan luka kaki kunjungan, diharapkan kesiapan kemampuan menerima memiliki potensi untuk
diabetes) ditandai dengan: peningkatan manajemen informasi. memberikan intervensi
- Pasien dan keluarga kesehatan dapat teratasi dengan setelah teridentifikasinya
mengatakan pasien rutin kriteria hasil: kesiapan dan
mengkonsumsi obat Tingkat pengetahuan (L.12111) kemampuan klien dalam
glimepiride 1 mg/8 jam Ekspektasi: Meningkat menerima informasi.
dan injeksi novorapid Kriteria Hasil A T
10IU/8 jam. Verbalisasi minat 4 5 2. Berikan kesempatan untuk 2. Saat memberikan
- Pasien dan keluarga dalam belajar bertanya. kesempatan bertanya,
mengatakan pasien rutin Kemampuan 4 5 pasien dan keluarga
cek gula darah. menjelaskan tentang merasa puas dalam
- Pasien dan keluarga suatu topik menyampaikan pesan
mengatakan pasien rutin Keterangan: dan turut serta terlibat
jogging setiap pagi 1: Menurun aktif dalam komunikasi
- Pasien mengatakan sudah 2: Cukup menurun dua arah selama
menjaga pola makan 3: Sedang penyampaian materi
dengan mengurangi 4: Cukup meningkat pendidikan kesehatan.
makanan manis, makanan 5: Meningkat 3. Ajarkan perilaku hidup 3. Perilaku yang diajarkan
berlemak, dan makanan sehat mengenai perawatan berupa perawatan kaki
cepat saji. kaki diabetes melitus. diabetes melitus dapat
- Keluarga pasien saat TTD meningkatkan
dilakukan perawatan luka Faisal TTD manajemen kesehatan
tampak antusias bertanya. Faisal pasien dan keluarga.
- Keluarga pasien tampak TTD
bertanya lebih bagus Faisal
mana lotion dengan
minyak zaitun, kasa apa
yang digunakan untuk
menutup luka, kenapa
harus membatasi
aktivitas.
TTD
Faisal
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan


No. Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1) Senin, 11/10/21 - Pukul 09.20 Pukul 10.00
Mengidentifikasi penyebab gangguan S:
integritas kulit. - Pasien mengatakan kakinya tidak nyeri.
- Pukul 09.22 - Pasien dan keluarga mengatakan akan melanjutkan
Melepas balutan dan plester secara menggunakan minyak ziatun di kaki.
perlahan. - Pasien dan keluarga mengatakan akan menjaga area luka
- Pukul 09.25 agar tetap bersih dan kering.
Memonitor karakteristik luka (ukuran, - Pasien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai
warna, bau, drainase) dan memonitor tanda dan gejala infeksi.
tanda-tanda infeksi. - O:
- Pukul 09.28 - Luka pertama: lebar 6 cm dengan kedalaman 3 cm,
Mempertahanan teknik steril saat slough sudah dibersihkan, kemerahan, tidak ada
melakukan perawatan luka. perdarahan, dan berbau khas.
Membersihkan dengan cairan NaCl - Luka kedua: lebar 4 cm dengan kedalaman 5 cm, slough
dan savlon sesuai kebutuhan. sudah dibersihkan, kemerahan, tidak ada perdarahan,
Membersihkan jaringan. Memberikan dan berbau khas.
obat iodosorb sesuai jenis luka. - Luka ketiga: lebar 4 cm dengan kedalaman 3 cm, slough
Memasang balutan sesuai jenis luka. sudah dibersihkan, kemerahan, perdarahan berkurang,
- Pukul 09.45 dan berbau khas.
Menganjurkan menggunakan - Luka tidak bengkak.
pelembab lotion atau minyak zaitun - Luka telah dibersihkan dengan cairan NacL dan savlon.
dan menganjurkan menjaga area luka - Luka telah diberikan obat iodosorb di ketiga luka
tetap bersih dan kering. pasien.
- Pukul 09.48 - Luka telat dibalut dengan kassa dan hepavik sesuai jenis
Menjelaskan tanda dan gejala infeksi. luka.
- Pukul 09.50 - Pasien dan keluarga tampak mengangguk menyetujui
Melakukan kolaborasi pemberian anjuran dari perawat.
antibiotic. - Pasien dan keluarga mampu menyebutkan kembali
TTD tanda dan gejala infeksi.
Ervieta - Dokter meresepkan obat antibitotik cotrimoxazole tab
480mg/12 jam.
A:
Gangguan integritas kulit dan jaringan teratasi sebagian.
Kriteria Hasil A C T
Kerusakan jaringan 2 2 3
Kerusakan kulit 2 2 3
Perdarahan 2 3 3
Kemerahan 2 2 3
Pigmentasi abnormal 2 3 3
P:
Lanjutkan intervensi:
Anjurkan keluarga untuk menyampaikan lembar disposisi
kepada perawat homecare mengenai langkah perawatan
luka.
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan.
2. Monitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran,
bau) dan tanda-tanda infeksi.
3. Rawat luka dengan teknik steril.
4. Bersihkan dengan cairan NaCl kemudian bersihkan
dengan cairan savlon.
5. Bersihkan jaringan nekrotik.
6. Bilas menggunakan cairan NaCL.
7. Berikan obat iodosorb sesuai luka.
8. Pasang balutan sesuai jenis luka.
TTD
Ervieta
2. Diagnosa Keperawatan: Perfusi Perifer Tidak Efektif
No. Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1) Senin, 11/10/21 - Pukul 09.21 Pukul 10.03
Mengidentifikasi faktor resiko S:
gangguan sirkulasi. - Pasien dan keluarga mengatakan sudah menderita
- Pukul 09.45 diabetes melitus ± 5 tahun.
Menganjurkan melakukan gerakan - Pasien dan keluarga mengatakan akan malakukan
pasif di kaki dan menganjurkan untuk gerakan pasif di kaki dan mengurangi aktivitas berjalan.
tidak banyak beraktivitas/jalan. - Pasien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai
- Pukul 09.48 tanda gejala darurat yang perlu dilaporkan.
Menginformasikan tanda dan gejala- O:
darurat yang harus dilaporkan (rasa - Nadi 80x/menit
