PRAMBANAN
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD FAIZ
16/399526/SA/18434
By:
MUHAMMAD FAIZ
16/399526/SA/18434
An Undergraduate Thesis
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD FAIZ
16/399526/SA/18434
Untuk orang tua saya yang telah mendukung saya sampai saat ini,
Untuk siapapun yang berminat pada bidang arkeologi dan bidang Jawa Kuno,
Untuk para leluhur yang telah meninggalkan warisan yang tidak ternilai
harganya.
KATA PENGANTAR
Yoni merupakan salah satu artefak dari masa Jawa Kuno yang paling banyak
beraliran Siwa maupun ditemukan secara lepas di tempat penampungan arca, pinggir
jalan, gudang milik negara, hingga ‘dimualafkan’ menjadi umpak masjid, dan jam
Salah satu hal yang paling menarik diperhatikan pada beberapa yoni di Jawa
adalah adanya ragam hias di bawah ceratnya. Ragam hias tersebut menyangga cerat
yoni. Yoni-yoni seperti ini cukup umum di Jawa Tengah dengan bentuk yang beragam
namun dengan ciri yang hampir seragam. Sepengetahuan penulis yang masih terbatas,
yoni dengan ragam hias di bawah cerat tidak ditemukan di luar Jawa. Di India maupun
daerah tetangga seperti Khmer (Kamboja sekarang), dan Champa (Vietnam Selatan
sekarang) mengenal yoni dengan ragam hias tetapi tidak menyangga cerat. Jika hal
demikian memang benar, maka yoni dengan ragam hias di bawah cerat merupakan
inovasi orang-orang Jawa Kuno. Walaupun begitu, masih diperlukan penelitian lebih
Namun, cukup disayangkan kajian mengenai yoni di Jawa masih cukup minim.
Walaupun beberapa kali digunakan untuk kajian skripsi, maupun skripsi sarjana muda,
tetapi kajian tentang yoni maupun lingga dan yoni masih dapat dikembangkan lagi.
Dari situ penulis tertarik untuk menulis berkaitan dengan ragam hias di bawah cerat
viii
yoni, sekaligus sebagai syarat utama untuk menempuh gelar sarjana di Universitas
Gadjah Mada.
Penulis merasa bahwa tulisan ini tidak akan ada tanpa dukungan maupun
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian kecil tulisan ini penulis
2. Kepada diri penulis sendiri yang telah mau mengerjakan penelitian ini.
melakukan apa-apa.
5. Mbak Santi (Tyassanti S.S.), Bang Dipal (Sandy Maulana S.Ark.), dan
Pakde (Naufal Raffi S.Ark.) yang rela membaca skripsi saya terlebih
ix
6. Yoga yang telah memberikan beberapa foto salah satu dari data yang
7. Bima, Meli, Nurul, Wisang, Pak Agus tenaga lokal Candi Ijo dan
8. BPCB DIY dan BPCB Jateng yang telah membantu untuk mendapatkan
Inggris.
10. Mas Gumilang (Gumilang Cahyaning Dityo S.Ark), dan Pakde yang
akademik.
12. Mbak Ania (Dra. D.S. Nugrahani, M.A.) yang telah membuat saya
14. Bli Gede yang menjadi reviewer proposal pada seminar prosal kajian
ini.
15. Ibu, Bapak, Mas Hanif, Mas Fahmi, Ica, dan Lala yang telah
mendukung saya sebagai bagian dari keluarga. Terutama Bapak dan Ibu
x
yang selalu mengingatkan saya untuk cepat-cepat menyelesaikan kajian
ini.
Dr. Djoko Dwiyanto, M.Hum., Dwi Pradnyawan, S.S., M.A., Dr. Widya
M.A., Dr. Tular S., M.A., Dr. Mahirta, M.A., Dr. Daud Aris Tanudirjo,
M.A., M.A., Dr. Mimi Savitri, S.S., M.A., Fahmi Prihantoro, S.S., S.H.,
Arkeologi terutama Sejarah Seni Jawa Kuno. Tentu saja kajian ini masih jauh dari kata
sempurna. Penulis masih terbuka untuk kritik maupun masukan yang membangun
untuk kajian ini. Selain itu, yoni, maupun lingga yoni masih memiliki banyak ruang
Penulis
xi
DAFTAR ISI
xii
1.7. Metode Penelitian………………………………………………..…… 7
1.8. Bagan Alir………………………………………………………..…. 10
BAB II: DESKRIPSI YONI DENGAN RAGAM HIAS DI BAWAH CERAT…..... 11
2.1. Yoni di Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY ………………..… 12
2.2. Yoni di PU Berbah……………………………………………………… 14
2.3. Yoni Singa Gajah di Museum Prambanan................................................ 15
2.4. Yoni Ular Besar di Museum Prambanan.……………………………….. 16
2.5. Yoni Ular Kecil di Museum Prambanan..…………………………….… 17
2.6. Yoni di Candi Siwa, Prambanan................................................................18
2.7. Yoni di Candi Wisnu………….....……………………………….…….. 19
2.8. Yoni di Candi Brahma…………………………………………….……. 20
2.9. Yoni di Penyimpanan Arca Candi Sewu…………………………..……. 21
2.10. Yoni di Candi Kedulan………………………………………….…….. 22
2.11. Yoni di Candi Ijo……………………………………………….……... 23
2.12. Yoni di Candi Sambisari………………………………………..……... 24
2.13. Yoni di Pura Kalongan……………………………………….……….. 25
BAB III: KARAKTERISTIK BENTUK DAN MAKNA RAGAM HIAS DI BAWAH
CERAT YONI…………………………………………………………..…... 27
3.1. Jenis-Jenis Ragam Hias yang Ada di Bawah Yoni……………….… 28
1. Ular…………………………………………………………….…. 29
2. Ular dan Kura-kura…………………………………………….…. 35
3. Singa dan Gajah……………………………………………….….. 39
xiii
3.3.1. Pengertian Lingga dan Yoni……………………………………….... 45
3.3.2. Makna Ragam Hias yang ada di Ukiran Bawah Cerat Yoni………... 52
a. Naga……………………………………………………………..... 53
b. Naga dan Kura-kura…………………………………………..…... 59
c. Singa dan Gajah…………………………………………….…….. 65
3.4 Makna Ragam hias di bawah Cerat Yoni di sekitar Prambanan…….…... 67
BAB IV: PENUTUP…………………………………………………………..…….. 69
4.1 Kesimpulan………………………………………………………….……… 69
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….……… 71
LAMPIRAN............................................................................................................... 77
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar skematis dari yoni………………………………….………….. 12
Gambar 4 Ragam hias di bawah cerat Yoni Singa Gajah dari samping……….…... 15
Gambar 5 Ragam hias di bawah cerat yoni Ular Besar Museum Prambanan.…….. 16
Gambar 6 Ragam hias di bawah cerat yoni Yoni Ular Kecil Museum
Prambanan…………………………………………………………..….. 17
Gambar 8 Ragam hias di bawah cerat pada yoni Candi Wisnu dari samping
kanan………………………………………………………………….... 19
xv
Gambar 15 Gambar dari ragam hias di bawah cerat yoni dengan bentuk ular di sekitar
Gambar 18 Ilustrasi dari ragam hias ular dan kura-kura di bawah cerat yoni dari
Gambar 19 Beberapa yoni dengan ukiran ular dan kura-kura di bawah cerat di
xvi
DAFTAR TABEL
Prambanan…………………………………………………..………….. 48
Tabel 2. Ukuran yoni dengan ragam hias bawah cerat di sekitar Prambanan….… 62
Tabel 3. Lebar dan panjang yoni dibandingkan dengan lebar dan panjang candi
penaungnya………………………………………………………...…... 63
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
DAFTAR ISTILAH
Amerta : Air atau nektar sumber keabadian dalam mitologi Hindu dan
Buddha.
Garbagriha : Ruangan utama dari candi utama.
Garland : Motif berbentuk karangan bunga yang biasa menjadi relief banner
di candi.
Lingga : Aspek maskulin atau representasi niskala dari Siwa
Niskalam : Perwujudan dewa dalam bentuk ikon atau tanpa wujud tanpa
bentuk.
Padma : Bahasa sansekerta dari bunga teratai warna merah.
Padmamula : Organ utama dari bunga teratai dengan akar pada ragam hias yang
merupakan awal dari ragam hias sulur-suluran.
Perwara : Candi yang menjadi pengiring candi utama.
Pilaster : Pilar semu atau kolom persegi panjang yang menempel pada
dinding
Pranala : Bahasa Sansekerta dari saluran air, nama lain dari yoni.
Sakalam : Penggambaran dewata dalam bentuk fisik yang jelas, dari badan,
kepala, hingga kaki dan tangan.
Tumpal : Motif berbentuk segitiga sama kaki yang banyak digunakan sebagai
motif batik.
Yoni : Representasi niskala sakti dari Siwa, melambangkan aspek feminin.
Pada yoni terdapat cerat atau saluran air di ujungnya.
xix
DAFTAR SINGKATAN
BT : Bujur Timur.
Hlm. : Halaman.
LS : Lintang selatan.
Istimewa Yogyakarta
PU : Pekerjaan Umum.
Vol. : Volume.
xx
ABSTRAK
xxi
ABSTRACT
There is an interesting findings around the Prambanan area where the yoni of
said area has an ornaments under it. In Hinduism, yoni is a represents the shakti (wive
of god) of Shiva. This research aims to identify the meaning and classify the ornaments
under the yoni waterspouts around Prambanan. The method used in this research is
iconography in order to identify the characters present under the yoni waterspout. Data
analysis began with pre-iconography, by observing the object whole, or describing the
objects as they are. This clasification of ornaments under the yoni waterspots was also
conducted. The results of iconography analysis were then used to connect the motif of
the artifacts with the corresponding concept. The result of this research is that the
ornaments under the yoni waterspout around Prambanan have themselves a distinct
pattern. The ornaments are usually in the shape of snakes and turtles, but one yoni has
the ornaments in the shape of a lion and an elephant. The stone carvings of yoni are
not only present as an ornaments for they have meanings that are tied to the mythology
of Samudramantana.
xxii
BAB I
PENDAHULUAN
yang beragama Hindu Siwa dan Buddha. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya
peninggalan yang berkaitan dengan agama Hindu Siwa dan Buddha seperti Candi
Prambanan, Candi Sari, Candi Sambisari, Candi Kedulan, dan Candi Ijo (Rahardjo,
2002:217).
diantaranya adalah yoni yang ada di wilayah ini beberapa di antaranya memiliki
ragam hias di bawah ceratnya. Terdapat berbagai jenis ragam hias di bawah cerat
yoni, seperti ular, kura-kura dan ular, dan singa dan gajah. Ukuran dari yoni dengan
ragam hias di bawah cerat juga bervariasi, dari yang panjangnya lebih dari dua
merupakan aspek maskulin atau representasi dari Siwa, sementara yoni merupakan
Yoni dan lingga banyak ditemukan di dalam candi, walaupun sering ditemukan
secara lepas.
beragama Hindu seperti di Candi Prambanan, Candi Kedulan, Candi Sambisari, dan
Candi Ijo. Selain terdapat di dalam candi, terdapat juga yoni-yoni yang merupakan
1
Mataram Kuna merupakan kerajaan yang berkuasa dari abad ke-8 hingga ke-10 di Jawa Tengah
(Rahardjo, 2002:55).
