Anda di halaman 1dari 284

TIDAK

DIPERJUALBELIKAN
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana
yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa:
Kutipan Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi seba­gai­mana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud da­ lam Pasal 9 ayat (1)
huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta
melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf
a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,-
(satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dila­ku­kan dalam
bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,- (empat miliar rupiah).
Moch. Iqbal., S.H., M.H.
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN TERHADAP KEWENANGAN PERADILAN
PERDATA DENGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Edisi Pertama
Copyright © 2019

ISBN 978-623-218-391-9
14 x 20.5 cm
xii, 272 hlm.
Cetakan ke-1, Oktober 2019

Kencana. 2019.1192

Penulis:
Moch. Iqbal., S.H., M.H.

Desain Sampul
Irfan Fahmi

Tata Letak
Lintang Novita & Euis

Penerbit
PRENADAMEDIA GROUP
(Divisi Kencana)
Jl. Tambra Raya No. 23 Rawamangun - Jakarta 13220
Telp: (021) 478-64657 Faks: (021) 475-4134
e-mail: pmg@prenadamedia.com
www.prenadamedia.com
INDONESIA

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit.
KATA PENGANTAR
Kepala Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan

B
adan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah
Agung RI merupakan satuan kerja yang lahir setelah
diterapkannya peradilan satu atap di Indonesia. Salah satu
tugas dan tanggung jawab Balitbang Diklat Kumdil MA RI adalah
meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi seluruh aparat
peradilan, baik bagi tenaga teknis maupun tenaga nonteknis.
Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Litbang Diklat Hukum
dan Peradilan didukung oleh empat unit kerja, yaitu: 1) Sekretariat
Badan; 2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan
Peradilan; 3) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan; dan
4) Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan.
Pada tahun 2019 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum
dan Peradilan (Puslitbang) telah melaksanakan berbagai macam
kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsinya. Salah satunya
adalah penelitian tentang “Implikasi Putusan Sengketa Pertanahan
Terhadap Kewenangan Peradilan Perdata dengan Peradilan Tata
Usaha Negara.” Penelitian tersebut dilaksanakan di wilayah
Jabodetabek dan hasilnya telah disusun dan dibuat dalam bentuk
buku penelitian.
Untuk itu, kami sampaikan ucapan terima kasih atas partisipasi
dan bantuan semua pihak mulai dari pengumpulan bahan-bahan
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

sampai dengan selesainya penelitian dan telah menjadi sebuah


buku dengan judul Implikasi Putusan Sengketa Pertanahan Terhadap
Kewenangan Peradilan Perdata dengan Peradilan Tata Usaha Negara.
Semoga, jerih payah kita semua menjadi amal ibadah serta
jariah di hadapan Tuhan Yang Mahakuasa, aamiin.

Kepala Badan Litbang Diklat


Hukum dan Peradilan

Dr. Zarof Ricar, S.H., S.Sos., M.Hum.

vi
KATA PENGANTAR
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum
dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI

P
uji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas
segala limpahan nikmat dan karunia-Nya, sehingga Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan melalui
DIPA Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah
Agung RI Tahun Anggaran 2019 telah berhasil merealisasikan
salah satu tugas pokok dan fungsinya, yakni menyelenggarakan
kegiatan penelitian dan pengkajian. Pada tahun 2019, Puslitbang
menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengkajian sebanyak
13 judul. Salah satu di antaranya, penelitian lapangan berjudul
“Implikasi Putusan Sengketa Pertanahan Terhadap Kewenangan
Peradilan Perdata dengan Peradilan Tata Usaha Negara”,
sebagaimana saat ini hasilnya telah berada di tangan pembaca.
Rangkaian kegiatan penelitian dan pengkajian diawali dengan
penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) untuk mendiskusikan
proposal yang disusun oleh peneliti, dengan tujuan mendapatkan
masukan dan kritik dari peserta FGD, untuk menyempurnakan
judul, metode, pendekatan, tujuan, manfaat, serta pilihan bahan
hukum maupun referensi yang akan digunakan dalam penelitian.
FGD Proposal berlangsung di Puslitbang Mahkamah Agung RI di
Jakarta. FGD dihadiri oleh beberapa hakim tinggi, hakim tinggi
yang diperbantukan pada Balitbang Diklat, hakim yustisial, hakim
tingkat pertama, fungsional peneliti puslitbang Mahkamah Agung,
maupun para peneliti yang berasal dari instansi atau lembaga lain,
dan akademisi, serta pihak lain yang terkait.
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Setelah dilakukan penyempurnaan terhadap proposal penelitian,


selanjutnya koordinator peneliti beserta pembantu peneliti serta
staf memulai pelaksanaan kegiatan penelitian. Dimulai dengan
melakukan kompilasi-seleksi terhadap bahan-bahan hukum yang
dinilai relevan meliputi asas-asas, teori, norma maupun putusan-
putusan pengadilan yang selanjutnya dilakukan analisis untuk
mengetahui ada-tidaknya korelasi serta relevansi antara satu
dan yang lain. Apakah terdapat kesesuaian ataukah pertentangan
antara “das Sollen” dengan “das Sein”, antara “law in abstracto”
dengan “law in concreto”-nya. Apakah ratio legis dalam kaidah dan
ratio decidendi yang digunakan dalam putusan. Untuk melengkapi
analisis, peneliti juga melakukan serangkaian wawancara dengan
beberapa narasumber yang dinilai kompeten di bidangnya.
Terhadap draf hasil penelitian yang disusun oleh peneliti,
dilakukan finalisasi koreksi terhadap draf Hasil Penelitian. Tahap
selanjutnya adalah proses pencetakan Buku Hasil Penelitian,
pengunggahan (uploading) ke web site Badan Litbang Diklat
Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, serta pengiriman ke
Pimpinan Mahkamah Agung, hakim agung, pejabat struktural
eselon 1 dan 2, kementerian/lembaga, perguruan tinggi, serta
berbagai pihak yang terkait. Mengingat keterbatasan anggaran,
tidak semua pihak mendapatkan kiriman Buku Hasil Penelitian.
Namun demikian, softcopy Buku Hasil Penelitian dapat diunduh
(download) melalui www.bldk.mahkamahagung.go.id c.g Puslitbang
Hukum dan Peradilan.
Buku Hasil Penelitian ini disajikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban Kapuslitbang kepada Pimpinan Mahkamah
Agung RI, serta sebagai dokumentasi telah selesainya pelaksanaan
kegiatan tersebut. Semoga kiranya dapat memberikan manfaat
sebagaimana mestinya.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum


dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil MA-RI

Dr. H. Hasbi Hasan, S.H., M.H.

viii
SEKAPUR SIRIH

A
lhamdulillah atas segala rahmat dan karunia-Nya , penulis
bersyukur telah dapat menyelesaikan tugas penelitian
dengan judul “Implikasi Putusan Sengketa Pertanahan
dalam Kewenangan Peradilan Perdata dengan Peradilan Tata
Usaha Negara“ topik tersebut adalah sesuatu yang menarik untuk
dibahas dan dikaji, hal ini dikarenakan ada kesan ambivalen dalam
penanganan kasus-kasus sengketa pertanahan yang sering tumpang-
tindih, di mana dalam satu objek tanah yang sama, katakanlah
sebidang tanah/bangunan, yang sudah diadili Peradilan Tata Usaha
Negara, ternyata tidak selesai sampai di Peratun saja, melainkan
masih tetap ada gugatan di Peradilan Perdata, karena faktanya
kedua lingkungan peradilan baik perdata (Undang-Undang No. 2
Tahun 1986) maupun Tata Usaha Negara (Undang-Undang No. 5
Tahun 1986 jo. Undang-Undang No. 9 Tahun 2004) sama-sama
merasa memiliki kewenangan absolut dan berwenang mengadili
persoalan yang menyangkut tanah dan konsekuensi lebih lanjut
adalah muncul implikasi seperti terhadap kasus serupa/sejenis bisa
menghadirkan putusan yang berbeda-beda dalam dua lingkungan
peradilan; ataupun juga terdapat putusan perdata dan putusan
Peratun yang saling bertentangan, misalnya si A yang sudah kalah
di Peratun bisa saja menggugat kembali di peradilan perdata dan
menjadi pihak yang dimenangkan, sehingga menimbulkan pula
implikasi lebih lanjut berupa ketidakpastian hukum yang lebih
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

jauh serta menimbulkan ketidakadilan bagi masing-masing pihak


dan akibatnya berupa pembebanan beperkara yang sia-sia yang
sangat merugikan kepentingan masyarakat sebagai pencari keadilan.
Bahkan implikasi ini lebih jauh dapat berakibat pada pencari
keadilan yang ternyata gugatannya dimenangkan di peradilan
perdata (kepemilikan), namun pada saat yang bersangkutan
mengurus tahapan administrasi, berupa pendaftaran tanah untuk
pensertifikatan tanahnya , faktanya yang bersangkutan mendapat
kendala dari pejabat Tata Usaha Negara (BPN) karena produk hukum
dari sertifikat tersebut ternyata di putusan peradilan Tata Usaha
Negara dinyatakan sah alias yang bersangkutan kepentingannya
tetap tidak terlindungi. Sejalan dengan hal tersebut, peneliti telah
banyak memperoleh masukan dan para nara sumber di daerah
(enam provinsi ) baik dari para hakim peradilan tata usaha negara
dan peradilan umum serta para akademisi dan intitusi kantor
pertanahan serta para narasumber lainnya termasuk para advokat;
yang menjadikan hasil penelitian ini dapat diselesaikan.
Penelitian ini tentu jauh dari sempurna mengingat waktu
yang diberikan tidak kurang dari satu setengah bulan dan tentu
saja masih terlalu banyak kekurangan yang perlu penyempurnaan.
Dengan kerendahan hati penulis mohom untuk dimaklumi.
Akhir kata semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita
semua, Aamiin.

Jakarta, November 2019


Penulis/koordinator

Moch. Iqbal, S.H., M.H.

x
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
 Kepala Badan Litbang Diklat Hukum dan
Peradilan v
 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum
dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil MA-RI vii
SEKAPUR SIRIH ix
DAFTAR ISI xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
BAB 2 KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD
KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH DI
INDONESIA 9
A. Hak-hak Atas Tanah di Indonesia 9
B. Pendaftaran Hak Atas Tanah 12
C. Asas Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah 20
D. Kedudukan Sertifikat Hak Atas Tanah 28

BAB 3 KOMPETENSI PTUN DAN PERADILAN UMUM


DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA DI
BIDANG PERTANAHAN 51
A. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
dalam Penanganan Sengketa Pertanahan 51
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

B. Kompetensi Peradilan Umum dalam


Penanganan Sengketa Pertanahan 59

BAB 4 IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN


DALAM KEWENANGAN PERADILAN PERDATA
DENGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA 67

BAB 5 CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ATAS


PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH 85

BAB 6 PENUTUP 143


A. Kesimpulan 143
B. Saran 144

DAFTAR PUSTAKA 147


LAMPIRAN 153
TENTANG PENULIS 269

xii
1
PENDAHULUAN

K
eberadaan sebuah negara yang menyatakan dirinya sebagai
negara hukum memiliki implikasi-implikasi, penerapan
dan praktik-praktik yang secara nyata dan konsekuen
terhadap penerimaan prinsip-prinsip dan syarat-syarat kehadiran
sebuah negara hukum. Konsep dan pemikiran tentang negara
hukum (rechtstaat) yang mulai berkembang dan populer sejak
abad ke-19 ini diawali dengan pemikiran Immanuel Kant tentang
negara hukum.
Konsep negara hukum pada saat itu dikenal dengan
democratische rechtstaat atau negara hukum yang demokratis.
Sifat konsep tersebut yang liberal, didasarkan pada pemikiran
kenegaraan John Locke, Montesquieu, dan Immanuel Kant,
sedangkan sifatnya yang demokratis berdasarkan pada pemikiran
JJ Rousseau tentang kontrak sosial 1. Prinsip liberal bertumpu
pada asas liberty (vrijheid) dan prinsip demokratis berdasarkan
pada asas equality (gelijkheid). Menurut Immanuel Kant, kebebasan
yang dimaksud adalah the free self-assertion on each limited only by
the like liberty of all. Bahwa liberty merupakan suatu kondisi yang
memungkinkan pelaksanaan kehendak secara bebas dan hanya
dibatasi seperlunya untuk menjamin kehidupan bersama secara

1
Puslitbang Hukum dan Peradilan, Badan Litbang Diklat Kumdil, Mahkamah Agung,
Eksekutabilitas Putusan Peradilan Tata Usaha Negara, Laporan Penelitian thaun 2010. h. 31.
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

damai, antara kehendak bebas dengan kehendak bebas bersama


yang lain. Kemudian dari di sini muncul prinsip selanjutnya,
yaitu freedom of arbitrary and unreasonable exercise of the power
and authority.2
Penguasaan atas sumber daya alam pada negara liberalis dan
berasaskan laissez faire di mana peranan negara sangat dibatasi.
Negara tidak boleh mencampuri urusan dan kegiatan ekonomi
masyarakat, paham negara ini mengutamakan adanya jaminan
terhadap hak-hak asasi berupa kemerdekaan baik dalam bidang
politik maupun dalam bidang ekonomi sosial. Pandangan dari
pemikir negara klasik ini bahwa: pertama, mereka akan percaya
kepada laissez faire yakni kepercayaan akan kebebasan dalam
bidang ekonomi yang memberi isyarat perlunya membatasi atau
memberi peran sangat minimum kepada pemerintah dalam bidang
ekonomi; kedua, mereka juga percaya kepada ekonomi pasar,
yang diletakkan di atas sistem persaingan atau kompetisi bebas
dan kompetisi sempurna; ketiga, mereka percaya pada kondisi
full employment, yakni suatu kepercayaan bahwa ekonomi akan
berjalan secara lancar dan selalu mengalami penyesuaian jika tanpa
intervensi pemerintah; keempat, bahwa memenuhi kepentingan
individu akan berarti memenuhi kepentingan masyarakat (harmony
of interest).3
Konsekuensi dari paham liberalisme yang mengutamakan
pemihakan individu (individual ownership) kepemilikan pribadi
yang bersifat keperdataan, maka negara pun dikonstruksikan
sebagai suatu badan organisasi atau subjek hukum yang dapat
mempunyai hak milik atas sumber daya alam. Konstruksi yang
demikian sejalan dengan teori domein yang secara harfiah berarti
milik negara (staat domein). Meskipun demikian, tidak semua
sumber daya alam dapat menjadi objek domein negara, melainkan

2
Roescou Pound, The Development of the Constitusional Guarantees of Liberty. New
Haven London. Yale University Press. 1957. h. 1-2 dalam Philip Hadjon, Pengantar Hukum
Administrasi Negara. Gajahmada University Press. Cetakan ke III, Yogyakarta, 1994, h. 314.
3
Mansour Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar.
Cetakan I, Jakarta, 2001, h. 46.

2
BAB 1 ■ PENDAHULUAN

ditentukan berdasarkan alasan-alasan tertentu misalnya terhadap


sumber daya alam yang karena sifatnya yang alami tidak dapat
dimiliki secara perorangan dan sumber daya alam yang semata-
mata untuk kepentingan masyarakat. Karena itu domein yang
dimaksud bersifat publik.
Pada negara hukum klasik, selain jaminan pemilikan individu
juga dijamin kebebasan bersaing dan melakukan perjanjian kontrak
akibat kemerdekaan bersaing. Kebebasan berserikat dan berkontrak
tersebut pada gilirannya menghadirkan kelompok-kelompok usaha
raksasa yang memonopoli penguasaan sumber daya alam. Monopoli
tersebut pada akhirnya membunuh kemerdekaan bersaing itu
sendiri, sehingga terjadilah hal yang tragis bahwa kemerdekaan
membunuh kemerdekaan.
Dalam perkembangannya gagasan negara hukum Kant yang
dinamakan konsep negara hukum demokrasi liberal, mendapat
penyempurnaan melalui pemikiran Frederich Julius Stahl,
sebagaimana terdapat dalam bukunya Philosophie des Rechts yang
dikenal dengan Negara Hukum Formal, dengan unsur-unsurnya
adalah: 4
1. Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia.
2. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggara
negara harus berdasarkan pada teori trias politica.
3. Dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasarkan atas
Undang-Undang (Wetmatig Bestuur) apabila dalam menjalankan
tugasnya berdasarkan undang-undang pemerintah masih
melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam
kehidupan pribadi seseorang) maka ada pengadilan administrasi
yang akan menyelesaikannya.
Berdasarkan unsur-unsur negara hukum formal yang
dikemukakan Stahl di atas dapat diketahui bahwa tujuan negara
hukum adalah untuk melindungi hak-hak asasi warga negaranya
dengan cara membatasi dan mengawasi gerak langkah dan
kekuasaan negara dengan undang-undang.

4
Padmo Wahyono, Pembangunan Hukum di Indonesia, InHill Co. Jakarta. 1989. h. 151.

3
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Dari prinsip-prinsip negara hukum yang dikembangkan Stahl


di atas dapat dipadukan dengan tiga prinsip Rule of Law yang
dikembangkan oleh AV.Decey untuk menandai ciri-ciri negara
hukum modern di zaman sekarang, yaitu:
1. Supremacy of law
2. Equality before the law
3. Dueprocess of law

Bahkan oleh The International Commission of Jurist, prinsip-


prinsip negara hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan
bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary)
yang dijamin sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam
setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri
penting negara hukum menurut The International Commission
of Jurist adalah:
1. Negara harus tunduk pada hukum,
2. Pemerintah menghormati hak-hak individu,
3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Utrecht membedakan antara negara hukum formil, negara


hukum klasik, dan negara hukum materiel atau negara hukum
modern5. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum
yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan
perundang-undangan tertulis. Adapun yang kedua yaitu negara
hukum materiel yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian
keadilan di dalamnya. Wolfgang Friedmann dalam bukunya ‘Law
in A Changing Society” membedakan antara rule of law dalam arti
formil yaitu dalam arti organized public power dan rule of law dalam
arti materiel, yaitu the rule of just law. Dalam kaitannya dengan
rule of just law itulah secara operasional penegakan hukum dan
penerapan nilai-nilai dan norma yang sesuai dan benar dalam
proses penegakan hukum (law enforcement) terasa perlu dan harus
dijalankan oleh kekuasaan kehakiman melalui lembaga peradilan
(due process of law).

5
Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Jakarta: Ichtiar, 1962, h. 9.

4
BAB 1 ■ PENDAHULUAN

Di Indonesia, penerapan konsep negara hukum sebagai mana


yang telah diakui dan ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar
1945, khususnya gagasan negara yang secara eksplisit tertuang
dan terlihat dalam pernyataan bahwa “negara berdasarkan atas
hukum (rechtstaat), pasca amandemen ketiga UUD 1945 gagasan
negara hukum kemudian diatur dalam Pasal 1 ayat (3) yang
menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.”6
Dengan konsep negara hukum dalam konstitusi kita, berarti
hendak menegaskan kembali prinsip-prinsip negara hukum yang
secara teoretis berarti menegaskan supremasi hukum equality
before the law, kekuasaan kehakiman yang independen, dan negara
kesejahteraan, demokrasi, dan perlindungan HAM.7
Tentang kekuasaan kehakiman yang independen ini Bagir
Manan menyatakan konsep judicial independence terkandung tiga
pengertian yaitu: 8
Pertama: adanya kebebasan dari lingkungan/lembaga pengadilan
untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi judicial
(memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara).
Kedua: larangan bagi kekuasaan ekstra judicial untuk mencampuri
urusan pelanggaran peradilan.
Ketiga: judicial independence merupakan pelaksanaan konsep
negara hukum.
Sejalan dengan prinsip-prinsip judicial independence ini
yang sudah bersifat universal, maka Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada amendemen
ketiga mengukuhkan kemerdekaan kekuasaan kehakiman dalam
konstitusi Indonesia yang baru Pasal 24 menyatakan, bahwa
kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan.
6
Periksa Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.
7
Muh. Risnain. “Kriminalisasi Hakim dan Eksistensi Prinsip Judicial Independence
dalam Bingkai Negara Hukum”, dimuat dalam Jurnal Hukum dan Keadilan, Volume 2,
Nomor 3, November 2013, h. 329.
8
Muh. Risnain, Ibid.

5
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Dan sebagai perwujudan kekuasaan kehakiman tersebut


adalah Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga tinggi
negara. Mahkamah Agung sendiri membawahi peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha
negara. Peradilan terakhir ini merupakan perwujudan dari unsur
negara hukum Formal Frederich Julius Stahl: “Dalam menjalankan
tugasnya, pemerintah berdasarkan atas undang-undang (Wetmatig
Bestuur) apabila dalam menjalankan tugasnya berdasarkan
undang-undang pemerintah masih melanggar hak asasi (campur
tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang) maka ada
pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya.” Karena
itu, berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara jo. UU No. 9 Tahun 2004 jo. UU No. 51 Tahun
2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012, pengadilan tata
usaha negara hanya menangani perkara gugatan terhadap pejabat
administrasi negara akibat penetapan tertulis yang dibuatnya
merugikan seseorang atau badan hukum perdata.
Dalam praktik di lapangan, beberapa kasus yang muncul
ternyata memicu tumpang-tindih penangangan perkara. Sehingga
ada sebuah kasus yang perkaranya ditangani oleh peradilan umum
dan pada saat yang sama juga ditangani oleh peradilan tata usaha
negara. Dan berkaitan dengan hal tersebut, secara khusus, tulisan
ini mencoba menyorot kasus sengketa pertanahan.
Kasus ini menjadi menarik untuk dikaji karena kerap ditemukan
kasus sengketa pertanahan yang penanganannya tumpang-tindih.
Dalam arti, katakanlah satu objek yang sama berupa sebidang
tanah/bangunan, diadili di Peradilan Tata Usaha Negara dan pada
saat yang sama juga diadili oleh Peradilan Perdata. Hal tersebut
dikarenakan, di mata peradilan tingkat pertama, kedua institusi
peradilan baik Perdata maupun Tata Usaha Negara sama-sama
merasa berwenang mengadili. Konsekuensi lebih lanjut adalah
muncul implikasi seperti terhadap kasus serupa/sejenis bisa
menghadirkan putusan yang berbeda-beda dalam peradilan yang
sama, ataupun juga terdapat putusan perdata dan putusan peratun
yang saling bertentangan. Sebagai contoh, si A yang sudah kalah

6
BAB 1 ■ PENDAHULUAN

di peratun bisa saja menjadi pihak yang dimenangkan di peradilan


perdata. Kondisi ini menimbulkan implikasi lebih lanjut berupa
ketidakpastian hukum yang lebih jauh menimbulkan ketidakadilan
dan pembebanan berperkara yang sia-sia yang sangat merugikan
kepentingan masyarakat sebagai pencari keadilan.
Kondisi sebaliknya dari contoh di atas adalah ketika si A menang
di peradilan perdata. Namun, ketika dia hendak mengurus tahapan
administrasi berupa pendaftaran tanah untuk pensertifikatan
tanahnya, dia mendapatkan kendala karena ternyata Peradilan
Tata Usaha Negara menyatakan sertifikat yang digugat oleh si A
dinyatakan sah.
Tulisan ini berusaha mengkaji dua hal penting: pertama:
pemahaman pemahaman Hakim pengadilan Tata Usaha Negara
dan Hakim Pengadilan Umum terhadap fenomena bahwa putusan
Peradilan Tata Usaha Negara, haruskah mengabdi pada putusan
kepemilikan (perdata) terkait sengketa pertanahan, manakala
terjadi putusan dua lingkungan peradilan yang berbenturan atau
tidak sejalan. Kedua, pandangan dan sikap pejabat TUN (BPN)
terhadap putusan Tata Usaha Negara dan putusan kepemilikan
(perdata), yang membatalkan sertifikat hak milik atas tanah.
Secara teoretis tulisan yang didasarkan kepada penelitian ini
diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran secara teoretis
terhadap pengembangan disiplin ilmu hukum khususnya hukum
keacaraan Peradilan Tata Usaha Negara maupun hukum acara
perdata, dalam kaitannya dengan problem solving atas fenomena
ambivalensi dalam penerapan hukum. Demikian pula, tulisan ini
diharapkan mampu memberi kontribusi teoritis mengenai berbagai
persoalan hukum seputar penerapan dan penegakan hukum di
bidang aspek kepemilikan tanah yang beririsan dengan keputusan
Tata Usaha Negara.
Lebih dari itu, secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat
berkontribusi secara praktis bagi para masyarakat pencari keadilan,
para akademisi, pengambil kebijakan, pembuat undang-undang,
praktisi hukum, aparatur penegak hukum, khususnya bagi para
Hakim TUN maupun Hakim Pengadilan Negeri termasuk para

7
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

pejabat Tata Usaha Negara (BPN) yang berhadapan langsung


dengan proses penerapan dan penegakkan hukum di Indonesia
untuk kepentingan pencari keadilan.

8
2
KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI
WUJUD KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS
TANAH DI INDONESIA

A. HAK-HAK ATAS TANAH DI INDONESIA


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria L.N. Tahun 1960 Nomor 104 yang disingkat
dengan UUPA, merupakan peraturan perundang-undangan yang
mengatur masalah pertanahan di Indonesia. Tujuan dari UUPA
itu sendiri sebagaimana yang dicantumkan dalam penjelasan
umumnya sebagai berikut:9
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan
kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan
rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;
2 Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum pertanahan;
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

9
Baca Penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria L.N. Tahun 1960 Nomor 104.
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Berdasarkan tujuan pokok UUPA tersebut di atas diatur macam-


macam hak atas tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh
setiap orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan
orang lain ataupun badan hukum.
Sebagaimana diketahui bahwa UUPA telah berusaha melakukan
unifikasi hukum tanah adat dan barat menjadi hukum tanah yang
bersifat tunggal, sehingga secara filosofis, pengertian tanah di
sini cenderung diartikan sebagai land dan bukan soil.10 Berikut
hierarki yang berjenjang hak-hak atas tanah:
1. Hak Bangsa (Pasal 1);
2. Hak Menguasai dari Negara (Pasal 2 ayat (1));
3. Hak Ulayat (Pasal 2 ayat (4));
4. Hak-hak perorangan (Pasal 16); terdiri dari:
a. Hak Milik,
b. Hak Guna Usaha,
c. Hak Guna Bangunan,
d. Hak Pakai,
e. Hak Sewa,
f. Hak Membuka Tanah,
g. Hak Memungut Hasil Hutan,
h. Hak lain yang ditetapkan UU dan yang bersifat sementara
sesuai Pasal 53.
Sesuai dengan Pasal 10, maka pengertian perorangan adalah
orang dan badan hukum.
5. Hak Tanggungan (UU Nomor 4 Tahun 1996);
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah (Pasal 20 UUPA), sedangkan hak
guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu (paling lama
enam puluh tahun), guna perusahaan pertanian (perkebunan),
perikanan atau peternakan (Pasal 28), dan yang dimaksud dengan
10
Boedi Harsono, Menyempurnakan Hak-hak Atas Tanah dalam Hukum Tanah Nasional
Memasuki Era Reformasi dan Globalisas, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
yang diadakan oleh Bagian Hukum Administrasi Negara & Pusat Studi Hukum Agraria
Fakultas Hukum, Universitas Trisakti, Jakarta. 10 Juli 2001.

10
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai


bangunan  atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka
waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35).
Hak milik atas tanah memberikan kewenangan untuk
menggunakannya bagi segala macam keperluan dengan jangka
waktu yang tidak terbatas, sepanjang tidak ada larangan khusus
untuk itu, sedangkan hak guna usaha hanya untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh negara untuk keperluan pertanian
(perkebunan), perikanan atau peternakan. Demikian pula dengan
hak guna bangunan hanya untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan atas tanah milik orang lain atau tanah yang dikuasai
langsung oleh negara.
Boedi Harsono berpendapat bahwa walaupun semua hak
atas tanah memberikan kewenangan untuk menggunakan tanah
yang dihaki, tetapi sifat-sifat khusus haknya, tujuan penggunaan
tanahnya dan batas waktu penggunaannya merupakan pembeda
antara hak yang satu dan hak yang lain. Hak milik misalnya, sebagai
hak yang terkuat dan terpenuh di antara hak-hak atas tanah yang
lain, boleh digunakan untuk segala keperluan yang terbuka bila
dibandingkan dengan hak-hak atas tanah yang lain, tanpa batas
waktu tertentu. Lain halnya dengan hak guna bangunan, hanya
terbuka penggunaan tanahnya untuk keperluan membangun dan
memiliki bangunan, dengan jangka waktu yang terbatas.11
Terhadap hak-hak atas tanah di atas, undang-undang
mewajibkan kepada pemegang hak untuk mendaftarkannya.
Menurut Pasal 19 UUPA, untuk menjamin kepastian hukum,
oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
dengan peraturan pemerintah. Pendaftaran tersebut meliputi
pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; pendaftaran hak-hak
atas tanah dan peralihan haknya, serta pemberian surat tanda bukti
hak (sertifikat) yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

11
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1994, h. 225.

11
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Selain itu, pemegang hak atas tanah juga dibebani beberapa


kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Beberapa kewajiban yang harus dipenuhi pemegang hak atas
tanah antara lain:
1. Tanah mempunyai fungsi sosial
Yaitu apa pun jenis dari hak atas tanah yang dikuasai, seseorang
tidak diperbolehkan menggunakan atau tidak menggunakan
tanah semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi, apalagi
kalau hal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyakat lain.
2. Kewajiban memelihara tanah yang dihaki
Memelihara tanah, termasuk mengusahakan tingkat kesuburan
tanah serta mencegah perbuatan yang mengakibatkan
kerusakan pada tanah.
3. Karena kewajiban untuk mengelola tanah secara aktif
Setiap orang atau badan hukum yang memiliki hak atas tanah
pertanian pada dasarnya diwajibkan atau mengusahakannya
sendiri secara aktif.
4. Kewajiban untuk membayar pajak
Para pemilik tanah yang mengusahakan tanah diwajibkan
membayar pajak bumi bangunan (PBB) sesuai dengan peraturan
undang-undang perpajakan yang berlaku.
5. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran tanah
Untuk memperoleh kepastian hukum dan memperoleh alat
bukti yang kuat dalam bentuk sertifikat hak atas tanah harus
melakukan pendaftaran tanah di kantor pertanahan setempat.
Hak atas tanah yang wajib didaftarkan adalah hak milik, hak
guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa.
Di luar UUPA, hak tanggungan yang diatur dengan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1996 wajib juga untuk didaftarkan.

B. PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH


Pendaftaran tanah merupakan hal yang penting sebagai bukti
hak yang kuat terhadap hak atas tanah untuk membuktikan sebagai
pemilik hak atas tanah secara sah. Di samping itu, pendaftaran

12
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

tanah yang ditentukan dalam Pasal 19 UUPA merupakan sasaran


untuk mengadakan kesederhanaan hukum. Pasal 19 UUPA berbunyi:
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut
ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi:
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan ne­­­­
gara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta ke­­­­­­­­
mungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri
Agraria.
4. Dalam Peraturan Pemerintah di atas biaya-biaya yang bersangkutan
dengan pendaftaran termasuk dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan
bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-
biaya tersebut.

Untuk terjaminnya hak atas tanah, maka oleh MPR dalam


Repelita III telah menggariskan suatu program yang harus
dilaksanakan dalam pembangunan bidang pertanahan, yaitu:
“Agar pemanfaatan tanah harus sungguh-sungguh membantu usaha
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan
keadilan sosial, sehubungan dengan itu perlu dilanjutkan dan makin
ditingkatkan penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan
tanah termasuk pengalihan hak atas tanah”. Adapun sarana pokok
yang diperlukan untuk menjamin hak atas tanah adalah penataan
kembali pemilikan tanah melalui pendaftaran tanah.
Sebagai implementasi dari Pasal 19 UUPA tersebut
dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yaitu
tentang pendaftaran tanah yang kemudian telah diganti dengan
PP No. 24 Tahun 1997. Produk hukum terakhir ini sama sekali
tidak mengubah prinsip-prinsip dasar yang telah dikembangkan
oleh Pasal 19 UUPA dan PP 10 Tahun 1961. Dengan adanya PP
No. 24 Tahun 1997, maka berlakulah suatu pendaftaran tanah

13
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

yang uniform untuk seluruh wilayah Indonesia, yang mencakup


hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum Barat dan hukum
adat semuanya diseragamkan artinya bukti-bukti ex BW (Burgerlijk
Wetboek) harus dikonversikan kepada sistem yang diatur oleh
UUPA begitu juga terhadap tanah-tanah adat yang sudah terdaftar
maupun yang belum terdaftar.
Penyelenggaran pendaftaran tanah dalam masyarakat
merupakan tugas negara yang diselenggarakan oleh pemerintah
bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan status hak
atas tanah di Indonesia. Sebagaimana yang terkandung dalam
tujuan dari pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 dalam Pasal 3 yakni:12
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan
hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar;
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Selanjutnya, Pasal 23, 32 dan 38 UUPA bertujuan agar para


pemegang hak memperoleh kepastian hukum, di dalam pasal
tersebut dijelaskan:

Pasal 23 UUPA berbunyi:


Ayat 1: Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan
pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2: Pendaftaran termasuk dalam ayat (2) merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan
dan pembebanan hak tersebut.

12
Periksa Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

14
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

Pasal 32 UUPA berbunyi:


Ayat 1: Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian
juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus
didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19.
Ayat 2: Pendaftaran termasuk dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha,
kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir.
Pasal 38 UUPA berbunyi:
Ayat 1: Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian
juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2: Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian
yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya
peralihan tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhirnya.

Dari ketentuan pasal-pasal di atas dapatlah disimpulkan bahwa


pendaftaran yang dilakukan oleh pemegang hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat pembuktian
yang kuat serta untuk sahnya setiap peralihan, pembebanan dan
hapusnya hak-hak tersebut.

1. Pengertian Pendaftaran Tanah


Pengertian pendaftaran tanah dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi Pendaftaran Tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar. Mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun
serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

15
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

2. Asas Pendaftaran Tanah


Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana,
aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.13
a .Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar
ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan
mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan
terutama para pemegang hak atas tanah.
b. Asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan
cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian
hukum.
c. Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak yang
memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan
dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang
diberikan dalam rangka penyelenggaran pendaftaran tanah
harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
d. Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan
datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang
mutakhir. Untuk itu, perlu diikuti kewajiban mendaftar dan
pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian
hari.
e. Asas terbuka dimaksudkan agar masyarakat dapat memperoleh
keterangan mengenai data yang benar setiap saat.

3. Tujuan Pendaftaran Tanah


Ada tiga tujuan pendaftaran tanah, yaitu:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak
atas tanah yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

13
Lihat Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan penjelasannya.

16
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah


dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah
terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.     

Khusus untuk tujuan pendaftaran tanah pertama yaitu untuk


memberikan jaminan kepastian hukum, meliputi:14
a. Kepastian mengenai subyek hukum hak atas tanah (orang
atau badan hukum).
b. Kepastian mengenai letak, batas, ukuran/luas tanah atau
disebut kepastian mengenai objek hak.
c. Kepastian hak atas tanah, yakni jenis/macam hak atas tanah
yang menjadi landasan hukum antara tanah dengan orang
atau badan hukum.

4. Kegunaan Pendaftaran Tanah


Pendaftaran tanah mempunyai kegunaan ganda, artinya
di samping berguna bagi pemegang hak, juga berguna bagi
pemerintah.15
a. Kegunaan bagi pemegang hak:
1) Dengan diperolehnya sertifikat hak atas tanah dapat
memberikan rasa aman karena kepastian hukum hak atas
tanah;
2) Apabila terjadi peralihan hak atas tanah dapat dengan
mudah dilaksanakan;
3) Dengan adanya sertifikat, lazimnya taksiran harga tanah
relatif lebih tinggi dari pada tanah yang belum bersertifikat;
4) Sertifikat dapat dipakai sebagai jaminan kredit;
5) Penetapam pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB)
tidak akan keliru.
b. Kegunaan bagi pemerintah:

14
R. Soeprapto, Undang-Undang Pokok Agraria dalam Praktek, t.p., Jakarta, 1986, h.  322.
15
Ibid., h. 324.

17
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

1) Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah berarti


akan menciptakan terselenggarakannya tertib administrasi
di bidang pertanahan, sebab dengan terwujudnya tertib
administrasi pertanahan akan memperlancar setiap
kegiatan yang menyangkut tanah dalam pembangunan
di Indonesia.
2) Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, merupakan
salah satu cara untuk mengatasi setiap keresahan
yang menyangkut tanah sebagai sumbernya, seperti
pendudukan tanah secara liar, sengketa tanda batas dan
lain sebagainya.16

5. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah


Pelaksanaan pendaftaran meliputi kegiatan tanah untuk
pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
a. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:
1) Pengumpulan dan pengolahan data fisik.
2) Pembuktian hak dan pembukuannya.
3) Penerbitan sertifikat.
4) penyajian data fisik dan data yuridis.
5) Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
b. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:
1) Pendaftaran peralihan hak dan pembeban hak.
2) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.      

Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui


pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara
sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah pendaftaran
tanah yang didasarkan pada suatu rencana kerja pemerintah dan
dilaksanakan dalam suatu wilayah yang ditetapkan oleh menteri,
sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik adalah pendaftaran
tanah yang dilakukan atas permintaan atau permohonan pihak

16
Maria S.W. Sumardjono, Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum Agraria, Penerbit
Andy Offset, Yogyakarta, 1982, h. 21.

18
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

yang berkepentingan.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemerintah berkewajiban untuk
melakukan pendaftaran tanah, sedangkan masyarakat (pemegang
hak atas tanah) berkewajiban untuk mendaftarkan hak atas tanah
tersebut (Pasal 23, Pasal 32, dan {Pasal 38 UUPA).

6. Objek Pendaftaran Tanah


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Pasal 9 menyebutkan objek pendaftaran tanah meliputi:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak
guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
b. Tanah hak pengelolaan.
c. Tanah wakaf.
d. Hak milik atas satuan rumah susun.
e. Hak tanggungan.
f. Tanah negara.

7. Pendaftaran Tanah untuk Pertama kali dan


Pemeliharaan Data
Pendaftaran Tanah di Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan pendaftaran tanah
meliputi pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan
data pendaftaran tanah. Adapun pengertian pendaftaran tanah
untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang
dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah.
Adapun pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis
dalam peta pendaftaran tanah, daftar tanah, daftar nama, surat
ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan perubahan-perubahan
yang terjadi kemudian.
Pemeliharaan data pendaftaran tanah dibagi menjadi lima
macam yaitu pendaftaran peralihan hak, pendaftaran pembebanan

19
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

hak, pendaftaran perubahan data, pendaftaran tanah lainnya, dan


penerbitan sertifikat pengganti. peralihan hak atas tanah dapat
melalui jual beli, tukar-menukar, pewarisan, penggabungan atau
pemecahan, dan hibah.
Konsekuensi pengakuan terhadap hak-hak atas tanah, maka
negara wajib memberikan jaminan kepastian hak atas tanah,
sehingga lebih mudah bagi seseorang mempertahankan haknya
terhadap gangguan pihak lain.

C. ASAS KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS


TANAH
Berkaitan dengan pemberian hak atas tanah, negara mempunyai
hak untuk memberikan hak atas tanah negara kepada seseorang
atau badan hukum tertentu, kemudian hak-hak tersebut dimodifikasi
menjadi hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai atau hak pengelolaaan, oleh karena itu selanjutnya negara
menjamin kepada penerima untuk menggunakan tanah yang
diberikan dengan segala akibatnya. Hak ini oleh Curzon disebut
publik rights atau hak yang ditetapkan oleh masyarakat luas dan
proprietary rights17 atau hak yang menghubungkan dengan milik
seseorang. Lebih lanjut Curzon mengelompokkan hak-hak itu
sebagai berikut:
1. Hak-hak yang sempurna dan tidak sempurna.
Hak yang sempurna, yaitu hak dapat dilaksanakan melalui
hukum dan hak yang tidak sempurna, yaitu hak yang diakui
oleh hukum, tetapi tidak selalu dilaksanakan oleh pengadilan,
seperti hak yang dibatasi oleh daluwarsa;
2. Hak-hak utama dan tambahan.
Hak utama, yaitu hak yang dapat diperluas oleh hak lain dan
hak tambahan, yaitu hak yang dilengkapi hak-hak utama;
3. Hak publik dan perdata.
Hak publik yaitu, hak yang ada pada masyarakat umumnya,
17
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Jakarta:
Chandra Pratama, Cetakan Pertama, 1996, h. 246.

20
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

yaitu negara dan hak perdata yaitu, hak yang ada pada
perseorangan;
4. Hak-hak positif dan negatif.
Hak positif menuntut dilakukan perbuatan-perbuatan dari
pihak tempat kewajiban korelatifnya berada, seperti hak
untuk menerima keuntungan pribadi; dan
5. Hak-hak milik dan pribadi.
Hak-hak milik berhubungan dengan barang-barang yang
dimiliki oleh seseorang yang biasanya dapat dialihkan dan
hak-hak pribadi berhubungan dengan kedudukan seseorang
yang tidak pernah dapat dialihkan.18

Pemberian hak atas tanah jika dikaji dari pengelompokan


yang diuraikan tersebut, maka ada beberapa kelompok hak-hak
atas tanah yang dapat diberikan oleh negara. Pemberian hak atas
tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat dikelompokkan
sebagai hak yang tidak sempurna, hak atas tanah ini baru dapat
diakui oleh hukum setelah penerima hak mendaftarkan surat
keputusan pemberian hak atas tanahnya. Demikian pula hak
yang tidak sempurna dibatasi oleh daluwarsa, artinya apabila
surat keputusan pemberian hak atas tanahnya tidak dan atau lalai
untuk didaftarkan, maka surat keputusan tersebut kadaluwarsa
karena batas waktunya.
Pemberian hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional
(BPN) dapat dikelompokkan sebagai hak publik, artinya setiap
orang atau badan hukum dapat mengajukan permohonan untuk
memperoleh hak atas tanah meskipun tanah yang dimohonkan
itu tanah negara. Berbeda dengan halnya hak milik, tanah yang
dimohonkan haknya itu harus ada hubungan milik dengan pemohon,
sedangkan orang lain yang tidak ada hubungan kepemilikan dengan
tanah tidak dapat bertindak sebagai pemohon.
Dalam kaitannnya dengan itu, Knottenbelt menulis bahwa
hak itu memberikan kenikmatan dan keleluasaan kepada individu

18
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bhakti, Cet. Kelima, h. 61-62.

21
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan


pembatasan dan beban, oleh karena itu yang menonjol, ialah
segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu hak. Apabila hukum
sifatnya umum, karena berlakunya kepada setiap orang, maka hak
dan kewajiban itu sifatnya individual, melekat pada individu.19
Relevan dengan tulisan Knottenbelt, di satu sisi penerima hak atas
tanah dari negara memperoleh kenikmatan dan keleluasaannya
dalam menggunakan hak-haknya, namun di sisi lain ia mempunyai
kewajiban terhadap tanah yang diberikan oleh negara dan kewajiban
ini sebagai pembatas dalam mempergunakan haknya. Dalam hal
yang demikian itu Boedi Harsono menulis bahwa konsepsi hukum
tanah nasional hak-hak atas tanah bukan saja hanya berisikan
wewenang, melainkan sekaligus juga kewajiban untuk memakai,
mengusahakan dan memanfaatkannya.20
Dalam UUPA kewajiban-kewajiban penerima hak atas tanah
bersifat umum, artinya berlaku terhadap setiap hak atas tanah.
Hal ini dapat dicermati pada Pasal 6 yang menyatakan bahwa
semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Artinya, menurut
penjelasan umum dinyatakan bahwa hak atas tanah apa pun yang
ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan jika semata-mata
untuk kepentingan pribadinya, apalagi hal itu dapat menimbulkan
kerugian kepada masyarakat. Pada Pasal 15 yang dikaitkan dengan
Pasal 52 ayat (1) tentang kewajiban memelihara tanah yang
menjadi haknya, demikian juga Pasal 10 merupakan kewajiban
bagi pihak yang memiliki tanah pertanian untuk mengerjakan
atau mengusahakannya sendiri secara aktif.
Berbeda dengan wewenang negara dalam pemberian hak atas
tanah terhadap orang asing yang berkedudukan di Indonesia atau
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Pemberian hak yang disebut hak pakai menurut Pasal 41 dan
Pasal 42 UUPA serta penjelasannya sifatnya terbatas, artinya

19
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Penerbit
Liberty, 1986, h. 39.
20
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi Dan
Pelaksanaannya, Jilid (I), Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1983, h. 286.

22
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya digunakan


untuk keperluan tertentu, misalnya tanahnya digunakan untuk
gedung-gedung kedutaan negara-negara asing.
Subjek hak pakai dalam UUPA yaitu warga negara Indonesia,
badan hukum yang diberikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia, departemen, lembaga pemerintahan
non-departemen dan pemerintahan daerah, badan-badan keagamaan
dan sosial, orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan
hukum asing yang serta perwakilan badan internasional. Kemudian
wewenang pemberian hak atas tanah ini dipertegas secara terpeinci
oleh Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, tentang Hak
Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah, LN
1996 No. 58.21
Wewenang Negara dalam pemberian hak atas tanah yang
diuraikan di atas mengandung beberapa asas. Asas dapat menjadi
pijakan suatu norma, oleh karena itu kemudian asas hukum
memainkan peranan penting dalam hukum positif. Pengertian
asas yang dimaknai Sri Soemantri Martosuwignjo mempunyai
padanan menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir22 dan S.F.
Marbun menulis asas dapat berarti dasar, landasan, fundamen,
prinsip, jiwa dan cita-cita. Asas itu suatu dalil umum dapat juga
disebut pengertian-pengertian serta nilai-nilai yang menjadi titik
tolak berpikir tentang sesuatu.23
Keputusan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menerbitkan
pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yakni: hak atas tanah yang timbul
karena penetapan dan hak atas tanah yang timbul dari hukum adat.

21
Bandingkan dengan Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 8 Tahun 1996, tentang
Perubahan Petmeneg Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1996, tentang Persyaratan Pemilikan
Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian oleh Orang Asing.
22
Sri Soemantri Martosoewignjo, Proses Perumusan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum
Dalam Periode tahun 1908 Sampai Sekarang, Jakarta: Majalah Hukum Nasional, Edisi
Khusus, BPHN Departemen Kehakiman, No. 1, 1995, h. 135-136.
23
S.F. Marbun, (II) Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia,
Jakarta: Liberty, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, 1997, h. 180.

23
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

1. Hak Atas Tanah yang Timbul Karena Penetapan


(Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara)
Pasal 22 ayat (2) UUPA mengatur bahwa hak milik terjadi
karena ketentuan undang-undang dan penetapan pemerintah.
Penetapan itu dalam pelaksanaannya meliputi tanah negara yang
belum pernah dilekati sesuatu hak dan tanah yang telah berakhir
haknya.
Pemberian hak atas tanah semula diatur dalam Peraturan
Menteri Agraria Nomor 15 Tahun 1959 tentang Pemberian dan
Pembaharuan Beberapa Hak Atas Tanah serta Pedoman Mengenai
Tata Cara Kerja bagi Pejabat-Pejabat yang Bersangkutan; serta
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973 tentang
Ketentuan-Ketentuan Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah; yang
kemudian disempurnakan dengan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999
tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan.
Tanah negara yang belum pernah dilekati sesuatu hak dapat
berupa tanah yang telah dikuasai dan digunakan maupun tanah
negara bebas yang belum dibuka atau belum digunakan. Mengenai
tanah negara bekas hak dapat berupa tanah bekas hak barat
maupun bekas hak menurut UUPA, baik karena berakhir maupun
karena haknya hapus.
Pasal 27, Pasal 34, Pasal 40 UUPA menetapkan hapusnya
sesuatu hak antara lain karena: ditelantarkan, penyerahan dengan
sukarela, jangka waktu berakhir, diberhentikan sebelum jangka
waktu berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi, atau subjek
hak tidak lagi memenuhi syarat.

2. Pemberian Hak Atas Tanah yang Timbul dari Hukum


Adat (Konversi Bekas Hak Lama dan Hak Milik Adat)
PP No. 24 Tahun 1997 mengakui dengan jelas kedudukan
hak milik adat baik bersifat perorangan atau kelompok. Untuk
membuktikan hak milik adat masih diakui, pada waktu pendaftaran

24
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

hak atas tanah secara sistematis sebagai bukti hak atas tanah
adat, yaitu:
a. Surat tanda bukti hak milik dan Grant Sultan yang dikeluarkan
berdasarkan peraturan Swapraja dan hak atas tanah yang
lainnya yang diakui selama tidak bertentangan dengan UUPA.
b. Akta pemindahan hak dibuat berdasarkan hukum adat yang
dibubuhi kesaksian oleh kepala desa.

Pasal 24 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 menyebutkan tentang


tata cara pembuktian hak-hak lama untuk keperluan pendaftaran
yang berasal dari konversi dengan:
a. bukti-bukti tertulis.
b. keterangan saksi dan/atas pernyataan yang bersangkutan yang
kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi, bagi pendaftaran
secara sporadik cukup untuk mendaftarkan hak.

Pada ayat (2) dikatakan, apabila pembuktian di atas tidak


ada lagi, maka pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan
kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama
20 tahun atau lebih berturut-turut oleh pemohon pendaftaran
tanah dengan syarat:
a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan iktikad baik dan
secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak
atas tanah serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat
dipercaya.
b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman
tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/
kelurahan yang bersangkutan atau pihak lain.

Sehubungan dengan kegiatan pendaftaran tanah dan pemberian


sertifikat tanah oleh pemerintah, maka dikeluarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 1975 (PMDN No. 16/1975),
tentang kegiatan pendaftaran tanah dan pemberian sertifikat
dalam pengukuran desa demi desa menuju desa lengkap sesuai
dengan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang telah
diganti dengan PP No. 24 Tahun 1997. Pelaksanaan lebih lanjut

25
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dari Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16 Tahun 1975 dan


Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961, maka pemerintah
mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/kepala Badan
Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1995 yaitu untuk melaksanakan
pendaftaran secara sistematis baik tanah yang bersertifikat maupun
yang belum bersertifikat.
Pasal 16 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1995 mengatur tentang
pendaftaran tanah baik yang memiliki bukti hak atas tanah secara
tertulis maupun bukti tidak tertulis yaitu penguasaan fisik atas
sebidang tanah. Adapun bukti tertulis tersebut yang berlaku
terhadap tanah adat, adalah;
a. Keterangan hak milik adat dikeluarkan Daerah Swapraja.
b. Grant Sultan.
c. Akta pemindahan hak berdasarkan hukum adat.
d. Girik.

Untuk melakukan pendaftaran tanah secara sistematik terhadap


hak atas tanah yang tunduk kepada hukum adat dengan bukti
hak atas tanah tersebut, hal ini tidak terlepas dengan konversi
terhadap hak atas tanah. Adapun hak yang dikonversi berlaku
terhadap hukum adat dalam pendaftaran tanah, yaitu:
a. Hak milik adat
b. Grant Sultan
c. Grant lama
d. Girik
e. Hak Agrarisch eigendom
f. Hak Druwe dan Pesini
g. Hak Usaha Gogolan
h. Hak gogolan tak tetap, Pekulen dan Grant C dan D
i. Tanah Bengkok.

Untuk konversi dan pendaftaran hak atas tanah yaitu hak


milik adat, grant sultan, grant lama, girik, hak agrarisch eigendom,
hak druwe, hak pesini, dan hak usaha gogolan dikonversikan

26
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

menjadi hak milik atas tanah sebagaimana menurut Pasal 16


ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria. Adapun hak gogolan tak
tetap, hak pekulen dan Grant C dan D dikonversikan menjadi hak
pakai privat dan untuk tanah bengkok akan dikonversi menjadi
hak pakai khusus.
Pelaksanaan pendaftaran tanah baik dilakukan tersendiri
(permohonan individu) maupun dilakukan secara sistematis
(massal) terhadap hak atas tanah yang tunduk kepada hukum adat
yang memiliki bukti baik tertulis maupun tidak tertulis, sebelum
didaftarkan harus dikonversi. Pelaksanaan konversi hak atas tanah
dilakukan oleh panitia pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas
nama Kepala Kantor Pertanahan Nasional (BPN). Adapun untuk
tanah yang tidak mempunyai bukti tertulis dalam pendaftaran
tanah secara sistematis dilakukan dengan proses pengakuan baik.
Pelaksanaan konversi dan pengakuan hak terhadap hak atas
tanah adat oleh pemerintah dibentuk format yang baku oleh Badan
Pertanahan Nasional. Untuk pendaftaran tanah secara sistemtis
ini harus berlaku di daerah yang sudah dilaksanakan suatu
pengukuran desa demi desa, untuk desa yang belum dilaksanakan
suatu pengukuran desa demi desa, maka pelaksanaan pendaftaran
hak-hak atas tanah yang bersangkutan.
Untuk desa lengkap yang berkepentingan mengajukan
permohonan pendaftaran hak-hak atas tanah (hak milik adat)
harus melampirkan tanda bukti hak dan surat keterangan hak yang
diperlukan untuk pendaftaran. Pelaksanaan pendaftaran tanah
secara sistematik berlalu untuk tanah yang sudah bersertifikat
atau memiliki bukti kepemilikan hak atas tanah tersifat sementara
maupun yang belum memiliki bukti terhadap hak atas tanah.
Pendaftaran sistematis bertujuan untuk memudahkan bagi
pemegang hak atas tanah untuk melakukan pendaftaran hak.
Dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah ini diharapkan permasalahan tentang informasi mengenai
pertanahan ini dapat dihindarkan kekurangan atau tidak adanya
jelasnya status kepemilikan (hak-hak atas tanah) yang ada,
agar turwujud tujuan dari undang-undang pokok agraria yaitu

27
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

kepastian hukum hak atas tanah dan terwujudnya unifikasi hukum


pertanahan di Indonesia.

D. KEDUDUKAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH


Undang-undang tidak memberikan pengertian yang tegas
mengenai sertifikat hak atas tanah. Menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997, sertifikat adalah adalah surat tanda bukti
hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas
satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Kalau dilihat
Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, maka sertifikat itu merupakan
surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
Selanjutnya Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997, sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik
dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik
dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat
ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

1. Tentang Sertifikat
Selain pengertian sertifikat yang diberikan oleh undang-undang
secara autentik, ada juga pengertian sertifikat yang diberikan
oleh para sarjana. Salah satunya adalah K. Wantjik Saleh yang
menyatakan bahwa sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat
ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan suatu
kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri.24
Sertifikat tanah atau sertifikat hak atas tanah atau juga disebut
sertifikat hak terdiri dari salinan buku tanah atau surat ukur yang
dijilid dalam satu sampul. Sertifikat tanah memuat:
a. Data fisik: letak, batas-batas, luas, keterangan fisik tanah dan
beban yang ada di atas tanah;

24
K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 1977, h. 64.

28
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

b. Data yuridis: jenis hak (hak milik, hak guna bangunan, hak
guna usaha, hak pakai, hak pengelolaan) dan siapa pemegang
hak.

Sehubungan dengan uraian di atas, maka sertifikat sebagai


alat pembuktian yang kuat, berarti bahwa selama tidak dibuktikan
sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya
harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data
fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam buku sertifikat 
harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan
surat ukur yang bersangkutan karena data itu diambil dari buku
tanah dan surat ukur tersebut. Dengan demikian sertifikat sebagai
akta autentik, mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,
dalam arti bahwa hakim harus terikat dengan data yang disebutkan
dalam sertifikat itu selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya
oleh pihak lain.
Sertifikat dikatakan sebagai alat bukti yang kuat karena
berkaitan dengan sistem publikasi yang dianut oleh hukum
pertanahan Indonesia baik Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun
1961 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yakni
sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif karena
akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak (sertifikat) yang
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Jadi tidak sistem
publikasi positif, karena menurut sistem publikasi positif adalah
apa yang tercantum dalam buku pendaftaran tanah dan surat-surat
tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian
yang mutlak pihak ketiga (yang beriktikad baik) yang bertindak
atas dasar bukti-bukti tersebut tidak mendapat perlindungan,
biarpun kemudian ternyata bahwa keterangan-keterangan yang
tercantum di dalamnya tidak benar.25
Boedi Harsono berpendapat, bahwa sistem pendaftaran tanah
Indonesia ialah sistem publikasi negatif dengan tendens positif.
Pengertian negatif adalah keterangan-keterangan yang ada itu

25
Syamsul Bahri, Hukum Agraria Indonesia Dulu dan Kini, Penerbit Fakultas Hukum
dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Andalas, Padang, 1981, h.  22.

29
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

jika ternyata tidak benar masih dapat diubah dan dibetulkan,


sedangkan pengertian dengan tendens positif adalah bahwa para
petugas pendaftaran tanah tidak bersikap pasif, artinya mereka
tidak menerima begitu saja apa yang diajukan dan dikatakan
oleh pihak-pihak yang meminta pendaftaran. petugas pelaksana
diwajibkan untuk mengadakan pembuktian seperlunya (terhadap
hak-hak atas tanah yang didaftar tersebut) untuk mencegah
kekeliruan.26
Demikian pula pendapat Parlindungan bahwa pengertian
negatif tidak berarti Kantor Pendaftaran Tanah (Kantor Pertanahan,
penulis) akan gegabah menerima permohonan pendaftaran tanah,
tetapi selalu harus melalui suatu pemeriksaan, sehingga kadangkala
pendaftaran (tanah) di Indonesia sekarang ini adalah pendaftaran
yang negatif bertendensi positif.27

2. Sertifikat Ganda Atas Tanah


Sertifikat ganda atas tanah adalah sertifikat yang diterbitkan
oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akibat adanya
kesalahan pendataan pada saat melakukan pengukuran dan
pemetaan pada tanah, sehingga terbitlah sertifikat ganda yang
berdampak pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun
sebagian tanah milik orang lain.
Apabila ditinjau dari pengertian sertifikat itu sendiri maka
sertifikat adalah tanda bukti hak atas tanah, yang dikeluarkan
oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran
tanah menurut ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Sertifikat hak atas tanah membuktikan bahwa seseorang atau suatu
badan hukum, mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu.
Pada kenyataannya bahwa seseorang atau suatu badan
hukum menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang
bersangkutan tidak serta merta langsung membuktikan bahwa ia

26
Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan, Isi dan
Pelaksanaannya, Bagian Pertama, Jilid Pertama, Penerbit Djamabatan, Jakarta, 1971, h. 50.
27
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Cetakan Kelima,
Penerbit Alumni, Bandung, 1990, h.  97.