sakit yang tidak hilang saat istirahat, - CRT > 3 detik
luka tidak sembuh, hilangnya rasa). - Warna kulit sedikit pucat
- Pukul 09.53 - Tugor kulit > 3 detik
Menghindari pengukuran tekanan - Nilai ABI 0,90 (PAD ringan).
darah pada ekstremitas dengan - Pasien dan keluarga tampak mengangguk menyetujui
keterbatasan perfusi dan meriksa anjuran dari perawat.
sirkulasi perifer (nadi, pengisian - Pasien dan keluarga mampu menyebutkan kembali
kapiler, warna, ankle brachial index). tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan.
A:
TTD Perfusi perifer tidak efektif teratasi sebagian.
Mile Kriteria Hasil A C T
Nadi 3 4 4
Warna kulit pucat 3 3 4
Pengisian kapiler 2 2 3
Turgor kulit 2 2 3
Indeks ankle brachial 2 2 3
P:
Lanjutkan intervensi:
Anjurkan keluarga untuk menyampaikan kepada perawat
homecare untuk memeriksa sirkulasi perifer di kaki.
TTD
Mile

3. Diagnosa Keperawatan: Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah


No. Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1) Senin, 11/10/21 - Pukul 09.21 Pukul 10.06
Mengidentifikasi kemungkinan S:
penyebab hiperglikemi dan memonitor - Pasien mengatakan tadi pagi minum teh.
tanda dan gejala hiperglikemia. - Pasien mengatakan lemas sudah berkurang.
- Pukul 09.25 - Pasien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai
Menjelaskan mengenai penggunaan penggunaan insulin.
insulin. - Pasien dan keluarga mengatakan akan mengikuti anjuran
- Pukul 09.45 perawat.
Menganjurkan menghindari olahraga- O:
saat kadar glukosa darah lebih dari 250 - Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali
mg/dL dan menganjurkan kepatuhan mengenai penggunaan insulin.
terhadap diet. - Pasien dan keluarga tampak mengangguk menyetujui
- 09.50 anjuran dari perawat.
Melakukan kolaborasi pemberian - Dokter meresepkan obat insulin 9IU/8jam.
insulin. - Gula darah sewaktu tadi pagi 166mg/dL.
TTD A:
Faisal Ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi sebagian.
Kriteria Hasil A C T
Lemas 3 4 4
Kadar glukosa darah 3 3 4
P:
Lanjutkan intervensi:
Anjurkan pasien memonitor glukosa darah secara mandiri.
TTD
Faisal
4. Diagnosa Keperawatan: Resiko Jatuh
No. Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1) Senin, 11/10/21 - Pukul 09.20 Pukul 10.09
Memastikan roda tempat tidur dan kursi S:
roda selalu dalam kondisi terkunci. - Pasien mengatakan setelah melebarkan jarak kedua kaki
Mengatur posisi pasien ditempat tidur. keseimbangan tubuhnya lebih terjaga.
- Pukul 09.21 - Pasien dan keluarga mengatakan akan mengikuti anjuran
Menganjurkan memanggil perawat jika perawat.
membutuhkan bantuan untuk- O:
berpindah. - Pasien tampak melebarkan kedua kaki saat akan
- Pukul 09.48 berpindah dari tempat tidur ke kursi roda.
Menganjurkan menggunakan alas kaki - Pasien tampak mampu berpindah dari tempat tidur ke
yang tidak licin, menganjurkan kursi roda tanpa terjatuh.
berkonsentrasi untuk menjaga - Pasien dan keluarga tampak mengangguk menyetujui
keseimbangan tubuh, dan anjuran dari perawat.
menganjurkan melebarkan jarak kedua A:
kaki untuk meningkatkan Resiko jatuh teratasi penuh.
keseimbangan saat berdiri. Kriteria Hasil A C T
Jatuh saat dipindahkan 4 5 5
Jatuh saat berdiri 4 5 5
- Pukul 09.58 P:
Memonitor kemampuan berpindah dari Pertahankan intervensi:
tempat tidur ke kursi roda. Anjurkan pasien tetap menggunakan alat bantu berjalan
(kursi roda).
TTD TTD
Ervieta Ervieta