1
temuan lepas. Yoni-yoni tersebut ditempatkan di rumah penampungan arca, balai
pelestarian cagar budaya, museum, hingga tempat-tempat lain yang in situ maupun
tidak.
Tidak semua yoni memiliki hiasan di bawah ceratnya. Pada Candi Kedulan,
Candi Sambisari, dan Candi Ijo, hanya yoni yang berada di bagian utama candi yang
memiliki hiasan di bawah ceratnya. Yoni yang berada di candi perwara memiliki
bentuk yang lebih polos jika dibandingkan dengan yoni yang ada di bangunan
utama. Di bawah ceratnya tidak terdapat ragam hias seperti yang ada pada bangunan
utama candi.
Selain bentuk dasar dari yoni, terdapat juga variasi ragam hias cerat yoni
2. Apa makna ragam hias yang ada pada bawah yoni-yoni di Kawasan
Prambanan?
bertujuan untuk:
Prambanan.
2
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada ragam hias pada bagian bawah cerat yoni
Km. dari Ratu Boko namun tidak termasuk kecamatan tersebut yaitu yoni di PU
berada di Kabupaten Sleman. Ragam hias tersebut termasuk yang berada di bawah
cerat atau penyangga dari cerat yoni. Kawasan Prambanan dipilih karena wilayah
ini memiliki data yang mirip. Kawasan tersebut juga memiliki artefak yang
dalam tulisan ini penulis menggunakan yoni. Kata yoni lebih banyak digunakan
2
Menurut rencana induk Taman Arkeologi Borobudur-Prambanan yang disusun oleh JICA (Japan
International Cooperation Agency) pada tahun 1979, diusulkan sistem zonasi wisata di kawasan
Prambanan menjadi 5 zona yang Candi Prambanan atau Loro Jonggrang sebagai pusat
perhatiannya. Zona-zona tersebut yaitu:
1. Zona 1 (Sanctuary Areas): Zona inti yang terdapat Candi Loro Jonggrang, Lumbung, Bubrah,
Sewu, Plaosan, Sojiwan, Ratu Boko, Banyunibo, Sari, Kalasan, dan Sambisari dengan total luas
55,1 Ha.
2. Zona 2 (Archaeological Park Zone): Area taman di kompleks Candi Prambanan dengan total
luar 77 Ha.
3. Zona 3 (Land Use Regulation Zone): Desa di sekitar kompleks candi dengan total luas 7,4 Km2.
4. Zona 4 (Historical Scenery Preservation Zone): Area yang memiliki pemandangan bernilai
sejarah dan dicegah dari kerusakan.
5. Zona 5 (National Archaeological zone): Area persegi 9 km yang dihitung dari Kraton Ratu
Boko untuk dilakukannya survey arkeologi dalam skala luas dan melindungi situs-situs arkeologi
yang masih terpendam. Total luas zona ini adalah 81 Km2 yang di dalamnya termasuk Kecamatan
Prambanan, dan Kalasan di Kabupaten Sleman, dan Kecamatan Prambanan, dan Manisrenggo di
Kabupaten Klaten (JICA, 1979:19-20).
3
dalam tulisan berbahasa Indonesia dibandingkan kata-kata yang disebutkan
sebelumnya.
penelitian adalah di candi Ijo, Candi Prambanan, Candi Kedulan, dan Candi
Sambisari. Temuan lepas yang menjadi objek penelitian adalah yoni di Balai
Iconography diterbitkan oleh The Law Printing House Mount Rod di Madras pada
tahun 1916, sementara karya Sthapati, Indian Sculpture and Iconography: Forms
Sciences pada tahun 2000. Dua karya tersebut membahas tentang ragam hias yang
ada pada agama-agama yang berasal dari India. Ragam hias yang ada di India kerap
arus budaya dari India. Sehingga penjelasan yang ada di buku tersebut dapat
untuk membantu mendeskripsikan data. Untuk dapat ‘membaca’ relief naratif (atau
ragam hias untuk penyebutan di tulisan ini), diperlukan manuskrip atau karya sastra
4
dari masa kuno meskipun manuskrip-manuskrip itu tidak dapat menjawab secara
penuh arti dari relief tersebut (Klokke M. J., The Tantri Reliefs on Ancient Javanese
Candi, 1993:5). Walaupun tidak semua, karya sastra pada Jawa kuno beberapa di
Karya sastra yang digunakan pada penelitian ini salah satunya adalah kitab
Adiparwa, yang merupakan bagian pertama dari sepuluh parwa cerita Mahabharata.
(Zoetmulder, 1983:80). Karya sastra tersebut juga memuat beberapa cerita yang
berkaitan dengan tokoh yang ada pada ragam hias di bawah cerat yoni. Adiparwa
yang digunakan adalah Adiparwa India oleh Protap Chandra Roy terbitan tahun
1884 (Roy, 1884), dan Jawa Kuno terjemahan dari Siman Widyatmanta terbitan
ditemukan bersama lingga dalam hal tersebut yoni menjadi pedestal dari lingga,
maupun menyatu dengan bagian atas yoni. Lingga merupakan representasi dari
Siwa. Yoni disebut juga sebagai peetham, pranala, atau avudaiyar. Lingga yoni
kerap ditemukan di candi-candi beraliran Hindu Siwa di Asia Selatan maupun Asia
Tenggara.
Lingga memiliki tiga bagian, yaitu Rudra bhagam, Wisnu Bhagam, dan
Brahma Bagham. Rudra Bhagam berada di bagian atas yoni yang berbentuk
lingkaran di lingga, Wisnu Bhagam berada di dalam yoni yang berbentuk oktagon
di lingga, sedangkan Brahma Bagham berada di bagian bawah yoni yang berbentuk
persegi di lingga. Ketiga bagian ini merepresentasikan trimurti atau tiga kekuatan
5
brahman yaitu melebur (Siwa), memelihara (Wisnu), dan menciptakan (Brahma)
(Sthapati, 2002:36).
Gambar 1 : Bagian lingga-yoni. 1) Brahma Bhagam. 2) Wisnu Bhagam. 3) Siwa Bhagam. 4) Bentuk Brahma
Bagham dari bawah. 5) Bentuk Wisnu Bagham dari bawah. 6) Bentuk Siwa (Sthapati, 2002:36)
yoni merupakan aspek feminin atau perlambangan sakti dari Siwa (Rahardjo,
perlambangan dari prinsip generatif agung alam semesta, Purusha dan Prakriti.
mengatakan bahwa Rudra dan Wisnu adalah pencipta alam semesta. Diibaratkan
yang menandakan bahwa aspek laki-laki dan perempuan tidak bisa dipisahkan dan
trimurti. Namun, yang berbeda adalah lingga merupakan representasi dari Siwa
6
merepresentasikan Wisnu dan Brahma. Dapat diartikan bahwa Wisnu dan Brahma
hanya sebagai penunjang dari Siwa sebagai dewa utama dalam agama Hindu Siwa
Bagian dari cerat atau saluran yang menyalurkan air persembahan ke bawah disebut
nala atau saluran air dalam Bahasa Sansekerta (T. A. Gopinatha Rao, 1916:101).
Gambar 2 Sketsa skematik dari lingga yoni dari Tanjungtirto (Soebadio, 1985:40; Kempers, 1959: 166).
Bentuk dan bagian dasar dari yoni di dalam kitab Silphasastra juga diatur
terutama dalam hal ukuran. Lebar dari yoni sebaiknya memiliki tinggi yang sama
dengan lingga. Tinggi dari yoni sebaiknya memiliki panjang dua pertiga dari lebar
yoni. Gomukha3 memiliki ukuran selebar lingga. Ornamentasi yoni juga memiliki
beberapa jenis, yoni dibagi menjadi 16 atau 15 bagian dalam ornamentasi yoni
3
Kuncian dari yoni dan lingga.
7
tersebut. Beberapa contohnya antara lain adalah padma peetham, bhadra peetham,
maupun Asia Tenggara daratan. Di Jawa, salah satu prasasti yang menyebutkan
pendirian lingga adalah prasasti Canggal oleh sang raja Sanjaya di area Candi
didirikannya yoni sebagai lapik atau pedestal seperti terlihat pada Candi Gunung
Wukir yang terdapat lingga yoni pada bagian utama candi. Di Kamboja beberapa
arti simbolis relief garuda di yoni dan membandingkan dengan yoni-yoni yang
karakteristik serupa. Sugito menyimpulkan bahwa gambar atau relief yang ada pada
yoni bukan hanya hiasan saja, melainkan memiliki makna simbolis. Sugito
menyebut ragam hias yang ada di bawah cerat yoni sebagai relief penyangga cerat.
ukuran yoni dengan bangunan utama candi dengan studi kasus candi di Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Pada penelitian tersebut candi Hindu Siwa di Yogyakarta dan
8
Jawa Tengah dipilih karena memiliki yoni. Perbandingan dari yoni dan tiap bagian
hubungan antara ukuran yoni dan candi. Dari penelitian tersebut disimpulkan
bahwa tidak ditemukan rasio proporsi yang tetap pada periode tertentu. Oleh karena
itu ukuran batur (bagian bawah candi) dan kaki candi tidak memperhitungkan
Novaria Dwi S.P. dan Yohanes Hanan Pamungkas (2014) membahas segi
ikonografi dan historis sebuah yoni di Klinterejo. Pada kajian tersebut disimpulkan
bahwa yoni Klinterejo memiliki nilai yang tinggi akan kesejarahan dan arkeologis
merupakan hasil perkembangan pemujaan lingga yoni, yaitu pemujaan di luar bilik
dengan yoni lainnya yaitu Yoni Japanan, dan Lebak Jabung. Kedua yoni tersebut
juga sejaman dengan Yoni Klinterejo. Ragam hias berupa naga, padma, ceplok,
sulur dan tumpal memiliki arti simbol yang sangat penting dalam kehidupan
lingga yoni dimaknai oleh masyarakat Hindu-Budha sebagai simbol dari Sang
Hyang Widhi yang diwujudkan oleh Siwa-Sakti, leluhur, dan dhanyang (dewa atau
orang yang sangat dihormati dan melindungi suatu daerah). Oleh karena itu,
masyarakat dapat merasa dekat dengan yang maha kuasa dan selalu berhubungan
9
dengan meditasi. Berdasarkan studi literatur, dapat diketahui bahwa kajian ragam
sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu tahap awal atau
persiapan, tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyimpulan.
1. Tahap Awal
data seperti perizinan, dan desk based assessment. Data-data tentang yoni yang ada
baik cetak maupun digital. Instansi-instansi yang memiliki data terkait penelitian
ini kemudian disurati izin penelitian. Jika diterima oleh instansi terkait, penulis
pencatatan, foto, dan ilustrasi. Data artefak berupa yoni diambil gambarnya dengan
kamera terlebih dahulu. Kemudian diukur panjang, lebar, dan tinggi dari yoni dan
Pada tahap penelitian ini, yoni-yoni dengan ragam hias di bawah cerat
dideskripsikan terlebih dahulu. motif Pada tahap ini, ragam hias pada yoni
10
digambar untuk mempermudah analisis. Kemudian yoni diklasifikasikan dan dibuat
sebuah bidang spesifik menjadi sebuah kumpulan komprehensif dari tipe yang
dari tipologi. Dalam tipologi, setiap jenis adalah kategori yang dibuat oleh pembuat
lain, dengan cara yang bermakna bagi tujuan tipologi tersebut (Adams, William Y.;
Tipologi ragam hias di bawah cerat yoni dibagi berdasarkan atribut yang ada
pada bawah cerat yoni. Variabel pada analisis ini dibagi menjadi tiga berdasarkan
ciri makhluk yang ada pada ragam hias yaitu motif ular, kura-kura, bunga teratai
dan singa dan gajah. Dibuat juga tabel yang berisi variabel analisis. Ragam hias-
ragam hias kemudian masih dibagi lagi menjadi beberapa sub-varian berdasarkan
sub-variabel yang ada. Dilakukan komparasi antara objek penelitian, dan yoni
karakter yang ada pada bagian bawah cerat yoni. Ikonografi adalah cabang dari art
history yang berasangkutan dengan seni rupa beserta makna yang terkandung pada
11
penelitian ini hanya sampai tahap ikonografi. Tahap ini sudah cukup untuk
lebih dalam atas konteks sejarah pada masa objek penelitian dibuat.
a. Pra Ikonografi
mendeskripsikan objek sebagai mana yang terlihat apa adanya, berupa: bahan,
motif, dan karakter yang digambarkan maupun gestur apa yang ada pada karya seni
tersebut. Tahap ini dilakukan dengan membuat deskripsi dari temuan-temuan yang
b. Ikonografi
dengan konsep yang menyertainya. Contohnya, kejadian, dan tokoh mana yang
digambarkan pada karya tersebut. Penjelasan tentang tokoh maupun kejadian apa
yang terkandung pada ragam hias tersebut dapat dicari dari berbagai sumber seperti
c. Ikonologi
Tahap ini merupakan tahap interpretasi yang mendalami makna interinsik yang
tergantung dalam suatu karya seni. Ikonologi merupakan cabang dari sejarah
budaya yang memaparkan latar belakang budaya, sosial, dan sejarah dari suatu
12
karya visual. Ikonologi dapat menjelaskan mengapa seorang seniman atau patron
membuat karya tersebut. Kajian ikonologi lebih berfokus kepada sejarah sosial
4. Penarikan Kesimpulan
Tahap ini berisi simpulan klasifikasi bentuk dari ragam hias di bawah cerat
yoni dan makna dari ragam hias tersebut. Penarikan kesimpulan merupakan tahapan
13
BAB II
Terdapat empat belas tinggalan yoni dengan ragam hias di bawah cerat
penyimpanan arca, dan sebagai temuan lepas. Candi-candi itu adalah Candi
arca yang terdapat yoni dengan ragam hias di bawah cerat adalah tempat
Temuan lepas berupa yoni tersimpan di PPKPP DIY, dan Pura Kalongan.
ikonografi Panofsky. Tahap pertama dari metode ini adalah metode pra-
ikonografi, yang mana objek penelitian dilihat secara murni, atau objek
dideskripsikan sebagai mana adanya yang terlihat seperti bahan, motif, dan
karakter yang digambarkan maupun gestur apa yang ada pada karya seni
14
Gambar 3 Gambar skematis dari yoni (Sumber: Faiz, Muhammad. 2020).
Gambar 4 Ragam hias di bawah cerat yoni di BPCB DIY (sumber : dokumentasi penulis).
15
Yoni ini berada di halaman depan BPCB DIY4 dan berasal dari
BPCB DIY dengan nomor registrasi 1960. Panjang dari yoni ini adalah 198
cm, lebar 140 cm, dan tinggi 137 cm. Bagian bawah cerat memiliki bentuk
hiasan ular yang menyangga hiasan berbentuk bunga teratai. Panjang ragam
hias di bawah cerat 61 cm, lebar 52 cm, dan tinggi 75 cm. Selain terdapat
bunga teratai di atas ular, terdapat hiasan bunga teratai yang menjadi alas dari
ular.
Bagian ular dihiasi beberapa motif yang berbeda. Pada bagian bawah,
teratai di tengahnya. Jika di bagian perut terdapat motif tumpal dan lipatan,
maka bagian pinggirnya, selain terdapat motif tumpal5, terdapat pula motif
belah ketupat dengan motif sesuluran di dalamnya. Mata dari ular melotot.
kanan dan kiri. Di bagian tengah mulut terdapat lingkaran yang sudah aus.
Bagian belakang dari ular terdapat bagian yang menyatu dengan badan yoni.
Ragam hias juga menghiasi cerat dari yoni. Bagian hilir cerat dihiasi
oleh dua motif singa yang lidahnya menjulur ke bawah di kedua sisi saluran
air. Pada bagian hulu cerat terdapat motif kala. Bagian atas tubuh yoni dihiasi
oleh motif garland6. Terdapat 11 pilaster7 berhias tumpal di sisi badan yoni.
4
Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta yang beralamatkan di Jl.
Raya Solo - Yogyakarta No.15, Keniten, Tamanmartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta
5
Motif berbentuk segitiga sama kaki yang banyak digunakan sebagai motif batik.
6
Motif berbentuk karangan bunga yang biasa menjadi relief banner di candi.
7
Pilar semu atau kolom persegi panjang yang menempel pada dinding
16
Pada setiap sisi terdapat 3 pilaster kecuali bagian depan yang hanya memiliki
2 pilaster.
Gambar 5 Ragam hias bawah cerat yoni di PU Berbah (sumber : dokumentasi penulis).
Yoni ini berada di gudang penyimpanan alat berat atau PPKPP DIY8.
ini dengan yoni PU Berbah. Panjang Yoni adalah 170 cm, lebar 134 cm, dan
tinggi 172 cm. Yoni menghadap ke barat walaupun tidak diketahui apakah
yoni ini sudah bergeser dari posisi awal atau tidak. Bentuk yoni ini cukup
mirip dengan yoni di BPCB DIY namun dalam kondisi yang lebih rusak di
bagian depan.
8
Pejabat Pembantu Komitmen Pelaksanaan Peralatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
17
Bagian bawah cerat dihiasi oleh motif bunga teratai yang disangga
oleh ular dan beralaskan hiasan berbentuk bunga teratai. Namun, ujung cerat,
mulut ular, dan bagian depan bunga teratai sudah rusak. Ragam hias ular juga
dihiasi oleh sulur-suluran berbentuk tumpal dengan ragam hias bunga teratai
di tengah badannya. Mata dari ragam hias ular berbentuk melotot, bagian atas
badan yoni dihiasi oleh motif garland dan terdapat panil dengan hiasan floral.
Terdapat juga hiasan kala pada bagian hilir cerat yoni dengan hiasan sulur-
Gambar 6 Ragam hias di bawah cerat Yoni Singa Gajah dari samping (sumber: dokumentasi
penulis).
Yoni ini sekarang berada di penampungan arca Museum Candi
Sleman (Haryono, 1980:50). Yoni ini telah diregistrasi oleh BPCB DIY
18
dengan kode registrasi BG 372. Panjang dari yoni tersebut adalah 157 cm,
Terdapat beberapa motif yang menghiasi cerat yoni. Pada bagian hulu
Ragam hias bawah cerat adalah motif singa di atas, dan setengah badan gajah
di bawah. Singa tersebut berdiri dengan dua kaki, dan bagian tangannya
bagian antara ragam hias singa dan badan yoni, terdapat ragam hias sulur
suluran berbentuk seperti sayap yang menghadap badan yoni. Gajah yang ada
di bawah memiliki kalung di leher, dan kepala. Pada bagian kakinya terdapat
Gambar 7 Ragam hias di bawah cerat yoni Ular Besar Museum Prambanan (sumber: dokumentasi
penulis).
19
Yoni ini berada di Museum Candi Prambanan. Yoni ini telah
diregistrasi oleh BPCB DIY dengan kode registrasi BG269. Lebar dari yoni
adalah 124 cm, panjangnya adalah 154 cm, dan tinggi 122 cm. Ragam hias di
bawah cerat memiliki tinggi 73 cm, panjang 41 cm, dan lebar 34 cm. Ragam
hias yang ada di bagian bawah cerat yoni adalah bunga teratai yang disangga
oleh ular. Pada bagian badan yoni, terdapat sulur-suluran berbentuk tumpal di
bagian tengah. Bagian bawah ular berhias motif bunga teratai. Walaupun
kepala ular sebagian sudah rusak, namun terlihat mata dari ular yang melotot,
dan gigi taring yang ada di bagian ujung mulut. Bagian ujung cerat, mulut
Gambar 8 Ragam hias di bawah cerat yoni Yoni Ular Kecil Museum Prambanan (sumber:
dokumentasi penulis).
terregistrasi oleh BPCB DIY dengan kode registrasi BG275. Panjang yoni
adalah 100 cm, lebar 76 cm, dan tinggi 64 cm. Sementara itu ragam hias di
bawah cerat yoni memiliki tinggi 39 cm, lebar 26 cm, dan panjang 26 cm.
20
Ragam hias yang ada di cerat yoni ini adalah ular dengan motif bunga teratai
di atas dan alasnya. Ragam hias sulur-sulurannya juga lebih tumpul daripada
ragam hias di Yoni Ular Besar Museum Prambanan. Bagian mulut dari yoni
sudah rusak, begitu juga dengan bagian cerat, dan badan yoni yang rusak
sebagian. Walaupun mulutnya rusak, masih terlihat mata dari ular tersebut
melotot.
Gambar 9 Ragam hias di bawah cerat yoni Candi Siwa (sumber: dokumentasi penulis).
Yoni ini berada di Candi Siwa, Prambanan, Sleman atau 07° 45’ 07.4”
LS 110° 29’ 29.2” BT (Degroot, 2009, p. 240). Candi Siwa merupakan salah
satu dari tiga candi utama di Kompleks Candi Prambanan. Di atas yoni
terdapat arca Dewa Siwa. Panjang yoni adalah 174 cm, lebar 127cm, dan
tinggi 109 cm. Di atas yoni ini terdapat arca dari Dewa Siwa. Yoni ini
Pada bagian bawah cerat dihiasi oleh ragam hias ular. Bagian badan
dihiasi motif bunga teratai dengan batang dan daunnya berbentuk tumpal di
21
bagian tengah. Daun-daunnya menjulur sampai ke kiri, dan kanannya. Mata
dari ular tidak melotot jika dibandingkan dengan yoni di BPCB DIY yang
melotot. Di atas mata ular tersebut terlihat ragam hias berbentuk lingkaran.