30
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

mempunyai hak atas tanah yang dimaksud. Adanya surat-surat


jual beli, belum tentu membuktikan bahwa yang membeli benar-
benar mempunyai hak atas tanah yang dibelinya. Apalagi tidak
ada bukti autentik bahwa yang menjual memang berhak atas
tanah yang dijualnya. Dalam konteks inilah terjadi pendudukan
tanah secara tidak sah melalui alat bukti berupa dokumen
(sertifikat) yang belum dapat dijamin kepastian hukumnya.
Maksud gambaran di atas adalah suatu peristiwa penerbitan
sertifikat ganda atas tanah, yang mengakibatkan adanya pemilikan
bidang tanah atau pendudukan hak yang saling bertindihan satu
dengan yang lain. Sejalan dengan itu Parlindungan menyatakan:
yang dimaksud dengan sertifikat ganda adalah surat keterangan
kepemilikan (dokumen) dobel yang diterbitkan oleh badan
hukum yang mengakibatkan adanya pendudukan hak yang saling
bertindihan antara satu bagian atas sebagian yang lain.28
Dari pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa sertifikat
ganda adalah surat keterangan kepemilikan yang diperoleh
baik secara sah ataupun tidak sah yang sewaktu-waktu dapat
menimbulkan suatu akibat hukum (sengketa) bagi subjek hak
maupun objek hak. Hal ini senada dengan Kartasaputra yang
menyatakan bahwa sertifikat dobel/ganda adalah surat tanda
bukti kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan oleh lembaga
hukum (BPN) yang terbit di atas satu objek hak yang bertindih
antara satu objek tanah sebagian atau keseluruhan, yang dapat
terjadi suatu akibat hukum.29
Dalam pembahasan definisi mengenai sertifikat ganda
sebagaimana telah diuraikan tersebut bahwa yang mendasari
sehingga terjadinya sertifikat ganda adalah akibat dari kesalahan
pencatatan pada saat petugas melakukan pengukuran dan perpetaan,
adapun hal serupa sebagaimana disebutkan Sugiarto mengatakan
bahwa: sertifikat dobel/ganda adalah sertifikat yang diterbitkan
lebih dari satu pada satu bidang tanah oleh Kantor Pertanahan,

28
Parlindungan A.P. Hilangnya Hak-hak Atas Tanah, CV. Mandar Maju: Bandung,
1999, h.13.
29
Kartasaputra, Masalah Pertanahan di Indonesia, Rineka Cipta: Jakarta, 2005, h. 120.

31
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

sehingga mengakibatkan ada kepemilikan bidang tanah hak yang


saling bertindih, seluruhnya atau sebagian.30
Sebagaimana pengertian yang terkandung dalam sertifikat
ganda yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional akibat
dari kesalahan administrasi, maka hal serupa disampaikan oleh Edi
Pranjoto yang menyatakan bahwa ” Kantor pertanahan menerbitkan
dua sertifikat untuk satu objek tanah yang diberikan kepada dua
subjek hukum yang sama-sama mengakui sebagai pemiliknya.”31

3. Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschapelijk­­


recht) dalam Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah
Instrumen hukum campuran (gemeenschapelijkrecht) dalam
penerbitan sertifikat yaitu: instrumen hukum publik dalam
penerbitan sertifikat dan instrumen hukum privat dalam penerbitan
sertifikat.

a. Instrumen hukum publik dalam penerbitan sertifikat


Aspek instrumen hukum publik dalam penerbitan sertifikat
hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
adalah surat pemberian hak atas tanah kepada penerima hak, yaitu
para penerima hak atas tanah negara berdasarkan surat keputusan
pemberian hak yang dikeluarkan pemerintah cq. Direktur Jenderal
Agraria atau pejabat yang ditunjuk.

1) Tata cara Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara


dikelompokkan sebagai berikut:32

a) Pemberian Hak Milik secara Individual atau Kolektif.


Pemberian hak secara individual merupakan pemberian

30
Soegiarto. Permasalahan dan Kasus-kasus Pertanahan, Jakarta: Kencana-PrenadaMedia
Group, 2000, h. 15.
31
Edi Prajoto, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Oleh
Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Pertanahan Nasional, Bandung: CV. Utomo,
2006, h. 24
32
Muchtar Wahid, Memaknai kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Suatu Analisis
dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif dan Sosiologis, Jakarta: Penerbit Republika,
2008, h. 34-38.

32
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

hak atas sebidang tanah kepada seorang atau badan hukum


atau kepada beberapa orang atau badan hukum secara bersama
sebagai penerima hak yang dilakukan dengan suatu penetapan
pemberian hak.
Perlu dipahami bahwa untuk memperoleh hak atas sebidang
tanah, beberapa aspek yang menentukan yakni:
• Aspek teknis/fisik tanah yang meliputi letak, luas, batas-batas
dan penggunaan. Aspek ini menekankan pada segi-segi teknis
operasional. Untuk mendapatkan data dilaksanakan kegiatan
lapangan yang meliputi: penetapan batas, pengukuran/
perhitungan luas dan pemetaan. Penetapan batas tanah
dilaksanakan dengan persetujuan pemilik tanah berbatasan
yang dituangkan dalam suatu berita acara dan ditandatangani
bersama (contradictoire delimitatie). Dalam kaitan dengan ini
banyak timbul kesulitan untuk menghadirkan pemilik tanah
berbatasan, terutama diperkotaan.
• Aspek yuridis, meliputi status pemilikan, subjek hak dan
kepentingan pihak ketiga. Aspek yuridis terletak pada segi-segi
yang bersifat legalitas tanah. Untuk mendukung kebenaran
data pemilikan, dilakukan penelitian lapangan oleh suatu
panitia pemeriksa tanah A yang terdiri dari aparat pertanahan
dengan lurah/kepala desa letak tanah.
Berkaitan dengan aspek teknis yuridis, pemberian hak milik
atas tanah bekas hak kepada pemohon harus bebas dari
hak-hak keperdataan pihak lain terutama bekas pemegang
hak terdahulu (antara lain hak prioritas dan hak atas tanah
bangunan/tegakan di atas bidang tanah yang bersangkutan).
Ketentuan tersebut diatur antara lain dalam PP No. 40 Tahun
1996 dan KEPRES No. 32 Tahun 1979 serta PERMENDAGRI
No. 3 Tahun 1979.
• Aspek Administrasi, meliputi permohonan hak dan data
pendukung seperti bukti pemilikan/penguasaan, riwayat
penguasaan, proses penerbitan surat keputusan hak sampai
dengan penerbitan sertifikat.
Terpenuhinya ketiga aspek tersebut di atas baik secara formil

33
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

maupun secara materiel sangat menentukan kepastian hukum


atas sertifikat hak tanah yang diterbitkan. Pemberian hak milik
secara kolektif merupakan pemberian atas beberapa bidang
tanah masing-masing kepada penerima hak yang dilakukan
dalam satu penetapan pemberian hak.
b) Pemberian Hak Milik Melalui Redistribusi Tanah.
Sistem ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan landreform
yaitu pembagian kembali tanah objek landreform kepada para
petani yang memenuhi syarat. Penetapan luas tanah dan penerima
redistribusi dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan
Panitia Pertimbangan Landreform Kabupaten/Kota.
Berdasarkan PP 224 Tahun 1961, tanah objek Landreform
terdiri dari:
• Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum;
• Tanah-tanah absentee/guntai;
• Tanah-tanah swapraja dan bekas swapraja yang telah beralih
kepada Negara;
• Tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh Negara dan
ditegaskan sebagai tanah objek landreform.
Retribusi tanah kepada petani dengan maksud agar mereka
memiliki tanah pertanian dengan maksud agar mereka memiliki
tanah pertanian sebagai modal untuk meningkatakan taraf
hidupnya. Kegiatan redistribusi tanah juga merupakan salah
satu sarana untuk memeratakan pemilikan tanah terutama
kepada petani penggarap dan petani kecil yang selama ini
tidak memiliki akses untuk memperoleh tanah sebagai sumber
penghidupannya.
c) Pemberian Hak Milik secara Umum.
Pemberian hak milik secara umum dilakukan atas bidang tanah
tertentu kepada penerima hak yang memenuhi kriteria tertentu,
berdasarkan penetapan melalui peraturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam Kep.MNA/KaBPN Nomor 9/1997,
tentang Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana
dan Rumah Sederhana, dan Keputusan MNA/KaBPN No.2/1998,

34
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

tentang pemberian hak milik atas tanah untuk rumah tinggal


yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah. Sistem
pemberian hak ini dilakukan dengan maksud menyederhanakan
peraturan dengan sasaran tertentu dan objek tanah perumahan
yang berkepastian hak.
Terhadap tanah-tanah dimaksud,pemberian hak milik dilakukan
dengan langsung meningkatkan hak yang ada (hak guna bangunan,
hak pakai, hak pengelolaan) dan bagi tanah yang belum ada hak,
dilakukan melalui konfirmasi pemberian hak milik.
d) Permohonan Hak Atas Tanah.
Permohonan hak atas tanah dilakukan terhadap:
• Tanah negara bebas: belum pernah melekat sesuatu hak.
• Tanah negara asalnya masih melekat sesuatu hak dan jangka
waktunya belum berakhir, tetapi dimintakan perpanjangannya.
• Tanah negara asalnya pernah melekat sesuatu hak dan jangka
waktunya telah berakhir untuk dimintakan pembaruannya,
di sini termasuk tanah-tanah bekas hak Barat maupun tanah-
tanah yang telah terdaftar menurut UUPA.

Sebelum mengajukan permohonan hak, pemohon harus


menguasai tanah yang dimohon dibuktikan dengan data yuridis
dan data fisik yang dimiliki. Data yuridis adalah bukti-bukti
atau dokumen penguasaan tanah, sedangkan data teknis adalah
surat ukur dan SKPT atas tanah dimaksud; per­­mohonan hak yang
diterima oleh kantor pertanahan diproses antara lain dengan
penelitian ke lapangan oleh panitia pemeriksa tanah (panitia A
atau B), kemudian apabila telah memenuhi syarat, maka sesuai
kewenangannya dan diterbitkan surat keputusan pemberian hak
atas tanah.
Pemohon mendaftarkan haknya untuk memperoleh sertifikat
hak atas tanah setelah membayar uang pemasukan ke kas negara
dan atau BPHTB jika dinyatakan dalam surat keputusan tersebut.
Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran SK pemberian hak
untuk memperoleh sertifikat tanda bukti hak adalah:
• surat permohonan pendaftaran,

35
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

• surat pengantar SK Pemberian Hak,


• SK Pemberian Hak untuk keperluan pendaftaran,
• bukti pelunasan uang pemasukan atau BPHTB apabila
dipersyaratkan,
• identitas pemohon.

- Hak Milik
Hak milik dapat diberikan kepada:
a) Warga negara Indonesia,
b) Badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah,
misalnya: bank pemerintah, badan keagamaan dan badan
sosial yang ditunjuk pemerintah.

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh


yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat fungsi
sosial atas tanah. Jangka waktu berlakunya hak milik: untuk waktu
yang tidak ditentukan. Namun demikian, hak milik hapus apabila:
a) karena pencabutan hak,
b) karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya,
c) karena ditelantarkan,
d) beralih kepada orang asing,
e) tanahnya musnah.

- Hak Guna Usaha


Hak guna usaha dapat diberikan kepada:
a) Warga negara Indonesia,
b) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;

HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai


langsung oleh negara guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan. Jangka waktu berlakunya HGU 30 tahun dan dapat
diperpanjang paling lama 25 tahun, dan apabila waktu tersebut
telah berakhir maka HGU dapat diperbarui;

36
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

- Hak Guna Bangunan


Hak guna bangunan dapat diberikan kepada:
a) Warga negara Indonesia,
b) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia;
HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Jangka waktu
berlakunya HGB: 30 tahun dan dapat diperpanjang paling lama
20 tahun, setelah waktu tersebut berakhir, maka HGB tersebut
dapat diperbarui; hak pakai dapat diberikan kepada:
a) Warga negara Indonesia,
b) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
c) Instansi pemerintah,
d) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia,
e) Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

- Hak Pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara
atau milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban
yang ditentukan. Jangka waktu berlakunya hak pakai: 25 tahun
dan dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, atau untuk jangka
waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk
keperluan tertentu.

- Hak Pengelolaan
Hak pengelolaan dapat diberikan kepada:
a) Instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah,
b) Badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, PT
Persero, badan otorita, badan hukum pemerintah lainnya
yang ditunjuk pemerintah,

Jangka waktu berlakunya hak pengelolaan: tidak ditentukan


selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu.

37
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- Hak Milik atas Satuan Rumah Susun


Hak milik atas satuan rusun diberikan atas pemilikan rusun.
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat
dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat
hunian atau bukan hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama
dan tanah bersama.

b. Instrumen hukum privat dalam penerbitan sertifikat


Aspek instrumen hukum privat dalam pemberian hak atas
tanah adalah pengakuan hak-hak atas tanah (property rights) yang
bersifat perorangan atau kelompok (badan hukum). Hak-hak
tersebut tanah memperoleh pengakuan yang kuat dalam sistem
dan tata hukum di Indonesia. Hak milik atas tanah adalah bagian
dari hak-hak kebendaan yang dijamin dalam konstitusi. Dalam
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 sebagai
hasil dari amendemen kedua, dinyatakan sebagai berikut:

Pasal 28g
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi.

Pasal 28h
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.

Selanjutnya dalam UUPA, dinyatakan antara lain:

Pasal 4 ayat (2) menegaskan:


Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian
pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar

38
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan


penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini
dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

 Berdasarkan pengertian pada Pasal 4 ayat (2) tersebut, hak


atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, tepatnya hanya
meliputi sebagian tertentu permukaan bumi yang terbatas, yang
disebut bidang tanah. Hak atas tanah tidak meliputi tubuh bumi,
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.33
Asas yang hanya mengakui hak atas tanah adalah terbatas
pada hak atas permukaan bumi saja disebut dengan asas pemisahan
horizontal. Asas pemisahan horizontal adalah asas di mana
pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatu yang berada
di atas tanah itu adalah terpisah. Asas pemisahan horizontal
memisahkan tanah dan benda lain yang melekat pada tanah
itu.34 Asas pemisahan horizontal adalah asas yang didasarkan
pada hukum adat, dan merupakan asas yang dianut oleh UUPA.
Berbeda dengan asas yang dianut oleh UUPA, KUHPerdata
menganut asas perlekatan, baik yang sifatnya perlekatan horizontal
maupun perlekatan vertikal, yang menyatakan bahwa benda
bergerak yang tertancap atau terpaku pada benda tidak bergerak,
berdasarkan asas asesi, maka benda-benda yang melekat pada
benda pokok, secara yuridis harus dianggap sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari benda pokoknya.

KUH Perdata Pasal 571


Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya kepemilikan
atas segala apa yang ada di atasnya dan di dalam tanah.

Adapun dalam UUPA dibedakan berbagai hak atas tanah sebagai


berikut: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak sewa, hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan.

33
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, (Jakarta: Penerbit
Universitas Trisakti, (ed.) 3, 2007, h. 63.
34
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang
Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 1996, h. 76.

39
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh


yang dapat dipunyai orang atas tanah, memiliki fungsi sosial serta
dapat dialihkan dan beralih.
Pasal 20 UUPA menyatakan:
Dalam Pasal ini disebutkan sifat-sifat daripada hak milik yang
membedakannya dengan hak-hak lainnya. Hak milik adalah hak yang
“terkuat dan terpenuh” yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pemberian
sifat ini tidak berarti, bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak, tak
terbatas dan tidak dapat diganggu-gugat” sebagai hak eigendom
menurut penger­tiannya yang asli dulu. Sifat yang demikian akan terang
bertentangan dengan sifat hukum-adat dan fungsi sosial dari tiap-tiap hak.
Kata-kata “terkuat dan terpenuh” itu bermaksud untuk membedakannya
dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan lain-lainnya,
yaitu untuk menunjukkan, bahwa di antara hak- hak atas tanah yang
dapat dipunyai orang hak miliklah yang “ter” (artinya: paling) kuat dan
terpenuh.

Adapun hak-hak penguasaan atas tanah, menurut Boedi


Harsono, dikelompokkan menjadi hak bangsa, hak menguasai
dari negara, hak ulayat, hak perorangan dan hak tanggungan.35
Hak milik atas tanah mengandung unsur hak kebendaan dan
hak perseorangan. Sebagai hak kebendaan, hak atas tanah memiliki
ciri-ciri bersifat absolut, jangka waktunya tidak terbatas, hak
mengikuti bendanya (droit de suite), dan memberi wewenang yang
luas bagi pemiliknya seperti dialihkan, dijaminkan, disewakan atau
digunakan sendiri. Sebagai hak perseorangan, ciri-cirinya adalah
bersifat relatif, jangka waktunya terbatas, mempunyai kekuatan
yang sama tidak tergantung saat kelahirannya hak tersebut,
memberi wewenang terbatas kepada pemiliknya.36
Sementara itu, menurut Aslan Noor, teori kepemilikan ataupun
pengalihan kepemilikan secara perdata atas tanah dikenal empat
teori, yaitu:37

35
Boedi Harsono, Op. cit., h. 40 – 41.
36
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: PT
Alumni, 1997, h.  31.
37
Aslan Noor, Konsep Hak Milik atas Tanah bagi Bangsa Indonesia, Bandung: Mandar
Maju, 2006, h. 28-29.

40
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

1) Hukum Kodrat, menyatakan di mana penguasaan benda-benda


yang ada di dunia termasuk tanah merupakan hak kodrati
yang timbul dari kepribadian manusia.
2) Occupation theory, di mana orang yang  pertama kali membuka
tanah, menjadi pemiliknya dan dapat diwariskan.
3) Contract theory, di mana ada persetujuan diam-diam atau
terang-terangan untuk pengalihan tanah.
4) Creation theory, menyatakan bahwa hak milik privat atas
tanah diperoleh karena hasil kerja dengan cara membuka
dan mengusahakan tanah.

Mengenai pengalihan atau penyerahan hak atas tanah, terdapat


dua pendapat yaitu yang pertama adalah bahwa jual beli harus
dilakukan dengan akta autentik yang diikuti dengan pendaftaran
tanah untuk mendapatkan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas
tanah. Akta autentik yang dibuat oleh pejabat pembuat akta
tanah, bukan saja hanya sebagai alat bukti untuk pendaftaran
tetapi merupakan syarat mutlak adanya perjanjian penyerahan.
Pendapat ini diwakili oleh Mariam Darus Badrulzaman dan Saleh
Adiwinata. Pendapat lainnya adalah bahwa perbuatan jual beli
tanpa diikuti dengan akta autentik adalah sah, sepanjang diikuti
dengan penyerahan konkret. Pendapat ini diwakili oleh Boedi
Harsono dan R. Soeprapto.38 Penyerahan yang sifatnya konsensual
sebagaimana dianut hukum perdata sekaligus dengan penyerahan
yang sifatnya konkret sebagaimana dianut oleh hukum adat pada
dasarnya adalah bertentangan dan dapat terjadi dualisme dalam
penafsiran kepastian hukumnya.39
Mariam Darus Badrulzaman berpendapat, bahwa lembaga
pendaftaran, tidak semata-mata mengandung arti untuk memberikan
alat bukti yang kuat, akan tetapi juga menciptakan hak kebendaan.
Hak kebendaan atas suatu benda tanah terjadi pada saat pendaftaran

38
John Salindeho, Sistem Jaminan Kreditdalam Era Pembangunan Hukum, Jakarta:
Sinar Grafika, 1994, h. 34-35.
39
Asas-asas hukum adat tidak mendapatkan penjelasan dalam UUPA. Djuhaendah Hasan
menyatakan asas hukum adat antara lain asas kontan konkret, asas kekeluargaan dan asas
kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Cf. Djuhaendah Hasan, Op. cit., h. 114.

41
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dilakukan. Sebelum dilakukan pendaftaran yang ada baru milik,


belum hak.40 Dalam kaitan itulah, maka salah satu asas dari hak
atas tanah adalah adanya asas publisitas.
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah, adalah bersifat stelsel pasif. Artinya yang didaftar adalah
hak, peralihan hak dan penghapusannya serta pencatatan beban-
beban atas hak dalam daftar buku tanah. Hubungan antara
pemindahan dan alas hak adalah bersifat kausal, karena sifat
peralihan hak tersebut adalah bersifat levering. Stelsel negatif ini
berakibat:
1) Buku tanah tidak memberikan jaminan yang mutlak.
2) Peranan yang pasif dari pajak balik nama, artinya pejabat-
pejabat pendaftaran tanah tidak berkewajiban untuk
menyelidiki kebenaran dari dokumen-dokumen yang diserahkan
kepada mereka.41

Selanjutnya, Mariam Darus Badrulzaman menjelaskan bahwa


berdasarkan ajaran KUH Perdata pada Pasal 584, dianut ajaran
untuk sahnya penyerahan dibutuhkan beberapa syarat yaitu:42

1) Alas hak (rechttitel).


2) Perjanjian kebendaan yang diikuti dengan perbuatan
penyerahan (pendaftaran) dan penerbitan sertifikat.
3) Wewenang menguasai (beschikkings bevoegheid).

Pendapat yang dianut Mariam Darus Badrulzaman di atas,


tampaknya sangat dipengaruhi oleh ajaran teori kausal, yang
memandang bahwa hubungan hukum adalah obligatoirnya,
sedangkan levering adalah akibatnya. Artinya levering baru sah, dan
karenanya baru menjadikan yang menerima penyerahan sebagai
pemilik, kalau rechtstitel yang memindahkan hak milik sah.
Di sisi lain, ada juga teori abstraksi yang menganut bahwa ada

40
Mariam Darus Badrulzaman, Op. cit., h. 37.
41
Ibid., h. 59.
42
Ibid., h. 36.

42
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

pemisahan antara levering dengan rechtstitel. Jadi kalau sekiranya


ada suatu penyerahan, di mana yang melakukan penyerahan tidak
memiliki titel, penyerahan tersebut tetap sah. Pemilik asal tidak
dapat menuntut hak kebendaan dari pihak ketiga, yang membeli
dengan iktikad baik. Tuntutan pemilik asal adalah tuntutan pribadi
terhadap orang yang mengalihkan hak kepada pihak ketiga tadi
tanpa hak.43
Pandangan para pakar di atas sangat menentukan dalam hal
ada dua kepemilikan atas objek yang sama untuk menentukan
pemilik dan pemegang hak yang sesungguhnya.

2) Proses pensertifikatan tanah


Di Indonesia, dikenal ada dua cara pendaftaran tanah
yakni sporadik dan sistematik. Untuk cara sistematik karena ini
berkaitan langsung dengan program pemerintah terasa tidak
terlalu ada kendala di lapangan. Tetapi bagi yang menempuh
cara sporadik atau yang inisiatifnya berasal dari pemilik tanah
dengan mengajukan permohonan, pengalaman selama ini pada
umumnya serasa banyak masalah. Tidak heran jika selama ini telah
terbentuk kesan bahwa untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah
itu sangat sulit, memakan waktu yang lama dan membutuhkan
biaya yang mahal. Kesulitan itu biasanya timbul karena berbagai
faktor seperti kurang lengkapnya surat-surat tanah yang dimiliki
oleh pemohon, kesengajaan dari sementara oknum aparat yang
memiliki mental tak terpuji dan/atau karena siklus agraria belum
berjalan sebagaimana mestinya. Secara objektif harus diakui
bahwa tata-cara memperoleh sertifikat itu masih terlalu birokratis,
berbelit-belit dan sulit dipahami oleh orang awam. Kenyataan ini
sering menimbulkan rasa enggan untuk mengurus sertifikat bila
tidak benar-benar mendesak dibutuhkan. Sering pula dirasakan
bahwa jumlah biaya, waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk
mengurus sertifikat kadang kala tidak sebanding dengan manfaat

43
J. Satrio, Cessie, Subrogatie, Novatie, Kompensatie & Percampuran Hutang, Bandung:
PT Alumni, 1999, h. 12-13.

43
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

langsung dari sertifikat itu sendiri. Oleh karena itu, kiranya lebih
bijaksana apabila diusahakan untuk memperpendek birokrasi
tersebut sehingga pelayanan perolehan sertifikat dapat dilakukan
dalam waktu yang lebih singkat, efektif, dan efisien.
Tentang prosedur pengurusan dan penerbitan sertifikat
sebetulnya sudah diatur dalam PP No. 10 Tahun 1961 beserta
peraturan-peraturan pelaksanaannya. Menurut ketentuan tersebut
seseorang dalam mengurus sertifikatnya harus melewati tiga tahap,
yang garis besarnya sebagai berikut:
a) Tahap 1: Permohonan Hak
Pemohon sertifikat hak atas tanah dibagi menjadi empat
golongan, dan masing-masing diharuskan memenuhi persyaratan-
persyaratan tertentu:
1. Penerima hak, yaitu para penerima hak atas tanah negara
berdasarkan surat keputusan pemberian hak yang dikeluarkan
pemerintah c.q. Direktur Jenderal Agraria atau pejabat yang
ditunjuk. Bagi pemohon ini diharuskan melengkapi syarat:
a. Asli surat keputusan pemberian hak atas tanah yang
bersangkutan.
b. Tanda lunas pembayaran uang pemasukan yang besarnya
telah ditentukan dalam surat keputusan pemberian hak
atas tanah tersebut.
2. Para ahli waris, yaitu mereka yang menerima warisan tanah,
baik tanah bekas hak milik adat ataupun hak-hak lain. Bagi
pemohon ini diharuskan melengkapi syarat:
a. Surat tanda bukti hak atas tanah, yang berupa sertifikat
hak tanah yang bersangkutan.
b. Bila tanah tersebut sebelumnya belum ada sertifikatnya,
maka harus disertakan surat tanda bukti tanah lainnya,
seperti surat pajak hasil bumi/petok D lama/verponding
lama Indonesia dan segel-segel lama, atau surat keputusan
penegasan/pemberian hak dari instansi yang berwenang.
c. Surat Keterangan kepala desa yang dikuatkan oleh camat
yang membenarkan surat tanda bukti hak tersebut.

44
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

d. Surat keterangan waris dari instansi yang berwenang.


e. Surat Pernyataan tentang jumlah tanah yang telah dimiliki.
f. Turunan surat keterangan WNI yang disahkan oleh pejabat
yang berwenang.
g. Keterangan pelunasan pajak tanah sampai saat meninggalnya
pewaris.
h. Ijin peralihan hak jika hal ini disyaratkan.
3. Para pemilik tanah, yaitu mereka yang mempunyai tanah dari
jual beli, hibah, lelang, konversi hak dan sebagainya. Bagi
pemohon ini diharuskan memenuhi syarat:
a. Bila tanahnya berasal dari jual beli dan hibah:
1) Akta jual beli/hibah dari PPAT.
2) Sertifikat tanah yang bersangkutan.
3) Bila tanah tersebut sebelumnya belum ada sertifikatnya,
maka harus disertakan surat tanda bukti tanah
lainnya, seperti surat pajak hasil bumi/petok D lama/
perponding lama Indonesia dan segel-segel lama,
atau surat keputusan penegasan/pemberian hak dari
instansi yang berwenang.
4) Surat keterangan dari kepala desa yang dikuatkan
oleh camat yang membenarkan surat tanda bukti hak
tersebut.
5) Surat pernyataan tentang jumlah tanah yang telah
dimiliki.
6) Turunan surat keterangan WNI yang telah disahkan
oleh pejabat berwenang.
7) Ijin peralihan hak jika hal ini disyaratkan.
b. Bila tanahnya berasal dari lelang:
1) Kutipan autentik berita acara lelang dari kantor lelang.
2) Sertifikat tanah yang bersangkutan atau tanda bukti
hak atas tanah lainnya yang telah kepala desa dan
dikuatkan oleh camat.
3) Surat pernyataan tentang jumlah tanah yang telah
dimiliki.

45
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

4) Keterangan pelunasan/bukti lunas pajak tanah yang


bersangkutan.
5) Turunan surat keterangan WNI yang telah disahkan
oleh pejabat berwenang.
6) Surat keterangan pendaftaran tanah (SKPT) yang
diminta sebelum lelang.
c. Bila tanahnya berasal dari konversi tanah adat, maka
syarat-syaratnya adalah:
1) Bagi daerah yang sebelum UUPA sudah dipungut
pajak:
a) Surat pajak hasil bumi/petok D lama, verponding
Indonesia dan segel-segel lama.
b) Keputusan penegasan/pemberian hak dari instansi
yang berwenang.
c) Surat asli jual beli, hibah, tukar-menukar, dan
sebagainya.
d) Surat kepala desa yang dikuatkan oleh camat yang
membenarkan isi keterangan-keterangan tentang
tanah yang bersangkutan.
e) Surat pernyataan yang berisi bahwa tanah tersebut
tidak berada dalam sengketa dan tidak dijadikan
tanggungan utang serta sejak kapan dimiliki.
2) Bagi daerah yang sebelum UUPA belum dipungut
pajak:
a) Keputusan penegasan/pemberian hak dari instansi
yang berwenang.
b) Surat asli jual beli, hibah, tukar-menukar, dan
sebagainya yang diketahui atau dibuat oleh kepala
desa/pejabat yang setingkat.
c) Surat kepala desa yang dikuatkan oleh camat yang
membenarkan isi keterangan-keterangan tentang
tanah yang bersangkutan.
d) Surat pernyataan yang berisi bahwa tanah tersebut
tidak berada dalam sengketa dan tidak dijadikan
tanggungan utang serta sejak kapan dimiliki.

46
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

d. Bila tanahnya berasal dari konversi tanah hak barat,


misalnya eks tanah hak eigendom, syarat-syaratnya antara
lain:
1) Grosse akta.
2) Surat ukur.
3) Turunan surat keterangan WNI yang disahkan oleh
pejabat berwenang.
4) Kuasa konversi, bila pengkonversian itu dikuasakan.
5) Surat pernyataan pemilik yang berisi bahwa tanah
tersebut tidak berada dalam sengketa, tidak dijadikan
tanggungan utang, sejak kapan dimiliki dan belum
pernah dialihkan atau diberikan dengan sesuatu hak
kepada pihak lain.
6) Pemilik sertifikat hak tanah yang hilang atau rusak;
Bagi pemohon ini diharuskan memenuhi syarat:
a) Surat keterangan kepolisian tentang hilangnya
sertifikat tanah tersebut.
b) Mengumumkan tentang hilangnya sertifikat tanah
tersebut dalam berita negara atau harian setempat.
c) Bagi pemohon yang sertifikatnya rusak, diharuskan
menyerahkan kembali sertifikat hak tersebut.

Pada intinya semua keterangan di atas diperlukan untuk


mengklarifikasi data guna kepastian hukum atas subjek yang
menjadi pemegang hak dan objek haknya. Bila keterangan-
keterangan tersebut terpenuhi dan tidak ada keberatan-keberatan
pihak lain, maka pengurusan sudah dapat dilanjutkan ketahap
selanjutnya.

b. Tahap 2: Pengukuran dan Pendaftaran Hak


Setelah seluruh berkas permohonan dilengkapi dan diserahkan
ke kantor pertanahan setempat, maka proses selanjutnya di kantor
pertanahan adalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran haknya.
Bila pengukuran, pemetaan dan pendaftaran itu untuk pertama
kalinya maka ini disebut sebagai dasar permulaan (opzet), sedangkan

47
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

bila kegiatan itu berupa perubahan-perubahan mengenai tanahnya


karena penggabungan dan/atau pemisahan maka kegiatan itu
disebut sebagai dasar pemeliharaan (bijhouding).
Untuk keperluan penyelenggaraan tata usaha pendaftaran
tanah tersebut digunakan empat macam daftar yaitu: daftar tanah,
daftar buku tanah, daftar surat ukur, dan daftar nama.
Untuk kegiatan-kegiatan pengukuran, pemetaan dan
lain sebagainya itu harus diumumkan terlebih dahulu, dan
kegiatan-kegiatan tersebut akan dilakukan setelah tenggang
waktu pengumuman itu berakhir dan tidak ada keberatan dari
pihak mana pun. Untuk pemohon ahli waris dan pemilik tanah,
pengumumannya diletakkan di kantor desa dan kantor kecamatan
selama 2 bulan. Untuk pemohon yang sertifikatnya rusak atau
hilang, pengumumannya dilakukan lewat surat kabar setempat atau
berita negara sebanyak dua kali pengumuman dengan tenggang
waktu satu bulan.
Dalam pelaksanaan pengukuran, karena hakikatnya akan
ditetapkan batas-batas tanah, maka selain pemilik tanah yang
bermohon, perlu hadir dan menyaksikan juga adalah pemilik
tanah yang berbatasan dengannya. Pengukuran tanah dilakukan
oleh juru ukur dan hasilnya akan dipetakan dan dibuatkan surat
ukur dan gambar situasinya.
Atas bidang-bidang tanah yang telah diukur tersebut kemudian
ditetapkan subjek haknya, kemudian haknya dibukukan dalam
daftar buku tanah dari desa yang bersangkutan. Daftar buku tanah
terdiri atas kumpulan buku tanah yang dijilid, satu buku tanah
hanya digunakan untuk mendaftar satu hak atas tanah. Dan tiap-
tiap hak atas tanah yang sudah dibukukan tersebut diberi nomer
urut menurut macam haknya.
c. Tahap 3: Penerbitan Sertifikat
Tahap terakhir yang dilakukan adalah membuat salinan
dari buku tanah dari hak-hak atas tanah yang telah dibukukan.
Salinan buku tanah itu beserta surat ukur dan gambar situasinya
kemudian dijahit/dilekatkan menjadi satu dengan kertas sampul

48
BAB 2 ■ KEDUDUKAN SERTIFIKAT SEBAGAI WUJUD KEPASTIAN HUKUM ...

yang telah ditentukan pemerintah, dan hasil akhir itulah yang


kemudian disebut dengan sertifikat yang kemudian diserahkan
kepada pemohonnya. Dengan selesainya proses ini maka selesailah
sertifikat bukti hak atas tanah yang kita mohonkan.
Untuk lancarnya tahap-tahap tersebut, pemohon senantiasa
dituntut untuk aktif dan rajin mengurus permohonannya itu. Segala
kekurangan persyaratan bila mungkin ada, harus diusahakan untuk
dilengkapinya sendiri. Kelincahan dalam mengurus kelengkapan
dari syarat-syarat ini akan sangat berpengaruh terhadap cepat
atau lambatnya penerbitan sertifikat. Untuk itu, perlu adanya
komunikasi aktif yang dilakukan oleh pemohon kepada petugas
di Badan Pertanahan untuk mengetahui progres pengurusan/
penerbitan sertifikatnya.

49
3
KOMPETENSI PTUN DAN
PERADILAN UMUM DALAM
MENYELESAIKAN SENGKETA DI
BIDANG PERTANAHAN

A. KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA


DALAM PENANGANAN SENGKETA PERTANAHAN
Masalah kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut
Thorbecke, bilamana pokok sengketa (fundamentum petendi) terletak
di lapangan hukum publik yang berwenang memutuskannya adalah
hakim administrasi. Adapun menurut Buys ukuran yang digunakan
untuk menentukan kewenangan mengadili hakim administrasi
negara ialah pokok dalam perselisihan (objectum litis). Bilamana
yang bersangkutan dirugikan dalam hak privatnya dan oleh
karena itu meminta ganti kerugian, jadi objectum litis-nya adalah
hak privat, maka perkara yang bersangkutan harus diselesaikan
oleh hakim biasa.44
Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut UU PTUN
jauh lebih sempit dari pada pembatasan yang dibuat oleh Thorbecke
44
Tjandra, W. Riawan, Hukum Acara Peradilan TUN, Yogyakarta: Universitas Atma
Jaya, 2005, h. 27.
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dan Buys. Tidak semua perkara yang pokok sengketanya terletak


dalam lapangan hukum publik (hukum administrasi negara)
termasuk dalam kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara apabila
dikaitkan dengan sengketa pertanahan.
Sengketa pertanahan di Indonesia dimulai dari adanya
Keputusan BPN yang menerbitkan pemberian hak atas tanah
atau sertifikat hak atas tanah yang dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yakni:
1. Sertifikat hak atas tanah yang timbul karena penetapan; dan
2. Sertifikat hak atas tanah yang timbul dari hukum adat.

Sertifikat hak atas tanah yang berasal dari adanya penetapan,


yaitu pemberian hak atas tanah yang berasal dari tanah negara
dapat berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai dan pengelolaan, termasuk tanah negara yang menjadi objek
landreform dan hak-hak yang diberikan menurut Pasal 66 Permeneg
Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan PP
No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Penetapan yang kemudian menerbitkan sertifikat hak atas ta­-
nah tersebut oleh Philipus M. Hadjon disebut dengan keputusan
tata usaha negara konstitutif, sedangkan sertifikat yang berasal dari
tanah adat disebut dengan keputusan tata usaha negara deklaratif.
Indroharto mengartikan keputusan tata usaha negara konstitutif
itu adalah keputusan tata usaha negara yang melahirkan atau
menghapuskan suatu hubungan hukum. Adapun yang dimaksud
dengan keputusan Tata Usaha Negara deklaratif itu adalah
keputusan Tata Usaha Negara untuk menetapkan mengikatnya
suatu hubungan hukum. Apabila mengikuti pandangan tersebut,
maka terhadap keputusan BPN yang bersifat konstitutif bila
terjadi sengketa yang berwenang memeriksa dan memutus, dan
menyelesaikannya adalah Peradilan Tata Usaha Negara, sedangkan
yang bersifat deklaratif menjadi wewenang badan peradilan umum.
Peradilan Umum pada hakikatnya menurut Bernadus Sukismo
berwenang menampung dan menyelesaikan segala persengketaan
hukum, baik yang nyata-nyata merupakan kewenangannya maupun

52
BAB 3 ■ KOMPETENSI PTUN DAN PERADILAN UMUM ...

sengketa-sengketa hukum yang lainnya yang bukan merupakan


kompetensi lingkungan peradilan lainnya.45 Artinya apa, yaitu
dengan batasan apabila berkaitan dengan kompetensi absolut,
maka Badan Peradilan Umum tidak berwenang untuk memeriksa
perkara yang diajukan kepadanya. Untuk kompetensi absolut
berpedoman pada Pasal 134 Het Herziene Indonesisch Reglement
disingkat HIR, Stbl 1941 No. 4446 yang berbunyi:
“ … jika sengketa itu adalah menegenai suatu hal yang tidak termasuk
wewenang Pengadilan Negeri, maka dalam semua tingkatan pemeriksaan
dapat diajukan tuntutan agar Hakim menyatakan dirinya tidak berwenang,
malahan Hakim itu sendiri berkewajiban karena jabatannya menyatakan
dirinya tidak berwenang.”

Berkaitan dengan kompetensi absolut tersebut, Wiirjono


Prodjodikoro mengemukakan bahwa meskipun tanpa eksepsi,
jika diketahui kewenangan mutlak lingkungan peradilan lain,
Hakim perdata karena jabatannnya (ex officio, ambtshalve) dapat
menyatakan dirinya tidak dapat berwenang memeriksa dan
mengadili suatu perkara.
Kajian di atas dimaksud untuk memahami wewenang Badan
Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Peradilan Umum dalam
memeriksa dan memutus sengketa hukum di bidang pertanahan.
Sengketa hukum di bidang pertanahan tentang sertifikat hak atas
tanah yang berasal dari tanah negara yang dikeluarkan berdasarkan
keputusan pemberian hak atas tanah dari BPN menjadi wewenang
Badan Peradilan Tata Usaha Negara dan sertifikat hak atas tanah
yang berasal dari tanah adat yang dikeluarkan berdasarkan konversi
dari BPN menjadi wewenang Badan Peradilan Umum.
Pemahaman ini sangat penting sekali mengingat dalam tataran
praktik kedua Badan Peradilan tersebut sering berbeda pendapat
hanya untuk memeriksa dan atau menilai wewenang mengadili
yang berpuncak sampai Mahkamah Agung, sedangkan pemeriksaan
45
Bernadus Sukismo, Peradilan Pajak dalam Sistem Peradilan di Indonesia Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga,
Surabaya, 2001, h. 427.
46
Het Herziene Indonesisch Reglement (Stbl 1941 Nomor 44).

53
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

pokok perkaranya dan atau sengketa intinya dikesampingkan.


Badan peradilan berwenang memeriksa dan mengadili sengketa
hukum di bidang pertanahan tentang pembatalan keputusan
pemberian hak atas tanah. Sementara itu, BPN juga berwenang
untuk menyelesaikan sengketa hukum di bidang pertanahan
tentang pembatalan keputusan pemberian hak-hak atas tanah
yang meliputi pembatalan hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan, hak pakai, hak pengelolaaan, hak penguasaan, dan
izin membuka tanah yang tanahnya berasal dari tanah negara.
Pembatalan tersebut berakibat pula batalnya sertifikat hak atas
tanahnya. Landasan hukum pembatalan pemberian hak-hak atas
tanah tersebut semula diatur oleh Pasal 12 Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972, tentang Pelimpahan Wewenang
Pemberian Hak Atas Tanah yang selanjutnya setelah dibentuknya
Badan Pertanahan Nasional, pembatalan pemberian hak atas tanah
itu diatur oleh Pasal 16 huruf Keppres No. 26 Tahun 1988, tentang
BPN juncto Keppres No. 154 Tahun 1999, tentang perubahan
Keppres No. 26 Tahun 1988, tentang BPN. Wewenang pembatalan
keputusan pemberian hak atas tanah yang diatur oleh Keppres
tersebut kemudian dijabarkan secara lebih spesifik oleh Permeneg
Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1999, tentang Pelimpahan
Kewenangan Pemberian Dan Pembatalan Keputusan Pemberian
Hak Atas Tanah Negara juncto Permeneg. Agraria/Kepala BPN
No. 9 Tahun 1999, tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan
Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengeloalaan.
Peraturan pelaksanaan pembatalan pemberian hak atas tanah
tersebut memberikan landasan hukum bagi BPN untuk mengatur
tata cara pembatalan hak yang selama ini belum pernah ada
ketentuan yang mengaturnya, kecuali pembatalannya dalam
bentuk gugatan melalui PTUN. Sebelum ada Badan Peradilan Tata
Usaha Negara, gugatan terhadap badan atau pejabat TUN atau
BPN dilakukan melalui Badan Peradilan Umum. Gugatan melalui
peradilan umum ini dapat dilihat pada Yurisprudensi Mahkamah
Agung No. 421 K/Sip/1969 tertanggal 29 Oktober 1969 yang

54
BAB 3 ■ KOMPETENSI PTUN DAN PERADILAN UMUM ...

dalam pertimbangan hukumnya menyatakan:47


”.....Sebelum ada undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
maka Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan
gugatan-gugatan terhadap Pemerintah Indonesia.“

dan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 634 K/Sip/1973


tertanggal 19 November 1973 yang dalam pertimbangan hukumnya
menyatakan:48
“Karena Peradilan Administrasi belum terbentuk, Pengadilan
Umum berwenang untuk memeriksa perkara perbuatan melawan
hukum dari Pemerintah.”
Peraturan tentang pembatalan pemberian hak atas tanah
yang dibuat oleh BPN itu menurut Hasan Basri Durin memberikan
diskripsi dan limitasi kewenangan hukum bagi BPN untuk
mengambil keputusan pembatalan pemberian hak atas tanah, di
samping juga memberikan kemudahan prosedur dan pemangkasan
birokrasi dalam hal permohonan pembatalan pemberian hak atas
tanah.49
Sebagai pembantu Presiden sesuai amanat Pasal 17 ayat (1)
UUD 1945, Pasal 2 dan 3 huruf c Keppres No. 26 Tahun 1988,
tentang BPN juncto Keppres No. 154 Tahun 1999, tentang Perubahan
Keppres No. 26 Tahun 1988, tentang BPN, BPN bertugas mengelola,
mengembangkan administrasi pertanahan dan sekaligus antara
lain berwenang membatalkan hak-hak atas tanah.
Definisi pembatalan pemberian hak atas tanah menurut
Pasal 1 angka 14 Permeneg. Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun
1999 tersebut, yaitu pembetulan keputusan pemberian hak atas
tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan tersebut
mengandung cacat hukum administrasi dalam penertibannya atau
untuk melaksankan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap. Definisi cacat hukum administratif menurut
47
Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I., Penerbit Mahkamah Agung R.I., 1970, h. 441-452.
48
Dalam Sjachran Basah, Op. cit., h. 244.
49
Hasan Basri Durin dalam suratnya angka 6 No. 500-4352 tanggal 14 Oktober 1999
Perihal Penyampaian Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

55
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Pasal 107 ditentukan karena adanya hal-hal sebagai berikut:


1. Kesalahan prosedur;
2. kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;
3. Kesalahan subjek hak;
4. Kesalahan objek hak;
5. Kesalahan jenis hak;
6. Kesalahan perhitungan luas;
7. Terdapat tumpang-tindih hak atas tanah;
8. Data yuridis atau daya fisik tidak benar; dan
9. Kesalahan lainnya yang bersifat hukum administratif;

Dan apabila ada keputusan pemberian hak atas tanah atau


sertifikat yang cacat hukum administrasi, maka keputusan
pembatalannya menurut Peraturan Menteri Agraria tersebut dapat
dilakukan BPN dengan tiga cara sebagai berikut:
1. Pembatalan karena permohonan yang berkepentingan, sesuai
Pasal 108;
2. Pembatalan tanpa permohonan, apabila diketahui BPN sendiri
adanya cacat hukum administratif dalam proses penerbitan
keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikatnya, sesuai
Pasal 119; dan
3. Pembatalan karena melaksanakan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, sesuai Pasal 124.
Peraturan pelaksanaan pembatalan pemberian hak atas tanah
tersebut dimaksudkan guna menyelesaikan permasalahan di bidang
pertanahan secara tuntas sesuai konsideran keputusan presiden
tersebut. Sementara itu apabila dikaji dari aspek Hukum Tata
Negara, Peraturan Menteri Negara Agraria itu tidak termasuk
dalam tata urutan peraturan perundang-undangan.
Hal ini dapat dilihat pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat disingkat Tap MPR No. III/MPR/2000, tentang Sumber
Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia, yaitu tata urutan perundang-undangan sesuai Pasal
2 Tap MPR tersebut, yaitu: 1. UUD 1945; 2. Ketetapan MPR; 3.

56
BAB 3 ■ KOMPETENSI PTUN DAN PERADILAN UMUM ...

Undang-undang; 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-


Undang; 5. Peraturan pemerintahan; 6. Keputusan presiden; dan
7. Peraturan Daerah.
Terhadap Tap MPR itu, Baharudin Lopa memiliki pandangan
bahwa setiap menteri masih dapat mengeluarkan keputusan yang
bersifat pengaturan atau regeling yang materi muatannya bersifat
teknis sesuai dengan ruang lingkup dan kewenangan menteri yang
mengeluarkan,50 sedangkan Zafrullah Salim terhadap keputusan
menteri yang bersifat pengaturan namun tidak termasuk dalam
tata urutan peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa
peraturan tersebut harus dianggap sebagai salah satu bentuk dari
aturan kebijakan atau beleidregels pseudowetgeving.51 Tap MPR
tersebut berbeda dengan Tap MPRS No. XX/MPRS/1996, tentang
Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tata Tertib Hukum
R.I. dan Tata Urutan Peraturan Perundangan R.I. yang masih
mendudukan peraturan menteri sebagai sumber tertib hukum,
tentunya tidak akan mengurangi tugas-tugas umum menteri dalam
pemerintahan selaku pembantu presiden untuk mengeluarkan
berbagai peraturan sesuai bidang tugasnya.
Keputusan pembatalan pemberian hak atas tanah dalam
lingkup administrasi negara merupakan perbuatan hukum publik
dan perbuatan hukum publik ini yang oleh Deno Kamelus disebut
sebagai perbuatan hukum publik bersegi satu yang dilakukan oleh
administrasi negara berdasarkan kekuasaaan istimewa yang diberi
nama ketetapan, sedangkan perbuatan yang mengadakan suatu
ketetapan disebut perbuatan penetapan atau beschikkingshandeling.52
Keputusan dalam kajian ini yaitu keputusan menteri yang berisi
pengaturan atau regeling. Dari aspek pembentukan maupun
substansinya, Van Wijk/Konijnbelt membedakan keputusan menteri

50
Zafrullah Salim, Tinjauan Mengenai Kedudukan Keputusan Menteri dalam Tap MPR
III/MPR/2000 tentang Sumber dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undang, dalam
Mahkamah, Volume 13, Nomor 1, Riau, 2002, h. 147.
51
Ibid., h. 164.
52
Deno Kamelus, Arti Kedudukan Perencanaan dalam Hukum Administrasi Negara,
dalam SF Marbun dkk., Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII
Press, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2001, h. 248.

57
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dalam tiga kategori, yaitu: 53


1. Aturan perinci atau details regels, yaitu keputusan menteri
yang berisi peraturan pelaksanaan dari suatu pemerintah
yang biasanya bersifat teknis menyangkut berbagai kebijakan
masalah penting;
2. Aturan sementara atau tijdelijke regels, yaitu peraturan yang
ditetapkan sambil menunggu dikeluarkannya peraturan
pemerintah; dan
3. Aturan menteri yang bersifat mandiri atau zelfstandige
ministeriele relinggen, yaitu peraturan yang ditetapkan tanpa
berdasarkan kewenangan undang-undang, sehingga hanya
dapat dianggap sebagai perundang-undangan semu atau
pseudowetgeving.

Berbeda dengan kategori di atas, Van der Vlies menyebutkan


tiga jenis keputusan, yaitu:54
1. Keputusan yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang
mengandung aspek hukum publik atau publiekrechtelijke
rechtshandelingen yang bertujuan untuk mengatur ketentuan
umum;
2. Keputusan yang berkaitan dengan hukum perdata atau
privaatrechtelijke rechtshandelingen yang berisikan keputusan
berkaitan dengan perbuatan hukum pemerintahan di bidang
hukum perdata;
3. Keputusan yang berkaitan dengan perbuatan faktual atau
feitlelijke handelingen, yaitu keputusan mengenai sesuatu yang
bukan merupakan peristiwa hukum.

Kedua pendapat tersebut bila dikaitkan dengan peraturan


pembatalan pemberian hak atas tanah, maka Permeneg Agraria/
Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tersebut merupkan peraturan
yang teperinci atau details regels, dengan argumentasi peraturan
ini mengatur tata cara pembatalan pemberian hak atas tanah

53
Zafrullah Salim, Op. cit., h. 161-162.
54
Ibid., h. 158-159.

58
BAB 3 ■ KOMPETENSI PTUN DAN PERADILAN UMUM ...

yang dimulai dari tata cara permohonan pembatalan, penelitian


kebenaran permohonan, menetukan kriteria cacat hukum
administrasi, mengeluarkan keputusan persetujuan atau penolakan
permomohonan pembatalannya sampai pelaksanaan keputusan
BPN melalui pengumuman pembatalannya pada surat kabar.
Peraturan ini merupakan jenis keputusan yang beraspek
hukum publik atau publiekrechtelijke rechtshandelingen, dengan
argumentasi keputusan pembatalan pemberian hak atas tanah
ini bersifat umum, artinya keputusan pembatalannnya dapat
terkena pada hak perorangan maupun badan hukum perdata yang
diumumkan melalui surat kabar.

B. KOMPETENSI PERADILAN UMUM DALAM


PENANGANAN SENGKETA PERTANAHAN
Sejak awal kemerdekaan, bahkan sebelum kemerdekaan di
zaman pemerintahan penjajahan Belanda, yang berhak mengadili
sengketa pertanahan adalah pengadilan umum, sehingga seolah-
olah secara historis diakui bahwa ketika muncul perkara/sengketa
pertanahan dengan sendirinya masyarakat pencari keadilan akan
memutuskan pilihannya menggugat ke pengadilan umum.
Persoalan baru muncul ketika telah hadirnya lembaga baru/
relatif baru dengan kehadiran peradilan Tata Usaha Negara sebagai
konsekuensi logis dari Indonesia sebagai negara hukum yang
menurut konsep F. Stahll, peradilan administrasi sebagai salah
satu unsurnya yang lebih dikenal dengan peradilan Tata Usaha
Negara; yang hadir melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1986,
kemudian direvisi melalui Undang-Undang No. 9 Tahun 2004,
tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986, tentang Peradilan Tata
Usaha Negara. Selanjutnya direvisi kembali dengan Undang-Undang
No. 51 Tahun 2009, tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(UU PTUN) yang merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
peradilan bagi masyarakat pencari keadilan terhadap sengketa
Tata Usaha Negara. Sementara itu, kehadiran/keberadaan hukum

59
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

perdata/privat secara historis asalnya bersumber pada kesadaran


hukum yang bersifat umum, “karena ia lebih tinggi kedudukannya
daripada pemerintah maupun Undang-Undang”. Pendapat/term maker
tersebut disebut sebagai “primaat van het privaatrecht” (hukum
privat adalah yang utama dan berkedudukan pertama). 55 Adapun
menurut Krabbe, hukum privat/perdata itu merupakan hukum
umum sejak dahulu kala. Dengan ajaran kedaulatan hukum itu,
berarti pemerintah pun tunduk kepada hukum umum ini.56 Di
samping itu, untuk perbuatan-perbuatan pemerintah lalu lahir
hukum pelengkap (aanvullend recht), yang disebut hukum publik,
seperti halnya dahulu untuk perdagangan juga lahir hukum dagang
sebagai pelengkap hukum privat. Jadi seperti halnya hukum
publik, maka hukum dagang pun merupakan pelengkap terhadap
hukum umum tersebut.
Sampai sekarang ajaran tentang hukum umum (het gemenrechts
leer) ini masih merupakan ajaran yang dianggap sebagai pendapat
umum dalam kaitannya antara hukum publik dan hukum perdata
ini. Pada tataran praksis dan praktik peradilan dalam suatu negara
muncul sistem peradilan yang mengikuti sejarah pertumbuhan dan
asal-usul sistem peradilan yang dianut yaitu sebagai negara yang
pernah dijajah Belanda, maka yang diterapkan adalah sistem hukum
kontinental. Peradilan di Indonesia dipengaruhi oleh tradisi hukum
kontinental (civil law system) dengan ciri pemisahan kompetensi
peradilan di dalamnya (duality of jurisdiction).57
Sementara, pada negara-negara yang menganut konsep rule of
law, menganggap bahwa keberadaan peradilan administratif negara
bukanlah keharusan. Konsep equality before the law menghendaki
agar prinsip persamaan antara rakyat dan pejabat administrasi
negara tecermin pula dalam lapangan peradilan, artinya dalam
rangka melindungi rakyat dari tindakan pemerintah, tidak

55
Indroharto, S.H., Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata,
Penerbit LPP HAN, 1999, h. 3.
56
Indroharto, Ibid.
57
Pusat Penelitian Hukum dan Peradilan, Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah
Agung RI, “Urgensi Pembentukan Pengadilan Pertanahan di Indonesia”, 2015, h. 25.

60
BAB 3 ■ KOMPETENSI PTUN DAN PERADILAN UMUM ...

diperlukan badan peradilan khusus (peradilan administrasi) yang


berwenang mengadili sengketa tata usaha negara. Fungsi Peradilan
Tata Usaha Negara tetap tecermin dalam peradilan umum (ordinary
court) yang dapat kita lihat dari proses pengadministrasian perkara
yang mengklasifikasikan secara khusus administrative dispute
sebagaimana jenis perkara lain.58 Terkait penyelesaian sengketa
tanah melalui peradilan umum (perdata) atau yang dalam bab ini
disebut sebagai kompetensi peradilan umum dalam penanganan
sengketa pertanahan dapat dijelaskan bahwa peradilan umum
merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya, yang dalam hal ini dilaksanakan
oleh pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama, dan
pengadilan tinggi sebagai pengadilan banding, serta berpuncak
pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
Kewenangan absolut pengadilian umum (negeri) dilihat dari
fungsi justisialnya, diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang No. 2
Tahun 1986, tentang Peradilan Umum yang berbunyi, sebagai
berikut:
“Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama”

Dalam perkara perdata, pengadilan negeri berwenang


menangani sengketa pertanahan dari aspek keperdataan. Aspek-
Aspek keperdataan dalam sengketa tanah adalah berkaitan dengan
status keabsahan suatu hak atas tanah; peralihan hak atas tanah,
pembebanan hak atas dan perbuatan melawan hukum oleh penguasa
(onrechtmatige overheidsdaad) yang dilakukan oleh badan/pejabat
tata usaha negara yang berkaitan dengan sengketa pertanahan.
Adapun sengketa pertanahan di peradilan umum ini, diperiksa
dengan mendasarkan pada hukum acara perdata umum.
Dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 ditegaskan bahwa “kekuasaan kehakiman dilakukan

58
W. Riawan Tjandra. “Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara: Edisi Revisi”,
Universitas Atmajaya. Yogyakarta. 2005. h. 3.

61
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di


bawahnya, dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Dari bunyi
Undang-Undang Dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem
peradilan Indonesia terpengaruh oleh sistem civil law, dengan
ciri pemisahan kompetensi peradilan (duality jurisdiction). Jadi
kekuasaan peradilan di Indonesia di tingkat awal/pertama tidak
hanya dilakukan oleh satu jenis peradilan yaitu peradilan umum/
negeri, melainkan dilakukan oleh masing-masing lingkungan
peradilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Masing-masing
peradilan memiliki kompetensi untuk mengadili perkara-perkara
tertentu yang secara absolut tidak boleh diperiksa oleh lingkungan
peradilan lain.
Kompetensi, diartikan sebagai kewenangan (kekuasaan) untuk
menentukan (memutuskan sesuatu).59 Kompetensi (authority, gezag)
adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan
orang, tertentu, maupun kekuasaan terhadap suatu bidang
pemerintahan tertentu secara bulat yang berasal dari kekuasaan
legislatif maupun dari kekuasaan pemerintah.
Dari segi sumber hukum sengketa yang mendasarinya, perkara-
perkara yang terkait dengan pertanahan dapat dikategorikan
kedalam beberapa aspek masalah hukum, yaitu:60 pertama;
masalah perdata pertanahan yang menekankan pada aspek hak
keperdataan, misalnya jual beli tanah, pewarisan, sewa menyewa
tanah, pembebanan hak tanggungan dan lain sebagainya. Sengketa
keperdataan tanah adalah sengketa untuk menentukan siapa yang
berhak atas tanah. Kedua; adalah masalah pidana pertanahan,
misalnya masalah penyerobotan tanah atau memasuki tanah orang
tanpa izin, penggarapan tanah secara ilegal, penipuan tanah, dan
lain sebagainya. Ketiga; masalah tanah yang terkait dengan masalah
administratif atau keputusan pejabat pemerintahan, misalnya

59
Departemen Pendidikan Nasional. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Penerbit
Balai Pustaka, 2008, h. 719.
60
Puslitang Kumdil Mahkamah Agung, Op. cit., h. 29.

62
BAB 3 ■ KOMPETENSI PTUN DAN PERADILAN UMUM ...

terkait dengan tumpang-tindih sertifikat, masalah pemberian hak


atas tanah oleh negara, pencabutan hak, dan lain sebagainya.
Dari aspek masalah hukum di atas, terlihat bahwa dalam
masalah pertanahan memiliki dua dimensi hukum di dalamnya,
yaitu dimensi hukum publik dan dimensi hukum privat. Dimensi
hukum privat mewakili masalah-masalah pertanahan yang
berkaitan dengan aspek keperdataan, baik perdata umum maupun
perdata khusus agama. Adapun dimensi hukum publik tampak
dari masalah-masalah pidana pertanahan dan aspek administrasi
pertanahan. Masing-masing aspek sengketa pertanahan di atas,
tunduk pada yurisdiksi badan peradilan yang berbeda. Karena
itu pemahaman yang baik terhadap masing-masing aspek hukum
ini akan menunjukkan forum penyelesaian hukum yang tepat.61
Penggunaan forum penyelesaian sengketa melalui peradilan
yang tepat, dalam sengketa pertanahan akan mempercepat proses
penyelesaian sengketa, sehingga kepastian hukum dan keadilan
dapat segera diperoleh pencari keadilan.
Ditinjau dari apa yang diuraikan di atas, dari sisi masalah
hukum, maka dalam tataran praktiknya muncul dua kewenangan
(kompetensi) yang saling bersinggungan, atau permasalahan titik
singgung yuridiksi (legal grey area) wilayah abu-abu di antara
kedua lingkungan peradilan terutama dalam masalah pertanahan,
pilkades, pengadaan barang dan jasa dan sebagainya.62
Sebagaimana telah disinggung konflik kompetensi ini dalam
tataran praktik, sering kali terjadi, sehingga terkadang menyebabkan
kebingungan di kalangan masyarakat pencari keadilan;
Konflik kompetensi ini sering muncul terhadap kasus-kasus
yang memiliki titik singgung kompetensi seperti dalam kasus
pertanahan (terkait sertifikat) yang disengketakan di peradilan
umum (perdata) dan peradilan tata usaha negara.

61
Puslitbang Kumdil Mahkamah Agung RI, Op. cit., h. 50.
62
Enrico Simanjutak dalam Bunga Rampai Peradilan Administrasi Kontemporer,
Beberapa Anotasi Terhadap Pergeseran Kompetensi Absolut Peradilan Umum Kepada
Peradilan Administrasi Pasca Pengesahan UU No. 30 Tahun 2014, Jakarta: Penerbit Genta
Press, 2014, h. 42.

63
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Peradilan umum pada prinsipnya memiliki wewenang


untuk mengadili terhadap sengketa pertanahan yang pokok
perselisihannya mengenai hak atas tanah, sedangkan peradilan
tata usaha negara memiliki kewenangan menyangkut prosedur dan
aspek-aspek administrasi penerbitan sertifikat tanah dan keputusan-
keputusan pemerintahan lainnya yang berkaitan dengan tanah.
Sementara itu, sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun
2004, tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum atau Pengadilan Negeri, sesuai dengan
pasal-pasalnya sebagai berikut:
1. Pasal 2, menyatakan bahwa peradilan umum adalah salah
satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan pada umumnya.
2. Pasal 6, pengadilan terdiri dari:
a. Pengadilan negeri yang merupakan pengadilan tingkat
pertama.
b. Pengadilan tinggi yang merupakan pengadilan tingkat
banding.
3. Pasal 50, pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara
perdata di tingkat pertama.
4. Pasal 51.
a. Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili
perkara pidana dan perdata di tingkat banding.
b. Pengadilan Tinggi juga bertugas/berwenang mengadili
di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan
antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.

Untuk lebih memperjelas kewenangan peradilan umum dalam


menyelesaikan sengketa tanah, dapat dilihat dari yurisprudensi
sebagai dikutip berikut:63
1. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 701K/
pdt/1997 tanggal 24 Maret 1999

63
Varia Peradilan, tahun ke XXI No. 251 Oktober 2006, h. 41-42.

64
BAB 3 ■ KOMPETENSI PTUN DAN PERADILAN UMUM ...

a. Jual beli tanah yang merupakan harta bersama harus


disetujui pihak istri atau suami.
b. Harta bersama berupa tanah yang dijual tanpa persetujuan
istri, tidak sah dan batal demi hukum.
c. Sertifikat tanah yang dibuat atas dasar jual beli yang
tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Ini menunjukkan, bahwa peradilan umum berwenang untuk
menyelesaikan perkara yang menyangkut pembuktian hak
kepemilikan atas tanah, sedangkan mengenai sertifikat tanah,
peradilan umum hanya berwenang untuk menyatakan bahwa
sertifikat tanah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum
2. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor. 1816k/
pdt/1989 tanggal 22 Oktober 1992 dalam hal penerbitan suatu
sertifikat mengandung kesalahan teknis kadaster, Mendagri
(BPN) berwenang membatalkan sertifikat berdasarkan pasal
12 Jo pasal 14 permendagri Nomor 6 Tahun 1972 tanggal 30
Juni 1997.

Yang dapat diselesaikan di pengadilan umum adalah


mengenai hak atas tanahnya, sedangkan sertifikat merupakan
sebuah keputusan Tata Usaha Negara. Maka pembatalan atas
suatu keputusan Tata Usaha Negara adalah wewenang instansi
yang menerbitkan keputusan Tata Usaha Negara dan bila terjadi
sengketa Tata Usaha Negara akibat dikeluarkan sertifikat dengan
tidak hati-hati, diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara.

65
4
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA
PERTANAHAN DALAM KEWENANGAN
PERADILAN PERDATA DENGAN
PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lima wilayah/lokasi


yaitu Mataram, Surabaya, Makassar, Lampung, dan Pekanbaru
dengan segmen yang diwawancarai, para hakim di pengadilan
umum, hakim-hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, Kakanwil/
kepala BPN, serta para akademisi di kampus-kampus khususnya
para pakar di bidang pertanahan, agaknya belum diperoleh titik
temu pandangan yang sama terkait pemahaman para hakim
terhadap persoalan titik singgung kewenangan peradilan umum
dan kewenangan Peratun terutama dalam sengketa tanah. Kedua
badan peradilan terlihat tidak memiliki kesamaan visi untuk,
katakan mengalah, atau dalam bahasa penelitian ini disebut
mengabdi, Sehingga ketika pertanyaan haruskah putusan peradilan
Tata Usaha Negara mengabdi atau tunduk pada putusan tentang
hak/kepemilikan oleh peradilan umum (Perdata)? Kecenderungan
jawaban/pandangan para hakim TUN, tetap pada prinsip-prinsip
dan tata aturan yang selama ini sudah berjalan dan dipraktikkan.
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Di mana menyangkut gugatan mengenai sertifikat tanah,


disepakati apabila sertifikat tersebut digugat dengan alasan cacat
hukum dan aspek kewenangan prosedur, dan/atau substansi, maka
gugatan tersebut merupakan kewenangan/kompetensi peradilan
Tata Usaha Negara. Akan tetapi apabila yang dipermasalahkan
adalah kepemilikan atas tanahnya maka menjadi kewenangan
peradilan umum (perdata).
Hal tersebut berpedoman pada buku Pedoman Teknis Peradilan
Tata Usaha Negara Buku II Edisi. 2009 Mahkamah Agung Republik
Indonesia, pandangan hakim TUN, serta pendiriannya tentang
tetap berwenangnya PTUN dalam mengadili sengketa tanah/
sertifikat tanah seperti ditegaskan oleh Ketua PTUN (Makassar)
yang menyatakan, “jika kita memitigasinya bagaimana risiko
yang akan timbul? Untuk mengatasi hal inilah makanya bapak-
bapak mencoba melihat jika muncul seperti ini lagi (pertentangan
kewenangan) kita bisa atasi, kalau yang sudah berjalan, PTUN itu
sudah tertib, tinggal kita minta PN bisa tertib ga?”64
Dari pernyataan dalam wawancara tersebut, mencerminkan
pandangan bahwa kalau di PTUN tidak menjadi masalah, sudah
teratur dan tertib. Dari pandangan/pendapat para hakim TUN
agaknya akan sulit menerima apabila putusan TUN harus mengabdi/
tunduk pada putusan perdata hak/milik atas tanah.
Penjelasan yang diberikan pada halaman 70 dan 79 Buku II
Pedoman Teknis, sebagai berikut:
1. Suatu bidang tanah diterbitkan dua sertifikat, yaitu atas nama
A dan B. akibatnya timbul sengketa yaitu A menggugat kantor
pertanahan atas terbitnya sertifikat-sertifikat atas nama B ke
pengadilan TUN dan B menggugat A ke pengadilan negeri
tentang kepemilikan. Kedua perkara tersebut tidak dapat
berjalan secara bersamaan karena sertifikat adalah tanda
bukti kepemilikan/hak atas tanah. Maka sebelum seseorang
mengajukan gugatan tentang keabsahan sertifikat ke pengadilan

64
Wawancara peneliti tanggal 11 April 2009, dengan ketua PTUN Makassar, transcript
110517_001.

68
BAB 4 ■ IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

TUN, sepanjang masih dipersoalkan tentang kepemilikan/


hak atas tanahnya yang bersangkutan, terlebih dahulu harus
dibuktikan secara hukum siapa sebenarnya yang mempunyai
kepemilikan/hak atas tanah tersebut.65
2. Apabila yang dipersoalkan oleh penggugat bukan tentang
kepemilikan atas tanah melainkan prosedur penerbitan
sertifikat oleh kantor pertanahan yang mengandung cacat
yuridis, karena diterbitkan secara bertentangan dengan
aturan hukum yang menjadi dasar penerbitan sertifikat atau
bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik (AAUPB), maka hakim TUN harus jeli melihat objektum
litis, yang menjadi dasar gugatan. Dalam hal yang demikian
sesuai praktik dan yurisprudensi, pengadilan TUN berwenang
untuk memeriksa perkaranya.

Sejalan dengan pendapat/pendirian para hakim TUN, tentang


kewenangan peradilan TUN atas kompetensi mengadili sebuah
sertifikat hak atas tanah, beberapa pakar/guru besar/dosen di
beberapa perguruan tinggi di Jawa Timur, seperti Universitas
Airlangga, Brawijaya, dan UNEJ, lebih cenderung/condong ke
PTUN. Dr. Dwi Sri Rahayu, dosen UNAIR, beralasan karena
hakim-hakim perdata tidak pernah bisa memahami tentang hukum
pertanahan lagi pula putusan TUN itu sangat runtut. Pendapat ini
dikuatkan dengan pengalaman para dosen yang pernah menjadi
saksi dalam perkara TUN dan peradilan umum yang menurut
para dosen, sama sekali mereka tidak memahami arah pemikiran
masalah pertanahan.
Pada lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara ini, terdapat
juga ambivalensi pendirian/sikap, bila dilihat, kecenderungan
menguat pada tetap berwenangnya mengadili sengketa hak atas
tanah/sertifikat hak atas tanah. Adapun dalam banyak kasus yang
diajukan ke persidangan TUN, memberikan putusan-putusan yang
menyatakan dirinya sebagai tidak berwenang mengadili, atas

65
R.O.B Siringo-ringo, dkk., Menjawab Permasalahan Teori dan Praktek Peradilan Tata
Usaha Negara, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

69
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

perkara-perkara tentang hak atas tanah tersebut. Mengenai hak


atas tanah, sementara yang digugat adalah juga tentang sertifikat
tanah, dengan segala keabsahannya, seperti/contoh putusan TUN
Surabaya, No.185/G/2015/PTUN Sby, tanggal 3 Desember 2015,
dalam pertimbangan hukumnya antara lain mengatakan:66
“Menimbang bahwa, berdasarkan bukti yang telah dipertimbangkan di
atas, pengadilan dalam mengadili sengketa aquo, demi adanya kepastian
hukum merujuk pada yurisprudensi Mahkamah Agung No.88 K/TUN/1993
tanggal 7 September 1994 terdapat kaidah hukum, meskipun sengketa
itu terjadi dari adanya surat keputusan pejabat, tetapi jika dalam perkara
tersebut menyangkut pembuktian hak kepemilikan atas tanah, maka
gugatan tersebut harus diajukan terlebih dahulu ke peradilan umum,
karena pokok sengketa cenderung atau lebih kental muatan hukumnya
berkaitan dengan sengketa perdata atau kepemilikan yang lebih dulu harus
dibuktikan, ketimbang segi prosedur penerbitan sertifikat aquo”.

Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 62 UU No. 5


Tahun 1986 yang menegaskan bahwasanya Ketua PTUN dapat
menyatakan gugatan tidak dapat diterima, karena gugatan
“prematur”. Dengan konsekuensi bahwa gugatan di kemudian hari
masih dapat mengajukan gugatannya kembali ke pengadilan TUN
setelah adanya putusan yang berkekuatan tetap dari peradilan
umum. Dalam arti, hakim pengadilan TUN bukan menyatakan
tidak berwenang mengadili, tetapi mengeluarkan putusan sela
dalam bentuk penetapan yang menyatakan pemeriksaan sengketa
TUN di Peradilan Tata Usaha Negara harus ditunda terlebih dahulu
sampai adanya keputusan kepemilikan/keperdataan dari peradilan
umum yang telah in kracht.
Demikian pula, putusan perkara No. 94/G/2016/PTUN.Sby,
pengadilan TUN juga memberi pertimbangan hukum senada yang
intinya, gugatan condong pada sengketa perdata walaupun yang
digugat adalah sertifikat hak guna bangunan yang diterbitkan
secara tidak sesuai aturan (67). Dalam tataran praktik seperti ini,

66
Gugatan TUN, antara Hartoyo Subekti vs Kantor Pertanahan Kota Surabaya, dengan
tergugat intervensi, PT Kris Kencana Surabaya, pertimbangan hukum, h. 46.
67
Gugatan antara Bagus Ariwibowo vs Kantor Pertanahan Kota Batu, dengan pihak

70
BAB 4 ■ IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

jelas peradilan TUN justru terlihat ambivalen dalam menyikapi


gugatan seputar sertifikat hak atas tanah.
Barangkali ambiguitas ini terjadi akibat kejelian melihat
objektum litis yang disyaratkan dalam menyidangkan sengketa hak
atas tanah tersebut. Akan tetapi akibat kejelian juga memperpanjang
proses peradilan dan membuat ketidakpastian, sebab bila pedoman
tersebut dipertahankan, maka setiap kasus/perkara serupa akan
menempuh jalan panjang. Yakni, gugatannya akan ditolak atau di
NO kembali gugat di peradilan umum (perdata) yang tidak memiliki
wewenang membatalkan sertifikat hak milik baru, kembali gugat
ke PTUN, maka hal tersebut akan sangat membebani masyarakat
pencari keadilan. Pertanyaan muncul, mengapa perkara yang
mempunyai titik singgung dengan aspek keperdataan, tidak
tentukan saja pada fase sidang pendahuluan/dismissal bahwa
perkara tersebut kewenangan peradilan umum (perdata).
Sementara itu, pada segmen para hakim peradilan umum,
hasil kajian dan wawancara dalam penelitian ini mengindikasikan,
di ranah peradilan umum semua berjalan apa adanya saja, bagi
hakim-hakim perdata keberadaan titik singgung kewenangan
mengadili hak atas tanah/sertifikat selalu diterima dan proses
berjalan biasa, seperti tergambar pemahaman adanya titik singgung
kewenangan yang diucapkan dalam wawancara dengan ketua
Pengadilan Tinggi Makassar (Sunaryo).68
Adanya titik singgung atau tidak, seharusnya dari gugatan
sudah bisa dibaca, dan biasanya dalam gugatan itu juga dia
sudah menyebutkan ada buktinya ini, diajukan oleh orang yang
keinginannya untuk membatalkan sertifikat itu, titik singgung itu
tidak pernah disebut, sengaja kuasanya penggugat menyembunyikan
adanya titik singgung dan seharusnya karena masih proses dismissal,
harus berani bahwa ini karena masih proses dismissal, karena ada
titik singgung bukan kewenangan, maka keluar penetapan dismissal.
Di peradilan umum, yang dipraktikkan dalam persidangan

intervensi Beni Lumanto.


68
Kutipan wawancara peneliti dengan ketua Pengadilan Tinggi Makassar, tanggal 9
April 2019, transcript judul 110514_005.

71
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

masalah kepemilikan hak atas tanah. Apabila, misalnya,


peralihannya tidak jelas, maka dinyatakan sertifikat itu tidak
mempunyai kekuatan mengikat. Yang menarik produk putusan dari
peradilan umum yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht)
biasanya lebih cepat direspons eksekusinya untuk dibatalkan oleh
BPN lebih cepat. Karena pada dasarnya pihak BPN condong pada
putusan peradilan umum.
Dalam hal menanggapi putusan yang saling bersinggungan
ini, beda dengan akademisi di Unair, dan Universitas Brawijaya,
akademisi dari Universitas Hasanuddin Makassar, Farida Patitingi,
yang merupakan ahli hukum pertanahan, menilai ada banyak
masalah terkait dengan putusan-putusan ini. Karena itu, penelitian
ini menjadi penting dilakukan. Menurutnya:

Sekarang harus diberikan penegasan bagaimana implikasi putusan


TUN terhadap status kepemilikan hak atas tanah. Karena yang disalah
pahami oleh masyarakat kita adalah kalau TUN misalnya mempersoalkan
mengenai keabsahan sertifikat, maka hal ini wilayah administrasi. Karena
itu, dalam persepsi mereka, tidak mungkin berimplikasi kepada status
hukum hak keperdataan seseorang terhadap tanah.
Yang harus ditegaskan garis dari sisi implikasi hukumnya adalah
apakah putusan TUN terhadap tanda bukti hak, yang dalam hal ini
sertifikat, berimplikasi terhadap status hukum hak keperdataan seseorang
atas tanah? Ini dua wilayah yang berbeda. Sertifikat adalah tanda bukti hak
yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana undang-
undang pokok Agraria dan PP 12 Tahun 1997. Karena merupakan tanda
bukti hak, maka masih ada tanda bukti lain yang dapat membuktikan hak
keperdataan seseorang terhadap tanah. Kedua hal ini harus dibedakan.
Saya bisa membuktikan dengan bukti penguasaan fisik turun-temurun 20
tahun secara berturut-turut, dan itu tercatat sebagai tanah bekas milik
adat, letter C desa/kelurahan, leter C, girik dan sebagainya adalah tanda
bukti yang bisa dijadikan alasan dalam membuktikan hak kepemilikan
seseorang atas tanah.69
Ini hak atas tanah, jadi hak saya ada, hak keperdataan atas tanah
itu penuh sebagai hak milik, tetapi membuktikannya ini yang berbeda,

69
Wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin/ahli hukum
pertanahan, pada tanggal 12 April 2019, transcript judul 110517_002.

72
BAB 4 ■ IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

itulah pembuktiannya, itulah surat-surat itu tadi sampai kepada sertifikat.


Tapi misalnya, ada pihak lain karena saya ini lalu hanya sebagai ahli
waris dari orang tua hanya mengerjakan (penggarap saja) terus tiba ke
saya, saya menganggap itu tanah saya padahal itu hanya hak pakai/hak
memanfaatkan tanah saja, datang orang tadi menggugat ke pengadilan
ini saya sudah bersertifikat tanah saya, menggugat ke pengadilan untuk
membatalkan keputusan pejabat TUN, karena dianggap saya tidak berhak
atas tanah tersebut, nah itu hanya pada level tanda bukti saja, untuk
melihat bahwa siapa yang berhak atas tanah tersebut walaupun tadi
sudah batal sertifikatnya, sudah dicabut karena betul setelah dibuktikan
yang lain atau sebaliknya dia yang menang kalau dia tetap dimenangkan
oleh pengadilan TUN, bahwa betul orang ini yang berhak dicantumkan
namanya oleh (dalam) sertifikat tersebut, nah kemudian saya mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri (umum) dan saya yang dinyatakan menang
oleh Pengadilan Negeri, jadi dua-duanya menang, jadi disana dinyatakan
oke di sini dinyatakan oke, ini dua hal yang berbeda, karena satu pada
taraf keperdataan, satu pada taraf ini, hak hukum perdata kepemilikan
tanah, maka satu pada taraf hukum administrasi.
Hukum administrasi, dalam sistem hukum tanah nasional kita
itu tidak melahirkan hak, hanya mendokumentasikan hak yang sudah
ada, jadi menurut saya, dari sisi hukum tanah nasional kita, sistem
pendaftaran tanah kita itu adalah registration of title, mendaftarkan hak/
pendaftaran hak. Jadi yang didaftarkan itu hak. Kalau didaftarkan itu hak
maka haknya sudah ada, apa yang bisa membuktikan bahwa itu ada hak,
ada namanya alas hak, ada alas haknya, ya tadi saya memperoleh hak
tersebut misalnya dengan warisan, saya memprosedur karena saya beli,
saya memperoleh hak tersebut karena saya peroleh secara turun temurun
atau saya membuka tanah.
Nah dalam hukum Undang-Undang Pokok Agraria, salah satu cara
terjadinya hak milik atas tanah dengan membuka tanah, artinya kita
yang memang pertama-tama membuka tanah tersebut, tapi kalau yang
seperti ini yang langsung menjadi hak milik itu sebelum tahun 1960, atas
tanah-tanah bekas milik adat. Jadi ada wilayah keperdataan, ada wilayah
administrasi, tetapi prinsip hukumnya harus kita tegaskan di sini, karena
ada masuk pada wilayah hukum publik, ada wilayah hukum perdata.
Hukum publik tidak melahirkan hak.70 Hanya mengukuhkan hak yang
sudah ada.

70
Wawancara dengan Dekan Hukum UNHAS, Ibid.

73
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Jadi tadi yang diuraikan di atas bicara tentang hak-hak lama,


sedangkan kalau permohonan hak baru, seseorang untuk memperoleh
hak milik mengajukan permohonan kepada Badan Pertanahan, kemudian
memberikan SK Pemberian Hak Milik, itukan alas haknya SKnya. Tetapi
biasanya di SK itu dituliskan ini akan lahir kalau sudah didaftarkan di
Kantor Pertanahan, jadi ada alas haknya surat keputusan pemberian
hak kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan, lahirlah hak kepada
seseorang atas tanah; itu kalau permohonan hak baru yang berasal dari
tanah negara, tetapi yang banyak bermasalah di pengadilan adalah tanah-
tanah yang berasal dari tanah bekas milik adat atau dalam arti milik,
hak milik. Jadi ini yang perlu, karena implikasi hukum masing-masing
ada yang di ranah hukum publik, ada yang di ranah hukum perdata,
sementara kalau kita bicara hak itu perdata, tidak mungkin kita bicara
dalam ranah administrasi, jadi ini yang sangat penting.

Pada kesempatan lain peneliti mempertanyakan pada Dekan


Fakultas Hukum Universitas Jember ( Dr. Gufron ) apakah Putusan
Tun itu harus Tunduk dengan Keputusan Kepemilikan manakala
Putusan kedua Lingkungan Peradilan TUN dengan Peradilan Umum
Terkait masalah Sertifikat Tanah tidak sejalan? Beliau menjawab:

“Pengadilan itu berhak untuk mengadili apapun yang diajukan


kepadanya, PTUN memang pengadilan tentang administratif. Tindakan
administratif dari pejabat yaitu dalam mengeluarkan surat dalam hal
ini adalah sertifikat. Disana ada 2 hal yaitu: substansi dan prosedur
administratifnya, substansi sebetulnya bukan wewenang wilayah TUN
karena pejabat BPN itu hanya menindaklanjuti transaksional yang telah
dilakukan secara sah oleh para pihak melalui notaris atau PPAT kemudian
di administrasikan.
Apakah kemudian pengadilan keperdataan bisa menganulir sertifikat,
sertifikat itu didalamnya ada 2 hal substansi itu menerangkan bahwa
tanah tersebut miliknya siapa dengan alas hak apa dan sertifikatnya
karena penerbitannya melalui prosedur administrasi memang dalam
pencabutannya hanya bisa dilakukan oleh: lembaga yang menerbitkan
sertifikat (BPN) atau pengadilan. Substansinya memang yang
menerangkan bahwa kepemilikan hak seseorang melekat pada tanah
itu, siapa yang paling berhak adalah kewenangan pengadilan perdata
sementara sertifikat itu hanya bukti administratif. Saya berpandang harus
tunduk, karena bagi saya jika kita hadapkan pada formil dan substansi,
maka formil itu harus ikut kepada substansi.”

74
BAB 4 ■ IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Pandangan-pandangan tersebut, ketika dihadapkan dengan


fakta, yang ditemukan peneliti, bahwa ada kurang lebih tujuh
putusan yang saling berbenturan dari berbagai daerah, berkaitan
dengan fokus penelitian ini, sehingga harus mendapatkan solusi/
jawaban. Maka secara taat asas apabila dipertanyakan, haruskah
putusan TUN yang sudah inkraacht mengabdi kepada putusan
kepemilikan peradilan perdata (peradilan umum) yang juga sudah
in kracht? Jawaban dari akademisi/ahli hukum pertanahan tersebut
dengan reasoning sebagai berikut:

“Itu tadi implikasi dari putusan yang tidak bisa dijalankan (eksekusi)
kalau saya melihat kan ada dua cara pembatalan sertifikat; yang pertama
dibatalkan oleh instansinya sendiri (Permen Agraria No.11 tahun 2016)
yang membuat sertifikat, yaitu BPN, karena kesalahan administrasi;
walaupun kadang-kadang yang salah dia juga (BPN) nggak mau batalkan,
dia (BPN) suruh kita menggugat, padahal itu salah BPN. Yang kedua,
karena putusan pengadilan Perdata (PN) karena ternyata misalnya terbukti
bahwa berdasarkan putusan PN bukan nama yang tercantum di sertifikat
itu yang berhak atas tanah. Inikan bisa membuktikan bahwa putusan PN
itu memang lebih kuat karena me-record pada kondisi kepemilikan atau
kondisi hak keperdataan seseorang. Maka jika ada putusan Mahkamah
Agung yang sudah inkracht, maka putusan administrasi yang ngalah, kan
ini bisa ada hak, ini bicara kepemilikan atas tanah jangan putusan TUN
yang harus menang karena itu hanya administratif.
Pembuktian dari hak itu yang harus digariskan. Tetapi memang
bisa mengklasifikasi implikasi, menegaskan implikasi masing-masing
itu, harus kita kembali kepada karakter hukum yang mengatur dua
bidang, karena karakter hukum administrasi adalah hukum publik, dan
karakter hukum perdata yang sangat berbeda implikasi hukumnya; kalau
perdata itu melahirkan hak, ada hak, penegasan hak, dan seterusnya,
itu bicara hak, nah Peradilan umum berwenang untuk menilai siapakah
sesungguhnya yang memang berhak atas tanah tersebut berdasarkan
berbagai proses pembuktian, salah satu bukti itu adalah sertifikat.
Jadi dapat ditegaskan sekali lagi, pembatalan sertifikat atas tanah
tidak berimplikasi pada hilangnya hak keperdataan seseorang atas
tanah, sertifikat adalah produk administrasi negara yang dibuat untuk
memberikan tanda bukti hak; hanya tanda bukti yang dibuat sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Jadi berkaitan

75
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dengan ketentuan tersebut, maka hak milik atas tanah itu masih bisa
dibuktikan dengan pembuktian yang lain. Jadi di sini bisa kita lihat bahwa
sertifikat itu adalah tanda bukti dari aspek administrasi Negara. Nah di
dalam sertifikat itu ada masalah, saya masih bisa buktikan hak saya
dengan yang lain, misalnya kita bisa buktikan bahwa itu hak saya dari
turun temurun, terdata di letter C. Sebagai tanah bekas milik adat, dan
semua orang satu kampung ini ikut sama saya, di declare seperti itu,
bahwa itu sudah melekat hak milik, itu berdasarkan hukum adat.
Ini untuk pertanyaan pertama, putusan TUN harus mengabdi ke
Pengadilan Negeri (PN), menurut saya karena yang didahulukan adalah
haknya seseorang, di mana hak ini tidak bisa dihilangkan termasuk oleh
Negara sekalipun, termaktub dalam Pasal 28 huruf h “setiap orang punya
hak milik dan hak milik tersebut tidak dapat dihilangkan, diambil alih
begitu saja oleh negara sekalipun”, jadi itu HAM.

Implikasi dari titik singgung kompentensi di lapangan,


khususnya pada tataran pelaksanaan putusan; oleh Badan
Pertanahan Nasional, di berbagai daerah yang diteliti institusi
ini, lebih condong mengikuti putusan peradilan umum (perdata);
cukup dengan amar putusan yang menyatakan sertifikat tersebut
tidak mempunyai kekuatan hukum, atau sertifikat tidak mempunyai
daya laku, asalkan telah inkracht, putusan tersebut dilaksanakan
pencabutan/pembatalan sertifikatnya oleh BPN (badan/pejabat
TUN).
Menyikapi permasalahan pelaksanaan putusan inkracht tersebut,
entah untuk menghindari kesalahan, ataukah untuk menguji
kebenaran sebuah keputusan pengadilan, BPN bahkan membuat
anotasi sendiri terhadap putusan-putusan pengadilan yang telah
inkracht, dalam salah satu edisinya, menyebutkan tujuan dari
pembuatan anotasi tersebut adalah “untuk memberikan catatan
secara akademik terhadap putusan-putusan lembaga peradilan
di Indonesia menyangkut hukum tanah71 oleh karena itu perlu
dilakukan kajian atau telaah kasus mengenai putusan pengadilan
yang sudah inkracht terkait dengan pertanahan untuk dapat

71
Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Biro Hukum dan
Hubungan Masyarakat. Anotasi Putusan-putusan Pengadilan Jilid 4 tahun 2015, h. 4.

76
BAB 4 ■ IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

memperoleh gambaran mengenai kendala atau hambatan dalam


menangani permasalahan pertanahan khususnya terkait batas/
letak bidang tanah.
Munculnya anotasi putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap (inkracht) oleh institusi lain, di luar pengadilan
atau jajaran Mahkamah Agung, agaknya menjadi pertanyaan,
sekaligus pula membenarkan keberadaan/kenyataan betapa
banyak putusan-putusan yang saling bertentangan, yang berakibat
pada sulitnya pelaksanaan akhir (eksekusi) atas putusan-putusan
dimaksud; khusus terkait aspek hukum pertanahan, di mana Badan
Pertanahan Nasional lewat kantor-kantor wilayahnya di berbagai
daerah lebih mengedepankan putusan akhir yang dipandang cepat
dan pasti. Ini terlihat dari hasil-hasil wawancara peneliti dengan
pihak BPN di berbagai daerah yang pada dasarnya mereka lebih
mengadopsi putusan-putusan pengadilan umum; kesungguhan
BPN dalam hal mempelajari putusan-putusan inkracht terutama
putusan Perdata (umum) dibanding dengan putusan-putusan TUN
terindikasi ada kegamangan mengeksekusi putusan-putusan TUN,
salah seorang Ketua PTUN mengatakan sebagai jawaban penelitian
ini, sebagai berikut:72

“Saya pernah menangani hal-hal seperti ini (maksudnya benturan


dua putusan inkracht) sampai PK. Ada permohonan pelaksanaan eksekusi
oleh Tuaka TUN pernah dibilangin, selesaikan oleh mereka berdua,
di sana berkekuatan hukum tetap, di sini berkekuatan hukum tetap,
sama-sama PK. Oleh Pak Tuaka, dibilangin pancing aja dulu, mereka
mau berdamai atau tidak. Berdamai lagi, solusi nanti dicari padahal
sama-sama berpegang pada putusan masing-masing. Inilah kendala di
lapangan, solusinya belum pernah saya dapatkan! Pengadilan Negeri
mau eksekusi dilarang, ini ada putusan TUN yang PK, ini kita tanyakan,
panggil mereka.”
Jadi dari gambaran tersebut di atas sampai pada titik ini, artinya
hingga tingkat Mahkamah Agung sendiri belum bisa memastikan apakah
putusan Tata Usaha Negara harus mengabdi atau tidak putusan inkract
tersebut pada peradilan umum? Masih harus memanggil para pihak

72
Transkrip Wawancara Peneliti dengan Ketua PTUN Makassar; judul 11051_001.

77
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

kembali; sebaliknya dari peradilan umum, seperti diungkapkan salah satu


Ketua PN (Makassar), menyatakan, apakah pihak masing-masing secara
suka rela menyerahkan ke MA, agar ada kepastian hukum, seharusnya
nanti kalau ada Perma (Peraturan Mahkamah Agung) yang mengatur
tentang hal ini dan ditunjukkan pada Ketua Pengadilan.73
Saya pernah sekali membuat disposisi hal itu, tapi sudah menjadi
putusan. Jadi PK di atas PK ya namanya.

Pandangan/pendapat yang lebih tegas justru datang dari


akademisi Universitas Hasannudin, Prof. Farida (Dekan Fak.
Hukum); ketika dipertanyakan seputar alat bukti sertifikat sebagai
bukti dari kepemilikan/hak atas tanah, ketika sertifikat tersebut
dibatalkan, penggugat itu tentu mempunyai dasar kepemilikan
lain bukan sertifikat, apakah dengan dibatalkan otomatis beralih
ke hak penerbitan sertifikat itu? Yang dijawab dengan tegas:

“Enggak, tidak begitu, kalau masih dalam proses sengketa perdata


harusnya juga Pengadilan Negeri. Nah untuk mengukuhkan hak sese­
orang atas tanah itu masih ada proses yang lain ke Pengadilan Negeri.
Jadi makanya, kalau tadi ada pertanyaan apakah Pengadilan TUN harus
mengabdi pada putusan Pengadilan Negeri, iya! Kan yang utama itu
pengadilan negeri (umum), walaupun ini dengan peraturan kepala BPN
No.11 tahun 2016 karena di situ hanya menyebutkan pengadilan, padahal
seharusnya menyebutkan secara jelas (lingkungan pengadilan yang
mana) Tidak bisa BPN itu, (eksekusi) hanya membatalkan berdasarkan
putusan pengadilan, tidak ujuk-ujuk (serta-merta) langsung menjadi hak
dari penggugatnya. Itu masih harus ada lagi gugatan lain, kalau tidak
terima, Jadi itu tidak otomatis karena perbuatan administrasi, dan tidak
berimplikasi kepada melahirkan atau membatalkan hak seseorang.
Kalau dia (TUN) memeriksa prosedur, beririsan sih memang dia
memeriksa prosedur. Nah kalau seperti ini, yang dibatalkan seritifikatnya,
maka tidak ada, ketika dibatalkan sertifikat tersebut, si pemegang
sertifikat tadi sebenarnya masih bisa berupaya misalkan dengan
melakukan gugatan perdata. Kan ketika dibatalkan sertifikatnya maka
tidak ada lagi dasarnya dia untuk membuktikan haknya, sebenarnya
dia juga tidak otomatis hilang hak keperdataan untuk bisa menggugat

73
Transkription 110516__001 tanggal 10 April 2019, Wawancara dengan Ketua PN
Makassar.

78
BAB 4 ■ IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

balik/kembali untuk membuktikan haknya ke pengadilan negeri atas


pengakuannya terhadap hak atas tanah tersebut. Jadi putusan TUN itu
tidak otomatis menghilangkan hak keperdataan seseorang atas tanah.
Jadi tadi ketika misalnya si pemegang sertifikat yang dibatalkan
sertifikatnya oleh Pengadilan TUN, itu tidak melakukan upaya hukum lagi,
maka kedudukan si pemegang rincip (petok) ini menjadi kuat, artinya
tidak ada lagi alat bukti lain yang bisa menegaskan haknya atas tanah
tersebut. tetapi si pemegang/bekas pemegang haknya atas tanah yang
dibatalkan itu sebenarnya masih mempunyai hak keperdataannya nggak
hilang, hanya bukti haknya saja yang menjadi hilang. Kalau uji hak, jadi
kalau sertifikat lawan sertifikat, itu harus uji di perdata, kalau toh dia
sudah uji TUN, batal sertifikat salah satunya itu tetap tidak menghilangkan
hak keperdataannya.”74

Dari gambaran yang diuraikan di atas, ada kecenderungan


kuat apabila kewenangan peradilan umum/perdata itu dipertegas
saja sebagai peradilan yang lebih tepat, yang berarti pula lebih
tepat mengadili sertifikat-sertifikat atas tanah. Alur berpikirnya
adalah sertifikat tanah—terlepas dari statusnya sebagai putusan
pejabat Tata Usaha Negara—secara esensial/hakikinya adalah
bukti hak atas tanah. Sebagai bukti hak atas tanah, maka mutlak
menjadi ranah perdata, menjadi kompetensi peradilan umum/
perdata sebagai yang utama. Ini berdasarkan argumentasi terdahulu
(secara kacamata keperdataan) yang menyatakan kalau toh sebuah
sertifikat telah diuji di peradilan TUN batal sertifikatnya, ternyata
tetap tidak menghilangkan hak keperdataannya. Jadi tetap dapat
diuji kembali lewat gugatan perdata; maka jelas dan nyata sebuah
jalan panjang untuk mendapatkan sebuah kepastian hukum ataupun
sebuah keadilan, bagi masyarakat pencari keadilan.
Dari fakta dan kenyataan penelitian ini, bila mengharapkan
masing-masing lembaga hukum peradilan ini mengabdi/mengalah
satu sama lain, agaknya tidak pernah terjadi. Karena praktis di
tingkat bawah, tiap-tiap subjek pendukung dalam hal ini, Hakim
TUN maupun Hakim Umum, akan tetap menjalankan sesuai
kewenangan yang mereka anggap ada dan wajib dipertahankan.

74
Transcription, judul 110517_002, Wawancara dengan Prof. Dr. Farida.

79
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Jalur TUN tetap berpegang pada kewenangan sebagai diatur dalam


Undang-Undang No. 51 Tahun 2009, tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara khususnya dalam Pasal 2, Pasal 5, dan Pasal 51, beserta
yurisprudensi-yurisprudensi yang mendukung/menyelesaikan
sengketa tanah pada ranah peradilan Tata Usaha Negara antara lain:
1. Putusan No: 84k/TUN/1999 tanggal 14-12-2000, di mana
Kepala Kantor Agraria (BPN) menerbitkan sertifikat HGB
No.833/Rorotan dengan gambar situasi No. 2157 tahun 1988
luas 48.720 m2 atas nama PT Gree Garden Ltd. Kemudian
ternyata dalam kawasan tanah HGB tersebut ternyata terdapat
sebidang tanah girik C No. 1278 persil SIII atas nama H.
Mardini. Tindakan pejabat Tata Usaha Negara sewaktu
menerbitkan sertifikat HGB tersebut ternyata tidak teliti,
sehingga melanggar asas kecermatan pemerintahan yang baik.
2. Putusan TUN No.15/P.Tun/G/P/1995/TN dengan objek
sengketa berupa pembatalan surat Badan Pertanahan Nasional
Kodya Palembang No.570/2619/1995 tangga; 24 April 1995.
Di sini ditegaskan putusan Pengadilan TUN yang sudah
mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak dapat dinilai sebagai
putusan yang tidak dapat dieksekusi (non-executable) oleh
putusan peradilan TUN lainnya, yang setara yang diberikan
pada waktu berikutnya. Yang berhak menyatakan bahwa suatu
putusan adalah non-executable adalah ketua pengadilan yang
memutus/mengadili perkara tersebut atau Ketua Mahkamah
Agung. Dalam putusan TUN yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, kemudian diajukan sebagai alat bukti di
persidangan peradilan umum, adalah merupakan bukti autentik
yang mempunyai kekuatan hukum sempurna, sehingga diktum
dalam putusan Pengadilan TUN tersebut harus diterima oleh
peradilan umum sebagai suatu kebenaran.75
3. Putusan TUN No.404k/TUN/2016/MA.RI, dibacakan tanggal

75
M. Muchin,S.H., “Aspek Hukum, Sengketa Hak atas Tanah”, dimuat dalam Varia
Peradilan tahun ke XXI No. 251 Oktober 2006, h. 44.

80
BAB 4 ■ IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

22 November 2016 dengan amar putusan menolak permohonan


kasasi Ny.Meriyati, dengan pertimbangan hukum:

Bahwa keputusan TUN, objek sengketa bukan keputusan


TUN yang menjadi wewenang Pengadilan TUN untuk memeriksa
dan mengadilinya; karena objek sengketa diterbitkan sebagai
pelaksana putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum
tetap (inkracht) sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf (e) UU
No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 5 Tahun 1986.
Dalam perkara/putusan tersebut, Pengadilan Tata Usaha
Negara memberikan pertimbangan hukum hingga Kasasinya (TUN)
ditolak adalah sebagai berikut:76
Bahwa, keputusan Tata Usaha Negara objek sengketa, bukan
keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi wewenang peradilan
Tata Usaha Negara untuk memeriksa dan mengadilinya, karena
objek sengketa diterbitkan sebagai pelaksana putusan Pengadilan
(Perdata) yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sebagai
mana diatur dalam Pasal 2 huruf (e) Undang-Undang No. 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang No. 51 Tahun 2009.
Menimbang bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut,
ternyata putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan
dengan hukum dan/atau undang-undang maka permohonan kasasi
yang diajukan Pemohon Kasasi Ny.Meriyati tersebut harus ditolak.
Terlihat dari putusan tersebut, Hakim TUN dalam perkara
aquo telah dengan teliti menilai objektum litis dari sengketa
penerbitan sertifikat hak atas tanah dalam kasus ini. Apa yang
diuraikan di atas merupakan gambaran nyata dari penerapan dan
proses pelaksanaan peradilan dari masing-masing kewenangan yang
ada dengan segala persolan yang ada, yang kenyataannya tetap
berpegang teguh pada ranah kewenangan masing-masing, didukung
pula oleh perintah Undang-Undang kekuasaan kehakiman Pasal

76
Putusan TUN Surabaya No.137/G/2015/PTUN.Sby, diperkuat di tingkat banding dan
tingkat kasasi.

81
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

10 ayat (1) No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


yang menyatakan:
“Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus, suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak
ada, atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksanya.”

Karena itu selanjutnya dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang


No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan:
“Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”

Diharapkan, putusan hakim yang berasal dari sebuah


proses penemuan hukum ketika mengadili suatu perkara yang
pertimbangan hukumnya bernilai (ilmiah) tinggi, memiliki
rasionalitas yang mendalam, mencerminkan kepribadian hakim
yang independen, kuat, dan cerdas, dan memberi kontribusi bagi
perkembangan hukum dan ilmu hukum, dan menjadi dasar putusan
hukum lainnya di kemudian hari untuk mengadili perkara yang
memiliki unsur-unsur yang sama, yang disebut yurisprudensi.77
Kembali kepada uraian mengenai titik singgung atau
kewenangan yang beririsan antara peradilan Tata Usaha Negara
dengan peradilan umum (perdata) mengenai sengketa hak atas
tanah/sengketa sertifikat tanah, fakta-fakta lapangan menunjukkan
masing-masing peradilan TUN maupun umum, berjalan menurut
koridornya sendiri-sendiri, dengan acuan kewenangan masing-
masing yang tetap ada, titik krusialnya baru muncul ketika di tahap
akhir sengketa yaitu pelaksanaan eksekusi; pada ending sengketa
itulah yang dirasa perlu ada pengaturan yang lebih tegas, dengan
memberi prioritas aspek mana dalam kasus tersebut yang dinilai
lebih penting yang wajib untuk diutamakan.
Ada harapan, pendapat, ataupun usulan untuk persoalan status
keutamaan atau memberi prioritas pada putusan ranah yang mana

77
Teguh Satya Bhakti. Pembangunan Hukum Administrasi Negara melalui Pemberdayaan
yurisprudensi Peradilan Tata Usaha Negara, Edisi Pertama, Penerbit PT Alumni, Bandung,
2018, h. 14.

82
BAB 4 ■ IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

perlu ada surat edaran Mahkamah Agung atau perlu ada peraturan
Mahkamah Agung sebagai tindakan sementara, melindungi
kepentingan masyarakat pencari keadilan dan menjamin kepastian
hukum, serta menetralisir gesekan antarsektoral antarinstitusi
peradilan, yang tidak perlu terjadi.
Sebab bagaimanapun sebuah keputusan yang telah berkekuatan
hukum tetap haruslah dipastikan untuk dapat dieksekusi, agar tidak
sia-sia perjuangan memperoleh keadilan via proses persidangan
yang panjang dan melelahkan. Bukankah di dalam konsep the rule
of law kekinian memiliki tujuan menciptakan kepastian hukum
(certainty), di samping kesetaraan (equality) dan berlaku umum
(generality).78
Ujung dari penelitian ini, yang telah mendeskripsikan dan
menggambarkan aspek-aspek titik singgung kewenangan TUN
dan kewenangan peradilan umum (perdata) beserta implikasinya
terhadap rasa keadilan masyarakat, adalah peradilan yang efektif!

78
Kebijakan Penegakkan Hukum (Suatu Rekomendasi). Komisi Hukum Nasional
Republik Indonesia, h. 123.

83
5
CONTOH PUTUSAN PENGADILAN
UMUM ATAS PEMBATALAN
SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH

PENGADILAN NEGERI BANGKINANG


NO. SKP/TGL/THN : 111/Pdt.G/2016/PN Bkn
Hari/tanggal putusan : Rabu, tanggal 16 Agustus 2017
Hakim Ketua : M. ARIF NURYANTA, S.H., M.H.
Hakim Anggota : IRA ROSALIN, S.H., M.H.
FERDIAN PERMADI, S.H., M.H.
Panitera Pengganti : AZWIR, S.H.
PENGGUGAT : U M A R
YAP LING LI
KUASA HUKUM : ADI KARMA, S.H.
DEWI SEPTRIANY, S.H.
TERGUGAT : H. YULHAIZAR HAROEN (Tergugat I)
FAUZY RAHADIAN HAROEN (Tergugat II)
Hj. UMIATI HAROEN (Tergugat III)
LILYANA SARI HAROEN (Tergugat IV)
MONA SAFIRA HAROEN (Tergugat V)
LYDIA KARTIKA HAROEN (Tergugat VI)
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Drs. YARMANIS (Tergugat VII)


KUASA HUKUM : Dr. EDI YUNARA, S.H., M.Hum.
DALDIRI, S.H., M.H.,
TERGUGAT : PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, C.Q.
KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN
KAMPAR (Tergugat VIII)
KUASA HUKUM : MEILISA FITRIAH S.H.
HERI S.H.
SENTI SILITONGA, S.H.
TURUT TERGUGAT : NURSIAH (Turut Tergugat I)
TURUT TERGUGAT : AHLI WARIS ADNAN T,R
HANA LATIF,NURHAYATI,
(Turut Tergugat II)
HIKMA ERNA, MARDIANTO, HERMAN PLEZA,
NAFRIZAL,FERA, SUSANTI
KUASA HUKUM : POLTAK, S.H.
DT. NOUVENDI SK, S.H.,
SYAHIDILA YURI, S.H., M.H.,

Objek:
1. Sertipikat Hak Milik: 07030/Desa Kubang Jaya tanggal 4 Juni
2015, Surat Ukur Nomor: 07835. Kubang Jaya/2015 tanggal 26
Maret 2015, Luas 14.020 M² atas nama Umar, dengan batas-batas
tanah;
Utara : dengan tanah Siti Margareta 388,60 M²
Selatan : dengan tanah Yap Ling Li 379,50 M²
Barat : dengan tanah H.Abdul Hamid 19,87 M²
Timur : dengan tanah Jalan Raya Teratak Buluh 50 M²
2. Sertipikat Hak Milik: 07029/Desa Kubang Jaya tanggal 4 Juni 2015,
Surat Ukur Nomor: 07836. Kubang Jaya/2015 tanggal 26 Maret
2015, Luas 13.330 M² atas nama Yap Ling Li; dengan batas-batas
tanah;
Utara : dengan tanah Umar 379,50 M²
Selatan : dengan tanah Jalan 366,69 M²
Barat : dengan tanah Perumahan 39,08 M²
Timur : dengan tanah Jalan Raya Teratak Buluh 33 M²

86
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

PERTIMBANGAN HUKUM:
A. DALAM KONVENSI
Menimbang, bahwa Majelis Hakim selanjutnya akan
mempertimbangkan gugatan Penggugat dan jawaban Tergugat I-VI,
Tergugat VII, Tergugat VIII dan Turut Terguat I, II sebagai berikut;
------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dalam surat jawaban yang diajukan oleh Kuasa
Hukum Tergugat I-VI yang telah diajukan oleh Kuasa Hukumnya juga
mengajukan eksepsi, sehingga secara hukum terhadap eksepsi yang
diajukan Kuasa HukumTergugat I-VI haruslah dipertimbangkan terlebih
dahulu sebelum mempertimbangkan pokok perkara; ------------------------
-------------------------------------------

1. Dalam Eksepsi
Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Tergugat I-VI dalam eksepsinya
telah mengajukan eksepsi terhadap gugatan yang diajukan oleh Penggugat
yang pada pokoknya adalah sebagai berikut; -------------
a. Pengadilan Negeri Bangkinang tidak berwenang secara absolute
mengadili perkara a quo (Competensi absolute); -----------------------
--------------------------------------------------
b. Tentang Penggugat tidak mempunyai legal standing mengajukan
gugatan a quo; ------------------------------------
c. Tentang gugatan Para Penggugat bersifat premature; -----------------
--------------------
d. Tentang larangan kumulasi (penggabungan) Gugatan Para Penggugat;
-------------
1) Larangan penggabungan/Kumulasi objektif; ----------------------
-----------------------------
2) Larangan penggabungan/kumulasi subjektif antara Penggugat
dan Penggugat II yang berdiri sendiri; ------------------------------
------------------------------------------------------------
e. Tentang gugatan salah alamat ditujukan pada Tergugat-Tergugat;
--------------------
f. Tentang gugatan Para Penggugat kontradiksi antara Posita dan
Petitum; -----------
g. Tentang Gugatan kabur dan tidak jelas (Obscur libels); -------------
---------------------

87
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Menimbang, bahwa terhadap eksepsi yang diajukan oleh Kuasa


Hukum Tergugat I s/d VI tersebut, Majelis Hakim akan mempertimbangkan
sebagai berikut; ---------------------------------

a. Pengadilan Negeri Bangkinang tidak berwenang secara absolute


mengadili perkara a quo (Competensi absolute)
Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI di dalam
Jawabannya tersebut telah mengajukan Eksepsi mengenai Pengadilan
Negeri Bangkinang tidak berwenang secara Absolut untuk mengadili
perkara aquo, hal mana terhadap materi eksepsi Tergugat I s/d VI
yang menyangkut mengenai Kewenangan Absolut, Majelis Hakim telah
mempertimbangkan dan menjatuhkan Putusan Sela tertanggal 31 Mei
2017, yang pada pokoknya menolak eksepsi Tergugat I s/d Tergugat VI
dan Menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Bangkinang berwenang untuk
mengadili perkara aquo, sehingga terhadap eksepsi tentang Kewenangan
Absolut tersebut Majelis Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkannya;
----------------------------------------
Menimbang, bahwa kemudian Majelis Hakim akan mempertimbangkan
alasan-alasan Eksepsi lainnya yang diajukan oleh Tergugat; ---------------
-------------------------------------------------

b. Tentang Penggugat tidak mempunyai legal standing mengajukan


gugatan a quo
Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI di dalam
Jawabannya tersebut telah mengajukan Eksepsi tentang Penggugat tidak
mempunyai legal standing mengajukan gugatan aquo dengan alasan
Para Penggugat mempermasalahkan tentang peristiwa hukum berupa
hibah berdasarkan Akte Hibah No. 08/SH/1979 tanggal 12 Juli 1979
yakni antara H. Azrul Harun (ic. orang tua Tergugat I s/d VI) selaku
Penerima Hibah dengan Talib selaku Pemberi Hibah yang diperbuat
dihadapan Camat Siak Hulu Kabupaten Kampar; -------------------
Bahwa secara hukum, Para Penggugat tidak mempunyai kapasitas
hukum/legal standing untuk mengajukan gugatan pembatalan hibah
sebagaimana Akte Hibah No. 08/SH/1979 tanggal 12 Juli 1979 tersebut
karena Para Penggugat bukanlah dalam kedudukan selaku ahli waris
dari alm. Talib dan atau bukan sebagai pemilik dari tanah objek perkara
pada saat hibah dimaksud terjadi. Atau paling tidak pada saat peristiwa

88
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

hibah tersebut terjadi tidak ada kepentingan hukum atau hubungan


hukum Para Penggugat dengan peristiwa hibah tersebut; --
Menimbang, bahwa dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat
berdasarkan surat gugatan dan jawaban yang diajukan oleh para
pihak maka dapat diketahui bahwa pokok permasalahan antara Para
Penggugat dengan Para Tergugat serta Para Turut Tergugat adalah
mengenai kepemilikan atas sebidang tanah yang terletak di RT 01 RW
01 Dusun II Desa Kubang Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar;
----------------------------------------------------
Bahwa, terkait permasalahan peristiwa hukum yaitu Hibah antara
H. Azrul Harun (ic. orang tua Tergugat I s/d VI) selaku Penerima
Hibah dengan Talib selaku Pemberi Hibah adalah merupakan sejarah
atau asal usul kepemilikan tanah yang didalilkan oleh pihak Tergugat
I s/d VI. Sehingga dengan demikian apakah dasar peralihan hak atas
tanah yang didalilkan oleh Para Penggugat (melalui jual beli) ataukah
dasar peralihan hak atas tanah yang didalilkan oleh Tergugat I s/d VI
(melalui hibah) yang dilaksanakan secara sah menurut hukum adalah
merupakan pokok permasalahan yang harus dibuktikan didalam
pemeriksaan pokok perkara; --
Bahwa, oleh karena mengenai sah atau tidaknya peralihan hak atas
tanah (proses hibah) sebagaimana yang didalilkan oleh Tergugat I s/d
VI adalah merupakan bagian dari sejarah tentang sah atau tidaknya
peralihan hak atas tanah objek sengketa maka hal tersebut adalah bukan
merupakan gugatan pembatalan hibah sebagaimana dimaksud dalam
eksepsi Tergugat I s/d VI; ------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat
terhadap eksepsi kedua yaitu Tentang Penggugat tidak mempunyai legal
standing mengajukan gugatan a quo yang diajukan oleh Kuasa Hukum
Tergugat I s/d VI haruslah ditolak; -----------------------------------------
Menimbang, bahwa kemudian Majelis Hakim akan mempertimbangkan
alasan-alasan Eksepsi lainnya yang diajukan oleh Tergugat; ---------------
-------------------------------------------------

c. Tentang Gugatan Para Penggugat Bersifat Premature


Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI di dalam
Jawabannya tersebut telah mengajukan Eksepsi Tentang gugatan Para

89
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Penggugat bersifat premature dengan alasan terhadap alas hak tanah


milik Para Penggugat yakni Sertipikat hak Milik No. 07030/Desa
Kubang Jaya dan Sertipikat Hak Milik No. 07029/Desa Kubang Jaya
hingga sampai saat ini masih dalam proses hukum pengujian untuk
itu secara Pengadilan Administrasi (ic. Pengadilan Tata Usaha Negara
Pekan Baru) yang terdaftar dalam register perkara No. 18/G/2016/
PTUN.Pkb yang telah diputus tanggal Agustus 2016 dan saat ini masih
dalam proses hukum kasasi di Mahkamah Agung RI; -----------------------
-----------------------------------------
Bahwa selain itu pula, masih terdapat perkara pidana yang masih
dalam proses hukum terkait adanya indikasi dugaan pidana berupa
pemalsuan surat-surat dalam penerbitan Sertipikat hak Milik No. 07030/
Desa Kubang Jaya dan Sertipikat Hak Milik No. 07029/Desa Kubang
Jaya atas nama Para Penggugat dengan terdakwa yakni pihak-pihak
yang terlibat dalam proses penerbitan sertipikat tersebut yang saat ini
telah diputus di Pengadilan Negeri Pekan Baru dengan putusan No.
1077/Pid.B/2016/PN.Pkb tanggal 12 Januari 2017 dan putusan No.
1078/Pid.B/2016/PN.Pkb tanggal 12 Januari 2017 yang sampai saat
ini masih dalam proses hukum pengajuan kasasi di Mahkamah Agung
RI; -----------------------------------------
Bahwa dengan masih berlangsungnya pengujian hukum baik secara
administrasi (ic. sengketa TUN di Pengadilan Tata Usaha Negara Pekan
Baru) maupun secara pidana terhadap alas hak Para Penggugat berupa
Sertipikat hak Milik No. 07030/Desa Kubang Jaya dan Sertipikat Hak
Milik No. 07029/Desa Kubang Jaya tersebut yang hingga sampai saat ini
belum berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde), maka secara
hukum gugatan Para Penggugat a quo adalah terlalu dini diajukan
(premature); -----------------------------------------------
Menimbang, bahwa dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat
sebagaimana telah disebutkan didalam poin eksepsi yang diajukan
oleh Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI bahwa pemeriksaan perkara yang
diajukan oleh para pihak pada Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru
adalah mengenai gugatan pembatalan sertifikat dan bukan merupakan
gugatan Perbuatan Melawan Hukum terkait tentang kepemilikan atas
objek sengketa sehingga secara nyata jelas terlihat perbedaan objek
pemeriksaan diantara keduanya; --------------------------------
Bahwa, begitu juga terkait pemeriksaan dugaan pemalsuan surat-
surat dalam penerbitan Sertipikat hak Milik No. 07030/Desa Kubang

90
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Jaya dan Sertipikat Hak Milik No. 07029/Desa Kubang Jaya atas nama
Para Penggugat pada Pengadilan Negeri Pekanbaru adalah mengenai
dugaan pemalsuan surat dan bukan merupakan gugatan Perbuatan
Melawan Hukum terkait tentang kepemilikan atas objek sengketa;
-----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat
pemeriksaan atau pengujian hukum baik secara administrasi (ic. sengketa
TUN di Pengadilan Tata Usaha Negara Pekan Baru) maupun secara
pidana terhadap alas hak Para Penggugat berupa Sertipikat hak Milik
No. 07030/Desa Kubang Jaya dan Sertipikat Hak Milik No. 07029/Desa
Kubang Jaya tersebut yang hingga sampai saat ini belum berkekuatan
hukum tetap (inkracht van gewisjde) tidak serta merta mengakibatkan
gugatan aquo premature; ----------------------------------------------
Bahwa, oleh karena gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat
tidak bersifat premature maka terhadap eksepsi ketiga aquo haruslah
ditolak; ----------------------------------------
Menimbang, bahwa kemudian Majelis Hakim akan mempertimbangkan
alasan-alasan Eksepsi lainnya yang diajukan oleh Kuasa Hukum Tergugat
I s/d VI; -----------------------------------

d. Tentang larangan kumulasi (penggabungan) Gugatan Para


Penggugat
Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI di dalam
Jawabannya tersebut telah mengajukan Eksepsi tentang Larangan
penggabungan/Kumulasi objektif dan Larangan penggabungan/kumulasi
subjektif antara Penggugat dan Penggugat II yang berdiri sendiri; ----
Bahwa, Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI di dalam Jawabannya
tersebut telah mengajukan Eksepsi tentang Larangan penggabungan/
Kumulasi objektif dengan alasan terhadap gugatan Para Penggugat
perkara a quo, dapat disimpulkan telah terdapat 2 (dua) permalasahan
hukum yang sangat mendasar dipermasalahkan oleh Para Penggugat,
yakni: (1) Tentang permasalahan hukum hibah sesuai Akte Hibah No.
08/SH/1979 tanggal 12 Juli 1979 yakni antara H. Azrul Harun (ic. orang
tua Tergugat I s/d VI) selaku Penerima Hibah dengan Talib yakni orang
tua Nursiah (ic. Turut Tergugat I ) dan T. Adnan (ic. Turut Tergugat II)
selaku Pemberi Hibah; dan (2) Tentang permasalahan hukum sengketa
kepemilikan tanah objek perkara atas dasar Sertipikat hak Milik No.
07030/Desa Kubang Jaya dan Sertipikat Hak Milik No. 07029/Desa
Kubang Jaya antara Para Penggugat dan Para Tergugat.

91
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Menimbang, bahwa terkait Eksepsi tentang Larangan penggabungan/


Kumulasi objektif dengan alasan Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI
menyatakan Para Penggugat didalam gugatannya mengajukan 2 (dua)
permasalahan yang berbeda yaitu tentang permasalahan hibah dan
sengketa kepemilikan atas sebidang tanah terhadap objek sengketa;
--------------------
Bahwa, sebagaimana telah diuraikan dalam pertimbangan eksepsi
sebelumnya, bahwa pokok permasalahan antara Para Penggugat dengan
Para Tergugat serta Para Turut Tergugat adalah mengenai kepemilikan
atas sebidang tanah yang terletak di RT 01 RW 01 Dusun II Desa Kubang
Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar; -----------------------------
-----------------------
Bahwa, terkait permasalahan peristiwa hukum yaitu Hibah antara
H. Azrul Harun (ic. orang tua Tergugat I s/d VI) selaku Penerima Hibah
dengan Talib selaku Pemberi Hibah adalah merupakan sejarah atau asal
usul kepemilikan tanah yang didalilkan oleh pihak Tergugat I s/d VI dan
menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan didalam pembuktian
mengenai pokok perkara yaitu tentang sengketa kepemilikan atas objek
perkara; -------------------------------
Bahwa, dengan demikian hal tersebut bukan termasuk kedalam
kategori penggabungan/kumulasi gugatan secara objektif sebagaimana
didalilkan oleh kuasa hukum Tergugat I s/d VI dan karenanya terhadap
eksepsi aquo haruslah ditolak; ----------------------------
Menimbang, bahwa selanjutnya Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI
mendalilkan tentang Larangan penggabungan/kumulasi subjektif antara
Penggugat I dan Penggugat II yang berdiri sendiri dengan alasan-alasan
sebagai berikut: ---------------------------------------------------------------
1) Antara Penggugat 1 dan Penggugat II tidak ada hubungan hukumnya
satu sama lainnya. Dalam hal ini Penggugat I membeli tanah seluas
14.020 m2 dari Nursiah (Turut Tergugat I), sedangkan Tergugat II
membeli tanah seluas 13.330 m2 dari ahli waris alm. Adnan T.
2) Tanah objek perkara yang dibeli oleh Penggugat I dan Penggugat
II tersebut masing-masing terpisah/berlainan satu sama lain
(bersempadan letaknya) dan berbeda kepemilikannya.
3) Dasar peralihan kedua tanah objek perkara (ic. akte jual beli) antara
Penggugat I dan Penggugat II juga saling terpisah dan berbeda satu
sama lain/saling berdiri sendiri dan tidak ada kaitan hukumnya.
4) Dasar pengajuan sertipikat hak milik oleh Penggugat I maupun

92
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

oleh Penggugat II kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar


(ic. Tergugat VIII) tersebut juga berbeda/masing-masing pengajuan.
5) Kedua bidang tanah yakni yang dibeli Penggugat I dan Penggugat
tersebut berada di atas tanah milik Tergugat I s/d Tergugat VI
tersebut.
Menimbang, bahwa berdasarkan surat gugatan Para Penggugat pada
poin 10 yang pada pokoknya menerangkan pada akhir Januari 2016
tanpa sepengetahuan Para Penggugat muncul papan nama/plank yang
dipasang oleh orang suruhan Tergugat I s/d VI, selanjutnya pada gugatan
poin 14 pada pokoknya menerangkan Tergugat VIII telah melakukan
pemblokiran terhadap Sertifikat Hak Milik atas nama Para Penggugat
berdasarkan permintaan Tergugat I s/d VI melalui Kuasa Hukumnya;
------------------------------------------------------------------
Bahwa, dengan demikian Majelis Hakim berpendapat antara Para
Penggugat dengan Tergugat I s/d VI terdapat hubungan hukum yang
erat satu sama lain (koneksitas) di mana kebenarannya akan diuji
bersama-sama dengan pemeriksaan pokok perkara, dan karenanya
terhadap eksepsi aquo haruslah ditolak; ----------------------------------------
------------------------------
Menimbang, bahwa kemudian Majelis Hakim akan mempertimbangkan
alasan-alasan Eksepsi lainnya yang diajukan oleh Kuasa Hukum Tergugat
I s/d VI; -----------------------------------

e. Tentang gugatan salah alamat ditujukan pada Tergugat-Tergugat


Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI di dalam
Jawabannya tersebut telah mengajukan Eksepsi Tentang gugatan salah
alamat ditujukan pada Tergugat-Tergugat dengan alasan seharusnya
Para Penggugat mengajukan gugatan terhadap Nursiah dan ahli waris
alm. Adnan T (ic. bukan ditempatkan sebagai Turut Tergugat I dan
Turut Tergugat II); ----
Bahwa, Para Penggugat juga mengakui di atas tanah objek perkara
terdapat SHM No. 346 dan SHM No. 347 atas nama orang Tua Tergugat
I s/d VI yang terbit tanggal 11 Maret 1980; -------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------
Bahwa dengan peristiwa hukum demikian, maka secara hukum Para
Penggugat seharusnya meminta pertanggungjawaban hukum terhadap
Nursiah maupun ahli waris alm. Adnan T (ic. Turut Tergugat I dan II)
karena telah menjual tanah objek perkara yang menimbulkan masalah

93
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dan telah terdapat SHM lain yang telah terbit SHMnya terlebih dahulu
dari SHM Turut Tergugat I dan II tersebut; ------------------------------------
--------------------------------
Menimbang, bahwa terkait eksepsi aquo Majelis Hakim berpendapat
hal tersebut merupakan hak dari Para Penggugat untuk menentukan
siapa-siapa saja yang yang akan digugatnya didasarkan atas kerugian
yang diderita oleh Para Penggugat, sehingga terhadap pihak penjual
yang dijadikan Turut Tergugat bukan sebagai Tergugat dalam perkara
ini adalah merupakan hak dari Para Penggugat; -----------------------------
---------------------------------------------
Bahwa, dalam hal ini Pengadilanlah yang menilai apakah gugatan
Para Penggugat terhadap sengketa tersebut beralasan hukum atau
tidak, oleh karena itu masalah apakah para pihak yang digugat oleh
Para Penggugat in casu dapat dipertanggungjawabkan secara perdata
atau tidak adalah mutlak penilaian Majelis Hakim. Dengan demikian
eksepsi Para Tergugat mengenai gugatan salah alamat ditujukan pada
Tergugat-Tergugat haruslah ditolak; --------------
Menimbang, bahwa kemudian Majelis Hakim akan mempertimbangkan
alasan-alasan Eksepsi lainnya yang diajukan oleh Kuasa Hukum Tergugat
I s/d VI; -----------------------------------

f. Tentang gugatan Para Penggugat kontradiksi antara Posita dan


Petitum
Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI di dalam
Jawabannya tersebut telah mengajukan Eksepsi Tentang gugatan
Para Penggugat kontradiksi antara Posita dan Petitum dengan alasan
ternyata tuntutan/petitum gugatan Para Penggugat tersebut tidak ada
dikemukakan dan/atau diuraikan secara jelas dan tegas dalam dalil-dalil
posita gugatan. (atau dengan kata lain: petitum gugatan Para Penggugat
tersebut berdiri sendiri dan bukan sebagai tindak lanjut dari uraian
pada posita gugatan); --------------------------------------------------------------
Bahwa, berdasarkan surat gugatan yang diajukan oleh Para Penggugat
aquo di persidangan Majelis Hakim berpendapat Para Penggugat telah
menguraikan didalam posita gugatannya terkait surat-surat yang
dimohonkan dalam petitumnya agar dinyatakan tidak sah dan tidak
berkekuatan hukum tersebut; -------------------------------------------------------
Bahwa, dalam hal ini apakah kemudian Para Penggugat dapat
membuktikan tuntutannya didalam petitum gugatan Para Penggugat

94
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

tersebut khususnya mengenai pernyataan “tidak sah dan tidak berkekuatan


hukum surat-surat sebagaimana termuat didalam petitum gugatan Para
Penggugat adalah merupakan objek pemeriksaan pokok perkara, dan
karenanya terhadap eksepsi Tentang gugatan Para Penggugat kontradiksi
antara Posita dan Petitum haruslah ditolak; ------------------------------------
-----------------------------------------------------
Menimbang, bahwa kemudian Majelis Hakim akan mempertimbangkan
alasan-alasan Eksepsi lainnya yang diajukan oleh Kuasa Hukum Tergugat
I s/d VI; -----------------------------------

g. Tentang Gugatan kabur dan tidak jelas (Obscur libels)


Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI di dalam
Jawabannya tersebut telah mengajukan Eksepsi Tentang Gugatan kabur
dan tidak jelas (Obscur libels) dengan alasan bahwa Para Penggugat telah
mendalilkan mengalami kerugian materil sebesar Rp 15.361.224.000,-
dan immaterial sebesar Rp 2.500.000.000,- akibat tindakan Tergugat
I s/d Tergugat VIII tersebut; ----------------------------
Bahwa dalam hal ini, mengingat luas tanah yang didalilkan milik
Penggugat I dan II adalah berbeda (ic. tanah milik Penggugat I seluas
14.020 m2, sedangkan tanah milik Penggugat seluas 13.330 m2) maka
secara hukum kerugian yang dialami masing-masing Penggugat I dan
II adalah berbeda pula/tidak identik sama; ------------------------------------
----------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa terhadap dalil eksepsi obscuur libel yang
disampaikan oleh Kuasa Hukum Tergugat I s/d VI, Majelis Hakim
berpendapat bahwa sebagaimana termuat didalam posita gugatan Para
Penggugat dalil mengenai permintaan ganti kerugian materil sebesar Rp
15.361.224.000,- diajukan secara bersama-sama oleh Para Penggugat
karena Para Penggugat mendalilkan menggunakan jasa pihak ketiga
didalam proses pekerjaannya, sedangkan ganti kerugian immateriil
sebesar Rp 2.500.000.000,- diajukan bersama-sama dengan alasan Para
Penggugat terkuras waktu, pikiran, dan kesehatannya untuk mengurus
perkara melawan Tergugat I s/d VI aquo; ----------------------------------------

2. Dalam Provisi:
Menimbang, bahwa adapun maksud tuntutan provisi Para Penggugat
adalah sebagaimana di atas; --------------------------------------------------------
----------------------------

95
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Menimbang, bahwa berdasarkan kajian teoritik ketentuan pasal


180 ayat 1 HIR/Pasal 191 ayat 1 R.Bg., Pasal 53 Rv. Maka Putusan
Provisi adalah putusan yang berisikan agar hakim menjatuhkan putusan
yang sifatnya segera dan mendesak dilakukan terhadap salah satu
pihak dan bersifat sementara disamping adanya tuntutan pokok dalam
surat gugatan. (vide lebih lanjut: Lilik Mulyadi, S.H., M.H., Tuntutan
provisional dalam hukum acara perdata pada praktik peradilan, Penerbit:
Djambatan Jakarta, 1996, h. 25); ---------------------------------------------------
Menimbang, bahwa terhadap tuntutan Provisional dari pihak Para
Penggugat menurut Majelis Hakim ditinjau dari segi kepatutan dan
segi manfaat untuk menghindari terjadinya akibat-akibat hukum yang
menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari dihubungkan dengan
dalil-dalil Para Penggugat dan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak
maka Majelis Hakim berpendapat bahwa tuntutan Provisional tersebut
tidak mempunyai alasan untuk dikabulkan, oleh karena itu tuntutan
Provisional tersebut haruslah dinyatakan tidak dapat diterima, hal
tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor. 279K/Sip/1976 Permohonan Provisi seharusnya bertujuan agar
ada tindakan Hakim yang tidak mengenai pokok perkara, permohonan
provisi yang berisikan pokok perkara harus ditolak (Hukum Acara
Perdata dan Yurisprudensi, Soeparmono, S.H., Penerbit Mandar Maju
Bandung, Cet. 1, h. 138); ------------------------------------------------------------
----------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena tuntutan Provisi yang diajukan
oleh Para Penggugat sudah berkaitan dengan pokok perkara maka
tidak memenuhi syarat-syarat suatu tuntutan provisi dalam Hukum
Acara Perdata (Pasal 53 RV jo SEMA No. 4 tahun 1965), maka sudah
sejogjanya tuntutan provisi tersebut untuk ditolak; -------------------------
-------------------------------

3. Dalam Pokok Perkara


Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan dari Para Penggugat
dalam pokok perkara adalah sebagaimana termaksud di atas; ------------
------------------------------------------------
Menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat dibantah oleh Para
Tergugat, maka sesuai kaidah hukum pembuktian Pasal 163 HIR/283
R.Bg/1865 KUH Perdata yang berbunyi, “Setiap orang yang mendalilkan
bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri

96
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”, dan sebaliknya
terhadap Tergugat dibebani pula untuk membuktikan dalil bantahannya;
-----------------------------------------
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil gugatannya, Penggugat
telah mengajukan alat bukti surat tertanda P.I-1 sampai dengan P.I.II-32
dan saksi-saksi sebanyak 3 (tiga) orang yakni saksi TARMIZI SY, saksi
JASMANI, dan saksi FITRI NILA SARI, serta 1 (satu) orang ahli atas
nama MUHD. YUSUF, S.H., M.H. Sedangkan Tergugat I s/d VII untuk
membuktikan dalil bantahannya telah mengajukan alat bukti surat
tertanda T.I s/d VII-1 sampai dengan T.I s/d VII-27 tetapi Kuasa Hukum
Tergugat I s/d VII tidak ada mengajukan bukti berupa saksi selanjutnya
Kuasa Hukum Tergugat I s/d VII mengajukan ahli atas nama DR. DAYAT
LIMBONG, S.H., M.Hum. Selanjutnya Tergugat VIII untuk membuktikan
dalil bantahannya telah mengajukan alat bukti surat tertanda T.VIII-1
sampai dengan T.VIII-2 dan tidak mengajukan saksi maupun ahli di
persidangan. Kemudian Turut Tergugat I dan II untuk membuktikan
dalil bantahannya telah mengajukan alat bukti surat tertanda TT. I.II-1
sampai dengan TT. I.II-16 dan saksi-saksi sebanyak 2 (dua) orang atas
nama saksi RAMLAN dan saksi ASEP SUDRAJAT; ---------------------------
-------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan surat gugatan, jawaban, replik,
duplik dan surat-surat bukti yang diajukan kedua belah pihak dalam
perkara ini dapat disimpulkan bahwa yang menjadi pokok permasalahan
antara para pihak adalah sebagai berikut; ------------------------------
Bahwa Penggugat I mendalilkan sebagai pemilik sebidang tanah
seluas 14.020 M² yang terletak di RT 01 RW 01 Dusun II Desa Kubang
Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar; -------------
Bahwa Penggugat II mendalilkan sebagai pemilik sebidang tanah
seluas 13.330 M² yang terletak di RT 01 RW 01 Dusun II Desa Kubang
Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar; -------------
Bahwa kedua bidang tanah tersebut (objek aquo) terletak pada
satu hamparan dan saling bersempadan, dengan batas-batas dan ukuran
tanah milik Para Penggugat adalah sebagai berikut: -------
Penggugat I, Sertipikat Hak Milik: 07030/Desa Kubang Jaya tanggal
4 Juni 2015, Srat Ukur Nomor: 07835. Kubang Jaya/2015 tanggal
26 Maret 2015, Luas 14.020 M² atas nama Umar, dengan batas-batas
tanah; -------------------------------------------------------------------------------------

97
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Utara : dengan tanah Siti Margareta 388,60 M²


Selatan : dengan tanah Yap Ling Li 379,50 M²
Barat : dengan tanah H. Abdul Hamid 19,87 M²
Timur : dengan tanah Jalan Raya Teratak Buluh 50 M²
Penggugat II, Sertipikat Hak Milik: 07029/Desa Kubang Jaya tanggal
4 Juni 2015, Surat Ukur Nomor: 07836. Kubang Jaya/2015 tanggal 26
Maret 2015, Luas 13.330 M² atas nama Yap Ling Li; dengan batas-batas
tanah; --------------------------------------------------------------------------------------
Utara : dengan tanah Umar 379,50 M²
Selatan : dengan tanah Jalan 366,69 M²
Barat : dengan tanah Perumahan 39,08 M²
Timur : dengan tanah Jalan Raya Teratak Buluh 33 M²
Bahwa Penggugat I memperoleh tanah tersebut (objek aquo) dari
Turut Tergugat I (Nursiah) pemilik asal/penjual berdasarkan Akta
Jual Beli Nomor 85/2015 tanggal 23 November 2015, yang dibuat
dihadapan FITRI NILA SARI, S.H., M.Kn., Pejabat Pembuat Akta Tanah di
Kabupaten Kampar, sedangkan Pengguat II Memperoleh tanah tersebut
(objek aquo) dari Turut Tergugat II (Rohana Latif, Nurhayati, Hikma
Erna, Mardianto, Herman Pleza, Hariyanto, Syafrizal, Nafrizal, Fera
Susanti yang kesemuanya merupakan Ahli Waris Adnan T) pemilik
asal/penjual berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 84/2015 tanggal 23
November 2015, yang dibuat dihadapan FITRI NILA SARI, S.H., M.Kn,
Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kabupaten Kampar; -----------------------
------------------------------------------------------
Bahwa, kemudian setelah dilaksanakan peralihan hak atas (jual
beli) tanah tersebut dari Turut Tergugat I dan II kepada Para Penggugat
Tergugat VIII telah melakukan proses balik nama Sertifikat dari Turut
Tergugat I dan II kepada Para Penggugat berdasarkan Sertipikat Hak
Milik Nomor: 07030/Desa Kubang Jaya tanggal 4 Juni 2015, Surat
Ukur Nomor: 07835. Kubang Jaya/2015 tanggal 26 Maret 2015, Luas
14.020 M² atas nama Umar dan Sertipikat Hak Milik nomor: 07029/
Desa Kubang Jaya tanggal 4 Juni 2015, Surat Ukur Nomor: 07836.
Kubang Jaya/2015 tanggal 26 Maret 2015, Luas 13.330 M² atas nama
Yap Ling Li; -----------------
Bahwa, pada akhir Januari 2016 tanpa sepengetahuan Para
Penggugat muncul papan nama/Plank yang dipasang orang suruhan

98
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Tergugat I sampai dengan Tergugat VI di atas tanah objek sengketa aquo;


----------------------------------------------------------------------------------------------
Bahwa, kemudian pihak Tergugat VIII menyatakan di atas tanah
objek sengketa terjadi permasalahan hukum tumpang tindih/overlapping;
----------------------------------------------------------
Bahwa, Tergugat I s/d VI melakukan pemasangan plank nama di atas
tanah objek sengketa dengan mendalilkan mengetahui bahwa Tergugat
I sampai dengan Tergugat VI adalah ahli waris dari H. Azrul Harun
pemilik Sertipikat Hak Milik nomor 346/Desa Teratak Buluh tanggal
22 Maret 1980, Surat Ukur Nomor: 90/1980 tanggal 11 Maret 1980,
luas 15.200 M², atas nama H. Azrul Harun dan Sertipikat Hak Milik
Nomor: 347/Desa Teratak Buluh tanggal 22 Maret 1980, Surat Ukur
Nomor: 91/1980 tanggal 11 Maret 1980, Luas 15.130 M², atas nama H.
Azrul Harun yang keduanya diterbitkan pada kantor Tergugat VIII; -----
Bahwa, dasar dari Tergugat VIII menerbitkan kedua Sertipikat
Hak Milik atas nama H. Azrul Harun tersebut berdasarkan Akta Hibah
dari Talib kepada H. Azrul Harun yang dibuat dihadapan Tergugat
VII; -------------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan perselisihan hukum terkait
kepemilikan atas objek sengketa tersebut, Majelis Hakim berpendapat
terdapat beberapa pokok permasalahan yang harus dipertimbangkan,
yaitu: -----------------------------------------------------------------------------------
a. Apakah proses peralihan hak atas tanah objek sengketa berdasarkan
sejarah kepemilikan tanah sebelumnya baik yang dilakukan oleh
Para Penggugat maupun oleh H. Azrul Harun telah dilaksanakan
secara sah menurut hukum?
b. Apakah kemudian perbuatan Tergugat I s/d VI yang memasang
plang papan nama di atas tanah objek sengketa dan perbuatan
Tergugat VIII yang menerbitkan buku tanah pengganti dan Surat
Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor: 67/2016 dan Nomor 68/2016
tanggal 11 Mei 2016 atas nama H. Azrul Harun adalah merupakan
Perbuatan Melawan Hukum?
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan pokok permasalahan pertama, yaitu Apakah proses
peralihan hak atas tanah objek sengketa berdasarkan sejarah kepemilikan
tanah sebelumnya baik yang dilakukan oleh Para Penggugat maupun
oleh H. Azrul Harun telah dilaksanakan secara sah menurut hukum?;
-----------------------

99
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24


Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menyatakan bahwa sertifikat
merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya,
sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang
ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan; ---------
-----------------------------------------------
Bahwa, alat bukti yang kuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (1) dapat diartikan bahwa sepanjang pihak lain tidak dapat
membuktikan sebaliknya bahwa dirinya merupakan pemilik sah dari
bidang tanah tersebut maka sertifikat hak atas tanah tersebut harus
dianggap sebagai alat bukti yang sempurna; ----------------------------------
------------------------
Bahwa, Peralihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan
hukum yang bertujuan memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak
lain. Maka dengan dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu
perbuatan hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan
maksud memindahkan hak miliknya kepada orang lain, dengan demikian
pemindahan hak milik tersebut diketahui atau diinginkan oleh pihak
yang melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah. (Vide: M. Sofa,
“Peralihan Hak Milik Atas Tanah”, http;//massofa. wordpress.com,
diunduh pada tanggal 7 Juni 2012 jam 09.34); ----------------------------
--------------
Bahwa sebagaimana diatur didalam ketentuan Pasal 37 ayat (1)
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yakni, “Peralihan hak atas
tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar
menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya
dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT
yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.; ---------------------------------------------------------------------------
Bahwa, setiap peralihan hak atas tanah, yang dilakukan dalam
bentuk jual-beli, tukar menukar atau hibah harus dibuat di hadapan
PPAT. Didalam hukum adat konsepsi ini adalah suatu perbuatan hukum
yang bersifat terang dan tunai. Terang dimaksudkan bahwa perbuatan
hukum tersebut harus dibuat dihadapan pejabat yang berwenang yang
menyaksikan dilaksanakan atau dibuatnya perbuatan hukum tersebut.
Sedangkan tunai diartikan bahwa dengan selesainya perbuatan hukum

100
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

dihadapan PPAT berarti pula selesainya tindakan hukum yang dilakukan


dengan segala akibat hukumnya; -------------------------------------------------
-----------
Bahwa, sebagaimana ketentuan Pasal 23 Undang-undang No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengatur;
----------------------------------------------------------
a. Ayat (1): Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan
pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19; ----------------
--------------------------------------------------------------------------------
b. Ayat (2): Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat
pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya
peralihan dan pembebanan hak tersebut; --------
Bahwa, Hak milik atas tanah tidak dapat langsung berpindah kepada
pembeli selama penyerahan yuridisnya belum dilakukan, karena antara
perjanjian jual-beli dengan penyerahan yuridis (balik nama) dipisahkan
secara tegas; ----------------------------------------------------------------
Bahwa, berdasarkan Ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.
37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang mengatur; -----------------------------
a. PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran
tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan
oleh perbuatan hokum itu; ----------------
b. Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut:
1) jual beli;
2) tukar menukar;
3) hibah;
4) pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
5) pembagian hak bersama;
6) pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak
Milik;
7) pemberian Hak Tanggungan;
8) pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

101
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil kepemilikan atas objek


sengketa sebagaimana didalilkan oleh Para Penggugat berdasarkan bukti
surat tertanda P.I-1 berupa Fotocopy sesuai asli Sertipikat Hak Milik
Nomor: 7030 tanggal 4 Juni 2015 Surat Ukur Nomor: 07835/Kubang
Jaya/2015 tanggal 26 Maret 2015 Desa Kubang Jaya Kecamatan Siak
Hulu Kabupaten Kampar luas 14.020 m2 dahulu atas nama NURSIAH
sekarang atas nama UMAR; bukti surat tertanda P.II-2 berupa Fotocopy
sesuai asli Sertipikat Hak Milik Nomor: 7029 tanggal 4 Juni 2015 Surat
Ukur Nomor: 07836/Kubang Jaya/2015 tanggal 26 Maret 2015 Desa
Kubang Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar luas 13.330 m2
dahulu atas nama ADNAN. T sekarang atas nama YAP LING LI; bukti
surat tertanda P.I-3 berupa Fotocopy dari fotocopy sesuai asli ada pada
BPN Kampar Buku Tanah Hak Milik nomor 07030/Desa Kubang Jaya
Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, yang berisikan Surat Ukur,
peta pendaftaran tanah, pendaftaran peralihan hak, pembebanan dan
pencatatan lainnya, luas 14.020 m2, atas nama UMAR; bukti surat tertanda
P.II-4 berupa Fotocopy dari fotocopy sesuai asli ada pada BPN Kampar
Buku Tanah Hak Milik nomor 07029/Desa Kubang Jaya Kecamatan Siak
Hulu Kabupaten Kampar yang berisikan Surat Ukur, peta pendaftaran
tanah, pendaftaran peralihan hak, pembebanan dan pencatatan lainnya,
luas 13.330 m2, atas nama Yap Ling Li dihubungkan dengan bukti
surat tertanda P.II-5 berupa Fotocopy sesuai salinan asli Akta Jual Beli
Nomor: 84/2015 tanggal 23 November 2015, FITRI NILA SARI S.H.,
M.Kn. Notaris dan PPAT di Kampar, Jual Beli dari Ahli waris Adnan
T kepada Yap Ling Li dan bukti surat tertanda P.I-6 berupa Fotocopy
sesuai salinan asli Akta Jual Beli Nomor: 85/2015 tanggal 23 November
2015, FITRI NILA SARI S.H., M.Kn. Notaris dan PPAT di Kampar, Jual
Beli dari Nursiah kepada Umar; maka Majelis Hakim berpendapat telah
terjadi Peralihan Hak atas tanah terhadap 2 (dua) bidang tanah yang
terletak di RT 01 RW 01 Dusun II Desa Kubang Jaya Kecamatan Siak
Hulu Kabupaten Kampar seluas 14.020 m2 dan di RT 01 RW 01 Dusun
II Desa Kubang Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, Luas
13.330 M² pada tanggal 26 Maret 2015 dari Penjual yakni Para Turut
Tergugat kepada Para Penggugat dengan nilai jual beli masing-masing
Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dihadapan Pejabat yang
berwenang untuk itu (PPAT) yaitu saksi FITRI NILA SARI, S.H., M.Kn.;
---------------------------------------------------------
Bahwa, kemudian fakta hukum tersebut dihubungkan dengan
keterangan saksi-saksi dipersidangan atas nama TARMIZI, JASMANI, dan

102
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

FITRI NILA SARI dibawah sumpah yang secara bersesuaian menerangkan


mengetahui mengenai proses peralihan hak atas tanah yang dilakukan
oleh Para Turut Tergugat sebagai Penjual kepada Para Penggugat sebagai
pembeli pada tahun 2015 dengan harga masing-masing bidang tanah
Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); -----------------------------------
-----------------------------------------------------------------------
Bahwa, selanjutnya keterangan saksi FITRI NILA SARI dipersidangan
menerangkan bahwa alas hak yang digunakan oleh Para Turut Tergugat
menjual objek sengketa kepada Para Penggugat adalah berupa sertifikat
dan setelah Para Penggugat dan Para Turut Tergugat menyepakati dan
melaksanakan pembayarannya secara lunas kemudian saksi menerbitkan
Akta Jual Beli (Vide bukti surat tertanda P.II-5 dan P.I-6); ---------------
----------------------------------
Bahwa, setelah saksi FITRI NILA SARI menerbitkan Akta Jual Beli
aquo selanjutnya saksi mendaftarkan peralihan hak tersebut kepada
Tergugat VIII dan kemudian Tergugat VIII menerbitkan bukti surat
tertanda P.I-1, P.II-2, P.I-3, dan P.II-4; ------------------------------------------
Menimbang, bahwa terhadap fakta-fakta hukum tersebut
dihubungkan dengan bukti-bukti surat yang diajukan oleh Kuasa
Hukum Turut Tergugat tertanda TT.I.II-1 berupa Fotocopy dari fotocopy
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 07030/Desa Kubang Jaya atas nama
Nursiah; bukti surat tertanda TT.I.II-2 berupa Fotocopy dari fotocopy
Akta Jual Beli Nomor 85/2015 tanggal 23 November 2015 yang dibuat
dihadapan PPAT Fitri Nila Sari, S.H., M.Kn.; bukti surat tertanda
TT.I.II-3 berupa fotocopy dari fotocopy Sertifikat Hak Milik (SHM)
Nomor 07029/Desa Kubang Jaya atas nama Adnan T; dan bukti surat
tertanda TT.I.II-4 berupa Fotocopy dari fotocopy Akta Jual Beli Nomor
84/2015 tanggal 23 November 2015 yang dibuat dihadapan PPAT Fitri
Nila Sari, S.H., M.Kn. Bahwa berdasarkan keempat bukti surat tersebut
secara bersesuaian dengan bukti-bukti yang telah diajukan oleh Para
Penggugat membuktikan mengenai peralihan hak atas tanah dari Para
Turut Tergugat selaku penjual kepada Para Penggugat selaku pembeli
atas objek tanah sengketa; -----------------------------------------------------
Bahwa, terhadap alas hak berupa sertifikat milik Para Turut Tergugat
tersebut (vide bukti surat tertanda TT.I.II-1 dan TT.I.II-3) diterbitkan
oleh Tergugat VIII pada tanggal 4 Juni 2015 didasarkan kepada Surat
Keterangan Tanah atau bukti surat tertanda TT.I.II-5 berupa Fotocopy
Surat Keterangan Tanah No.Reg 27/SH/2015 tanggal 02-02-2015 atas
nama Nursiah yang diketahui oleh Camat Siak Hulu dan bukti surat

103
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

tertanda TT.I.II-6 berupa Fotocopy Surat Keterangan Tanah No.Reg


28/SH/2015 tanggal 02-02-2015 atas nama Adnan T yang diketahui
oleh Camat Siak Hulu; ----------------------------------------------------------------
Bahwa, selanjutnya terhadap bukti-bukti surat tersebut dihubungkan
dengan keterangan saksi atas nama RAMLAN dibawah sumpah yang
menerangkan bahwa tanah objek sengketa adalah milik Para Turut
Tergugat yang sudah sejak dahulu dikuasai oleh Para Turut Tergugat
sampai dengan tanah objek sengketa dialihkan kepada Para Penggugat
melalui jual beli dan selama tanah objek sengketa berada dibawah
penguasaan Para Turut Tergugat tidak ada komplain dari pihak lain;
------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan mengenai dasar peralihan hak atas tanah objek
sengketa sebagaimana didalilkan oleh Tergugat I s/d VI; -
Bahwa, Tergugat I s/d VI mendalilkan sebagai ahli waris dari H.
Azrul Harun yang merupakan pemilik dari tanah objek sengketa yang
berasal dari Hibah yang dilakukan Talib selaku pemberi hibah kepada
H. Azrul Harun selaku penerima hibah; ----------------------------------
Bahwa, dalil-dalil bantahan Tergugat I s/d VI tersebut didasarkan
kepada bukti-bukti surat tertanda T.I.VII-7 berupa Fotocopy Sertipikat
Hak Milik Nomor 346 Desa Teratak Buluh tanggal 22 Maret 1980,
Surat Ukur tanggal 11 Maret 1980. Nomor 90/1980 luas 15.200 m2 atas
nama H. Azrul Harun; bukti surat tertanda T.I.VII-8 berupa Fotocopy
Sertipikat Hak Milik Nomor 347 Desa Teratak Buluh tanggal 22 Maret
1980, Surat Ukur tanggai 11 Maret 1980. Nomor 91/1980 luas 15.130
m2 atas nama H. Azrul Harun; bukti surat tertanda T.I.VII-10 berupa
Fotocopy dari fotocopy Akta Hibah No. 08/SH/1979 tanggal 12 Juli
1979 antara Taiib selaku Pemberi Hibah terhadap H. Azrul Harun (ic.
orang tua Tergugat I s/d VI) selaku Penerima Hibah yang diperbuat
di hadapan Camat Siak Hulu Kabupaten Kampar.; bukti surat tertanda
T.I.VII-11 berupa Fotocopy dari fotocopy Surat Pernyataan dari Talib
tertanggal 13 Mei 1979; ---------------------------------------------------------------
Bahwa, selanjutnya untuk menegaskan kedudukannya sebagai
para ahli waris dari H. Azrul Harun Kuasa Hukum Tergugat I s/d VII
juga telah mengajukan bukti surat tertanda T.I.VII-9 berupa Fotocopy
dari fotocopy Surat Pernyataan Ahli Waris dari alm. H. Azroel Haroen
tertanggai 30 Januari 2017; --------------------------------------------------------
--------------------

104
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati bukti-


bukti surat yang diajukan oleh Kuasa Hukum Tergugat I s/d VII aquo
khususnya pada bukti tertanda T.I.VII-11 berupa Fotocopy dari fotocopy
Surat Pernyataan dari Talib tertanggal 13 Mei 1979 dengan bukti surat
tertanda T.I.VII-10 berupa Fotocopy dari fotocopy Akta Hibah No. 08/
SH/1979 tanggal 12 Juli 1979 (tidak ada aslinya) antara Talib selaku
Pemberi Hibah terhadap H. Azrul Harun (ic. orang tua Tergugat I s/d
VI) selaku Penerima Hibah yang diperbuat di hadapan Camat Siak
Hulu Kabupaten Kampar terdapat perbedaan sempadan batas tanah
khususnya pada bagian timur dengan barat yakni, sebagai berikut;
---------------------------------------------------------------------------
a. Sempadan tanah berdasarkan akta hibah No. 08/SH/1979:
1) Utara : dengan tanah anggota arhanudse
2) Timur : dengan Jalan Teratak buluh
3) Selatan : dengan Rahmad/Ibrahim
4) Barat : dengan Talib
b. Sempadan tanah berdasarkan akta hibah No. 08/SH/1979:
1) Utara : dengan tanah anggota arhanudse 13
2) Timur : dengan Talib
3) Selatan : dengan Nariyah/Rahmad
4) Barat : dengan Sungai
Bahwa, selanjutnya fakta tersebut dihubungkan dengan bukti
surat tertanda T.I.VII-7 berupa Fotocopy Sertipikat Hak Milik Nomor
346 Desa Teratak Buluh tanggal 22 Maret 1980, Surat Ukur tanggal 11
Maret 1980. Nomor 90/1980 luas 15.200 m2 atas nama H. Azrul Harun
dan bukti surat tertanda T.I.VII-8 berupa Fotocopy Sertipikat Hak Milik
Nomor 347 Desa Teratak Buluh tanggal 22 Maret 1980, Surat Ukur
tanggai 11 Maret 1980. Nomor 91/1980 luas 15.130 m2 atas nama H.
Azrul Harun tidak mencantumkan Akta Hibah (vide bukti surat tertanda
T.I.VII-10) sebagai dasar peralihan hak/dasar kepemilikan H. Azrul
Harun terhadap objek sengketa; ---------------------------------------------------
--------------------------------------------------
Menimbang, bahwa ahli atas nama Muhd.Yusuf, S.H., M.H. di
bawah sumpah di persidangan menerangkan buku tanah merupakan
dokumen surat yang sudah di atas tanah tersebut sedangkan warkah
adalah sejarah terbitnya sertifikat; bahwa warkah memuat data-data
yang bersifat yuridis (awal haknya); --------------------------------------------
-------------------------

105
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Menimbang, bahwa selanjutnya ahli atas nama Dr. Dayat Limbong,


S.H., M.Hum. di bawah sumpah menerangkan untuk proses pembuatan
sertifikat harus melampirkan identitas dan alas hak permohonan dan
petugas ukur harus turun ke lokasi untuk dibuat warkah; ---------------
Menimbang, bahwa dengan demikian oleh karena tidak terdapat
persesuaian didalam bukti-bukti surat yang diajukan oleh Kuasa Hukum
Tergugat I s/d VII tersebut maka karenanya beralasan hukum apabila
bukti-bukti surat tersebut dikesampingkan; ---------------------------------
Menimbang, bahwa sistem pembuktian yang dianut Hukum Acara
Perdata, tidak bersifat stelsel negatif menurut Undang-undang (negatief
wettelijk stelsel), seperti dalam proses pemeriksaan pidana yang menuntut
pencarian kebenaran dengan alat bukti sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah dan didukung keyakinan oleh hakim atau disebut mencari
kebenaran materiil (beyond a reasonable doubt). Hukum Acara Perdata
pada prinsipnya mencari kebenaran formil (formeel waarheid). Pada
dasarnya tidak dilarang pengadilan perdata mencari dan menemukan
kebenaran materiil. Akan tetapi bila kebenaran materiil tidak ditemukan,
hakim dibenarkan hukum mengambil putusan yang didasarkan kepada
kebenaran formil; -----------------------------------------------------------------------
Bahwa, dengan demikian Majelis Hakim berpendapat oleh karena
Para Penggugat telah mampu membuktikan proses peralihan haknya yaitu
melalui jual beli yang dilaksanakan secara sah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di mana terhadap objek jual beli
(objek sengketa) beralih kepemilikannya didasarkan kepemilikan yang
sah dan secara fisik juga dikuasai oleh Para Turut Tergugat sebaliknya
terhadap Tergugat I s/d VI tidak dapat membuktikan dalil bantahannya
terkait kepemilikan yang didasarkan kepada hibah yang tidak bersesuaian
satu sama lain didalam bukti-bukti surat yang diajukannya serta tidak
diakui secara sah sertifikat yang menjadi dasar kepemilikannya; -------
-----------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karenanya terhadap proses peralihan hak
yang didalilkan oleh Para Penggugat dan menjadi pokok permasalahan
pertama dalam perkara aquo harusnya dinyatakan telah dilaksanakan
secara sah menurut hukum, sebaliknya terhadap dalil bantahan yang
disampaikan oleh pihak Tergugat I s/d VI maka peralihan hak dan
dasar kepemilikannya haruslah dinyatakan tidak sah menurut hukum;
-------------------------------------------------------------
Bahwa, selanjutnya oleh karena peralihan hak atas tanah sebagaimana
didalilkan oleh Para Penggugat telah dinyatakan sah menurut hukum,

106
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

maka terhadap Para Penggugat haruslah dinyatakan sebagai pemilik


yang sah atas tanah objek sengketa aquo; ---------------------------------
Menimbang, selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan
pokok permasalahan kedua dalam perkara aquo, yaitu Apakah kemudian
perbuatan Tergugat I s/d VI yang memasang plang papan nama di atas
tanah objek sengketa dan perbuatan Tergugat VIII yang menerbitkan
buku tanah pengganti dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor:
67/2016 dan Nomor 68/2016 tanggal 11 Mei 2016 atas nama H. Azrul
Harun adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum?; ------------------
--------------------------------------------------
Menimbang, bahwa pengertian Perbuatan Melawan Hukum adalah
suatu perbuatan yang melanggar hak subyektif orang lain atau yang
bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat sendiri dan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata; -----
Bahwa sebelum menguraikan fakta-fakta yang terungkap
dipersidangan maka Majelis Hakim akan menguraikan, pengertian
perbuatan melawan hukum (onrecht-matigedaad) menurut Hoge Raad
diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang memperkosa hak
orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat,
atau kesusilaan, atau kepatutan dalam masyarakat, baik terhadap diri
atau benda orang lain yang terdiri dari empat kriteria yakni:
a. bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; --------------------
---------------------------------
b. melanggar hak subjektif orang lain; ----------------------------------------
-------------------------------
c. melanggar kaidah kesusilaan; ------------------------------------------------
------------------------------
d. bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta kehati-hatian;
------------------------------
Bahwa, sebagaimana telah diuraikan pada pertimbangan Majelis
Hakim sebelumnya di mana Penggugat telah dinyatakan secara sah
menurut hukum sebagai pemilik yang sah atas objek sengketa dengan
demikian terhadap perbuatan Tergugat I s/d VI yang memasang plang
papan nama di atas tanah objek sengketa dan perbuatan Tergugat
VIII yang menerbitkan buku tanah pengganti dan Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah Nomor: 67/2016 dan Nomor 68/2016 tanggal 11
Mei 2016 atas nama H. Azrul Harun haruslah dinyatakan melanggar hak
subyektif dari Para Penggugat dan perbuatan Tergugat VIII juga telah

107
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta kehati-hatian;


---------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena terhadap perbuatan Tergugat I s/d
VII telah dinyatakan melanggar hak subyektif dari Para Penggugat dan
perbuatan Tergugat VIII juga telah bertentangan dengan asas kepatutan,
ketelitian, serta kehati-hatian maka terhadap Tergugat I s/d VII dan
Tergugat VIII haruslah dinyatakan telah melakukan Perbuatan Melawan
Hukum kepada Para Penggugat; --------------------------------------------------
-------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena terhadap Tergugat I s/d VII dan
Tergugat VIII telah dinyatakan melakukan Perbuatan Melawan Hukum
kepada Para Penggugat maka terhadap Petitum gugatan pada poin 2,
10, dan 11 beralasan hukum untuk dikabulkan; -----------------------
Bahwa, selanjutnya oleh karena terhadap peralihan hak atas tanah
yang didalilkan oleh Para Penggugat telah dinyatakan sah menurut
hukum dan sebaliknya terhadap bantahan Tergugat I s/d VII peralihan
hak atas tanahnya telah dinyatakan tidak sah menurut hukum maka
terhadap petitum pada poin 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 beralasan hukum
untuk dikabulkan; ------
Bahwa, terhadap Petitum pada poin 12 mengenai tuntutan ganti
kerugian materiil, oleh karena selama persidangan telah terbukti bahwa
tanah objek sengketa berada didalam penguasaan Para Penggugat dan
tidak terdapat suatu kerusakan apapun terhadap tanah objek sengketa
maupun bangunan dan/atau pagar yang berada di atas nya maka
terhadap tuntutan tersebut beralasan hokum untuk ditolak; -------------
------------------------------
Menimbang, bahwa terkait tuntutan ganti kerugian immateriil
yang diajukan didalam gugatan aquo Majelis Hakim berpendapat oleh
karena selama pembuktian di persidangan Penggugat tidak mampu
membuktikan habisnya waktu, dan pikiran serta menurunnya kesehatan
Para Penggugat adalah senilai dengan Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar
lima ratus juta rupiah) maka terhadap tuntutan ganti kerugian immateriil
tersebut haruslah ditolak; -------
Bahwa terhadap petitum pada poin 13 mengenai tuntutan Para
Penggugat agar menghukum Para Tergugat membayar uang paksa/
dwangsoom kepada Para Penggugat sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta
rupiah) setiap hari keterlambatan menjalankan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Inkracht Van Gewijsde) tidak
beralasan hukum maka haruslah ditolak; ---------------------------------------

108
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

-----------------------------------------------------
Bahwa terhadap petitum pada poin 14 mengenai tuntutan Para
Penggugat agar menyatakan sita jaminan harta benda Para Tergugat
tidak beralasan hukum maka haruslah ditolak; -------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dengan demikian terhadap gugatan Para
Penggugat dapatlah dikabulkan untuk sebagian, dan ditolak selain dan
selebihnya; ------------------------------------------

B. DALAM REKONVENSI
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Para Penggugat dalam
Konvensi/Para Tergugat dalam Rekonvensi telah dikabulkan untuk
sebagian, dan ditolak selain dan selebihnya maka terhadap gugatan
Rekonvensi yang diajukan oleh Para Penggugat dalam Rekonvensi/Para
Tergugat dalam Konvensi haruslah ditolak; ------------------------------------------

C. DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI


Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Para Penggugat dalam
Konvensi/Para Tergugat dalam Rekonvensi telah dikabulkan untuk
sebagian, dan ditolak selain dan selebihnya dan Para Tergugat adalah
sebagai pihak yang kalah sehingga haruslah dibebani untuk membayar
ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini, dengan demikian terhadap
petitum gugatan Para Penggugat konvensi pada poin 16 beralasan
hukum untuk dikabulkan; --
Mengingat dan memperhatikan, Pasal 1365, Pasal 1865 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 142, Pasal 191, Pasal 283
Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java
En Madura. (RBg.), dan peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan; ---------------------------------------------------------------------------
----------------------------

MENGADILI:
A. DALAM KONVENSI
1. Dalam Eksepsi
Menolak eksepsi Tergugat I s/d Tergugat VI untuk seluruhnya;
-----------------------------------

109
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

2. Dalam Provisi:
Menolak tuntutan Provisi Para Penggugat; -----------------------
--------------------------------------

3. Dalam Pokok Perkara


a. Menyatakan perbuatan Tergugat I sampai dengan Tergugat VIII
melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
b. Menyatakan sah dan berkekuatan hukum; -------------------------------
-----------------------------------------
1) Sertipikat Hak Milik Nomor: 07030/Desa Kubang Jaya tanggal
4 Juni 2015, Surat Ukur Nomor: 07835/Kubang Jaya/2015
tanggal 26 Maret 2015, Luas 14.020 M² atas nama Umar,
dengan batas-batas tanah;
a) Utara berbatas dengan tanah Siti Margareta 388,60 M²
b) Selatan berbatas dengan tanah Yap Ling Li 379,50 M²
c) Barat berbatas dengan tanah H. Abdul Hamid 19,87 M²
d) Timur berbatas dengan tanah 50 M²
2) Sertipikat Hak Milik Nomor: 07029/Desa Kubang Jaya tanggal
4 Juni 2015, Surat Ukur Nomor: 07836/Kubang Jaya/2015
tanggal 26 Maret 2015, luas tanah 13.330 M², atas nama Yap
Ling Li, dengan batas-batas tanah; -----------------------------------
-------------------------------------
a) Utara berbatas dengan tanah Umar 379,50 M²
b) Selatan berbatas dengan tanah Jalan 366,69 M²
c) Barat berbatas dengan tanah Perumahan 39,08 M²
d) Timur berbatas dengan tanah Jalan 50 M²
c. Menyatakan tanah objek sengketa yang terletak di Jalan Raya
Pekanbaru Teratak Buluh Desa Kubang Jaya kecamatan Siak Hulu
Kabupaten Kampar SHM Nomor: 07029 atas nama Yap Ling Li
dan SHM nomor: 07030 atas nama Umar adalah Milik Penggugat;
-----------------------------------------
d. Menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum Akta
Hibah Nomor: 08/SH/1979 tanggal 12 Juli 1979 yang dibuat
dihadapan Tergugat VII; -------------------------------------------------
-----------------
e. Menyatakan tidak sah dan tidak berkekuatan hukum; ---------
------------------------------------------------

110
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

1) Sertipikat Hak Milik Nomor: 346/Desa Teratak Buluh


tanggal 22 Maret 1980, Surat Ukur Nomor 90/1980 tanggal
11 Maret 1980, Luas 15.200 M², atas nama H. Azrul Harun;
-------------
2) Sertipikat Hak Milik Nomor: 347/Desa Teratak Buluh
tanggal 22 Maret 1980, Surat Ukur Nomor: 91/1980
tanggal 11 Maret 1980, Luas 15.130 M², atas nama H.
Azrul Harun; ------------
f. Menyatakan Buku Tanah Pengganti atas nama H. Azrul Harun yang
diterbitkan oleh Tergugat VIII tanggal 11 Mei 2016 berdasarkan
SKPT Nomor: 67/2016 dan SKPT Nomor: 68/2016 tidak sah dan
tidak berkekuatan hukum; ----------------------------------------------------
----------------------------------
g. Menyatakan Surat Keterangan pendaftaran Tanah Nomor: 67/2016
dan Nomor: 68/2016 tanggal 11 Mei 2016 atas nama H. Azrul
Harun yang diterbitkan oleh Tergugat VIII tidak sah dan tidak
berkekuatan hukum; -----------------------------------------------------------
--------------------------------
h. Menghukum Tergugat VIII untuk mencabut Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah Nomor: 81/2016 atas nama Yap Ling Li dan
Surat Keterangan Pendaftaran Tanah Nomor: 82/2016 atas nama
Umar; --------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------
i. Menghukum Tergugat VIII untuk mencabut blokir; -------------------
-----------------------------------------
1) Sertipikat Hak Milik Nomor: 07030/Desa Kubang Jaya tanggal
4 Juni 2015, Surat Ukur Nomor: 07835/Kubang Jaya/2015
tanggal 26 Maret 2015, Luas 14.020 M² atas nama Umar; -
2) Sertipikat Hak Milik Nomor: 07029/Desa Kubang Jaya tanggal
4 Juni 2015, Surat Ukur Nomor: 07836/Kubang Jaya/2015
tanggal 26 Maret 2015, luas tanah 13.330 M², atas nama Yap
Ling Li; --------------------------------------------------------------------
3) Menghukum Tergugat I sampai dengan Tergugat VI untuk
mencabut papan nama/Plang di atas tanah milik Penggugat I
dan Penggugat II; ----------------------------------------------------------
--------------

111
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

B. DALAM REKONVENSI
Menolak Gugatan Para Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya;
--------------------------------

C. DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI


Menghukum Tergugat I sampai dengan Tergugat VIII dalam Konvensi
untuk membayar seluruh ongkos perkara yang timbul dalam gugatan ini
secara tanggung rentengyang hingga sekarang berjumlah Rp.4.914.000,00
(empat juta sembilan ratus empat belas ribu rupiah); ------------------------
--------------------------------------------------------------------------------

112
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

PENGADILAN NEGERI METRO


NO SKP/TGL/THN : 7/Pdt.G/2018/PN.met
Hari/tanggal putusan : Kamis, 28 Maret 2019
Hakim Ketua : Ahmad Sumardi, S.H., M.Hum.
Hakim Anggota : Benny Arisandy, S.H., M.H.
Mohammad Iqbal, S.H.
Panitera Pengganti : Edi Gunawan, S.H.
PENGGUGAT : Effendi Taslim, S.E., M.M.
KUASA HUKUM : Manahar Siahaan, S.H.
TERGUGAT : Drs. H.Chairul Tabrani (Tergugat I)
Agus Jamhari (Tergugat II)
Hadri Abunawar, S.H., M.H.(Tergugat III)
Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia Cq Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia di Jakarta Cq Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia Daerah Lampung
di Lampung Cq Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Resor Metro di Kota
Metro Cq Sdr. Brigadir Rio Arbi Dharma (NRP
83100703) (Tergugat IV)
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Cq Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Cq Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Propinsi Lampung Cq Kepala
Kantor Pertanahan Kota Metro (Tergugat V)
Kuasa Hukum
1. Kustulani, APtnh,
2. Iwan Yuliansyah, S.H.,
3. Nining Sri Sayekti, S.H.,
4. Dimas Wildan Faqih, S.H.
Sortha Aritonang Alias Ahmad Sortha Aritonang
(Tergugat VI)
H. Rudi Hartono Bin Herman (Tergugat VII)
Selvi Fitrian Liu, S.H. (Turrut Tergugat I)
Dewi Shinta Handini Putri, S.H., Mkn. (Turut
Tergugat II)

113
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Objek:
1. Risalah Lelang Nomor: 033/2009 tanggal 10 Juli 2009 berdasarkan
Risalah Lelang Nomor: 033/2009 tertanggal 10 Juli 2009 yaitu
berupa sebidang tanah seluas 2.610 m2 (dua ribu enam ratus sepuluh
meter persegi) dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/
Desa Hadimulyo, dengan surat ukur Nomor: 636/1996 tanggal13
Maret 1996 yang terletak di Jl. Diponegoro RT 19/RW 07, Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro dahulu
dengan batas-batas sebagai berikut; --
a. Sebelah Utara berbatasan dengan tanah Zanaryati
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Diponegoro
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Desa
d. Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Sudarto dan tanah
Yusuf
2. Akta Jual Beli Nomor: 543/2015 tanggal 16 November 2015; ----
-----------------------------------------------
3. Akta Jual Beli Nomor: 163/2016 tanggal 26 Agustus 2016; --------
----------------------------------------------
4. Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/Desa Hadimulyo dengan
surat ukur Nomor: 636/1996 tanggal 13 Maret 1996, seluas 2.610
m2 (dua ribu enam ratus sepuluh meter persegi) menjadi Sertifikat
Hak Milik (SHM) Nomor: 4126/Kelurahan Hadimulyo Timur dan
menjadi atas nama TERGUGAT II (Agus Jamhari) dan Sertifikat Hak
Milik (SHM) Nomor: 4127/Kelurahan Hadimulyo Timur menjadi
atas nama TERGUGAT II (Agus Jamhari); --------------------------------
----------------------

PERTIMBANGAN HUKUM:
1. DALAM EKSEPSI:
Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan eksepsi
para Tergugat dalam putusan sela perkara a quo baik eksepsi yang
berkaitan dengan kewenangan mengadili dan eksepsi lainnya, oleh
karenanya Majelis Hakim mengambil alih seluruh pertimbangan sejauh
ditolaknya dalam seluruh dalil-dalil eksepsi para Tergugat tersebut;
--------------------------------------------------------------------------------------

114
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

2. DALAM POKOK PERKARA:


Menimbang, bahwa dalam perkara a quo dapat dipotret persoalan
hukum yakni berkaitan dengan adanya sebidang tanah yang diklaim
oleh Penggugat dengan alasan hukum Penggugat telah membeli sebidang
tanah melalui pelelangan umum yang diselenggarakan Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang/KPKNL Kota Metro, serta dikaitkan dengan
segala implikasi hukumnya; ----------------
Menimbang, bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 163 HIR yang
menyatakan bahwa barang siapa, yang menyatakan ia mempunyai
hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya
itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus
membuktikan adanya hak itu, atau adanya kejadian itu, serta senada
dengan hal tersebut Pasal 1865 BW/KUH Perdata menyatakan bahwa
setiap orang mendalilkan suatu hak, atau guna meneguhkan haknya
sendiri atau orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan
membuktikan adanya hak atau peristiwa itu; -------------------
Menimbang, bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 163 HIR dan
Pasal 1865 BW tersebut memberikan gambaran bahwa dalam perkara
a quo pihak Penggugat diberi beban membuktikan dalil gugatannya,
dengan dalil-dalil gugatannya menerangkan pada pokoknya, bahwa pada
tanggal 10 Juli 2009 Penggugat telah membeli sebidang tanah melalui
pelelangan umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Republik
Indonesia Cq. Departemen Keuangan Republik Indonesia di Jakarta
Cq Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kantor Wilayah V Bandar
Lampung di Bandar Lampung Cq Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
Dan Lelang Metro yang beralamat di Jalan Imam Bonjol No.26 Kota
Metro, berdasarkan Risalah Lelang Nomor: 033/2009 tanggal 10 Juli
2009 dengan luas tanah seluas 2.610 m2 (dua ribu enam ratus sepuluh
meter persegi) dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/Desa
Hadimulyo dengan surat ukur Nomor: 636/1996 tanggal13 Maret
1996 yang tercatat atas nama Drs. Chairul Tabrani yang terletak di Jl.
Diponegoro RT: 19/RW: 07, Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
Metro Pusat, Kota Metro dahulu dengan batas-batas sebagai berikut;
------------------------------
a. Sebelah Utara berbatasan dengan tanah Zanaryati
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Diponegoro
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Desa
d. Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Sudarto dan tanah Yusuf

115
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dan bidang tanah tersebut di atas untuk selanjutnya dalam gugatan


ini disebut sebagai Objek Lelang Nomor: 033/2009 tanggal 10 Juli 2009.
Bahwa Objek Lelang Nomor: 033/2009 tanggal 10 Juli 2009
tersebut dibeli oleh Penggugat melalui Kuasanya yaitu Tergugat VI
(Sortha Aritonang Alias Ahmad Sortha Aritonang).
Bahwa setelah PENGGUGAT membeli dan memenangkan Objek
Lelang Nomor: 033/2009 pada tanggal 10 Juli 2009 dari pelelangan
umum sebagaimana telah disebutkan di atas, Tergugat I mengklaim
bahwa objek lelang tersebut adalah hak milik Penggugat I sehingga
pada tanggal 30 September 2009 Tergugat I yang diwakili oleh Kuasa
Hukumnya yang bernama HADRI ABUNAWAR, S.H., M.H. (yang dalam
gugatan ini sebagai Tergugat III) mengajukan gugatan terhadap Penggugat
atas Objek Lelang Nomor: 033/2009 tertanggal 10 Juli 2009 tersebut
melalui Kepanitraan Pengadilan Negeri Metro dengan Register Perkara
Perdata Nomor: 04/PDT.G/2009/PN.M tertanggal 30 September 2009;
-------------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa terhadap Gugatan Penggugat tersebut Tergugat I
memberikan dalil-dalil bantahannya pada pokoknya menyatakan bahwa
saya adalah Pemilik SAH sebidang tanah dengan Bukti Kepemilikan
berupa SHM No. 1256 dengan Luas 2610m2 dengan Nomor Surat Ukur
636/1996 Tanggal 13 Maret 1996, dan ditanda tangani oleh Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Tengah dalam hal ini Drs. F.
Suprihono, MS.
Bahwa sebidang tanah tersebut di atas pada Poin 1 pernah menjalani
Proses hukum, adapun Putusan-Putusan yang pernah di putuskan atas
Proses Hukum Tanah tersebut adalah:
a. Putusan Pengadilan Negeri No. 04/Pdt.G/2009/PN.M tanggal 3
Februari 2010.
b. Putusan Tingkat banding Pengadilan Tinggi Tanjung Karang dengan
Putusan Nomor: 32/Pdt/2010/PT. TK Tanggal 13 Desember 2010.
c. Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1101 K/Pdt/2012 Tanggal 10
Oktober 2013;
Bahwa berdasarkan Putusan Putusan tersebut di atas dalam Poin
2, maka saya berkeyakinan bahwa Kepemilikan atas Tanah SHM No.
1256 dengan Luas 2610m2 yang berada di Jalan Diponegoro RT/RW:
19/007 Kelurahan Hadimulyo Timur Kecamatan Metro Pusat Kota Metro
Propinsi Lampung adalah SAH secara Hukum milik diri saya CHAIRUL
TABRANI; ------------------------------------------------------