5. Diagnosa Keperawatan: Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan


No. Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1) Senin, 11/10/21 - Pukul 09.51 Pukul 10.10
Mengidentifikasi kesiapan dan S:
kemampuan menerima informasi. - Pasien dan keluarga mengatakan siap menerima
- Pukul 09.53 informasi dari perawat.
Mengajarkan perilaku hidup sehat - Pasien dan keluarga mengatakan sudah paham mengenai
mengenai perawatan kaki diabetes perawatan kaki diabetes.
melitus. - O:
- Pukul 09.58 - Pasien dan keluarga tampak mampu menjelaskan
Memberikan kesempatan untuk kembali beberapa cara perawatan kaki diabetes melitus.
bertanya. - Keluarga tampak aktif bertanya.
TTD
Mile A:
Kesiapan peningkatan manajemen kesehatan teratasi penuh.
Kriteria Hasil A C T
Verbalisasi minat dalam belajar 4 5 5
Kemampuan menjelaskan tentang suatu 4 5 5
topik
P:
Pertahankan intervensi:
Anjurkan pasien tetap menerapkan perilaku hidup sehat
mengenai perawatan kaki.
TTD
Mile
BAB IV
ANALISA JURNAL

1. Judul : Proses Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Dengan Perawatan Luka Metode
Moist Wound Healing.
Oleh : Andin Fellyta Primadani, Dwi Nurrahmantika
Tahun : 2021
Link : https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda/article/view/6255
Salah satu metode perawatan luka kaki diabetic yang dapat digunakan adalah
dengan moist wound healing yang berupa pemberian hydrogel dan foam dressing.
Hydrogel merupakan bahan yang mengandung air dan mampu menurunkan suhu pada
luka sehingga luka tetap terhidrasi dengan baik, tercipta suasana lembab, dan sebagai
debridemen alami melalui proses autolitik. Foam dressing adalah bahan yang mampu
menyerap eksudat dari sedikit hingga banyak, mampu menciptakan suasana lembab,
dapat melindungi jaringan yang luka, tonjolan tulang, dan granulasi jaringan. Kedua
dressing tersebut mampu digunakan bersamaan dengan antibiotik ataupun obat topikal
(Handayani, 2016).
Pelaksanaan implementasi yaitu dengan mengkaji karakteristik luka, merawat
luka dengan dengan normal salin dan sabun untuk mencuci luka, mengompres luka
dengan metronidazole selama 1 menit, memberikan topical hydrogel, menutup luka
dengan foam dressing dan kassa steril. Hasil observasi luka menggunakan instrument
Bates-Jensen Wound Assessment Tool, pada hari pertama didapatkan skor total dari 13
item penilaian adalah 31 dan 32, sedangkan pada hari kedua adalah sebanyak 28 dan
27. Semakin tinggi skor total, maka semakin tinggi tingkat keparahan dari luka
diabetic. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor yang berarti juga
ada perbaikan jaringan luka. Penerapan perawatan luka dengan metode moist wound
healing terbukti membantu pasien dalam mempercepat repitalisasi jaringan dan
keberhasilan kesembuhan luka diabetic.
2. Judul : Pengaruh Modern Dressing Terhadap Rerata Skor Penyembuhan Luka Ulkus
Diabetikum.
Oleh : Dessy Khoirunisa, Dayan Hisni, Retno Widowati.
Tahun : 2020
Link : http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/jnm/article/view/12967
Perawatan modern dressing pada penelitian ini dengan hydrogel, metcovazin,
foam, allginet, hydrocolloid. Hasil observasi luka menggunakan instrument Bates-
Jensen Wound Assessment Tool, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
bahwa modern dressing dengan hydrogel, metcovazin, foam, allginet, hydrocolloid
mampu menurunkan rerata skor penyembuhan luka dengan perbedaan rerata skor
mean sebelum 35,00 dan mean sesudah 26,28 skor yang berarti mengalami
penurunan, dengan hasil p-value 0,000. Hal ini berhubungan dengan terdapatnya
penurunan derajat luka disebabkan oleh metode perawatan luka dengan hydrocolloid
yang dapat menjaga dan mempertahankan moist balance, mendukung autolisis
jaringan nekrosis, sehingga mempercepat regenerasi penyembuhan luka. Hal ini juga
berhubungan dengan balutan modern (metcovazine) topikal terapi yang mengandung
zinc, metronidazole dan nistatin yang berfungsi mendukung autolisis debridement,
menjaga kelembapan pada area luka, membuang jaringan nekrotik, kontrol infeksi
atau invasi bakteri, mempercepat proses penyembuhan luka, mengurangi nyeri saat
balutan dibuka dan menghindari trauma.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pada diagnosa keperawatan gangguan integritas kulit dan jaringan berhubungan
dengan neuropati perifer, selama implementasi keperawatan pasien dan keluarga
kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti
dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka gangguan integritas kulit dan
jaringan teratasi sebagian, dikarenakan kerusakan jaringan dari 2 tetap 2 belum
mencapai terget, kerusakan kulit dari 2 tetap 2 belum mencapai terget, perdarahan
dari 2 menjadi 3 sesuai target, kemerahan dari 2 tetap 2 belum mencapai terget,
dan pigmentasi abnormal dari 2 menjadi 3 sesuai target.
2. Pada diagnosa keperawatan perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
penurunan aliran arteri/vena, selama implementasi keperawatan pasien dan
keluarga kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan
mengikuti dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka perfusi perifer tidak
efektif teratasi sebagian, dikarenakan nadi pasien dari 3 menjadi 4 sesuai terget,
warna kulit pucat dari 3 tetap 3 belum mencapai target, pengisian kapiler dari 2
tetap 2 belum mencapai terget, turgor kulit dari 2 tetap 2 belum mencapai terget,
dan indeks ankle brachial dari 2 tetap 2 belum mencapai terget.
3. Pada diagnosa keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan
dengan resistensi insulin, selama implementasi keperawatan pasien dan keluarga
kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti
dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka ketidakstabilan kadar glukosa
darah teratasi sebagian ketidakstabilan kadar glukosa darah teratasi sebagian,
dikarenakan keluhan lemas dari 3 menjadi 4 sesuai terget dan kadar glukosa darah
dari 3 tetap 3 belum mencapai target.
4. Pada diagnosa keperawatan resiko jatuh dengan faktor resiko usia > 65 tahun dan
penggunaan alat bantu berjalan, selama implementasi keperawatan pasien dan
keluarga kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan
mengikuti dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka resiko jatuh teratasi
penuh, dikarenakan jatuh saat dipindahkan dari 4 menjadi 5 sesuai terget dan
jatuh saat berdiri dari 4 menjadi 5 sesuai target.
5. Pada diagnosa keperawatan kesiapan peningkatan manajemen kesehatan, selama
implementasi keperawatan pasien dan keluarga kooperatif, pasien mampu
mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan benar. Berdasarkan
kriteria hasil maka kesiapan peningkatan manajemen kesehatan teratasi penuh,
dikarenakan verbalisasi minat dan belajar dari 4 menjadi 5 sesuai terget dan
kemampuan menjelaskan tentang suatu topik dari 4 menjadi 5 sesuai target.

B. Saran
1. Pada saat melakukan pengkajian, data yang didapat harus lebih lengkap dan
akurat sesuai dengan kondisi pasien saat itu, kaji setiap tanda dan gejala yang
dirasakan atau yang dialami oleh pasien.
2. Dalam merumusakan diagnosa, sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pasien dan
data fokusnya.
3. Dalam membuat intervensi dan melakukan implementasi keperawatan perlu
dilandasi dengan teori yang ada dan mengacu pada kondisi yang nyata yang
dialami oleh pasien pada saat itu juga. Perawat perlu adanya komunikasi antar tim
kesehatan dan juga pendelegasian.
4. Pada saat evaluasi, perlu dilakukan secara subjektif dan objektif agar mengetahui
tingkat keberhasilan dari tindakan keperawatan apakah masalah tersebut teratasi
atau tidak. Jika masalah teratasi, intervensi apa yang harus dipertahankan dan
dihentikan dan jika masalah tidak teratasi atau belum teratasi maka intervensi apa
yang harus dilakukan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai