Anda di halaman 1dari 37

INVENTARISASI DAN KLASIFIKASI NASKAH LONTAR

UNGGULAN DI GERIA TIMBUL


BANJAR INTARAN SANUR

OLEH:
I Ketut Jirnaya
Anak Agung Gede Bawa, I Wayan Sukersa
I Made Wijana, Ni Ketut Ratna Erawati

PROGRAM STUDI SASTRA JAWA KUNO


FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA.
2016
PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Inventarisasi dan Klasifikasi Naskah Lontar


Unggulan Geria Timbul, Intaran, Sanur
2. Bidang Unggulan : Sastra
3. Topik Unggulan : Naskah lontar
4. Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap : Dr. Drs. I Ketut Jirnaya, M.S.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP/NIDN : 195904081984031001/0008045910
d. Jabatan Struktural : -
e. Jabatan Fungsional: Lektor Kepala
f. Fakultas /Jurusan : Sastra dan Budaya/Sastra Jawa Kuno
g. Alamat : Jl. Nias 13, Denpasar
h. Telpon/Faks. : (0361)224121
i. Alamat Rumah : Jl. Dewata II/15, Sidakarya-Denpasar Selatan
j. Telp./Faks/Email : (0361) 723042/jirnayaketut60@gmail.com

5. Jumlah Anggota peneliti : 5 orang


6. Jumlah mahasiswa : 5 orang

Denpasar, 9 Mei 2016


Mengetahui Ketua Peneliti,
Kaprodi Sastra Jawa Kuno

Drs. A. A. Gede Bawa, M.Hum. Dr.Drs. I Ketut Jirnaya, M.S.


NIP 19571231 198503 1 010 NIP 19590408 198403 1 001

Menyetujui
Dekan Fakultas Sastra dan Budaya
Universitas Udayana

Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A.


NIP 19590917 198403 2 002
RINGKASAN

Naskah lontar merupakan warisan para leluhur masyarakat Bali yang


bernilai tinggi karena mengandung berbagai ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya
naskah lontar dari dulu diproduksi dan disalin kembali sampai saat ini. Dahulu
yang dianggap tempat olah sastra atau tempat memroduksi, menyalin, dan
memelajarinya adalah Geria (rumah para brahmana/pendeta) dan Puri (rumah
raja/ksatriya).

Berbicara masalah Geria, di desa Sanur memiliki banyak Geria tempat


olah sastra. Desa Sanur cukup unik karena berada pada posisi desa tradisional dan
desa modern (desa wisata). Secara tradisional, desa Sanur masih menyimpan
beratus-ratus naskah lontar. Salah satu Geria yang dijadikan objek penelitian
adalah Geria Timbul, Intaran, Sanur. Penelitian ini berjudul “Inventarisasi dan
Klasifikasi Naskah Unggulan.”

Setelah diobservasi dan dibantu dengan teknik simak, baca, dan


pencatatan, dapat diketahui bahwa naskah lontar yang dikoleksi oleh Geria
Timbul, Intaran sebanyak 118. Koleksi itu dikaji dan dapat dikelompokkan
berdasarkan jenis dan isi teks menjadi 10 kelompok. Dari pengelompokkan itu,
kelompok naskah tutur/tattwa (filsafat) mayoritas (34,22 %), disusul kelompok
naskah Upacara Yadnya dan Pujamantra (31,86%). Artinya Geria ini cenderung
aktivitasnya lebih banyak ke filsafat dan kebatinan.

Walaupun demikian, naskah-naskah ungglannya kebanyakan naskah yang


terkait dengan pembekalan diri sebagai manusia. Barangkali untuk meningkatkan
jnana (kepintaran melalui kebatinan) memang seseorang harus memahami dirinya
sendiri dulu agar fondasinya kuat. Naskah-naskah lontar unggulan tersebut, yaitu:
Tatakrama Andadi Wong, Silakrama Aguron-guron, Ekapratama Samapta,
Purantaka, dan Rasa Dwijanah.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa karena berkat
perkenan-Nya lah laporan penelitian yang berjudul “Inventarisasi dan Klasifikasi
Naskah Lontar Unggulan di Geria Timbul, Intaran, Sanur” dapat diselesaikan
dengan baik sesuai dengan perencanaan.

Terlaksananya kegiatan ini dan akhirnya sampai kepada penyusunan


laporan tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak
yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Udayana atas dukungan dan bantuan yang diberikan
kepada kami.

2. Bapak ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat


Universitas Udayana.

3. Ibu Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana beserta jajarannya
yang telah membantu kegiatan ini.

4. Para pejabat teras di Kelurahan Sanur atas izin dan fasilitasnya serta pihak
Geria Timbul, Intaran.

5. Seluruh Tim Peneliti dan para mahasiswa yang telah bekerja keras sehingga
kegiatan ini dapat berjalan lancar.

Semoga budi baik, kerjasama, serta bantuan dari semua pihak dapat pahala
dari Tuhan Yang Mahaesa, dan dapat ditingkatkan di kesempatan yang lain.

Ketua Pelaksana,

Dr. Drs. I Ketut Jirnaya, M.S.