116
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Menimbang, bahwa terhadap Gugatan Penggugat tersebut Tergugat II


memberikan dalil-dalil bantahannya pada pokoknya menyatakan bahwa
saya sebagai TERGUGAT II dalam Perkara Perdata No. 7/Pdt.G/2018PN
Met adalah pemilik SAH atas kepemilikan sebidang tanah SHM No.
4126 dengan Luas 2467m2 yang berada di Jalan Diponegoro RT/RW:
19/07 Kelurahan Hadimulyo Timur Kecamatan Metro Pusat Kota Metro;
------------------------------------------------------------------------------
Bahwa Tergugat II mendapatkan tanah tersebut di atas pada poin
nomor 1 adalah melalui Transaksi Jual beli, selaku penjual dan sekaligus
pemilik tanah tersebut adalah Bapak Chairul Tabrani (Tergugat I).
Dengan bukti kepemilikan hak yang ditransaksikan berupa SHM No.
1256 atas nama Chairul Tabrani (Tergugat I) dengan Luas 2610m2;
-------------------------------------------------------------------
Bahwa Tergugat II menyatakan bahwa saya tidak memiliki hubungan
kekerabatan ataupun hubungan keluarga dengan Penjual (Tergugat I).
Hubungan saya dengan Bapak Chairul Tabrani (Tergugat I) adalah sebatas
penjual dan pembeli; ----------------------------------------------------------------------
Bahwa Tergugat II, sebelum adanya perkara perdata ini, menyatakan
tidak pernah mengetahui dan tidak pernah mengenal Effendi Taslim
selaku Penggugat dalam perkara ini, tidak pernah berinteraksi dan
bertransaksi dalam bentuk apapun dengan Effendi Taslim (Penggugat);
-------------------
Bahwa Tergugat II menyatakan tidak pernah mengetahui segala
persoalan yang pernah terjadi antara Tergugat I dengan Penggugat
dan pada saat terjadinya traksaksi peralihan kepemilikan tanah ini,
tidak ada keberatan dari pihak manapun yang dibuktikan oleh Badan
Pertanahan Nasional yang melakukan Proses hingga tanah ini secara
SAH menjadi milik tergugat II. terkait dengan tanah yang saya miliki
hasil dari transaksi jual beli dengan Chairul Tabrani (Tergugat I);
Menimbang, bahwa terhadap Gugatan Penggugat tersebut Tergugat
III memberikan dalil-dalil bantahannya pada pokoknya menyatakan
bahwa sebelum adanya pemberitahuan Putusan Peninjauan Kembali
No. 420 PK/PDT/2015 Tanggal 25 November 2015. kepada masing-
masing pihak maka keputusan Pengadilan Negeri Metro Kelas IB No. 04/
PDT.G/2009/PN.M Tanggal 03 Februari 2010 JO. Putusan Pengadilan
Tinggi Tanjung Karang No. 32/PDT/2010/PT.Tk Tanggal 26 JUli 2010
JO. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1101K/PDT/2012
Tanggal 10 Oktober 2013 telah memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht

117
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Vervolging) atau (Inkracht van gewijsde); -------------------------------------


Bahwa Upaya Peninjauan Kembali yang dilakukan oleh Pemerintah
Republik Indonesia Cq. Menteri Keuangan Republik Indonesia Cq.
Direktorat Jendral Kekayaan Negara Cq. Kantor Wilayah Direktorat
Jendral Kekayan Negara Lampung Dan Bengkulu Cq. Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Metro. Selaku: Pemohon Peninjauan
Kembali/Pemohon Kasasi/Pembanding/Dahulu Turut Tergugat III atas
putusan Makamah Agung Republik Indonesia No. 1101K/PDT/2012
Tanggal 10 Oktober 2013 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
(Inkracht Vervolging) atau (Inkracht van gewijsde) berdasarkan ketentuan
pasal 66 (2) Undang Undang No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah
Agung sebagaimana yang terahir dirubah dengan Undang Undang No 3
Tahun 2009 menyebutkan bahwa “permohonan peninjauan kembali tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan”.
Bahwa terjadinya jual beli persil tanah objek perkara antara Tergugat
II dengan Tergugat III yang dilakukan di hadapan Turut Tergugat II
selaku PPAT tanggal 26 Agustus 2016 sebagaimana Akta Jual Beli Nomor:
163/2016 dan balik nama sertifikat hak milik No.4127 oleh Tergugat
V terjadi sebelum pemberitahuan adanya putusan Peninjauan Kembali
No. 420 PK/PDT/2015. Sehingga proses jual beli antara Tergugat II
dengan Tergugat III tersebut adalah sah menurut hukum. Demikian juga
proses balik nama sertifikat hak milik No. 4127 yang dilakukan oleh
Tergugat V semula atas nama Tergugat II menjadi atas nama Tergugat
III sah menurut hukum; -----------------------------------------------------------------
Bahwa atas alasan hukum tersebut di atas maka proses jual beli
tanah objek perkara sebagaimana bukti Sertifikat Hak Milik No.1256
semula atas nama Drs CHAIRUL THABRANI antara Tergugat I dengan
Tergugat II dihadapan Turut Tergugat I maupun proses jual beli objek
perkara antara Tergugat II dengan Tergugat III dihadapan Turut Tergugat
II serta pemecahan Sertifikat Hak Milik yang dilakukan Oleh Tergugat
V menjadi 2 (dua) Sertifikat Hak Milik yakni; ------------------------------
a. Sertifikat Hak Milik No. 4126/Kelurahan Hadimulyo Timur menjadi
atas nama Tergugat II; -------
b. Sertifikat Hak Milik No. 4127/Kelurahan Hadimulyo Timur menjadi
atas nama Tergugat III; Proses peralihan hak tersebut telah dilakukan
dengan prosedur yang benar sesuai dengan peraturan yang berhak,
sehingga perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu perbuatan
melawan hukum sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat

118
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

dalam gugatannya tersebut, sehingga sepatutnya gugatan Penggugat


tersebut ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan Tidak Dapat
diterima; --------------------------
Menimbang, bahwa terhadap Gugatan Penggugat tersebut Tergugat
III memberikan dalil-dalil bantahannya pada pokoknya menyatakan
bahwa sebelum adanya pemberitahuan Putusan Peninjauan Kembali
No. 420 PK/PDT/2015 Tanggal 25 November 2015. kepada masing-
masing pihak maka keputusan Pengadilan Negeri Metro Kelas IB No. 04/
PDT.G/2009/PN.M Tanggal 03 Februari 2010 JO. Putusan Pengadilan
Tinggi Tanjung Karang No. 32/PDT/2010/PT.Tk Tanggal 26 JUli 2010
JO. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1101K/PDT/2012
Tanggal 10 Oktober 2013 telah memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht
Vervolging) atau (Inkracht van gewijsde). -------------------------------------
Upaya Peninjauan Kembali yang dilakukan oleh Pemerintah Republik
Indonesia Cq. Menteri Keuangan Republik Indonesia Cq. Direktorat
Jendral Kekayaan Negara Cq. Kantor Wilayah Direktorat Jendral Kekayan
Negara Lampung Dan Bengkulu C q. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
Dan Lelang (KPKNL) Metro. Selaku: Pemohon Peninjauan Kembali/
Pemohon Kasasi/Pembanding/Dahulu Turut Tergugat III atas putusan
Makamah Agung Republik Indonesia No. 1101K/PDT/2012 Tanggal
10 Oktober 2013 yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht
Vervolging) atau (Inkracht van gewijsde) berdasarkan ketentuan pasal
66 (2) Undang Undang No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
sebagaimana yang terakhir dirubah dengan Undang Undang No 3 Tahun
2009 menyebutkan bahwa “permohonan peninjauan kembali tidak
menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan”.
---------------------------
Bahwa terjadinya jual beli persil tanah objek perkara antara Tergugat
II dengan Tergugat III yang dilakukan di hadapan Turut Tergugat II
selaku PPAT tanggal 26 Agustus 2016 sebagaimana Akta Jual Beli
No.163/2016 dan balik nama sertifikat hak milik No.4127 oleh Tergugat
V terjadi sebelum pemberitahuan adanya putusan Peninjauan Kembali
No. 420 PK/PDT/2015. Sehingga proses jual beli antara Tergugat II
dengan Tergugat III tersebut adalah sah menurut hukum. Demikian juga
proses balik nama sertifikat hak milik No. 4127 yang dilakukan oleh
Tergugat V semula atas nama Tergugat II menjadi atas nama Tergugat
III sah menurut hukum.------------------------------------------------------------------

119
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Bahwa atas alasan hukum tersebut di atas maka proses jual beli
tanah objek perkara sebagaimana bukti Sertifikat Hak Milik No.1256
semula atas nama Drs. Chairul Thabrani antara Tergugat I dengan
Tergugat II dihadapan Turut Tergugat I maupun proses jual beli objek
perkara antara Tergugat II dengan Tergugat III dihadapan Turut Tergugat
II serta pemecahan Sertifikat Hak Milik yang dilakukan Oleh Tergugat
V menjadi 2 (dua) Sertifikat Hak Milik yakni: -----------------------------
a. Sertifikat Hak Milik No. 4126/Kelurahan Hadimulyo Timur menjadi
atas nama Tergugat II.
b. Sertifikat Hak Milik No. 4127/Kelurahan Hadimulyo Timur menjadi
atas nama Tergugat III. Proses peralihan hak tersebut telah dilakukan
dengan prosedur yang benar sesuai dengan peraturan yang berhak,
sehingga perbuatan tersebut bukanlah merupakan suatu perbuatan
melawan hukum sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat
dalam gugatannya tersebut, sehingga sepatutnya gugatan Penggugat
tersebut DITOLAK atau setidak-tidaknya dinyatakan Tidak Dapat
diterima.-----------------------
Bahwa tidak ada alasan hukum dan bukan merupakan kewenangan
dari Tergugat V untuk membatalkan Sertifikat Hak Milik yang menjadi
kewenangannya, hal ini mengacu pada ketentuan Undang-Undang
No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dan apabila
terdapat sengketa dibidang administrasi pemerintahan tersebut maka
kewenangan dalam memeriksa dan mengadili atas pembatalan tersebut
menjadi kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara; --------------------
Menimbang, bahwa terhadap Gugatan Penggugat tersebut Tergugat
IV memberikan dalil-dalil bantahannya pada pokoknya menyatakan
bahwa segala sesuatu yang telah dikemukakan oleh Tergugat IV pada
bagian “Dalam Eksepsi” tersebut di atas, mohon hendaknya dianggap
telah tercantum selengkapnya pada bagian “Dalam Pokok Perkara ini”;
----------------------------------------------------------------
Bahwa Tergugat IV menyatakan menolak dan menyangkal dengan
tegas seluruh dalil serta argumentasi Penggugat dalam gugatannya,
kecuali apa yang akan diakui oleh Tergugat IV dengan tegas dan bulat;
------------------------------------------------------------------------------------------------
Bahwa dasar gugatan Penggugat dalam perkara a quo adalah
berdasarkan atas tuduhan perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Tergugat IV bersama-sama dengan Tergugat lainnya, sehingga yang
menjadi pokok perselisihan dalam perkara ini yang harus dibuktikan

120
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

terlebih dahulu oleh Penggugat ialah: -------------------------------------------


“Adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para
Tergugat khususnya Tergugat IV”
Bahwa suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan
hukum sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 1365 KUHPerdata harus
memenuhi 4 unsur sebagai berikut:
a. Perbuatan yang bersifat bertentangan dengan hukum; ---------------
b. Harus ada kesalahan; -----------------------------------------------------------
c. Harus ada kerugian yang ditimbulkan; ------------------------------------
d. Adanya hubungan kausaliteit antara perbuatan dan kerugian;
-------------------------------------------
Bahwa pengertian bertentangan dengan hukum sebagaimana dianut
dalam Yurisprudensi tetap serta menjadi Doktrin ilmu hukum diartikan
secara luas, terhadap unsur-unsur tersebut tidak ada pelanggaran yang
nyata telah dilakukan oleh Tergugat Iv In Casu Brigadir Rio Arbi Dharma
baik berupa perbuatan yang bersifat bertentangan dengan hukum,
tentang kesalahan, atau tindakan Tergugat IV yang menimbulkan
kerugian pada Penggugat serta tidak ada hubungan kausaliteit antara
perbuatan Tergugat IV dengan kerugian Penggugat; ------------------------
Bahwa Tergugat IV in casu Brigadir Rio Arbi Dharma tidak
melakukan penyerahan sertifikat sebagaimana didalilkan oleh Penggugat
dalam dalil gugatannya vide gugatan poin 11,12 dan 13. Bahwa dalil
tersebut tidaklah benar dan merupakan cerita rekaan dari Penggugat;
------------------------------------
Bahwa Terhadap pokok-pokok gugatan Penggugat yang lain dalam
gugatannya tidak akan Tergugat IV tanggapi karena tidak relevan dan
tidak ada kaitannya dengan Tergugat IV; ---------------------
Menimbang, bahwa terhadap Gugatan Penggugat tersebut Tergugat
V memberikan dalil-dalil bantahannya pada pokoknya menyatakan
bahwa semua yang Tergugat V kemukakan pada bagian eksepsi di atas
adalah merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan bagian
pokok perkara ini.-----------------------------------------------------------------------
Bahwa Tergugat V tidak akan menanggapi dalil-dalil penggugat
yang tidak berkaitan dengan objek perkara; -----------------------------------
Bahwa Penggugat telah mendalilkan terhadap perbuatan Tergugat V
yang telah membalik nama Sertipikat Hak Milik Nomor 1256/Hadimulyo
(sekarang Hadimulyo Timur) yang sebelumnya atas nama Tergugat
I menjadi atas nama tergugat II adalah tidak sah dan cacat hukum,

121
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

sebagaimana disebutkan dalam posita nomor 28 maupun petitumnya;


-------------------------------------------------------------
Bahwa dapat Tergugat V jelaskan bahwa proses pendaftaran
peralihan hak atas Sertipikat Hak Milik Nomor 1256/Hadimulyo dari
Tergugat I kepada Tergugat II oleh Tergugat V telah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah Jo. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah. --------------------------------------------------
-----------------------------------------------
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
menyebutkan bahwa Peralihan Hak Atas Tanah dan hak milik atas
satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan
dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya,
kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan,
jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pasal
103 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 tahun 1997
menyebutkan bahwa dalam hal pemindahan hak atas bidang tanah
yang sudah bersertipikat atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
dokumen-dikumen yang diperlukan antara lain: -----------------------------
a. Surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani
oleh penerima hak atau kuasanya; ------------------------------------------
b. Surat kuasa tertulis dari penerima hak apabila yang mengajukan
permohonan peralihan hak bukan penerima hak; ----------------------
c. Akta tentang perbuatan hukkum pemindahan hak yang bersangkutan
yang dibuat oleh PPAT yang pada waktu pembuatan akta masih
menjabat dan yang daerah kerjanya meliputi letak tanah yang
bersangkutan; ---------------------------------------------------------------------
d. Bukti identitas pihak yang mengalihkan hak; ---------------------------
e. Bukti identitas penerima hak; ------------------------------------------------
f. Sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
yang dialihkan; -----------------
g. Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan.------------------------
Dalam hal pendaftaran peralihan hak ini Sdr. Tergugat I dan
tergugat II sudah memenuhi semua persyaratan dan melengkapi semua

122
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

dokumen sebagaimana ditentukan dalam peraturan tersebut di atas.


Sesuai dengan isi Keputusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1101 K/
Pdt/2012 Tanggal 10 Oktober 2013 yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap (incraht) terhadap perkara Nomor 1101 K/Pdt/2012 bahwa
tanah objek perkara yaitu Hak Millik Nomor 1256/Hadimulyo (sekarang
Hadimulyo Timur) menjadi Hak Milik Drs. H. Chairul Tabrani (dalam
hal ini Tergugat I).---------------------
Dalam kaitan dengan adanya upaya hukum Peninjauan Kembali
yang dimohonkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, Cq. Departemen
Keuangan Republik Indonesia di Jakarta, Cq. Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara Kantor Wilayah V Bandar Lampung di Bandar Lampung, Cq.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Metro terhadap Keputusan
Kasasi tersebut di atas, yang diperiksa dalam Tingkat PK Nomor 420 PK/
Pdt/2015, bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung Jo. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung dalam pasal 66 ayat (2) menyebutkan: “Permohonan
Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan Pelaksanaan
Putusan Pengadilan---------------------------------------------
Jadi sudah nyata dan jelas bahwa tidak ada unsur perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat V. Perbuatan Tergugat
V yang telah memproses permohonan Pendaftaran Peralihan Hak Milik
Nomor 1256/Hadimulyo (sekarang Hadimulyo Timur) dari Tergugat I
kepada Tergugat II adalah sah dan tidak cacat hukum. --------------------
------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan gugatan Penggugat dan dalil-dalil
Jawaban para Tergugat tersebut di atas maka Majelis Hakim perlu
mempertimbangkan dengan sistematikanya sebagai berikut, pertama
adanya saling klaim antara para pihak Penggugat dan para Tergugat
terhadap kepemilikan objek sengketa tersebut, yang menyatakan bahwa
pada satu sisi Penggugat mengklaim sebagai pemilik yang sah karena
sebagai pemenang lelang, dan para Tergugat sebagai sebagai pembeli
yang sah, kedua adalah dalam mempertimbangkan segala aspek hukum
tetang pembeli beriktikad baik serta kaitannya secara hukum dalam
jual beli dan lebih jauh melihat pembuktian para pihak tentang bukti-
bukti surat secara strategis hukum pembuktian dalam akta autentik atau
akta di bawah tangan, ketiga adalah pertimbangan dalam petitum dan

123
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dihubungkannya dengan posita gugatan Penggugat tersebut; -----------


Menimbang, bahwa sebagaimana sistematika pertimbangan Majelis
Hakim tersebut maka sebagaimana dalam Pasal 163 dan Pasal 1865
BW maka Majelis Hakim akan memulai dari bukti-bukti Penggugat
karena secara mutatis mutandis beban pembuktian ada pada Penggugat,
sebagaimana dari alat-alat bukti surat yang diajukan oleh Penggugat
yaitu Fotokopi Kutipan Risalah Lelang Nomor: 033/2009 tanggal 10
Juli 2009, selanjutnya pada fotokopi bukti surat tersebut diberi tanda
P-01, Fotokopi Kuitansi, Risalah Lelang Nomor: 033/2009 tanggal 14
Juli 2009, selanjutnya pada fotokopi bukti surat tersebut diberi tanda
P-02, Fotokopi Salinan Resmi Putusan Perkara Perdata Nomor: 420 PK/
Pdt/2015 tertanggal 25 November 2015, selanjutnya pada fotokopi bukti
surat tersebut diberi tanda P-03, Fotokopi Salinan Resmi Putusan Perkara
Perdata Nomor 1101 K/Pdt/2012 tanggal 10 Oktober 2013, selanjutnya
pada fotokopi bukti surat tersebut diberi tanda P-04, Fotokopi Salinan
Resmi Putusan Perkara Perdata Nomor: 32/Pdt/2010/PT.TK tanggal 13
Desember 2010, selanjutnya pada fotokopi bukti surat tersebut diberi
tanda P-05, Fotokopi Salinan Resmi Putusan Perkara Perdata Nomor: 04/
Pdt.G/2009/PN M tanggal 1 Pebruari 2010, selanjutnya pada fotokopi
bukti surat tersebut diberi tanda P06, Fotokopi Sertifikat Hak Milik No.
1256/Kelurahan Hadimulyo dengan surat ukur Nomor 636/1996 tanggal
13 Maret 1996 yang tercatat atas nama Drs. Chairul Tabrani, selanjutnya
pada fotokopi bukti surat tersebut diberi tanda P07, Fotokopi Surat
Tanda Penerimaan, tanggal 01 Juni 2012, selanjutnya pada fotokopi
bukti surat tersebut diberi tanda P-08, Fotokopi Surat Permintaan
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/Kelurahan Hadimulyo oleh
Tergugat VII kepada Tergugat IV, tanggal 03 Oktober 2017, selanjutnya
pada fotokopi bukti surat tersebut diberi tanda P-09, Fotokopi Surat
Nomor: 762/600.1308.08/XII/2017 tanggal 21 Desember 2017, Hal:
Permohonan Pengembalian Sertifikat Pemenang Lelang, tanggal 21
Desember 2017, selanjutnya pada fotokopi bukti surat tersebut diberi
tanda P-10; ----------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa secara hukum dalam persoalan perkara a
quo mesti melihat adanya hubungan hal keperdataan dalam posisi
hak keperdataan antara Penggugat dengan para Tergugat hal yang
menyangkut legalisasi dan bukti dalam objek perkara tersebut, bahwa
dalam bukti surat penggugat yakni Fotokopi Kutipan Risalah Lelang
Nomor: 033/2009 tanggal 10 Juli 2009, selanjutnya pada fotokopi bukti

124
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

surat tersebut diberi tanda P-01, Fotokopi Kuitansi, Risalah Lelang Nomor:
033/2009 tanggal 14 Juli 2009, selanjutnya pada fotokopi bukti surat
tersebut diberi tanda P-02, Fotokopi Salinan Resmi Putusan Perkara
Perdata Nomor: 420 PK/Pdt/2015 tertanggal 25 November 2015 yang
merupakan tergolong Akta Otentik, namun pada prinsipnya meskipun
secara hukum kekuatan hukumnya sempurna masih bisa lumpuhkan
atau dipatahkan apabila bukti lawan atau tergugat dapat membuktikan
sebaliknya seperti penerbitannya tersebut memiliki cacat hukum formil,
sehingga dalam hal ini system pembuktian dalam pertimbangan perkara
a quo adalah dalam system komparasi secara random (acak) serta
validitas surat dikaitkan antara surat penggugat dan tergugat serta
dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi dari kedua belah pihak;
--------------------------------------
Menimbang, bahwa dalam konstruksi hukum pertimbangan dalam
putusan ini perlu juga diketengahkan bahwa bagi orang orang Indonesia,
tanah merupakan masalah yang paling pokok, dapat dikonstantir dari
banyaknya perkara perdata maupun pidana yang diajukan ke pengadilan
yaitu berkisar sengketa tanah tersebut antara lain menyangkut sengketa
warisan, utang piutang dengan tanah sebagai jaminan, sengketa tata
usaha Negara mengenai penerbitan sertifikat tanah, serta perbuatan
melawan hukum lainnya (baca, Sunaryati Hartono, Beberapa Pemikiran
Ke Arah Pembaruan Hukum Tanah, Alumni: Bandung, 1978, melalui
methode disadur kembali dari buku Adrian Sutedi, Peralihan Hak
Tanah, Sinar Gravika: Jakarta, 2007, h.7); -------------------------------------
Menimbang, bahwa secara hukum bahwa pengertian Akta Autentik
adalah akta yang dibuat atau di hadapan pejabat publik yang berwenang
untuk itu, sebagai bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli
warisnya serta orang yang mendapatkan hak darinya tentang segala hal
yang tertulis dalam akta itu dan bahkan tentang apa yang tercantum
di dalamnya sebagai pembritahuan saja, sepanjang langsung mengenai
akta tersebut, pejabat publik yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk membuat akta autentik antara lain, Notaris, Pegawai Catatan Sipil,
Panitera Pengadilan dan Juru Sita dalam melakukan pekerjaannya pejabat
publik yang bersangkutan terikat pada syarat dan ketentuan undang-
undang sehingga merupakan jaminan untuk mempercayai keabsahan
pekerjaannya, (baca, Prof. Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara
Perdata Indonesia, Citra Aditya: Bandung 2008, h.131); -------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------------

125
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Menimbang, bahwa dalam menyinggung system berkaitan secara


hukum tentang Akta Autentik yang dikeluarkan oleh pejabat publik yang
diberikan wewenangnya oleh undang-undang tersebut, hal yang menjadi
bagian secara sinergi adalah persoalan pembuktian dan kebenaran isi Akta
Autentik tersebut mesti melihatnya secara komprehensif sebagaimana
dalam buku Hukum Acara Perdata Indonesia dalam Buku Prof. Abdul
Kadir Muhammad (ibidem, h. 131) menyatakan bahwa kebenaran isinya
dalam akta autentik cukup dibuktikan oleh bentuk akta itu sendiri sampai
dapat dibuktikan sebaliknya, bagi pihak-pihak dan ahli warisnya dan
orang yang mendapatkan haknya, akta autentik mempunyai kekuatan
bukti yang sempurna (volledig bewijs, complete) tetapi masih dapat
dilumpuhkan oleh pembuktian lawan, terhadap pihak ketiga akta
autentik mempunyai kekuatan bukti bebas (vrij bewijs, free evidence);
------------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa pada tanggal 8 Januari 2019 Majelis Hakim
beserta para pihak telah melaksanakan Pemeriksaan Setempat yang
dihadiri oleh para pihak dan dari pihak Badan Pertanahan Nasional
(BPN) sekaligus juga sebagai pihak Tergugat V serta dari pengamatan
Majelis dilapangan merupakan bagian dari secara sinergi bagian yang
tak terpisahkan dari hal pengetahuan hakim yang kesemuanya bermuara
pada pertimbangan hukum perkara a quo, sehingga baik putusan maupun
berita acara persidangan adalah dua hal yang merupakan satu kesatuan
system yang tidak terpisahkan; ---------
Menimbang, bahwa dari jawaban para Tergugat dan gugatan
Penggugat adanya perbedaan yang sangat mendasar terhadap asal
usul kepemilikan objek sengketa tersebut sebagaimana diterangkan di
atas bahwa Penggugat sebagaimana Kutipan Risalah Lelang Nomor:
033/2009 tanggal 10 Juli 2009, selanjutnya pada fotokopi bukti surat
tersebut diberi tanda P-01, Fotokopi Kuitansi, Risalah Lelang Nomor:
033/2009 tanggal 14 Juli 2009, selanjutnya pada fotokopi bukti surat
tersebut diberi tanda P-02, Fotokopi Salinan Resmi Putusan Perkara
Perdata Nomor: 420 PK/Pdt/2015 tertanggal 25 November 2015,
dan para Tergugat melalui jual beli tanah sehingga adanya Sertifikat
Hak Milik yang dikeluarkan oleh Tergugat V yakni surat-surat berupa
Fotokopi Akta Jual Beli tanggal 16 November 2015 Yang Dibuat oleh
Pejabat Pembuat Akta Tanah dari Drs. Chairul Thabrani kepada Agus
Jamhari, selanjutnya pada fotokopi bukti surat tersebut diberi tanda T
II.III, Fotokopi Kartu Keluarga No. 1871092112090009 Nama Kepala

126
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Keluarga DRS. Chairul Thabrani, selanjutnya pada fotokopi bukti surat


tersebut diberi tanda T II.IV, Fotokopi Sertipikat Hak Milik No. 3031
Atas Nama Agus Jamhari Tanggal 13 Mei 1996, selanjutnya pada
fotokopi bukti surat tersebut diberi tanda T II. V, Fotokopi Sertipikat
Hak Milik No. 4126 Atas Nama Agus Jamhari tanggal 28 Maret 2016,
selanjutnya pada fotokopi bukti surat tersebut diberi tanda T II. VI,
Fotokopi Sertifikat Hak Milik No. 4127 Atas Nama Hadri Abunawar
Tanggal 28 Maret 2016, selanjutnya pada fotokopi bukti surat tersebut
diberi tanda T.II. VII; -------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dari surat asal yakni Sertifikat Hak Milik/
SHM Nomor: 1256/Kelurahan Hadimulyo dengan surat ukur Nomor
636/1996 tanggal 13 Maret 1996 yang tercatat atas nama Drs. Chairul
Tabrani sehingga sertifikat tersebut dipecah menjadi dua sertifikat yakni
Serifikat Hak Milik Nomor 4126 dan Sertifikat Hak Milik Nomor 4127
atas nama Tergugat II, timbul pertanyaan adalah apakah pemecahan
kedua sertifikat tersebut sah secara hukum atau tindakan Tergugat V
merupakan perbuatan melawan hukum..? --------------------------------------
--------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa sebelum menjawab bagaimana pemecahan
kedua sertifikat tersebut perlu dilihat secara terang tanggal penerbitan
sertifikat tersebut yakni Sertifikat Hak Milik Nomor: 4126 diterbitkan
tanggal 28 Maret 2016 dengan dasar Surat Akta Jual Beli tanggal 13
April 2015, dan Sertifikat Hak Milik Nomor: 4127 tanggal 28 Maret
2016 dengan dasar Akta Jual Beli tanggal 16 November 2015; -
Menimbang, bahwa dalam perkara a quo juga telah mengalami
beberapa kali perkara di pengadilan dan telah adanya upaya hukum serta
telah diputus dalam tingkat peninjauan kembali, sehingga pertimbangan
hukumnya ini juga secara historis dan hukum akan mempertimbangkan
kembali beberapa putusan tersebut karena memiliki keterkaitan secara
komprehensif, oleh karena adanya hal yang esensial dalam menggali
perkara a quo adalah persoalaan prinsip etikad baik dan prinsip kehati-
hatian dalam jual beli; ---------------------------------------------------------------
-----------------------
Menimbang, bahwa dalam perkara a quo sebelumnya juga telah
berperkara di peradilan dan telah diputus bahkan sampai tingkat
peninjauan kembali yakni dimulai dengan adanya Putusan Nomor 4/
Pdt.G/2009/PN M tanggal 3 Februari 2010, putusan tingkat banding

127
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

melalui Putusan Nomor 32/Pdt/2010/PT.TK tanggal 26 Juli 2010,


Putusan Kasasi Nomor 1101 K/Pdt/2012 tanggal 10 Oktober 2013,
serta Putusan peninjauan Kembali Nomor 420 PK/Pdt/2015 tanggal
25 November 2015; -----------
Menimbang, bahwa Majelis Hakim sependapat sebagaimana
pertimbangan dalam putusan tingkat peninjauan kembali menyatakan
bahwa dalam perkara a qup penggugat mendalilkan adanya pemeriksaan
dan telah melaporkan kepada Kepolisian Polres kota Metro pada tanggal 1
Mei 2009, akan tetapi sampai perkara a quo di putus dalam tingkat kasasi
belum diketahui samapai di mana proses penyidikannya dan belum ada
putusan pengadilan, dengan demikian Termohon Peninjauan Kembali/
Penggugat tidak adapat membuktikan adanya pemalsuan dokumen
yang menjadi dasar terbitnya Akta pemberian hak tanggungan Nomor
85/191-MR/VI/1997 sehingga Akta pemberian hak tanggungan tersebut
sah dan penjualan lelang atas objek hak tanggungan (objek sengketa)
yang dilakukan oleh Turut Tergugat III sah, dan Turut Tergugat IV
sebagai pembeli/pemenang lelang merupakan pembeli yang beritikad
baik yang harus dilindungi oleh karena itu gugatan Penggugat harus
ditolak seluruhnya; --------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa, sebagaimana pada awalnya Penggugat
merupakan pemenang lelang yang sah atas objek perkara yang pada saat
itu Sertifikat Hak Milik Nomor 1256/Hadimulyo tanggal 13 mei 1996
atas nama Drs.Chairul Thabrani sebagaimana Kutipan Risalah Lelang
Nomor: 33/2009 tanggal 10 Juli 2009, akan tetapi meskipun sebagai
pemenang lelang sejak tahun 2009 Penggugat tidak pernah menguasai
terhadap objek sengketa tersebut, dan bahkan objek sengketa tersebut
telah dipecah kembali menjadi dua sertifikat oleh Tergugat V, yakni
Sertifikat Hak Milik Nomor: 4126 dan Sertifikat Hak Milik Nomor:
4127 atas nama Agus Jamhari/Tergugat II yang telah dibaliknamakan
menjadi atas nama Hadri Abunawar/Tergugat III, serta bukan atas
nama pemenang lelang yakni Penggugat untuk itu perlu Majelis Hakim
analisis pertimbangan berkaitan dengan tanggal terjadinya jual beli
dan beberapa; -
secara historis dan hukum akan mempertimbangkan kembali
beberapa putusan tersebut karena memiliki keterkaitan secara
komprehensif, oleh karena adanya hal yang esensial dalam menggali
perkara a quo adalah persoalaan prinsip etikad baik dan prinsip kehati-
hatian dalam jual beli; -------------

128
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Menimbang, bahwa dalam perkara a quo sebelumnya juga telah


berperkara di peradilan dan telah diputus bahkan sampai tingkat
peninjauan kembali yakni dimulai dengan adanya Putusan Nomor 4/
Pdt.G/2009/PN M tanggal 3 Februari 2010, putusan tingkat banding
melalui Putusan Nomor 32/Pdt/2010/PT.TK tanggal 26 Juli 2010,
Putusan Kasasi Nomor 1101 K/Pdt/2012 tanggal 10 Oktober 2013,
serta Putusan peninjauan Kembali Nomor 420 PK/Pdt/2015 tanggal
25 November 2015; -----------
Menimbang, bahwa Majelis Hakim sependapat sebagaimana
pertimbangan dalam putusan tingkat peninjauan kembali menyatakan
bahwa dalam perkara a qup penggugat mendalilkan adanya pemeriksaan
dan telah melaporkan kepada Kepolisian Polres kota Metro pada tanggal 1
Mei 2009, akan tetapi sampai perkara a quo di putus dalam tingkat kasasi
belum diketahui samapai di mana proses penyidikannya dan belum ada
putusan pengadilan, dengan demikian Termohon Peninjauan Kembali/
Penggugat tidak adapat membuktikan adanya pemalsuan dokumen
yang menjadi dasar terbitnya Akta pemberian hak tanggungan Nomor
85/191-MR/VI/1997 sehingga Akta pemberian hak tanggungan tersebut
sah dan penjualan lelang atas objek hak tanggungan (objek sengketa)
yang dilakukan oleh Turut Tergugat III sah, dan Turut Tergugat IV
sebegei pembeli/pemenang lelang merupakan pembeli yang beritikad
baik yang harus dilindungi oleh karena itu gugatan Penggugat harus
ditolak seluruhnya; --------------------------------------------------------------------
----------------------------------------
Menimbang, bahwa, sebagaimana pada awalnya Penggugat
merupakan pemenang lelang yang sah atas objek perkara yang pada saat
itu Sertifikat Hak Milik Nomor 1256/Hadimulyo tanggal 13 mei 1996
atas nama Drs.Chairul Thabrani sebagaimana Kutipan Risalah Lelang
Nomor: 33/2009 tanggal 10 Juli 2009, akan tetapi meskipun sebagai
pemenang lelang sejak tahun 2009 Penggugat tidak pernah menguasai
terhadap objek sengketa tersebut, dan bahkan objek sengketa tersebut
telah dipecah kembali menjadi dua sertifikat oleh Tergugat V, yakni
Sertifikat Hak Milik Nomor: 4126 dan Sertifikat Hak Milik Nomor:
4127 atas nama Agus Jamhari/Tergugat II yang telah dibaliknamakan
menjadi atas nama Hadri Abunawar/Tergugat III, serta bukan atas
nama pemenang lelang yakni Penggugat untuk itu perlu Majelis Hakim
analisis pertimbangan berkaitan dengan tanggal terjadinya jual beli dan
beberapa putusan yang telah dilakukan upaya hukum untuk melihat

129
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

adakah etikat tidak baik yang dilakukan oleh para Tergugat sebagai suatu
perbuatan melawan hukum; ------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa sebagaimana diterangkan di atas bahwa dalam
perkara a quo telah adanya sertifikat dengan dasar jual beli yakni
Sertifikat Hak Milik Nomor: 4126 diterbitkan tanggal 28 Maret 2016
dengan dasar Surat Akta Jual Beli tanggal 13 April 2015, dan Sertifikat
Hak Milik Nomor: 4127 tanggal 28 Maret 2016 dengan dasar Akta Jual
Beli tanggal 16 November 2015, melihat tanggal diterbitkannya surat jual
beli tersebut akan menimbulkan pertanyaan mengapa tanggal-tanggal
terbitnya jual beli tersebut ketika perkara a quo masih berperkara dalam
upaya hukumnya sebagaimana adanya Putusan Nomor 4/Pdt.G/2009/
PN M tanggal 3 Februari 2010, putusan tingkat banding melalui Putusan
Nomor 32/Pdt/2010/PT.TK tanggal 26 Juli 2010, Putusan Kasasi Nomor
1101 K/Pdt/2012 tanggal 10 Oktober 2013, serta Putusan peninjauan
Kembali Nomor 420 PK/Pdt/2015 tanggal 25 November 2015 artinya
proses jual beli dalam perkara a quo sebelum diputusnya perkara dalam
tingkat upaya hukum peninjauan kembali/dalam tingkat peninjauan
kembali bahkan akta jual beli tanggal 16 November 2015 selisih waktu
beberapa hari sebelum diputusnya dalam tingkat peninjuan kembali
tanggal 25 November 2015, tentu saja menimbulkan fakta hukum bahwa
Tergugat I dan Tergugat II melakukan jual beli saat objek sengketa masih
dalam proses berperkara di Mahkamah Agung hal ini tentunya Tergugat
I dan Tergugat II tidak mengindahkan prinsip etikad baik dalam jual
beli yang mengandung implikasi hukum hanya pembeli yang beritikad
baik akan dilindungi; ---------------
Menimbang, bahwa Majelis Hakim dalam melihat prinsip etikad
baik ini juga mendasarkan pada pandangan hukum Ahli Dr. H. Atja
Sondjaja, S.H., M.H. yang menyatakan bahwa barang yang bisa diperjual
belikan adalah barang yang tidak dalam sengketa atau tidak dalam
sitaan artinya barang yang ada dalam sengketa atau barang yang ada
dalam sitaan dilarang untuk dijual belikan bahkan Pasal 199 HIR/214
Rbg mengatakan apabila terjadi jual beli atas barang yang dalam sitaan
maka jual beli itu batal demi hukum; -
Bahwa PK adalah upaya hukum luar biasa, tergantung kapan di
keluarkan PKnya, kalau diperjualbelikan itu sebelum diajukan PK maka
sahsah saja tetapi kalau jual belinya dilakukan pada saat proses PK
tidak boleh diperjualbelikan dan batal, apalagi misalnya dalam sitaan
maka jual beli tersebut batal demi hukum; ------------------------------------

130
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Menimbang, bahwa dari pendapat ahli tersebut secara terang


menyebutkan bahwa pertama apabila dalam suatu jual beli masih
dalam status barang sitaan maka jual beli tersebut batal demi hukum
dan kedua jual beli tidak diperbolehkan apabila suatu barang dalam
sengketa/proses perkara seperti dalam tingkat upaya hukum peninjauan
kembali, sebagaimana dalam perkara a quo bahwa proses terjadinya
jual beli masih dalam tahap upaya hokum yakni peninjauan kembali
serta dalam perkara a quo objek sengketa dilakukan sita jaminan dan
belum diangkat dalam upaya hukum kasasi; --
Menimbang, bahwa dari pertimbangan yang berkaitan dengan
etikad baik dan etikat tidak baik tentu saja masih perlu diperlukan
adanya putusan yang berkekuatan hukum baik pidana maupun perdata
tentang etikat tidak baik dari Tergugat I dan Tergugat II akan tetapi dari
implikasi hukum maka Majelis Hakim berpendapat sama dengan ahli
bahwa proses jual beli ketika masih dalam proses upaya hukum seperti
dalam tingkat peninjauan kembali adalah batal demi hukum serta begitu
juga apabila suatu objek sengketa dalam status sita jaminan sebagaimana
Pasal 199 HIR/214 Rbg maka sebelum diangkat sitanya tersebut jual
beli adalah batal demi hukum; -------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dari berbagai pertimbangan hukum tersebut
maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat merupakan pembeli
beritikad baik dan mendapatkan perlindungan hukum serta lebih jauh
pertimbangan ini juga menjangkau hak-hak setiap pemenang lelang
untuk mendapatkan suatu kepastian hukum baik dalam proses lelang
maupun pemenang lelang tersebut; ------
Menimbang, bahwa sebagaimana ketentuan Hukum Pertanahan
yang menyebutkan beralihnya suatu kepemilihan suatu hak keperdataan
sebagai suatu hak milik; ------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
yang dikenal dengan UUPA sebagaimana Pasal 20 ayat (1) dan (2) UUPA
menyatakan bahwa Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan dalam Pasal 6 UUPA, Hak Milik dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain serta secara definisi pengertian hak milik menurut
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk
memperlakukan suatu benda (tanah) sebagai kepunyaan sendiri dengan
beberapa pembatasan, meliputi hak untuk memperoleh hasil sepenuhnya

131
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

dari tanah yang dimiliki dan hak untuk mempergunakan tanah, yang
dalam batasan arti boleh menjual, menggadaikan, menghibahkan tanah
tersebut kepada orang lain, (baca, Rinto Manulang, Segala hal Tentang
Tanah Rumah & Perizinannya, Suka Buku: Jakarta, 2011, h.13); ------
-------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan
oleh Penggugat sebagaimana tersebut adalah Akta Autentik di atas
dalam kaitannya satu sama lain yang ternyata bersesuaian Majelis
Hakim berpendapat bahwa Penggugat memiliki alas hak yang sah atas
kepemilikan tersebut, karena Penggugat dapat membuktikan dengan
surat-suratnya; --------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dalam kaitannya dengan etikat baik dari
Penggugat sebagai pemenag lelang maka secara rasional hukum maka
terhadap para Tergugat mesti terang dinyatakan telah melakukan
perbuatan melawan hukum sebagaimana pertimbangan hukum tersebut
di atas; ------------------------------
Menimbang, bahwa untuk melihat secara lebih jelas tentang
pengertian dari suatu perbuatan melawan hukum dalam hukum
perdata secara definisi dapat diterapkan yakni Pasal 1365 KUHPerdata
adalah sebagai berikut: a) Adanya perbuatan melawan hukum yakni
perbuatan yang melawan hak subyetif orang lain atau bertentangan
dengan kewajiban si pembuat sendiri, dan melawan undang-undang;
b) Melawan hak subjektif orang lain, yakni hak khusus yang dijamin
hukum kepada seseorang untuk kepentingannya.Hak ini bisa berupa
hak kebebasan, kehormatan, dan hak harta kekayaan; c) Ada kesalahan
(schuld) Kesalahan ini bisa karena kesengajaan maupun karena kealpaan
(onachtzaamheid); d) Ada kerugian Akibat perbuatan itu, timbul
kerugian bagi orang lain. Kerugian bisa berupa kerugian materiil maupun
immaterial; e) Adanya hubungan causal untuk dapat menuntut ganti
rugi, harus ada hubungan causal yang jelas antara perbuatan melawan
hukum dangan kerugian penggugat (M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan
Melawan Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1982, h. 66; Munir Fuady,
Perbuatan Melawan Hukum, Bandung: Citra Adtya Bakti, 2005, h. 1-2);
----------------------------------------
Menimbang, bahwa dari pengertian perbuatan melawan hukum
tersebut serta dari keterangan saksi-saksi tersebut Majelis Hakim
berpendapat bahwa para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan
hukum sehingga memiliki konsekuensi hukum yang secara sinergi akan

132
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

termaktub di dalam pertimbangan dan amar putusan ini; ------------------


--------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa bukti surat para Tergugat yakni bukti TI.1 sampai
dengan T.I.2, Bukti T.II.1 sampai dengan T.II.12, bukti T.III.1 sampai
dengan T.III.11, bukti T.IV.1 sampai dengan T.IV.22, dan bukti T.V.1
sampai dengan T.V.5 dapat secara hukum Majelis Hakim berpendapat
bahwa konstruksi hukum dalam hal pembuktian yang dibangun oleh para
Tergugat lemah dalam membuktikan hak keperdataannya tersebut oleh
karena Majelis Hakim berpendapat meskipun bukti surat para Tergugat
tersebut tergolong akta autentik, akan tetapi Majelis Hakim sebagaimana
pertimbangan secara historis dan implikasi hukum dalam penerbitan
Sertifikat Hak Milik Nomor 4126 dan 4127 tersebut berpendapat adanya
Perbuatan Melawan Hukum dari Tergugat V oleh karenanya seluruh
bukti-bukti para Tergugat tersebut tidak relevan, dan dikesampingkan;
---------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa adanya saksi-saksi yang diajukan oleh para
pihak baik Penggugat maupun para Tergugat yakni saksi Imam Sopingi,
saksi Kasiyo, saksi Slamet, saksi Anggi Setiawan, saksi Kosmal Arifin
masing-masing saksi saksi telah memberikan keterangan dan telah
diverifikasi Majelis hakim terhadap surat bukti para pihak akan tepai
Majelis Hakim berpendapat bahwa keterangan saksi-saksi tersebut
belum menguraikan secara lengkap dan jelas tentang pengetahuan para
saksi tentang asal usul surat-surat bukti, kaitannya dengan lelang dan
penerbitan sertifikat atau pemecahannya atau balik nama surat-surat
lainya tersebut sehingga menjadi terang dalam menganalisis dan menjadi
bagian pembuktian dalam perkara a quo oleh karenanya keterangan
saksi-saksi tersebut untuk dikesampingkan; ------------------------------------
------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa hubungan hukum dalam perkara a quo apabila
melihatnya secara terintegral hukum adalah bahwa hubungan hukum
yang telah terbangun diantara penggugat dan tergugat adalah hal yang
tidak terbantahkan secara hukum dengan menggunakan pisau analisa
yuridis komparatif yakni suatu tinjauan ilmiah dengan melihat lebih
objektif bahwa Penggugat, para Tergugat secara hukum memiliki
pertalian penting adanya metode perbandingan surat-surat Penggugat
dengan surat-surat Tergugat menjadi lebih penting dan terang terhadap
titik persoalan kedua belah pihak yang saling klaim, yang bermuara
pada satu kesimpulan bahwa dalil-dalil Penggugat dapat diterima secara

133
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

logis dan yuridis sebagaimana dalam gugatannya tersebut; --------------


--------------------------------------------
Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan hukum tersebut
di atas maka sejauh pertimbangan yang berkaitan dengan adanya hal
yang nantinya berkaitan dengan beberapa petitum Penggugat dianggap
sebagai hal yang tidak terpisahkan antara pertimbangan hukum dengan
bagian terintegral dengan pertimbangan yang berkaitan dengan petitum-
petitum Penggugat tersebut, oleh karena itu maka Majelis Hakim akan
mempertimbangkan satu persatu petitum Penggugat sehingga secara
hukum dianggap sebagai hal yang tidak terpisahkan antara pertimbangan
hukum dengan bagian terintegral dengan petitum-petitum Penggugat
tersebut, oleh karenanya maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan
secara terperinci petitum penggugat sebagai berikut; ---------------------
-----------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas petitum
1 tentang mengabulkan tuntutan penggugat akan dinyatakan setelah
seluruh petitum dipertimbangkan kembali; --------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan
PENGGUGAT adalah pembeli/pemenang lelang yang beritikad baik maka
secara hukum sah sebagai pemilik Objek Lelang Nomor: 033/2009 tanggal
10 Juli 2009 berdasarkan Risalah Lelang Nomor: 033/2009 tertanggal
10 Juli 2009 yaitu berupa sebidang tanah seluas 2.610 m2 (dua ribu
enam ratus sepuluh meter persegi) dengan Sertifikat Hak Milik (SHM)
Nomor: 1256/Desa Hadimulyo, dengan surat ukur Nomor: 636/1996
tanggal13 Maret 1996 yang terletak di Jl. Diponegoro RT 19/RW 07,
Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro
dahulu dengan batas-batas sebagai berikut; ---------------------
- Sebelah Utara berbatasan dengan tanah Zanaryati - Sebelah Selatan
berbatasan dengan Jalan Diponegoro - Sebelah Timur berbatasan dengan
Jalan Desa - Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Sudarto dan tanah
Yusuf Oleh karena berdasarkan pertimbangan hukum yang berkaitan
dengan adanya Akta Autentik dan prinsip pertimbangan hukum yang
berkaitan erat antara posita dan petitum, serta juga berkaitan dengan
prinsip pembeli yang beretikat baik maka Majelis Hakim berpendapat
dapat mengabulkan sejauh terhadap petitum 2 tersebut; ------------------
---------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan
TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT

134
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

V, TERGUGAT VI dan TERGUGAT VII telah melakukan perbuatan melawan


hukum dan menghukum Turut Tergugat I dan TURUT TERGUGAT II
untuk mematuhi dan melaksanakan putusan dalam perkara ini, oleh
karena terbukti sebagaimana pertimbangan hukum sejauh terhadap
perbuatan melawan hukum para Tergugat tersebut maka petitum 3
dapat dikabulkan; ---------------------------------------------------------------------
-------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan
Akta Jual Beli Nomor: 543/2015 tanggal 16 November 2015 yang dibuat
dihadapan TURUT TERGUGAT I selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah
Kota Metro, tidak sah, cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat sertabatal demi hukum dengan segala akibatnya,
sebagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim tentang akta jual beli
dalam proses peninjauan kembali dan status barangsita jaminan maka
petitum 4 dapat dikabulkan; -----------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan
perbuatan TERGUGAT V yang telah melakukan pembaliknamaan Sertifikat
Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/Desa Hadimulyo dengan surat ukur
Nomor: 636/1996 tanggal 13 Maret 1996, seluas 2.610 m2 (dua ribu
enam ratus sepuluh meter persegi) yang semula atas nama TERGUGAT I
(Drs. Chairul Tabrani) menjadi atas nama TERGUGAT II (Agus Jamhari)
tidak sah dan cacat hukum, sebagaimana adanya pertimbangan hukum
tentang implikasi hukum terhadap perbuatan melawan hukum para
Tergugat maka terhadap petitum 5 dapat dikabulkan; ----------------------
----------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Memerintahkan
TERGUGAT V untuk menerbitkan kembali dan mengembalikan Sertifikat
Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/Desa Hadimulyo seperti keadaan semula
dan menyerahkan kepada PENGGUGAT dalam tempo 14 (empat belas)
hari terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum
tetap, oleh karena telah dinyatakan bahwa Penggugat sebagai pembeli
beritikat baik dan Tergugat V telah melakukan perbuatan melawan
hukum maka secara rasional dan implikasi hukumnya maka terhadap
petitum 6 Penggugat dapat dikabulkan; -----------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan
perbuatan TERGUGAT V yang telah memecah Sertifikat Hak Milik (SHM)
Nomor: 1256/Desa Hadimulyo dengan surat ukur Nomor: 636/1996

135
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

tanggal13 Maret 1996, seluas 2.610 m2 (dua ribu enam ratus sepuluh meter
persegi) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4126/Kelurahan
Hadimulyo Timur dan menjadi atas nama TERGUGAT II (Agus Jamhari)
dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4127/Kelurahan Hadimulyo
Timur menjadi atas nama TERGUGAT II (Agus Jamhari) tidak sah dan
cacat hukum, sebagaimana secara sinergi hukum bertalian dengan
petitum 5 Penggugat maka tentunya memiliki konsekuensi hukum
dari perbuatan melawan hukum Tergugat V maka terhadap petitum 7
Penggugat dapat dikabulkan; -------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4126/Kelurahan Hadimulyo Timur
atas nama Agus Jamhari (TERGUGAT II) dan Sertifikat Hak Milik Nomor:
4127/Kelurahan Hadimulyo Timur atas nama TERGUGAT II (Agus
Jamhari) tidak sah dan cacat hukum, oleh karena merupakan bagian
secara sinergi dalam pertimbangan hukum yang berkaitan tentang
pembeli beritikat baik serta perlindungan hukumnya dan implikasi
terhadap perbuatan melawan hukum dari Tergugat V maka petitum 8
dapat dikabulkan; -------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menghukum
TERGUGAT V untuk membatalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor:
4126/Kelurahan Hadimulyo Timur atas nama Agus Jamhari (TERGUGAT
II) dan membatalkan Sertifikat Hak Milik Nomor: 4127/Kelurahan
Hadimulyo Timur atas nama TERGUGAT II (Agus Jamhari) dalam tempo
14 (empat belas) hari terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai
kekuatan hukum tetap, secara hukum pertimbangan berkaitan konsekuensi
hukum dari perbuatan melawan hukum dan bertalian dengan petitum
6, maka petitum 9 dapat dikabulkan; --------------------------------------------
------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menghukum
TERGUGAT II untuk menyerahkan Sertifikat Hak Milik Nomor: 4126/
Kelurahan Hadimulyo Timur atas nama Agus Jamhari (TERGUGAT
II) tersebut kepada TERGUGAT V untuk dimusnahkan dalam tempo
7 (tujuh) hari sejak putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan
hukum tetap, oleh karena bertalian langsung dengan konsekuensi
hukum pada petitum 9, maka terhadap petitum 10 dapat dikabulkan;
----------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan

136
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Akta Jual Beli Nomor: 163/2016 tanggal 26 Agustus 2016 yang dibuat
di hadapan TURUT TERGUGAT II selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) Kota Metro tidak sah dan batal demi hukum dengan segala
akibatnya, oleh karena sebagaimana pertimbangan hukum terhadap
batalnya jual beli jika terjadi apabila dilakukan dalam proses upaya
hukum dan status barang masih dalam sita jaminan maka terhadap
petitum 11 dapat dikabulkan; ------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan
perbuatan TERGUGAT V yang telah melakukan pembaliknamaan
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4127/Kelurahan Hadimulyo Timur
yang semula tercatat atas nama Agus Jamhari (TERGUGAT II) menjadi
atas nama Hadri Abunawar (TERGUGAT III) adalah tidak sah dan cacat
hukum, sebagaimana adanya pertimbangan hukum tentang implikasi
hukum terhadap perbuatan melawan hukum para Tergugat bertalian
dengan petitum 5 Penggugat, maka terhadap petitum Penggugat 12
dapat dikabulkan; -------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menghukum
TERGUGAT III untuk menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor:
4127/Kelurahan Hadimulyo Timur atas nama Hadri Abunawar
(TERGUGAT III) kepada TERGUGAT V untuk dimusnahkan dalam
tempo 7 (tujuh) hari sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum
tetap, oleh karena bertalian langsung dengan konsekuensi hukum pada
petitum 9 dan petitum 10, maka terhadap petitum 13 dapat dikabulkan;
------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menghukum
TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TERGUGAT III atau siapa saja yang
menguasai, menduduki serta memperoleh hak atas tanah sengketa untuk
mengosongkan tanah sengketa dari tanaman dan dari segala bentuk
bangunan yang ada di atasnya serta menyerahkan tanah sengketa
dalam keadaan kosong dan baik tanpa beban apapun, jika perlu dengan
bantuan pihak yang berwajib/kepolisian, oleh karena telah terbuktinya
perbuatan melawan hukum para Tergugat dan demi kepastian hukum
Penggugat dalam proses eksekusi nantinya serta oleh karena dalam
mengabulkannya tuntutan petitum penggugat mesti melihat hubungan
hukum secara linear dan terperinci antara posita dan petitum serta
memiliki dasar hak yang jelas dan merupakan suatu konsekuensi hukum
dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan para Tergugat tersebut,

137
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

maka Majelis Hakim berpendapat bahwa hal yang logis dan yuridis
yang mendasari dikabulkannya petitum ini, maka terhadap petitum
14 dapat dikabulkan; ----------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menghukum
TERGUGAT I untuk membayar kerugian inmateriel kepada PENGGUGAT
sebesar Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) dengan
cara seketika dan sekaligus, oleh karena tidak didasarkan perhitungan
secara jelas, sinergi dan rasional utama keterkaitan antara posita dan
petitumnya maka petitum 15 haruslah ditolak; -------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menghukum
TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III dan TERGUGAT V secara
tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsoom) kepada
PENGGUGAT sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap
hari keterlambatan apabila lalai memenuhi isi putusan dalam pekara ini
terhitung sejak putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum
tetap, oleh karena pengenaan belum begitu urgen untuk diterapkan
maka terhadap petitum 16 haruslah ditolak; ----------------------------------
--------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Meletakkan
Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) terhadap Objek Lelang Nomor:
033/2009 tanggal 10 Juli 2009 tersebut yaitu sebidang tanah seluas
2.610 m2 (dua ribu enam ratus sepuluh meter persegi) dahulu dengan
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/Desa Hadimulyo, surat ukur
Nomor: 636/1996 tanggal13 Maret 1996 yang tercatat pemegang hak
atas nama Drs. Chairul Tabrani (PENGUGAT I) sekarang dengan Sertifikat
Hak MilikNomor: 4126/Kelurahan Hadimulyo Timur atas nama Agus
Jamhari (TERGUGAT II) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4127/
Kelurahan Hadimulyo Timur atas nama Hadri Abunawar (TERGUGAT
III) yang terletak di Jl. Diponegoro RT 19/RW 07, Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro dahulu dengan batas-batas
sebagai berikut; ------------------------------------------------------
a. Sebelah Utara berbatasan dengan tanah Zanaryati
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Diponegoro
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Desa
d. Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Sudarto dan tanah Yusuf
Oleh karena dalam perkara a quo tidak pernah diletakkan Sita
Jaminan (conservatoir beslag) maka terhadap petitum 17 haruslah

138
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

ditolak; ----------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa mengenai petitum Penggugat yang Menyatakan
bahwa putusan perkara a quo dapat dilaksanakan terlebih dahulu
meskipun ada upaya hukum banding maupun kasasi (Uitvoorbaar
bijvooraad), dengan tetap memperhatikan alasan-alasan pertimbangan di
atas, serta dengan menghubungkannya pula dengan SEMA No.3 Tahun
2000 tentang Putusan Serta Merta dan Provisionil, tidak terdapat alasan
yang tepat untuk itu sehingga sejauh terhadap tuntutan provisionil
sebagaimana petitum 18 Penggugat haruslah ditolak; ----------------------
-----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas,
Majelis Hakim berpendapat gugatan Pengugat dapat dikabulkan sebagian;
--------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dikabulkan
sebagian dan para Tergugat berada di pihak yang kalah, maka para
Tergugat harus dihukum untuk membayar biaya perkara, dengan
demikian petitum 19 dapat dikabulkan; ----------------------------------------
--------------------------------
Memperhatikan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, Pasal 163
HIR/Pasal 283 R.Bg dan peraturan-peraturan lain yang bersangkutan;
---------------------------------------------------------------------------

MENGADILI:
DALAM EKSEPSI
1. Menolak Eksepsi Tergugat I, II, III, IV dan V untuk seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara
a. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian; -----------------------
-----------------------------------
b. Menyatakan PENGGUGAT adalah pembeli/pemenang
lelang yang beritikad baik maka secara hukum sah sebagai
pemilik Objek Lelang Nomor: 033/2009 tanggal 10 Juli 2009
berdasarkan Risalah Lelang Nomor: 033/2009 tertanggal 10
Juli 2009 yaitu berupa sebidang tanah seluas 2.610 m2 (dua
ribu enam ratus sepuluh meter persegi) dengan Sertifikat Hak
Milik (SHM) Nomor: 1256/Desa Hadimulyo, dengan surat
ukur Nomor: 636/1996 tanggal13 Maret 1996 yang terletak

139
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

di Jl. Diponegoro RT 19/RW 07, Kelurahan Hadimulyo Timur,


Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro dahulu dengan batas-
batas sebagai berikut; - Sebelah Utara berbatasan dengan
tanah Zanaryati - Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan
Diponegoro - Sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Desa
- Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Sudarto dan tanah
Yusuf; --------------------------------------------------------------------------
--------
c. Menyatakan TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III,
TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI dan TERGUGAT
VII telah melakukan perbuatan melawan hukum dan
menghukum Turut Tergugat I dan TURUT TERGUGAT II untuk
mematuhi dan melaksanakan putusan dalam perkara ini; ----
d. Menyatakan Akta Jual Beli Nomor: 543/2015 tanggal 16
November 2015 yang dibuat dihadapan TURUT TERGUGAT
I selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah Kota Metro, tidak sah,
cacat hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat serta batal demi hukum dengan segala akibatnya;
-----------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------
e. Menyatakan perbuatan TERGUGAT V yang telah melakukan
pembaliknamaan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/
Desa Hadimulyo dengan surat ukur Nomor: 636/1996 tanggal13
Maret 1996, seluas 2.610 m2 (dua ribu enam ratus sepuluh
meter persegi) yang semula atas nama TERGUGAT I (Drs.
Chairul Tabrani) menjadi atas nama TERGUGAT II (Agus
Jamhari) tidak sah dan cacat hukum; -----
f. Memerintahkan TERGUGAT V untuk menerbitkan kembali dan
mengembalikan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/Desa
Hadimulyo seperti keadaan semula dan menyerahkan kepada
PENGGUGAT dalam tempo 14 (empat belas) hari terhitung
sejak putusan perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
---------------------------------------------------------------------------------------
g. Menyatakan perbuatan TERGUGAT V yang telah memecah
Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1256/Desa Hadimulyo
dengan surat ukur Nomor: 636/1996 tanggal13 Maret 1996,
seluas 2.610 m2 (dua ribu enam ratus sepuluh meter persegi)
menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4126/Kelurahan

140
BAB 5 ■ CONTOH PUTUSAN PENGADILAN UMUM ...

Hadimulyo Timur dan menjadi atas nama TERGUGAT II


(Agus Jamhari) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4127/
Kelurahan Hadimulyo Timur menjadi atas nama TERGUGAT
II (Agus Jamhari) tidak sah dan cacat hukum; --------------------
---------------------------------------------------------------
h. Menyatakan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4126/Kelurahan
Hadimulyo Timur atas nama Agus Jamhari (TERGUGAT II)
dan Sertifikat Hak Milik Nomor: 4127/Kelurahan Hadimulyo
Timur atas nama TERGUGAT II (Agus Jamhari) tidak sah dan
cacat hukum; -----------------------------------
i. Menghukum TERGUGAT V untuk membatalkan Sertifikat Hak
Milik (SHM) Nomor: 4126/Kelurahan Hadimulyo Timur atas
nama Agus Jamhari (TERGUGAT II) dan membatalkan Sertifikat
Hak Milik Nomor: 4127/Kelurahan Hadimulyo Timur atas
nama TERGUGAT II (Agus Jamhari) dalam tempo 14 (empat
belas) hari terhitung sejak putusan perkara ini mempunyai
kekuatan hukum tetap; ----
j. Menghukum TERGUGAT II untuk menyerahkan Sertifikat Hak
MilikNomor: 4126/Kelurahan Hadimulyo Timur atas nama
Agus Jamhari (TERGUGAT II) tersebut kepada TERGUGAT V
untuk dimusnahkan dalam tempo 7 (tujuh) hari sejak putusan
dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap; --------
-------------------------------------------------------------------------------
k. Menyatakan Akta Jual Beli Nomor: 163/2016 tanggal 26
Agustus 2016 yang dibuat di hadapan TURUT TERGUGAT II
selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kota Metro tidak
sah dan batal demi hukum dengan segala akibatnya; ----------
-----------------------------------------------------------------
l. Menyatakan perbuatan TERGUGAT V yang telah melakukan
pembaliknamaan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 4127/
Kelurahan Hadimulyo Timur yang semula tercatat atas nama
Agus Jamhari (TERGUGAT II) menjadi atas nama Hadri
Abunawar (TERGUGAT III) adalah tidak sah dan cacat hukum;
------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------
m. Menghukum TERGUGAT III untuk menyerahkan Sertifikat Hak
Milik (SHM) Nomor: 4127/Kelurahan Hadimulyo Timur atas
nama Hadri Abunawar (TERGUGAT III) kepada TERGUGAT V

141
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

untuk dimusnahkan dalam tempo 7 (tujuh) hari sejak perkara


ini mempunyai kekuatan hukum tetap; -
n. Menghukum TERGUGAT I, TERGUGAT II dan TERGUGAT III
atau siapa saja yang menguasai, menduduki serta memperoleh
hak atas tanah sengketa untuk mengosongkan tanah sengketa
dari tanaman dan dari segala bentuk bangunan yang ada di
atasnya serta menyerahkan tanah sengketa dalam keadaan
kosong dan baik tanpa beban apapun, jika perlu dengan bantuan
pihak yang berwajib/kepolisian; ---------------------------------------
--------------------------------------------------
o. Menghukum TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III
dan TERGUGAT V untuk membayar segala biaya yang timbul
dalam perkara ini yang sampai hari ini ditetapkan sejumlah
Rp3.776.000,00 (tiga juta tujuh ratus tujuh puluh enam ribu
rupiah); -----------------------------------
2. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya; ------------------
--------------------------------

142
6
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan dalam bab sebelumnya,
berikut ini disampaikan kesimpulannya.
1. Sengketa/kasus pertanahan, di Indonesia mengandung
banyak dimensi, khususnya bernuansa Tata Usaha Negara
dan bernuansa perdata, di mana sebatas hak/milik menjadi
kewenangan perdata (peradilan umum) dan yang menyangkut
proses penerbitan administrasi hak yang berwenang mengadili
adalah peradilan Tata Usaha Negara; dasar kewenangan yang
dipunyai masing-masing lingkungan peradilan seyogianya tidak
harus saling menghilangkan kewenanangan absolut yang ada
pada ke-2 (dua) lingkungan peradilan baik umum maupun
peradilan Tata Usaha Negara, dengan memakai pemahaman
hakim baik hakim peradilan umum maupun hakim peradilan
tata usaha negara bahwa:
a. putusan Peradilan Tata Usaha Negara tidak harus mengabdi,
tunduk serta mengacu pada putusan peradilan umum
manakala terjadi dua putusan yang berseberangan; karena
kenyataannya terjadinya titik singgung kewenangan
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

mengadili dari peradilan umum dan peradilan TUN,


adalah suatu keniscayaan sebagai konsekuensi dianutnya
civil law system.
b. Fakta yang terjadi bahwa peradilan Indonesia mengenal
dual process of law antara peradilan umum dengan peradilan
Tata Usaha Negara, di mana kehadiran peradilan Tata
Usaha Negara sebagai syarat sebuah negara hukum (rule
of law).
c. Terjadinya titik singgung ataupun kewenangan yang
beririsan dalam proses penanganan sengketa-sengketa
hak atas tanah ataupun sengketa seputar sertifikat hak
atas tanah masih dapat berjalan beriringan apa adanya,
sesuai kompetensi/kewenangan masing-masing yang
telah diatur oleh Perundang-Undangan yang berlaku,
dengan mengandalkan pada aspek ketajaman dan kejelian
hakim dalam menilai dan menentukan segi objektum litis
terhadap kasus-kasus yang ada.
2. Badan Pertanahan Nasional harus lebih tanggap dengan segala
fenomena yang terjadi terhadap sengketa yang pertanahan
yang terjadi, karena sengketa tersebut tidak terlepas dan
salah satunya disebabkan dari produk pejabat Tata Usaha
Negara (BPN) yang faktanya kurang dilandasi oleh prosedur
yang lebih selektif dengan menerapkan asas-asas umum
pemerintahan yang baik serta mempunyai peran penting
dalam proses perdamaian sengketa pertanahan, seyogianya
juga lebih mengambil peran aktif karena institusi inilah yang
pada akhirnya sebagai pelaksana dari putusan pengadilan.

B. SARAN
Berdasarkan penelitian dan paparan di atas, berikut beberapa
saran yang berkaitan dengan tema yang sedang topik kajian dalam
tulisan ini:
1. Perlu penegasan oleh lembaga peradilan tertinggi, untuk
menerbitkan pedoman atau payung hukum atau peraturan,

144
BAB 6 ■ PENUTUP

dapat tidaknya sebuah eksekusi dijalankan, dengan syarat-


syarat khusus tertentu.
2. Perlu dilakukan sosialisasi kewenangan masing-masing
lingkungan peradilan terkait sengketa pertanahan baik
lingkungan pengadilan Tata Usaha Negara dan pengadilan
umum yang ada, untuk lebih berperan secara benar agar tidak
melampui kewenangan yang diberikan oleh undang-undang
dalam memeriksa sengketa pertanahan di masing-masing
lingkungan peradilan.

145
DAFTAR PUSTAKA

BUKU
A.P. Perlindungan. Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria.
Cetakan Kelima, Penerbit Alumni, Bandung, 1990, h. 97.
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis, Chandra Pratama, Cetakan Pertama, Jakarta, 1996,
h. 246.
Asas-asas Hukum Adat tidak Mendapatkan Penjelasan dalam UUPA.
Djuhendah Hasan Menyatakan Asas Hukum Adat Antara Lain
Adalah Konan Konkret, Asas Kekeluargaan dan Asas Kepentingan
Umum di atas Kepentingan Pribadi. Cf. Djuhendah Hasan, Op.
cit., h. 114.
Aslan Noor, Konsep Hak Milik Atas Tanah Bagi Bangsa Indonesia,
Mandar Maju, Bandung, 2006, h. 28-29.
Bernadus Sukismo, Peradilan Pajak dalam Sistem Peradilan di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang 1945, Disertasi, Program
Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2001, h. 427.
Boedi Harsono, 1994, (Edisi Revisi), Hukum Agraria Indonesia.
Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria. Isi dan
Pelaksanaannya, Jilid 1, Penerbitan Djambatan, Jakarta. h. 225.
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

UUPA, Isi Dan Pelaksanaannya, jilid (1), Hukum Tanah Nasional,


Penerbit Djambatan, Jakarta, 1983, h. 286.
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional,
Penerbit Universitas Trisakti, Edisi 3, Jakarta, 2007, h. 63.
Boedi Harsono, menyempurnakan Hak-hak Atas Tanah dalam Hukum
Tanah Nasional Memasuki Era Reformasi dan Globalisasi, Makalah
disampaikan pada Seminar Nasional yang diadakan oleh Bagian
Hukum administrasi Negara & Pusat Studi Hukum Agraria Fakutas
Hukum, Universitas Trisakti, Jakarta. 10 Juli 2001.
Boedi Harsono, Undang-Undang Pokok Agraria, Sejarah Penyusunan,
Isi dan Pelaksanaannya. Bagian Pertama, Jakarta: Djambatan,
1971, h. 50.
Deno Kamelus, Arti Kedudukan Perencanaan dalam Hukum
Administrasi Negara, dalam SF Marbun dkk., Dimensi-dimensi
Pemikiran Hukum Administrasi Negara, UII Press, Cetakan
Pertama, Yogyakarta, 2001, h. 248.
Departemen Pendidikan Nasional. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”.
Penerbit Balai Pustaka. Jakarta. 2008. h. 719.
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan
Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan
Asas Pemisahan Horisontal, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, h. 76.
Edi Prajoto, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas
Tanah oleh Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Pertanahan
Nasional, CV Utomo: Bandung, 2006, h. 24.
Enrico Simanjuntak, dalam Bungarampai Peradilan Kontemporer,
Beberapa Anotasi Terhadap Pergeseran Kompetensi Absolut
Peradilan Umum Kepada Peradilan Administrasi Pasca Penegesahan
UU No. 30 Tahun 2014, Penerbit Genta Press Tahun 2014, h. 42.
Gugatan Antara Bagus Ariwibowo vs Kantor Pertanahan Kota
Batu, dengan pihak intervensi Beni Lumanto.
Gugatan TUN, Antara Hartoyo Subekti vs Kantor Pertanahan Kantor
Pertanahan Kota Surabaya, dengan Tergugat Intervensi, PT
Kris Kencana Surabaya, Pertimbangan Hukum. h. 46.
Hasan Basri Duri, dalam Suratnya Angka 6 No. 500-4325 Tanggal

148
■ DAFTAR PUSTAKA

14 Oktober 1999 Perihal Penyampaian Permeneg Agraria/


Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian
dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolahan.
Het Heriziene Indonesia Reglement (Stbl 1941 Nomor 44).
Indroharto, S.H.,“Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik
dan Hukum Perdata, cetakan kedua”. Penerbitan LPP HAN.
1999. h. 3.
J. Satrio, Cassie, Subrogatie, Novatie, Kompesantie & Percampuran
Hutang, PT Alumni Bandung, 1999, h. 12-13.
John Salindeho, Sistem Jaminan Kredit dalam Era Pembangunan
Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, h. 34-35.
K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Penerbit Ghalia Indonesia,
Jakarta,1997, h. 64.
Kartasaputra, Masalah Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta: Jakarta,
2005, h. 120.
Kebijakan Penegakan Hukum (Suatu Rekomendasi). Komisi Hukum
Nasional Republik Indonesia. h. 123.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
Biro Hukum dan Hubugan Masyarakat. Anotasi Putusan-putusan
Pengadilan Jilid 4 Tahun 2015. h. 4.
M. Muchin, S.H., “Aspek Hukum, Sengketa Hak atas Tanah”, dimuat
dalam Varia Peradilan Tahun ke XXI No. 251 Oktober 2006. h. 44.
Mansour Fakih. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi.
Pustaka Pelajar. Cetakan I. Jakarta.2001. h. 46.
Maria S.W. Sumardjono, Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum
Agraria, Penerbit andy Offset, Yogyakarta, 1982, h. 21.
Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,
PT Alumni, Bandung, 1997, h. 31.
Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah,
Suatu Analisis dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif dan
Sosiologis, Penerbit Republika: Jakarta, 2008, h. 34-38.
Muh. Risnain. Kriminalitas Hakim dan Eksistensi Prinsip Judicial
Independence dalam Bingkai Negara Hukum, dimuat dalam
Jurnal Hukum dan Keadilan Volume 2, Nomor 3, November
2013. h. 329.

149
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Padmo wahyono. Pembangunan Hukum di Indonesia InHill Co.


Jakarta.1989. h. 151.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Pasal I ayat (3) UUD 1945.
Perlindungan A.P. Hilangnya Hak-hak Atas Tanah, CV Mandar
Maju: Bandungh, 1999, h. 13.
Permeneg Agraria/Kepala BPN No.8 Tahun 1996, tentang Perubahan
Permeneg Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1996, tentang
Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal tau Hunian Oleh
Orang Asing.
Pusat Penelitian Hukum dan Peradilan, Badan Litbang Diklat
Kumdil Mahkamah Agung RI. “Urgensi Pembentukan Pengadilan
Pertanahan di Indonesia”. 2015. h. 25.
Puslitbang hukum dan Peradilan, Badan Litbang Diklat Kumdil,
Mahkamah Agung, Eksekutabilitas Putusan Peradilan Tata Usaha
Negara, Laporan Penelitian Tahun 2010. h. 31.
Putusan TUN Surabaya No. 137/G/205/PTUN.Sby, Diperkuat Di
Tingkat Banding dan Tingkat Kasasi.
R. Soeprapto, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Praktek, Tanpa
Penerbit, Jakarta,1986, h. 322.
R.O.B Siringoringo dkk., “ Menjawab Permasalahan Teori dan Praktek
Peradilan Tata Usaha Negara”, Penerbit Ghalia Indonesia,
Tahun 2011, h. 15.
Roescou Pound. The Development of The Constitutional Guarantees
of Liberty. New Haven London. Yale University Prss.1957. Hal
1-2 dalam Philip Hadjon, Penantar Hukum Administrasi Negara.
Gajahmada University Press. Cetakan ke III. Yogyakarta.1994.
h. 314.
S.F. Marbun, (II) Peradilan administrasi Negara Dan Upaya
Administratif Di Indonesia, Liberty, Edisi Pertama, Cetakan
Pertama, Jakarta,1997, h. 180.
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bhakti, Bandung
Cet. Kelima, h. 61-62.
Soegiarto, Permasalahan dan Kasus-kasus Pertanahan, Kencana-

150
■ DAFTAR PUSTAKA

PrenadaMedia Group: Jakarta, 2000, h. 15.


Sri Soemantri Martosoewignjo, Proses Perumusan Cita Hukum dan
Asas-asas Hukum dalam Periode Tahun 1908 Sampai sekarang,
Majakalah Hukum Nasional, Edisi Khusus, BPHN Departemen
Kehakiman, Jakarta, No. 1, 1995, h. 135-136.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal hukum suatu Pegantar,Penerbit
Liberty, Yogyakarta, 1986, h. 39.
Syamsul Bahri, Hukum Agraria Indonesia Dulu dan Kini, Penerbit
Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas
Andalas, Padang, 1981, h. 22.
Teguh Satya Bhakti “Pembangunan Hukum Administrasi Negara
Melalui Pemberdaya Yurisprudensi Peradilan Tata Usaha Negara”
Edisi Pertama. Penerbit PT Alumni. Bandung. 2018. h.14.
Tjandra, W. Riawan, Hukum Acara Peradilan TUN, Yogyakarta:
Universitas Atma Jaya, 2005, h. 27.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria L.N. Tahun 1960 Nomor 104.
Utrecht. Pengantar hukum Administrasi Negara Indonesia. Ichtiar.
Jakarta.1962. h. 9.
Varia Peradilan, tahun ke XXI No.251 Oktober 2006, Hlm. 41-42
W. Riawan Tjandra.”Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara;
Edisi Revisi”. Universitas Atmajaya. Yogyakarta. 2005. h. 3.
Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I., Penerbit Mahkamah Agung
R.I., 1970, h. 441-452.
Zafrullah Salim, Tinjauan Mengenai Kedudukan Keputusan Menteri
Dalam Tap MPR III/MPR/2000 Tentang Sumber dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan, dalam Mahkamah, Volume 13,
Nomor 1, Riau, 2002, h. 147.

WAWANCARA
Kutipan Wawancara peneliti dengan Ketua Pengadilan Makassar,
tanggal 9 April 2019, transcript judul 110514_005.
Transkip 110516_001 tanggal 10 April 2019, Wawancara dengan
Ketua PN Makassar.

151
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

Transkip Wawancara Peneliti dengan Ketua PTUN Makassar; Judul


11051-001.
Transkip, judul 110517_002, Wawancara dengan Prof. Dr. Farida.
Wawancara dengan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddi/
Ahli hukum Pertanahan, pada tanggal 12 April 2019, transcript
judul 110517_002.
Wawancara dengan Dekan Hukum Unhas, Ibid.
Wawancara Peneliti tanggal 11 April 2009, dengan Ketua PTUN
Makassar, Transcript 110517_001.

152
LAMPIRAN
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan;
b. bahwa pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah, merupakan sarana dalam
memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan;
c. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dipandang tidak dapat
lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional, sehingga
perlu dilakukan penyempurnaan.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Vendu Reglement Staatsblad 1908 Nomor 189 juncto Vendu Instructie Staatsblad 1908 Nomor 190;
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara
Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
4. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3318);
5. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Nomor 3632);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik (Lembaran Negara Tahun
1977 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3107);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3372).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENDAFTARAN TANAH

BAB I
KETENTUAN UMUM

1 / 49

155
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya;
2. Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas.
3. Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan
sesuatu hak atas tanah.
4. Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegangnya.
5. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA.
6. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang
didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.
7. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang
didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.
8. Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali,
meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa
obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
9. Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah atau Peraturan Pemerintah ini.
10. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang
dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
11. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu
atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara
individual atau massal.
12. Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik
dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat
dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.
13. Titik dasar teknik adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan
perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol atau titik ikat untuk keperluan
pengukuran dan rekonstruksi batas.
14. Peta dasar pendaftaran adalah peta yang memuat titik-titik dasar teknik dan unsur-unsur geografis,
seperti sungai, jalan, bangunan dan batas fisik bidang-bidang tanah.
15. Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan
pembukuan tanah.
16. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang membuat identitas bidang tanah dengan suatu

2 / 49

156
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

sistem penomoran.
17. Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.
18. Daftar nama adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat keterangan mengenai penguasaan
tanah dengan sesuatu hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik atas
satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum tertentu.
19. Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek
pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
20. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
21. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang Agraria/pertanahan.
22. Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bidang tugasnya
meliputi bidang pertanahan.
23. Kantor Pertanahan adalah unit kerja Badan Pertanahan Nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya,
yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah.
24. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat umum yang diberi kewenangan
untuk membuat akta-akta tanah tertentu.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

Pasal 3
Pendaftaran tanah bertujuan:
a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang
tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar, untuk terselenggaranya tertib
administrasi pertanahan.

Pasal 4
(1) Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a
kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertifikat hak atas tanah.
(2) Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b data fisik dan data
yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum.
(3) Untuk mencapai tertib administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah

3 / 49

157
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak
milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.

BAB III
POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH

Bagian Kesatu
Penyelenggara Dan Pelaksana Pendaftaran Tanah

Pasal 5
Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional.

Pasal 6
(1) Dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tugas
pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan
tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah ini atau perundang-undangan yang bersangkutan ditugaskan
kepada Pejabat lain.
(2) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain
yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Pasal 7
(1) PPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(2) Untuk desa-desa dalam wilayah yang terpencil Menteri dapat menunjuk PPAT Sementara.
(3) Peraturan jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
tersendiri.

Pasal 8
(1) Dalam melaksanakan Pendaftaran Tanah Sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia
Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
(2) Susunan Panitia Ajudkasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. seorang Ketua Panitia, merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Badan Pertanahan
Nasional;
b. beberapa orang anggota yang terdiri dari:
1) seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di
bidang pendaftaran tanah;
2) seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di
bidang hak-hak atas tanah;

4 / 49

158
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

3) Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang Pamong Desa/Kelurahan yang
ditunjuknya.
(3) Keanggotaan Panitia Ajudikasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang sangat diperlukan dalam
penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-bidang tanah di wilayah desa/kelurahan yang
bersangkutan.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya Panitia Ajudikasi dibantu oleh satuan tugas pengukuran dan pemetaan,
satuan tugas pengumpul data yuridis dan satuan tugas administrasi yang tugas, susunan dan
kegiatannya diatur oleh Menteri
(5) Tugas dan wewenang Ketua dan anggota Panitia Ajudikasi diatur oleh Menteri.

Bagian Kedua
Obyek Pendaftaran Tanah

Pasal 9
(1) Obyek pendaftaran tanah meliputi:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan
hak pakai;
b. tanah hak pengelolaan;
c. tanah wakaf;
d. hak milik atas satuan rumah susun;
e. hak tanggungan;
f. tanah Negara.
(2) Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f,
pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam
daftar tanah.

Bagian Ketiga
Satuan Wilayah Tata Usaha Pendaftaran Tanah

Pasal 10
(1) Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah adalah desa atau kelurahan.
(2) Khusus untuk pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara
satuan wilayah tata usaha pendaftarannya adalah Kabupaten/Kotamadya.

Bagian Keempat
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pasal 11

5 / 49

159
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data
pendaftaran tanah.

Pasal 12
(1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:
a. pengumpulan dan pengolahan data fisik;
b. pembuktian hak dan pembukuannya;
c. penerbitan sertifikat;
d. penyajian data fisik dan data yuridis;
e. penyimpanan daftar umum dan dokumen.
(2) Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:
a. pendaftaran perubahan dan pembebanan hak;
b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

BAB IV
PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI

Bagian Kesatu
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali

Pasal 13
(1) Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik.
(2) Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-
wilayah yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara
sporadik.
(4) Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.

Bagian Kedua
Pengumpulan Dan Pengolahan Data Fisik

Paragraf 1
Pengukuran Dan Pemetaan

6 / 49

160
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Pasal 14
(1) Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan.
(2) Kegiatan pengukuran dan pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pembuatan peta dasar pendaftaran;
b. penetapan batas bidang-bidang tanah;
c. pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran;
d. pembuatan daftar tanah;
e. pembuatan surat ukur.

Paragraf 2
Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran

Pasal 15
(1) Kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dimulai
dengan pembuatan peta dasar pendaftaran.
(2) Di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik oleh Badan
Pertanahan Nasional diusahakan tersedianya peta dasar pendaftaran untuk keperluan pendaftaran tanah
secara sporadik.

Pasal 16
(1) Untuk keperluan pembuatan peta dasar pendaftaran Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan
pemasangan, pengukuran, pemetaan dan pemeliharaan titik-titik dasar teknik nasional di setiap
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikatkan
dengan titik-titik dasar teknik nasional sebagai kerangka dasarnya.
(3) Jika di suatu daerah tidak ada atau belum ada titik-titik dasar teknik nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dalam melaksanakan pengukuran untuk pembuatan peta dasar pendaftaran dapat
digunakan titik dasar teknik lokal yang bersifat sementara, yang kemudian diikatkan dengan titik dasar
teknik nasional.
(4) Peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menjadi dasar untuk
pembuatan peta pendaftaran.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan pemetaan titik dan teknik nasional dan pembuatan peta
dasar pendaftaran ditetapkan oleh Menteri.

Paragraf 3
Penetapan Batas Bidang-bidang Tanah

Pasal 17

7 / 49

161
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

(1) Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran tanah bidang-bidang tanah yang akan
dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan
tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.
(2) Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah
secara sporadik diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan.
(3) Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya wajib dilakukan oleh pemegang hak atas
tanah yang bersangkutan.
(4) Bentuk. ukuran, dan teknis penempatan tanda batas ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 18
(1) Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak yang belum terdaftar atau yang
sudah terdaftar tetapi belum ada surat ukur/gambar situasinya atau surat ukur/gambar situasi yang ada
tidak sesuai lagi dengan keadaan yang sebenarnya. dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran
tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik,
berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin
disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan.
(2) Penetapan batas bidang tanah yang akan diberikan dengan hak baru dilakukan sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau atas penunjukan instansi yang berwenang.
(3) Dalam menetapkan batas-batas bidang tanah Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan
memperhatikan batas-batas bidang atau bidang-bidang tanah yang telah terdaftar dan surat ukur atau
gambar situasi yang bersangkutan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam suatu berita acara yang
ditandatangani oleh mereka yang memberikan persetujuan.
(5) Bentuk berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 19
(1) Jika dalam penetapan batas bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak diperoleh
kesepakatan antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dengan pemegang hak atas tanah
yang berbatasan, pengukuran bidang tanahnya diupayakan untuk sementara dilakukan berdasarkan
batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang-bidang tanah yang
bersangkutan.
(2) Hak pada waktu yang telah ditentukan pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau para pemegang
hak atas tanah yang berbatasan tidak. hadir setelah dilakukan pemanggilan, pengukuran bidang
tanahnya, untuk sementara dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik membuat berita acara mengenai dilakukannya pengukuran sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk mengenai belum diperolehnya kesepakatan
batas atau ketidakhadiran pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
(4) Dalam gambar ukur sebagai hasil pengukuran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibubuhkan catatan atau tanda yang menunjukkan bahwa batas-batas bidang tanah tersebut baru
merupakan batas-batas sementara.
(5) Dalam hal telah diperoleh kesepakatan melalui musyawarah mengenai batas-batas yang dimaksudkan
atau diperoleh kepastiannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, diadakan penyesuaian terhadap data yang ada pada peta pendaftaran yang bersangkutan.

8 / 49

162
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Paragraf 4
Pengukuran Dan Pemetaan Bidang-bidang Tanah Dan Pembuatan Peta Pendaftaran

Pasal 20
(1) Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas batasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
Pasal 18 dan Pasal 19 diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran.
(2) Jika dalam wilayah pendaftaran tanah secara sporadik belum ada peta dasar pendaftaran, dapat
digunakan peta lain, sepanjang peta tersebut memenuhi syarat untuk pembuatan peta pendaftaran.
(3) Jika dalam wilayah dimaksud belum tersedia peta dasar pendaftaran maupun peta lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pembuatan peta dasar pendaftaran dilakukan bersamaan dengan pengukuran
dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta
pendaftaran ditetapkan oleh Menteri.

Paragraf 5
Pembuatan Daftar Tanah

Pasal 21
(1) Bidang atau bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada
peta pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah.
(2) Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaan daftar tanah diatur oleh Menteri.

Paragraf 6
Pembuatan Surat Ukur

Pasal 22
(1) Bagi bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, b dan c yang sudah
diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya.
(2) Untuk wilayah-wilayah pendaftaran tanah secara sporadik yang belum tersedia peta pendaftaran, surat
ukur dibuat dari hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
(3) Bentuk, isi, cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaan surat ukur ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Ketiga
Pembuktian Hak Dan Pembukuannya

Paragraf 1

9 / 49

163
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pembuktian Hak Baru

Pasal 23
Untuk keperluan pendaftaran hak:
a. hak atas tanah baru dibuktikan dengan:
1) penetapan pemberian hak dari Pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan
menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau
tanah hak pengelolaan;
2) asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima.
hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik;
b. hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh Pejabat yang
berwenang;
c. tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;
d. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;
e. pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.

Paragraf 2
Pembuktian Hak Lama

Pasal 24
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan
dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan
atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran
tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik,
dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang
bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran
dan pendahulu pendahulunya, dengan syarat :
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan
sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan ataupun pihak lainnya.

Pasal 25
(1) Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan pengumpulan dan
penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah
secara sporadik.
(2) Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu daftar isian

10 / 49

164
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 26
(1) Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) beserta peta bidang atau bidang-bidang
tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh)
hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang
berkepentingan mengajukan keberatan.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor
Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau
di kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik serta di tempat lain yang dianggap perlu.
(3) Selain pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal pendaftaran tanah
secara sporadik individual, pengumuman dapat dilakukan melalui media massa.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3)
ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 27
(1) Jika dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ada yang
mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, Ketua Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran
tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara
musyawarah untuk mufakat.
(2) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
membawa hasil, dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika penyelesaian yang dimaksudkan
mengakibatkan perubahan pada apa yang diumumkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (1) perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar isian yang
bersangkutan.
(3) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dapat dilakukan atau tidak membawa hasil, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik dan Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik memberitahukan
secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan mengenai data fisik
dan atau data yuridis yang disengketakan ke Pengadilan.

Pasal 28
(1) Setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) berakhir, data fisik
dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik disahkan
dengan suatu berita acara yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri.
(2) Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
masih ada kekuranglengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan atau masih ada
keberatan yang belum diselesaikan, pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
(3) Berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk:

11 / 49

165
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

a. pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku tanah;


b. pengakuan hak atas tanah;
c. pemberian hak atas tanah.

Paragraf 3
Pembukuan Hak

Pasal 29
(1) Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan
membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah yang
bersangkutan, dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.
(2) Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang
diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah di daftar menurut Peraturan Pemerintah ini.
(3) Pembukuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alat bukti yang dimaksud
dalam Pasal 23 dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

Pasal 30
(1) Atas dasar alat bukti dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) hak
atas bidang tanah:
a. yang data fisik dan data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada yang disengketakan, dilakukan
pembukuannya dalam buku tanah menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1);
b. yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap dilakukan pembukuannya dalam buku tanah
dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap;
c. yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan tetapi tidak diajukan gugatan ke Pengadilan
dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut
dan kepada pihak yang berkeberatan diberitahukan oleh Ketua Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran
tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah secara sporadik
untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai data yang disengketakan dalam waktu 60
(enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan 90 (sembilan puluh) hari dalam
pendaftaran tanah secara sporadik dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut;
d. yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan gugatan ke Pengadilan tetapi
tidak ada perintah dari Pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari
Pengadilan, dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya
sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan;
e. yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke Pengadilan serta ada perintah
untuk status quo atau putusan penyitaan dari Pengadilan, dibukukan dalam buku tanah dengan
mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat di
dalamnya adanya sita atau perintah status quo tersebut.
(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihapus apabila:
a. telah diserahkan tambahan alat pembuktian yang diperlukan; atau
b. telah lewat waktu 5 (lima) tahun tanpa ada yang mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai

12 / 49

166
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

data yang dibukukan.


(3) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dihapus apabila:
a. telah diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang bersengketa; atau
b. diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap; atau
c. setelah dalam waktu 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan 90
(sembilan puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik sejak disampaikan pemberitahuan
tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak diajukan gugatan mengenai sengketa.
tersebut ke Pengadilan.
(4) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dihapus apabila:
a. telah dicapai penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang bersengketa; atau
b. diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
(5) Penyelesaian pengisian buku tanah dan penghapusan catatan adanya sita atau perintah status quo
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan apabila:
a. setelah diperoleh penyelesaian secara damai antara pihak-pihak yang bersengketa; atau
b. diperoleh putusan Pengadilan mengenai sengketa yang bersangkutan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap dan pencabutan sita atau status quo dari Pengadilan.

Bagian Keempat
Penerbitan Sertifikat

Pasal 31
(1) Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan
data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1).
(2) Jika di dalam buku tanah terdapat catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf b yang
menyangkut data yuridis, atau catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c, d, dan e
yang menyangkut data fisik maupun data yuridis penerbitan sertifikat ditangguhkan sampai catatan yang
bersangkutan dihapus.
(3) Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang
bersangkutan sebagai pemegang hak atau kepada pihak lain yang dikuasakan olehnya.
(4) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama beberapa orang
atau badan hukum diterbitkan satu sertifikat, yang diterimakan kepada salah satu pemegang hak bersama
atas penunjukan tertulis para pemegang hak bersama yang lain.
(5) Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan bersama sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat diterbitkan sertifikat sebanyak jumlah pemegang hak bersama untuk
diberikan kepada tiap pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang memuat nama serta besarnya
bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.
(6) Bentuk, isi, cara pengisian dan penandatanganan sertifikat ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 32

13 / 49

167
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

(1) Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai
data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai
dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
(2) Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan
hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak
lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut
apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara
tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak
mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Bagian Kelima
Penyajian Data Fisik Dan Data Yuridis

Pasal 33
(1) Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis, Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha
pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku
tanah dan daftar nama.
(2) Bentuk, cara pengisian, penyimpanan, pemeliharaan, dan penggantian peta pendaftaran, daftar tanah,
surat ukur, buku tanah dan daftar nama ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 34
(1) Setiap orang yang berkepentingan berhak mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan di dalam
peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah.
(2) Data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam daftar nama hanya terbuka bagi instansi Pemerintah
tertentu untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
(3) Persyaratan dan tata cara untuk memperoleh keterangan mengenai data sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keenam
Penyimpanan Daftar Umum Dan Dokumen

Pasal 35
(1) Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang telah digunakan sebagai dasar pendaftaran
diberi tanda pengenal dan disimpan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau di tempat lain yang
ditetapkan oleh Menteri, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari daftar umum.
(2) Peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, daftar nama dan dokumen-dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus tetap berada di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau di tempat lain
yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Dengan izin tertulis dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya dapat diberikan petikan, salinan atau
rekaman dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada instansi lain yang memerlukan untuk
pelaksanaan tugasnya.

14 / 49

168
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

(4) Atas perintah Pengadilan yang sedang mengadili suatu perkara, asli dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibawa oleh Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau Pejabat yang ditunjuknya
ke sidang Pengadilan tersebut untuk diperlihatkan kepada Majelis Hakim dan para pihak yang
bersangkutan.
(5) Secara bertahap data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan dengan menggunakan peralatan
elektronik dan mikrofilm.
(6) Rekaman dokumen yang dihasilkan alat elektronik atau mikrofilm sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
mempunyai kekuatan pembuktian sesudah ditandatangani dan dibubuhi cap dinas oleh Kepala Kantor
Pertanahan yang bersangkutan.
(7) Bentuk, cara penyimpanan, penyajian dan penghapusan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), demikian juga cara penyimpanan dan penyajian data pendaftaran tanah
dengan alat elektronik dan mikrofilm sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri.

BAB V
PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 36
(1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data
yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.
(2) Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Kantor Pertanahan.

Bagian Kedua
Pendaftaran Peralihan Dan Pembebanan Hak

Paragraf 1
Pemindahan Hak

Pasal 37
(1) Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah,
pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri Kepala Kantor Pertanahan dapat
mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan di antara perorangan warga
negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala
Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang
bersangkutan.

15 / 49

169
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pasal 38
(1) Pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dihadiri oleh para pihak yang
melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang kurangnya 2 (dua) orang
saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
(2) Bentuk, isi dan cara pembuatan akta-akta PPAT diatur oleh Menteri.

Pasal 39
(1) PPAT menolak untuk membuat akta, jika:
a. mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya
tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai
dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau
b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan:
1) surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan
Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang
tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan
2) surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum
besertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari
kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan
oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau
c. salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah
satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk
bertindak demikian; atau
d. salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada
hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau
e. untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang
berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku;
atau
f. obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau
data yuridisnya; atau
g. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan.
(2) Penolakan untuk membuat akta tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pihak-pihak yang
bersangkutan disertai alasannya.

Pasal 40
(1) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT
wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor
Pertanahan untuk didaftar.
(2) PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak yang bersangkutan.

16 / 49

170
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Paragraf 2
Pemindahan Hak Dengan Lelang

Pasal 41
(1) Peralihan hak melalui pemindahan hak dengan lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan
risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum suatu bidang tanah atau satuan rumah susun dilelang
baik dalam rangka lelang eksekusi maupun lelang non eksekusi, Kepala Kantor Lelang wajib meminta
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada Kantor Pertanahan mengenai bidang tanah
atau satuan rumah susun yang akan dilelang.
(3) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selambat-
lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah diterimanya permintaan dari Kepala Kantor Lelang.
(4) Kepala Kantor Lelang menolak melaksanakan lelang, apabila:
a. mengenai tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun:
1) kepadanya tidak diserahkan sertifikat asli hak yang bersangkutan, kecuali dalam hal lelang
eksekusi yang dapat tetap dilaksanakan walaupun sertifikat asli hak tersebut tidak diperoleh
oleh Pejabat Lelang dari pemegang haknya; atau
2) sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan;
atau
b. mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan :
1) surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), atau surat keterangan
Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang
tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan
2) surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum
besertifikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari
kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan
oleh Kepala Desa/Kelurahan; atau
c. ada perintah Pengadilan Negeri untuk tidak melaksanakan lelang berhubung dengan sengketa
mengenai tanah yang bersangkutan.
(5) Untuk pendaftaran peralihan hak yang diperoleh melalui lelang disampaikan kepada Kepala Kantor
Pertanahan:
a. kutipan risalah lelang yang bersangkutan;
b.
1) sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atau hak atas tanah yang dilelang jika bidang
tanah yang bersangkutan sudah terdaftar; atau
2) dalam hal sertifikat tersebut tidak diserahkan kepada pembeli lelang eksekusi, surat
keterangan dari Kepala Kantor Lelang mengenai alasan tidak diserahkannya sertifikat
tersebut; atau
3) jika bidang tanah yang bersangkutan belum terdaftar, surat-surat sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf b Pasal ini;
c. bukti identitas pembeli lelang;

17 / 49

171
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

d. bukti pelunasan harga pembelian.

Paragraf 3
Peralihan Hak Karena Pewarisan

Pasal 42
(1) Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan
hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertifikat hak yang bersangkutan,
surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli
waris.
(2) Jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga dokumen-dokumen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf b.
(3) Jika penerima warisan terdiri dari satu orang, pendaftaran peralihan hak tersebut dilakukan kepada orang
tersebut berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan
akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah
atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan
berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.
(5) Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menurut akta pembagian
waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta
pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak
bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris
tersebut.

Paragraf 4
Peralihan Hak Karena Penggabungan Atau Peleburan Perseroan Atau Koperasi

Pasal 43
(1) Peralihan hak atas tanah, hak pengelolaan, atau hak milik atas satuan rumah susun karena
penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi perseroan
atau koperasi yang bergabung atas melebur dapat didaftar berdasarkan akta yang membuktikan
terjadinya penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang bersangkutan setelah
penggabungan atau peleburan tersebut disahkan oleh Pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun karena penggabungan atau peleburan
perseroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau
melebur didaftar berdasarkan pemindahan hak dalam rangka likuidasi yang dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).

Paragraf 5

18 / 49

172
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Pembebanan Hak

Pasal 44
(1) Pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan
hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada
hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-
undangan dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 berlaku juga untuk
pembuatan akta PPAT yang dimaksud pada ayat (1).

Paragraf 6
Penolakan Pendaftaran Peralihan Dan Pembebanan Hak

Pasal 45
(1) Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika
salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi:
a. sertifikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-
daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;
b. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta
PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
c. dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan
tidak lengkap;
d. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan;
e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan.
f. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
g. perbualan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak
sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(2) Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis, dengan menyebut alasan-alasan
penolakan itu.
(3) Surat penolakan disampaikan kepada yang berkepentingan, disertai pengembalian berkas
permohonannya, dengan salinan kepada PPAT atau Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan.

Paragraf 7
Lain-lain

Pasal 46

19 / 49

173
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas
tanah dan hak milik atas satuan rumah susun ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Ketiga
Pendaftaran Perubahan Data Pendaftaran Tanah Lainnya

Paragraf 1
Perpanjangan Jangka Waktu Hak Atas Tanah

Pasal 47
Pendaftaran perpanjangan jangka waktu hak atas tanah dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah dan
sertifikat hak yang bersangkutan berdasarkan keputusan Pejabat yang berwenang yang memberikan
perpanjangan jangka waktu hak yang bersangkutan.

Paragraf 2
Pemecahan, Pemisahan Dan Penggabungan Bidang Tanah

Pasal 48
(1) Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipecah
secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan
status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk tiap bidang dibuatkan surat ukur, buku tanah dan
sertifikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya.
(3) Jika hak atas tanah yang bersangkutan dibebani hak tanggungan, dan atau beban-beban lain yang
terdaftar, pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baru boleh dilaksanakan setelah diperoleh
persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan atau pihak lain yang berwenang menyetujui
penghapusan beban yang bersangkutan.
(4) Dalam pelaksanaan pemecahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai tanah
pertanian, wajib memperhatikan ketentuan mengenai batas minimal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 49
(1) Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dari satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat
dipisahkan sebagian atau beberapa bagian, yang selanjutnya merupakan satuan bidang baru dengan
status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan bidang baru yang dipisahkan dibuatkan
surat ukur, buku tanah dan sertifikat sebagai satuan bidang tanah baru dan pada peta pendaftaran, daftar
tanah, surat ukur, buku tanah dan sertifikat bidang tanah semula dibubuhkan catatan mengenai telah
diadakannya pemisahan tersebut.
(3) Terhadap pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 ayat (3) dan ayat (4).

20 / 49

174
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Pasal 50
(1) Atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, dua bidang tanah atau lebih yang sudah didaftar dan
letaknya berbatasan yang kesemuanya atas nama pemilik yang sama dapat digabung menjadi satu
satuan bidang baru, jika semuanya dipunyai dengan hak yang sama dan bersisa jangka waktu yang
sama.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk satuan bidang yang baru tersebut dibuatkan surat
ukur, buku tanah dan sertifikat dengan menghapus surat ukur, buku tanah dan sertifikat masing-masing.
(3) Terhadap penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3).

Paragraf 3
Pembagian Hak Bersama

Pasal 51
(1) Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun menjadi hak masing-masing
pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan
yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian
hak bersama tersebut.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 berlaku juga untuk
pembuatan akta PPAT yang dimaksud pada ayat (1).

Paragraf 4
Hapusnya Hak Atas Tanah Dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Pasal 52
(1) Pendaftaran hapusnya suatu hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik atas satuan rumah susun
dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan dengan membubuhkan catatan pada buku tanah dan surat ukur
serta memusnahkan sertifikat hak yang bersangkutan, berdasarkan:
a. data dalam buku tanah yang disimpan di Kantor Pertanahan, jika mengenai hak-hak yang dibatasi
masa berlakunya;
b. salinan surat keputusan Pejabat yang berwenang, bahwa hak yang bersangkutan telah dibatalkan
atau dicabut;
c. akta yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah dilepaskan oleh pemegang haknya.
(2) Dalam hal sertifikat hak atas tanah yang hapus tidak diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan, hal
tersebut dicatat pada buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan.

Paragraf 5
Peralihan Dan Hapusnya Hak Tanggungan

21 / 49

175
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pasal 53
Pendaftaran peralihan hak tanggungan dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah serta sertifikat hak
tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah serta sertifikat hak yang dibebani berdasarkan surat tanda
bukti beralihnya piutang yang dijamin karena cessie, subrogasi, pewarisan atau penggabungan serta peleburan
perseroan.

Pasal 54
(1) Pendaftaran hapusnya hak tanggungan dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah.
(2) Dalam hal hak yang dibebani hak tanggungan telah dilelang dalam rangka pelunasan utang, maka surat
pernyataan dari kreditor bahwa pihaknya melepaskan hak tanggungan atas hak yang dilelang tersebut
untuk jumlah yang melebihi hasil lelang beserta kutipan risalah lelang dapat dijadikan dasar untuk
pendaftaran hapusnya hak tanggungan yang bersangkutan.

Paragraf 6
Perubahan Data Pendaftaran Tanah Berdasarkan Putusan Atau Penetapan Pengadilan

Pasal 55
(1) Panitera Pengadilan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai isi semua
putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan penetapan Ketua Pengadilan
yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada data mengenai bidang tanah yang sudah didaftar atau
satuan rumah susun untuk dicatat pada buku tanah yang bersangkutan dan sedapat mungkin pada
sertifikatnya dan daftar-daftar lainnya.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan juga atas permintaan pihak yang
berkepentingan, berdasarkan salinan resmi putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap atau salinan penetapan Ketua Pengadilan yang bersangkutan yang diserahkan olehnya kepada
Kepala Kantor Pertanahan.
(3) Pencatatan hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan dan hak milik alas satuan rumah susun
berdasarkan putusan Pengadilan dilakukan setelah diperoleh surat keputusan mengenai hapusnya hak
yang bersangkutan dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
ayat (1).

Paragraf 7
Perubahan Nama

Pasal 56
Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan
dengan mencatatnya di dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun
yang bersangkutan berdasarkan bukti mengenai ganti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

22 / 49

176
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

BAB VI
PENERBITAN SERTIFIKAT PENGGANTI

Pasal 57
(1) Atas permohonan pemegang hak diterbitkan sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang rusak,
hilang, masih menggunakan blangko sertifikat yang tidak digunakan lagi, atau yang tidak diserahkan
kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi.
(2) Permohonan sertifikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan oleh pihak
yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain
yang merupakan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 41, atau akta sebagaimana dimaksud Pasal 43 ayat (1), atau surat
sebagaimana dimaksud Pasal 53, atau kuasanya.
(3) Dalam hal pemegang hak atau penerima hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sudah meninggal
dunia, permohonan sertifikat pengganti dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat
tanda bukti sebagai ahli waris.
(4) Penggantian sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat pada buku tanah yang bersangkutan.

Pasal 58
Dalam hal penggantian sertifikat karena rusak atau pembaharuan blangko sertifikat, sertifikat yang lama ditahan
dan dimusnahkan.

Pasal 59
(1) Permohonan penggantian sertifikat yang hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang
bersangkutan di hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai hilangnya
sertifikat hak yang bersangkutan.
(2) Penerbitan sertifikat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan pengumuman 1
(satu) kali dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon.
(3) Jika dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari pengumuman sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak ada yang mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkannya sertifikat pengganti
tersebut atau ada yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut pertimbangan Kepala Kantor
Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan, diterbitkan sertifikat baru.
(4) Jika keberatan yang diajukan dianggap beralasan oleh Kepala Kantor Pertanahan, maka ia menolak
menerbitkan sertifikat pengganti.
(5) Mengenai dilakukannya pengumuman dan penerbitan serta penolakan penerbitan sertifikat baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dibuatkan berita acara oleh Kepala Kantor
Pertanahan.
(6) Sertifikat pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon diterbitkannya sertifikat tersebut atau orang
lain yang diberi kuasa untuk menerimanya.
(7) Untuk daerah-daerah tertentu Menteri dapat menentukan cara dan tempat pengumuman yang lain
daripada yang ditentukan pada ayat (2).

Pasal 60

23 / 49

177
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

(1) Penggantian sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang tidak diserahkan
kepada pembeli lelang dalam lelang eksekusi didasarkan atas surat keterangan dari Kepala Kantor
Lelang yang bersangkutan yang memuat alasan tidak dapat diserahkannya sertifikat tersebut kepada
pemenang lelang.
(2) Kepala Kantor Pertanahan mengumumkan telah diterbitkannya sertifikat pengganti untuk hak atas tanah
atau hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak berlakunya lagi
sertifikat yang lama dalam salah satu surat kabar harian setempat atas biaya pemohon.

BAB VII
BIAYA PENDAFTARAN TANAH

Pasal 61
(1) Besarnya dan cara pembayaran biaya-biaya dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah
diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
(2) Atas permohonan yang bersangkutan, Menteri atau Pejabat yang ditunjuk dapat membebaskan pemohon
dari sebagian atau seluruh biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika pemohon dapat membuktikan
tidak mampu membayar biaya tersebut.
(3) Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak
tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pendaftaran.
(4) Tata cara untuk memperoleh pembebasan atas biaya pendaftaran tanah diatur oleh Menteri.

BAB VIII
SANKSI

Pasal 62
PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38, Pasal 39 dan Pasal 40 serta ketentuan dan petunjuk yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk dikenakan tindakan administratif berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya sebagai
PPAT, dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti kerugian oleh pihak-pihak yang menderita kerugian
yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan-ketentuan tersebut.

Pasal 63
Kepala Kantor Pertanahan yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini dan ketentuan dalam peraturan pelaksanaannya serta ketentuan-ketentuan lain dalam
pelaksanaan tugas kegiatan pendaftaran tanah dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

24 / 49

178
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Pasal 64
(1) Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan sebagai
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah ada masih tetap berlaku, sepanjang
tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
(2) Hak-hak yang didaftar serta hal-hal lain yang dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tetap sah sebagai hasil pendaftaran tanah
menurut Peraturan Pemerintah ini.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 65
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171)
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 66
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 3 (tiga) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 8 Juli 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO

Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 8 Juli 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA,
Ttd.
MOERDIONO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 59

25 / 49

179
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH

UMUM
Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan
meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan
meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Pemberian
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang
tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-
ketentuannya. Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran
tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas
tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor,
untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan hukum yang
akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahan.
Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
dalam Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian
hukum dimaksud di atas. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang sampai saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran
tanah di seluruh Indonesia.
Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 tersebut selama lebih dari 35 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan. Dari sekitar
55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru lebih kurang 16,3 juta bidang yang sudah
didaftar. Dalam pada itu melalui pewarisan, pemisahan dan pemberian-pemberian hak baru, jumlah bidang
tanah yang memenuhi syarat untuk didaftar selama Pembangunan Jangka Panjang Kedua diperkirakan akan
meningkat menjadi sekitar 75 juta. Hal-hal yang merupakan kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, di
samping kekurangan anggaran, alat dan tenaga, adalah keadaan obyektif tanah tanahnya sendiri yang selain
jumlahnya besar dan tersebar di wilayah yang luas, sebagian besar penguasaannya tidak didukung oleh alat-
alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya. Selain itu ketentuan hukum untuk
dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran
dalam waktu yang singkat dengan hasil yang lebih memuaskan. Sehubungan dengan itu maka dalam rangka
meningkatkan dukungan yang lebih baik pada pembangunan nasional dengan memberikan kepastian hukum di
bidang pertanahan, dipandang perlu untuk mengadakan penyempurnaan pada ketentuan yang mengatur
pendaftaran tanah, yang pada kenyataannya tersebar pada banyak peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, tetap
dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Undang-
undang Pokok Agraria (UUPA), yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi
yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang kuat, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32
ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA. Pendaftaran tanah juga tetap dilaksanakan melalui dua cara, yaitu
pertama-tama secara sistematik yang meliputi wilayah satu desa atau kelurahan atau sebagiannya yang
terutama dilakukan atas prakarsa Pemerintah dan secara sporadik, yaitu pendaftaran mengenai bidang-bidang
tanah atas permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan secara individual atau massal.
Penyempurnaan yang diadakan meliputi penegasan berbagai hal yang belum jelas dalam peraturan yang lama,

26 / 49

180
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

antara lain pengertian pendaftaran tanah itu sendiri, asas-asas dan tujuan penyelenggaraannya, yang di
samping untuk memberi kepastian hukum sebagaimana disebut di atas juga dimaksudkan untuk menghimpun
dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang
bersangkutan. Prosedur pengumpulan data penguasaan tanah juga dipertegas dan dipersingkat serta
disederhanakan. Guna menjamin kepastian hukum di bidang penguasaan dan pemilikan tanah faktor kepastian
letak dan batas setiap bidang tanah tidak dapat diabaikan. Dari pengalaman masa lalu cukup banyak sengketa
tanah yang timbul sebagai akibat letak dan batas bidang-bidang tanah tidak benar. Karena itu masalah
pengukuran dan pemetaan serta penyediaan peta berskala besar untuk keperluan penyelenggaraan
pendaftaran tanah merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan merupakan bagian yang penting yang perlu
mendapat perhatian yang serius dan seksama, bukan hanya dalam rangka pengumpulan data penguasaan
tanah tetapi juga dalam penyajian data penguasaan/pemilikan tanah dan penyimpanan data tersebut.
Perkembangan teknologi pengukuran dan pemetaan, seperti cara penentuan titik melalui Global Positioning
System (GPS) dan komputerisasi pengolahan, penyajian dan penyimpanan data, pelaksanaan pengukuran dan
pemetaan dapat dipakai di dalam pendaftaran tanah. Untuk mempercepat pengukuran dan pemetaan bidang
tanah yang harus didaftar penggunaan teknologi modern, seperti Global Positioning System (GPS) dan
komputerisasi pengolahan dan penyimpanan data perlu dimungkinkan yang pengaturannya diserahkan kepada
Menteri.
Di samping pendaftaran tanah secara sistematik pendaftaran tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan
pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan untuk mendaftar secara
individual dan massal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan, yang akan makin meningkat
kegiatannya. Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan karena melalui cara ini akan mempercepat
perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan didaftar dari pada melalui pendaftaran tanah secara
sporadik. Tetapi karena prakarsanya datang dari Pemerintah, diperlukan waktu untuk memenuhi dana, tenaga
dan peralatan yang diperlukan. Maka pelaksanaannya harus didasarkan pada suatu rencana kerja yang meliputi
jangka waktu yang agak panjang dan rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan melalui uji kelayakan
agar berjalan lancar.
Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-
bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang-bidang
tanah yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah
yang demikian belum dikeluarkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.
Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah
ini diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat
pembuktian yang kuat oleh UUPA. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan yang
sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang
benar, baik dalam perbuatan hukum sehari hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data tersebut
sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1)
Peraturan Pemerintah ini), dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah besertifikat atas nama
orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu dia tidak mengajukan
gugatan pada Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan
itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat
persetujuannya (Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini).
Dengan demikian maka makna dari pernyataan, bahwa sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat dan
bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum di bidang pertanahan, menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya, sungguh pun sistem publikasi yang
digunakan adalah sistem negatif.
Ketentuan tersebut tidak mengurangi asas pemberian perlindungan yang seimbang baik kepada pihak yang
mempunyai tanah dan dikuasai serta digunakan sebagaimana mestinya maupun kepada pihak yang
memperoleh dan menguasainya dengan itikad baik dan dikuatkan dengan pendaftaran tanah yang
bersangkutan atas namanya.
Sengketa-sengketa dalam menyelenggarakan pendaftaran tanah tetap pertama-tama diusahakan untuk

27 / 49

181
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

diselesaikan melalui musyawarah antara pihak yang bersangkutan. Baru setelah usaha penyelesaian secara
damai tidak membawa hasil, dipersilakan yang bersangkutan menyelesaikannya melalui Pengadilan.
Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data
pendaftaran tanah, maka pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya
mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini.
Tidak adanya sanksi bagi pihak yang berkepentingan untuk mendaftarkan perbuatan hukum yang telah
dilakukan dan dibuktikan dengan akta PPAT, diatasi dengan diadakannya ketentuan, bahwa PPAT dalam waktu
tertentu diwajibkan menyampaikan akta tanah yang dibuatnya beserta dokumen-dokumen yang bersangkutan
kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftarannya. Ketentuan ini diperlukan mengingat dalam praktek
tidak selalu berkas yang bersangkutan sampai kepada Kantor Pertanahan.
Dari apa yang dikemukakan di atas jelaslah, bahwa Peraturan Pemerintah yang baru mengenai pendaftaran
tanah ini disamping tetap melaksanakan pokok-pokok yang digariskan oleh UUPA, memuat penyempurnaan dan
penegasan yang diharapkan akan mampu untuk menjadi landasan hukum dan operasional bagi pelaksanaan
pendaftaran tanah yang lebih cepat.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
cukup jelas

Pasal 2
Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang
hak atas tanah. Sedangkan asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu
diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai
tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan
memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam
pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti
kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari.
Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan,
sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan
masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan
pula asas terbuka.

Pasal 3
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran tanah
yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA.
Disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi
mewarnai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan
dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.

28 / 49

182
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Pejabat lain,
adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor
Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik, pemetaan fotogrametri dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu adalah misalnya pembuatan akta PPAT oleh PPAT atau
PPAT Sementara, pembuatan risalah lelang oleh Pejabat Lelang, ajudikasi dalam pendaftaran tanah
secara sistematik oleh Panitia Ajudikasi dan lain sebagainya.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang tidak ada PPAT untuk
melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah. Yang ditunjuk sebagai PPAT Sementara adalah
Pejabat Pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang bersangkutan, yaitu Kepala Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Mengingat pendaftaran tanah secara sistematik pada umumnya bersifat massal dan besar besaran, maka
untuk melaksanakannya Kepala Kantor Pertanahan perlu dibantu oleh Panitia yang khusus dibentuk
untuk itu, sehingga dengan demikian tugas rutin Kantor Pertanahan tidak terganggu.

29 / 49

183
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan dimasukkannya Tetua Adat yang mengetahui benar
riwayat/kepemilikan bidang-bidang tanah setempat dalam Panitia Ajudikasi, khususnya di daerah yang
hukum adatnya masih kuat.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah Negara dilakukan dengan
mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkan sertifikat.

Pasal 10
Ayat (1)
Desa dan kelurahan adalah satuan wilayah pemerintahan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Ayat (2)
Areal hak guna usaha, hak pengelolaan dan tanah Negara umumnya meliputi beberapa desa/kelurahan.
Demikian juga obyek hak tanggungan dapat meliputi beberapa bidang tanah yang terletak di beberapa
desa/kelurahan.

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 13

30 / 49

184
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karena pendaftaran tanah secara sistematik dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah, maka kegiatan
tersebut didasarkan pada suatu rencana kerja yang ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah pihak berhak atas bidang tanah yang
bersangkutan atau kuasanya.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Di dalam wilayah yang ditetapkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik mungkin ada
bidang tanah yang sudah terdaftar. Penyediaan peta dasar pendaftaran untuk pelaksanaan pendaftaran
tanah secara sistematik yang dimaksud pada ayat ini, selain digunakan untuk pembuatan peta
pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, juga digunakan untuk memetakan
bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar di atas.
Ayat (2)
Dengan adanya peta dasar pendaftaran bidang tanah yang didaftar dalam pendaftaran tanah secara
sporadik dapat diketahui letaknya dalam kaitan dengan bidang-bidang tanah lain dalam suatu wilayah,
sehingga dapat dihindarkan terjadinya sertifikat ganda atas satu bidang tanah.

