Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KASUS LAPORAN KEUANGAN PALSU


PT GARUDA INDONESIA (PERSERO)

DIAJUKAN OLEH:
DANIEL 125180002
STELLA LEONITA KANGEAN 125180028
SELLA DESTIKA 125180032

UNTUK MENYANGGUPI NILAI MATA KULIAH


ETIKA DAN TATA KELOLA KELAS AY

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Laporan keuangan merupakan informasi penting perusahaan mengenai
data keuangan dan aktivitas operasional perusahaan pada periode akuntansi
tertentu. Informasi yang ada di laporan keuangan digunakan oleh pihak-pihak
yang memiliki kepentigan dalam perusahaan guna untuk pengambilan keputusan
demi keberlangsungan perusahaan. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan
informasi berupa neraca (laporan posisi keuangan), laporan laba rugi, laporan
perubahan akuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan posisi
keuangan perusahaan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2009). Informasi dalam laporan keuangan yang disajikan
harus memiliki kualitas relevansi, komparatif, dan kenadalan agar bebas dari salah
saji material, akurat, serta disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku.
Pada umumnya, perusahaan akan berusaha secara maksimal agar dapat
menyusun laporan keuangan yang wajar, sempurna, dan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku secara umum. Sehingga, laporan keuangan dapat
mencerminkan kondisi perusahaan apakah berhasil atau gagal dalam mencapai
target yang telah ditetapkan. Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan
sulit untuk mencapai sempurna oleh para manajemen. Namun, karena semua
manajemen ingin menyajikan kinerja terbaik agar bisa mendapatkan imbalan
dalam bentuk keuangan atau non keuangan dari perusahaan, sehingga cenderung
untuk melakukan manipulasi laporan keuangan atau biasa disebut sebagai
kecurangan laporan keuangan (fraud) padahal kinerjanya tidak begitu baik.
Earning management yang dilakukan perusahaan adalah salah satu cara
untuk melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan agar perusahaan bisa
mendapatkan citra yang positif. Kecurangan terhadap laporan keuangan tersebut
disengaja oleh manjemen untuk menipu pengguna laporan keuangan. Dampak
dari kecurangan laporan keuangan dapat merugikan banyak pihak dan berakibat
fatal untuk keberlangsungan perusahaan. Maka diperlukannya pihak ketiga yaitu
akuntan publik. Akuntan publik dalam hal ini memberi opini wajar atau tidak
dalam menilai laporan keuangan yang telah dibuat manajemen. Peran akuntan
publik ini sangat vital karena berguna bagi dunia bisnis dan masyarakat luas.
Telah terjadi berbagai kasus mengenai kecurangan terhadap laporan
keuangan yang terjadi di Indonesia. Contoh kasus yang pernah terjadi antara lain
adalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang gagal bayar sehingga klaim nasabah
tidak cair. Lalu, kasus PT Sunprima Nusantara yang gagal bayar dan merugikan
14 Bank di Indonesia hingga triliunan rupiah. Lalu kasus yang tidak terduga
adalah pada pertengahan tahun 2019, salah satu perusahaan maskapai nasional
terkenal di Indonesia, yaitu Garuda Indonesia telah terungkap bahwa sedang
tersandung kasus skandal laporan keuangan Maskapai penerbangan Garuda
Indonesia sebagai perusahaan yang sudah melaporkan kinerja keuangan tahun
buku 2018 kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun 2018, kinerja
keuangan PT Garuda Indonesia berhasil membukukan laba bersih sebesar US$809
ribu. Hal tersebut berbanding terbalik dengan tahun 2017 yang merugi US$216,58
juta. Hasil kinerja keuangan tersebut terbilang cukup mengejutkan lantaran pada
kuartal III 2018 perusahaan masih merugi sebesar US$114,08 juta.
Hal ini tidak sesuai dengan etika dan tata kelola perusahaan yang baik.
Dapat dilihat bahwa terdapat praktik yang tidak sehat dalam tata kelola
perusahaan PT Garuda Indonesia. Alat ukur untuk menjamin direksi dan manajer
untuk berkinerja lebih baik untuk kepentigan investor adalah tata kelola
perusahaan (Jackson, 2009). Struktur dewan komisaris, komite audit independent,
dan konsentrasi kepemuilikan dapat mengukur kualitas tata kelola perusahaan.
Tata kelola perusahaan yang baik dipengaruhi dari pengawasan dan kepentingan
individu sebagai pemegang saham. Pengawasan yang menjadi satu komponen
penting tata kelola perusahaan yang baik kurang dimiliki oleh PT Garuda
Indonesia. Maka, kasus ini menimbulkan perdebatan antara pihak-pihak yang
bersangkutan dengan laporan tahunan PT Garuda Indonesia yang akan dibahas
pada bab selajutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah kami uraikan di atas, kami
merumuskan masalah-masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana awal mula skandal laporan keuangan palsu PT Garuda Indonesia
terjadi?
2. Apa saja sanksi dan pelanggaran yang dilakukan PT Garuda Indonesia?
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari skandal laporan keuangan palsu PT

Garuda Indonesia ?
4. Bagaimana kaitan skandal laporan keuangan palsu PT Garuda Indonesia
dengan sudut pandang tata kelola perusahaan yang baik?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan awal mula skandal laporan keuangan palsu PT Garuda
Indonesia
2. Mendeskripsikan pelanggaran yang dilakukan PT Garuda Indonesia
3. Mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan dari skandal laporan keuangan
palsu PT Garuda Indonesia
4. Mendeskripsikan kaitan skandal laporan keuangan palsu PT Garuda Indonesia
dengan sudut pandang tata Kelola perusahaan yang baik

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini yaitu menambah perbendaharaan penelitian tentang
kasus laporan keuangan palsu PT Garuda Indonesia dan menambah wawasan
pembaca tentang bagaimana awal mula skandal laporan keuangan palsu PT
Garuda Indonesia, mengetahui pelanggaran yang dilakukan PT Garuda Indonesia,
mendeskripsikan dampak yang ditimbulkan, serta mengetahui kaitannya dengan
sudut pandang tata kelola perusahaan yang baik
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Laporan Keuangan


Menurut Kieso, dkk (2007), Laporan Keuangan diartikan sebagai alat yang
digunakan oleh suatu entitas untuk mengkomunikasikan keadaan mengenai
kondisi keuangannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan baik yang
merupakan pihak internal entitas maupun eksternal entitas. Penyusunan laporan
keuangan oleh entitas atau perusahaan memiliki tujuan-tujuan tertentu.
Menurut Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan, tujuan laporan keuangan
adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, seta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi, Laporan keuangan juga
menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship) atau
pertanggunggjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya (Ikatan Akuntan Indonesia, 2002).

2.2 Audit
Menurut Mulyadi (2002), audit adalah suatu proses sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan. Sementara menurut Suharli (2006), audit atas laporan
keuangan (financial audit) merupakan evaluasi kewajaran laporan keuangan yang
disajikan oleh manajemen secara keseluruhan dibandingkan dengan standar
akuntansi keuangan yang berlaku umum. Tujuan dilakukannya audit dimaksudkan
untuk menilai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia (Agoes, 2004).
2.3 Kecurangan (Fraud)
Kecurangan (fraud) merupakan tindakan yang tidak etis dalam dunia
usaha. Menurut Dewi, Dermawan, dan Susanti (2017), kecurangan (fraud) adalah
tindakan tidak jujur yang dilakukan oleh karyawan atau entitas yang
menghasilkan keuntungan pribadi bagi karyawan atau entitas namun
menimbulkan kerugian bagi pihak berkepentingan lainnya.
Menurut Marliani dan Jogi (2015), kecurangan dapat disebabkan karena
tiga faktor yang dapat digambarkan dalam segitiga kecurangan (fraud triangle)
yang pertama kali dicetuskan oleh Cressey pada tahun 1953. Dalam teori segitiga
kecurangan tersebut, Cressey menguraikan tiga faktor yang menjadi penyebab
kecurangan, yaitu Pressure (tekanan), Opportunity (kesempatan), Rationalization
(rasionalisasi), yang merupakan pembenaran diri atau alasan yang
membenarkan suatu tindakan kecurangan.
Ada dua jenis kecurangan yang paling umum terjadi dan mempengaruhi
laporan keuangan, salah satunya adalah pelaporan keuangan yang curang, dimana
menurut Dewi, Dermawan, dan Susanti (2017), pelaporan keuangan yang curang
adalah jenis kecurangan yang dilakukan oleh manajer perusahaan yang membuat
ayat jurnal yang salah dan menyesatkan di pembukuan sehingga laporan keuangan
perusahaan tampak lebih baik dari yang sebenarnya dengan tujuan menipu
investor dan kreditor agar mau menginvestasikan atau meminjamkan uang kepada
perusahaan. Istilah kecurangan tersebut biasa dikenal dengan window dressing.

2.4 Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)


Menurut Velnampy (2013), tata kelola perusahaan (corporate governance)
merupakan suatu sistem yang terdiri dari sekumpulan struktur, prosedur, dan
mekanisme yang dirancang untuk pengelolaan perusahaan dengan berlandaskan
prinsip akuntabilitas yang dapat meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka
panjang. Sementara Desai dan Dharmapala (2007) mendefinisikan tata kelola
perusahaan sebagai sistem yang berfungsi sebagai pengatur dan pengendali
perusahaan dengan tujuan menciptakan nilai tambah (value added) bagi
pemegang saham perusahaan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Awal Mula Skandal Laporan Keuangan Palsu PT Garuda Indonesia


Pada 2 April 2019, Skandal laporan keuangan palsu PT Garuda Indonesia
mulai diberitakan yang mana berawal dari hasil laporan keuangan Garuda
Indonesia untuk tahun buku 2018. Dalam laporan keuangan tersebut, Garuda
Indonesia Group membukukan laba bersih sebesar USD809,85 ribu atau setara
Rp11,33 miliar (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS). Angka ini melonjak tajam
dibanding 2017 yang menderita rugi USD216,58 juta.
Pada 24 April 2019, laporan keuangan tersebut menimbulkan polemik,
lantaran dua komisaris Garuda Indonesia yakni Chairal Tanjung dan Dony
Oskaria, dimana keduanya menganggap laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia
tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Pasalnya,
Garuda Indonesia memasukan keuntungan dari PT Mahata Aero Teknologi yang
memiliki utang kepada maskapai berpelat merah tersebut.
Pada 30 April 2019, Bursa Efek Indonesia (BEI) memanggil jajaran
direksi Garuda Indonesia. Pertemuan juga dilakukan bersama auditor KAP
Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku belum bisa menetapkan sanksi
kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang &
Rekan (Member of BDO Internasional).
Pada 2 Mei 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta BEI untuk
melakukan verifikasi laporan keuangan. Garuda OJK meminta kepada BEI untuk
melakukan verifikasi terhadap kebenaran atau perbedaan pendapat mengenai
pengakuan pendapatan dalam laporan keuangan Garuda 2018. Selain OJK,
masalah terkait laporan keuangan maskapai Garuda ini juga mengundang
tanggapan dari Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi.
Pada 3 Mei 2019, Penjelasan Garuda Indonesia terkait laporan keuangan
Garuda Indonesia akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi setelah laporan
keuangannya ditolak oleh dua Komisarisnya. Maskapai berlogo burung Garuda ini
mengaku tidak akan melakukan audit ulang terkait laporan keuangan 2018 yang
dinilai tidak sesuai karena memasukan keuntungan PT Mahata Aero Teknologi
Pada 21 Mei 2019, DPR memanggil manajemen Garuda Indonesia.
Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra
mengatakan, latar belakang mengenai laporan keuangan yang menjadi sangat
menarik adalah soal kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi. Kerja sama
yang diteken pada 31 Oktober 2018 ini mencatatkan pendapatan yang masih
berbentuk piutang sebesar USD239.940.000 dari Mahata. Dari jumlah itu, USD28
juta di antaranya merupakan bagi hasil yang seharusnya dibayarkan Mahata.
Pada 14 Juni 2019, Kemenkeu temukan dugaan laporan keuangan garuda
tak sesuai standar. Kemenkeu telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap KAP
Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan terkait laporan keuangan tahun 2018
milik Garuda. berdasarkan hasil pertemuan dengan pihak KAP disimpulkan
adanya dugaan audit yang tidak sesuai dengan standar akuntansi.
Pada 18 Juni 2019, BEI menunggu keputusan OJK terkait sanksi yang
akan diberikan kepada Garuda. Manajemen bursa saat itu telah berkoordinasi
intens dengan OJK. Namun BEI belum membeberkan lebih lanjut langkah ke
depan itu dari manajemen bursa. (Hartomo, 2019).

