Anda di halaman 1dari 7

1.

Cerita Rakyat Pangeran Pande Gelang dan Putri Cadasari

Diceritakan kembali pada zaman dahulu kala, di sebuah kerajaan di daerah Jawa

bagian barat hiduplah seorang putri raja bernama Putri Arum. Parasnya yang cantik jelita,

serta kulit dan hatinya yang selembut sutra. Tidak hanya itu, bahkan sang putri juga

memiliki perangai yang baik. Maka dari itu, tidak mengherankan jika banyak sekali

pangeran yang ingin meminangnya sebagai permaisuri. Putri Arum tidak menyangka

bahwa kecantikan yang ia miliki, justru malah membuat ia menjadi seseorang yang

paling sedih di muka bumi ini. meski begitu, walau bagaimanapun kecantikannya adalah

suatu anugerah yang patut ia terima, karena tidak dapat dipungkiri bahwa banyak yang

ingin menjadi seperti Putri Arum.

Hingga pada suatu hari, ada dua orang pangeran yang benar-benar memantapkan niat

untuk mempersunting Putri Arum. Kedua pangeran tersebut adalah Pangeran Sae Bagus

Lana dan Pangeran Cunihin, bahkan ternyata mereka berasal dari perguruan yang sama.

Namun sayangnya, mereka memiliki sifat yang begitu bertolak belakang. Sesuai dengan

namanya, Pangeran Sae Bagus Lana merupakan seorang laki-laki yang baik hati.

Sementara itu, Pangeran Cunihin adalah pria yang suka menggoda wanita dan

berperangai buruk.

Melihat fakta tersebut, tidak sulit bagi Putri Arum untuk menjatuhkan pilihan. Ia tentu

saja memilih Pangeran Sae Bagus Lana untuk menjadi pendamping hidupnya.

Nampaknya, penolakan dari Putri Arum tidak diterima baik oleh Pangeran Cunihin. Ia

sangat tidak rela melihat sang putri lebih memilih teman seperguruannya dibandingkan

dirinya. Diam-diam, laki-laki tersebut menyusun sebuah rencana jahat untuk


melampiaskan rasa sakit hatinya. Ia berniat untuk mencuri ilmu milik Pangeran Sae

Bagus Lana sekaligus merebut Putri Arum.

Tak berapa lama kemudian, ia menjalankan rencananya itu. Ia tidak hanya mencuri

kesaktian Pangeran Sae Bagus Lana, tetapi juga mengubahnya menjadi seorang kakek tua

dan berkulit hitam legam. Melihat hal tersebut, tentu saja Pangeran Cunihin merasa

sangat puas. Ia tidak hanya berhasil menyingkirkan saingannya, tapi juga bisa

mendapatkan sang pujaan hati. Sementara itu, Pangeran Sae Bagus Lana merasa sangat

sedih dan tidak berdaya. Ia lalu memutuskan untuk pergi menemui gurunya guna

mendapatkan petunjuk.

Sesampainya di padepokan, Pangeran Bagus Lana menghadap sang guru. Setelah

menyampaikan apa yang terjadi padanya, gurunya berkata kalau ia bisa mendapatkan

kembali kekuatannya jika berhasil mengalahkan Pangeran Cunihin. Untuk

mengalahkannya, ia disuruh untuk membuat sebuah gelang besar yang bisa dilewati oleh

manusia. Apabila berhasil membuat Pangeran Cunihin melewati gelang itu, maka

kekuatannya akan kembali.

Sepulangnya dari padepokan, laki-laki tersebut mengembara dan menetap di sebuah

kampung. Di sana, ia menyamar menjadi seorang pembuat gelang atau yang sering

disebut pande gelang. Sejak saat itu, ia kemudian dipanggil Ki Pande Gelang. Kemudian

pada suatu hari, Ki Pande Gelang sedang berjalan melewati Bukit Manggis. Di sana, ia

melihat seorang wanita cantik yang sedang duduk termenung sendirian. Ternyata, wanita

itu adalah kekasihnya, Putri Arum. Ia tentu merasa bahagia bisa melihat kekasih hati

yang begitu dirindukannya. Namun, ia tidak bisa membongkar jati dirinya begitu saja

yang bisa saja membuat sang putri menjadi semakin sedih.


Ki Pande memberanikan diri untuk menghampiri Putri Arum. “Sampurasun… Ada

apa gerangan Tuan Putri berada di sini seorang diri?” tanyanya sopan. “Ra..rampes, Ki,”

jawab Putri Arum terbata. Ia tidak menjawab pertanyaan Ki Pande karena masih terkejut

ada seseorang yang menghampirinya. Laki-laki itu kemudian minta maaf karena telah

menganggetkan sang putri. Kemudian perempuan itu bertanya balik, “Maaf… Tapi Aki

ini siapa dan berasal dari mana?” Jawabnya, “Nama hamba Pande Gelang. Namun,

orang-orang memanggil hamba Ki Pande Gelang.” “Maaf kalau hamba lancang, tapi

mengapa Putri duduk di sini sendiran dan terlihat sedih?” lanjutnya.

Pada awalnya, Putri Arum tidak mau berkeluh kesah dengan orang asing. Ia merasa

ragu dan diam saja. Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban, Ki Pande Gelang minta

undur diri untuk pergi. Namun karena merasa Ki Pande adalah orang yang baik, akhirnya

ia pun menceritakan semuanya. “Masalah yang saya hadapi sekarang begitu berat, Ki.

Saya sangat sedih kerena Pangeran Cunihin memaksa saya untuk menjadi istrinya.”

Lanjutnya, “Ia memang tampan, tapi wataknya sangatlah kejam. Saya ingin menolak, tapi

saya tidak berdaya untuk melawannya yang begitu sakti.”

Mendengar hal tersebut, Ki Pande tentu saja tertegun. Hatinya sangat sedih melihat

pujaan hatinya begitu menderita. Ia juga begitu marah pada Pangeran Cunihin yang

perilakunya semakin menjadi-jadi. Untuk saat ini, Pangeran Bagus Sae Lana atau Ki

Pande Gelang memang tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa membantu

menenangkan Putri Arum. Obrolan mereka pun mengalir begitu saja.

Ternyata, sang putri datang ke Bukit Manggis setelah mendapatkan sebuah wangsit

lewat mimpinya. Dalam mimpinya, Putri Arum diminta untuk memenangkan diri di bukit

tersebut. Di sana nanti, ia akan bertemu dengan seorang pangeran sakti dan baik hati yang
bisa menolongnya. “Tadinya, saya mengira kalau wangsit yang saya terima benar.

Namun, saya sudah berhari-hari menanti di sini, orang yang menolong saya tidak juga

tiba. Padahal, tiga hari lagi Pangeran Cunihin akan datang dan memaksa menikah

dengannya,” kata sang putri sedih. Sejenak, Ki Pande pun terdiam. Ia sepertinya sadar

kalau penolong yang dimaksudkan dalam mimpi tersebut adalah dirinya. Ia kemudian

memikirkan cara untuk membantu sang pujaan hati.

Sebuah rencana bagus kemudian terlintas di otaknya. Namun, ia tidak yakin kalau

sang putri akan menerimanya begitu saja, tetapi ia akan tetap mencoba untuk

mengutarakannya. “Tuan Putri, maaf sebelumnya kalau hamba lancang. Kalau boleh

menyarankan, sebaiknya Tuan Putri menerima pinangan dari Pangeran Cunihin,” kata Ki

Pande membuka suara setelah hening beberapa waktu. Mendengar hal tersebut, Putri

Arum tentu saja menolak. Ia benar-benar tidak mau menikah dengan Pangeran Cunihin.

Namun, Ki Pande kemudian memberi penjelasan kalau sang putri menerimanya

dengan mengajukan syarat yang harus dipenuhi oleh Pangeran Cunihin. Syaratnya adalah

pangeran itu harus melubangi sebuah batu keramat yang bisa dilalui oleh manusia. Nah,

sebelum dilubangi, batu tersebut harus diletakkan di sekitar pantai. Perlu diketahui,

melubangi batu keramat bukanlah hal yang mudah. Separuh kesaktian orang yang

melakukannya pasti akan menghilang.

“Rencana ini terdengar bagus. Namun, bukankah ini terlalu mudah untuk dilakukan

Pangeran Cunihin, Ki?” tanya sang putri yang masih merasa ragu dengan rencana tersebut.

“Ya memang mudah, tapi tidak semua orang mau melakukannya. Nah, nanti jika Pangeran

Cunihin berhasil melubangi batunya, Tuan Putri harus bisa membuatnya untuk melewati batu

keramat tersebut,” jelasnya.


Baiklah, sepertinya saya mengerti. Lantas setelah itu, apa yang harus aku lakukan, Ki?”

tanyanya lagi. “Untuk selanjutnya, Tuan Putri tidak usah khawatir. Serahkan saja pada

hamba,” jawabnya. Setelah itu, pria tersebut membawa Putri Arum ke tempat tinggalnya

untuk mengatur rencana. Perjalanan dari Bukti Manggis ke tempatnya ternyata cukup jauh.

Sang putri pun pingsan di atas sebuah batu cadas tepat sebelum tiba di kampung Ki Pande.

Mengetahui Putri Arum yang pingsan, beberapa warga kemudian membantu untuk

membawanya ke salah satu rumah warga. Tetua di kampung tersebut berkata kalau sang putri

akan segera pulih setelah meminum air yang memancar dari batu cadas tempatnya jatuh jadi.

Benar saja, tak lama setelah minum airnya, Putri Arum langsung sehat. Karena hal itu pula,

para warga kemudian memanggilnya dengan sebutan Putri Cadasari. Setelah itu, mereka pun

membahas lebih rinci perihal rencana untuk menggagalkan usaha Pangeran Cunihin. Dengan

diantar oleh beberapa warga, Putri Arum kemudian kembali ke istana keesokan harinya. Di

sana, ia sudah ditunggu oleh Pangeran Cunihin.

Akhirnya tanpa basa-basi lagi, wanita tersebut mengatakan kalau dirinya mau diperistri

oleh sang pangeran. Asalkan, syarat yang diajukannya dapat dipenuhi. Katanya, “Saya

bersedia menikah dengan pangeran. Namun, sebagai syaratnya, pangeran harus membawa

batu cadas ke pantai lalu melubanginya.” “Syaratmu itu mudah kupenuhi. Namun, apa

maksud dari itu semua?” tanya Pangeran Cunihin heran. “Batu itu nanti untuk kita

menghabiskan waktu bersama, Pangeran. Kita bisa duduk di atasnya sambil menikmati

pemandangan laut yang indah, pasti sangatlah menyenangkan,” jawabnya.

“Ternyata, Putri Arum menyukai hal yang romantis. Baiklah, aku akan segera

memenuhi syarat yang kamu ajukan,” ucapnya dengan tersenyum. Tanpa buang-buang waktu

lagi, ia kemudian pergi untuk melakukan syarat tersebut. Dalam tiga hari, Pangeran Cunihin
sudah berhasil untuk memenuhi semua syarat yang diajukan oleh Putri Arum. Ia kemudian

menjemput sang putri di istana dan membawanya ke pantai. Ki Pande yang selama ini diam-

diam mengawasi memanfaatkan kesempatan tersebut untuk meletakkan gelang besar

buatannya pada batu berlubang itu.

Sayangnya, ketika ingin kembali ke persembunyian, Pangeran Cunihin dan Putri Arum

tiba di sana. “Apa yang kamu lakukan di sini?” gertak Pangeran Cunihin. Ia tentu saja

mengenali siapa laki-laki tua yang ada di hadapannya ini. “Aku datang ke sini tentu saja

untuk merebut kembali kesaktianku dan juga mendapatkan kekasihku kembali,” jawabnya.

“Omong kosong! Aku sudah berkali-kali mengatakan kepadamu kalau kamu tidak pantas

bersanding dengan sang putri. Lihatlah, kamu akan menangis karena ia akan menjadi milikku

selamanya,” ucap Pangeran Cunihin dengan pongah.

Sementara itu, Putri Arum yang mendengarkan percakapan kedua orang itu hanya bisa

menatap bingung. Pasalnya, mereka terlihat begitu mengenal satu sama lain. Saat ingin

menanyakan hal itu, tiba-tiba saja tangannya di tarik oleh Pangeran Cunihin untuk melihat

batu keramat yang telah selesai dikerjakannya. “Putri Arum, lihatlah keinginanmu sudah aku

wujudkan. Tempat ini menjadi begitu romantis seperti apa yang kamu inginkan. Apakah

kamu bahagia, sekarang?” ucap Pangeran Cunihin lembut.

Sang putri pun pura-pura bahagia supaya tidak mengacaukan rencana yang sudah

disusun bersama Ki Pande. “Tentu saja, Pangeran. Namun sepertinya saya terlalu gembira

karena tidak bisa melihat lubang pada batu tersebut. Apakah Pangeran mau untuk

membuktikannya?” Tanpa banyak cakap, Pangeran Cunihin segera berjalan melewati lubang

batu tersebut. Baru mengambil beberapa langkah, ia merasakan tubuhnya sangatlah sakit.

Namun karena tidak mau menurunkan wibawanya, ia pun menahan kesakitan itu.
Begitu selesai melewatinya, Pangeran Cunihin berteriak begitu keras karena sudah

tidak bisa menahan rasa sakit tersebut. Ia hanya bisa terduduk lemas. Kekuatannya lenyap

dan ia berubah menjadi seorang kakek tua. Di saat yang bersamaan, Ki Pande Gelang

mendapatkan kekuatannya kembali. Ia juga berubah menjadi tampan seperti sedia kala. Putri

Arum begitu terkejut melihat hal tersebut. Dirinya benar-benar tidak menyangka kalau Ki

Pande Gelang sebenarnya adalah kekasih hatinya, yaitu Pangeran Bagus Sae Lana.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di benak wanita itu, sang pangeran kemudian
menjelaskan padanya. Setelah mendengar semuanya, barulah ia sadar kalau wangsit yang
diterimanya kala itu bukanlah sebuah kebohongan. Karena penolongnya memang benar-benar
datang. Setelah itu, Pangeran Bagus Sae Lana dan Putri Arum pergi meninggalkan pantai
tersebut. Beberapa bulan kemudian, dua insan yang dilanda asmara itu menikah dan menjalani
kehidupan dengan bahagia. Demikianlah, cerita lengkap dari legenda asal-usul Kota Pandeglang.

Anda mungkin juga menyukai