Pasal 16
Ayat (1)
Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya
secara pasti, karena dapat direkonstruksi di lapangan setiap saat. Untuk maksud tersebut diperlukan titik-
titik dasar teknik nasional.
Ayat (2)
Titik dasar teknik adalah titik tetap yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan
perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol ataupun titik ikat untuk
keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.
Ayat (3)

31 / 49

185
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Lihat penjelasan ayat (2).


Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam kenyataannya banyak bidang tanah yang bentuknya kurang baik, dengan dilakukannya penataan
batas dimaksudkan agar bentuk bidang-bidang tanah tersebut tertata dengan baik.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Gambar situasi yang dimaksud Pasal ini adalah dokumen penunjuk obyek suatu hak atas tanah menurut
ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, yaitu yang diatur dalam Peraturan
Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pedoman Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah
Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
Yang dimaksud dengan pemegang hak atas tanah dalam ayat ini adalah orang atau badan hukum yang
mempunyai hak atas tanah menurut UUPA, baik yang sudah besertifikat maupun yang belum besertifikat.
Ayat (2)
Yang dimaksud hak baru adalah hak atas tanah yang diberikan atas tanah Negara
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)

32 / 49

186
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Yang dimaksud dengan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang-bidang
tanah yang bersangkutan adalah misalnya tembok atau tanda-tanda lain yang menunjukkan batas
penguasaan tanah oleh orang yang bersangkutan. Apabila ada tanda-tanda semacam ini maka
persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak mutlak diperlukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini berlaku juga, jika pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau mereka yang
mempunyai tanah yang berbatasan, biarpun sudah disampaikan pemberitahuan sebelumnya, tidak hadir
pada waktu diadakan pengukuran.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan gambar ukur adalah hasil pengukuran dan pemetaan di lapangan berupa peta
batas bidang atau bidang-bidang tanah secara kasar.
Catatan pada gambar ukur didasarkan pada berita acara pengukuran sementara.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Pemetaan bidang-bidang tanah bisa dilakukan langsung pada peta dasar pendaftaran, tetapi untuk bidang
tanah yang luas pemetaannya dilakukan dengan cara membuat peta tersendiri dengan menggunakan
data yang diambil dari peta dasar pendaftaran dan hasil ukuran batas bidang tanah yang akan dipetakan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan peta lain adalah misalnya peta dari instansi Pekerjaan Umum atau instansi Pajak,
sepanjang peta tersebut memenuhi persyaratan teknis untuk pembuatan peta pendaftaran.
Ayat (3)
Dalam keadaan terpaksa pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersamaan dengan
pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan dan bidang-bidang sekelilingnya yang
berbatasan, sehingga letak relatif bidang tanah itu dapat ditentukan.
Ayat (4)
Pengaturan oleh Menteri menurut ayat ini meliputi pula pengaturan mengenai licensed surveyor.

Pasal 21
Ayat (1)
Daftar tanah dimaksudkan sebagai sumber informasi yang lengkap mengenai nomor bidang lokasi dan
penunjukan ke nomor surat ukur bidang-bidang tanah yang ada di wilayah pendaftaran, baik sebagai hasil
pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya kemudian.
Ayat (2)
Cukup jelas

33 / 49

187
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam peraturan pendaftaran tanah yang lama surat ukur yang dimaksud ayat ini disebut gambar situasi.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 23
Huruf a
Penetapan Pejabat yang berwenang mengenai pemberian hak atas tanah Negara dapat dikeluarkan
secara individual, kolektif ataupun secara umum.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan Akta Ikrar Wakaf adalah Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Ketentuan mengenai pembukuan wakaf ditinjau dari sudut obyeknya pembukuan tersebut merupakan
pendaftaran untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang bersangkutan sebelumnya sudah didaftar
sebagai tanah hak milik.
Huruf d
Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak pemilikan individual atas suatu satuan rumah susun
tertentu, yang meliputi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hak bersama atas
apa yang disebut bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, tempat bangunan rumah susun
itu didirikan. Pembukuan hak milik atas satuan rumah susun dilakukan berdasarkan Akta Pemisahan,
yang menunjukkan satuan rumah susun yang mana yang dimiliki dan berapa bagian proporsional
pemiliknya atas benda-benda yang dihaki bersama tersebut.
Yang dimaksud dengan Akta Pemisahan adalah Akta Pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Pembukuannya merupakan pendaftaran untuk pertama kali biarpun hak atas tanah tempat bangunan
gedung yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.
Huruf e
Yang dimaksud dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta Pemberian Hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Pasal 24
Ayat (1)

34 / 49

188
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu
berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke
tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.
Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat, berupa:
a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad.
1834 27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi
hak milik; atau
b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad.
1834 27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau
c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan;
atau
d. sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959;
atau
e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak
berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi
telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau
f. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala
Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau
g. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau
h. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau
i. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan;
atau
j. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah; atau
k. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan; atau
m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat
dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya
kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau
Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan
tersebut.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan
sebagaimana dimaksud ayat (1) baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya.
Dalam hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi
berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.

35 / 49

189
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pembukuan hak menurut ayat ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(6) bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikad
baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut turut;
(7) bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan
karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang
bersangkutan;
(8) bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;
(9) bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman
sebagaimana dimaksud Pasal 26;
(10) bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas;
(11) bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan
berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara
sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Yang diumumkan pada dasarnya adalah data fisik dan data yuridis yang akan dijadikan dasar pendaftaran
bidang tanah yang bersangkutan.
Untuk memudahkan pelaksanaannya, dalam pendaftaran tanah secara sistematik pengumuman tidak
harus dilakukan sekaligus mengenai semua bidang tanah dalam wilayah yang telah ditetapkan, tetapi
dapat dilaksanakan secara bertahap.
Pengumuman pendaftaran tanah secara sistematik selama 30 (tiga puluh) hari dan pengumuman
pendaftaran tanah secara sporadik 60 (enam puluh) hari dibedakan karena pendaftaran tanah secara
sistematik merupakan pendaftaran tanah secara massal yang diketahui oleh masyarakat umum sehingga
pengumumannya lebih singkat, sedangkan pengumuman pendaftaran tanah secara sporadik sifatnya
individual dengan ruang lingkup terbatas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tempat pengumuman yang lain adalah misalnya Kantor Rukun Warga, atau lokasi
tanah yang bersangkutan. Untuk penentuan ini Menteri akan mengaturnya lebih lanjut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

36 / 49

190
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Belum lengkapnya data yang tersedia atau masih adanya keberatan yang tidak dapat diselesaikan secara
musyawarah untuk mufakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), bukan merupakan alasan
untuk menunda dilakukannya pembuatan berita acara hasil pengumuman data fisik dan data yuridis.
Ayat (3)
Pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan pengesahan data fisik dan data yuridis bidang
tanah sebagaimana adanya. Oleh karena itu data tersebut tidak selalu cukup untuk dasar pembukuan
hak. Kadang-kadang data yang diperoleh hanya tepat untuk pembukuan hak melalui pengakuan hak
berdasarkan pembuktian menurut Pasal 24 ayat (2). Kadang-kadang dari penelitian riwayat tanah ternyata
bahwa bidang tanah tersebut adalah tanah Negara, yang apabila sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dapat diberikan kepada pemohon dengan sesuatu hak atas tanah.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk mengumpulkan dan menyajikan informasi
mengenai bidang-bidang tanah. Oleh karena itu data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah
yang sudah dinilai cukup untuk dibukukan tetap dibukukan walaupun ada data yang masih harus

37 / 49

191
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

dilengkapi atau ada keberatan dari pihak lain mengenai data itu. Dengan demikian setiap data fisik
dan data yuridis mengenai bidang tanah itu, termasuk adanya sengketa mengenai data itu,
semuanya tercatat.
Huruf b
Ketidaklengkapan data yang dimaksud pada huruf b dapat mengenai data fisik, misalnya karena
surat ukurnya masih didasarkan atas batas sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
ayat (3), dan dapat pula mengenai data yuridis, misalnya belum lengkapnya tanda tangan ahli
waris.
Huruf c, d dan e
Sengketa yang dimaksud pada huruf c, d, dan e juga dapat mengenai data fisik maupun data
yuridis.
Dalam hal sengketa tersebut sudah diajukan ke Pengadilan dan ada perintah untuk status quo atau
ada putusan mengenai sita atas tanah itu, maka pencantuman nama pemegang hak dalam buku
tanah ditangguhkan sampai jelas siapa yang berhak atas tanah tersebut, baik melalui putusan
Pengadilan maupun berdasarkan cara damai.
Perintah status quo yang dimaksud di sini haruslah resmi dan tertulis dan sesudah sidang
pemeriksaan mengenai gugatan yang bersangkutan berjalan diperkuat dengan putusan peletakan
sita atas tanah yang bersangkutan.
Ayat (2)
Waktu 5 (lima) tahun dipandang cukup untuk menganggap bahwa data fisik maupun data yuridis yang
kurang lengkap pembuktiannya itu sudah benar adanya.
Ayat (3)
Penyelesaian secara damai dapat terjadi di luar maupun di dalam pengadilan.
Apabila dalam waktu yang ditentukan pihak yang berkeberatan atas data fisik maupun data yuridis yang
akan dibukukan tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai hal yang disengketakan itu,
keberatannya dianggap tidak beralasan dan catatan mengenai adanya keberatan itu dihapus.
Apabila dalam waktu yang ditentukan keberatan tersebut diajukan ke Pengadilan, catatan itu dihapus
setelah ada penyelesaian secara damai atau putusan Pengadilan mengenai sengketa tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penerbitan sertifikat dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Oleh
karena itu sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA.
Sehubungan dengan itu apabila masih ada ketidakpastian hak atas tanah yang bersangkutan, yang
ternyata dari masih adanya catatan dalam pembukuannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat

38 / 49

192
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

(1), pada prinsipnya sertifikat belum dapat diterbitkan. Namun apabila catatan itu mengenai
ketidaklengkapan data fisik yang tidak disengketakan, sertifikat dapat diterbitkan.
Data fisik yang dimaksud tidak lengkap adalah apabila data fisik bidang tanah yang bersangkutan
merupakan hasil pemetaan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).
Ayat (3)
Sertifikat tanah wakaf diserahkan kepada Nadzirnya.
Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertifikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah
seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain.
ayat (4)
Dalam hal hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan seorang laki-laki yang
beristeri atau seorang perempuan yang bersuami surat penunjukan tertulis bermaksud tidak diperlukan.
Ayat (5)
Dengan adanya ketentuan ini tiap pemegang hak bersama memegang sertifikat yang menyebutkan
besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.
Dengan demikian masing-masing akan dengan mudah dapat melakukan perbuatan hukum mengenai
bagian haknya yang bersangkutan tanpa perlu mengadakan perubahan pada surat tanda bukti hak para
pemegang hak bersama yang bersangkutan, kecuali kalau secara tegas ada larangan untuk berbuat
demikian jika tidak ada persetujuan para pemegang hak bersama yang lain.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan
sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang
benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai
dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil
dari buku tanah dan surat ukur tersebut.
Ayat (2)
Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan sistem
publikasi positif, yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh Negara, melainkan menggunakan
sistem publikasi negatif. Di dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin kebenaran data yang
disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif
secara murni. Hal tersebut tampak dari pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat
tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan 38
UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yang kuat. Selain itu dari
ketentuan-ketentuan mengenai prosedur pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyajian data
fisik dan data yuridis serta penerbitan sertifikat dalam Peraturan Pemerintah ini, tampak jelas usaha untuk
sejauh mungkin memperoleh dan menyajikan data yang benar, karena pendaftaran tanah adalah untuk
menjamin kepastian hukum. Sehubungan dengan itu diadakanlah ketentuan dalam ayat (2) ini.
Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada
lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik
menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertifikat

39 / 49

193
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Kelemahan sistem publikasi negatif adalah, bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang
hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang
merasa mempunyai tanah itu. Umumnya kelemahan tersebut diatasi dengan menggunakan lembaga
acquisideve verjaring atau adverse possession. Hukum tanah kita yang memakai dasar hukum adat tidak
dapat menggunakan lembaga tersebut, karena hukum adat tidak mengenalnya. Tetapi dalam hukum adat
terdapat lembaga yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif dalam
pendaftaran tanah. yaitu lembaga rechisverwerking.
Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian
tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah haknya untuk
menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah
karena ditelantarkan (Pasal 27, 34 dan 40 UUPA) adalah sesuai dengan lembaga ini.
Dengan pengertian demikian, maka apa yang ditentukan dalam ayat ini bukanlah menciptakan ketentuan
hukum baru, melainkan merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat,
yang dalam tata hukum sekarang ini merupakan bagian dari. Hukum Tanah Nasional Indonesia dan
sekaligus memberikan wujud konkret dalam penerapan ketentuan dalam UUPA mengenai penelantaran
tanah.

Pasal 33
Ayat (1)
Karena pada dasarnya terbuka bagi umum dokumen yang dimaksud ayat ini disebut daftar umum.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Sebelum melakukan perbuatan hukum mengenai bidang tanah tertentu para pihak yang berkepentingan
perlu mengetahui data mengenai bidang tanah tersebut. Sehubungan dengan sifat terbuka data fisik dan
data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, buku tanah dan surat ukur, siapapun
yang berkepentingan berhak untuk mengetahui keterangan yang diperlukan. Tidak digunakannya hak
tersebut menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.
Ayat (2)
Daftar nama sebenarnya tidak memuat keterangan mengenai tanah, melainkan memuat keterangan
mengenai orang perseorangan atau badan hukum dalam hubungan dengan tanah yang dimilikinya.
Keterangan ini diperlukan oleh instansi-instansi Pemerintah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas

40 / 49

194
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Ayat (2)
Untuk mencegah hilangnya dokumen yang sangat penting untuk kepentingan masyarakat ini maka
apabila ada instansi yang menganggap perlu untuk memeriksanya. pemeriksaan dokumen itu wajib
dilakukan di Kantor Pertanahan. Pengecualian ketentuan ini adalah sebagaimana diatur dalam ayat (4).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Setelah diperlihatkan dan jika diperlukan dibuatkan petikan, salinan atau rekamannya seperti dimaksud
pada ayat (3), dokumen yang bersangkutan dibawa dan disimpan kembali di tempat yang dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2).
Ayat (5)
Penyimpanan dengan menggunakan peralatan elektronik dan dalam bentuk film akan menghemat tempat
dan mempercepat akses pada data yang diperlukan. Tetapi penyelenggaraannya memerlukan persiapan
peralatan dan tenaga serta dana yang besar. Maka pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Perubahan data fisik terjadi kalau diadakan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan bidang-bidang
tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi misalnya kalau diadakan pembebanan atau
pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah didaftar.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) perlu diberikan dalam keadaan tertentu yaitu untuk
daerah-daerah yang terpencil dan belum ditunjuk PPAT Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (2), untuk memudahkan rakyat melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah.

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas

41 / 49

195
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Dalam ayat ini diwujudkan fungsi dan tanggung jawab PPAT sebagai pelaksana pendaftaran tanah. Akta
PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran
pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggung jawab
untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan, dengan antara lain
mencocokkan data yang terdapat dalam sertifikat dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.
Yang dimaksudkan dalam huruf d dengan surat kuasa mutlak adalah pemberian kuasa yang tidak dapat
ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa, sehingga pada hakikatnya merupakan perbuatan hukum
pemindahan hak.
Contoh syarat yang dimaksudkan dalam huruf g adalah misalnya larangan yang diadakan oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan jo Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan untuk membuat akta, jika kepadanya
tidak disertai fotocopy surat setoran pajak penghasilan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Selaku pelaksana pendaftaran tanah PPAT wajib segera menyampaikan akta yang dibuatnya kepada
Kantor Pertanahan, agar dapat dilaksanakan proses pendaftaran oleh kepala kantor Pertanahan.
Ayat (2)
Kewajiban PPAT hanya sebatas menyampaikan akta dengan berkas-berkasnya kepada Kantor
Pertanahan. Pendaftaran kegiatan selanjutnya serta penerimaan sertifikatnya menjadi urusan pihak yang
berkepentingan sendiri.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk menghindarkan terjadinya pelelangan umum yang tidak jelas obyeknya perlu diminta keterangan
yang paling mutakhir mengenai tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang dari Kantor
Pertanahan.
Ayat (3)
Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber informasi yang mutakhir mengenai tanah atau satuan rumah
susun yang akan dilelang, keterangan ini sangat penting bagi pejabat Lelang untuk memperoleh

42 / 49

196
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

keyakinan tentang obyek lelang. Oleh Karena itu surat keterangan tersebut harus tetap diterbitkan,
walaupun tanah atau satuan rumah susun yang bersangkutan sedang dalam sengketa atau dalam status
sitaan.
Ayat (4)
Lelang eksekusi meliputi lelang dalam rangka pelaksanaan putusan Pengadilan, hak tanggungan, sita
pajak, sita Kejaksaan/Penyidik dan sita Panitia Urusan Piutang Negara. Dalam pelelangan eksekusi
kadang-kadang tereksekusi menolak untuk menyerahkan sertifikat asli hak yang akan dilelang. Hal ini
tidak boleh menghalangi dilaksanakannya lelang. Oleh karena itu lelang eksekusi tetap dapat
dilaksanakan walaupun sertifikat asli tanah tersebut tidak dapat diperoleh Pejabat Lelang dari tereksekusi.
Ayat (5)
Dokumen ini akan dijadikan dasar pendaftaran peralihan haknya.

Pasal 42
Ayat (1)
Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan
meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru.
Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam Hukum Perdata yang berlaku bagi pewaris.
Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan, dalam rangka memberikan perlindungan
hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang
tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir. Surat tanda bukti sebagai ahli waris
dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli
Waris.
Ayat (2)
Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan karena
pendaftaran peralihan hak ini baru dapat dilakukan setelah pendaftaran untuk pertama kali hak yang
bersangkutan atas nama yang mewariskan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Apabila dari akta pembagian waris yang dibuat sesuai ketentuan yang berlaku bagi para ahli waris sudah
ternyata suatu hak yang merupakan harta waris jatuh pada seorang penerima warisan tertentu,
pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain, misalnya akta
PPAT.
Ayat (5)
Sesudah hak tersebut didaftar sebagai harta bersama, pendaftaran pembagian hak tersebut selanjutnya
dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51.

Pasal 43
Ayat (1)
Beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului
dengan likuidasi terjadi karena hukum (Pasal 107 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian). Karena

43 / 49

197
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

itu cukup dibuktikan dengan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan tersebut.
Ketentuan ini secara mutatis mutandis berlaku untuk penggabungan atau peleburan badan hukum lain.
Ayat (2)
Dalam rangka likuidasi dilakukan pemindahan hak, yang kalau mengenai tanah dibuktikan dengan akta
PPAT.

Pasal 44
Ayat (1)
Dipandang dari sudut hak tanggungan, pendaftaran pemberian hak tanggungan merupakan pendaftaran
pertama. Dipandang dari sudut hak yang dibebani, pencatatannya dalam buku tanah dan sertifikat tanah
yang dibebani merupakan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Akta PPAT merupakan alat untuk membuktikan telah dilakukannya suatu perbuatan hukum. Oleh karena
itu apabila perbuatan hukum itu batal atau dibatalkan, akta PPAT yang bersangkutan tidak berfungsi lagi
sebagai bukti perbuatan hukum tersebut. Dalam pada itu apabila suatu perbuatan hukum dibatalkan
sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan sedangkan perbuatan hukum itu sudah didaftar di Kantor
Pertanahan, maka pendaftaran tidak dapat dibatalkan. Perubahan data pendaftaran tanah menurut
pembatalan perbuatan hukum itu harus didasarkan atas alat bukti lain, misalnya putusan Pengadilan atau
akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Perpanjangan jangka waktu suatu hak tidak mengakibatkan hak tersebut hapus atau terputus. Oleh karena itu
untuk pendaftarannya tidak perlu dibuatkan buku tanah dan sertifikat baru.

Pasal 48
Ayat (1)
Pemecahan bidang tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan tidak boleh
mengakibatkan tidak terlaksananya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya

44 / 49

198
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

ketentuan landreform (lihat ayat (4)).


Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemecahan bidang tanah tidak boleh merugikan kepentingan kreditor yang mempunyai hak tanggungan
atas tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu pemecahan tanah itu hanya boleh dilakukan setelah
diperoleh persetujuan tertulis dari kreditor atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan
beban lain yang bersangkutan.
Beban yang bersangkutan tidak selalu harus dihapus. Dalam hal hak tersebut dibebani hak tanggungan,
hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani bidang-bidang hasil pemecahan itu.
Ayat (4)
Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan adalah
Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Pasal 49
Ayat (1)
Dalam pemisahan bidang tanah menurut ayat ini bidang tanah yang luas diambil sebagian yang menjadi
satuan bidang baru. Dalam hal ini bidang tanah induknya masih ada dan tidak berubah identitasnya,
kecuali mengenai luas dan batasnya. Istilah yang digunakan adalah pemisahan, untuk membedakannya
dengan apa yang dilakukan menurut Pasal 48.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Pada saatnya suatu hak bersama, baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab lain, perlu dibagi
sehingga menjadi hak individu. Untuk itu kesepakatan antara pemegang hak bersama tersebut perlu
dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi pendaftarannya. Dalam pembagian tersebut

45 / 49

199
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

tidak harus semua pemegang hak bersama memperoleh bagian. Dalam pembagian harta waris sering kali
yang menjadi pemegang hak individu hanya sebagian dari keseluruhan penerima warisan, asalkan hal
tersebut disepakati oleh seluruh penerima warisan sebagai pemegang hak bersama.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 52
Ayat (1)
Untuk mencatat hapusnya hak atas tanah yang dibatasi masa berlakunya tidak diperlukan penegasan dari
Pejabat yang berwenang.
Dalam acara melepaskan hak, maka selain harus ada bukti, bahwa yang melepaskan adalah pemegang
haknya, juga perlu diteliti apakah pemegang hak tersebut berwenang untuk melepaskan hak yang
bersangkutan.
Dalam hal hak yang dilepaskan dibebani hak tanggungan diperlukan persetujuan dari kreditor yang
bersangkutan.
Demikian juga ia tidak berwenang untuk melepaskan haknya, jika tanah yang bersangkutan berada dalam
sita oleh Pengadilan atau ada beban-beban lain.
Ayat (2)
Dalam hal-hal tertentu Kepala Kantor Pertanahan dapat mengumumkan hapusnya hak yang sertifikatnya
tidak diserahkan kepadanya untuk mencegah dilakukannya perbuatan hukum mengenai tanah yang
sudah tidak ada haknya tersebut.

Pasal 53
Hak tanggungan merupakan accessoir pada suatu piutang tertentu, karenanya menurut hukum mengikuti
peralihan piutang yang bersangkutan. Maka untuk peralihannya tidak diperlukan perbuatan hukum tersendiri dan
pendaftarannya cukup dilakukan berdasarkan bukti cessie, subrogasi ataupun pewarisan piutangnya yang
dijamin.

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kedua dokumen yang dimaksud ayat ini merupakan pernyataan tertulis dari pemegang hak tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.

Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan Pengadilan adalah baik badan-badan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha
Negara ataupun Peradilan Agama.

46 / 49

200
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Putusan Pengadilan mengenai hapusnya sesuatu hak harus dilaksanakan lebih dahulu oleh Pejabat yang
berwenang, sebelum didaftar oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 56
Yang dimaksud pemegang hak yang ganti nama adalah pemegang hak yang sama tetapi namanya berganti.
Penggantian nama pemegang hak dapat terjadi baik mengenai orang perseorangan maupun badan hukum.

Pasal 57
Ayat (1)
Untuk memperkecil kemungkinan pemalsuan, di waktu yang lampau telah beberapa kali dilakukan
penggantian blangko sertifikat. Sehubungan dengan itu apabila dikehendaki oleh pemegang hak,
sertifikatnya boleh diganti dengan sertifikat yang menggunakan blangko baru.
Diterbitkannya sertifikat pengganti dilakukan apabila dan sesudah semua ketentuan dalam Bab VI
Peraturan Pemerintah ini dipenuhi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Ayat (1)
Dalam hal hak atas tanah berdasarkan akta yang dibuat oleh PPAT sudah berpindah kepada pihak lain,
tetapi sebelum peralihan tersebut didaftar sertifikatnya hilang, permintaan penggantian sertifikat yang
hilang dilakukan oleh pemegang haknya yang baru dengan pernyataan dari PPAT bahwa pada waktu
dibuat akta PPAT sertifikat tersebut masih ada.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

47 / 49

201
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Ayat (4)
Keberatan dianggap beralasan apabila misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut
tidak hilang melainkan dipegang olehnya berdasarkan persetujuan pemegang hak dalam rangka suatu
perbuatan hukum tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Di daerah-daerah tertentu pengumuman yang dimaksud pada ayat (2) memerlukan biaya yang besar
yang tidak sebanding dengan harga tanah yang bersangkutan. Sebubungan dengan itu Menteri dapat
menentukan cara pengumuman lain yang lebih murah biayanya.

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengumuman ini dimaksudkan agar masyarakat tidak melakukan perbuatan hukum mengenai tanah atau
satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan sertifikat yang telah tidak berlaku.
Sertifikat yang lama dengan sendirinya tidak berlaku lagi, karena sesuai dengan ketentuan yang berlaku
hak yang bersangkutan telah berpindah kepada pembeli lelang dengan telah dimenangkannya lelang
serta telah dibayarnya harga pembelian lelang.

Pasal 61
Ayat (1)
Peraturan Pemerintah dimaksud adalah Peraturan Pemerintah pelaksanaan Undang-undang Nomor 20
Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Ayat (2) s/d Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 62
Cukup jelas

Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64

48 / 49

202
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Ayat (1)
Ketentuan peralihan ini memungkinkan Peraturan Pemerintah ini segera dapat dilaksanakan di seluruh
Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3696

49 / 49

203
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

PENJELASAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH

UMUM
Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan
akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan
dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di
bidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama
memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan
secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. Selain itu dalam menghadapi
kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan
bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang
dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor,
untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi obyek perbuatan
hukum yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan
pertanahan.
Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam
rangka menjamin kepastian hukum dimaksud di atas. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang
sampai saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.
Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 tersebut selama lebih dari 35 tahun belum cukup memberikan hasil yang
memuaskan. Dari sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru
lebih kurang 16,3 juta bidang yang sudah didaftar. Dalam pada itu melalui pewarisan, pemisahan
dan pemberian-pemberian hak baru, jumlah bidang tanah yang memenuhi syarat untuk didaftar
selama Pembangunan Jangka Panjang Kedua diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 75
juta. Hal-hal yang merupakan kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, di samping
kekurangan anggaran, alat dan tenaga, adalah keadaan obyektif tanah tanahnya sendiri yang
selain jumlahnya besar dan tersebar di wilayah yang luas, sebagian besar penguasaannya tidak
didukung oleh alat-alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya.
Selain itu ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan
kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran dalam waktu yang singkat dengan hasil yang lebih
memuaskan. Sehubungan dengan itu maka dalam rangka meningkatkan dukungan yang lebih baik
pada pembangunan nasional dengan memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan,
dipandang perlu untuk mengadakan penyempurnaan pada ketentuan yang mengatur pendaftaran
tanah, yang pada kenyataannya tersebar pada banyak peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961 ini, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakikatnya sudah
ditetapkan dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), yaitu bahwa pendaftaran tanah
diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan
bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena
akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,
seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan
Pasal 38 ayat (2) UUPA. Pendaftaran tanah juga tetap dilaksanakan melalui dua cara, yaitu
pertama-tama secara sistematik yang meliputi wilayah satu desa atau kelurahan atau sebagiannya
yang terutama dilakukan atas prakarsa Pemerintah dan secara sporadik, yaitu pendaftaran
mengenai bidang-bidang tanah atas permintaan pemegang atau penerima hak yang bersangkutan
secara individual atau massal.
Penyempurnaan yang diadakan meliputi penegasan berbagai hal yang belum jelas dalam
peraturan yang lama, antara lain pengertian pendaftaran tanah itu sendiri, asas-asas dan tujuan
penyelenggaraannya, yang di samping untuk memberi kepastian hukum sebagaimana disebut di

www.hukumonline.com

204
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

atas juga dimaksudkan untuk menghimpun dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai data
fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan. Prosedur pengumpulan data
penguasaan tanah juga dipertegas dan dipersingkat serta disederhanakan. Guna menjamin
kepastian hukum di bidang penguasaan dan pemilikan tanah faktor kepastian letak dan batas
setiap bidang tanah tidak dapat diabaikan. Dari pengalaman masa lalu cukup banyak sengketa
tanah yang timbul sebagai akibat letak dan batas bidang-bidang tanah tidak benar. Karena itu
masalah pengukuran dan pemetaan serta penyediaan peta berskala besar untuk keperluan
penyelenggaraan pendaftaran tanah merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan merupakan
bagian yang penting yang perlu mendapat perhatian yang serius dan seksama, bukan hanya
dalam rangka pengumpulan data penguasaan tanah tetapi juga dalam penyajian data
penguasaan/pemilikan tanah dan penyimpanan data tersebut. Perkembangan teknologi
pengukuran dan pemetaan, seperti cara penentuan titik melalui Global Positioning System (GPS)
dan komputerisasi pengolahan, penyajian dan penyimpanan data, pelaksanaan pengukuran dan
pemetaan dapat dipakai di dalam pendaftaran tanah. Untuk mempercepat pengukuran dan
pemetaan bidang tanah yang harus didaftar penggunaan teknologi modern, seperti Global
Positioning System (GPS) dan komputerisasi pengolahan dan penyimpanan data perlu
dimungkinkan yang pengaturannya diserahkan kepada Menteri.
Di samping pendaftaran tanah secara sistematik pendaftaran tanah secara sporadik juga akan
ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya akan bertambah banyak permintaan
untuk mendaftar secara individual dan massal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan,
yang akan makin meningkat kegiatannya. Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan karena
melalui cara ini akan mempercepat perolehan data mengenai bidang-bidang tanah yang akan
didaftar dari pada melalui pendaftaran tanah secara sporadik. Tetapi karena prakarsanya datang
dari Pemerintah, diperlukan waktu untuk memenuhi dana, tenaga dan peralatan yang diperlukan.
Maka pelaksanaannya harus didasarkan pada suatu rencana kerja yang meliputi jangka waktu
yang agak panjang dan rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan melalui uji kelayakan
agar berjalan lancar.
Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai
bidang-bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini
pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau
masih disengketakan, walaupun untuk tanah yang demikian belum dikeluarkan sertifikat sebagai
tanda bukti haknya.
Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dalam Peraturan
Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertifikat, yang
dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh UUPA. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa
selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam
sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari hari maupun
dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam
surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini), dan
bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah besertifikat atas nama orang atau badan
hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu dia tidak mengajukan
gugatan pada Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain
tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau
badan hukum yang mendapat persetujuannya (Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini).
Dengan demikian maka makna dari pernyataan, bahwa sertifikat merupakan alat pembuktian yang
kuat dan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya,
sungguh pun sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negatif.
Ketentuan tersebut tidak mengurangi asas pemberian perlindungan yang seimbang baik kepada
pihak yang mempunyai tanah dan dikuasai serta digunakan sebagaimana mestinya maupun
kepada pihak yang memperoleh dan menguasainya dengan itikad baik dan dikuatkan dengan
pendaftaran tanah yang bersangkutan atas namanya.
Sengketa-sengketa dalam menyelenggarakan pendaftaran tanah tetap pertama-tama diusahakan
untuk diselesaikan melalui musyawarah antara pihak yang bersangkutan. Baru setelah usaha
penyelesaian secara damai tidak membawa hasil, dipersilakan yang bersangkutan
menyelesaikannya melalui Pengadilan.

www.hukumonline.com

205
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan salah satu sumber utama dalam rangka
pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) serta cara melaksanakannya mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini.
Tidak adanya sanksi bagi pihak yang berkepentingan untuk mendaftarkan perbuatan hukum yang
telah dilakukan dan dibuktikan dengan akta PPAT, diatasi dengan diadakannya ketentuan, bahwa
PPAT dalam waktu tertentu diwajibkan menyampaikan akta tanah yang dibuatnya beserta
dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan
pendaftarannya. Ketentuan ini diperlukan mengingat dalam praktek tidak selalu berkas yang
bersangkutan sampai kepada Kantor Pertanahan.
Dari apa yang dikemukakan di atas jelaslah, bahwa Peraturan Pemerintah yang baru mengenai
pendaftaran tanah ini disamping tetap melaksanakan pokok-pokok yang digariskan oleh UUPA,
memuat penyempurnaan dan penegasan yang diharapkan akan mampu untuk menjadi landasan
hukum dan operasional bagi pelaksanaan pendaftaran tanah yang lebih cepat.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
cukup jelas

Pasal 2
Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya
maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
terutama para pemegang hak atas tanah. Sedangkan asas aman dimaksudkan untuk
menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga
hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya
dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang
diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak
yang memerlukan.
Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan
kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan
yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan
yang terjadi di kemudian hari.
Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan
keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang
benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan pula asas terbuka.

Pasal 3
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada huruf a merupakan tujuan utama
pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA.
Disamping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu
pusat informasi mewarnai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah
didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib
administrasi di bidang pertanahan.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

www.hukumonline.com

206
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugaskan kepada
Pejabat lain, adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah
kerja Kepala Kantor Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik, pemetaan
fotogrametri dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu adalah misalnya pembuatan akta PPAT
oleh PPAT atau PPAT Sementara, pembuatan risalah lelang oleh Pejabat Lelang, ajudikasi
dalam pendaftaran tanah secara sistematik oleh Panitia Ajudikasi dan lain sebagainya.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang tidak ada
PPAT untuk melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah. Yang ditunjuk sebagai PPAT
Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang
bersangkutan, yaitu Kepala Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Mengingat pendaftaran tanah secara sistematik pada umumnya bersifat massal dan besar
besaran, maka untuk melaksanakannya Kepala Kantor Pertanahan perlu dibantu oleh
Panitia yang khusus dibentuk untuk itu, sehingga dengan demikian tugas rutin Kantor
Pertanahan tidak terganggu.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan dimasukkannya Tetua Adat yang
mengetahui benar riwayat/kepemilikan bidang-bidang tanah setempat dalam Panitia
Ajudikasi, khususnya di daerah yang hukum adatnya masih kuat.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)

www.hukumonline.com

207
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah Negara dilakukan
dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkan sertifikat.

Pasal 10
Ayat (1)
Desa dan kelurahan adalah satuan wilayah pemerintahan yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Ayat (2)
Areal hak guna usaha, hak pengelolaan dan tanah Negara umumnya meliputi beberapa
desa/kelurahan. Demikian juga obyek hak tanggungan dapat meliputi beberapa bidang
tanah yang terletak di beberapa desa/kelurahan.

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karena pendaftaran tanah secara sistematik dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah, maka
kegiatan tersebut didasarkan pada suatu rencana kerja yang ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah pihak berhak atas bidang tanah
yang bersangkutan atau kuasanya.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Di dalam wilayah yang ditetapkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik
mungkin ada bidang tanah yang sudah terdaftar. Penyediaan peta dasar pendaftaran untuk
pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik yang dimaksud pada ayat ini, selain
digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara
sistematik, juga digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar di
atas.
Ayat (2)

www.hukumonline.com

208
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Dengan adanya peta dasar pendaftaran bidang tanah yang didaftar dalam pendaftaran
tanah secara sporadik dapat diketahui letaknya dalam kaitan dengan bidang-bidang tanah
lain dalam suatu wilayah, sehingga dapat dihindarkan terjadinya sertifikat ganda atas satu
bidang tanah.

Pasal 16
Ayat (1)
Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah yang didaftar dijamin
letaknya secara pasti, karena dapat direkonstruksi di lapangan setiap saat. Untuk maksud
tersebut diperlukan titik-titik dasar teknik nasional.
Ayat (2)
Titik dasar teknik adalah titik tetap yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu
pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol
ataupun titik ikat untuk keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.
Ayat (3)
Lihat penjelasan ayat (2).
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam kenyataannya banyak bidang tanah yang bentuknya kurang baik, dengan
dilakukannya penataan batas dimaksudkan agar bentuk bidang-bidang tanah tersebut
tertata dengan baik.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Gambar situasi yang dimaksud Pasal ini adalah dokumen penunjuk obyek suatu hak atas
tanah menurut ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, yaitu
yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang Pedoman Pokok
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961.
Yang dimaksud dengan pemegang hak atas tanah dalam ayat ini adalah orang atau badan
hukum yang mempunyai hak atas tanah menurut UUPA, baik yang sudah besertifikat
maupun yang belum besertifikat.
Ayat (2)
Yang dimaksud hak baru adalah hak atas tanah yang diberikan atas tanah Negara
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

www.hukumonline.com

209
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas
bidang-bidang tanah yang bersangkutan adalah misalnya tembok atau tanda-tanda lain yang
menunjukkan batas penguasaan tanah oleh orang yang bersangkutan. Apabila ada tanda-
tanda semacam ini maka persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak
mutlak diperlukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini berlaku juga, jika pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau mereka
yang mempunyai tanah yang berbatasan, biarpun sudah disampaikan pemberitahuan
sebelumnya, tidak hadir pada waktu diadakan pengukuran.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan gambar ukur adalah hasil pengukuran dan pemetaan di lapangan
berupa peta batas bidang atau bidang-bidang tanah secara kasar.
Catatan pada gambar ukur didasarkan pada berita acara pengukuran sementara.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Pemetaan bidang-bidang tanah bisa dilakukan langsung pada peta dasar pendaftaran, tetapi
untuk bidang tanah yang luas pemetaannya dilakukan dengan cara membuat peta tersendiri
dengan menggunakan data yang diambil dari peta dasar pendaftaran dan hasil ukuran batas
bidang tanah yang akan dipetakan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan peta lain adalah misalnya peta dari instansi Pekerjaan Umum atau
instansi Pajak, sepanjang peta tersebut memenuhi persyaratan teknis untuk pembuatan peta
pendaftaran.
Ayat (3)
Dalam keadaan terpaksa pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersamaan
dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan dan bidang-bidang
sekelilingnya yang berbatasan, sehingga letak relatif bidang tanah itu dapat ditentukan.
Ayat (4)
Pengaturan oleh Menteri menurut ayat ini meliputi pula pengaturan mengenai licensed
surveyor.

Pasal 21
Ayat (1)
Daftar tanah dimaksudkan sebagai sumber informasi yang lengkap mengenai nomor bidang
lokasi dan penunjukan ke nomor surat ukur bidang-bidang tanah yang ada di wilayah
pendaftaran, baik sebagai hasil pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya
kemudian.
Ayat (2)
Cukup jelas

www.hukumonline.com

210
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam peraturan pendaftaran tanah yang lama surat ukur yang dimaksud ayat ini disebut
gambar situasi.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 23
Huruf a
Penetapan Pejabat yang berwenang mengenai pemberian hak atas tanah Negara dapat
dikeluarkan secara individual, kolektif ataupun secara umum.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan Akta Ikrar Wakaf adalah Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Ketentuan mengenai pembukuan wakaf ditinjau dari sudut obyeknya pembukuan tersebut
merupakan pendaftaran untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang bersangkutan
sebelumnya sudah didaftar sebagai tanah hak milik.
Huruf d
Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak pemilikan individual atas suatu satuan rumah
susun tertentu, yang meliputi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
hak bersama atas apa yang disebut bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama,
tempat bangunan rumah susun itu didirikan. Pembukuan hak milik atas satuan rumah susun
dilakukan berdasarkan Akta Pemisahan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang
mana yang dimiliki dan berapa bagian proporsional pemiliknya atas benda-benda yang
dihaki bersama tersebut.
Yang dimaksud dengan Akta Pemisahan adalah Akta Pemisahan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Pembukuannya merupakan pendaftaran untuk pertama kali biarpun hak atas tanah tempat
bangunan gedung yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.
Huruf e
Yang dimaksud dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta Pemberian Hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Pasal 24
Ayat (1)
Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak
pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan
hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.
Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat, berupa:
a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie
(Staatsblad. 1834 27), yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang
bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau
b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie
(Staatsblad. 1834 27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah
dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang
bersangkutan; atau

www.hukumonline.com

211
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

c. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang
bersangkutan; atau
d. sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9
Tahun 1959; atau
e. surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum
ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan
hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya;
atau
f. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian
oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan
Pemerintah ini; atau
g. akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum
dibukukan; atau
h. akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau
i. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum
dibukukan; atau
j. surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau
k. petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
l. surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan; atau
m. lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi
UUPA.
Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan
itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang
dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran
tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara
sporadik.
Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui
kepemilikan tersebut.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti
kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1) baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk
lain yang dapat dipercaya. Dalam hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak
berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah
dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.
Pembukuan hak menurut ayat ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara
nyata dan dengan itikad baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut
turut;
b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak
diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat
hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan;
c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;
d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan
melalui pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26;
e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di
atas;

www.hukumonline.com

212
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya


dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia
Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor
Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Yang diumumkan pada dasarnya adalah data fisik dan data yuridis yang akan dijadikan
dasar pendaftaran bidang tanah yang bersangkutan.
Untuk memudahkan pelaksanaannya, dalam pendaftaran tanah secara sistematik
pengumuman tidak harus dilakukan sekaligus mengenai semua bidang tanah dalam wilayah
yang telah ditetapkan, tetapi dapat dilaksanakan secara bertahap.
Pengumuman pendaftaran tanah secara sistematik selama 30 (tiga puluh) hari dan
pengumuman pendaftaran tanah secara sporadik 60 (enam puluh) hari dibedakan karena
pendaftaran tanah secara sistematik merupakan pendaftaran tanah secara massal yang
diketahui oleh masyarakat umum sehingga pengumumannya lebih singkat, sedangkan
pengumuman pendaftaran tanah secara sporadik sifatnya individual dengan ruang lingkup
terbatas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tempat pengumuman yang lain adalah misalnya Kantor Rukun
Warga, atau lokasi tanah yang bersangkutan. Untuk penentuan ini Menteri akan
mengaturnya lebih lanjut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Belum lengkapnya data yang tersedia atau masih adanya keberatan yang tidak dapat
diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1), bukan merupakan alasan untuk menunda dilakukannya pembuatan berita acara
hasil pengumuman data fisik dan data yuridis.

www.hukumonline.com

213
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Ayat (3)
Pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan pengesahan data fisik dan data
yuridis bidang tanah sebagaimana adanya. Oleh karena itu data tersebut tidak selalu cukup
untuk dasar pembukuan hak. Kadang-kadang data yang diperoleh hanya tepat untuk
pembukuan hak melalui pengakuan hak berdasarkan pembuktian menurut Pasal 24 ayat (2).
Kadang-kadang dari penelitian riwayat tanah ternyata bahwa bidang tanah tersebut adalah
tanah Negara, yang apabila sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat diberikan kepada
pemohon dengan sesuatu hak atas tanah.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk mengumpulkan dan menyajikan
informasi mengenai bidang-bidang tanah. Oleh karena itu data fisik dan data yuridis
mengenai bidang tanah yang sudah dinilai cukup untuk dibukukan tetap dibukukan
walaupun ada data yang masih harus dilengkapi atau ada keberatan dari pihak lain
mengenai data itu. Dengan demikian setiap data fisik dan data yuridis mengenai
bidang tanah itu, termasuk adanya sengketa mengenai data itu, semuanya tercatat.
Huruf b
Ketidaklengkapan data yang dimaksud pada huruf b dapat mengenai data fisik,
misalnya karena surat ukurnya masih didasarkan atas batas sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), dan dapat pula mengenai data yuridis, misalnya
belum lengkapnya tanda tangan ahli waris.
Huruf c, d dan e
Sengketa yang dimaksud pada huruf c, d, dan e juga dapat mengenai data fisik
maupun data yuridis.
Dalam hal sengketa tersebut sudah diajukan ke Pengadilan dan ada perintah untuk
status quo atau ada putusan mengenai sita atas tanah itu, maka pencantuman nama
pemegang hak dalam buku tanah ditangguhkan sampai jelas siapa yang berhak atas
tanah tersebut, baik melalui putusan Pengadilan maupun berdasarkan cara damai.
Perintah status quo yang dimaksud di sini haruslah resmi dan tertulis dan sesudah
sidang pemeriksaan mengenai gugatan yang bersangkutan berjalan diperkuat dengan
putusan peletakan sita atas tanah yang bersangkutan.
Ayat (2)
Waktu 5 (lima) tahun dipandang cukup untuk menganggap bahwa data fisik maupun data
yuridis yang kurang lengkap pembuktiannya itu sudah benar adanya.
Ayat (3)
Penyelesaian secara damai dapat terjadi di luar maupun di dalam pengadilan.
Apabila dalam waktu yang ditentukan pihak yang berkeberatan atas data fisik maupun data
yuridis yang akan dibukukan tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai hal yang
disengketakan itu, keberatannya dianggap tidak beralasan dan catatan mengenai adanya
keberatan itu dihapus.

www.hukumonline.com

214
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Apabila dalam waktu yang ditentukan keberatan tersebut diajukan ke Pengadilan, catatan itu
dihapus setelah ada penyelesaian secara damai atau putusan Pengadilan mengenai
sengketa tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penerbitan sertifikat dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan
haknya. Oleh karena itu sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana
dimaksud Pasal 19 UUPA. Sehubungan dengan itu apabila masih ada ketidakpastian hak
atas tanah yang bersangkutan, yang ternyata dari masih adanya catatan dalam
pembukuannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), pada prinsipnya sertifikat
belum dapat diterbitkan. Namun apabila catatan itu mengenai ketidaklengkapan data fisik
yang tidak disengketakan, sertifikat dapat diterbitkan.
Data fisik yang dimaksud tidak lengkap adalah apabila data fisik bidang tanah yang
bersangkutan merupakan hasil pemetaan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (3).
Ayat (3)
Sertifikat tanah wakaf diserahkan kepada Nadzirnya.
Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertifikat diterimakan kepada ahli
warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain.
ayat (4)
Dalam hal hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan seorang laki-
laki yang beristeri atau seorang perempuan yang bersuami surat penunjukan tertulis
bermaksud tidak diperlukan.
Ayat (5)
Dengan adanya ketentuan ini tiap pemegang hak bersama memegang sertifikat yang
menyebutkan besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.
Dengan demikian masing-masing akan dengan mudah dapat melakukan perbuatan hukum
mengenai bagian haknya yang bersangkutan tanpa perlu mengadakan perubahan pada
surat tanda bukti hak para pemegang hak bersama yang bersangkutan, kecuali kalau secara
tegas ada larangan untuk berbuat demikian jika tidak ada persetujuan para pemegang hak
bersama yang lain.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat
dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima
sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum
dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur
yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut.
Ayat (2)
Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan
sistem publikasi positif, yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh Negara, melainkan

www.hukumonline.com

215
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

menggunakan sistem publikasi negatif. Di dalam sistem publikasi negatif Negara tidak
menjamin kebenaran data yang disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklah dimaksudkan
untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni. Hal tersebut tampak dari
pernyataan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti hak yang
diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan dalam Pasal 23, 32, dan 38 UUPA
bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat pembuktian yang kuat. Selain
itu dari ketentuan-ketentuan mengenai prosedur pengumpulan, pengolahan, penyimpanan
dan penyajian data fisik dan data yuridis serta penerbitan sertifikat dalam Peraturan
Pemerintah ini, tampak jelas usaha untuk sejauh mungkin memperoleh dan menyajikan data
yang benar, karena pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum.
Sehubungan dengan itu diadakanlah ketentuan dalam ayat (2) ini.
Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi
negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada
pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang
hak dalam buku tanah, dengan sertifikat sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA
berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Kelemahan sistem publikasi negatif adalah, bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai
pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan
dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu. Umumnya kelemahan tersebut diatasi
dengan menggunakan lembaga acquisideve verjaring atau adverse possession. Hukum
tanah kita yang memakai dasar hukum adat tidak dapat menggunakan lembaga tersebut,
karena hukum adat tidak mengenalnya. Tetapi dalam hukum adat terdapat lembaga yang
dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran
tanah. yaitu lembaga rechisverwerking.
Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak
dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad
baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam
UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah karena ditelantarkan (Pasal 27, 34 dan
40 UUPA) adalah sesuai dengan lembaga ini.
Dengan pengertian demikian, maka apa yang ditentukan dalam ayat ini bukanlah
menciptakan ketentuan hukum baru, melainkan merupakan penerapan ketentuan hukum
yang sudah ada dalam hukum adat, yang dalam tata hukum sekarang ini merupakan bagian
dari. Hukum Tanah Nasional Indonesia dan sekaligus memberikan wujud konkret dalam
penerapan ketentuan dalam UUPA mengenai penelantaran tanah.

Pasal 33
Ayat (1)
Karena pada dasarnya terbuka bagi umum dokumen yang dimaksud ayat ini disebut daftar
umum.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Sebelum melakukan perbuatan hukum mengenai bidang tanah tertentu para pihak yang
berkepentingan perlu mengetahui data mengenai bidang tanah tersebut. Sehubungan
dengan sifat terbuka data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran,
daftar tanah, buku tanah dan surat ukur, siapapun yang berkepentingan berhak untuk
mengetahui keterangan yang diperlukan. Tidak digunakannya hak tersebut menjadi
tanggung jawab yang bersangkutan.
Ayat (2)
Daftar nama sebenarnya tidak memuat keterangan mengenai tanah, melainkan memuat
keterangan mengenai orang perseorangan atau badan hukum dalam hubungan dengan

www.hukumonline.com

216
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

tanah yang dimilikinya. Keterangan ini diperlukan oleh instansi-instansi Pemerintah untuk
keperluan pelaksanaan tugasnya.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk mencegah hilangnya dokumen yang sangat penting untuk kepentingan masyarakat ini
maka apabila ada instansi yang menganggap perlu untuk memeriksanya. pemeriksaan
dokumen itu wajib dilakukan di Kantor Pertanahan. Pengecualian ketentuan ini adalah
sebagaimana diatur dalam ayat (4).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Setelah diperlihatkan dan jika diperlukan dibuatkan petikan, salinan atau rekamannya seperti
dimaksud pada ayat (3), dokumen yang bersangkutan dibawa dan disimpan kembali di
tempat yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Ayat (5)
Penyimpanan dengan menggunakan peralatan elektronik dan dalam bentuk film akan
menghemat tempat dan mempercepat akses pada data yang diperlukan. Tetapi
penyelenggaraannya memerlukan persiapan peralatan dan tenaga serta dana yang besar.
Maka pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Perubahan data fisik terjadi kalau diadakan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan
bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi misalnya kalau
diadakan pembebanan atau pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah didaftar.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) perlu diberikan dalam keadaan tertentu
yaitu untuk daerah-daerah yang terpencil dan belum ditunjuk PPAT Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), untuk memudahkan rakyat melaksanakan
perbuatan hukum mengenai tanah.

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas

www.hukumonline.com

217
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Dalam ayat ini diwujudkan fungsi dan tanggung jawab PPAT sebagai pelaksana pendaftaran
tanah. Akta PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat
untuk pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena
itu PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat untuk sahnya perbuatan hukum
yang bersangkutan, dengan antara lain mencocokkan data yang terdapat dalam sertifikat
dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.
Yang dimaksudkan dalam huruf d dengan surat kuasa mutlak adalah pemberian kuasa yang
tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa, sehingga pada hakikatnya
merupakan perbuatan hukum pemindahan hak.
Contoh syarat yang dimaksudkan dalam huruf g adalah misalnya larangan yang diadakan
oleh Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan
Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan jo Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun
1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas
Tanah Dan Bangunan untuk membuat akta, jika kepadanya tidak disertai fotocopy surat
setoran pajak penghasilan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Selaku pelaksana pendaftaran tanah PPAT wajib segera menyampaikan akta yang
dibuatnya kepada Kantor Pertanahan, agar dapat dilaksanakan proses pendaftaran oleh
kepala kantor Pertanahan.
Ayat (2)
Kewajiban PPAT hanya sebatas menyampaikan akta dengan berkas-berkasnya kepada
Kantor Pertanahan. Pendaftaran kegiatan selanjutnya serta penerimaan sertifikatnya
menjadi urusan pihak yang berkepentingan sendiri.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk menghindarkan terjadinya pelelangan umum yang tidak jelas obyeknya perlu diminta
keterangan yang paling mutakhir mengenai tanah atau satuan rumah susun yang akan
dilelang dari Kantor Pertanahan.
Ayat (3)
Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber informasi yang mutakhir mengenai tanah atau
satuan rumah susun yang akan dilelang, keterangan ini sangat penting bagi pejabat Lelang
untuk memperoleh keyakinan tentang obyek lelang. Oleh Karena itu surat keterangan
tersebut harus tetap diterbitkan, walaupun tanah atau satuan rumah susun yang
bersangkutan sedang dalam sengketa atau dalam status sitaan.
Ayat (4)
Lelang eksekusi meliputi lelang dalam rangka pelaksanaan putusan Pengadilan, hak
tanggungan, sita pajak, sita Kejaksaan/Penyidik dan sita Panitia Urusan Piutang Negara.
Dalam pelelangan eksekusi kadang-kadang tereksekusi menolak untuk menyerahkan

www.hukumonline.com

218
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

sertifikat asli hak yang akan dilelang. Hal ini tidak boleh menghalangi dilaksanakannya
lelang. Oleh karena itu lelang eksekusi tetap dapat dilaksanakan walaupun sertifikat asli
tanah tersebut tidak dapat diperoleh Pejabat Lelang dari tereksekusi.
Ayat (5)
Dokumen ini akan dijadikan dasar pendaftaran peralihan haknya.

Pasal 42
Ayat (1)
Peralihan hak karena pewarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang
bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti, bahwa sejak itu para ahli waris menjadi
pemegang haknya yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam Hukum
Perdata yang berlaku bagi pewaris.
Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan, dalam rangka memberikan
perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran
tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir.
Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat
Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.
Ayat (2)
Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan
karena pendaftaran peralihan hak ini baru dapat dilakukan setelah pendaftaran untuk
pertama kali hak yang bersangkutan atas nama yang mewariskan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Apabila dari akta pembagian waris yang dibuat sesuai ketentuan yang berlaku bagi para ahli
waris sudah ternyata suatu hak yang merupakan harta waris jatuh pada seorang penerima
warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti
peralihan hak lain, misalnya akta PPAT.
Ayat (5)
Sesudah hak tersebut didaftar sebagai harta bersama, pendaftaran pembagian hak tersebut
selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51.

Pasal 43
Ayat (1)
Beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak
didahului dengan likuidasi terjadi karena hukum (Pasal 107 ayat (3) Undang-undang Nomor
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian). Karena itu cukup dibuktikan dengan akta yang membuktikan
terjadinya penggabungan atau peleburan tersebut. Ketentuan ini secara mutatis mutandis
berlaku untuk penggabungan atau peleburan badan hukum lain.
Ayat (2)
Dalam rangka likuidasi dilakukan pemindahan hak, yang kalau mengenai tanah dibuktikan
dengan akta PPAT.

Pasal 44
Ayat (1)
Dipandang dari sudut hak tanggungan, pendaftaran pemberian hak tanggungan merupakan
pendaftaran pertama. Dipandang dari sudut hak yang dibebani, pencatatannya dalam buku
tanah dan sertifikat tanah yang dibebani merupakan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas

www.hukumonline.com

219
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Pasal 45
Ayat (1)
Akta PPAT merupakan alat untuk membuktikan telah dilakukannya suatu perbuatan hukum.
Oleh karena itu apabila perbuatan hukum itu batal atau dibatalkan, akta PPAT yang
bersangkutan tidak berfungsi lagi sebagai bukti perbuatan hukum tersebut. Dalam pada itu
apabila suatu perbuatan hukum dibatalkan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan
sedangkan perbuatan hukum itu sudah didaftar di Kantor Pertanahan, maka pendaftaran
tidak dapat dibatalkan. Perubahan data pendaftaran tanah menurut pembatalan perbuatan
hukum itu harus didasarkan atas alat bukti lain, misalnya putusan Pengadilan atau akta
PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Perpanjangan jangka waktu suatu hak tidak mengakibatkan hak tersebut hapus atau terputus.
Oleh karena itu untuk pendaftarannya tidak perlu dibuatkan buku tanah dan sertifikat baru.

Pasal 48
Ayat (1)
Pemecahan bidang tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan tidak
boleh mengakibatkan tidak terlaksananya ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, misalnya ketentuan landreform (lihat ayat (4)).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemecahan bidang tanah tidak boleh merugikan kepentingan kreditor yang mempunyai hak
tanggungan atas tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu pemecahan tanah itu hanya
boleh dilakukan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari kreditor atau pihak lain yang
berwenang menyetujui penghapusan beban lain yang bersangkutan.
Beban yang bersangkutan tidak selalu harus dihapus. Dalam hal hak tersebut dibebani hak
tanggungan, hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani bidang-bidang hasil
pemecahan itu.
Ayat (4)
Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Peraturan Pemerintah ini
diundangkan adalah Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian.

Pasal 49
Ayat (1)
Dalam pemisahan bidang tanah menurut ayat ini bidang tanah yang luas diambil sebagian
yang menjadi satuan bidang baru. Dalam hal ini bidang tanah induknya masih ada dan tidak
berubah identitasnya, kecuali mengenai luas dan batasnya. Istilah yang digunakan adalah
pemisahan, untuk membedakannya dengan apa yang dilakukan menurut Pasal 48.
Ayat (2)

www.hukumonline.com

220
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Pada saatnya suatu hak bersama, baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab lain,
perlu dibagi sehingga menjadi hak individu. Untuk itu kesepakatan antara pemegang hak
bersama tersebut perlu dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi
pendaftarannya. Dalam pembagian tersebut tidak harus semua pemegang hak bersama
memperoleh bagian. Dalam pembagian harta waris sering kali yang menjadi pemegang hak
individu hanya sebagian dari keseluruhan penerima warisan, asalkan hal tersebut disepakati
oleh seluruh penerima warisan sebagai pemegang hak bersama.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 52
Ayat (1)
Untuk mencatat hapusnya hak atas tanah yang dibatasi masa berlakunya tidak diperlukan
penegasan dari Pejabat yang berwenang.
Dalam acara melepaskan hak, maka selain harus ada bukti, bahwa yang melepaskan
adalah pemegang haknya, juga perlu diteliti apakah pemegang hak tersebut berwenang
untuk melepaskan hak yang bersangkutan.
Dalam hal hak yang dilepaskan dibebani hak tanggungan diperlukan persetujuan dari
kreditor yang bersangkutan.
Demikian juga ia tidak berwenang untuk melepaskan haknya, jika tanah yang bersangkutan
berada dalam sita oleh Pengadilan atau ada beban-beban lain.
Ayat (2)
Dalam hal-hal tertentu Kepala Kantor Pertanahan dapat mengumumkan hapusnya hak yang
sertifikatnya tidak diserahkan kepadanya untuk mencegah dilakukannya perbuatan hukum
mengenai tanah yang sudah tidak ada haknya tersebut.