3.2 Pelanggaran yang Dilakukan PT Garuda Indonesia


Pelanggaran yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia secara garis besar
yaitu karena adanya premature revenue recognition yang dilakukan oleh PT
Garuda Indonesia, sehingga laporan keuangan 2018 PT Garuda Indonesia tidak
sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), dimana PT
Garuda Indonesia memasukan keuntungan dari PT Mahata Aero Teknologi yang
memiliki utang kepadanya. Menurut Setyowati (2019), OJK menyatakan bahwa
PT Garuda Indonesia telah terbukti melanggar Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Laporan keuangan yang disampaikan kepada
Bapepam wajib disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. PT
Garuda Indonesia juga menyalahi peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7
tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan
Publik, Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan
Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, serta Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa

3.3 Dampak Skandal Laporan Keuangan Palsu PT Garuda Indonesia


Dampak yang timbul akibat skandal pemalsuan laporan keuangan oleh PT
Garuda Indonesia tentunya dapat secara langsung dirasakan oleh pihak PT Garuda
Indonesia sendiri. Diketahui bahwa masing-masing anggota direksi PT Garuda
Indonesia dijatuhi sanksi oleh OJK berupa denda sebesar Rp. 100.000.000,- atas
pelanggaran Peraturan Bapepam No. VIII.G.11 Tentang Tanggung Jawab Direksi
atas Laporan Keuangan. Selain itu, BEI juga diketahui menjatuhi sanksi kepada
PT Garuda Indonesia berupa denda sebesar Rp. 250.000.000,- dan perbaikan
Laporan Keuangan. Selain sanksi berupa denda, PT Garuda Indonesia tentunya
mendapat kecaman dari publik akibat kasus pemalsuan laporan keuangan, yang
dalam hal ini berdampak pada tercemarnya citra perusahaan.
Selain berdampak pada PT Garuda Indonesia sendiri, skandal pemalsuan
laporan keuangan tersebut juga berdampak pada pemangku kepentingan. PT
Garuda Indonesia seperti investor dan kreditur. Investor dan kreditur tentunya
membutuhkan informasi yang jujur dan benar mengenai keadaan finansial
perusahaan sebagai acuan mereka dalam mengambil keputusan. Ketika laporan
keuangan yang menjadi acuan pengambilan keputusan ternyata tidak
mencerminkan keadaan yang sesungguhnya, maka dalam hal ini pihak investor
dan kreditur dapat menderita kerugian.

3.4 Kaitan Skandal Laporan Keuangan Palsu PT Garuda Indonesia


dengan Sudut Pandang Etika dan Tata Kelola yang Baik
Dalam perdebatan kasus PT Garuda Indonesia dapat dilihat bahwa laporan
keuangan yang dihasilkan mempunyai kredibilitas yang rendah. Jika kredibilitas
laporan keuangan suatu perusahaa rendah, maka implementasi good corporate
governance (GCG) tidak berjalan sesuai dengan peraturan yang ada. Good
corporate governance diperlukan suatu perusahaan karena dapat menciptakan
nilai tambah (value added) bagi perusahaan. GCG mengendalikan perilaku
pengelola perusahaan untuk menyamakan kepentingan pemilik perusahaan
dengan pengelola perusahaan agar tidak terjadi kesenjangan.
Untuk terselenggaranya GCG agar dapat meningkatkan kredibilitas
laporan keuangan ada beberapa prinsip GCG, yaitu transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi, kesetaraan dan kewajaran. Prinsip transparansi
berhubungan erat dengan kredibilitas informasi laporan keuangan yang
disampaikan oleh perusahaan. Kredibilitas laporan keuangan perusahaan tinggi
maka kepercayaan investor terhadap perusahaan juga tinggi. Prinsip akuntabilitas
mengharuskan adanya kejelasan fungsi, struktur, dan tanggung jawab perusahaan
agar aktivitas perusahaan dapat berjalan secara efektif. Prinsip responsibilitas
bermakna adanya pertanggungjawaban yang dimiliki oleh perusahaan. Prinsip ini
menjelaskan bagaimana tanggung jawab perusahaan dalam mengakomodasi
kepentingan pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan.
Pertanggungjawaban perusahaan akan baik jika memiliki kesesuaian (patuh)
terhadap peraturan yang ada dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Prinsip
independensi mengharuskan perusahaan menghindari terjadinya dominasi dari
pihak lain (harus independent). Prinsip kesetaraan dan kewajaran mengandung
makna perlakuan yang setara dalam memenuhi hak pihak berkepentingan yang
sesuai dengan perjanjian dan peraturan yang ada.
Jika dihubungkan dengan prinsip GCG yang ada, kasus kecurangan
laporan keuangan PT Garuda Indonesia tidak menjalankan prinsip GCG yang ada.
PT Garuda Indonesia tidak patuh terhadap peraturan yang ada dalam menyusun
laporan keuangannya dan tidak bertanggung jawab terhadap masalah yang
ditimbulkan karena merugikan banyak pihak. Sehingga, bisa dikatakan bahwa tata
kelola perusahaan PT Garuda Indonesia kurang baik. Kasus ini menjadi contoh
mengenai kegagalan perusahaan dalam mengelola kepatuhan atau yang disebut
dengan compliance management yang gagal.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan & Saran