Semua gigi dari ular tersebut berbentuk seperti taring. Lidahnya bercabang
Gambar 10 Ragam hias di bawah cerat pada yoni Candi Wisnu dari samping kanan (sumber:
dokumentasi penulis).
Yoni berada di Candi Wisnu, Prambanan atau 07° 45’ 07.4” LS 110°
yoni ini terdapat arca Wisnu. Panjang dari yoni adalah 142 cm, lebar 99 cm,
dan tinggi 86 cm. Ragam hias yang ada di bawah cerat berupa ragam hias
bulatan-bulatan yang disangga ular. Bagian mulut dari ular di yoni ini sudah
patah. Namun, bagian badan ular masih relatif utuh. Bagian bawah ular
dihiasi ragam hias berbentuk bunga teratai di ketiga sisi, yaitu tengah, kanan,
22
dan kiri. Cukup berbeda dengan yang ada di Candi Siwa yang terdapat tangkai
dan daun pada ragam hias bunga teratainya, di Candi Wisnu hanya terdapat
bunga. Panjang ragam hias di bawah cerat yoni adalah 43 cm, lebar 31 cm,
Gambar 11 Ragam hias di bawah cerat pada yoni Candi Brahma (sumber: dokumentasi penulis).
Yoni ini terletak di Candi Brahma, Prambanan atau 07° 45’ 07.4” LS
110° 29’ 29.2” BT (Degroot, 2009:240). Yoni ini menghadap ke arah utara.
Panjang dari yoni ini adalah 135 cm, sedangkan lebarnya 96 cm, dan
tingginya 86 cm. Yoni ini memiliki ragam hias ular menyangga hiasan
berbentuk bulatan-bulatan di bawah ceratnya. Ragam hias ular yang ada pada
yoni mengalami banyak kerusakan yaitu pada badan, dan kepala bagian
kanan. Bagian mulut dari ular lebih utuh daripada yoni di Candi Wisnu. Sulur-
suluran di Candi Brahma mirip dengan yang ada pada yoni Candi Siwa
Candi Siwa. Pada bagian tengah badan terdapat ragam hias berbentuk bunga
23
teratai yang sulur-sulurannya berbentuk tumpal di bagian tengahnya, dan
di ujung mulut dari ular ini memiliki taring yang menjulur ke atas, dan ke
bawah. Panjang ragam hias ular adalah 40 cm, lebar 30 cm, dan tinggi 59 cm.
Gambar 12 Ukiran di bawah cerat yoni di Penyimpanan Arca Candi Sewu (sumber: dokumentasi
penulis).
Yoni berada di Penyimpanan Arca Candi Sewu dengan panjang 81 cm,
lebar 60 cm, dan tinggi 58 cm. Ragam hias pada bagian bawah cerat berupa
ukiran ular tanpa ragam hias lain kecuali gelambir, mata dan garis-garis perut.
Ukiran dari yoni ini relatif kasar jika dibandingkan dengan yoni-yoni lainnya.
24
2.10. Yoni di Candi Kedulan
Gambar 13 Ragam hias di bawah cerat Candi Kedulan (sumber: dokumentasi penulis).
di Kedulan, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, DIY atau 07° 44’ 33.2” LS 110°
candinya menghadap timur. Panjang dari yoni ini adalah 173cm, lebar 134
cm, dan tinggi 101 cm. Di bawah cerat terdapat ragam hias kura-kura yang
disangga oleh ular. Di antara kura-kura dan ular terdapat motif bunga teratai
yang memiliki dua sisi. Pada badannya terdapat ragam hias sulur-suluran
membentuk motif tumpal. Bagian belakang kepala terdapat ukiran sisik. Mata
dari ular tersebut melotot, giginya berbentuk taring dan taring paling belakang
25
2.11. Yoni di Candi Ijo
Gambar 14 Ragam hias di bawah cerat yoni Candi Ijo (sumber: dokumentasi penulis).
Prambanan, Sleman, DIY atau 07° 47’ 01.8” LS 110° 30’ 42.9” BT (Degroot,
2009:254). Panjang Yoni adalah 243 cm, lebar 182 cm, dan tinggi 117 cm.
Yoni terdiri dari tiga batu. Ragam hias yang ada di bawah cerat yoni
adalah kura-kura, bunga teratai, dan ular di bagian paling bawah. Ragam hias
kepala ular berada di batu bagian tengah yoni, sementara bagian badan ada
susunan batu yang berada di bawah. Ragam hias bunga teratai hanya memiliki
satu sisi dan berada di batu atas. Badan ular terdapat motif sulur-suluran
berbentuk tumpal. Mata dari ular melotot, gigi-giginya tumpul seperti gigi
26
2.12. Yoni di Candi Sambisari
Gambar 15 Ragam hias di bawah cerat yoni di Candi Sambisari (sumber: dokumentasi penulis).
Yoni ini berada di Candi Sambisari atau berada di 07° 45’ 44.8” LS
Panjang yoni adalah 182 cm, lebar 134 cm, dan tinggi 107 cm. Panjang ragam
hias yang ada di bawah yoni adalah 40cm, lebar 26 cm, dan tinggi 70 cm.
Ragam hias yang ada di bawah cerat adalah kura-kura, dan bunga
teratai yang disangga oleh ular. Mata dari ular yang ada di yoni ini tidak
melotot. Ular yang ada di bawah cerat berbentuk ular sendok. Terdapat ragam
sudah aus. Ular tersebut memiliki gigi yang berbentuk taring dan taring yang
27
2.13. Yoni di Pura Kalongan
Gambar 16 Ragam hias di bawah cerat yoni di Pura Dusun Kalongan (sumber: dokumentasi penulis).
pura bernama Bu Kadek, awalnya yoni ini terpendam di tanah dan kemudian
digali secara swadaya oleh masyarakat etnis Bali di sekitar. Namun, tidak
diketahui secara pasti kapan yoni tersebut digali. Lantai di sekitar yoni sudah
Panjang dari yoni adalah 173 cm, lebar 144 cm, dan tinggi 123 cm.
Sementara itu panjang ragam hias di bawah yoni adalah 20 cm, lebar 30 cm,
dan tinggi 46 cm. Namun, kondisi bagian atasnya sudah rusak termasuk
bagian cerat yang sudah hilang. Ragam hias yang ada di bawah cerat adalah
ular menyangga kura-kura. Di antara ular dan kura-kura terdapat ragam hias
bunga teratai dengan dua sisi. Kepala dari kura-kura sudah hilang sementara
28
bagian ukiran ular masih relatif utuh. Ular memiliki gigi yang semuanya
berbentuk taring. Mulut dari ular sedikit rusak. Bagian bawah badan ular
terdapat ukiran sulur-suluran di sisi tengah badan, dan kedua pinggir badan.
bawahnya.
29
BAB III
KARAKTERISTIK BENTUK DAN MAKNA RAGAM HIAS DI
Pada bab ini dipaparkan analisis data dan tafsiran makna atas ragam
hias bawah cerat yoni berdasarkan deskripsi yang sudah dijelaskan pada bab
II. Penulisan bab ini akan diuraikan secara sistematis berkaitan dengan ragam
hias bawah cerat yoni. Pembahasan bab ini dibagi menjadi dua sub bab, yaitu
sub bab pertama yang membahas bentuk-bentuk ragam hias bawah cerat yoni
dan sub bab kedua yang membahas ragam hias bawah cerat yoni dan
Terdapat beberapa variasi ragam hias. Beberapa yoni memiliki ragam hias
yang lebih raya daripada yoni lainnya meski lokasinya berdekatan. Walaupun
30
Dari semua yoni, hanya Yoni Ular Museum Prambanan I, dan Ular
memiliki ular namun yoni Singa Gajah Museum Prambanan tidak memiliki
naga. Yoni di Candi Sambisari, Kedulan, Ijo, dan Pura Kalongan memiliki
ragam hias ular dan kura-kura. Berbeda dengan yoni BPCB DIY, PU Berbah,
Penyimpanan Arca Candi Sewu, dan Candi Prambanan (Candi Siwa, Wisnu,
dan Brahma) yang ragam hias hewannya hanya ular. Ragam hias bunga teratai
hanya absen di yoni di Penyimpanan Arca Candi Sewu, dan Singa Gajah
Museum Prambanan.
cerat yoni dibagi menjadi tiga varian berdasarkan varian ragam hias yang ada
di bawah cerat, yaitu ragam hias ular, ular dan kura-kura, serta singa dan
gajah. Terdapat kemiripan ragam hias pada yoni-yoni dengan ragam hias yang
sejenis.
31
1. Motif Ular
Gambar 17 Gambar dari ragam hias di bawah cerat yoni dengan bentuk ular di Kawasan Prambanan
dari samping, dan depan. (1) Penyimpanan Arca Candi Sewu; (2) Yoni Ular Museum Prambanan I;
(3) Candi Wisnu; (4) Candi Brahma; (5) Candi Siwa; (6) PU Berbah; (7) BPCB DIY. (Sketsa: Faiz,
Muhammad. 2020).
Bentuk ragam hias di bawah cerat yoni dengan ular memiliki jumlah
pada sub-varian yang sama. Keduanya memiliki motif hias di bagian badan
yoni. Beberapa ragam hias yang ada pada badan yoni juga ditemukan di
ukiran-ukiran yang ada pada candi. Pada beberapa yoni, antara ragam hias
dan badan yoni terdapat ruang kosong seperti yoni di BPCB DIY, Tempat
Penyimpanan Arca Candi Sewu, Yoni Naga Besar Museum Prambanan dan
Walaupun sama-sama memiliki ukiran ular, bentuk ular yang ada pada
yoni-yoni tersebut memiliki variasi. Beberapa yoni seperti yang ada pada
32
Candi Prambanan memiliki bentuk ular yang hampir sama. Namun, banyak
ragam hias ular yang bagian mulutnya sudah tidak utuh lagi.
memiliki ciri yang sama. Candi Siwa memiliki bentuk yang lebih besar karena
posisinya yang berada di Candi utama dari kompleks. Ragam hias yang ada
di yoni Candi Siwa lebih raya dibandingkan dengan Candi Wismu dan
Brahma. Pada yoni Candi Siwa dan Brahma terdapat ragam hias sulur-suluran
berbentuk tumpal pada bagian tengah dari badan ular. Ragam hias pada yoni
di Candi Brahma memiliki bentuk yang sama tetapi dengan kualitas ukiran
yang tidak sebaik di Candi Siwa. Ragam hias pada Candi Siwa lebih detail
dan halus daripada Candi Brahma. Motif tumpal pada Candi Brahma juga
tidak setinggi di Candi Siwa. Berbeda dengan sulur-suluran yang ada pada
Candi Wisnu. Candi Wisnu tidak memiliki ukiran tumpal di bagian tengah
badannya. Namun, pada Candi Wisnu terdapat ukiran ukiran bunga teratai di
tiga sisi bagian badan yoni. Kondisi ukirannya lebih baik dan detail daripada
yoni Candi Brahma walaupun bentuknya lebih kecil. Pada yoni Candi Siwa
dan Candi Brahma, ular yang digambarkan juga memiliki lidah yang
Sementara itu, Yoni Motif Ular Museum Prambanan I dan Yoni Motif
mencolok dari kedua yoni tersebut adalah ukuran dari kedua yoni. Namun,
yoni ini tidak memiliki bunga teratai pada sulur-sulurannya. Pada bagian
bawahnya terdapat ukiran bunga teratai sebagai lapik. Matanya juga melotot,
33
dan gigi taringnya mencuat ke belakang seperti ular-ular di yoni dengan
Yoni di PU Berbah, dan BPCB DIY memiliki ciri fisik yang mirip.
Ukuran keduanya cukup besar, yaitu untuk yoni di BPCB DIY memiliki
panjang 198 cm, lebar 140 cm, dan tinggi 137 cm, sedangkan yoni di PU
Berbah memiliki 170 cm, lebar 134 cm, dan tinggi 172 cm. Keduanya
dibandingkan dengan yoni lainnya, beberapa ukiran yang ada di yoni ini juga
terdapat pada bangunan candi. Salah satunya adalah motif garland yang ada
pada dinding yoni. Selain motif garland, motif sulur-suluran sejenis pada yoni
ini juga terdapat pada beberapa candi di Kawasan Prambanan seperti Candi
Yoni di PU Berbah memiliki ciri yang sama dengan yoni yang diambil
oleh foto yang kemungkinan diambil oleh Kinsbergen dari Batavia dan dirilis
sebelum tahun 1900. Yoni yang ada di foto tersebut berasal dari Tanjungtirto9
dengan yoni tersebut yang masih utuh. Yoni yang di foto lama tersebut
memiliki ragam hias singa seperti yang ada di BPCB DIY. Terdapat
kemungkinan kedua yoni ini adalah yoni yang sama. Ragam hias yang ada
pada yoni tersebut sama dengan yoni di PU Berbah. Begitu juga dengan
goresan di bagian kiri yoni. Keduanya juga memiliki motif garland dan sulur-
9
Tanjungtirto merupakan salah satu daerah di Berbah yang pada era kolonial terdapat
pabrik gula dan kompleks tempat tinggal pegawainya. Lokasinya berdekatan dengan lokasi
PU Berbah sekarang. Pada peta
34
Berbah adalah adanya lingga di foto lama, dan hilangnya cerat juga mulut
dari ular di yoni PU Berbah. Terdapat ragam hias singa pada hilir cerat yoni
BPCB DIY, dan PU Berbah dan foto tersebut. Kemungkinan yoni tersebut
Gambar 18 Lingga-yoni dari Tanjungtirto. Terlihat pada yoni tersebut terdapat penggambaran dari
ular, kala, garlands dan ornamentasi lain pada ceratnya. Foto ini kemungkinan diambil oleh
Kinsbergen, I. van dari Batavia dan dirilis sebelum tahun 1900 (Sumber :
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/773781 diakses 5 November 2020, pukul
20:30).
Ragam hias ular di bawah cerat juga ada pada yoni yang dibuat pada era
Jawa Timur dengan bentuk yang berbeda dengan ragam hias ular di Jawa
Tengah. Pada yoni yang ada di Jawa Timur, ular memiliki mahkota di atas
ukiran yang ada pada ular lebih raya dengan motif berupa ukiran perhiasan.
Sementara itu, ukiran ular di Jawa Tengah tidak memiliki mahkota di atasnya
10
Seperti yang disebutkan sebelumnya ujung cerat dan mulut naga di PU Berbah sudah
tidak ada lagi.
35
melainkan umumnya berupa ukiran bunga teratai maupun bulatan-bulatan
seperti tiga yoni Candi Prambanan, di atas kepala ular dan ukiran hiasannya
bagian belakang ragam hias ular umumnya tidak terdapat ukiran. Namun,
terdapat juga ukiran berbentuk belah ketupat seperti di yoni BPCB DIY. Pada
yoni di Candi Siwa dan Brahma terdapat fitur yang ada pada ular pada yoni-
yoni di Jawa Timur namun ada di yoni-yoni tadi. Di bagian atas mulut dari
Gambar 19 Beberapa yoni dari Jawa Timur. Gambar berdasarkan dokumentasi pribadi kecuali Yoni
Sedah yang berdasarkan gambar yang diambil dari blog Gapura Jombang (sumber :
gapurajombang.wordpress.com/2015/01/07/situs-yoni-sedah-yoni-gambar diakses 17 Oktober 2020,
23:17 WIB) (Sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
varian ular dapat dibagi menjadi empat sub-varian berdasarkan atribut yang
melekat pada bagian ular, dan bunga teratai. Sub-varian tersebut yaitu:
Sub-varian ular 1
36
- Ragam hias pada bagian ular memiliki sulur-suluran tumpal di
sebagai lapik dengan kedua bunga menghadap kedua sisi (atas dan
bawah).
Sub-varian ular 2
Sub-varian ular 3
- Dia atas kepala ular terdapat ragam hias teratai yang bunganya
Sub-varian ular 4
Sesuai dengan paparan di atas, sembilan ragam hias di bawah cerat yoni
sebagai sub-varian 1 adalah yoni BPCB DIY, dan PU Berbah. Kedua yoni ini
tidak terletak di candi, dan memiliki ukuran yang cukup besar. Sedangkan
sub-varian 2 adalah yoni di Candi Prambanan, yaitu yoni Candi Siwa, Wisnu,
dan Brahma. Yoni yang ada pada sub-varian 3 adalah Yoni Ular Museum
37
Prambanan I dan II. Satu-satunya yoni sub-varian 4 adalah yoni di
Gambar 20 Ilustrasi dari tagam hias ular dan kura-kura di bawah cerat yoni dari samping dan depan.
(1) Pura Kalongan; (2) Candi Sambisari; (3) Candi Kedulan; (4) Candi Ijo (Sketsa: Faiz, Muhammad.
2020).
Terdapat empat yoni yang memiliki ukiran kura-kura dan ular di bawah
ceratnya, yaitu yoni di Candi Ijo, Pura Kalongan, Candi Sambisari, dan Candi
Kedulan. Pada keempat yoni ini, ular ada di bagian bawah, dan kura-kura di
yoni-yoni ini berada di dalam candi. Ukuran dari yoni-yoni tersebut hampir
sama yaitu memiliki panjang sekitar 173 cm hingga 182 cm. Kecuali yoni
38
Candi Ijo yang lebih besar dibandingkan yoni-yoni lain di Kawasan
cangkang yang polos seperti yang ada pada yoni Pura Kalongan, Candi Ijo,
dan Candi Sambisari. Namun, yoni di Candi Kedulan yang memiliki motif
yoni Candi Kedulan dan Ijo, sedangkan di Candi Sambisari, kepala kura-kura
seram. Mulut ular berisi gigi-gigi taring yang tajam dengan taring di bagian
belakang, kecuali ular di yoni Pura Kalongan yang tidak memiliki taring
Berbeda dengan Pura Kalongan, Candi Kedulan, dan Candi Ijo yang tidak
melotot.
Sulur-suluran yang ada pada semua ular ukiran di bawah cerat yoni pada
varian ini terdapat di tiga sisi, yaitu di bagian kiri, kanan, dan tengah badan.
Sulur-suluran yang ada pada bagian tengah berbentuk tumpal dengan ukiran
tersebut sebagai padmamula, yaitu organ utama dari bunga teratai dengan
kehendaki. Sulur-suluran pada ragam hias bawah cerat yoni memiliki corak
yang berbeda dengan gaya yang sama. Namun, pada ular yang ada di Candi
Ijo tidak memiliki padmamula pada bagian tumpalnya, berbeda dengan Candi
39
Selain di Kawasan Prambanan, ukiran dengan ular dan kura-kura juga
dari yoni dengan ukiran adalah yoni di Candi Gunung Wukir. Candi ini sudah
ada sejak abad ke-8 yang ditandakan oleh prasasti Canggal yang bertahun 654
Saka atau 732 Masehi yang didirikan oleh Raja Sanjaya (Boechari,
ukiran dari yoni di Candi Gunung Wukir memiliki ciri yang sama dengan yoni
dengan kura-kura dan ular yang ada di Kawasan Prambanan, yaitu ragam hias
ular berada di bagian paling bawah, lalu di atasnya terdapat ukiran bunga
bagian badan ular juga yang berbentuk tumpal dengan ukiran berbentuk
lingkaran di tengahnya. Ciri yang paling mencolok dari ukiran di bawah cerat
yoni yang ada di Candi Gunung Wukir dengan yang ada di Kawasan
Prambanan adalah penggunaan bunga di ruang kosong antara ukiran ular dan
badan yoni. Selain pada ukiran, bagian badan yoni di Gunung Wukir memiliki
Kalongan yaitu memiliki motif tiga persegi panjang pada bagian tengah
badan.
Beberapa contoh lain yoni dengan ular dan kura-kura adalah yoni di
Berbeda dengan yoni di Kawasan Prambanan, ukiran bunga teratai pada yoni
40
sulur-suluran dengan bunga pada bagian kosong antara ukiran ular dan badan
yoni. Di bagian badan yoni juga tidak terdapat ukiran sulur-suluran. Tetapi
ukiran tumpal tanpa sulur-suluran tetap ada pada yoni di Gandekan, dan Candi
Klero.
Gambar 21 Beberapa yoni dengan ukiran ular dan kura-kura di bawah cerat di Kabupaten Semarang,
dan Kabupaten Magelang (Sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
pada bagian badannya kecuali yoni BPCB DIY yang pada badannya berhias
Gandekan juga relatif lebih kecil yaitu panjang 140 cm, lebar 114 cm, dan
tinggi 90 cm.
bangunan candi yang menaungi. Pada kedua candi, candi utama memiliki
41
berbentuk persegi dengan bangunan utama penaung yoni di tengah. Terdapat
tiga candi perwara di depannya dan dikelilingi oleh pagar. Kedua candi juga
berada di tanah sekitarnya dan dulunya terpendam. Kedua arah hadap candi
varian ular dapat dibagi menjadi tiga sub-varian berdasarkan atribut yang
melekat pada bagian ular, dan kura-kura. Pada varian ini tidak ada perbedaan
siginifikan pada motif bunga teratai sehingga variabel ini tidak digunakan.
dengan padmamula.
polos.
dengan padmamula.
kura-kura.
tanpa padmamula.
42
- Ragam hias kura-kura pada cangkangnya tidak memiliki motif atau
polos.
dan ular dapat dibagi menjadi tiga sub-varian. Sub-varian 1 adalah yoni di
Gambar 22 Gambar ragam hias di bawah cerat pada yoni MPN 1 (Sketsa : Faiz, Muhammad. 2020).
Gajaraja. Sampai saat ini, yoni yang memiliki ukiran singa dengan gajah
hanya ditemukan satu yaitu yoni ini. Motif ukiran bawah cerat yoni dengan
bentuk singa terdapat pada yoni lain di Jawa Tengah, salah satu contohnya
adalah yoni di Gatak, Sukoharjo. Namun, motif singa dan gajah dapat
ditemukan pada karya seni lain seperti arca-arca maupun relief. Salah satu
contohnya adalah arca yang ada di Museum Candi Prambanan. Singa yang
43
ada di yoni ini juga ciri yang sama dengan singa-singa yang ada di candi-
candi lain di Jawa Tengah. Salah satu contoh motif singa berdiri ada di Candi
Ngawen. Namun, yoni ini sudah lepas dari konteksnya sehingga tidak
Gambar 23 Arca singa dan gajah di Museum Prambanan. Berbeda dengan yoni Singa Gajah di
Museum Prambanan, singa di arca ini tidak berdiri (sumber: dokumentasi pribadi).
Gambar 24 Yoni dengan ukiran singa pada ceratnya di Gatak, Sukoharjo. Berbeda dengan yoni
Singa Gajah Museum Prambanan, singa tidak menjadi penyangga cerat melainkan menjadi
cerat pada kepalanya. Singa tersebut juga berdiri di atas ukiran bunga teratai sebagai lapik
(sumber: dokumentasi oleh Yoga Wahyudi).
Ukiran singa melawan gajah merupakan salah satu relief yang umum
menghiasi candi-candi Hindu dan Jain di India pasca abad ke-7. Ukiran ini
tidak hanya ada di bangunan bersifat relijius, namun juga terdapat di hal yang
bersifat profan seperti benteng, dan meriam yang dibuat pada kesultanan di
44
daratan tinggi Deccan maupun Kesultanan Mughal sekitar abad ke-16.
Walaupun begitu, penggunaan singa melawan gajah sudah ada jauh sebelum
beredar pada abad ke-6, singa dan gajah diumpamakan sebagai musuh
(Sohoni, 2017:228).
Prambanan
gudang barang instansi pemerintah. Hanya yoni singa dan gajah yang tidak
memiliki sub-varian.
atasnya juga berbeda dengan yoni yang hanya memiliki ukiran ular di bawah
cerat. Ragam hias ular yang ada pada yoni dengan ukiran ular saja umumnya
memiliki penggambaran yang lebih mirip ukiran ular pada seni-seni Jawa
Timur jika dibandingkan dengan ular dengan kura-kura. Bagian kepala dari
ular lebih lebar dibandingkan dengan varian ular dan kura-kura. Mulut dari
dibandingkan dengan ular yang ada pada varian ular dan kura-kura yang lebih
tumpul.
Berbah, dan Tempat Penyimpanan Arca Candi Sewu sudah lepas dari
45
tempat asalnya. Yoni-yoni seperti yoni di PU Berbah, Yoni Besar Museum
Prambanan, dan yoni di BPCB DIY memiliki ukuran yang besar. Namun,
BPCB DIY yang berasal dari situs Polangan dan di situs tersebut ditemukan
bagian candi dan arca yang dicatat oleh Verbeek pada tahun 1890 (Degroot,
candi, namun tidak diketahui secara jelas apakah yoni tersebut benar-benar
berada di situs yang sama dengan bangunan yang menaunginya pada masa
lalu.
Ukuran, dan ragam hias tetap memiliki pengaruh dalam hirarki sebuah
yoni jika berada di situs yang sama. Pada yoni di candi utama seperti di Candi
Ijo, Kedulan, dan Sambisari, yoni memiliki ragam hias di bawah cerat yoni.
Yoni yang bukan yoni di candi utama candi-candi tersebut tidak memiliki
cm, lebar 84 cm, dan tinggi 69 cm, sedangkan di candi utama memiliki
46
panjang 173 cm, lebar 134 cm, dan tinggi 101 cm. Pada candi perwara candi
Sambisari memiliki panjang 101 cm, lebar 74 cm, dan tinggi 101 cm,
sedangkan pada candi utama memiliki panjang 182 cm, lebar 134 cm, dan
tinggi 107 cm. Pada perwara candi Ijo, yoni memiliki panjang 143 cm, lebar
109 cm, dan tinggi 54 cm, sedangkan pada candi utama yoni memiliki panjang
243 cm, lebar 109 cm, dan tinggi 117 cm. Hal ini menyiratkan posisi yang
lebih penting dari yoni di candi utama yang memiliki ragam hias, dan ukuran
Kaitan ukuran dan ragam hias yoni dalam hirarki candi juga dapat
kompleks candi, memiliki ukuran yoni yang lebih besar daripada yoni di
Candi Brahma, dan Candi Wisnu. Panjang Yoni Candi Siwa adalah 174 cm,
lebar 127 cm, dan tinggi 109 cm. Sementara itu, panjang yoni Candi Wisnu
adalah 142 cm, lebar 99 cm, dan tinggi 86 cm, sedangkan panjang yoni Candi
Brahma adalah 135 cm, lebar 96 cm, dan tinggi 86 cm. Ragam hias pada yoni
Candi Siwa memiliki kualitas yang lebih baik daripada yoni di Candi Brahma,
dan Candi Wisnu. Ragam hias pada yoni Candi Siwa lebih raya, dan halus
Bagian ini menjelaskan makna dari ragam hias yang ada di bawah yoni.
Pada bagian ini dimulai dari pengertian lingga yoni untuk melihat posisi
ragam hias di bawah cerat sebagai bagian dari lingga yoni. Makna dari ragam
hias dari yoni dapat memiliki korelasi dengan posisinya di yoni. Kemudian
makna dari ragam hias di bawah cerat yoni dibagi sesuai dengan pembagian
47
varian ragam hias. Kajian filologi, dan kajian ikonografi digunakan pada
bagian ini untuk menjelaskan makna, maupun subyek dari ragam hias-ragam
hias tersebut. Setelah itu disimpulkan makna dan korelasi antara ragam hias-
3.3.1. Makna Ragam Hias yang ada di Ukiran Bawah Cerat Yoni
yoni tidak merupakan gambaran vulgar dari sakti dewa Siwa maupun
atau awatara dari dewa Wisnu. Hewan mitologis dalam Hinduisme yang
nagaraja seperti Sesa, Wasuki, dan Taksaka. Sesa sering diasosiasikan dengan
11
Terdapat tiga jenis penggambaran dewata dalam bahasa Sansekerta, yaitu nishkalam,
sakala-nishkalam, dan sakalam. Sakalam adalah penggambaran dewata dalam bentuk
morphic, atau memiliki bentuk fisik yang jelas, dari badan, kepala, hingga kaki dan tangan.
Beberapa contoh sakalam adalah penggambaran dewa-dewa seperti Wisnu, Siwa, dan
Brahma dalam arca, lukisan, hingga relief. Sakala-Nishkalam merupakan penggambaran
bentuk dewata yang merupakan perpaduan antara amorphic, dan morphic, yaitu
penggambaran dewata yang penggambaran fisiknya tidak penuh atau sebagian. Salah satu
contohnya adalah mukha-linggam yang pada unsur morphic digambarkan oleh wajah dari
siwa, sedangkan amorphic digambarkan oleh bentuk lingga tersebut. Nishkalam adalah
penggambaran dewata bentuknya amorphic atau tidak memiliki bentuk yang jelas. Bentuk
fisik dari kedewaan tersebut direpresentasikan dalam bentuk simbol. Salah satu contohnya
adalah lingga dan yoni (Sthapati, 2002:35-36).
48
Wisnu, sedangkan Wasuki dengan Siwa (Vogel, 1926:202). Dalam tulisan
selanjutnya, motif ular pada ragam hias di bawah cerat yoni diidentifikasikan
dengan naga.
Oleh karena itu, berbagai ragam hias maupun relief pada era Jawa Kuno
memiliki pengaruh pada seni Jawa Kuno. Cerita tentang naga yang melilit
gunung meru untuk mengeluarkan air suci amerta cukup populer pada era
Jawa Kuno. Pada cerita Tantu Pagelaran12 diceritakan bahwa naga dunia
membawa gunung meru dari India ke tanah Jawa yang pada prosesnya
mengambil contoh kamandalu atau kendi yang menyimpan air suci dari
Walaupun contoh tersebut berasal dari masa yang lebih muda, persepsi
akan naga sebagai hewan suci yang berkaitan dengan air suci dapat terjadi di
masa sebelumnya. Beberapa karya sastra yang menyebut air suci seperti
Mandaragiri yang dililit oleh naga Wasuki untuk ditarik oleh para dewa dan
12
Tantu Pagelaran ditulis pada tahun 1557 Masehi. Tantu Panggelaran berisi tentang
pengisian tanah Jawa dengan manusia oleh Batara Guru, dipindahkannya Mahameru ke
tanah Jawa, juga kisah-kisah bagaimana kehidupan Batara Guru dan permaisurinya, Batari
Uma, juga dewa-dewa lainnya di tanah Jawa (Ratna, Suyami, & Guritno, 1999:1). Cukup
jauh jaraknya dengan candi-candi era Jawa Tengah yang berkisar dari abad ke-8 hingga ke-
9 (Rahardjo, 2002:226-227).
49
asura agar air amerta keluar (Vogel, 1926:199). Berikut penjelasan
ikonografis tiap variasi dari yoni di bawah cerat yoni Kawasan Prambanan di
bawah ini:
1. Motif Ular
arti sebagai kobra atau ular secara umum (Apte, 1997:423,539). Naga
di India, yaitu memiliki bentuk ular kobra dengan kepala yang banyak,
berkerudung dengan satu, tiga, lima, atau tujuh kepala ular sendok,
yang besar, dan pada artefak-artefak pada era Jawa Timur memakai
13
Patala loka merupakan salah satu loka atau dunia yang berada di bawah bumi (Mani,
1975:580).
50
paling tinggi derajatnya namun terdapat nagaraja lain, terutama
raja dari ular, dan Sesa raja dari berbagai hal yang bertaring (Vogel,
1926:192).
merupakan anak dari Kadru. Kadru merupakan salah satu dari dua
puluh sembilan istri Kasyapa yang bijak. Istri lainnya, Winata adalah
dewi dari surga dan mempunyai dua anak, yaitu Aruna yang ditunjuk
sebagai kusir dari kereta kuda Dewa Surya dan Garuda yang kemudian
akhirnya mereka bertaruh, bahwa siapa yang salah akan menjadi budak
dari yang lain. Para naga kemudian memberi tahu bahwa Kadru salah
14
Adiparwa merupakan salah satu sastra parwa (prosa yang mengadaptasi bagian epos-epos
dalam Bahasa Sansekerta) yang merupakan kitab pertama dari cerita Mahabharata.