Pasal 53
Hak tanggungan merupakan accessoir pada suatu piutang tertentu, karenanya menurut hukum
mengikuti peralihan piutang yang bersangkutan. Maka untuk peralihannya tidak diperlukan
perbuatan hukum tersendiri dan pendaftarannya cukup dilakukan berdasarkan bukti cessie,
subrogasi ataupun pewarisan piutangnya yang dijamin.

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas

www.hukumonline.com

221
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

Ayat (2)
Kedua dokumen yang dimaksud ayat ini merupakan pernyataan tertulis dari pemegang hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996.

Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan Pengadilan adalah baik badan-badan Peradilan Umum,
Peradilan Tata Usaha Negara ataupun Peradilan Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Putusan Pengadilan mengenai hapusnya sesuatu hak harus dilaksanakan lebih dahulu oleh
Pejabat yang berwenang, sebelum didaftar oleh Kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 56
Yang dimaksud pemegang hak yang ganti nama adalah pemegang hak yang sama tetapi namanya
berganti. Penggantian nama pemegang hak dapat terjadi baik mengenai orang perseorangan
maupun badan hukum.

Pasal 57
Ayat (1)
Untuk memperkecil kemungkinan pemalsuan, di waktu yang lampau telah beberapa kali
dilakukan penggantian blangko sertifikat. Sehubungan dengan itu apabila dikehendaki oleh
pemegang hak, sertifikatnya boleh diganti dengan sertifikat yang menggunakan blangko
baru.
Diterbitkannya sertifikat pengganti dilakukan apabila dan sesudah semua ketentuan dalam
Bab VI Peraturan Pemerintah ini dipenuhi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 58
Cukup jelas

Pasal 59
Ayat (1)
Dalam hal hak atas tanah berdasarkan akta yang dibuat oleh PPAT sudah berpindah
kepada pihak lain, tetapi sebelum peralihan tersebut didaftar sertifikatnya hilang, permintaan
penggantian sertifikat yang hilang dilakukan oleh pemegang haknya yang baru dengan
pernyataan dari PPAT bahwa pada waktu dibuat akta PPAT sertifikat tersebut masih ada.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)

www.hukumonline.com

222
■ LAMPIRAN

www.hukumonline.com

Keberatan dianggap beralasan apabila misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa
sertifikat tersebut tidak hilang melainkan dipegang olehnya berdasarkan persetujuan
pemegang hak dalam rangka suatu perbuatan hukum tertentu.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Di daerah-daerah tertentu pengumuman yang dimaksud pada ayat (2) memerlukan biaya
yang besar yang tidak sebanding dengan harga tanah yang bersangkutan. Sebubungan
dengan itu Menteri dapat menentukan cara pengumuman lain yang lebih murah biayanya.

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengumuman ini dimaksudkan agar masyarakat tidak melakukan perbuatan hukum
mengenai tanah atau satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan sertifikat yang
telah tidak berlaku.
Sertifikat yang lama dengan sendirinya tidak berlaku lagi, karena sesuai dengan ketentuan
yang berlaku hak yang bersangkutan telah berpindah kepada pembeli lelang dengan telah
dimenangkannya lelang serta telah dibayarnya harga pembelian lelang.

Pasal 61
Ayat (1)
Peraturan Pemerintah dimaksud adalah Peraturan Pemerintah pelaksanaan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Ayat (2) s/d Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 62
Cukup jelas

Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64
Ayat (1)
Ketentuan peralihan ini memungkinkan Peraturan Pemerintah ini segera dapat dilaksanakan
di seluruh Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66
Cukup jelas

www.hukumonline.com

223
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

www.hukumonline.com

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3696

www.hukumonline.com

224
■ LAMPIRAN

-1-

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/


KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/


KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2016
TENTANG
PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/


KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan penyelesaian sengketa,


konflik dan perkara pertanahan, telah ditetapkan
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 2011 tentang Pengelolaan, Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan dan Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2013
tentang Eksaminasi Pertanahan;
b. bahwa peraturan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
dipandang belum efektif dalam penyelesaian sengketa,
konflik dan perkara pertanahan, sehingga perlu diganti;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional tentang Penyelesaian Kasus
Pertanahan;

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

225
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

-2-

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan


Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Pengadilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5079);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5601);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3643);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3696);

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

226
■ LAMPIRAN

-3-

8. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang


Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 18);
9. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan
Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 21);
10. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang
Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri
Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;
11. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
12. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara
dan Hak Pengelolaan;
13. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL TENTANG
PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kasus Pertanahan adalah Sengketa, Konflik, atau
Perkara Pertanahan untuk mendapatkan penanganan
penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

227
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

-4-

2. Sengketa Tanah yang selanjutnya disebut Sengketa


adalah perselisihan pertanahan antara orang
perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak
berdampak luas.
3. Konflik Tanah yang selanjutnya disebut Konflik adalah
perselisihan pertanahan antara orang perseorangan,
kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau
lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah
berdampak luas.
4. Perkara Tanah yang selanjutnya disebut Perkara adalah
perselisihan pertanahan yang penanganan dan
penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.
5. Pengaduan adalah laporan atau keberatan yang diajukan
oleh pihak yang merasa dirugikan, kepada Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atas
kasus pertanahan.
6. Paparan adalah diskusi yang dilakukan oleh Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
dalam rangka penanganan dan/atau penyelesaian Kasus
Pertanahan.
7. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa dan konflik
melalui proses perundingan untuk memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
8. Mediator adalah pihak yang membantu para pihak dalam
proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa atau konflik tanpa menggunakan
cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
9. Tanah Aset adalah tanah Barang Milik Negara/Daerah
dan/atau aset Badan Usaha Milik Negara/Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, yang selanjutnya disebut Tanah Negara adalah
tanah yang tidak dilekati sesuatu hak atas tanah dan
bukan merupakan Barang Milik Negara/Daerah dan
Badan Usaha Milik Negara/Daerah.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

228
■ LAMPIRAN

-5-

11. Penggunaan Tanah adalah pola pengelolaan tata guna


tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi
pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan
yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu
kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara
adil.
12. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian adalah
Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan.
13. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri
adalah Menteri yang mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan.
14. Direktorat Jenderal yang selanjutnya disingkat Ditjen
adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Menteri yang mempunyai
tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanakan
kebijakan di bidang penyelesaian sengketa, konflik dan
perkara agraria/pertanahan, pemanfaatan ruang dan
tanah.
15. Direktur Jenderal yang selanjutnya disingkat Dirjen
adalah Pimpinan Unit Kerja Eselon I pada Ditjen.
16. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang
selanjutnya disebut Kantor Wilayah BPN adalah instansi
vertikal Badan Pertanahan Nasional di Provinsi yang
berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada
Menteri.
17. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang
selanjutnya disebut Kepala Kantor Wilayah BPN adalah
Pimpinan Unit Kerja Eselon II pada Kantor Wilayah BPN.
18. Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan
Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang berada di
bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Menteri
melalui Kepala Kantor Wilayah BPN.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

229
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

-6-

19. Kepala Kantor Pertanahan adalah Pimpinan Unit Kerja


Eselon III pada Kantor Pertanahan.
20. Kepala Bidang yang selanjutnya disingkat Kepala Bidang
adalah pejabat di Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional yang mempunyai tugas mengkoordinasikan dan
melaksanakan pembinaan teknis penanganan sengketa,
konflik dan perkara pertanahan.
21. Kepala Seksi yang selanjutnya disingkat Kepala Seksi
adalah pejabat di Kantor Pertanahan mempunyai tugas
menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan penanganan
sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2
(1) Penyelesaian Kasus Pertanahan, dimaksudkan untuk:
a. mengetahui riwayat dan akar permasalahan
Sengketa, Konflik atau Perkara;
b. merumuskan kebijakan strategis penyelesaian
Sengketa, Konflik atau Perkara; dan
c. menyelesaikan Sengketa, Konflik atau Perkara, agar
tanah dapat dikuasai, dimiliki, dipergunakan dan
dimanfaatkan oleh pemiliknya.
(2) Penyelesaian Kasus Pertanahan bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum dan keadilan mengenai
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah.

Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini, meliputi:
a. Penyelesaian Sengketa dan Konflik;
b. Penyelesaian Perkara;
c. Pengawasan dan Pengendalian; dan
d. Bantuan Hukum dan Perlindungan Hukum.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

230
■ LAMPIRAN

-7-

BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA DAN KONFLIK

Bagian Kesatu
Dasar Penyelesaian

Paragraf 1
Umum

Pasal 4
Penyelesaian Sengketa dan Konflik dilakukan berdasarkan:
a. Inisiatif dari Kementerian; atau
b. Pengaduan masyarakat.

Paragraf 2
Inisiatif dari Kementerian

Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan penyelesaian Sengketa dan Konflik
berdasarkan inisiatif dari Kementerian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, Kementerian
melaksanakan pemantauan untuk mengetahui Sengketa
dan Konflik yang terjadi dalam suatu wilayah tertentu.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara rutin oleh Kepala Kantor Pertanahan,
Kepala Kantor Wilayah BPN atau Dirjen terhadap
pengaduan atau pemberitaan pada surat kabar terkait
Sengketa dan Konflik
(3) Kepala Kantor Pertanahan melaporkan hasil pemantauan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala
Kantor Wilayah BPN setiap 4 (empat) bulan sekali dan
ditembuskan kepada Menteri.
(4) Dalam hal hasil pemantauan perlu ditindaklanjuti,
Menteri atau Kepala Kantor Wilayah BPN memerintahkan
Kepala Kantor Pertanahan untuk melakukan kegiatan
penyelesaian Sengketa dan Konflik.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

231
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

-8-

Paragraf 3
Pengaduan Masyarakat

Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan penyelesaian Sengketa atau Konflik
berdasarkan Pengaduan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, Kementerian menerima
Pengaduan terkait Sengketa dan Konflik dari masyarakat.
(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan secara
tertulis, melalui loket pengaduan, kotak surat atau
website Kementerian.
(3) Dalam hal Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan kepada Kantor Wilayah BPN dan/atau
Kementerian, berkas Pengaduan diteruskan kepada
Kepala Kantor Pertanahan.
(4) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit memuat identitas pengadu dan uraian singkat
kasus.
(5) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dilampiri dengan fotokopi identitas pengadu, fotokopi
identitas penerima kuasa dan surat kuasa apabila
dikuasakan, serta data pendukung atau bukti-bukti yang
terkait dengan pengaduan.
(6) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat
sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7
(1) Setelah Pengaduan diterima, petugas yang
bertanggungjawab dalam menangani pengaduan
melakukan pemeriksaan berkas Pengaduan.
(2) Dalam hal berkas pengaduan telah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dan ayat
(5), petugas menyampaikan berkas Pengaduan kepada
pejabat yang bertanggung jawab dalam menangani
Sengketa, Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

232
■ LAMPIRAN

-9-

(3) Pengaduan yang telah memenuhi syarat sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) yang diterima langsung melalui
loket Pengaduan, kepada pihak pengadu diberikan Surat
Tanda Penerimaan Pengaduan.
(4) Dalam hal berkas pengaduan tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dan ayat
(5), maka petugas mengembalikan berkas pengaduan
kepada pihak pengadu dengan memberitahukan
kekuranglengkapan berkas Pengaduan secara tertulis.
(5) Surat Tanda Penerimaan Pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dibuat sesuai dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 8
(1) Setelah menerima berkas Pengaduan dari petugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), pejabat
yang bertanggungjawab dalam menangani Sengketa,
Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan,
mengadministrasikan pengaduan dimaksud ke dalam
Register Penerimaan Pengaduan.
(2) Register Penerimaan Pengaduan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9
(1) Setiap perkembangan penyelesaian Sengketa, Konflik dan
Perkara dicatat dalam Register Penyelesaian Sengketa,
Konflik dan Perkara dengan melampirkan bukti
perkembangan dimaksud dan/atau dilakukan
pengadministrasian data melalui sistem informasi
Sengketa, Konflik dan Perkara.
(2) Perkembangan penyelesaian Sengketa, Konflik dan
Perkara dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN
setiap 4 (empat) bulan sekali dan ditembuskan kepada
Menteri.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

233
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 10 -

(3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


terintegrasi antara Kementerian, Kantor Wilayah BPN dan
Kantor Pertanahan.
(4) Sistem informasi dimaksud pada ayat (1), merupakan sub
sistem dari Pusat Data dan Informasi Kementerian.
(5) Laporan Perkembangan Penyelesaian Kasus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan Register Penyelesaian
Sengketa, Konflik dan Perkara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kedua
Pengumpulan Data dan Analisis

Paragraf 1
Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pasal 10
(1) Berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (4) dan/atau Pengaduan yang telah
diadministrasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1), pejabat yang bertanggungjawab dalam
menangani Sengketa, Konflik dan Perkara pada Kantor
Pertanahan melakukan kegiatan pengumpulan data.
(2) Data yang dikumpulkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berupa:
a. data fisik dan data yuridis;
b. putusan peradilan, berita acara pemeriksaan dari
Kepolisian Negara RI, Kejaksaan RI, Komisi
Pemberantasan Korupsi atau dokumen lainnya yang
dikeluarkan oleh lembaga/instansi penegak hukum;
c. data yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat
yang berwenang;

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

234
■ LAMPIRAN

- 11 -

d. data lainnya yang terkait dan dapat mempengaruhi


serta memperjelas duduk persoalan Sengketa dan
Konflik; dan/atau
e. keterangan saksi.
(3) Pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani
Sengketa, Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan
melakukan:
a. validasi terhadap data sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d yang
kebenarannya dinyatakan oleh pejabat atau lembaga
yang menerbitkan atau pencocokan dengan
dokumen asli;
b. permintaan keterangan saksi yang dituangkan
dalam Berita Acara, dalam hal data yang diperoleh
berasal keterangan saksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf e.

Paragraf 2
Pelaksanaan Analisis

Pasal 11
(1) Setelah pelaksanaan kegiatan pengumpulan data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, pejabat yang
bertanggungjawab dalam menangani Sengketa, Konflik
dan Perkara pada Kantor Pertanahan melakukan
analisis.
(2) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk mengetahui pengaduan tersebut merupakan
kewenangan Kementerian atau bukan kewenangan
Kementerian.
(3) Sengketa atau Konflik yang menjadi kewenangan
Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
meliputi:
a. kesalahan prosedur dalam proses pengukuran,
pemetaan dan/atau perhitungan luas;

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

235
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 12 -

b. kesalahan prosedur dalam proses pendaftaran


penegasan dan/atau pengakuan hak atas tanah
bekas milik adat;
c. kesalahan prosedur dalam proses penetapan
dan/atau pendaftaran hak tanah;
d. kesalahan prosedur dalam proses penetapan tanah
terlantar;
e. tumpang tindih hak atau sertifikat hak atas tanah
yang salah satu alas haknya jelas terdapat
kesalahan;
f. kesalahan prosedur dalam proses pemeliharaan data
pendaftaran tanah;
g. kesalahan prosedur dalam proses penerbitan
sertifikat pengganti;
h. kesalahan dalam memberikan informasi data
pertanahan;
i. kesalahan prosedur dalam proses pemberian izin;
j. penyalahgunaan pemanfaatan ruang; atau
k. kesalahan lain dalam penerapan peraturan
perundang-undangan.
(4) Sengketa dan Konflik selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), bukan merupakan kewenangan Kementerian
dan menjadi kewenangan instansi lain.
(5) Hasil Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 12
(1) Dalam hal Sengketa dan Konflik merupakan kewenangan
Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(3), pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani
Sengketa, Konflik dan Perkara melaporkan hasil
pengumpulan data dan hasil analisis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 kepada Kepala
Kantor Pertanahan.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

236
■ LAMPIRAN

- 13 -

(2) Dalam hal Sengketa dan Konflik bukan merupakan


kewenangan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (4), maka pejabat yang bertanggungjawab
dalam menangani Sengketa, Konflik dan Perkara
menyampaikan penjelasan secara tertulis kepada pihak
pengadu.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
memuat pernyataan bahwa penyelesaian Sengketa dan
Konflik diserahkan kepada pihak pengadu.
(4) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dalam hal Sengketa atau Konflik bukan kewenangan
Kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Kementerian dapat mengambil inisiatif untuk
memfasilitasi penyelesaian Sengketa atau Konflik melalui
Mediasi.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa dan Konflik
Yang Merupakan Kewenangan Kementerian

Paragraf 1
Umum

Pasal 13
(1) Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1), Kepala Kantor Pertanahan
menyampaikan hasil pengumpulan data dan analisis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11,
kepada:
a. Kepala Kantor Wilayah BPN, dalam hal keputusan
pemberian hak, konversi/penegasan/pengakuan,
pembatalan hak atas tanah yang menjadi objek
Sengketa dan Konflik diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan; atau

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

237
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 14 -

b. Menteri, dalam hal:


1) keputusan pemberian hak,
konversi/penegasan/ pengakuan, pembatalan
hak atas tanah atau penetapan tanah terlantar
yang menjadi objek sengketa dan konflik
diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN
atau Menteri; dan/atau
2) Sengketa dan Konflik termasuk dalam
karakteristik tertentu.
(2) Penyampaian hasil pengumpulan data dan analisis
kepada Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan
dengan tembusan Kepala Kantor Wilayah BPN.
(3) Sengketa dan Konflik dengan karakteristik tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2),
meliputi:
a. menjadi perhatian masyarakat;
b. melibatkan banyak pihak;
c. mempunyai nilai yang tinggi baik dari segi sosial,
budaya, ekonomi, kepentingan umum, pertahanan
dan keamanan; dan/atau
d. permintaan instansi yang berwenang atau penegak
hukum.

Pasal 14
(1) Setelah menerima hasil pengumpulan data dan hasil
analisis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1),
Kepala Kantor Wilayah BPN atau Menteri memerintahkan
pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani
Sengketa, Konflik dan Perkara untuk menindaklanjuti
proses penyelesaiannya.
(2) Dalam hal terdapat Sengketa atau Konflik yang perlu
ditangani oleh Tim, Kepala Kantor Wilayah BPN atau
Menteri dapat membentuk Tim Penyelesaian Sengketa
dan Konflik paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya hasil pengumpulan data dan hasil analisis
dari Kantor Pertanahan.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

238
■ LAMPIRAN

- 15 -

(3) Dalam hal Kepala Kantor Wilayah BPN membentuk Tim


sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka Tim
Penyelesaian Sengketa dan Konflik pada Kantor Wilayah
BPN, terdiri dari:
a. Kepala Kantor Wilayah BPN, sebagai ketua
merangkap anggota;
b. Kepala Bidang, sebagai anggota;
c. Kepala Bidang teknis terkait, sebagai anggota;
d. Kepala Kantor Pertanahan, sebagai anggota;
e. Kepala Seksi, sebagai anggota;
f. Kepala Seksi teknis terkait, sebagai anggota; dan
g. Staf yang menangani Sengketa dan Konflik, sebagai
anggota.
(4) Dalam hal Menteri membentuk Tim sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), maka Tim Penyelesaian Sengketa
dan Konflik pada Kementerian, terdiri dari:
a. Dirjen yang menangani Sengketa, Konflik dan
Perkara, sebagai ketua merangkap anggota;
b. Direktur yang menangani Sengketa, Konflik dan
Perkara, sebagai anggota;
c. Direktur teknis terkait, sebagai anggota;
d. Kepala Biro Hukum dan Humas, sebagai anggota;
e. Kepala Kantor Wilayah BPN, sebagai anggota;
f. Kepala Sub Direktorat yang menangani Sengketa,
Konflik, dan Perkara, sebagai anggota;
g. Kepala Bidang Kantor Wilayah BPN, sebagai anggota;
h. Kepala Kantor Pertanahan, sebagai anggota; dan
i. Kepala Seksi, sebagai anggota.
j. Staf yang menangani Sengketa, Konflik, dan
Perkara, sebagai anggota.
(5) Pembentukan Tim Penyelesaian Sengketa dan Konflik
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dibuat
dengan Keputusan Menteri atau Kepala Kantor Wilayah
BPN.
(6) Keputusan Pembentukan Tim Penyelesaian Sengketa dan
Konflik dibuat sesuai dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

239
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 16 -

Pasal 15
Pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani Sengketa,
Konflik dan Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) atau Tim Penyelesaian Sengketa dan Konflik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dan ayat (4)
mempunyai tugas:
a. melakukan pengkajian dan pemeriksaan lapangan;
b. melakukan paparan, apabila diperlukan; dan
c. menyusun serta menyampaikan Laporan Penyelesaian
Kasus Pertanahan.

Paragraf 2
Pengkajian dan Pemeriksaan Lapangan

Pasal 16
(1) Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11,
pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani
Sengketa, Konflik dan Perkara atau Tim Penyelesaian
Sengketa dan Konflik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14, melakukan pengkajian.
(2) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk mengetahui pokok masalah, penyebab
terjadinya, potensi dampak, alternatif penyelesaian dan
rekomendasi penyelesaian Sengketa dan Konflik.

Pasal 17
(1) Pengkajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
dilakukan terhadap:
a. kronologi Sengketa atau Konflik; dan
b. data yuridis, data fisik, dan data pendukung
lainnya.
(2) Dalam hal hasil pengkajian diperlukan data tambahan,
maka dilengkapi dengan melakukan:
a. pencarian data secara mandiri; atau
b. meminta data kepada para pihak.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

240
■ LAMPIRAN

- 17 -

(3) Hasil pengkajian dibuat sesuai format sebagaimana


tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan pengkajian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16, dilakukan pemeriksaan lapangan.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan lapangan, pejabat yang
berwenang/petugas pemeriksa lapangan disertai dengan
Surat Tugas.
(3) Dalam keadaan tertentu, pemeriksaan lapangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didampingi
oleh pihak Kepolisian.
(4) Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat
sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 19
Kegiatan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18, meliputi:
a. penelitian atas kesesuaian data dengan kondisi lapangan;
b. pencarian keterangan dari saksi-saksi dan/atau pihak-
pihak yang terkait;
c. penelitian batas bidang tanah, gambar ukur, peta bidang
tanah, gambar situasi/surat ukur, peta rencana tata
ruang; dan/atau
d. kegiatan lainnya yang diperlukan.

Pasal 20
(1) Hasil kegiatan pemeriksaan lapangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 dituangkan dalam Berita Acara
Hasil Pemeriksaan Lapangan dan ditandatangani oleh
petugas dan para saksi.
(2) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lapangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

241
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 18 -

Paragraf 3
Paparan

Pasal 21
(1) Berdasarkan hasil pengkajian dan hasil pemeriksaan
lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan
Pasal 20, dapat dilakukan Paparan.
(2) Paparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilaksanakan dalam hal:
a. Sengketa dan konflik termasuk dalam karakteristik
tertentu; atau
b. Sengketa dan Konflik ditangani oleh Tim
Penyelesaian Sengketa dan Konflik.
(3) Paparan bertujuan untuk:
a. menghimpun masukan pendapat para peserta
Paparan;
b. mempertajam pengkajian Sengketa dan Konflik; dan
c. memperoleh kesimpulan dan saran.
(4) Peserta Paparan:
a. pegawai/pejabat dari Kementerian, Kantor Wilayah
BPN dan/atau Kantor Pertanahan atau anggota Tim
Penyelesaian Sengketa dan Konflik; dan/atau
b. instansi terkait, akademisi, unsur masyarakat
dan/atau pemerhati/pegiat agraria dan penataan
ruang, apabila diperlukan.
(5) Undangan peserta paparan dibuat sesuai dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.

Pasal 22
(1) Paparan dicatat dalam Notulen Paparan dan
ditandatangani oleh Pimpinan Paparan dan notulis.
(2) Hasil Paparan dibuatkan Berita Acara Paparan yang
ditandatangani oleh Pimpinan Paparan dan perwakilan
dari peserta paparan.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

242
■ LAMPIRAN

- 19 -

(3) Berita Acara Paparan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) memuat:
a. peserta Paparan;
b. pokok permasalahan Sengketa dan Konflik; dan
c. hasil Paparan.
(4) Notulen Paparan dan Berita Acara Paparan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat sesuai dengan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII dan
Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 4
Laporan Penyelesaian Kasus Pertanahan

Pasal 23
(1) Pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani
Sengketa, Konflik dan Perkara atau Tim Penyelesaian
Sengketa dan Konflik membuat Laporan Penyelesaian
Kasus Pertanahan.
(2) Laporan Penyelesaian Kasus Pertanahan merupakan
rangkuman hasil kegiatan penyelesaian Sengketa atau
Konflik.
(3) Laporan Penyelesaian Kasus Pertanahan merupakan satu
kesatuan dengan Berkas Penyelesaian Sengketa dan
Konflik yang dimulai dari Pengaduan, Pengumpulan data,
Analisis, Pengkajian, Pemeriksaan Lapangan, dan
Paparan.
(4) Laporan Penyelesaian Kasus Pertanahan dan Berkas
Penyelesaian Sengketa dan Konflik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), dibuat sesuai
dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XIV dan Lampiran XV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

243
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 20 -

(5) Pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani


Sengketa, Konflik dan Perkara atau Tim Penyelesaian
Sengketa dan Konflik, menyampaikan Laporan
Penyelesaian Kasus Pertanahan kepada Kepala Kantor
Wilayah BPN atau Menteri.

Paragraf 5
Penyelesaian

Pasal 24
(1) Setelah menerima Laporan Penyelesaian Sengketa dan
Konflik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (5),
Kepala Kantor Wilayah BPN atau Menteri menyelesaikan
Sengketa dan Konflik dengan menerbitkan:
a. Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah;
b. Keputusan Pembatalan Sertifikat;
c. Keputusan Perubahan Data pada Sertifikat, Surat
Ukur, Buku Tanah dan/atau Daftar Umum lainnya;
atau
d. Surat Pemberitahuan bahwa tidak terdapat
kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (3).
(2) Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan pembatalan
terhadap hak atas tanah, tanda bukti hak dan daftar
umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut.
(3) Keputusan Pembatalan Sertifikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, merupakan pembatalan terhadap
tanda bukti hak dan daftar umum lainnya yang berkaitan
dengan hak tersebut, dan bukan pembatalan terhadap
hak atas tanahnya.
(4) Keputusan Perubahan Data sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c yang menyebabkan perlu adanya
perubahan data pada Keputusan Pemberian Hak atau
Keputusan konversi/penegasan/pengakuan, maka:
a. Menteri, melakukan perbaikan terhadap keputusan
pemberian hak;

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

244
■ LAMPIRAN

- 21 -

b. Kepala Kantor Wilayah, melakukan perbaikan


terhadap keputusan pemberian hak atau Keputusan
konversi/penegasan/pengakuan hak dimaksud.
(5) Penerbitan Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
kerja untuk Kepala Kantor Wilayah BPN, atau paling
lama 14 (empat belas) hari kerja untuk Menteri, sejak
Laporan Penyelesaian Sengketa dan Konflik diterima.
(6) Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah, Keputusan
Pembatalan Sertifikat, Keputusan Perubahan Data Pada
Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah dan/atau Daftar
Umum Lainnya atau Surat Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dibuat sesuai dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI dan
Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(7) Dalam hal di atas satu bidang tanah terdapat tumpang
tindih sertifikat hak atas tanah, Menteri atau Kepala
Kantor Wilayah BPN sesuai kewenangannya menerbitkan
Keputusan pembatalan sertifikat yang tumpang tindih,
sehingga di atas bidang tanah tersebut hanya ada 1
(satu) sertifikat hak atas tanah yang sah.

Pasal 25
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1),
ayat (4) dan ayat (7) disampaikan kepada Kepala Kantor
Pertanahan disertai dengan Berkas Penyelesaian Sengketa
dan Konflik sesuai dengan kewenangan pembatalan.

Pasal 26
(1) Dalam hal penyelesaian Sengketa dan Konflik berupa
penerbitan Keputusan Pembatalan Hak Atas Tanah atau
Keputusan Pembatalan Sertifikat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dan huruf b,
pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan kewenangan
pembatalan.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

245
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 22 -

(2) Kewenangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) terdiri atas:
a. Menteri, untuk pemberian hak yang keputusannya
diterbitkan oleh Menteri atau Kepala Kantor Wilayah
BPN, dan Sengketa dan Konflik dengan karakteristik
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(3);
b. Kepala Kantor Wilayah BPN, untuk pemberian hak
yang keputusannya diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan.
(3) Penerbitan keputusan pembatalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a dan huruf b
tidak berarti menghilangkan/menimbulkan hak atas
tanah atau hak keperdataan lainnya kepada para pihak.
(4) Penerbitan keputusan pembatalan yang dilakukan oleh
Kepala Kantor Wilayah BPN sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b dilakukan atas nama Menteri dan
dilaporkan kepada Menteri dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari kerja sejak keputusan pembatalan diterbitkan.

Paragraf 6
Pelaksanaan Keputusan Penyelesaian

Pasal 27
Keputusan penyelesaian Sengketa atau Konflik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1), dilaksanakan oleh Kepala
Kantor Pertanahan.

Pasal 28
(1) Dalam hal Keputusan berupa Pembatalan Hak Atas
Tanah, Pembatalan Sertifikat atau Perubahan Data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a,
huruf b dan huruf c, Kepala Kantor Pertanahan
memerintahkan pejabat yang berwenang untuk
memberitahukan kepada para pihak agar menyerahkan
sertifikat hak atas tanah dan/atau pihak lain yang terkait
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

246
■ LAMPIRAN

- 23 -

(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) berakhir dan para pihak tidak menyerahkan
sertifikat, Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan
Pengumuman mengenai pembatalan hak atas tanah,
pembatalan sertifikat atau perubahan data, di Kantor
Pertanahan dan balai desa/kantor kelurahan setempat
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 29
(1) Setelah pemberitahuan atau pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27, Kepala Kantor Pertanahan
memerintahkan pejabat yang berwenang menindaklanjuti
keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1).
(2) Dalam hal Keputusan berupa pembatalan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a,
pejabat yang berwenang melakukan pencatatan
mengenai hapusnya keputusan pemberian hak, sertifikat,
surat ukur, buku tanah dan Daftar Umum lainnya, pada
Sertifikat hak atas tanah, Buku Tanah dan Daftar Umum
lainnya.
(3) Dalam hal Keputusan berupa pembatalan sertifikat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b,
pejabat yang berwenang melakukan pencatatan mengenai
hapusnya hak pada Sertifikat, Buku Tanah dan Daftar
Umum lainnya.
(4) Dalam hal Keputusan berupa perubahan data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c,
pejabat yang berwenang melakukan perbaikan pada
Sertifikat, Surat Ukur, Buku Tanah atau Daftar Umum
lainnya.
(5) Setelah dilakukan perbaikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), sertifikat diberikan kembali kepada
pemegang hak atau diterbitkan sertifikat pengganti.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

247
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 24 -

Pasal 30
Dalam hal Keputusan berupa Surat Pemberitahuan
pengaduan atau permohonan tidak dapat dilaksanakan atau
tidak terdapat kesalahan administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d, Kepala Kantor Pertanahan
meneruskan Surat Pemberitahuan kepada para pihak
dan/atau pihak lain yang terkait, disertai dengan penjelasan
dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 31
Penerbitan atau peralihan hak atas tanah sebagai tindak
lanjut pelaksanaan pembatalan hak atas tanah, pembatalan
sertifikat atau perubahan data, dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32
Dalam hal tanah objek Sengketa dan Konflik merupakan aset
Barang Milik Negara/Daerah dan/atau aset Badan Usaha
Milik Negara/Daerah, maka pelaksanaan pembatalan hak atas
tanah dan/atau pemberian hak atas tanah dilakukan setelah
adanya penghapusan aset/aktiva tetap dari instansi yang
bersangkutan.

Pasal 33
(1) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1) wajib dilaksanakan kecuali terdapat alasan yang sah
untuk menunda pelaksanaannya.
(2) Alasan yang sah untuk menunda penyelesaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
a. sertifikat yang akan dibatalkan sedang dalam status
diblokir atau disita oleh kepolisian, kejaksaaan,
pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum
lainnya; atau
b. tanah yang menjadi obyek pembatalan menjadi
obyek hak tanggungan; atau
c. tanah telah dialihkan kepada pihak lain.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

248
■ LAMPIRAN

- 25 -

(3) Penundaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) wajib dilaporkan oleh Kepala Kantor Pertanahan
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN atau Menteri dalam
waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya
Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.

Pasal 34
(1) Dalam hal tanah yang menjadi obyek pembatalan sedang
dalam status diblokir atau disita oleh kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak
hukum lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (2) huruf a, maka pelaksanaan pembatalan ditunda.
(2) Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan:
a. apabila status blokir dan tidak ditindaklanjuti
dengan penetapan sita dari pengadilan, maka
penundaan dilakukan sampai dengan jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak dilakukan pencatatan
blokir atau sampai adanya pencabutan blokir dari
pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan/atau
lembaga penegak hukum lainnya sebelum tenggang
waktu 30 (tiga puluh) hari; atau
b. apabila status blokir dan ada penetapan sita dari
pengadilan, penundaan dilakukan sampai adanya
keputusan pencabutan sita dari pihak kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak
hukum lainnya.

Pasal 35
(1) Dalam hal tanah merupakan obyek hak tanggungan atau
tanah telah dialihkan kepada pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b dan huruf c,
maka dilakukan pemberitahuan kepada pemegang hak
tanggungan atau pihak lain tersebut.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan:
a. Pihak lain yang tidak mengetahui bahwa tanah
dalam keadaan sengketa atau konflik;
b. tanah tersebut ditawarkan secara terbuka; dan

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

249
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 26 -

c. pihak lain yang memperoleh hak secara terang dan


tunai.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada
pemegang hak tanggungan atau pihak lain mengenai
rencana pelaksanaan keputusan dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari.
(4) Setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berakhir, Kepala Kantor
Pertanahan melanjutkan proses penyelesaian Sengketa
dan Konflik, kecuali terdapat sita oleh kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan/atau lembaga penegak
hukum lainnya.
(5) Proses penyelesaian Sengketa dan Konflik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah adanya
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 36
(1) Penundaan penyelesaian Sengketa dan Konflik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35
dilaporkan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Kepala
Kantor Wilayah BPN atau Menteri dalam waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak pemberitahuan kepada
pihak terkait.
(2) Penundaan pembatalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dicatat dalam Buku Tanah dan Daftar Umum
lainnya dan dicantumkan alasan pembatalannya.
(3) Sertipikat yang terdapat catatan pada Buku Tanah atau
Daftar Umum lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), tidak dapat dialihkan sampai dengan dilakukannya
pembetulan atas catatan dimaksud.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

250
■ LAMPIRAN

- 27 -

Bagian Keempat
Penyelesaian Sengketa dan Konflik
Yang Bukan Merupakan Kewenangan Kementerian

Paragraf 1
Umum

Pasal 37
(1) Penyelesaian Sengketa atau Konflik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5) dapat dilakukan
melalui Mediasi.
(2) Dalam hal salah satu pihak menolak untuk dilakukan
Mediasi maka penyelesaiannya diserahkan kepada para
pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Paragraf 2
Pelaksanaan Mediasi

Pasal 38
(1) Apabila para pihak bersedia untuk dilakukan Mediasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), maka
mediasi dilaksanakan berdasarkan prinsip musyawarah
untuk mufakat bagi kebaikan semua pihak.
(2) Pelaksanaan Mediasi dilakukan paling lama 30 (tiga
puluh) hari.
(3) Mediasi bertujuan untuk:
a. menjamin transparansi dan ketajaman analisis;
b. pengambilan putusan yang bersifat kolektif dan
obyektif;
c. meminimalisir gugatan atas hasil penyelesaian
Sengketa dan Konflik;
d. menampung informasi/pendapat dari semua pihak
yang berselisih, dan dari unsur lain yang perlu
dipertimbangkan; dan
e. memfasilitasi penyelesaian Sengketa dan Konflik
melalui musyawarah.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

251
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 28 -

Pasal 39
(1) Peserta Mediasi terdiri dari:
a. Tim Pengolah;
b. Pejabat Kementerian, Kantor Wilayah BPN dan/atau
Kantor Pertanahan;
c. Mediator dari Kementerian, Kantor Wilayah BPN
dan/atau Kantor Pertanahan;
d. para pihak dan/atau pihak lain yang terkait;
dan/atau
e. Pakar dan/atau ahli yang terkait dengan Sengketa
dan Konflik, Instansi terkait, dan unsur masyarakat,
tokoh masyarakat/adat/agama, atau
pemerhati/pegiat agraria dan penataan ruang, serta
unsur-unsur lain, apabila diperlukan.
(2) Peserta Mediasi harus mendapat penugasan dari
Kementerian, kecuali para pihak.
(3) Dalam hal Mediasi tidak dapat dihadiri oleh salah satu
pihak yang berselisih, pelaksanaannya dapat ditunda
agar semua pihak yang berselisih dapat hadir.
(4) Apabila setelah diundang 3 (tiga) kali secara patut pihak
yang berselisih tidak hadir dalam Mediasi, maka Mediasi
batal dan para pihak dipersilahkan menyelesaikan
Sengketa atau Konflik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
(1) Pelaksanaan Mediasi dicatat dalam notulensi dan hasil
pelaksanaan Mediasi dituangkan dalam Berita Acara
Mediasi.
(2) Berita Acara Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memuat:
a. pokok masalah;
b. kronologi;
c. uraian masalah; dan
d. hasil Mediasi;
(3) Notulen Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh Mediator dan notulis.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

252
■ LAMPIRAN

- 29 -

(4) Berita Acara Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) ditandatangani oleh Pejabat Kementerian, Kantor
Wilayah BPN dan/atau Kantor Pertanahan, Mediator dan
para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat
(1) huruf b, huruf c dan huruf d serta perwakilan dari
peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1)
huruf e.
(5) Notulen mediasi dan Berita Acara Mediasi merupakan
dokumen yang harus dilampirkan dalam Berkas
Penanganan Sengketa dan Konflik, dibuat sesuai dengan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII
dan Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(6) Berita Acara Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diberikan kepada para pihak.
(7) Dalam hal salah satu pihak tidak bersedia
menandatangani Berita Acara Mediasi, ketidaksediaan
tersebut dicatat dalam Berita Acara Mediasi.

Pasal 41
(1) Dalam hal Mediasi menemukan kesepakatan, dibuat
Perjanjian Perdamaian berdasarkan berita acara mediasi
yang mengikat para pihak.
(2) Perjanjian Perdamaian didaftarkan pada Kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat sehingga mempunyai
kekuatan hukum mengikat.
(3) Perjanjian Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

253
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 30 -

Pasal 42
(1) Dalam hal salah satu pihak menolak untuk dilakukan
mediasi atau mediasi batal karena sudah 3 (tiga) kali
tidak memenuhi undangan atau telah melampaui waktu
sebagaimana dimaksud Pasal 38 ayat (2), Kepala Kantor
Pertanahan membuat surat pemberitahuan kepada pihak
pengadu bahwa pengaduan atau mediasi telah selesai
disertai dengan penjelasan.
(2) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibuat sesuai dengan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV
PENANGANAN PERKARA

Bagian Kesatu
Pelaksanaan Penanganan Perkara

Pasal 43
Penanganan Perkara dilaksanakan dalam rangka berperkara
dalam proses peradilan perdata atau tata usaha negara,
dimana Kementerian sebagai pihak.

Pasal 44
(1) Penanganan Perkara dalam proses peradilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, meliputi:
a. penerimaan panggilan sidang (relaas);
b. Pengumpulan data dalam rangka penanganan
perkara
c. penyiapan surat tugas dan surat kuasa;
d. penyiapan gugatan/jawaban;
e. penyiapan replik/duplik;
f. penyiapan bukti;
g. penyiapan saksi dan/atau ahli;
h. pemeriksaan setempat;
i. kesimpulan; dan
j. upaya hukum.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

254
■ LAMPIRAN

- 31 -

(2) Upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf j, meliputi:
a. perlawanan (verzet);
b. banding;
c. kasasi; dan/atau
d. peninjauan kembali.
(3) Dalam hal Kementerian kalah dalam perkara,
Kementerian dapat melakukan upaya hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 45
(1) Dalam hal para pihak sepakat untuk menyelesaikan
Perkara yang telah terdaftar pada pengadilan dengan cara
damai, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam hal Kementerian sebagai pihak, maka perdamaian
dapat dilakukan apabila:
a. tidak menyangkut Barang Milik Negara/Barang Milik
Daerah;
b. tidak merugikan kepentingan Kementerian;
c. disetujui oleh pihak-pihak yang berperkara;
dan/atau
d. tidak terdapat masalah atau perkara lain berkenaan
dengan subyek dan obyek yang sama.
(3) Jika Kementerian sebagai tergugat dalam Perkara Tata
Usaha Negara yang obyeknya sertifikat hak atas tanah
atau jika ada perdamaian melibatkan Kementerian
sebagai tergugat yang berkaitan dengan status
keabsahan keputusan pejabat Tata Usaha Negara, maka
pemegang hak merupakan pihak dalam perdamaian
tersebut.

Pasal 46
(1) Penanganan Perkara pada Kantor Pertanahan
dikoordinasikan oleh Kepala Kantor Pertanahan dan
dilaksanakan oleh Kepala Seksi.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

255
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 32 -

(2) Penanganan Perkara pada Kantor Pertanahan dan/atau


Kantor Wilayah BPN dikoordinasikan oleh Kepala Kantor
Wilayah BPN dan dilaksanakan oleh Kepala Bidang.
(3) Penanganan Perkara pada Kantor Pertanahan, Kantor
Wilayah BPN dan/atau Kementerian dikoordinasikan oleh
Dirjen dan dilaksanakan oleh Direktur yang menangani
bidang Perkara.

Pasal 47
(1) Dalam hal perkara di pengadilan tidak melibatkan
Kementerian sebagai pihak namun perkaranya
menyangkut kepentingan Kementerian, maka
Kementerian dapat melakukan intervensi.
(2) Pihak yang berperkara dapat meminta keterangan ahli
atau saksi ahli dari Kementerian.
(3) Permohonan bantuan aparatur Kementerian untuk
memberikan keterangan ahli atau saksi ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Kepala
Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah BPN, atau
Menteri.
(4) Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah BPN
atau Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menerbitkan
Surat Tugas kepada staf atau pejabat untuk memberikan
keterangan ahli atau saksi ahli.

Pasal 48
Kegiatan penanganan perkara dibuat sesuai dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

256
■ LAMPIRAN

- 33 -

Bagian Kedua
Pelaksanaan Putusan Pengadilan

Pasal 49
(1) Pelaksanaan putusan pengadilan merupakan tindak
lanjut atas putusan lembaga peradilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Amar putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, yang berkaitan dengan
penerbitan, peralihan, pembatalan hak atas tanah
dan/atau pembatalan penetapan tanah terlantar antara
lain:
a. perintah untuk membatalkan hak atas tanah;
b. menyatakan batal/tidak sah/tidak mempunyai
kekuatan hukum hak atas tanah;
c. menyatakan tanda bukti hak tidak sah/tidak
berkekuatan hukum;
d. perintah dilakukannya pencatatan atau pencoretan
dalam Buku Tanah;
e. perintah penerbitan hak atas tanah;
f. perintah untuk membatalkan penetapan tanah
terlantar; dan
g. amar yang bermakna menimbulkan akibat hukum
terbitnya peralihan hak atau batalnya peralihan hak.

Pasal 50
(1) Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, yang berkaitan dengan penerbitan,
peralihan, pembatalan hak atas tanah dan/atau
pembatalan penetapan tanah terlantar dilaksanakan
berdasarkan permohonan pihak yang berkepentingan
melalui Kantor Pertanahan setempat.
(2) Dalam hal permohonan pembatalan penetapan tanah
terlantar, langsung diajukan kepada Kementerian.
(3) Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan para pihak penggugat maupun
tergugat atau pihak lain yang terlibat dalam Perkara.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

257
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 34 -

(4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan


ayat (2) harus dilengkapi dengan:
a. fotokopi identitas pemohon atau fotokopi identitas
penerima kuasa dan surat kuasa apabila
dikuasakan;
b. salinan resmi putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang dilegalisir
pejabat berwenang;
c. surat keterangan dari pejabat berwenang di
lingkungan pengadilan yang menerangkan bahwa
putusan dimaksud telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap;
d. Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi, dalam hal
putusan Perkara yang memerlukan pelaksanaan
eksekusi; dan/atau
e. surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan
pembatalan, apabila diperlukan dapat
dipersyaratkan oleh Kabid atau Direktur yang
bertanggungjawab menangani Perkara pada Dirjen.
(5) Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi penguasaan/
pengosongan/penyerahan tanah tidak diperlukan dalam
permohonan, dalam hal:
a. untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara;
b. tanahnya telah dikuasai pihak pemohon yang
dibuktikan dengan surat pernyataan yang
bersangkutan diketahui Ketua RT/RW/
Lurah/Kepala Desa setempat, atau Berita Acara
Penelitian Lapangan dari Kantor Pertanahan
setempat.

Pasal 51
(1) Setelah permohonan diterima, pejabat yang bertanggung
jawab menangani Sengketa, Konflik dan Perkara
melakukan penelitian berkas permohonan.
(2) Dalam hal berkas permohonan telah memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4), maka
pejabat yang bertanggung jawab menangani Sengketa,
Konflik dan Perkara melanjutkan proses penanganan
permohonan.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

258
■ LAMPIRAN

- 35 -

(3) Dalam hal berkas permohonan tidak memenuhi syarat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4), maka
petugas mengembalikan berkas permohonan kepada
pemohon dengan memberitahukan kekuranglengkapan
berkas permohonan secara tertulis.

Pasal 52
(1) Berdasarkan hasil penelitian berkas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), dilakukan analisis
putusan pengadilan.
(2) Dalam hal terdapat kekurangan data, maka pejabat yang
bertanggungjawab menangani Sengketa, Konflik dan
Perkara melakukan pengumpulan data.

Pasal 53
(1) Kepala Kantor Pertanahan menyampaikan hasil analisis
putusan pengadilan disertai data pendukung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, kepada:
a. Kepala Kantor Wilayah BPN, dalam hal keputusan
pemberian hak, konversi/penegasan/pengakuan,
pembatalan hak atas tanah yang diterbitkan oleh
Kepala Kantor Pertanahan; atau
b. Menteri, dalam hal keputusan pemberian hak,
konversi/penegasan/pengakuan, pembatalan hak
atas tanah, atau penetapan tanah terlantar yang
diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN atau
Menteri.
(2) Hasil analisis putusan pengadilan disampaikan kepada
Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah BPN disertai data
terkait.

Pasal 54
Setelah menerima hasil analisis putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Kepala Kantor
Wilayah BPN atau Menteri memerintahkan pejabat yang
bertanggungjawab dalam menangani Sengketa, Konflik dan
Perkara untuk melakukan:
a. melakukan pengkajian dan pemeriksaan lapangan;
b. melakukan paparan, apabila diperlukan; dan

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

259
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 36 -

c. menyusun dan menyampaikan Laporan Penyelesaian


Perkara.

Pasal 55
Kegiatan pengumpulan data, analisis, pengkajian dan
pemeriksaan lapangan, paparan, penyusunan laporan,
penerbitan keputusan penyelesaian, dan pelaksanaan
keputusan dalam rangka penyelesaian Sengketa dan Konflik,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 16
sampai dengan Pasal 25, Pasal 27 sampai dengan Pasal 31,
berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengumpulan
data, analisis dan penyampaiannya, pengkajian dan
pemeriksaan lapangan, paparan, penyusunan laporan,
penerbitan keputusan penyelesaian, dan pelaksanaan
keputusan dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan.

Pasal 56
(1) Dalam hal pelaksanaan putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 49, pelaksanaannya dilakukan
sesuai dengan kewenangan pembatalan.
(2) Kewenangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Kepala Kantor Pertanahan, dalam hal keputusan
konversi/penegasan/pengakuan, pemberian hak,
pembatalan hak yang diterbitkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan;
b. Kepala Kantor Wilayah BPN, dalam hal keputusan
konversi/penegasan/pengakuan, pemberian hak,
pembatalan hak yang diterbitkan oleh Kepala Kantor
Wilayah BPN;
c. Menteri dalam hal keputusan pemberian hak,
keputusan pembatalan hak, keputusan penetapan
tanah terlantar yang diterbitkan oleh Menteri.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

260
■ LAMPIRAN

- 37 -

(3) Penerbitan keputusan pembatalan yang dilakukan oleh


Kepala Kantor Pertanahan dan Kepala Kantor Wilayah
BPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan
huruf b, dilakukan atas nama Menteri dan dilaporkan
kepada Menteri dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja
sejak keputusan pembatalan diterbitkan.

Pasal 57
(1) Dalam hal tanah objek putusan pengadilan merupakan
aset Barang Milik Negara/Daerah dan/atau aset Badan
Usaha Milik Negara/Daerah, pelaksanaan pembatalan
hak atas tanahnya dilakukan tanpa menunggu proses
penghapusan aset/aktiva tetap dari instansi yang
bersangkutan.
(2) Setelah dilaksanakan pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pertanahan
memberitahukan kepada pemegang aset yang hak atas
tanahnya dibatalkan agar dilakukan penghapusan
aset/aktiva tetap.
(3) Pemberian hak atas tanah dilakukan setelah adanya
penghapusan aset/aktiva tetap dari instansi yang
bersangkutan.

Pasal 58
(1) Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap wajib dilaksanakan kecuali
terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya.
(2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
antara lain:
a. terhadap obyek putusan terdapat putusan lain yang
bertentangan;
b. terhadap obyek putusan sedang dalam status
diblokir atau sita oleh kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum
lainnya;
c. alasan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

261
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 38 -

(3) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib


dilaporkan oleh Kepala Kantor Pertanahan kepada Kepala
Kantor Wilayah BPN atau Menteri dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Keputusan.

Pasal 59
Pelaksanaan pembatalan terhadap obyek putusan terdapat
putusan lain yang bertentangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 ayat (2) huruf a, setelah adanya putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap.

Pasal 60
Pelaksanaan pembatalan terhadap obyek putusan sedang
dalam status diblokir atau sita oleh kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) huruf b,
setelah adanya pencabutan sita dari kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan/atau lembaga penegak hukum lainnya.

BAB IV
PENGAWASAN

Pasal 61
Pengawasan terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan dan
Surat Keputusan Hasil Penyelesaian Sengketa, Konflik dan
Perkara pada tingkat tertinggi dilakukan oleh Menteri.

Pasal 62
(1) Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61, dilaksanakan monitoring dan evaluasi.
(2) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dikoordinasikan
oleh Dirjen dan untuk pelaksanaannya dapat menunjuk
salah satu Direktur dengan surat keputusan.
(3) Monitoring dan evaluasi di Kantor Wilayah BPN dan
Kantor Pertanahan dikoordinasikan oleh Kepala Kantor
Wilayah BPN yang dilaksanakan oleh Kepala Bidang.
(4) Monitoring dan evaluasi di Kantor Pertanahan
dikoordinasikan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang
dilaksanakan oleh Kepala Seksi.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

262
■ LAMPIRAN

- 39 -

Pasal 63
(1) Unsur pelaksanaan pengawasan penyelesaian Sengketa,
Konflik dan Perkara di Kementerian dilakukan oleh Tim
Pengawas Penyelesaian Sengketa, Konflik dan Perkara
yang terdiri dari Bagian Administrasi dan Bagian
Operasional.
(2) Bagian Administrasi bertugas melakukan:
a. pencatatan, pengolahan dan penyajian data;
b. pencatatan kegiatan penanganan perkara dan
operasional;
c. penyiapan penyelenggaraan dan laporan paparan
perkara/mediasi;
d. pengelolaan laporan bulanan/tahunan dan analisis
semester/akhir tahun.
(3) Bagian Operasional bertugas melakukan:
a. pengawasan penyelesaian;
b. monitor dan evaluasi kegiatan penyelesaian;
c. penyampaian informasi posisi dan hasil
penyelesaian; dan
d. menyelenggarakan Analisis dan Evaluasi Data
Periodik.

Pasal 64
(1) Unsur pelaksana pengawasan penyelesaian Sengketa,
Konflik dan Perkara di tingkat Kantor Wilayah BPN
dilaksanakan oleh Kepala Bidang.
(2) Unsur pelaksana pengawasan penyelesaian Sengketa,
Konflik dan Perkara di tingkat Kantor Pertanahan
dilaksanakan oleh Kasi.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

263
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 40 -

BAB V
BANTUAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN HUKUM

Bagian Kesatu
Bantuan Hukum

Pasal 65
(1) Bantuan Hukum dilaksanakan untuk kepentingan
Kementerian atau aparatur Kementerian, Kantor Wilayah
BPN dan/atau Kantor Pertanahan baik yang masih aktif
maupun yang sudah purna tugas yang menghadapi
masalah hukum.
(2) Kegiatan Bantuan Hukum meliputi:
a. pendampingan hukum dalam proses peradilan
pidana, perdata, atau tata usaha negara bagi
keluarga besar Kementerian yang meliputi pegawai
Kementerian dan pensiunan Kementerian dan
keluarga pegawai Kementerian, yang sedang
menghadapi masalah hukum;
b. pengkajian masalah hukum yang berkaitan dengan
kepentingan Kementerian;
c. pengkajian masalah hukum akibat tindakan yang
dilakukan oleh pejabat atau pegawai Kementerian.

Pasal 66
Kegiatan pendampingan hukum meliputi:
a. bantuan hukum dalam proses peradilan pidana, antara
lain:
1) bantuan pembuatan pendapat hukum;
2) pendampingan dalam pemeriksaan di tingkat
penyelidikan;
3) pendampingan dalam pemeriksaan di tingkat
penyidikan;
4) pendampingan selama proses persidangan.
b. Bantuan Hukum dalam proses peradilan perdata/tata
usaha negara, antara lain:
1) bantuan penyiapan surat kuasa;

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

264
■ LAMPIRAN

- 41 -

2) bantuan dalam penyiapan gugatan;


3) bantuan dalam penyiapan proses jawaban;
4) pendampingan selama proses persidangan;
5) penyiapan saksi ahli/saksi yang meringankan.

Pasal 67
(1) Bantuan Hukum dilaksanakan oleh Tim Bantuan Hukum
yang terdiri dari pegawai/pejabat Kementerian dari unsur
Ditjen, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kantor
Wilayah BPN dan/atau Kantor Pertanahan.
(2) Setiap pelaksanaan tugas Bantuan Hukum dilengkapi
dengan surat tugas dari pejabat yang berwenang.

Bagian Kedua
Perlindungan Hukum

Pasal 68
(1) Pengambilan keputusan untuk melakukan perbuatan
hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan dan
pembatalan sertifikat hak atas tanah,
pencatatan/pencoretan dalam Surat Ukur, Buku Tanah
dan Daftar Umum lainnya serta perbuatan hukum
lainnya untuk melaksanakan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan
perbuatan hukum yang wajib dilaksanakan oleh pejabat
Kementerian yang berwenang.
(2) Pengambilan keputusan untuk melakukan perbuatan
hukum pertanahan berupa penerbitan, peralihan dan
pembatalan sertifikat hak atas tanah,
pencatatan/pencoretan dalam Surat Ukur, Buku Tanah
dan Daftar Umum lainnya serta perbuatan hukum
lainnya dalam rangka penyelesaian kasus pertanahan
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, merupakan
tugas dan kewajiban pegawai atau pejabat Kementerian.
(3) Kesalahan dalam proses penyelesaian kasus pertanahan
akibat kelalaian pegawai atau pejabat Kementerian
merupakan pelanggaran administrasi yang dapat
dikenakan sanksi administrasi.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

265
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

- 42 -

Pasal 69
(1) Segala akibat yang terjadi karena perbuatan hukum oleh
pegawai atau Pejabat Kementerian dalam melaksanakan
Peraturan Menteri ini, menjadi tanggung jawab
Kementerian.
(2) Pegawai atau pejabat Kementerian yang melaksanakan
tugas sesuai dengan Peraturan Menteri ini, yang
menghadapi masalah hukum wajib mendapat bantuan
dan perlindungan hukum dari Kementerian.

Pasal 70
Biaya pelaksanaan tugas dan kegiatan serta Bantuan Hukum
yang diatur dalam Peraturan Menteri ini dibebankan pada
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Satuan Kerja yang
bersangkutan.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 71
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Sengketa, Konflik
dan Perkara yang masih dalam proses penanganan dan
penyelesaian, ditangani dan diselesaikan lebih lanjut
berdasarkan Peraturan Menteri ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 72
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka:
1. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan; dan
2. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12
Tahun 2013 tentang Eksaminasi Pertanahan;
3. Ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan
Menteri ini,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

266
■ LAMPIRAN

- 43 -

Pasal 73
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2016

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/


KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Ttd.

FERRY MURSYIDAN BALDAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 April 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 569 TAHUN 2016

Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Kementerian ATR/BPN Bagian Advokasi dan Dokumentasi Hukum

267
INDEKS

A I
AV.Decey 4 Immanuel Kant 1
International Commission of Jurist
B 4
Bagir Manan 5
beleidregels pseudowetgeving 57 J
Bernadus Sukismo 52 JJ Rousseau 1
Beschikkingshandeling 57 John Locke 1
Boedi Harsono 11, 29 judicial independence, tiga
pengertian 5
C
K
civil law system 60
K. Wantjik Saleh 28
kontrak sosial 1
D
democratische rechtstaat 1
L
droit de suite 40
laissez faire, asas 2
duality of jurisdiction 60

M
E
Mariam Darus Badrulzaman 41, 42
Edi Pranjoto 32
Montesquieu 1
F
P
Farida Patitingi 72
Philipus M. Hadjon 52
Frederich Julius Stahl 3, 6
proprietary rights 20
publiekrechtelijke
G
rechtshandelingen 59
Gemeenschapelijkrecht 32
publik rights 20
IMPLIKASI PUTUSAN SENGKETA PERTANAHAN ...

R W
R. Soeprapto 41 Wolfgang Friedmann 4

S Z
S.F. Marbun 23 Zafrullah Salim 57
Saleh Adiwinata 41
Sri Soemantri Martosuwignjo 23

V
Van der Vlies 58

270
TENTANG PENULIS

Moch. Iqbal, S.H., M.H., lahir di Magetan,


Jawa Timur pada tanggal 14 April 1961. Saat
ini, penulis bertugas sebagai peneliti pada
Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah
Agung Republik Indonesia yang beralamat di
Jl. Ahmad Yani Kav. 58 Jakarta Pusat. Jenjang
pendidikan strata 1 diselesaikan pada 1985 di
Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang
dan pendidikan strata 2 diselesaikan pada 2015 di Fakultas Hukum
Universitas Jayabaya Jakarta. Penulis dapat dihubungi melalui
e-mail: mochiqbal1461@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai