Anda di halaman 1dari 66

A.

Pelaksanaan Wasiat

Apabila seseorang meninggal dunia dengan meninggalkan


surat wasiat maka ketetapan dalam wasiat tersebut harus
dilaksanakannya. Sisa harta setelah dilaksanakannya wasiat
dibagikan kepada ahli waris berdasarkan undang-undang. Hal
tersebut sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 874
KUHPerdata, yang berbunyi:

“Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia,


adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-
undang, sekedar terhadap dengan surat wasiat tidak telah
diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.”1

Wsaiat yang dibuat oleh Pewaris tersebut dapat berupa


pengangkatan ahli waris (erfsteling) dan/atau berupa hibah wasiat
(legaat). Dalam hal terdapat wasiat berupa pengangkatan ahli waris
(erfstelling) serta hibah wasiat (legaat) maka yang harus
dilaksanakan terlebih dahulu adalah hibah wasiat (legaat). Setelah
dikeluarkannya hibah wasiat (legaat) barulah kemudian dilakukan
pelaksanaan wasiat berupa pengangkatan ahli waris (erfstelling) dari
sisa harta peninggalan Pewaris dan selanjutnya jika masih ada sisa
maka sisa harta tersebut dibagikan kepada ahli waris berdasarkan
undang-undang.

1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op.Cit., Pasal 874
Contoh kasus 1 :

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B dan 3 (tiga) orang anak


sah yaitu C, D dan E. Dalam wasiatnya A mengangkat anaknya C
sebagai ahli warisnya untuk sebesar 1/5 (satu perlima) dari harta
peninggalan A. Hitunglah pembagian harta peninggalan A.
A B

1/5

C D E

Jawaban:
Harta Peninggalan A = 1
Pelaksanaan Wasiat :
C = 1/5
Sisa HP. A = 1 – 1/5 = 4/5, untuk B, C, D dan E
B, C, D dan E masing-masing = 1/4 x 4/5 = 1/5
Jadi Pembagaian HP. A :
B = 1/5
C = 1/5 + 1/5 = 2/5
D = 1/5
E = 1/5
_________ +
5/5

Contoh kasus 2 :

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B dan 3 (tiga) orang anak


sah yaitu C, D dan E. Dalam wasiatnya A memberikan hibah wasiat
kepada D berupa sebuah bangunan rumah tinggal, yang terletak di
Jakarta Timur, jalan Pemuda Nomor 10, senilai Rp. 800.000.000.-
(delapna ratus juta Rupiah).Pada saat A meninggal dunia, disamping
bangunan rumah tinggal tersebut A juga meninggalkan harta berupa:
-Tanah dan bangunan di Jakarta Pusat, Jalan Menteng Raya seharga
Rp. 10.000.000.000.- (sepuluh milyar Rupiah)
-Uang Tunai sebesar Rp. 5.000.000.000.- (lima mliyar Rupiah)
-Deposito di Bank BNI sebesar Rp. 15.000.000,000.- (lima belas
milyar Rupiah)
-sebuah Mobil senilai = Rp. 500.000.000.- (lima ratus juta Rupiah)
-Utang di bank BNI sebesar Rp. 1.300.000.000.-. (satu milyar tiga
ratus juta Rupiah).Hitunglah pembagian harta peninggalan A.
A B

Rumah Jln Pemuda

C D E

Jawaban :
Harta Peninggalan A :
Aktiva :
1. Rumah jln Pemuda No. 10 =Rp. 800.000.000.-
2. Tanah dan bangunan di Jakarta
Pusat, Jalan Menteng Raya seharga=Rp. 10.000.000.000.-
3. -Uang Tunai sebesar =Rp. 5.000.000.000.-
4. -Deposito di Bank BNI sebesar =Rp. 15.000.000,000.-
5. -sebuah Mobil senilai =Rp. 500.000.000.-
----------------------------
+
Rp. 31.300.000.000.-
Pasiva:
-Utang di bank BNI sebesar = Rp. 1.300.000.000.-.
----------------------------
-
Saldo = Rp. 30.000.000.000.-

Pelaksanaan Wasiat :
Legaat kepada C; Rumah jln Pemuda = Rp. 800.000.000.-
------------------------------
-
Sisa harta = Rp. 29.200.000.000.-
Untuk B, C, D dan E, masing-masing = 1/4 x 29.200.000.000 = Rp.
7.300.000.000.-
Jadi Pembagian HP. A :
B = 7. 300.000.000.-
C = 7.300.000.000 +800.000.000 = 8.100.000.000
D = 7. 300.000.000.-
E = 7. 300.000.000.-
---------------------------- +
30.000.000.000.-
Contoh kasus 3 :

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B dan 3 (tiga) orang anak


sah yaitu C, D dan E. Dalam wasiatnya A mengangkat anaknya C
sebagai ahli warisnya untuk sebesar 1/5 (satu perlima) bagian dari
harta peninggalan A dan memberikan hibah wasiat kepada D berupa
sebuah bangunan rumah tinggal, yang terletak di Jakarta Timur,
jalan Pemuda Nomor 10, senilai Rp. 800.000.000.- (delapna ratus
juta Rupiah).Pada saat A meninggal dunia, disamping bangunan
rumah tinggal tersebut A juga meninggalkan harta berupa:
-Tanah dan bangunan di Jakarta Pusat, Jalan Menteng Raya seharga
Rp. 10.000.000.000.- (sepuluh milyar Rupiah)
-Uang Tunai sebesar Rp. 5.000.000.000.- (lima mliyar Rupiah)
-Deposito di Bank BNI sebesar Rp. 15.000.000,000.- (lima belas
milyar Rupiah)
-sebuah Mobil senilai = Rp. 500.000.000.- (lima ratus juta Rupiah)
-Utang di bank BNI sebesar Rp. 1.300.000.000.-. (satu milyar tiga
ratus juta Rupiah).Hitunglah pembagian harta peninggalan A.

A B

Rumah Jln Pemuda


1/5

C D E

Jawaban :
Harta Peninggalan A :
Aktiva :
1. Rumah jln Pemuda No. 10 =Rp. 800.000.000.-
2. Tanah dan bangunan di Jakarta
Pusat, Jalan Menteng Raya seharga=Rp. 10.000.000.000.-
3. -Uang Tunai sebesar =Rp. 5.000.000.000.-
4. -Deposito di Bank BNI sebesar =Rp. 15.000.000,000.-
5. -sebuah Mobil senilai =Rp. 500.000.000.-
----------------------------
+
Rp. 31.300.000.000.-
Pasiva:
-Utang di bank BNI sebesar = Rp. 1.300.000.000.-.
----------------------------
-
Saldo = Rp. 30.000.000.000.-

Pelaksanaan Wasiat :
Legaat kepada C; Rumah jln Pemuda = Rp. 800.000.000.-
------------------------------
-
Sisa harta = Rp. 29.200.000.000.-
Erfstelling : B = 1/5 x 29.200.000.000 = 5.840.000.000.-
-------------------------------
-
Sisa harta = 23.360.000.000.-
Untuk B, C, D dan E, masing-masing = 1/4 x 23.360.000.000=
5.840.000.000.-
Jadi Pembagian HP. A =
B = 5.840.000.000 + 5.840.000.000 = 11.680.000.000.-
C = 5.840.000.000 + 800.000.000 = 6.640.000.000.-
D = 5.840.000.000.-
E = 5.840.000.000.-
-------------------------- +
30.000.000.000.-

B. Fidei Commis (Wasiat dengan lompat tangan)


Pada prinsipnya Fidei Commis dilarang, yang jika
dilakukan maka wasiat tersebut batal. Hal tersebut ditentukan dalam
Pasal 879 KUHPerdata, yang berbunyi:

“ Pengangkatan waris atau pemberian hibah wasiat


dengan lompat tangan, atau sebagai fidei commis adalah
terlarang.
Oleh karena itu, pun bagi si yang diangkat atau yang
menrima hibah, batal dan tak berhargalah setiap
ketetapan, dengan mana masing-masing mereka
diwajibkan menyimpan barang-barang warisan atau
hibahnya, untuk kemudian menyerahkannya, baik
seluruhnya maupun untuk sebagian, kepada orang ketiga.”
2

Namun demikian terdapat pengecualian terhadap larangan tersebut,


yaitu :
1. Pengecualian yang diatur dalam Pasal 973 KUHPerdata,
yang menentukan :

“ Kedua orang tua diperbolehkan dengan surat wasiat


menghibahwasiatkan seluruh atau sebagian harta
kekayaan mereka, yang mana berhaklah mereka
menggunakannya dengan bebas, kepada salah seorang
anak mereka atau lebih, dengan perintah akan
menyerahkan barang-barang itu kepada sekalian anak
mereka masing-masing, baik yang sudah maupun yang
akan dilahirkan.
Dalam hal bilamana seorang anak telah meninggal dunia
lebih dahulu, maka suatu penetapan wasiat yang sama
boleh juga dilakukan bagi salah salah seorang cucu
mereka atau lebih, dengan perintah akan menyerahkan
barang-barang yang dihibahkannya kepada sekalian anak

2
Ibid., Pasal 879
mereka masing-masing, baik yang sudah, maupun yang
akan dilahirkan.3

Berdasarkan ketentuan Pasal 973 tersebut maka


diperbolehkan adanya fidei commis sebagai berikut:
a. Fidei Commis yang berisikan hibah wasiat kepada
anak Pewaris dengan beban atau perintah agar
nantinya jika anak tersebut meninggal dunia maka
harta yang diperoleh dari wasiat tersebut
diserahkan kepada cucu Pewaris yaitu anak dari
anak yang menrima wasiat tersebut, baik yang
telah ada maupun yang akan dilahirkan kemudian.
b. Dalam hal seorang anak telah meninggal dunia
terlebih dahulu dari Pewaris maka diperbolehkan
Fidei Commis yang berisikan wasiat kepada cucu
Pewaris dengan beban atau perintah agar nantinya
jika cucu tersebut meninggal dunia maka harta
yang diperoleh dari wasiat tersebut diserahkan
kepada anak dari cucu tersebut, baik yang telah
ada maupun yang akan dilahirkan kemudian.

2. Fidei Commis yang diatur dalam Pasal 974 KUHPerdata,


yang menentukan:
“ Demikianpun diperbolehkan pula suatu penetapan
wasiat dengan mana si yang mewariskan
menghibahwasiatkan seluruh atau sebagian harta
kekayaannya, yang mana tidaklah termasuk dalam bagian
yang terlarang baginya, kepada seorang atau lebih
diantara saudara-saudaranya, baik laki maupun
perempuan, dengan perintah akan menyerahkan barang-
barang yang dihibahkan kepada sekalian anak saudara-
saudara tersebut laki dan perempuan, baik anak-anak
yang sudah maupun yang akan dilahirkan.
Suatu penetapan wasiat yang sama boleh juga diambilnya,
untuk menghibahwasiatkan sesuatu kepada seorang atau
lebih diantara anak-anak saudara laki atau perempuan
yang telah meninggal dunia lebih dahulu, dengan perintah

3
Ibid., Pasal 973
akan menyerahkan barang-barang yang dihibahkannya
kepada sekalian anak mereka masing-masing, baik yang
sudah, maupun yang akan dilahirkan.4

Berdasarkan ketentuan Pasal 973 tersebut maka


diperbolehkan adanya fidei commis sebagai berikut:
a. Fidei Commis yang berisikan hibah wasiat kepada
saudara Pewaris dengan beban atau perintah agar
nantinya jika saudara tersebut meninggal dunia
maka harta yang diperoleh dari wasiat tersebut
diserahkan kepada anak-anak dari saudara tersebut
yaitu anak dari saudara yang menerima hibah
wasiat tersebut, baik yang telah ada maupun yang
akan dilahirkan kemudian.
b. Dalam hal seorang anak telah meninggal dunia
terlebih dahulu dari Pewaris maka diperbolehkan
Fidei Commis yang berisikan wasiat kepada cucu
Pewaris dengan beban atau perintah agar nantinya
jika cucu tersebut meninggal dunia maka harta
yang diperoleh dari wasiat tersebut diserahkan
kepada anak dari cucu tersebut, baik yang telah
ada maupun yang akan dilahirkan kemudian.
Ketentuan mengenai Fidei Commis yang diatur dalam
Pasal 973 dan 974 KUHperdata tersebut hanya berlaku sekedar
pengangkatan waris dengan lompat tangan yang terkandung di
dalamnya hanya melompat satu derajat, dan untuk mengaruniai
sekalian anak penerima wasiat tersebut, baik anak-anak yang sudah
ada maupun anak-anak yang dilahirkan kemudian.5

3. Fidei Commis de Residuo yang diatur dalam Pasal 881 jo


Pasal 989 – 991 KUHPerdata

Fidei Commis de Residuo adalah merupakan Fidei Commis


dimana pihak ketiga sebagai penerima beban atau perintah
diperbolehkan untuk menggunakan, menghabiskan, mengalihkan

4
Ibid., Pasal 974
5
Ibid., Pasal 976
bahkan menghibahkan kepada pihak lain semasa hidupnya, barang-
barang yang diterimanya berdasarkan wasiat tersebut, dan apabila
barang-barang tersebut ternyata masih ada pada saat si penerima
beban atau perintah tersebut meninggal dunia maka barang-barang
tersebut diserahkan kepada anak-anaknya, baik anak yang telah ada
maupun yang akan dilahirkan kemudian.

Pasal 881 KUHPerdata menentukan:

“Suatu ketetapan dengan mana seorang ketiga, atau dalam


hal halnya ia meninggal dunia sebelumnya, sekalian
anaknya yang sah, yang telah atau akan dilahirkan,
dikarunia dengan seluruh atau sebagian dari apa yang
karena tak terjual atau terhabiskan, oleh seorang waris
atau seorang penerima hibah dari warisan atau hibahnya,
setelah meninggalnya masing-masing, akan kiranya
ditinggalkan, adalah bukan sesuatu yang merupakan
pengkatan waris atau pemberian hibah dengan lompat
tangan yang terlarang.
Dengan sesuatu pengangkatan waris atau pemberian
hibah yang demikian, si yang mewariskan tak boleh
merugikan para ahliwarisnya yang berhak atas sesuatu
bagian mutlak.”6

Pasal 989 KUHPerdata menentukan:

“Dalam hal adanya pengangkatan waris wasiat, atau


penerima hibah wasiat berdasarkan atas Pasal 881, si
waris atau penerima hibah berhak menjual atau
menghabiskan segala barang yang diwasiatkan
kepadanya, bahkan berhakpun ia pula menghibahkannya
kepada yang masih hidup, kecuali yang terakhir ini oleh si
yang mewasiatkan untuk seluruhnya atau untuk sebagian
dilarang.”7

6
Ibid., Pasal 881
7
Ibid., Pasal 989
C. Pencabutan dan Gugurnya Wasiat

Pada prinsipnya suatu surat wasiat yang telah dibuat, baik


seluruhnya maupun sebagian tidak dapat dicabut kembali, kecuali
suatu surat wasiat olographis yang sewaktu-waktu dapat diminta
kembali oleh si pembuat wasiat dan dengan pengembalian surat
wasiat olographis tersebut maka surat wasiat tersebut dianggap telah
dicabut.8
Pencabutan surat wasiat hanya dapat dilakukan dengan
membuat surat wasiat baru yang berisikan pencabutan wasiat yang
telah dibuat sebelumnya atau dengan membuat akta tersendiri yang
berisikan pencabutan wasiat yang bersangkutan. Pencabutan
tersebut dapat dilakukan atas seluruh atau sebagaian wasiat yang
telah dibuat.9
Jika pencabutan tersebut dilakukan dengan membuat surat
wasiat yang baru maka surat wasiat yang berisikan pencabutan
tersebut harus memenuhi syarat mutlak dalam pembuatan suatu
surat wasiat. 10
Dalam hal surat wasiat yang baru tidak secara tegas
memuat suatu pencabutan atas wasiat yang lama, maka semua
wasiat tersebut tetap berlaku. Wasiat yang baru membatalkan isi
wasiat yang lama, jika ketetapan yang termuat dalam wasiat yang
lama tidak dapat disesuaikan atau bertentangan dengan ketetapan
yang termuat dalam wasiat yang baru. Hal tersebut ditetantukan
dalam Pasal 994 KUHPerdata, yang berbunyi:

“Jika surat wasiat yang kemudian, tidak dengan tegas


memuat suatu pencabutan akan wasiat sebelumnya, maka
demikianpun hanyalah membatalkan ketetapan-ketetapan
termuat dalam wasiat yang dahulu, sekedar yang ini tidak
dapat disesuaikan dengan ketetapan-ketetapan yang baru,
atau sekedar yang dahulu bertentangan dengan yang baru.
Ketentuan dalam Pasal ini tak berlaku dalam hal bilaman
wasiat yang kemudian tidak abash karena cacat dalam

8
Ibid., Pasal 992 jo 934
9
Ibid., Pasal 992
10
Ibid., Pasal 993
bentuknya, pun biar kiranya absalah ia sebagai akta
otentik.”11

Contoh kasus :

A meninggal dunia, meninggalkan 4 (empat) orang anak sah yaitu


C, D E dan F, sedangkan isterinya b telah meninggal dunia lebih
dahulu dari A. Dalam wasiatnya yang dimuat dalam akta Wasiat
tanggal 1 April 2015, A memberikan hibah wasiat kepada temannya
X berupa bangunan rumah tinggal, yang terletak di Jakarta Timur,
jalan Pemuda Nomor 10, senilai Rp. 800.000.000.- (delapan ratus
juta Rupiah) dan uang tuani sebesar Rp. 200.000.000.- Dalam
wasiatnya yangh dimuat dalam akta wasiat tanggal 1 September
2019, A mengangkat anaknya C sebagai ahli warisnya untuk
sebesar 1/5 (satu perlima) bagian dari harta peninggalan A dan
memberikan hibah wasiat kepada D berupa sebuah bangunan rumah
tinggal, yang terletak di Jakarta Timur, jalan Pemuda Nomor 10,
senilai Rp. 800.000.000.- (delapan ratus juta Rupiah).Pada saat A
meninggal dunia, disamping bangunan rumah tinggal tersebut A
juga meninggalkan harta berupa:
-Tanah dan bangunan di Jakarta Pusat, Jalan Menteng Raya seharga
Rp. 10.000.000.000.- (sepuluh milyar Rupiah)
-Uang Tunai sebesar Rp. 5.000.000.000.- (lima mliyar Rupiah)
-Deposito di Bank BNI sebesar Rp. 15.000.000,000.- (lima belas
milyar Rupiah)
-sebuah Mobil senilai = Rp. 500.000.000.- (lima ratus juta Rupiah)
-Utang di bank BNI sebesar Rp. 1.100.000.000.-. (satu milyar
seratus juta Rupiah).Hitunglah pembagian harta peninggalan A.

A B

Rp.200jt Rumah Jln Pemuda


11
Ibid., Pasal 994
1/5

X C D E F

Jawaban :
Harta Peninggalan A :
Aktiva :
1. Rumah jln Pemuda No. 10 =Rp. 800.000.000.-
2. Tanah dan bangunan di Jakarta
Pusat, Jalan Menteng Raya seharga=Rp. 10.000.000.000.-
3. -Uang Tunai sebesar =Rp. 5.000.000.000.-
4. -Deposito di Bank BNI sebesar =Rp. 15.000.000,000.-
5. -sebuah Mobil senilai =Rp. 500.000.000.-
----------------------------
+
Rp. 31.300.000.000.-
Pasiva:
-Utang di bank BNI sebesar = Rp. 1.100.000.000.-.
----------------------------
-
Saldo = Rp. 30.200.000.000.-

Pelaksanaan Wasiat :
Pasal 994 : Legaat kepada X berupa Rumah jalan Pemuda, batal
akrena bertentangan dengan legaat kepada C
Legaat kepada X = Uang Tunai = Rp. 200.000.000.-
Legaat kepada C; Rumah jln Pemuda = Rp. 800.000.000.-
------------------------------
-
Sisa harta = Rp. 29.200.000.000.-
Erfstelling : B = 1/5 x 29.200.000.000 = 5.840.000.000.-
-------------------------------
-
Sisa harta = 23.360.000.000.-
Untuk B, C, D dan E, masing-masing = 1/4 x 23.360.000.000=
5.840.000.000.-
Jadi Pembagian HP. A =
B = 5.840.000.000 + 5.840.000.000 = 11.680.000.000.-
C = 5.840.000.000 + 800.000.000 = 6.640.000.000.-
D = 5.840.000.000.-
E = 5.840.000.000.-
-------------------------- +
30.000.000.000.-

D. Pertambahan (Aanwas)

Pertambahan (Aanwas) adalah kejadian dimana terjadinya


penambahan bagian seorang atau lebih penerima wasiat dalam hal
adanya pemberian wasiat baik berupa pengangkatan ahli waris
(erfstelling) maupun hibah wasiat (legaat) dan wasiat kepada salah
seorang atu lebih diantara mereka tidak dapat dilksanakan atau batal.
Ha ini diatur dalam Pasal 1002 KUHPerdata yang berbunyi:

“Dalam hal bilamana dengan surat wasiat diangkatnya


beberapa waris atau dihibahkannya kepada beberapa
orang bersama-sama, dan terhadap seorang atau lebih
diantara mereka ketetapan itu tak dapat dilaksanakan,
maka hal-hal ini mengakibatkan bertambahnya warisan
atau hibah bagi masing-masing mereka.
Tiap-tiap pengangkatan ahli waris atau pemberian hibah
dengan surat wasiat satu-satunya dan bagi beberapa
orang, dengan tidak disebutkannya bagian mereka
masing-masing yang tertentu seperti misalnya,
setengahnya, sepertiganya dan sebagainya, harus
dianggap ditetapkan bagi mereka bersama-sama.
Istilah untuk pembagian atau bagian yang sama, taklah
harus dianggap sebagai suatu petunjuk tentang adanya
penetapan bagian yang tertentu sebagaimana dibicarakan
dalam Pasal ini.” 12

Berdasarkan ketentuan Pasal 1002 KUHPerdata tersebut


maka penambahan (aanwas) terjadi apabila:
12
Ibid., Pasal 1002
1. Adanya 2 (dua) orang atau lebih secara bersama-
sama diangkat sebagai ahli waris atau diberikan
hibah dalam satu surat wasiat;
2. Tidak adanya penetapan yang tegas mengenai
bagian tertentu bagi masing-masing penerima
wasiat;
3. Wasiat kepada salah seorang atau sebagian dari
mereka tidak dapat dilaksanakan.
Dengan dipenuhinya unsur-unsur tersebut diatas maka terjadilah
aanwas dan karenanya akan menambah bagian kawannya dalam
wasiat tersebut.

Contoh kasus 1 :

A meninggal dunia, meninggalkan 2 (dua) orang anak C dan D,


sedangkan isterinya telah meninggal dunia lebih dahulu dari A.
Dalam wasiatnya A telah mengkat X, Y dan Z sebagai ahli warisnya
untuk sebesar 1/3 (satu pertiga) dari harta peninggalnya. Z adalah
merupakan dokter yang merawat A sebelum A meinggal dunia.
Hitunglah pembagian harta peninggalan A.

A B
1/3

C D

X Y Z

Jawaban:
 HP. A = 1
Pelaksanaan Wasiat:
 Pasal 906 :Wasiat kepada Z tidak dapat dilaksanakan.
 Pasal 1002 ayat (1) dan ayat (2) : Aaanwas, bagian Z untuk
X dan Y
 Jadi Ersfteling untuk X dan Y = 1/3, masing-masing = 1/6
 Sisa HP. A = 1 – 1/3 = 2/3, untuk C dan D.
 Pasal 852 : C dan D masing-masing = 1/2 x 2/3 = 1/3

Contoh kasus 2 :

A meninggal dunia, meninggalkan 2 (dua) orang anak C dan D,


sedangkan isterinya telah meninggal dunia lebih dahulu dari A.
Dalam wasiatnya A telah mengangkat X, Y dan Z sebagai ahli
warisnya untuk sebesar 1/3 (satu pertiga) dari harta peninggalnya,
masing-masing dengan bagian yang sama besarnya. Z adalah
merupakan dokter yang merawat A sebelum A meinggal dunia.
Hitunglah pembagian harta peninggalan A.
A B
1/3

C D

X Y Z
Jawaban:

 HP. A = 1
Pelaksanaan Wasiat:
 Pasal 906 :Wasiat kepada Z tidak dapat dilaksanakan.
 Pasal 1002 ayat 3 : Adanya kata-katan “masing-masing
dengan bagian yang sama besarnya bukan berarti bagian
masing-masing telah ditentukan jumlahnya.
 Pasal 1002 ayat (1) dan ayat (2): Aaanwas, bagian Z untuk
X dan Y
 Jadi Ersfteling untuk X dan Y = 1/3, masing-masing = 1/6
 Sisa HP. A = 1 – 1/3 = 2/3, untuk C dan D.
 Pasal 852 : C dan D masing-masing = 1/2 x 2/3 = 1/3

Contoh kasus 3 :

A meninggal dunia, meninggalkan 2 (dua) orang anak C dan D,


sedangkan isterinya telah meninggal dunia lebih dahulu dari A.
Dalam wasiatnya A telah mengangkat X, Y dan Z sebagai ahli
warisnya untuk sebesar 1/3 (satu pertiga) dari harta peninggalnya,
masing-masing dengan bagian yang sama besarnya, yaitu
masing-masing untuk 1/9 (satu persembilan) bagian. Z adalah
merupakan dokter yang merawat A sebelum A meinggal dunia.
Hitunglah pembagian harta peninggalan A.
A B
1/3

C D

X Y Z
Jawaban:
 HP. A = 1
Pelaksanaan Wasiat:
 Pasal 906 :Wasiat kepada Z tidak dapat dilaksanakan.
 Pasal 1002 : oleh karena bagian masing-masing telah
ditetapkan secara tegas maka tidak terdapat aanwas. Jadi
bagian Z sebesar 1/9 kembali kedalam boedel
 Jadi Ersfteling untuk X = 1/9 dan Y = 1/9, masing-masing
= 1/6
 Sisa HP. A = 1 – 1/9 – 1/9 = 7/9, untuk C dan D.
 Pasal 852 : C dan D masing-masing = 1/2 x 7/9 = 7/18
I. BAGIAN MUTLAK (LEGITIME PORTIE)

A. Pengertian

Pengertian Bagian Mutlak atau Legitime Portie dapat


dilihat dalam Pasal 913 KUHPerdata, yang berbunyi sebagai
berikut:

“Bagian Mutlak atau Legitime Portie adalah suatu


bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan
kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-
undang, terhadap bagian mana si yang meninggal dunia
tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku
pemberian antara yang masih hidup maupun selaku
wasiat.”

Dengan melihat bunyi Pasal 913 KUHPerdata tersebut maka yang


dijamin dengan bagian mutlak adalah ahli waris dalam garis lurus,
yaitu ahli waris dalam garis lurus kebawah, yaitu anak-anak sah dan
keturunan sah dari Pewaris serta anak luar kawin yang diakui sah
oleh Pewaris dan ahli waris dalam garis lurus ke atas, yaitu orang
tua Pewaris dan seterusnya ke atas.
Jadi ahli waris yang berhak atas bagian mutlak, adalah:
1. Anak-anak sah Pewaris dan keturunannya;
2. Bapak dan Ibu Pewaris;
3. Kakek dan Nenek Pewaris dan seterusnya ke atas;
4. Anak luar kawin yang diakui sah oleh Pewarsi.
Suami isteri maupun keluarga sedarah Pewaris dalam garis
menyamping tidak mempunyai bagian mutlak.
Ahli waris yang mempunyai bagian mutlak ini disebut ahli
waris “legitimaris”. Bagian mutlak para ahli waris legitimaris ini
baru timbul apabila mereka memang tampil mewaris berdasarkan
undang-undang. 13

B. Besarnya bagian mutlak ahli waris legitimaris

1. Bagian mutlak anak-anak Pewaris dan keturunannya

Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam pasal 914


KUHPerdata, besarnya bagian mutlak dari anak-anak Pewaris,
tergantung dari jumlah anak yang ada dan dihitung dari besarnya
bagian anak-anak berdasarkan undang-undang atau besarnya bagian
ab intestato anak-anak terebut. Pasal 914 KUHPerdata menentukan
sebagai berikut:

“Dalam garis lurus kebawah, apabila si yang mewariskan


hanya meninggalkan anak sah satu-satunya saja, maka
terdirilah bagian mutlak itu atas 1/2 (setengah) harta
peninggalan, yang mana oleh si anak itu dalam pewarisan
sedianya harus diperolehnya.
Apabila dua oranglah anak yang ditinggalkannya, maka
bagian mutlak itu adalah masing-masing dua pertiga dari
apa yang sedianya harus diwarisi oleh mereka masing-
masing dalam pewarisan;
Tiga orang atau lebihpun anak yang ditinggalkannya maka
tiga perempatlah bagian mutlak itu dari apa yang

13
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op.Cit., hal. 113
sedianya harus diwarisi oleh mereka masing-masing
dalam pewarisan;
Dengan sebutan anak, termasuk juga didalamnya sekalian
keturunannya, dalam derajat keberapapun juga, akan
tetapi mereka terakhir ini hanya dihitung sebagai
pengganti si anak yang mereka wakili dalam mewarisi
warisan si yang mewariskannya.” 14

Berdasarkan ketentuan Pasal 914 KUHPerdata tersebut


maka besarnya bagian mutlak anak-anak adalah sebagai berikut:
a. Apabila hanya ada 1 (satu) orang anak maka
bagian mutlaknya adalah 1/2 (satu perdua) dari
bagian ab intestatonya;
b. Apabila ada 2 (dua) orang anak maka bagian
mutlaknya masing-masing adalah 2/3 (dua per-
tiga) dari bagian ab intestatonya;
c. Apabila ada 3 (tiga) orang anak atau lebih maka
bagian mutlaknya masing-masing adalah ¾ (tiga
per-empat) dari bagian ab intestatonya.15

Contoh kasus 1 : Hanya ada 1 (satu) orang anak

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B dan 1 (satu) orang anak


bernama C. Hitunglah Bagian mutlak C.

A B

HP. A = 1
Pasal 914 KUHPerdata : LP. C = 1/ 2 x bagiannya ab intestatonya
= 1/2 x 1/2 = 1/4
14
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op.Cit Pasal 914
15
Ibid, Pasal 914 yat 1, ayat 2 dan ayat3
Contoh kasus 2 : Hanya ada 1 (satu) orang anak

A meninggal dunia, meninggalkan 1 (satu) orang anak bernama C.


Isterinya B telah meninggal dunia lebih dahulu dari A. Hitunglah
Bagian mutlak C.

A B

C
HP. A = 1
Pasal 914 KUHPerdata : LP. C = 1/ 2 x bagiannya ab
intestatonya = 1/2 x 1 = 1/2

Contoh kasus 3 : Ada 2 (dua) orang anak

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B dan 2 (dua) orang anak


bernama C dan D. Hitunglah Bagian mutlak C dan D .

A B

C D

HP. A = 1
Pasal 914 KUHPerdata : LP. C dan D masing-masing = 2/3 x
bagiannya ab intestatonya = 2/3 x 1/3 = 2/9

Contoh kasus 4 : Ada 2 (dua) orang anak


A meninggal dunia, meninggalkan 2 (dua) orang anak bernama C
dan D, sedangkan isterinya (B) telah meninggal dunia lebih dahulu
dari A. Hitunglah Bagian mutlak C dan D .

A B

C D

HP. A = 1
Pasal 914 KUHPerdata : LP. C dan D masing-masing = 2/3 x
bagiannya ab intestatonya = 2/3 x 1/2 = 1/3

Contoh kasus 4 : Ada 3 (tiga) orang anak

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B dan 3 (tiga) orang anak


bernama C, D dan E. Hitunglah Bagian mutlak C, D dan E .

A B

C D E

HP. A = 1
Pasal 914 KUHPerdata : LP. C, D dan E masing-masing = 3/4 x
bagiannya ab intestatonya = 3/4 x 1/4 = 3/16

Contoh kasus 5 : Ada 4 (empat) orang anak

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B dan 4 (empat) orang anak


bernama C, D, E dan F. Hitunglah Bagian mutlak C, D, E dan F .

A B
C D E F

HP. A = 1
Pasal 914 KUHPerdata : LP. C, D, E dan F masing-masing = 3/4 x
bagiannya ab intestatonya = 3/4 x 1/5 = 3/20

Ketentuan mengenai besarnya bagian mutlak juga berlaku


untuk cucu Pewaris dan keturunannya kebawah. Tapi mereka hanya
berhak atas bagian mutlak dari ahli waris yang digantikannya. Jadi
bagian mutlak cucu-cucu yang tampil sebagai pengganti tersebut
adalah sebesar bagian mutlak dari orang tua yang digantikannya.16

2. Bagian mutlak orang tua

Besarnya bagian mutlak orang tua diatur dalam Pasal 915


KUHPerdata, yang berbunyi:

“Dalam garis lurus ke atas bagian mutlak itu adalah


selamanya setengah dari apa yang menurut undang-
undang menjadi bagian tiap-tiap mereka dalam garis itu
dalam pewarisan karena kematian. “
Contoh kasus 1 :

A meninggal dunia, meninggalkan Bapak (B), Ibu (C) dan seorang


saudara (D). Hitunglah LP B dan C masing-masing.

B C

A D
16
Ibid., Pasal 914 ayat 4
HP. A = 1
Pasal 915 KUHPerdata : LP. B dan C masing-masing = 1/2 x
bagiannya ab intestatonya = 1/2 x 1/3 = 1/6

Contoh kasus 2 :

A meninggal dunia, meninggalkan Bapak (B), Ibu (C) dan 2 (dua)


orang saudara D dan E). Hitunglah LP B dan C masing-masing.

B C

A D E

HP. A = 1
Pasal 915 KUHPerdata : LP. B dan C masing-masing = 1/2 x
bagiannya ab intestatonya = 1/2 x 1/4 = 1/8

3. Bagian mutlak kakek dan nenek Pewaris

Besarnya bagian mutlak kakek dan nenek Pewaris diatur


dalam Pasal 915 KUHPerdata, yang berbunyi:

“Dalam garis lurus ke atas bagian mutlak itu adalah


selamanya setengah dari apa yang menurut undang-
undang menjadi bagian tiap-tiap mereka dalam garis itu
dalam pewarisan karena kematian. “

Contoh kasus :

A meninggal dunia, meninggalkan dari garis bapak, kakek (B),


nenek (C) dan seorang paman D, dari garis ibu nenek E dan seorang
keponakan derajat ke-5 (E ). Siapakah yang menjadi ahli A dan
berapa bagiannya masing-masing?
B C D

A
HP. A = 1
Pasal 915 KUHPerdata : LP. B, C dan D masing-masing = 1/2 x
bagiannya ab intestatonya
Menghitung bagian ab intestate B, C dan D :
HP. A = 1, di kloving :
- 1/2 bagian untuk B dan C, masing-masing = 1/4
- 1/2 bagian untuk D
Jadi :
- LP B dan C masing-masing = 1/2 x 1/4 = 1/8
- LP D = 1/2 x 1/2 = 1/4

4. Bagian Mutlak Anak Luar kawin yang diakui sah

Bagian Mutlak anak luar kawin yang diakui sah diatur


dalam Pasal 916 KUHperdata, yang berbunyi:

“Bagian Mutlak seorang anak luar kawin yang telah


diakui dengan sah adalah setengah dari bagian yang
menurut undang-undang sedianya harus diwarisinya
dalam pewarisan karena kematian”

Contoh Kasus I : Anak luar kawin yang diakui sah mewaris


bersama-sama dengan anak-anak sah Pewaris dan suami/isteri
Pewaris
A meninggal dunia meninggalkan isteri B dan 4 (empat) orang anak
C, D, E, dan F serta seorang anak luar kawin yang diakui sah
bernama X. Berapa besarnya LP X?
A B

X C D E F

Jawaban:

HP. A = 1.
 Pasal 916 KUHPerdata : LP X = 1/2 x bagian ab
intestatonya
 Berdasarkan ketentuan Pasal 863 KUHPerdata, Bagian ab
intestato X = 1/3 x seandainyan ia anak sah = 1/3 x 1/6 =
1/18.
 Jadi LP X = 1/2 x 1/18 = 1/36

Contoh Kasus 2 : 2 (dua) orang Anak luar kawin yang diakui


sah mewaris bersama-sama anak sah Pewaris dan suami/isteri
Pewaris

A meninggal dunia meninggalkan isteri B dan 4 (empat orang anak


C, D, E, F dan G serta 2 (dua) orang anak luarkawin yang diakui sah
bernama X dan Y.Berapa besarnya LP X dan Y masing-masing ?
A B

Y X C D E F
Jawaban:

HP. A = 1.
 Pasal 916 KUHPerdata : LP X dan Y masing-masing = 1/2
x bagian ab intestatonya
 Berdasarkan ketentuan Pasal 863 KUHPerdata, besarnya
bagian ab intestato X dan Y masing-masing memperoleh=
1/3 x 1/7 = 1/21
 Jadi LP X dan Y masing-masing = 1/ 2 x 1/21 = 1/42

C. Pemotongan (Inkorting)

1. Pemenuhan Bagian Mutlak harus dituntut oleh ahli


waris legitimaris yang berhak mewaris

Dalam uraian terdahulu telah diuraikan bahwa para ahli


waris dalam garis lurus, baik garis lurus kebawah maupun garis
lurus ke atas mempunyai bagian mutlak (ahli waris legitimaris),
yang tidak dapat dikurangi oleh Pewaris. Jika terdapat wasiat, baik
berupa pengangkatan ahli waris maupun hibah wasiat serta hibah
atau pemberian-pemberian yang telah dilakukan oleh Pewaris
semasa hidupnya Pewaris maka para ahli waris legitimaris dapat
menuntut dilakukannya pemotongan atau pengurangan atas wasiat
dan hibah tersebut. Hal ini ditentukan dalam Pasal 920 KUHPerdata,
yang berbunyi:

“Terhadap segala pemberian atau penghibahan, baik


antara yang masih hidup maupun dengan surat wasiat,
yang mengakibatkan menjadi kurangnya bagian mutlak
dalam sesuatu warisan, bolehlah kelak dilakukan
pengurangan, bilamana warisan itu jatuh meluang, akan
tetapi hanyalah atas tuntutan para waris mutlak dan ahli
waris atau pengganti mereka;
Namun demikian, para ahli waris mutlak tak
diperbolehkan menikmati sedikitpun dari sesuatu
pengurangan atas kerugian para berpiutang si
meninggal.”.17

17
Ibid., Pasal 920
2. Urutan pemotongan

Dalam hal terdapat wasiat atau hibah, yang mengakibatkan


ahli waris legitimaris menerima bagian kurang dari bagian
mutlaknya maka mereka dapat melakukan penuntutan agar
dilakukannya pemotongan atau pengurangan atas wasiat atau hibah
tersebut.
Sesuai ketentuan Pasal 919 KUHPerdata, Pewaris hanya
dapat melakukan pemberian-pemberian dari harta kekayaannya,
baik dengan surat wasiat maupun dengan hibah, hanya sebatas
“bagian bebas” , yaitu harta kekayaan dikurangi dengan bagian
mutlak ahli waris legitimaris. Bagian bebas adalah bagian dari harta
kekayaan Pewaris, dimana Pewaris bebas untuk melakukan
perbuatan hukum atau menggunakannya secara bebas atas harta
tersebut. Pewaris bebas untuk memberikan atau menghibahkan harta
yang bersangkutan, baik dengan surat wasiat maupun hibah, dengan
ketentuan apabila pemberian tersebut mengurangi bagian mutlak
ahli waris legitimaris maka apa yang diterima dari wasiat atau hibah
tadi wajib dikembalikan oleh penerima wasiat atau penerima hibah
kedalam harta warisan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 919
KUHPerdata, yang berbunyi:

Bagian daripada harta kekayaan seorang, yang mana ia


dibolehkan menggunakannya secara bebas, bolehlah ia
memberikan atau menghibahkannya kepada orang lain,
baik seluruhnya maupun untuk sebagian, baik dengan
perbuatan perdata antara yang masih hidup, maupun
dengan surat wasiat, baik kepada orang-orang bukan ahli
waris maupun kepada anak-anaknya atau kepada mereka
yang berhak menerima warisan, namun kesemuanya itu
dengan tak mengurangi kewajiban sekalian penerima
pemberian atau hibah tadi, untuk memasukkan kembali
dalam warisan, segala apa yang telah diberikan atu
dihibahkan kepada mereka, dalam hal-hal bilamana
berhubung dengan ketentuan-ketentuan dalam bab
ketujuhbelas buku ini, pemasukan itu kepada mereka
diwajibkan.”18

Apabila setelah dilakukannya pemotongan (inkorting)


terhadap wasiat yang ada, ternyata masih juga belum mencukupi
untuk menutupi bagian mutlak ahli waris legitimaris maka
selanjutnya pemotongan (inkorting) dilakukan terhadap hibah atau
hibah yang ada, yang dimulai dengan hibah yang paling terakhir
diberikan oleh Pewaris.Pemotongan (inkorting) terhadap hibah atau
hibah-hibah diatur dalam Pasal 924 KUHPerdata, yang berbunyi
sebagai berikut:

“Segala hibah antara yang masih hidup, sekali-kali tidak


boleh dikurangi, melainkan apabila ternyata, bahwa
segala barang yang telah diwasiatkan tak cukup guna
menjamin bagian mutlak dalam suatu warisan. Apabila
kendati itu masih harus dilakukan pengurangan terhadap
hibah-hibah antara yang masih hidup, maka pengurangan
ini harus dilakukan mulai dari hibah terkemudian, lalu
dari ini ke hibah yang lebih tua dan demikian
selanjutnya.”19

Berdasarkan apa yang diuraikan di atas maka pemotongan


(inkorting) dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
a. Urutan Pertama. Bagian mutlak dipenuhi
terlebih dahulu dari harta warisan yang tidak
digunakan untuk pemenuhan wasiat
(pengangkatan ahli waris maupun hibah wasiat).
Jadi untuk mencukupi bagian mutlak, terlebih
dahulu diambil dari sisa harta kekayaan setelah
dilaksanakannya wasiat. Oleh karena dalam
pelaksanaan perhitungan sisa harta ini telah
dibagikan kepada ahli waris maka pemotongan
dilakukan terhadap bagian yang diterima ahli
waris non legitimaris (misalnya dalam kasus ahli
waris golongan Pertama ada suami atau isteri).
18
Ibid., Pasal 919
19
Ibid., Pasal 924
b. Urutan Kedua, dipotong dari wasiat, baik
pengangkatan ahli waris maupun hibah wasiat,
jika terdapat lebih dari satu wasiat maka
pemotongan dilakukan secara proporsional dari
besarnya wasiat yang diterima;
c. Urutan Ketiga, dipotong dari hibah atau hibah-
hibah, apabila setelah dilakukan pemotongan
terhadap wasiat ternyata bagian mutlak belum
juga terpenuhi.Pemotongan terhadap hibah
dimulai dari hibah yang pemberiannya terdekat
dengan tanggal meninggalnya Pewaris, jika masih
kurang dilanjutkan dengan hibah yang berikutnya
yang lebih lama.

Dalam hal dilakukannya pemotongan (inkorting), yang


benar-benar dilakukan pemotongan (inkorting) dalam hal bagian
mutlak ahli waris dilanggar adalah pemotongan (inkorting) terhadap
hibah, karena barang-barang yang berasal sari hibah inilah yang
benar-benar telah diterima oleh penerima hibah. Pemotongan
terhadap bagian ahli waris ab intestato non legitimaris maupun
pemotongan terhadap wasiat, merupakan pemotongan semu, karena
hak bagian ahli waris ab intestato non legitimaris tersebut belum
diterima oleh ahli waris yang bersangkutan, demikian pula barang-
barang yang diperoleh dari wasiat belum diterima oleh penerima
wasiat.20

Contoh kasus 1 :

A meninggal dunia, isteri B, dan 2 (dua) orang anak yaitu


C dan D, sedangkan isterinya telah meninggal dunia lebih
dahulu dari A. Dalam wasiatnya A telah mengangkat
isterinya B sebagai ahli warisnya untuk sebesar 2/3 (dua
pertiga) bagian. Harta Warisan A sebesar Rp.
180.000.000.-. Hitunglah bagian ahli waris!

20
Pemotongan semu hanya dilakukan dalam perhitungan pemisahan dan
pembagian harta warisan
A B

4/9

X C D

Perhitungan:

Harta warisan A = Rp. 180.000.000.-


Pelaksanaan wasiat: utk B =2/3 = Rp. 120.000.000.-
---------------------------------
-
-sisa harta warisan : Rp. 60.000.000.-
Dibagikan kepada ahli waris ab intestato, yaitu B, C dan D,
masing-masing memperoleh: Rp. 60.000.000 : 3 = Rp.
20.000.000.-

Cek Legitime Portie (LP) C dan D:


Pasal 914 KUHPerdata : LP C dan D masing-masing = 2/3
x 1/3 x Rp. 180.000.000 = Rp. 40.000.000.-,
C dan D berdua masing-masing baru terima sebesar Rp.
20.000.000.-.
Jadi C dan D masing-masing masih kurang = Rp.
40..000.000 – Rp. 20.000.000.-
C dan D berdua masih kurang sebesar = 2 x Rp.
20.000.000.- = Rp. 40.000.000.-
LP C dan LP D dilanggar

Inkorting :
LP C dan LP D berdua kurang Rp. 40.000.000.- , diambil
dari bagian B sebagai ahli ab intestate yaitu sebesar Rp.
20.000.000.-
Masih kurang sebesar Rp. RP. 40.000.000 – Rp.
20.000.000 = Rp. 20.000.000.- diambil dari wasiat kepada
B
Jadi Pembagian harta warisan:
B= Rp. 120.000.000 + Rp. 20.000.000.- - Rp. 20.000.000
– Rp. 20.000.000 = Rp. 100.000.000

C= Rp. 40.000.000.-
D= Rp. 40.000.000.-
--------------------------- +
Rp. 180.000.000.-

Contoh kasus 2 :

A meninggal dunia, 2 (dua) orang anak yaitu C dan D,


sedangkan isterinya telah meninggal dunia lebih dahulu
dari A. Dalam wasiatnya A telah mengangkat sahabatnya
X sebagai ahli warisnya untuk sebesar 2/3 (dua pertiga)
bagian. Harta Warisan A sebesar Rp. 180.000.000.-.
Hitunglah bagian ahli waris!
A B

4/9

C D
X
Perhitungan:

Harta warisan A = Rp. 180.000.000.-


Pelaksanaan wasiat: utk X =2/3 = Rp. 120.000.000.-
---------------------------------
-
-sisa harta warisan : Rp. 60.000.000.-
Dibagikan kepada ahli waris ab intestato, yaitu C dan D,
masing-masing memperoleh: Rp. 60.000.000 : 2 = Rp.
30.000.000.-

Cek Legitime Portie (LP) C dan D:


Pasal 914 KUHPerdata: LP C dan D masing-masing = 2/3
x 1/3 x Rp. 180.000.000 = Rp. 40.000.000.-,
LP C dan LP C dilanggar, karena C dan D masing-masing
baru terima = Rp 20.000.000.-, masing-masing masih
kurang = 40.000.000 – 30.000.000 = 10.000.000.-. C dan D
berdua kurang Rp. 20.000.000
Inkorting :
LP C dan LP D berdua kurang Rp. 20.000.000.- , diambil
dari wasiat kepada X
Jadi Pembagian harta warisan:
C = Rp. 40.000.000.-
D= Rp. 40.000.000.-
X= 120.000.000 – Rp. 20.000.000.- = Rp. 100.000.000
--------------------------------- +
Rp. 180.000.000.-

Seandainya terdapat wasiat atau hibah, yang


mengakibatkan para ahli waris legitimaris menerima bagian kurang
dari bagian mutlaknya atau bagian mutlaknya dilanggar maka ahli
waris legitimaris dapat menuntut dipenuhinya bagian mutlak
mereka. Bagian mutlak terlebih dahulu dicukupi dari harta kekayaan
yang ada. Apabila harta yang ada masih kurang maka akan
dilakukan pemotongan (inkorting) terhadap wasiat yang ada, tanpa
membedakan antara pengangkatan ahli waris (erfstelling) maupun
hibah wasiat (legaat), baik untuk sebagian atau seluruh wasiat
tersebut, kecuali secara tegas ditetapkan oleh Pewaris dalam
wasiatnya, yang mana yang harus dikurangi terlebih dahulu.
Pemotongan (inkorting) atas wasiat ditentukan dalam Pasal 926
KUHPerdata, yang berbunyi:

“Pengurangan terhadap segala apa yang telah


diwasiatkan, harus dilakukan dengan tak mengadakan
perbedaan antara mereka yang diangkat menjadi waris
dan mereka yang menerima hibah, kecuali kiranya oleh
yang mewasiatkan, dengan tegas ditetapkan, bahwa
pengkatan waris yang ini atau pemberian hibah yang itu
harus teristimewa dilaksanakan, dalam hal mana wasiat
yang demikian tidak boleh dikurangi, melainkan dalam hal
bilamana ternyata, bahwa wasiat-wasiat lainnya tak cukup
guna menghasilkan bagian mutlak dalam warisan.”

Contoh kasus :

A meninggal dunia, meningalkan 3 (tiga) orang anak yaitu


C, D dan E, sedangkan isterinya B telah meninggal dunia
lebih dahulu dari A. Dalam wasiatnya A telah mengangkat
anaknya C sebagai ahli warisnya untuk sebesar 3/4(tiga
per-empat) bagian serta memberi hibah wasiat kepada
anaknya E sebesar Rp. 120.000.000. Harta Warisan A
sebesar Rp. 240.000.000.-. Hitunglah bagian ahli waris!