Adiparwa terdiri dari dua bagian, bagian pertama bercerita tentang korban atas perintah raja
Janamejaya dipersembahkan untuk suatu sarana magis yang digunakan untuk
menghilangkan para naga. Bagian kedua dari epos ini berisi tentang silsilah para Pandawa
dan Korawa, kelahiran, juga masa mudanya sampai dengan pernikahan Arjuna dan
Subhadra. (Zoetmulder, 1983:80)
51
Winata yang telah menjadi budak kemudian menyuruh anaknya,
amerta. Air tersebut dimiliki oleh para dewa yang dipimpin oleh Dewa
Indra. Garuda ternyata dapat merebut air tersebut dari tangan para dewa
lalu air tersebut direbut kembali oleh para dewa (Zoetmulder, 1983:81-
82).
saudaranya tersebut. Naga itu adalah Sesa, anak tertua dari Kadru. Ia
kondisi rambut yang sudah kusut juga memakai pakaian kulit kayu
15
Kemudian Brahma bertanya kepada Sesa “Apa yang dilakukan Engkau, Sesa? Karena hal
yang kau lakukan, engkau menyebabkan kesusahan bagi umat manusia. Apa keinginan yang
ada di hatimu? " Sesa menjawab: “Saudaraku semuanya lambat untuk mengerti, sehingga
saya tidak tahan untuk tinggal bersama mereka. Untuk ini aku mendambakan persetujuanmu.
Mereka terus menerus membenci satu sama lain seperti musuh, dan mereka tidak menderita
seperti Vinata dan putranya. Dia yang mereka benci, meskipun dia lebih kuat karena
anugerah yang diberikan oleh ayah kami, Kasyapa. Oleh karena itu, Aku telah melakukan
pertapaan ini sehingga, terbebas dari tubuh ini, Saya mungkin tidak akan tinggal bersama
mereka setelah ini”. Brahma menasihatinya untuk tidak berduka atas nasib saudara-
saudaranya, dan mengizinkannya untuk memilih anugerah. Kemudian Sesa berkata: “Ini
adalah anugerah yang aku pilih. Semoga pikiran saya senantiasa menikmati kebenaran,
52
Dalam Adiparwa versi Jawa Kuno terjemahan Siman
Disebutkan bahwa naga yang paling tua dari naga-naga yang dilahirkan
alam semesta.
(Santiko, 2015:88).
membawa bumi. Walaupun naskah ini cukup jauh dengan seni kuno era
ketenangan, dan asketisme." Brahma berkata: “Aku senang, Sesa, dengan pengendalian diri
dan ketenangan pikiranmu. Tetapi bertindaklah sesuai dengan kata-kataku untuk
kesejahteraan semua makhluk. Bumi yang dapat dipindahkan ini dengan bebatuan dan
hutannya, dengan lautan, desa, kebun, dan kota-kotanya. Pegang erat-erat, Sesa, sehingga dia
(bumi) mungkin tak tergoyahkan” Sesa setuju dan Bumi membuatnya menjadi celah, yang
dimasukinya, untuk menyangganya dari bawah..
16
Dalam Adiparwa bab VII nomor 2 disebutkan “...ikang naga atuhu de sang Kadru, amrih
ta sira sumangga prthiwitala, tan katakana de ning sarwadukha, ‘kadi lwirku ta lwiranta’
Mangkana ling bhatara Brahma irikang naga, ya ta matang yan adharana prthiwi, sira ta
Anantabhoga…” (Widyatmanta, 1968:64).
17
Disebutkan pada Udyogaparwa 62.29 “kahananing naga sinangguhaken saptapala.”
(Santiko, 2015:88).
53
menyangga bumi18. Ketika itu kepala Sang Hyang Brahma dilabuh ke
gelapar lalu gempa bumi terjadi (Ratna, Suyami, & Guritno, 1999:88).
Anantabhoga merupakan nama lain dari Sesa dan pada cerita ini juga
Ketika Dewa Wisnu tidur, alam semesta larut ke dalam keadaan tak
atas dirinya sendiri dan mengapung di atas air yang tak terkira. Di atas
ditarik oleh para dewa dan dewi, juga para asura agar amerta bisa keluar
18
Dalam teks Tantu Pagelaran bagian kepala sang Brahma diletakkan pada bumi dan
menimpa kepala Sang Hyang Anantabhoga disebutkan sebagai berikut “…Dalam Katiban
sirah sang hyang Anantabhoga, naga pinakadasar ing prthiwi…” (Ratna, Suyami, &
Guritno, 1999:25).
54
satu awatara Wisnu berbentuk kura-kura yaitu Kurma. Cerita tentang
diketahui bahwa naga yang menyangga cerat tersebut adalah naga Sesa,
naga yang menyangga cerat tersebut adalah Sesa. Dapat juga diartikan
Sansekerta. Kurma adalah salah satu dari sepuluh awatara Dewa Wisnu,
55
naga menurunkan hujan lalu menjadi sungai. Menurut Bosch, Kura-
kura dikaitkan dengan air tidak hanya karena bentuknya mirip dengan
1960:100, 136).
Dharmawangsa Teguh, yaitu pada tahun 918 Saka atau 998 Masehi
(Widyatmanta, 1968:IX).
atas naik sebelas ribu yojana, dan turun ke bawah dengan jumlah yang
56
Ananta (nama lain dari Sesa) diarahkan oleh Brahma dan
di dekat gunung.
dan Indra ditempatkan di atas gunung. Para dewa dan Asura menjadikan
terima di tangan para dewa dan Asura, uap hitam dengan api yang
keluar dari mulutnya yang menjadi awan yang diisi dengan kilat yang
sejuk seribu sinar dari laut. Setelah itu, Laksmi berpakaian putih, dan
19
Kuda putih berkepala tujuh yang kemudian dimiliki Dewa Indra.
57
Kemudian keluar Airawata, seekor gajah dengan tubuh besar dan
dan amerta.
yang kembali ke surga sangat bersukacita dan wadah nektar lndra dan
1884:78-83).
yang dikeluarkan dari samudra lalu peperangan antara dewa dan asura
58
Wasuki, dan raja kura-kura20. Sesa mencabut dan membawa gunung
kepalanya abadi sedangkan badannya tidak. Pada versi India para Dewa
Uccaisrawa.
kura maupun naga pernah menjadi bentuk dari awatara Wisnu, yaitu
1916:127).
20
Dalam versi Jawa Kuno Sesa disebut sebagai Anantabhoga, dan di versi India Ananta.
Pada versi Jawa Kuno, raja kura-kura disebut sebagai Kurmaraja dan memiliki nama Akupa
pada Adiparwa bab V nomor 31 “…hana ta sang akupa, kurmaraja, ratu ning pas, angsa
bhatara Wisnu kacaritanya nguni.” dalam terjemahan Adiparwa oleh versi Siman
Widyatmanta disebut sebagai raja para penyu (Widyatmanta, 1968:44).
59
contohnya adalah relief di Museum Nasional. Relief yang ada pada
ada di bagian bawah. Pada relief yang ada di Museum Nasional secara
1987:27).
Gambar 25 Relief Samudramantana dari Wlingi, Blitar. Terlihat Wasuki melilit gunung
Mandara, dan para dewa menariknya juga yang keluar dari gunung Mandara. Juga terlihat
Kurma berada di bagian paling bawah sebelum alas berbentuk bunga teratai (sumber :
digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/830978 diakses 28 Oktober 2020, pukul
01:28 WIB).
Cerita yang berkaitan dengan naga dan kura-kura tidak hanya ada
60
Nala dan Anantabhoga21 (Santiko, 2015:88). Di Bali, dipercaya bahwa
bumi dibawa oleh penyu yang besar bernama Bedawang Nala dan dua
ular. Masih mirip dengan apa yang dituliskan pada teks Korawasrama
yang ditulis pada abad ke-16. Namun, Bedawang Nala merupakan hasil
dari meditasi Antaboga, di atas Bedawang Nala terdapat dua ekor ular
satu, dan dua. Jika satu, naga tersebut adalah Wasuki, sedangkan jika
disebutkan sebelumnya.
21
Pada Agastyaparwa yang ditulis pada abad ke-11, disebutkan “naga kurma unggwan I
kandarana prthiwi.”, sementara Korawasrama yang ditulis pada abad ke-16 disebutkan
“nusa yawa kasangga de badawang nala mwang sang anantabhoga.” (Santiko, 2015, p.
88).
61
3. Motif Singa dan Gajah
Cerita yang berbeda dengan ragam hias singa dan gajah. Haryono
yoni MPN 1 merupakan gambaran dari jahat dan baik. Menurut Silpa
simbol dari kejahatan. Salah satu cerita yang dicontohkan oleh Haryono
kejahatan.
antara singa dan gajah. Suatu ketika, para dewa diganggu oleh
tentang masalah yang disebabkan oleh pemimpin para asura. Saat Siwa
62
musuh alami dari gajah. Kulit dari gajah tersebut dipersembahkan oleh
Gajah yang hidup di alam liar sudah tidak ada di Jawa. Tetapi,
modern yang ada pada masa kini dan Jawa Kuno. Walaupun begitu,
maximus) yang hidup di India, sampai Pulau Sumatera seperti yang ada
merupakan wahana dari Dewa Indra, yaitu Airawata sang gajah putih
(Danielou, 1985:109) .
Sementara itu, singa tidak pernah hidup di alam bebas pulau Jawa.
Motif singa yang ada pada kesenian di Indonesia merupakan faktor luar
yang dibawa oleh tenaga asing (orang-orang dari India), terdapat model
dengan hewan aslinya. Singa terdapat di anak benua India atau tepatnya
63
terdapat di Gujarat, India hingga masa kini (Kitchener A. C., 2017:72),
bentuk seperti singa aslinya contohnya seperti di ukiran pilar singa era
Mauryan22.
22
Maurya adalah Dinasti yang berkuasa dari 322 sampai 185 SM (Thapar, 1990:384). Salah
satu monumen yang cukup terkenal pada seni Mauryan adalah pilar-pilar yang didirikan
oleh raja Ashoka. Di atas pilar tersebut terdapat ragam hias singa yang dibuat dengan
bentuk naturalistik (Brown & Hutton, 2011:423).
64
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
tersendiri. Ragam hias tersebut berbentuk motif ular dan kura-kura, motif
ular, dan motif singa dan gajah. Ragam hias di cerat yoni memiliki kemiripan
bawah cerat yoni banyak terinspirasi dari lingkungan sekitarnya terutama ular
bawah ceratnya, delapan di antaranya hanya memiliki ukiran naga, dan satu
naga tersebut terdapat ukiran sulur-suluran, dan bunga teratai kecuali yoni di
Prambanan.
memiliki arti yang berkaitan dengan cerita mitologi. Ukiran ular dan kura-
65
Ular tersebut merupakan Wasuki yang melilit gunung Mandaragiri yang
merupakan Akupa atau Kurma yang membantu Wasuki dari bawah gunung.
Dari situ keluar air amerta dan lainnya seperti Uccaiswara, Laksmi, dan
(Bosch, 1960:62-63). Makna dari ragam hias ular dapat berarti dua
kemungkinan. Ular tersebut adalah naga Sesa yang menyangga bumi, atau
Wasuki yang melilit gunung Mandaragiri. Pada ukiran singa dan gajah
memiliki latar belakang cerita yang berbeda. Singa dan gajah berdasarkan
ketika Nila akan menyerang Siwa dengan bentuk gajah namun kemudian
lain pada yoni, maupun ragam hias di bawah cerat yoni di luar Kawasan
66
DAFTAR PUSTAKA
Adams, William Y.; Adams, Ernest W. 2007. “Archaeological Typology and
Practical Reality: A Dialectical Approach to Artifact Classification
and Sorting”. New York: Cambridge University Press.
Apte, V. S. 1997. “The Student's English-Sanskrit Dictionary (3rd rev. & enl.
ed.)”. Delhi: Motilal Banarsidas.
Boechari. 2018. “Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti”. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Bosch, F. 1960. “Golden Germ Introduction to Indian Symbolism”. Den
Haag: Mouton & Co. .
Brown, R. M., & Hutton, D. S. 2011. “A Companion to Asian Art and
Architecture”. New Jersey: John Wiley & Sons.
Covarrubias, M. 1937. “Island of Bali”. Oxford: Oxford University Press.
Danielou, A. 1985. “The Gods of India : Hindu Polytheism”. New York:
Inner Traditions International Ltd.
Degroot, V. M. 2009. “Candi Space and Landscape: A Study on the
Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central
Javanese Temple Remains”. Leiden: Universiteit Leiden.
Dityo, Gumilang Cahyaning. 2020. “Perbandingan Proporsi Ukuran Yoni
dengan Bangunan Utama Candi (Studi Kasus Candi di Yogyakarta
dan Jawa Tengah”. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Skripsi.
Haryono, T. 1980. “Singa dalam Kesenian Hindu di Jawa Tengah”. Dalam
Berkala Arkeologi Vol. 1 No. 1, Hlm. 42-51.
Higham, C. 2001. The Civilization of Angkor. London: Weidenfeld and
Nicolson.
Idedhyana, I. B., Sueca, N. P., Dwijendra, N. K., & Wibawa, I. B. 2020. “The
Function and Typology of the Padmasana Tiga Architecture in
Besakih Temple, Bali Indonesia”. Dalam The Asian Institute of
Research Journal of Social and Political Sciences Vol.3, No.2. Hlm.
291-299.
67
Japan International Cooperation Agency (JICA). 1979. “Republic of
Indonesia Borobudur Prambanan National Archaeological Parks Final
Report”. Tokyo: JICA.
68
Patyal, H. C. 1995. “Tortoise in Mythology and Ritual”. Dalam East and
West, December 1995, Vol 45, Hlm. 97-107 .
Rahardjo, S. 2002. “Peradaban Jawa”. Depok: Komunitas Bambu.
Ratna, D., Suyami, N., & Guritno, S. 1999. “Kajian Mitos dan Nilai Budaya
dalam Tantu Panggelaran”. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI.
Roy, P. C. 1884. “The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa : Adi
Parva”. Calcutta: Bharata Press.
S.P., N. D., & Pamungkas, Y. H. 2014. “Yoni Klinterejo Tinjauan Historis
dan Ikonografis”. Dalam AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah
Volume 2, No 3, Oktober 2014, Hlm. 429-440.
Santiko, H. 2015. “Ragam Hias Ular-Naga di Tempat Sakral di Jawa Timur”.
AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33
No. 2, Desember 2015, Hlm. 77-134.
Satari, S. S. 1987. “Penerapan dan Pengaruh Karya Sastra Hindu pada Relief
Candi”. Dalam 10 Tahun Kerjasama Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional (Puslit Arkenas) dan Ecole Francaise d'Extreme - Orient
(EFEO). Jakarta: Monkamo Company. Hlm. 23-42.
Sedyawati, E., Santiko, H., Djafar, H., Maulana, R., Ramelan, W. D., &
Ashari, C. 2013. “Candi di Indonesia : Seri Jawa”. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Soebadio, H. 1985. “Jnanasiddhanta”. Jakarta: Djambatan.
Sohoni, P. 2017. “Lions and elephants in combat”. Dalam Res: Anthropology
and Aesthetics, vol. 67/68 (2016/2017), Hlm. 225-234.
Sthapati, V. G. 2002. “Indian Sculpture and Iconography : Form and
Measurements”. Pondicherry: Sri Aurobindo Institute of Research in
Social Science.
Straten, R. v. 1994. “An Introduction to Iconography”. New York: Taylor &
Francis.
Sugito. 1984. “Arti Simbolis Relief Garuda Yoni Bowongan”. Yogyakarta:
Departemen Arkeologi Universitas Gadjah Mada. Skripsi Sarjana
Muda.
69
Supomo, S. 2006. “Indic Transformation: The Sanskritization of Jawa and the
Javanization of the Bharat. In J. J. Peter Bellwood”. Dalam The
Austronesians : Historical and Comparative Perspective. Canberra:
ANU Press. Hlm. 309-332.
Suripto, B. A., & Pranowo, L. 2001. “Jenis-Jenis Fauna dan Setting
Lingkungannya pada Pahatan Dinding Candi Borobudur”. Dalam
Manusia dan Lingkungan Vol. VIII No. 1, April 2001, Hlm. 37-48.
T. A. Gopinatha Rao, M. 1916. Element of Hindu Iconography Volume 2 Part
1. Madras: The Law Printing House Mount Road.
___________________. 1916. Elements of Hindu Iconography Volume 1
Part 1. Madras: The Law Printing House Mount Rod.
___________________. 1914. “Elements of Hindu Iconography Volume 2
Part 2”. Madras: The Law Printing House.
Thapar, R. 1990. “A History of India, Volume 1”. London: Penguin Books.
Vogel, J. P. 1926. “Indian Serpent-Lore or The Nagas in Hindu Legend Art”.
London: Arthur Probsthain.
Wibowo, B. A. 2016. “Pemaknaan Lingga-Yoni dalam Masyarakati Jawa-
Hindu di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur : Studi
Etnoarkeologi”. Dalam E-Jurnal Humanis, Fakultas Sastra dan
Budaya Unud Vol 14.1 Januari , Hlm. 9-16.
Widyatmanta, S. 1968. “Adiparwa Djilid I”. Yogyakarta: Lembaga Adat
Istiadat dan Tjeritera Rakjat Ditdjen Kebudajaan Dep. P. & K.
Tjabang Yogyakarta.
Zoetmulder, P. 1983. “Kalangwan Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang”.
70
Lampiran 1. Yoni di BPCB DIY
71
Gambar 28 Sketsa yoni di BPCB DIY (sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
72
Gambar 30 Yoni di PU Berbah dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
73
Lampiran 3. Yoni Singa Gajah di Museum Prambanan
Gambar 32 Foto yoni Singa Gajah di Museum Prambanan dari depan (sumber: dokumentasi penulis)
Gambar 33 Foto yoni Singa Gajah di Museum Prambanan dari samping (sumber: dokumentasi
penulis)
Gambar 34 Sketsa yoni Singa Gajah di Museum Prambanan (sketsa : Faiz, Muhammad. 2020).
74
Lampiran 4. Yoni Ular Museum Prambanan I
Gambar 35 Foto yoni Ular Museum Prambanan I dari depan (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 36 Foto yoni Ular Museum Prambanan I dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
75
Gambar 37 Sketsa yoni Ular Besar di Museum Prambanan (sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
76
Lampiran 5. Yoni Ular Museum Prambanan II
Gambar 38 Foto yoni Museum Prambanan II dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 39 Foto yoni Ular Museum Prambanan II dari depan (sumber: dokumentasi penulis).
77
Lampiran 6. Yoni di Candi Siwa
Gambar 40 Foto yoni Candi Siwa dari depan (sumber : dokumentasi penulis).
Gambar 41 Foto yoni Candi Siwa dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
78
Gambar 42 Sketsa yoni di Candi Siwa (sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
Gambar 43 Foto yoni Candi Wisnu dari depan (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 44 Foto yoni Candi Wisnu dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
79
Gambar 45 Sketsa yoni Candi Wisnu (sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
80
Lampiran 8. Yoni di Candi Brahma
Gambar 46 Foto yoni Candi Brahma dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 47 Foto yoni Candi Brahma dari depan (sumber: dokumentasi penulis).
81
Gambar 48 Sketsa yoni di Candi Brahma (sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
82
Lampiran 9. Yoni di Penyimpanan Arca Candi Sewu
Gambar 49 Foto yoni di Penyimpanan Arca Candi Sewu dari samping (sumber: dokumentasi
penulis).
Gambar 50 Foto yoni di Penyimpanan Arca Candi Sewu dari depan (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 51 Sketsa yoni di Penyimpanan Arca Candi Sewu (sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
83
Lampiran 10. Yoni di Candi Kedulan
Gambar 52 Foto yoni di Candi Kedulan dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 53 Foto yoni di Candi Kedulan dari pojok candi (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 54 Foto yoni di candi perwara Candi Kedulan dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
84
Gambar 55 Sketsa yoni di Candi Kedulan (sketsa: Faiz, Muhammad. 2020).
85
Lampiran 11. Yoni di Candi Ijo
Gambar 56 Foto yoni di Candi Ijo dari samping. Tas kamera memiliki tinggi 18 cm dan lebar 21 cm
(sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 57 Foto yoni di Candi Ijo dari depan Tas kamera memiliki tinggi 18 cm dan lebar 21 cm
(sumber: dokumentasi penulis).
86
Gambar 58 Foto yoni di candi perwara Candi Ijo dari samping Tas kamera memiliki tinggi 18 cm
dan lebar 21 cm (sumber: dokumentasi penulis).
87
Lampiran 12. Yoni di Candi Sambisari
Gambar 60 Foto yoni di Candi Sambisari dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 61 Foto yoni di Candi Sambisari dari bagian pojok candi (sumber: dokumentasi penulis).
88
Gambar 62 Foto yoni di depan candi perwara Candi Sambisari dari samping (sumber: dokumentasi
penulis).
89
Lampiran 13. Yoni di Pura Kalongan
Gambar 64 Foto yoni di Pura Kalongan dari samping (sumber: dokumentasi penulis).
Gambar 65 Foto yoni di Pura Kalongan dari depan (sumber: dokumentasi penulis).
90
Gambar 66 Posisi yoni di Pura Kalongan yang berada di tanah yang lebih rendah dibandingkan tanah
sekitarnya (sumber: dokumentasi penulis).
91
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI
NIM : 16/399526/SA/18434
Muhammad Faiz