Pelanggaran yang dilakukan oleh PT Garuda Indonesia secara garis besar
yaitu karena adanya premature revenue recognition yang dilakukan oleh PT
Garuda Indonesia, sehingga laporan keuangan 2018 PT Garuda Indonesia tidak
sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Dampak yang timbul akibat skandal pemalsuan laporan keuangan oleh PT
Garuda Indonesia yaitu masing-masing anggota direksi PT Garuda Indonesia
dijatuhi denda Rp. 100.000.000,- tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan
Keuangan. Selain itu, BEI juga diketahui menjatuhi sanksi kepada PT Garuda
Indonesia berupa denda sebesar Rp. 250.000.000. Selain berdampak pada PT
Garuda Indonesia sendiri, skandal pemalsuan laporan keuangan tersebut juga
berdampak pada pemangku kepentingan
Dalam kasus PT Garuda Indonesia dapat dilihat bahwa laporan keuangan
memiliki kredibilitas yang rendah. Jika kredibilitas laporan keuangan suatu
perusahaan rendah, maka implementasi good corporate governance tidak berjalan
sesuai dengan peraturan yang ada. Untuk terselenggaranya GCG ada beberapa
prinsip yang harus diketahui yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, kesetaraan dan kewajaran
Dapat dilihat dari kasus tersebut, sebaiknya PT Garuda Indonesia sebagai
perusahaan go public lebih memperhatikan dan mempelajari bagaimana
membentuk good corporate governance untuk kedepannya. Perusahaan yang
besar harus memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Good corporate
governance jika dijalankan sesuai dengan prinsip dan peraturan yang berlaku
dapat meningkatkan kepercayaan investor dan pihak-pihak yang terkait dengan
perusahaan. Sehingga, kasus yang dialami PT Garuda Indonesia ini tidak terulang
lagi kedepannya dan dapat meningkatkan kredibilitas laporan keuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S. (2004). Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik


Edisi Ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

Desai, M. A., & Dharmapala, D. (2007). Taxation and corporate governance: An


economic approach. Tax and Corporate Governance, Springer-Verlag,
forthcoming.

Dewi, S. P., Dermawan, E. S., Susanti, M. (2017). Pengantar Akuntansi. Bogor:


In Media.

Ikatan Akuntan Indonesia. (2002). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:


Salemba Empat.

Ikatan Mahasiswa Akuntansi Gadjah Mada. (2020). Kaus Garuda Indonesia,


Riwayatmu Kini. Retrieved from https://imagama.feb.ugm.ac.id/kasus-
garuda-indonesia-riwayatmu-kini/

Kieso, E., Weygandt, J. J., Warfield, T. D. (2007). Intermediate Accounting 12th


Edition. Jakarta: Erlangga.

Mahesarani, D. S. (2015). Pengaruh Tata Kelola Perusahaan terhadap Potensi


Kecurangan Laporan Keuangan (Skripsi, Universitas Diponegoro,
Semarang). Diperoleh dari https://core.ac.uk/download/pdf/76928959.pdf

Marliani, M. & Jogi, Y. (2015). Persepsi Pengaruh Fraud Triangle Terhadap


Pencurian Kas. 22 Business Accounting Review, 3(2), 21-31.

Mulyadi. (2002). Auditing Edisi Keenam. Jakarta: Salemba Empat.

Oke Finance. (2019). Kronologi Kasus Laporan Keuangan Garuda Indonesia


hingga Kena Sanksi. Retrieved from
https://economy.okezone.com/read/2019/06/28/320/2072245/kronologi-
kasus-laporan-keuangan-garuda-indonesia-hingga-kena-sanksi

Setyowati, T. (2019). Kasus Audit PT Garuda Indonesia. Universitas Islam As-


Syafiiyah, Bekasi.

Suharli, M. (2006). Audit Finansial, Audit Manajemen dan Sistem Pengendalian


Intern. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 36-59.
Velnampy, T. (2013). Corporate Governance and Firm Performance: A Study of
Sri Lankan Manufacturing Companies. Journal of Economics and
Sustainable Development, 4(3), 228-235.

Anda mungkin juga menyukai