A B

120 jt
3/4

C D E
Perhitungan:
Harta warisan A = Rp. 240.000.000.-
Pelaksanaan wasiat:
Hibah Wasiat kepada E = Rp. 120.000.000.-
-------------------------------
--
-sisa harta warisan : Rp. 120.000.000.-
- Wasiat kepada D = 3/4x 120.000.000 = Rp.
90.000.000.-
-------------------------------
-
-sisa harta warisan : Rp.
30.000.000.-
Untuk ahli waris ab intestato, yaitu C, D, E, masing-masing
memperoleh = 30.000.000 : 3 = Rp. 10.000.000.-

Cek LP C, D dan E:
Pasal 914 KUHPerdata : LP C, D dan E masing-masing =
3/4 x 1/4 x Rp. 240.000.000 = Rp. 40.000.000.-
LP D dan E tidak dilanggar karena mereka telah menerima
lebih besar dari LPnya, D telah memperoleh = 90.000.000
+ 10.000.000 = 100.000.000, sedangkan E telah menerima
= 120.000.000 + 10.000.000 = 130.000.000
LP C = 40.000.000, sedangkan C baru terima = 10.000.000,
Jadi LP C masih kurang sebesar 40.000.000 – 10.000.000 =
Rp. 30.000.000.-

Inkorting :
LP C masih kurang = 30.000.000.
Inkorting dari wasiat D dan E
Wasiat D : E = 90.000.000 : 120.000.000 = 3 : 4
Jadi D dikurangi = 3/7 x 30.000.000 = 12.857.143
E dikurangi = 4/7 x 30.000.000= 17.142.857

Jadi Pembagian harta Peninggalan A:

C = Rp. 40.000.000.-
D= 90.000.000 + 10.000.000 – 12.857.143 =
Rp. 87.142.857.-
E = 120.000.000.000 + 10.000.000 – 17.142.857 =
Rp. 112.857.143.-
--------------------------------- +
Rp. 240.000.000.-

D. Penerapan Pasal 921 KUHPerdata

1. Semua hibah turut dihitung untuk menghitung bagian


mutlak

Sesuai ketentuan Pasal 921 KUHPerdata, untuk


menghitung bagian mutlak ahli waris legitimaris maka semua harta
warisan yang ada pada saat Pewaris meninggal harus dijumlah dan
kemudian ditambah dengan barang-barang pernah dihibahkan oleh
Pewaris semasa hidupnya Pewaris. Barang-barang tersebut harus
dilihat sesuai keadaan pada waktu hibah dilakukan, sedangkan
nilainya harus dilihat sesuai nilai pada saat Pewaris meninggal
dunia, dan kemudian dikurangi dengan semua utang-utang
Pewaris. Selengkapnya ketentuan Pasal 921 KUHPerdata tersebut
berbunyi:

Untuk menentukan besarnya bagian mutlak dalam sesuatu


warisan, hendaknya dilakukan terlebih dahulu suatu
penjumlahan akan segala harta peninggalan yang ada
dikala si yang menghibahkan atau mewariskan meninggal
dunia; kemudian ditambahkannyalah pada jumlah itu
barang-barang yang telah dihibahkan diwaktu si
meninggal masih hidup, barang-barang mana harus
ditinjau dalam keadaan tatkala hibah dilakukannya,
namun mengenai harganya, menurut harga pada waktu si
penghibah atau si yang mewariskan meninggal dinia;
akhirnya dihitunglah dari jumlah satu sama lainnya,
setelah yang ini dikurangi dengan semua utang si
meninggal berapakah, dalam keseimbangan dengan
kederajatan para ahli waris mutlak, besarnya bagian
mutlak mereka, setelah mana bagian-bagian ini harus
dikurangi dengan segala apa yang telah mereka terima
dari si meninggal, pun sekiranya mereka dibebaskan dari
wajib pemasukan.”21

Contoh kasus 1:

A meninggal dunia, meninggalkan 3 (tiga) orang anak C, D dan E.


Semasa hidupnya A telah memberi hibah kepada anaknya C berupa
uang tunai sebesar Rp. 200.000.000.- (dua ratus juta Rupiah), hibah
kepada temannya X uang tunai sebesar Rp. 100.000.000.-, masing-
masing dibebaskan dari inbreng. Pada saat A meninggal dunia
terdapat harta sebesar Rp. 1.200.000.000.- .Hitunglah pembagian
harta peninggalan A.

100 jt A B

21
Ibid., Pasal 921
200 jt

X C D E

Jawaban:

Pasal 852 KUHPerdata: HP. A = 1.200.000.000.- untuk C, D dan E,


masing-masing = 1/3 x 1.200.000.000 = 400.000.000

Cek LP C, D dan E
 Pasal 921 KUHPerdata : HP. A = 1.200.000.000 +
200.000.000 + 100.000.000 = 1.500.000.000
 Pasal 914 jo 921 KUHPerdata= LP C, D dan E masing-
masing = ¾ x bagiannya menurut UU = 3/4 x 1/3 x
1.500.000.000 = 1/4 x 1.500.000.000 = 375.000.000
 Jadi LP C, D, E msing-masing = 375.000.000, sedangkan
C, D dan E masing-masing telah terima 400.000.000.- . LP
C, D, dan E tidak dilanggar

Contoh kasus 2 :

A meninggal dunia, meninggalkan 3 orang anak B, C dan D. Dalam


wasiatnya A telah menghibahwasiatkan kepada X berupa uang
tunai sebasar Rp. 150.000.000. harta warisan A. Pada saat A
meninggal dunia terdapat harta warisan A berupa Rumah senilai Rp.
200.000.000.- dan Uang Tunai sebesar Rp. 220.000.000.- . Semasa
hidupnya A telah memberi hibah kepada Y temannya sebesar Rp.
30.000.000.-, Hitunglah bagian masing-masing ahli waris. Semua
ahli waris menuntut haknya.

30 jt A B

150 jt

Y C D E
X
Perhitungan :
Harta warisan A =
Rumah Rp. 200.000.000.-
Uang Tunai Rp. 220.000.000.-
------------------------ +
Rp. 420.000.000.-
Pelaksanaan Wasiat:
Hibah Wasiat kepada X = ½ Rp. 150.000.000.-
---------------------------- -
Sisa harta warisan =Rp. 270.000.000.-

Untuk ahli waris ab intestato,yaitu B, C dan D, masing-


masing= 270.000.000 : 3 = Rp. 90.000.000.-
Perhitungan LP B, C, D
Pasal 921 KUHPerdata: HP. A = 420.000.000 +
30.000.000 = Rp 450.000.000.-
Pasal 914 KUHPerdata: LP B, C,D masing-masing= 3/4 x
1/3 x 450.000.000 = Rp.
112.500.000.-.
B, C, D masing-masing baru terima = Rp. 90.000.000.-
B, C, D masing-masing kurang = 112.500.000 –
90.000.000 = Rp. 22.500.000.- .
Jadi B, C,D bertiga kurang = 3 x 22.500.000 = R.
67.500.000.-
Inkorting dari Wasiat X sebesar Rp. 63.500.000.-
Pembagian harta warisan A
B = Rp. 112.500.000.-
C = Rp. 112.500.000.-
D = Rp. 112.500.000.-
X= 150.000.000 – 67.500.000 = Rp. 82.500.000.-.
------------------------ +
Rp. 420.000.000.-

2. Barang yang diterima dari hibah, hilang

Apabila barang yang dihibahkan hilang diluar kesalahan


penerima hibah, sebelum meninggalnya pemberi hibah, maka hal
tersebut tidak usah diperhitungkan dalam penjumlahan dalam
rangka menghitung bagian mutlak dalam warisan Pewaris. Akan
tetapi jika hilangnya itu disebabkan oleh ketidakmampuan si
penerima hibah sehingga barang tersebut tidak dapat diperoleh
kembali maka barang tersebut tetap diperhitungkan.22

3. Pengembalian barang-barang tidak bergerak

Pengembalian barang-barang tidak bergerak, yang harus


dilakukan berkenaan dengan Pasal 924 KUHPerdata, harus terjadi
dalam wujudnya, sekalipun ada ketentuan yang bertentangan.
Namun bila pengurangan itu harus diterapkan pada sebidang
pekarangan yang tidak dapat dibagi-bagi sebagaimana dikehendaki,
maka penerima hibah, pun seandainya dia itu bukan ahli waris,
berhak memberikan penggantian berupa uang tunai untuk barang
yang sedianya harus diserahkan kepada legitimaris itu.23

4. Penerima hibah wajib untuk mengembalikan hasil dari


barang yang lebih

Dalam hal penerima hibah menerima barang-barang lebih


daripada yang semestinya wajib untuk mengembalikan hasil dari
barang-barang yang kelebihan itu, terhitung dari hari meninggalnya
pemberi hibah bila tuntutan akan pengurangan itu diajukan dalam
waktu 1 (satu) tahun sejak hari meninggalnya pemberi hibah itu.24

5. Barang tidak bergerak yang dikembalikan bebas dari


utang yang dijamin dengan hipotik/hak tanggungan

Barang-barang tidak bergarak yang atas dasar pengurangan


harus dikembalikan ke dalam harta warisan, karena pengembalian
itu, menjadi bebas dari utang-utang atas hipotik/hak tanggungan

22
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op.Cit., Pasal 923
23
Ibid., Pasal 925
24
Ibid., Pasal 927
yang telah dibebankan kepada barang-barang itu oleh penerima
hibah.25

E. Penerapan Pasal 916 a KUHPerdata

Berdasarkan ketentuan Pasal 916 a KUHPerdata, dalam hal


terdapat wasiat atau hibah yang diberikan bukan kepada ahli waris
non legitimaris, dan pemberian tersebut mengurangi bagian mutlak
ahli waris legitimaris maka atas hibah atau wasiat tersebut harus
dilakukan pengurangan. Bagian mutlak ahli waris legitimaris
tersebut dihitung sesuai keadaan andaikata ahli waris non legitimaris
tersebut tidak ada. Selengkapnya Pasal 916 a KUHPerdata tersebut
berbunyi:

“Dalam hal-hal, bilaman guna menetukan besarnya


bagian mutlak harus diperhatikan adeanya beberapa
waris, yang kendati menjadi waris karena kematian,
namun bukan ahli waris waris mutlak maka, apabila
kepada orang-orang lain selain ahli waris tak mutlak tadi,
baik dengan suatu perbuatan perdata antara yang masih
hidup, maupun dengan surat wasiat, telah dihibahkan
barang-barang sedemikian banyak, sehingga melebihi
jumlah yang mana, andaikata ahli warisn tak mutlak tadi
taka da, sedianya adalah jumlah terbesar yang
diperbolehkan , dalam hal-hal yang sedemikianpun,
haruslah hibah-hibah tadi mengalami pemotongan-
pemotongan yang demikian sehingga menjadi sama
dengan jumlah yang diperbolehkan tadi, sedangkan
tuntutan untuk itu harus dilancarkan oleh dan untuk
kepentingan para waris mutlak, beserta sekalian ahli waris
dan pengganti mereka.”

Ada 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi dalam pembagian


Pewarisan, agar Pasal 916 a KUHPerdata tersebut dapat diterapkan
dalam menghitung bagian mutlak ahli waris legitimaris. Ketiga
unsur tersebut adalah:

25
Ibid., Pasal 928
a. Adanya ahli waris non legitimaris (Dalam Kasus Pewarisan
Golongan I berarti ada suami/isteri. Dalam kasus
Pewarissan Golongan II berarti ada saudara-saudara
maupun keturunan saudara)
b. Adanya ahli waris legitimaris (Dalam Kasus Pewarisan
Golongan I berarti ada anak-anak Pewaris, termasuk anak
luar kawin yanmg diakui sah. Dalam kasus Pewarissan
Golongan II berarti ada orang tua yang masih hidup
dan/atau anak luar kawin yang diakui sah oleh Pewaris)
c. Adanya wasiat dan/atau hibah, yang diberikan kepada
orang-orang selain ahli waris non legitimaris.(Jadi yang
menerima wasiat atau hibah bukan ahli waris non
legitimaris, dalam hal ini wasiat atau hibah tersebut
diberikan kepada pihak ketiga atau diberikan kepada ahli
waris legitimaris).
Apabila ketiga unsur tersebut dipenuhi maka berlaku Pasal 916 a
KUHPerdata, dimana untuk menghitung bagian mutlak ahli wais
legimaris terhadap penerima hibah atau wasiat tersebut maka ahli
waris legitimaris dianggap tidak ada.

Contoh Kasus 1 :

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B, dan 2 orang


anak C dan D. Dalam wasiatnya A telah mengangkat X
sebagai ahli warisnya untuk sebesar 1/2 (satu perdua) dari
harta warisan A. Pada saat A meninggal dunia terdapat
harta warisan A sebesar Rp. 300.000.000.-. Hitunglah
bagian masing-masing ahli waris. Semua ahli waris
menuntut haknya.

A B

1/2

C D
X

Perhitungan :
Harta warisan A = Rp. 300.000.000.-
Pelaksanaan Wasiat:
Wasiat kepada X = ½ x 300.000.000 = Rp. 150.000.000.-
---------------------------- -
Sisa harta warisan =Rp. 150.000.000.-

Untuk ahli waris ab intestato,yaitu B, C dan D, masing-


masing= 150.000.000 : 3 = Rp. 50.000.000.-
Perhitungan LP C, D terhadap X
Pasal 916 a KUHPerdata: B dianggap tidak ada
Bagian ab intestato C, D dalam B tidak ada = 1/2 x
300.000.000 = Rp. 150.000.000.-
LP C,D masing-masing= 2/3 x 150.000.000 =
Rp. 100.000.000.-.
C, D masing-masing baru terima = Rp. 50.000.000.-
C, D masing-masing kurang = 100.000.000 – 50.000.000 =
Rp. 50.000.000.- . Jadi CD berdua kurang = Rp.
100.000.000.-
Inkorting dari B = Rp.
50.000.000.-

---------------------- -
Masih kurang sebesar Rp.
50.000.000.-
Diinkorting dari wasiat X
Pembagian harta warisan A:
B = 50.000.000 – 50.000.000 = Rp. 0
C = Rp. 100.000.000.-
D = Rp. 100.000.000.-
X= 150.000.000 – 50.000.000 = Rp. 100.000.000.-.
------------------------ +
Rp. 300.000.000.-

Contoh Kasus 2:

A meninggal dunia, meninggalkan isteri B, dan 2 orang


anak C dan D. Dalam wasiatnya A telah mengangkat X
sebagai ahli warisnya untuk sebesar 1/2 (satu perdua) dari
harta warisan A. Pada saat A meninggal dunia terdapat
harta warisan A sebesar Rp. 300.000.000.-. Hitunglah
bagian masing-masing ahli waris. Semua ahli waris
menuntut haknya.

A B

1/2

C D

Perhitungan :
Harta warisan A = Rp. 300.000.000.-
Pelaksanaan Wasiat:
Wasiat kepada C = 1/2 x 300.000.000 = Rp. 150.000.000.-
---------------------------- -
Sisa harta warisan =Rp. 150.000.000.-

Untuk ahli waris ab intestato,yaitu B, C dan D, masing-


masing= 150.000.000 : 3 = Rp. 50.000.000.-
Perhitungan LP D
Pasal 916 a KUHPerdata : B dianggap tidak ada
Bagian ab intestato D dalam B tidak ada = 1/2 x
300.000.000 = Rp. 150.000.000.-
Pasal 914 KUHPerdata: LP D = 2/3 x 150.000.000 = Rp.
100.000.000.-.
D telah terima = Rp. 50.000.000.-
D kurang = 100.000.000 – 50.000.000 = Rp. 50.000.000.- .
Inkorting dari B sebesar = Rp. 50.000.000.-
Pembagian harta warisan A:
B = 50.000.000 – 50.000.000 = Rp. 0
C =150.000.000 + 50.000.000 = Rp. 200.000.000.-
D = 50.000.000 + 50.000.000 = Rp. 100.000.000.-
------------------------ +
Rp. 300.000.000.-
F. Perhitungan Bagian Mutlak dalam hal terdapat Bagian
Mutlak berdasarkan Pasal 916 a KUHPerdata
bersamaan dengan perhitungan Bagian Mutlak yang
hanya menggunakan Pasal 914, 915 atau 916
KUHPerdata

Dalam hal ini terdapat pemberian yang diberikan kepada


ahli waris ab intetato non legitimaris dan pemberian yang dilakukan
kepada pihak ketiga maupun kepada ahli waris legitimaris. Untuk
menghitung bagian mutlak ahli waris legitimaris, akan dihitung
dengan membedakan antara bagian mutlak ahli waris legitimaris
terhadap ahli waris non legitimaris dengan bagian mutlak ahli waris
legitimaris terhadap pihak ketiga maupun terhadap ahli waris
legitimaris lainnya yang telah menerima pemberian melalui wasiat
maupun hibah.
Dalam menghitung bagian mutlak ahli waris legitimaris
terhadap ahli waris non legitimaris maka perhitungan LP ahli waris
legitimaris tersebut dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 914, Pasal
915, atau Pasal 916 dan selanjutnya jika bagian mutlak ahli waris
legitimaris dilanggar maka dilakukan pemotongan (inkorting) sesuai
urutan sampai batas pemotongan terhadap bagian ahli waris
legitimaris, baik yang diterima berdasarkan undang-undang, maupun
yang diterima berdasarkan wasiat dan selanjutnya berdasarkan
hibah. Bagian ahli waris non legitimaris berdasarkan undang-undang
dipotong seluruhnya, selanjutnya dilakukan inkorting terhadap
wasiat yang diterima oleh ahli waris non legitimaris. Dalam
pemotongan wasiat yang diterima ahli waris non legitimaris ini,
dilakukan secara proporsional dengan wasiat yang diterima pihak
ketiga. Ada kemungkinan seluruh wasiat tersebut terkena
pemotongan. Jika hal ini yang terjadi maka pemotongan dilanjutkan
kepada hibah yang telah diterima oleh ahli waris non legitimaris.
Selanjutnya setelah dilakukan pemotongan untuk
mencukupi bagian mutlak ahli waris legitimaris terhadap ahli waris
non legitimaris maka dilakukan perhitungan bagian mutlak ahli
waris legitimaris terhadap pihak ketiga. Dalam menghitung bagian
mutlak ahli waris legitimaris terhadap pihak ketiga maka
perhitungan LP ahli waris legitimaris tersebut dihitung berdasarkan
ketentuan Pasal 916 a jo Pasal 914, Pasal 915, atau Pasal 916
KUHPerdata. Dengan diterapkannya Pasal 916 a KUHPerdata maka
untuk menghitung bagian mutlak ahli waris legitimaris, ahli waris
non legitimaris dianggap tidak ada. Jika bagian mutlak ahli waris
legitimaris dilanggar maka dilakukan pemotongan (inkorting) sesuai
urutan sampai batas pemotongan terhadap wasiat pihak ketiga.
Dalam pemotongan wasiat yang diterima pihak ketiga ini dilakukan
secara proprsional dengan wasiat yang diterima oleh pihak ketiga
dengan wasiat yang diterima ahli waris non legitimaris. Ada
kemungkinan seluruh wasiat tersebut terkena pemotongan. Jika hal
ini yang terjadi maka pemotongan dilanjutkan kepada hibah yang
telah diterima oleh pihak ketiga.26
Cara yang sama juga berlaku dalam hal terdapat wasiat
atau pemberian/hibah kepada ahli waris non legitimaris dan ahli
wris legitimaris.

Contoh kasus 1 :
A meninggal dunia, meninggalkan isteri (B) dan 2 (dua) orang anak
C dan D. Dalam wasiatnya A mengangkat isterinya B dan
kawannnya X sebagai ahli warisnya, masing-masing untuk sebesar
1/2 (satu perdua) bagian dari harta peninggalan A.
1/2
A B

1/2

X
C D

26
Setelah dilakukannya perhitungan Bagian Mutlak ahli waris legitimaris
terhadap ahli waris non legitimaris dan dilakukannya inkorting atau
pemotongan terhadap bagian yang telah diterima ahli waris non legitimaris,
baik berdasarkan undang-undang maupun berdasarkan wasiat dan/atau
hibah (dengan ketentuan wasiat dipotong terlebih dahulu, dan kemudian jika
belum mencukupi dilakukan inkorting terhadap hibah yang diterima ahli
waris non legitimaris) maka perhitungan Bagian Mutlak ahli waris
legitimaris dilakukan terhadap pihak ketiga. Dalam perhitungan bagian
mutlak ahli waris legitimaris terhadap pihak ketiga, bagian mutlak ahli
waris legitimaris terhadap ahli waris non legitimaris dan pelaksanaan
inkoringnya kita anggap tidak ada. Hal tersebut karena untuk melakukan
pemotongan atau inkoring terhadap wasiat dan/atau hibah yang diterima
oleh pihak ketiga harus tetap dilakukan sesuai urutan inkoting.
HP. A = 1
Pelaksanaan wasiat, untuk B dan X masing-masing = 1/2.
Sisa = 0. Jadi C dan D tidak menerima bagian = 0
Dalam hal ini akan terdapat perhitungan Bagian Mutlak C dan D
sebagai berikut:
 LP C dan D masing-masing terhadap B, yang dihitung
berdasarkan Pasal 914 KUHPerdata, yaitu masing-masing
sebesar = 2/3 x 1/3 = 2/9
 LP C dan D masing-masing terhadap X, yang dalam hal ini
berlaku ketentuan Pasal 916 a KUHPerdata, dimana B
dianggap tidak ada, jadi LP C dan D masing-masing = 2/3
x 1/2 = 1/3
Untuk melakukan pengurangan (inkorting) terhadap B dan X maka
dilakukan secara proporsional yang dilihat dari besarnya wasiat
yang diterima jadi B : X = 1/2 : 1/2 = 1 : 1, dengan tetap
memperhatikan urutan inkorting.
Jadi kita lihat bahwa C dan D masing-masing belum menerima
bagian. Pelaksanaan inkortingnya adalah sebagai berikut:
 LP C dan D masing-masing terhadap B, sebesar 2/9,
masing-masing belum menerima bagian. Jadi C dan D
masing-masing masih kurang = 2/9. C dan D berdua
masing kurang sebesar 4/9. Kekurangan ini langsung
diambil dari wasiat, sesuai urutan inkorting, karena semua
harta habis dipakai untuk wasiat. Jadi wasiat terhadap B
dikurangi sebesar 1/227 x 4/9 = 2/9. Untuk C dan D,
masing-masing = 1/2 x 2/9 = 1/9
 LP C dan D masing-masing terhadap X, sebesar 1/3,
masing-masing belum menerima bagian.28 Jadi C dan D
masing-masing masih kurang = 1/3. C dan D berdua
masing kurang sebesar 2/3. Kekurangan ini langsung
diambil dari wasiat, sesuai urutan inkorting, karena semua
harta habis dipakai untuk wasiat. Jadi wasiat terhadap X
dikurangi sebesar 1/229 x 2/3 = 1/3. Untuk C dan D
masing-masing = 1/2 x 1/3 = 1/6

27
Kenapa 1/2 (satu perdua)? Ini karena wasiat kepada B dan X dikurangi
secara proporsional dari besarnya wasiat yang diterima oleh B dan X
28
Hal ini dilihat dari kondisi pada saat sebelum dilakukannya perhitungan
Bagian Mutlak.
 Jadi Pembagian HP. A :

B = 1/2 - 2/9 = 9/18 – 4/18 = 5/18


X = 1/2 - 1/3 = 9/18 – 6/18 = 3/18
C = 1/9 + 1/6= 2/18 + 3/18 = 5/18
D = 1/9 + 1/6= 2/18 + 3/18 = 5/18
------------------------------------ +
18/18

Contoh kasus 2 :

A meninggal dunia, meninggalkan isteri (B) dan 2 (dua) orang anak


C dan D. Dalam wasiatnya A mengangkat isterinya B dan anaknya
C sebagai ahli warisnya, masing-masing untuk sebesar 1/2 (satu
perdua) bagian dari harta peninggalan A.

1/2
A B

1/2

C D

HP. A = 1
Pelaksanaan wasiat, untuk B dan C masing-masing = 1/2.
Sisa = 0. Jadi D tidak menerima bagian = 0
Dalam hal ini akan terdapat perhitungan Bagian Mutlak C dan D
sebagai berikut:
 LP C dan D masing-masing terhadap B
- Pasal 914 KUHPerdata: LP C dan D masing-
masing sebesar = 2/3 x 1/3 = 2/9
- LP C terhadap B, sebesar 2/9 = 4/18. C telah
terima = 9/18. Jadi LP C tidak dilanggar.

29
Kenapa 1/2 (satu perdua)? Ini karena wasoat kepada B dan X dikurangi
secara proporsional dari besarnya wasiat yang diterima oleh B dan X
- LP D terhadap B, sebesart 2/9. D belum menerima
bagian.
Kekurangan LP D terhadap B diambil dari wasiat terhadap
B, secara proporsional yaitu Wasiat kepada B : Wasiat
kepada C = ½ : ½ = 1 : Jadi Wasiat kepada B dikurangi
sebesar = 1/2 x 2/9 = 1/9
 LP D terhadap C
- Dalam hal ini berlaku ketentuan Pasal 916 a
KUHPerdata, karena dipenuhinya tiga syarat. Jadi
B dianggap tidak ada, jadi LP D = 2/3 x 1/2 = 1/3.
- D belum menerima bagian.
Kekurangan LP D terhadap C diambil dari wasiat kepada
C, secara proporsional yaitu Wasiat kepada C : Wasiat
kepada B = ½ : ½ = 1 : 1
Jadi wasiat kepada C dikurangi sebesar = 1/2 x 1/3 = 1/6
 Jadi Pembagian HP. A :
B = 1/2 - 1/9 = 9/18 – 2/18 = 7/18
C = 1/2 - 1/6 = 9/18 – 3/18 = 6/18
D = 1/9 + 1/6= 2/18 + 3/18 = 5/18
------------------------------------ +
18/18

Contoh kasus 3 :

A meninggal dunia, meninggalkan isteri (B) dan 2 (dua) orang anak


C dan D. Dalam wasiatnya A mengangkat isterinya B untuk sebesar
1/2 (satu perdua) bagian dari harta peninggalan A dan memberikan
hibah wasiat kepada kawannya X berupa uang tunai sebesar Rp.
180.000.000.-. Pada saat meninggal dunia terdapat harta berupa
uang tuani sebasar Rp. 360.000.000.-.Hitunglah pembgian HP. A
dalam hal semua ahli waris menuntut haknya.

1/2
A B
180 jt

C D
X

HP. A = Rp 360.000.000.-
Pelaksanaan wasiat:
 Legaat kepada X sebesar = Rp. 180.000.000.-
 Sisa HP. A = Rp. 180.000.000.-
 Erfstelling kepada B = 1/2 x Rp. 180.000.000 = Rp.
90.000.000.-
 Sisa HP. A = Rp. 90.000.000.- untuk B, C dan D. C dan D
masing-masing = 1/3 x Rp. 90.000.000 = Rp. 30.000.000.-

Cek LP C dan D masing-masing:


 LP C dan D masing-masing terhadap B, yang dihitung
berdasarkan Pasal 914 KUHPerdata, yaitu masing-masing
sebesar = 2/3 x 1/3 = 2/9. Jadi LP C dan D masing-masing
terhadap B = 2/9 x Rp. 360.000.000 = Rp. 80.000.000.-
C dan D masing-masing telah terima = Rp. 30.000.000.
Jadi masing-masing masih kurang Rp. 50.000.000.- . Jadi
LP C dan D dilanggar
 LP C dan D masing-masing terhadap X, yang dalam hal ini
berlaku ketentuan Pasal 916 a KUHPerdata, dimana B
dianggap tidak ada, jadi LP C dan D masing-masing = 2/3
x 1/2 = 1/3. Jadi LP C dan D terhadap X masing-masing =
1/3 x Rp. 360.000.000 = Rp. 120.000.000.-
C dan D masing-masing telah terima = Rp. 30.000.000.
Jadi masing-masing masih kurang Rp. 90.000.000.- . Jadi
LP C dan D dilanggar
Pemotongan (Inkorting):
Untuk melakukan pengurangan (inkorting) terhadap B dan X maka
dilakukan secara proporsional yang dilihat dari besarnya wasiat
yang diterima jadi B : X = 90.000.000 : 180.000.000 = 1 : 2, dengan
tetap memperhatikan urutan inkorting.
Pelaksanaan inkortingnya adalah sebagai berikut:
 LP C dan D masing-masing terhadap B: LP C dan D
masing-masing terhadap B = 2/9 x Rp. 360.000.000 = Rp.
80.000.000.- C dan D masing-masing telah terima = Rp.
30.000.000. Jadi masing-masing masih kurang Rp.
50.000.000.-, C dan D berdua masih kurang sebesar Rp.
100.000.000.-, diinkorting:
- Terlebih dahulu dari bagian yang telah diterima
ahli waris ab intestat non legitimaris (B) dari
bagiannnya berdasarkan undang-undang, yaitu
sebesar Rp. 30.000.000.-
- Masih kurang sebesar Rp. 70.000.000.-, dinkoting
dari wasiat kepada B = 1/3 x Rp. 70.000.000 = Rp
23.333.333.- Untuk C dan D masing-masing = Rp.
11.666.667
 Jadi LP C dan D terhadap X masing-masing = 1/3 x Rp.
360.000.000 = Rp. 120.000.000.-
C dan D masing-masing telah terima = Rp. 30.000.000.
Jadi masing-masing masih kurang Rp. 90.000.000.- .
Diinkorting:
- Terlebih dahulu dari bagian yang telah diterima
ahli waris ab intestato non legitimaris (B) dari
bagiannnya berdasarkan undang-undang, yaitu
sebesar Rp. 30.000.000.-
- Masih kurang sebesar Rp. 90.000.000.-, dinkoting
dari wasiat kepada X = 2/3 x Rp. 90.000.000 = Rp
60.000.000.- Untuk C dan D masing-masing = Rp.
30.000.000.-
 Jadi Pembagian HP. A :
B =Rp. 90.000.000 + Rp. 30.000.000 – Rp. 30.000.000 –
Rp. 23.333.333 = Rp. 66.666.667
X = Rp. 180.000.000 – Rp. 60.000.000 = Rp. 120.000.000.-
C =Rp. 30.000.000 + Rp. 11.666.667 + Rp. 30.000.000 =
Rp. 71.666.667.-
C =Rp. 30.000.000 + Rp. 11.666.667 + Rp. 30.000.000 =
Rp. 71.666.667.-
--------------------------------------------------------
+
Rp. 360.000.001.- = Rp. 360.000.000.-
II. PEMASUKAN ATAS HIBAH (INBRENG)

A. Pengertian

Pemasukan (inbreng) adalah memasukkan kembali


kedalam harta warisan, hibah yang pernah diterima dari Pewaris
atau atau memperhitungkan hibah yang pernah diterima terhadap
hak bagiannya selaku ahli waris.

B. Penerima hibah yang wajib inbreng

Pada prinsipnya yang wajib melakukan inbreng atas hibah


yang telah diterima dari Pewaris adalah anak-anak dan keturunan
kebawah. Anak-anak atau keturunan kebawah, yang tampil
mewaris harta warisan Pewaris wajib inbreng atas hibah yang
diterimanya. Mereka wajib inbreng atau memasukan kembali hibah
yang telah mereka terima ke dalam harta warisan, kecuali apabila
saat pemberian dilakukan, telah dinyatakan secara tegas oleh
Pewaris bahwa penerima hibah tersebut tidak diwajibkan untuk
kelakukan inbreng atas hibah yang diterimanya. Ahli waris lainnya,
selain anak-anak atau keturunannya, baik ahli waris
berdasarkan undang-undang maupun ahli waris berdasarkan
wasiat, tidak wajib inbreng atas hibah yang diterimanya dari
Pewaris, kecuali apabila saat pemberian dilakukan, telah dinyatakan
secara tegas oleh Pewaris bahwa penerima hibah tersebut
diwajibkan untuk kelakukan inbreng atas hibah yang diterimanya.
Hal tersebut ditentukan dalam Pasal 1086 KUHPerdata yang
berbunyi:

“Dengan tidak mengurangi kewajiban sekalian ahli waris


untuk membayar kepada kawan-kawan waris mereka atau
memperhitungkan dengan mereka ini segala utang mereka
kepada harta peninggalan, maka segala hibah yang
diperoleh dari si yang mewariskan dikala hidupnya orang
ini, harus dimasukan:
1. oleh para waris dalam garis lurus ke bawah, baik
sah maupun luar kawin, baik mereka itu telah
menerima warisannya secara murni maupun
yang menerima dengan hak istimewa untuk
mengadakan pendaftaran, baik mereka itu hanya
memperoleh bagian mutlak mereka maupun
mereka telah memperoleh lebih dari itu, kecuali
apabila pemberian-pemberian telah dilakukan
dengan pembebasan secara jelas dari pemasukan,
ataupun apabila para penerima itu didalam suatu
akta otentik atau dalam surat wasiat telah
dibebaskan dari kewajibannya untuk
memasukkan;
2. oleh semua waris lain, baik waris karena
kematian maupun waris wasiat, namun hanyalah
dalam hal si yang mewariskan maupun si
penghibah dengan tegas telah memerintahkan
atau memperjanjikan dilakukannya pemasukkan.30

30
Ibid., Pasal 1086
Contoh kasus 1: Hibah yang diterima anak

A meninggal dunia meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang anaknya,


yaitu C, D dan E. Semasa hidupnya A telah memberi hibah kepada
C, uang tunai sebesar Rp. 60.000.000.-. Pada saat A meninggal
dunia terdapat harta warisan sebesar Rp. 150.000.000.-

A B

Rp. 60 jt

C D E

Dalam perhitungan pembagian harta warisan maka berdasarkan


Pasal 1086 KUHPerdata, C inbreng sebesar Rp. 60.000.000.-,
sehingga harta warisan berjumlah Rp. 210.000.000.-, dibagikan
kepada D, E dan F , masing-masing memperoleh 210.000.000 : 3 =
Rp. 70.000.000.-
Jadi Pembagian HP. A:
C = Rp. 70.000.000 – Rp. 60.000.000 = Rp. 10.000.000.-
D = Rp. 70.000.000.-
E = Rp. 70. 000.000.-
--------------------------- +
Rp.150.000.000.-

Contoh kasus 2: Hibah yang diterima saudara

A meninggal dunia meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang saudara


kandung, yaitu C, D dan E. Semasa hidupnya A telah memberi
hibah kepada C, uang tunai sebesar Rp. 60.000.000.-. Pada saat A
meninggal dunia terdapat harta warisan sebesar Rp. 150.000.000.-
Rp. 60 jt

C D E

Dalam perhitungan pembagian harta warisan maka berdasarkan


Pasal 1086 KUHPerdata, C tidak wajib inbreng.Sehingga harta
warisan berjumlah Rp. 150.000.000.-, dibagikan kepada D, E dan
F , masing-masing memperoleh 150.000.000 : 3 = Rp. 50.000.000.-
Jadi Pembagian HP. A:
C = Rp. 50.000.000.-
D = Rp. 50.000.000.-
E = Rp. 50. 000.000.-
--------------------------- +
Rp.150.000.000.-

C. Ahli waris yang menolak harta warisan

Ahli waris yang menolak tidak wajib inbreng atas hibah


yang pernah diterimanya. Hal ini ditentukan dalam Pasal 1087
KUHPerdata, yang berbunyi ”Seorang waris yang menolak
warisannya tidaklah diwajibkan memasukkan apa yang pernah
dihibahkan kepadanya…”31

Contoh kasus 1: Ahli waris yang menerima Hibah menolak

A meninggal dunia meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang anaknya,


yaitu C, D dan E. Semasa hidupnya A telah memberi hibah kepada
C, uang tunai sebesar Rp. 60.000.000.-. Pada saat A meninggal
dunia terdapat harta warisan sebesar Rp. 210.000.000.- dan C
menolak harta warisan.

A B

31
Ibid., Pasal 1087
Rp. 60 jt

C D E

Dalam perhitungan pembagian harta warisan maka berdasarkan


Pasal 1087 KUHPerdata, C tidak wajib inbreng. Sehingga harta
warisan berjumlah Rp. 210.000.000.-, dibagikan kepada D dan E ,
masing-masing memperoleh 210.000.000 : 2 = Rp. 105.000.000.-

D. Pemasukan (Inbreng) yang lebih besar dari bagiannya


selaku ahli waris

Apabila dalam pelaksanaan pembagian harta warisan,


terdapat ahli waris yang memperoleh bagian dari warisan lebih kecil
dari inbreng yang telah dilakukannya atas hibah yang diterimanya,
maka kelebihannya tidak wajib untuk di inbreng. Hal ini ditentukan
dalam Pasal 1088 KUHPerdata, yang berbunyi:

“ Jika pemasukan berjumlah lebih dari pada bagiannya


sendiri dalam warisan maka apa yang selebihnya itu tidak
usah dimasukkan dengan tidak mengurangi ketentuan
dalam Pasal yang lalu.”32

Dalam perhitungan pembagian harta warisan, untuk


memenuhi ketentuan Pasal 1088 KUHPerdata tersebut maka pada
awalnya hibah yang diterima tidak dimasukan ke dalam harta
warisan. Harta warisan yang ada dibagi kepada semua ahli waris
lainnya, yang memperolehnbagian dari harta warisan tanpa adanya
inbreng tersebut. Selanjutnya setelah diperolehnya hak bagian
masing-masing ahliwaris, barulah ditentukan bahwa ahli waris yang
wajib inbreng tersebut memperoleh bagian sama besarnya dengan
yang diperoleh rekan-rekannya dan melakukan inbreng sebatas hak
bagiannya tersebut.

Contoh kasus:
32
Ibid., Pasal 1088
A meninggal dunia meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang anaknya,
yaitu C, D dan E. Semasa hidupnya A telah memberi hibah kepada
C, uang tunai sebesar Rp. 60.000.000.-. Pada saat A meninggal
dunia terdapat harta warisan sebesar Rp. 90.000.000.-

A B

Rp. 60 jt

C D E

Dalam perhitungan pembagian harta warisan maka berdasarkan


Pasal 1086 KUHPerdata, C inbreng sebesar Rp. 60.000.000.-,
sehingga harta warisan berjumlah Rp. 150.000.000.-, dibagikan
kepada C, D dan E , masing-masing memperoleh 150.000.000 : 3 =
Rp. 50.000.000.-
C memperoleh bagian lebih kecil dari bagian yang diinbrengnya
maka hal ini bertentangan dengan Pasal 1088 KUHPerdata.
Untuk itu C tidak perlu melakukan inbreng, dan harta warisan yang
ada sebesar Rp. 150.000.000.- hanya dibagikan kepada D dan E,
masing-masing memperoleh Rp. 75.000.000.-
Sedangkan C dianggap juga menerima bagian sebesar Rp.
75.000.000.- dan inbreng sebesar bagiannya tersebut yaitu inbreng
sebesar Rp. 75.000.000.-. Jadi C menerima Rp. 0

E. Pemberian yang dilakukan oleh orang tua kepada


Suami/Isteri dari anaknya (Hibah yang diberikan oleh
Mertua kepada Menantunya)

Hibah yang diberikan oleh mertua kepada seorang suami


atau isteri dari anaknya, tidak tunduk pada pemasukkan. Meskipun
hanya 1/2 (satu perdua), sekalipun hibah yang diberikan tersebut
telah masuk dalam harta persatuan anaknya tersebut. Namun jika
hibah tersebut telah diberikan kepada suami dan isteri tersebut
secara bersama-sama oleh bapak atau ibu salah seorang dari
mereka, maka pemasukkan tersebut haruslah dilakukan, yaitu
sebesar ½ (setengah). Jika hibah itu telah diberikan kepada suami
atau isteri oleh bapak atau ibunya sendiri, maka hibah itu harus
dimasukkan seluruhnya. Hal ini ditentukan dalam Pasal 1090
KUHPerdata, yang berbunyi:

“Pemberian yang dilakukan kepada seorang suami oleh


orang tua isterinya atau kepada seorang isteri oleh orang
tua suaminya, tidak tunduk pada pemasukkan, meskipun
hanya separoh, sekalipun barang yang dihibahkan itu
telah jatuh ke dalam persatuan.
Jika itu pemberian-pemberian itu telah dilakukan kepada
suami isteri kedua-duanya bersama-sama oleh bapak atau
ibu salah seorang dari mereka, maka pemasukkan
haruslah dilakukan.
Jika pemberian-pemberian itu telah dilakukan kepada si
suami atau si isteri oleh bapak atau ibunya sendiri, maka
pemberian-pemberian itu harus dimasukkan seluruhnya.”33

Contoh kasus :

A meninggal dunia meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang anaknya,


yaitu C, D dan E. Semasa hidupnya A telah memberi hibah kepada F
isteri dari C, uang tunai sebesar Rp. 60.000.000.-. Pada saat A
meninggal dunia terdapat harta warisan sebesar Rp. 210.000.000.-

A B

Rp. 60 jt

F C D E

Dalam perhitungan pembagian harta warisan maka berdasarkan


Pasal 1090 KUHPerdata, C dan F tidak wajib inbreng atas hibah
yang diterima F.-, sehingga harta warisan berjumlah Rp.

33
Ibid., Pasal 1090
210.000.000.-, dibagikan kepada C, D, dan E , masing-masing
memperoleh 210.000.000 : 3 = Rp. 70.000.000.-

F. Inbreng dilakukan hanya untuk kepentingan ahli waris


lainnya, tidak boleh untuk kepentingan penerima hibah
wasiat atau kreditor

Suatu pemasukan hanya dilakukan ke dalam harta warisan


Pewaris (Pemberi Hibah). Suatu pemasukkan hanya diwajibkan
kepada seorang ahli waris untuk kepentingan ahli waris lainnya.
Pemasukkan tidak boleh dilakukan untuk kepentingan para
penerima hibah wasiat maupun untuk kepentingan para kreditor dari
harta warisan. Hal ini ditentukan dalam Pasal 1091 KUHPerdata,
yang berbunyi:

“Pemasukan hanya terjadi dalam harta peninggalan si


pemberi hibah; adalah pemasukan itu hanya diwajibkan
kepada seorang waris untuk kepentingan waris yang lain.
Tiada pemasukan yang terjadi guna kepentingan orang-
orang penerima hibah wasiat, maupun guna kepentingan
orang-orang yang mengutangkan kepada harta
peninggalan.” 34

Berdasarkan ketentuan Pasal 1091 KUHPerdata tersebut,


maka dalam suatu kasus pembagian waris, dalam hal terdapat wasiat
berupa pengangkatan ahli waris, hibah wasiat, juga terdapat hibah
yang telah diterima oleh seorang anak dan disamping itu Pewaris
mempunyai utang. Maka pembagian dilakukan dalam urutan
sebagai berkut:
1. Pembayaran atas utang yang ada;
2. Pelaksanaan hibah wasiat;
3. Inbreng;
4. Pelaksanaan wasiat berupa pengangkatan ahli
waris;
5. Sisa harta warisan dibagikan kepada ahli waris
berdasarkan undang-undang.

34
Ibid., Pasal 1091
Contoh kasus :

A meninggal dunia meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang anaknya,


yaitu C, D dan E. Semasa hidupnya A telah memberi hibah kepada
C, uang tunai sebesar Rp. 60.000.000.-. Dalam wasiatnya A
memberikan hibah wasiat epada temannya X sebesar 1/5 (satu
perlima) dari hartanya. Pada saat A meninggal dunia terdapat harta
warisan sebesar Rp. 150.000.000.-

A B
1/5

Rp. 60 jt

X C D E

Perhitungan:
HP. A = Rp. 150.000.000
Pelaksanaan Wasiat:
Hibah wasiat kepada X = 1/5 x Rp. 150.000.000 = Rp. 30.000.000.-
Sisa HP. A = Rp. 120.000.000.-
Pasal 1090: C inbreng = Rp. 60.000.000.-
---------------------- +
Rp. 180.000.000.- untuk C, D dan E
masing-masing = Rp. 60.000.000.-
Jadi Pembagian HP. A:
X = Rp. 30.000.000.-
C = Rp. 60.000.000 – Rp. 60.000.000 = Rp.0.-
D = Rp. 60.000.000.-
E = Rp. 60. 000.000.-
--------------------------- +
Rp.150.000.000.-

G. Cara melakukan Inbreng

Dalam hal terdapat kewajiban untuk melakukan inbreng


maka inbreng tersebut dapat dilakukan dengan cara:
1. Dengan mengembalikan apa yang telah diterima
dalam wujudnya ke dalam harta warisan; atau
2. Dengan cara menerima bagian yang kurang dan
para ahli waris yang lain. Dalam hal ini ahli
waris yang wajib inbreng tidak melakukan
pengembalian barang yang diterimannya maupun
nilainya.
Hal tersebut ditentukan dalam Pasal 1092 KUHPerdata, yang
berbunyi sebagai berikut:

“Pemasukan dilakukan dengan mengembalikan apa yang


telah dinikmati dalam ujudnya ke dalam harta
peninggalan, maupun menerima sekian kurang dari
kawan-kawan berhak yang lainnya.” 35

Contoh kasus 1 : Inbreng berupa nilai barang yang diterima

A meninggal dunia meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang anaknya,


yaitu C, D dan E. Semasa hidupnya A telah memberi hibah kepada
C, sebuah motor seharga Rp. 60.000.000.-. Pada saat A meninggal
dunia terdapat harta warisan sebesar Rp. 150.000.000.- dan harga
motor tersebut tetap.

A B

Rp. 60 jt

C D E

Dalam perhitungan pembagian harta warisan maka berdasarkan


Pasal 1086 KUHPerdata, C wajib inbreng. Berdasarkan Pasal 1092
KUHPerdata, C telah memilih untuk memasukan nilai motor
tersebut yaitu sebesar Rp. 60.000.000.-, sehingga harta warisan
berjumlah Rp. 210.000.000.-, dibagikan kepada D, E dan F ,
masing-masing memperoleh 210.000.000 : 3 = Rp. 70.000.000.-

35
Ibid., Pasal 1092
Jadi Pembagian HP. A:
C = Rp. 70.000.000 – Rp. 60.000.000 = Rp. 10.000.000.-
D = Rp. 70.000.000.-
E = Rp. 70. 000.000.-
--------------------------- +
Rp.150.000.000.-

Contoh kasus 2 : Inbreng berupa barang.

A meninggal dunia meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang anaknya,


yaitu C, D dan E. Semasa hidupnya A telah memberi hibah kepada
C, sebuah motor seharga Rp. 60.000.000.-. Pada saat A meninggal
dunia terdapat harta warisan berupa rumah senilai Rp. 300.000.000.-
dan uang tunai sebesar Rp. 150.000.000.- dan harga motor tersebut
tetap.

A B

Rp. 60 jt

C D E

Dalam perhitungan pembagian harta warisan maka berdasarkan


Pasal 1086 KUHPerdata, C wajib inbreng. Berdasarkan Pasal 1092
KUHPerdata, C telah memilih untuk memasukan inbreng berupa
motor. Jadi harta peninggalan terdiri dari :
1. Rumah = Rp. 300.000.000.-
2. Uang tunai = Rp. 150.000.000.-
3. Motor = Rp. 60.000.000.-
--------------------------------------- +
Rp. 510.000.000.-, dibagikan kepada C, D
dan E, masing-masing memperoleh : 1/3 x Rp. 510.000.000 = Rp.
270.000.000.-
Hak bagian masing-masing ini akan disesuaikan dengan harta
warisan yang akan dibagikan kepada mereka masing-masing.
Misalnya yang memperoleh rumah senilai Rp. 300.000.000.- akan
mengembalikan ke dalam boedel sebesar Rp. 30.000.000.-
H. Inbreng atas benda tak bergerak

Inbreng atas benda tak bergerak dapat dilakukan menurut


pilihan orang yang melakukan inbreng, yaitu:
1. Dengan mengembalikan bendanya dalam
wujudnya menurut keadaannya pada waktu
dilakukannya inbreng ; atau
2. Dengan memasukkan harga benda itu pada waktu
pemberian dilakukan.
Dalam hal inbreng dilakukan dengan mengembalikan bendanya,
maka orang yang memasukkan bertanggung jawab atas
berkurangnya barang itu karena kesalahannya, dan wajib untuk
membebaskannya dari beban-beban dan hipotik/hak tanggungan,
yang telah dibebankan olehnya atas barang itu. Namun segala biaya
yang dikeluarkan untuk penyelamatan barang itu dan untuk
pemeliharaannya. harus diganti untuk kepentingan orang yang
memasukkan.
Hal tersebut diatur dapam Pasal 1093 KUHPerdata, yang
berbunyi:

“Pemasukan benda-benda tak bergerak dapat dilakukan


menurut pilihan si yang memasukan yaitu dengan
mengembalikannya dalam ujudnya, sebagaimana benda-
benda itu diterimanya, maupun dengan memasukkan
harganya dikala benda-benda itu diberikan.
Dalam hal yang pertama si yang memasukkan adalah
bertanggung jawab untuk kemunduran, yang karena
kesalahannya terjadi pada benda tersebut, lagi pula ia
diwajibkan membersihkan benda-benda itu dari pada
segala beban-beban dan hipotik-hipotik yang olehnya
telah diletakan diatasnya.
Dalam hal yang sama, kepada si yang memasukkan itu
harus diberikan penggantian segala biaya yang perlu
dikeluarkan untuk menyelamatkan benda yang
bersangkutan, begitu pula biaya pemeliharaan, satu dan
lain dengan mengindahkan peraturan dalam bab tentang
hak pakai hasil.”36

I. Inbreng atas uang tunai

Pemasukan uang tunai dilakukan atas pilihan orang yang


melakukan pemasukan, dengan membayar sejumlah uang itu, atau
dengan mengurangkan sejumlah itu dari bagian warisan yang
diperolehnya. Hal tersebut ditentukan dalam Pasal 1094
KUHPerdata yang berbunyi:

“Pemasukan uang tunai dilakukan atas pilihan si yang


memasukkan, yaitu boleh membayar jumlah uang tersebut,
atau menyuruh mengurangi bagiannya warisan dengan
jumlah tersebut.”37

J. Inbreng atas benda bergerak

Inbreng atas benda bergerak dapat dilakukan menurut


pilihan orang yang melakukan inbreng, yaitu:
1. Dengan mengembalikan bendanya dalam
wujudnya menurut keadaannya pada waktu
dilakukannya inbreng ; atau
2. Dengan memasukkan harga benda itu pada waktu
pemberian dilakukan.
Hal tersebut diatur dapam Pasl 1095 KUHPerdata, yang
berbunyi:

“Pemasukan benda-benda bergerak dilakukan atas pilihan


si yang memasukkan, ialah dengan mengembalikan
harganya dikala pemberian dilakukan, atau dengan
mengembalikan benda-benda tersebut dalam ujudnya.” 38

36
Ibid., Pasal 1093 KUHPerdata
37
Ibid., Pasal 1094
38
Ibid., Pasal 1095
K. Inbreng atas pemberian selain pemberian berupa
benda dan uang tunai (hibah dalam arti materil)

Pemasukan tidak hanya dilakukan atas hibah berupa benda


atau uang tunai, tetapi juga segala apa yang telah diberikan kepada
seseorang waris untuk memberikan kepadanya suatu kedudukan,
suatu pekerjaan atau suatu perusahaan kepada ahli waris, ataupun
untuk membayar utang-utang si waris itu, dan segala apa saja yang
telah diberikan kepadanya sebagai pesangon perkawinan. Hal
tersebut ditentukan dalam Pasal 1096 KUHPerdata yang berbunyi:

“Selainnyan hibah-hibah yang menurut Pasal 1085 harus


dimasukan, begitupun harus dimasukan segala apa yang
telah diberikan kepada seseorang waris untuk memberikan
kepadanya suatu kedudukan, suatu pekerjaan atau suatu
perusahaan kepada ahli waris, ataupun untuk membayar
utang-utang si waris itu, dan segala apa saja yang telah
diberikan kepadanya sebagai pesangon perkawinan.”39

Berdasarkan ketentuan Pasal 1096 KUHPerdata tersebut maka


segala bentuk pemberian yang telah dilakukan oleh Pewaris kepada
ahli waris dianggap sebagai hibah. Dalam pengertian hibah
termasuk juga dalam hal dilakukannya jual beli pura-pura, jual beli
dibawah harga dan pembebasan utang.40

L. Yang tidak diwajibkan untuk Inbreng

Yang tidak perlu diibreng ialah:


 biaya-biaya pemeliharaan dan pendidikan;
 tunjangan untuk pemeliharaan yang sangat
diperlukan;

39
Ibid., Pasal 1096
40
Lihat Satrio. J, Hukum Waris, Op.Cit., hal. 369 dan Pitlo. A, Hukum
Waris, Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jilid 2, Op.Cit,.
hal. 121
 pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh
keahlian dalam bidang perdagangan, kesenian,
pekerjaan tangan atau perusahaan;
 biaya sekolah;
 biaya pernikahan, pakaian dan perhiasan untuk
perlengkapan perkawinan.41

M. Barang yang dihibahkan musnah

Apa yang musnah karena suatu malapetaka diluar


kesalahan si penerima hibah, tidak perlu diibreng, sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1099 KUHPerdata, yang berbunyi “Segala
apa yang telah musnah karena suatu malapetaka dan diluar
salahnya si penerima hibah, tidak usah dimasukan.”42

41
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op.Cit., Pasal 1097
42
Ibid., Pasal 1099

Anda mungkin juga menyukai