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ i
RINGKASAN ..…………………………………………. …........... ii
KATA PENGANTAR ……………………………………….......... iii
DAFTAR ISI ……………………………………………….............. iv

I. PENDAHULUAN ……………………………………….............. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………. 1

1.2 Masalah ……………………………….......................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4

3.TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................. 6

3.1 Tujuan Penelitian ..…………………….................................... 6


3.1.1 Tujuan Umum ................................................................. 6
3.1.2 Tujuan Khusus ................................................................ 6
3.2 Manfaat Penelitian ………........................................................ 6
3.2.1 Manfaat Teoritis .............................................................. 6
3.2.2 Manfaat Praktis ............................................................... 7

4. METODE PENELITIAN ………………………........................... 8

4.1Metode dan Tekni Pengumppulan Data ……………………….. 8

4.2 Metode dan Teknik Analisis Data ............................................... 8

4.3 Metode dan Teknik Penyajian ..................................................... 9

5. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 10

6.SIMPULAN DAN SARAN ………………………........................ 20

6.1 Simpulan ………………………………………........... .. 20

6.2 Saran ………………………………………………............. 20

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................... 21
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pulau Bali dikenal sampai ke mancanegara disebabkan oleh tradisi yang


tetap lestari sampai saat ini. Tradisi di sini dimaknai sebagai aktivitas para leluhur
yang bermuara pada adat, agama, seni, dan sebagainya, yang tetap dipertahankan
dengan jalan menggali, mengkaji, dan mengembangkan. Salah satu tradisi yang
diwariskan oleh para leluhur adalah seni sastra tradisional yang ditulis di atas
daun lontar.

Beribu-ribu tulisan dengan memakai sarana daun lontar yang dikenal


dengan nama naskah lontar telah diciptakan oleh para leluhur orang Bali. Naskah
lontar tersebut menjadi koleksi pribadi, museum, perpustakaan, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Jika berbicara penyimpanan naskah di luar negeri,
negara Belanda paling banyak sebagai kolektor naskah tradisional.

Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana memiliki kerjasama


dengan desa Sanur dalam bidang pembinaan. Desa Sanur, Kecamatan Denpasar
Selatan, Pemerintahan Kota Denpasar, merupakan desa tradisinal yang kini
berubah menjadi desa modern akibat pengaruh pariwisata. Walaupun demikian
ketradisionalan desa Sanur masih terlihat dan tetap dipertahankan sampai
sekarang, seperti masih tersimpannya beratus-ratus naskah lontar.

Naskah-naskah lontar ini masih tersimpan dengan baik karena merupakan


benda pusaka warisan para leluhur dan dikeramatkan. Untuk membaca biasanya
harus ada sajen atau minimal canang sari dengan tujuan memohon keselamatan.
Pada hari raya Sanghyang Aji Saraswati, lontar-lontar ini dibuatkan upacara
khusus (bdk. Hermansoemantri, 1986: 10). Dari segi isi naskah lontar cukup
beragam. Dari sini Pigeaud (1967:54) membagi naskah tersebut berdasarkan isi
2

kandungan teks menjadi empat kelompok, yaitu: kelompok agama dan etik;
kelompok susastra; kelompok sejarah dan mitologi; kelompok ilmu pengetahuan,
seni, kemasyarakatan, hukum folklor, adat dan serba-serbi.

Dari beratus-ratus naskah lontar di Banjar Intaran Sanur, kebanyakan


naskah lontar tersebut tersimpan di Geria. Geria adalah sebutan rumah untuk para
brahmana atau rumah para pendeta Hindu, seperti Ida Pedanda, Ida Resi, Ida
Bagawan, dan Ida Sri Empu (lihat Anom, dkk. 2008:244). Geria dahulu
merupakan tempat olah sastra tradisional (Suastika, 1997: 368; Jelantik, dkk.
2008: 23). Hal ini sesuai dengan fungsi para brahmana sebagai pengemong dan
pengembangan agama Hindu. Masyarakat yang ingin belajar mengisi diri dengan
berbagai pengetahuan terutama tentang agama, sastra tradisional seperti kakawin,
dapat belajar ke Geria dan akan dibimbing oleh para brahmana atau Pendeta.

Banyaknya Geria di Banjar Intaran desa Sanur sebagai kolektor naskah


lontar dan mengingat waktu serta dana, maka penelitian naskah lontar ini
difokuskan di Geria Timbul, Intaran desa Sanur. Di Geria Timbul tersimpan 118
cakep naskah lontar dengan berbagai isi dan jenisnya. Menurut Ida Pedanda yang
tinggal di Geria Timbul, naskah-naskah lontar tersebut merupakan warisan dari
leluhur beliau. Masing-masing Geria sebagai tempat tersimpannya naskah-naskah
lontar tersebut, dari segi jumlah naskah lontar dan isinya tentu tidak sama. Hal ini
tergantung dari kesenangan para pemilik naskah lontar tersebut. Barangkali di
sebuah Geria ada yang mayoritas naskah lontar yang dikoleksinya dari jenis
naskah tutur, sastra kakawin, usada, dan sebagainya. Memang belum ada teori
yang teruji, yang mengatakan bahwa aktivitas sebuah Geria dahulu dapat dilacak
dari mayoritas naskah lontar yang dikoleksinya. Tetapi penelitian ini akan
mencoba mereka-reka aktivitas Geria Timbul dahulu melalui naskah lontar yang
dikoleksinya sehingga dapat diketahui naskah-naskah unggulan dari geria
tersebut..

Tim peneliti memiliki keyakinan dengan mayoritas jenis naskah yang dikoleksi
di Geria Timbul, Intaran Sanur, kesenangan atau aktivitas panglingsir Geria
3

tersebut seputar itu. Hal ini berdasarkan pengalaman ketika tim peneliti ini beserta
dosen dan mahasiswa prodi Sastra Daerah mengadakan pengabdian pada
masyarakat di desa Kelating, Kerambitan, kabupaten Tabanan tahun 2003. Judul
kegiatannya Konservasi naskah Lontar di Desa Kelating. Pada saat itu ada satu
lokasi mengoleksi naskah lontar jumlahnya 70 –an naskah lontar. Dari jumlah itu
mayoritas atau kebanyakan naskah yang dikoleksinya adalah naskah lontar magis
(pengiwaan). Setelah dikonfirmasi dengan masyarakat sekitarnya, ternyata
memang leluhur dari kolektor naskah tersebut dahulu adalah dukun (balian) sakti.
Beranalogi dari kasus itu, maka timbul pertanyaan apa sesungguhnya aktivitas
leluhur Geria Timbul, Intaran Sanur dilihat dari mayoritas naskah lontar yang
dikoleksinya dan naskah mana yang menjadi naskah lontar unggulan. Itulah yang
dikaji dalam tulisan ini.

1.2 Masalah

Dari pmaparan latar belakang di atas, ada beberapa masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini.

1) Berapakan naskah lontar yang dikoleksi?


2) Bagaimana mengelompokkan naskah lontar tersebut?
3) Naskah lontar apa saja yang menjadi unggulan?
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Emuch Herman Soemantri pada tahun 1986 menyusun buku stensilan


berjudul “Identifikasi Naskah”. Buku ini ditujukan kepada mahasiswa yang
mengambil bidang kajian utama Filologi. Di samping itu tentu juga sangat
berguna bagi insan yang tertarik untuk meneliti naskah tradisional dalam
kaitannya dengan menginventaris. Beberapa item yang harus dideskripsikan
sehingga dapat nantinya memberikan informasi komprehensif tentang sebuah
naskah tradisional.

Di dalam buku tersebut dijelaskan pula seluk-beluk yang terkait dengan


naskah lontar, seperti prosesing material, jenis (genre), tempat penyimpanan,
fungsi spiritual maupun fungsi sosialnya. Terkait dengan penelitian naskah lontar
di Geria Timbul, Intaran, Sanur, maka buku ini dipakai acuan sehingga hasil
penelitian di Sanur dapat berhasil secara optimal dan maksimal.

Pada tahun 2000 terbit sebuah buku berjudul “Skriptorium Naskah


Tradisional Kota Denpasar”. Buku ini merupakan hasil penelitian sebuah tim yang
diketuai oleh Drs. Ida Bagus Jelantik Sutanegara Pidada, M.Hum. dan kawan-
kawan. Buku ini berisi inventarisasi naskah lontar yang ada di Pemerintahan Kota
Denpasar. Beratus-ratus naskah lontar yang ada di kota Denpasar diinvtarisasi.
Dalam ahal ini ditemukan bahwa naskah lontar bukan saja dikoleksi oleh Geria
dan puri yang selama ini dikatakan pusat olah sastra, Kenyataannya banyak
masyarakat biasa yang berada di luar puri atau geria juga mengoleksi bahkan
memproduksi karya sastra tradisional seperti kakawin.

Seperti biasa pekerjaan untuk mencari data dengan populasi yang cukup
luas, terkadang ada saja sampel data yang terlepas dari pengamatan. Demikian
pula dalam buku Skriptorium Naskah Tradisional Kota Denpasar. Masih ada
5

tempat penyimpanan naskah tradisional yang luput dari pengamatan, yaitu salah
satunya Geria Timbul, Intaran Sanur.

Walaupun penelitian ini difokuskan di Geria Timbul itu, buku Skriptorium


Naskah Tradisional Kota Denpasar sangat membantu dan akan dipakai pijakan.
Setidak-tidaknya mengenai informasi koleksi naskah tradisional di tempat lain
yang nantinya dipakai komparasi.
6

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Setiap penelitian yang dilakukan sudah pasti memiliki tujuan. Untuk itu
adapun tujuan penelitian ini ada dua.

3.1 Tujuan Penelitian

3.1.1Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk ikut menggali, mengkaji, dan
melestarikan naskah lontar sebagai warisan para leluhur. Hal ini dilakukan karena
naskah lontar buah karya para leluhur kita adalah karya sastra tradisional yang
memiliki berbagai pengetahuan yang bernilai tinggi. Pengetahuan-pengetahuan ini
nantinya dapat dipakai pedoman kehidupan agar hidup ini menjadi ringan dan
damai.

3.1.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi naskah


lontar koleksi Geria Timbul Intaran, Sanur. Di samping itu juga
mengklasifikasikan koleksi naskah lontar tersebut untuk mengetahui naskah-
naskah lontar unggulan koleksi Geria tersebut.

3.2 Manfaat Penelitian

Di samping penelitian ini memiliki tujuan, tentu penelitian ini juga


memiliki manfaat. Ada dua manfaat hasil dari penelitian ini.

3.2.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk mengambil peran dalam


pengembangan studi sastra tradisional khususnya yang terkait dengan
7

pernaskahan tradisional, seperti filologi. Di samping itu bermanfaat untuk


pengembangan studi budaya.

3.2.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat setidak-tidaknya masyarakat yang ingin


meningkatkan pengetahuan sastra tradisional. Mereka mendapatkan informasi
penting tentang naskah lontar sebagai referensi di dalam meningkatkan
pengetahuan sastra tradisionalnya.
8

BAB IV

METODE PENELITIAN

Metode dan teknik penelitian yang tepat akan menentukan keberhasilan


sebuah penelitian. Di samping hasil penelitian yang baik, juga cukup penting
karena didalam proses penelitian akan lebih efisien dan efektif dari segi waktu.
Penelitian ini termasuk di dalam ranah penelitian kualitatif. Artinya, pendekatan
kualitatif menggunakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-
orang dan prilaku yang dapat diamati, seperti yang diungkapkan oleh Bogdan dan
Taylor (dalam Moleong, 2002:3). Ada tiga tahapan penelitian yang akan
memakai metode dan teknik.

4.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data, tim peneliti turun ke lapangan dibantu oleh


beberapa mahasiswa. Di lapangan (dalam hal ini di Geria Timbul, Intaran Sanur)
mendata naskah lontar koleksi yang dimiliki oleh Geria Timbul. Observasi ini
dibantu dengan teknik pencatatan. Di samping itu juga diadakan wawancara
dengan Ida Pedanda tentang seluk-beluk naskah lontar yang menjadi koleksi
beliau. Pada saat wawancara, tim dan beberapa mahasiswa mencatatnya.

4.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Pada tahapan analisis data, digunakan metode kualitatif dengan teknik


deskriptif analitik. Data naskah lontar dideskripsikan isinya kemudian baru
dikelompokkan menurut jenis dan isi teks. Dari pengelompokkan ini, naskah
lontar yang mayoritas di koleksi oleh pihak Geria akan menjadi fokus kajian
selanjutnya mengingat secara teoritis naskah lontar mayoritas yang terkoleksi oleh
sebuah Geria dapat berarti aktivitas Geria seputar itu dan naskah-naskah unggulan
ada di situ.
9

4.3 Metode dan Teknik Penyajian

Pada penyajian analisis digunakan metode formal dan informal. Metode


formal dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, sedangkan metode
informal dengan menggunakan bahasa biasa dibantu dengan teknik berpikir
deduktif dan induktif atau sebaliknya (Moleong, 2002:116). Dengan demikian
hasil penelitian ini akan lebih mudah dipahami.
10

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Geria Timbul Intaran desa Sanur saat ini mengoleksi 118 naskah lontar.
Naskah-naskah lontar itu akan dikelompokkan untuk memudahkan
penganalisisan.

5.1 Kelompok Tutur, Tattwa (Filsapat)

1. Sastra Utama, berisi tentang pengetahuan-pengetahuan yang utama yang


patut diresapi dalam kehidupan
2. Bhatari Uma Tattwa; berisi tentang filosofi Dewi Uma sebagai permaisuri
Dewa Siwa sampai penjelmaannya sebagai Dewi Durga
3. Wrespati Tattwa (2 naskah); berisi tentang Bagawan Wrespati dan ajaran
kebathinan.
4. Ganitri Tattwa; berisi tentang filosofi ganitri terkait dengan seorang
pendeta
5. Ongkara/ Kaputusan Pati-Urip; berisi tentang gabungan aksara suci dalam
bentuk Ongkara atau simbol Tuhan terkait dengan kehidupan dan kematian
6. Tatakrama Andadi Wong; berisi tentang nasehat yang harus dipatuhi oleh
manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia
7. Sanghyang Cadusakti; berisi tentang filosofi Cadusakti sebagai pegangan
Dewa Siwa yang dianugerahkan pada Arjuna
8. Silakrama Aguron-guron (2 naskah); berisi tentang nasehat sikap serta
agar hati-hati mencari guru dalam meningkatkan jnana atau keilmuan.
9. Sanghyang Pasupati; berisi filosofi tentang eksistensi dewa Pasupati
10. Katuturan Sanghyang Aji Saraswati; berisi tentang penjelasan hakikat
aksara suci yang ada di dalam diri manusia dan di alam semesta serta jenis
dan bentuk aksara suci
11

11. Kadyatmikan (2 naskah); berisi tentang tuntunan ajaran spiritual yang


berlandaskan kebajikan
12. Pengalihan Ekasungsang; berisi tentang ajaran kadyatmikan
13. Kandapat Sari; berisi tentang inti sari ajaran Catur Sanak atau empat
saudara di dalam tubuh yang mengantar kelahiran manusia
14. Ekapratama Samapta; berisi tentang filosofi angka satu yang berati
tunggal
15. Sanghyang Adisukma; berisi tentang tutur atau filosofi hakikat Tuhan atau
Ida Sanghyang Widhi
16. Sanghyang Saptapranawa; berisi tentang filosofi penunggalan batin
dengan jiwa yang disimbolkan dengan “OM”
17. Kakadening Hyang; berisi tentang filosofi hakikat dan eksistensi dari
Tuhan
18. Jong Biru; berisi tentang filosofi dharma pada saat Darmawangsa
dikalahkan oleh Budha.
19. Siwa Sasana; berisi tentang filosofi keutamaan Dewa Siwa.
20. Astaloma; berisi ajaran Empu Loma tentang kesemestaan.
21. Guhya Wijaya (2 buah); berisi filosofi aksara suci sebagai sarana mengejar
ilmu kesalehan.
22. Widisastra; berisi filosofi ketuhanan.
23. Sanghyang Niskaladnyana; berisi tentang filosofi roh manusia.
24. Purantaka; berisi tentang hancurnya pertahanan diri dan cara
mengantisipasinya.
25. Rasa Dwijanah; berisi tentang filosofi kebinarian manusia.

Naskah lontar kelompok pertama di atas terdiri dari 29cakep. Nomor urut
3, yaitu naskah Wrespati Tattwa terdiri dari dua buah naskah, naskah nomor urut
8, yaitu naskah Silakrama Aguron-guron terdiri dari dua buah naskah, serta
naskah nomor urut 11, yaitu naskah Kadyatmikan terdiri dari dua buah naskah,
dan naskah nomor urut 21 juga terdiri dari dua buah naskah. Jadi keseluruhan
naskah lontar kelompok pertama terdiri dari 29 buah naskah lontar.
12

5.2 Kelompok Sejarah dan Babad


1. Usana Bali (2 buah); berisi tentang kekacauan Bali akibat ulah raja
Mayadanawa yang baru dapat ditertibkan setelah raja Mayadanawa dibunuh
oleh para dewa di bawah pimpinan dewa Indra dan dewa Wisnu
2. Usana Jawa (2 buah); berisi asal-usul terciptanya bumi Jawa dan raja-raja
yang pernah bertahta di Bali.
3. Babad Pasek Gelgel; berisi cerita silsilah klen Pasek Gelgel di Bali
4. Babad Brahmana Mas; berisi cerita silsilah warga Brahmana Mas.
5. Bhatara Wawu Rauh; berisi kisah perjalanan Bhatara Wau Rauh dari Jawa,
Bali, Lombok, dan Sumbawa.
6. Katekanira Saking Majapahit; berisi cerita perjalanan pulang dari Majapahit
dan aktivitasnya di Bali.

5.3 Kelompok Usada, Tenung dan Wariga


1. Pengasih Dandakarana; berisi ilmu penakluk (pengasih) Dandakarana
untuk memikat hati wanita
2. Sundari Terus; berisi kumpulan segala penyakit dan cara pengobatan
tradisionalnya.
3. Usada Darmosadhi; berisi penjelasan berbagai penyakit dan cara
pengobatan tradisionalnya.
4. Taru Pramana; berisi pengobatan tradisional dengan memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan sebagai sarana pengobatan.
5. Usada Kacacar (3 buah); berisi pengobatan tradisional penyakit kecacar.
6. Ki Punggung Tiwas; berisi pengetahuan berbagai penyakit dan cara
pengobatan tradisionalnya.
7. Krakah; berisi pengetahuan aksara mistik sebagai sarana penolak bahaya
yang diakibatkan oleh ilmu hitam.
8. Diwasa barang-barang; berisi tentang hari baik buruknya ketika
mendatangkan barang atau sesuatu’
9. Saptawarajati (Tenung); berisi pengetahuan tenung berdasarkan
saptawara.
13

10. Pramananing Wong Gering; berisi tentang kondisi jiwa orang yang
sedang sakit dan penanganannya.
11. Usada Rare; pengobatan tradisional untuk penyakit yang biasa menimpa
anak-anak.
12. Tengering Pangipian; berisi tafsir mimpi.
13. Pangalihan Ekasungsang; berisi tentang tenung.
14. Mega Sumedang; berisi mantra-mantra magis.
15. Wariga Lalubangan (2 buah); berisi tentang ilmu astronomi.
16. Candrasari; berisi ilmu pangiwa dan ilmu kawisesan
17. Panulak Gring Marana; berisi penolak penyakit hama.

5.4 Kelompok Upacara Yadnya serta Pujamantra


1. Putru Sesaji; berisi kisah perjalanan atma ke surga yang biasa dibacakan
ketika upacara Pitrayadnya.
2. Putru Sangaskara; bagian putru yang berisi penyucian.
3. Puja Pamukuran; berisi tentang Pujamantra ketika upacara Pamukuran
(Pitrayadnya).
4. Puja Seha Pemangku; pedoman seha atau puja bagi Pemangku.
5. Penyambutan Wong Rare; upacara Manusayadnya yaitu upacara
Panyambutan bayi.
6. Kusumadewa (Indik Suci); ajaran keagamaan yang dipakai pedoman bagi
Pemangku dalam bidang kesucian.
7. Kusumadewa (Indik melaspas pedagingan); pedoman bagi Pemangku
untuk upacara Melaspas Pedagingan.
8. Caru Diwasa/Dina; berisi tentang sesajen caru untuk menetralisir hari
burukagar tidak mengganggu jalannya upacara yang diselenggarakan hari
itu.
9. Byakalaning rare; berisi upacara byakala atau sajen upah pada bhutakala
yang dianggap mengganggu bayi.
10. Pesesayutan; berisi cara membuat sajen sayut dan fungsinya.
14

11. Puja Caru Pancasya; berisi puja mantra pada saat melaksanakan upacara
dengan sarana Caru Pancasya.
12. Bacakan Sarwacaru; berisi tentang tingkat-tingkatan sajen caru, jenis,
dan namanya.
13. Petawuran Agung (Puja); berisi puja mantra yang dipakai mengiringi
upacara Tawur Agung.
14. Pitrapuja (Ngaben) (2 naskah); berisi puja mantra yang dipakai
mengiringi upacara ngaben.
15. Pujut Kakipi (mantra, smarastawa); berisi mantra-mantra untuk memuja
dewa Asmara.
16. Surat Kajang Utama; berisi lukisan berwujud manusia dari uang kepeng
dan aksara sakti pada kain putih yang dipakai kerudung luar mayat yang
akan diaben.
17. Upakara Manak Kembar/Buncing; berisi upacara dan rentetannya untuk
anak kembar sejenis atau kembar beda jenis (buncing).
18. Smarastawa; pemujaan dewa Asmara dan mantra-mantranya.
19. Panca Mahabhuta; berisi tentang lima bhutakala yang bertempat di lima
penjuru (barat, timur, selatan, utara, dan tengah), serta implementasinya
pada upacara serta sarananya.
20. Kunadresta; berisi tentang sesajen dan pujamantra pada saat piodalan
Sanghyang Aji Saraswati.
21. Brahmantaka Wangsa; berisi tentang tatacara upacara kematian para
brahmana.
22. Parama Guyha Candramandala; berisi upacara kurban untuk
keselamatan bumi.
23. Prajapati Astawa; berisi puja mantra kepada dewa Prajapati.
24. Ekapratama Samapta; berisi tentang pemujaan kepada leluhur dan
mantra-mantranya.
25. Surya Sumedang; berisi tentang pemujaan terhadap dewa Surya beserta
mantra-mantranya.
26. Manusa Sumedang; berisi mantra untuk pemujaan yang harus diketahui.
15

5.5 Kelompok Kepanditaan


1. Wikutama; berisi tentang pedoman menjadi pendeta yang utama.
2. Sasana Pandita; beisi tentang tingkahlaku dan kewajiban sebagai seorang
pendeta Hindu.
3. Puja Seha Pemangku; berisi tentang puja seorang Pemangku dengan
bahasa Bali Alus yang dikaitkan dengan upacara yadnya yang
dilaksanakan.
4. Weda Parikrama; bersi tentang weda dan cara pelafalan yang benar serta
keterkaitannya dengan upacara yadnya.
5. Seha Balian Konteng; berisi puja seorang yang berprofesi sebagai dukun
konteng/sonteng.
6. Padiksan (2 naskah); berisi uraian tatanan upacara inisiasi (padiksan)
menjadi pendeta Hindu.
7. Dewapuja; berisi pemujaan dan puja mantra terhadap para dewa.
8. Mpulutuk (2 naskah); berisi uraian yang menjadi pedoman bagi seorang
Pemangku.
9. Prayoganing Sang Sadhaka (2 buah); berisi pemujaan dan doa-doa para
pendeta

5.6 Kelompok Cerita


1. Sanghyang Kumara; berisi cerita kehidupan Sanghyang Kumara sebagai
putra dari Dewa Siwa.
2. Anggastya Purana; berisi kisah seorang pendeta bernama Dang Guru
Agastya ketika membuat bangunan suci tempat pemujaan Tuhan di Bali.
3. Swargarohana Parwa; berisi cerita kembalinya Panca Pandawa dan
Dropadi ke Surga setelah usai perang Bharata.
16

5.7 Kelompok Cerita Tantri


1. Pisacarana; berisi tentang cerita Diah Tantri putri Mahapatih Bandeswarya
yang ingin diperistri oleh raja Eswaryadala dengan menampilkan cerita
binatang Lutung dengan Macan.
2. Dyah Tantri;berisi tentang cerita Diah Tantri putri Mahapatih Bandeswarya
yang ingin diperistri oleh raja Eswaryadala
3. Manduka; berisi cerita Diah Tantri episode persahabatan si kura-kura
dengan angsa.
4. Kidung Tantri; Cerita Tantri berupa kidung atau sekar madya.

5.8 Kelompok Bahasa, Aksara


1. Dasaksara; berisi sepuluh aksara suci.
2. Aksara Utama; berisi sejumlah aksara Bali yang termasuk aksara suci.
3. Kertabasa; berisi uraian tentang tatabahasa.
4. Arghapatra; berisi uraian aksara-aksara yang dipakai sarana permohonan
pada Tuhan.

5.9 Kelompok Susastra Kakawin, Geguritan


1. Tusing Sadaparwa (Kakawin); kakawin berisi cerita yang bersumber dari
Parwa yang keenam.
2. Geguritan Lubdaka; berisi cerita seorang pemburu yang bernama Lubdaka
dapat mencapai Surga akibat ikut begadang (ajagra) pada malam Siwaratri.
3. Kakawin Nitisastra; berisi ajaran yang berupa pedoman bagi seorang
pemimpin.
4. Silakrama (kakawin); berisi ajaran agama Hindu tentang Dasayama dan
Dasanyama brata.
5. Dandang Gendis; berisi geguritan tentang cerita para burung.
17

5.10Kelompok Lain-Lain

1. Asta Kosala/Astabhumi (2 buah); berisi pedoman pembangunan dengan


arsitektur tradisional.
2. Awig-awig Desa; berisi aturan hukum adat yang berlaku di desa pakraman.
3. Sikut Karang Pomahan; berisi tatacara mengukur tanah untuk pekarangan
perumahan.
4. Darma Pemaculan; berisi tatacara bertani dan kewajiban seorang petani.
5. Hajiganda Purantaka; berisi ilmu tentang wibawa seorang pemimpin.

Dari uraian data di atas, masing-masing kelompok naskah memiliki jumlah


yang tidak sama. Prosentase dari jumlah naskah keseluruhan (118 naskah).

N0 Kelompok Jumlah Prosentase %


1 Tutur, Tattwa/Filsafat 29 34,22
2 Sejarah dan Babad 8 9,44
3 Usada, Tenung, Wariga 20 23,6
4 Upacara Yadnya serta 27 31,86
Pujamantra
5 Kepanditaan 12 14,16
6 Cerita 3 3,54
7 Tantri 4 4,72
8 Bahasa dan Aksara 4 4,72
9 Susastra Kakawin dan Geguritan 5 5,9
10 Lain-lain 6 7,08

Berdasarkan kajian di atas yang tersurat pula dalam tabel, koleksi lontar di
Geria Timbul Intaran desa Sanur, naskah lontar yang berhubungan dengan tutur
atau filsafat yang juga dikenal dengan naskah lontar kedyatmikan menduduki
angka paling tinggi. Tercatat 29 buah naskah lontar atau 34,22%. Naskah lontar
18

yang berhubungan dengan upacara Yadnya dan Pujamantra berjumlah 27 buah


atau 31,86%. Selain kedua kelompok ini prosentasenya kecil.

Dari sini dapat dikatakan aktivitas di Geria Timbul Intaran, Sanur dahulu
ada kecenderungan lebih banyak menjadi tempat pembelajaran tutur (tattwa), dan
kedyatmikan (spiritual). Kelompok koleksi naskah lontar yang kedua, Upacara
Yadnya dan Pujamantra prosentasenya juga tinggi, akan tetapi menjadi sah-sah
saja karena memang tugas dan fungsi pokok seorang pendeta. Artinya setiap
pendeta akan selalu berhubungan dengan naskah-naskah lontar tersebut sebagai
acuan dalam melaksanakan upacara.

Mayoritas naskah lontar yang tesimpan di sebuah tempat dapat


menunjukkan bahwa aktivitas para leluhurnya dahulu seputar itu. Hal ini
berdasarkan pengalaman dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra Universitas
Udayana mengadakan Pengabdian pada Masyarajat di desa Kelating, Kecamatan
Kerambitan, Kabupaten Tabanan pada tahun 2003. Ada salah satu kolektor yang
menyimpan naskah lontar mayoritas lontar pangiwaan (mejik). Setelah
dikonfirmasi kepada ahli waris dan masyarakat sekitarnya, ternyata memang
dahulu leluhurnya seorang dukun sakti (lihat Jirnaya, 2003).

Berdasarkah kajian di atas terlihat pula ada naskah-naskah lontar unggulan


di Geria Timbul, Intaran, Sanur. Naskah lontar tersebut ada di kelompok satu
yang terkesan langka dan isinya sangat penting bagi manusia di kehidupan
sekarang.

1) Tatakrama Andadi Wong; berisi tentang nasehat yang harus dipatuhi oleh
manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia

2)Silakrama Aguron-guron (2 naskah); berisi tentang nasehat sikap serta agar


hati-hati mencari guru dalam meningkatkan jnana atau keilmuan.

3) Ekapratama Samapta; berisi tentang filosofi angka satu yang berati tunggal

4)Purantaka; berisi tentang hancurnya pertahanan diri dan cara


mengantisipasinya.
19

5)Rasa Dwijanah; berisi tentang filosofi kebinarian manusia.


Naskah lontar unggulan di atas merupakan dasar-dasar yang harus
dipahami oleh manusia sebelum manusia itu siap untuk meningkatkan jnyana atau
mempelajari kedyatmikan atau tutur dan filsafat.Filsafat atau ilmu kedyatmikan
memang tidak setiap orang dapat mempelajari dan tidak setiap orang boleh
mempelajari.

Seorang pendeta akan tahu kemampuan dan kesiapan seseorang yang


berkeinginan belajar filsafat atau tattwa. Sekiranya berdasarkan pengamatan dan
pendalaman seorang pendeta yang bersangkutan dinilai belum layak, maka
disarankan terlebih dahulu belajar tentang pemahaman diri sendiri sebagai
manusia. Apa yang patut dan harus dikerjakan sesuai dengan ajaran agama.

Untuk mengisi diri sendiri tersebut merupakan naskah lontar unggulan


yang patut dipelajari, dipahami, dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Jika hal itu sudah berjalan dengan baik, sesungguhnya sudah menjadi manusia
sempurna. Tidak perlu lagi belajar tentang hal-hal yang berhubungan dengan
filsafat. Tetapi apabila mau meningkatkan jnana dengan belajar filsafat atau
kedyatmikan, itu akan lebih baik lagi.

Untuk dapat memahami lebih dalam tentang naskah-naskah lontar


unggulan tersebut, perlu diadakan penelitian lanjutan dan kesediaan dana. Hasil
penelitian tersebut disebarluaskan ke masyarakat sehingga semakin banyak
nantinya masyarakat mengetahui siapa dirinya dan apa yang harus serta patut
diperbuat.
20

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Geria Timbul Intaran, desa Sanur merupakan tempat olah sastra. Sastra
yang diutamakan adalah tentang filsafat kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Demikian pula naskah lontar yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) koleksinya cukup banyak sebagai acuannya. Hal ini dapat dikatakan
demikian berdasarkan mayoritas koleksi naskah lontar yang ada di Geria.

Ada beberapa naskah unggulan yang ada di kelompok 1. Naskah unggulan


ini memang termasuk naskah langka dan dari segi fungsi untuk mengingatkan kita
sebagai mahluk Tuhan yang paling sempurna. Jika dasar-dasar itu sudah di dalami
dengan baik, baru boleh meningkatkan diri untuk memahami naskah lontar yang
lain, yakni naskah lontar yang mengandung filsafat (tattwa).

6.2Saran

Penelitian yang baik dan dapat berdayaguna tidak cukup hanya dilakukan
sekali. Artinya, penelitian naskah lontar koleksi Geria Timbul, Intaran Sanur
harus dilanjutkan mengingat masih banyak naskah lontarnya belum dibedah dan
dikaji isinya.

Bagi masyarakat yang senang belajar tattwa (filsafat) silahkan datang ke


Geria Timbul, Intaran Sanur, tetapi untuk mendapatkan hasil yang maksimal
memang naskah-naskah tersebut harus diteliti dari filologi sebagai langkah awal
untuk memahami teks. Di sini institusi terkait yang memiliki komitmen untuk
mengkaji dan melestarikan warisan leluhur agar dapat memikirkan dari segi
pendanaan.
21

Daftar Pustaka

Anom, I Gusti Ketut. dkk. 2008. Kamus Bali-Indonesia Beraksara Bali dan Latin.
Denpasar: Badan Pembina Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali
bekerjasama dengan Pemerintah Kota Denpasar.
Jelantik, IB. dkk. 200. Skriptorium Naskah Tradisional Kota Denpasar. Denpasar:
Pemeritah Kota Denpasar.
Jirnaya, I Ketut. dkk. 2003. “Laporan Pengabdian pada Masyarakat” Konservasi
Naskah Lontar di Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan,
Kabupaten Tabanan. Denpasar: Lembaga Pengabdian pada
Masyarakat Universitas Udayana.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Pigeaud, TH. 1967. Literature of Java. Vol I. The Hague Martinus Nijhoff.
Soemantri, Emuch Herman. 1986. “Identifikasi Naskah”. Bandung: Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Suastika, I Made. 1997. Calon Arang dalam Tradisi Bali. Yogyakarta: Pustaka
Larasan
22

LAMPIRAN 1
Personalia Peneliti
1. Ketua
1.1 Nama : Dr. Drs. I Ketut Jirnaya, M.S.
1.2 Pangkat/Gol./NIP : Pembina Utama Muda, IV/c 19590408198403 1 001
1.3 Jabatan sekarang : Dosen biasa
1.4 Bidang keahlian : Sastra
1.5 Tempat kegiatan : Denpasar
1.6 Waktu kegiatan : 24 jam per minggu

2. Anggota 1
2.1 Nama : Drs. A.A. Gede Bawa, M.Hum.
2.2 Pangkat/Gol./NIP : Pembina Tk. I, IVb/19571231 198503 1 010
2.3 Jabatan sekarang : Dosen biasa
2.4 Bidang keahlian : Sastra
2.5 Tempat kegiatan : Denpasar
2.6 Waktu kegiatan : 24 jam per minggu.

3. Anggota 2
3.1 Nama : Drs. I Wayan Sukersa, M.Hum.
3.2 Pangkat/Gol./NIP : Pembina, IV/a 19550721198203 1 009
3.3 Jabatan sekarang : Dosen biasa
3.4 Bidang keahlian : Sastra
3.5 Tempat kegiatan : Denpasar
3.6 Waktu kegiatan : 24 jam per minggu
4. Pembantu 1
4.1 Nama : Drs. I Made Wijana, M.Hum.
4.2 Pangkat/Gol./NIP : Pembina, IV/a 19571110198503 1 003
23

4.3 Jabatan sekarang : Dosen biasa


4.4 Bidang keahlian : Sastra
4.5 Tempat kegiatan : Denpasar
4.6 Waktu kegiatan : 24 jam per minggu

5.Pembantu 2
5.1 Nama : Dr. Dra. Ni Ketut Ratna Erawati, M.Hum.
5.2 Pangkat/Gol./NIP : Pembina Tk. I, IV/b, 19650307 199303 2 001
5.3 Jabatan sekarang : Dosen biasa
5.4 Bidang keahlian : Linguistik
5.5 Tempat kegiatan : Denpasar
5.6 Waktu kegiatan : 24 jam per minggu

Pembantu Mahasiswa
1. I Ketut Eriadi Ariana
2. Ni Made Oka Wijayanti
3. Ida Bagus Tilem
4. Ida Bagus Anom
24

Lampiran 2 Publikasi dalam Bentuk Prosiding


INDIKASI AKTIVITAS GERIA TIMBUL DI BANJAR INTARAN SANUR
DILIHAT DARI JENIS KOLEKSI NASKAH LONTARNYA*

Oleh
I Ketut Jirnaya, Anak Agung Gede Bawa, I Wayan Sukersa,
I Made Wijana, Ni Ketut Ratna Erawati**

Abstrak
Geria adalah sebutan untuk rumah para brahmana atau rumah seorang pendeta
Hindu. Geria dari segi fungsi selain sebagai tempat pembelajaran bagi umat
Hindu, juga tempat olah sastra tradisional. Banyak karya sastra Bali tradisional
diciptakan, disalin, dan ditulis di Geria. Salah satu Geria di Sanur adalah Geria
Timbul yang mengoleksi 124 naskah lontar dengan berbagai jenis (genre).
Biasanya masing-masing Geria memiliki naskah lontar tidak sama baik jumlah
maupun jenisnya. Mengingat Geria sebagai salah satu tempat olah sastra
tradisional dan pusat pembelajaran Agama Hindu, belum dapat diprediksi apakah
di Geria tersebut aktivitasnya dahulu lebih banyak ke bidang spiritual,
perdukunan, atau ke sastra. Berdasarkan hasil analisis naskah koleksi di Geria
Timbul, Intaran Sanur, maka dapat diprediksi aktivitas Geria tersebut cenderung
ke spiritual. Naskah lontar koleksi Geria Timbul yang berhubungan dengan
spiritual (kedyatmikan) berjumlah 22 dari 124 naskah keseluruhan. Di samping
seperti juga Geria yang lain yang berfungsi sebagai pengayom umat Hindu (21
naskah yang terkait dengan upacara Yadnya dan Puja Mantra). Pelengkap
koleksinya ada juga naskah yang lain: Naskah Sejarah dan babad 8 buah,
Kepanditaan 14 buah, usada 16 buah, Cerita 7 buah, Cerita Tantri 4 buah, Bahasa
dan Aksara 3 buah, Kakawin 6 buah, dan lain-lain 4 buah.
Kata kunci: naskah lontar, koleksi, mayoritas, aktivitas, spiritual (kedyatmikan)

1. Pendahuluan
Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana memiliki kerjasama
dengan desa Sanur dalam bidang pembinaan. Desa Sanur, Kecamatan Denpasar
Selatan, Pemerintahan Kota Denpasar, merupakan desa tradisinal yang kini
berubah menjadi desa modern akibat pengaruh pariwisata. Walaupun demikian
ketradisionalan desa Sanur masih terlihat dan tetap dipertahankan sampai
sekarang, seperti masih tersimpannya beratus-ratus naskah lontar.
Naskah-naskah lontar ini masih tersimpan dengan baik karena merupakan
benda pusaka warisan para leluhur dan dikeramatkan. Untuk membaca biasanya
------* Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Sastra dan Budaya 27-28 Mei di FSB Universitas
Udayana.

____** Tim peneliti dari Prodi Sastra Jawa Kuno FSB Universitas Udayana.
25

harus ada sajen atau minimal canang sari dengan tujuan memohon keselamatan.
Pada hari raya Sanghyang Aji Saraswati, lontar-lontar ini dibuatkan upacara
khusus (bdk. Hermansoemantri, 1986: 10). Dari segi isi naskah lontar cukup
beragam. Dari sini Pigeaud (1967:54) membagi naskah tersebut berdasarkan isi
kandungan teks menjadi empat kelompok, yaitu: kelompok agama dan etik;
kelompok susastra; kelompok sejarah dan mitologi; kelompok ilmu pengetahuan,
seni, kemasyarakatan, hukum folklor, adat dan serba-serbi.
Dari beratus-ratus naskah lontar di Banjar Intaran Sanur, kebanyakan
naskah lontar tersebut tersimpan di Geria. Geria adalah sebutan rumah untuk para
brahmana atau rumah para pendeta Hindu, seperti Ida Pedanda, Ida Resi, Ida
Bagawan, dan Ida Sri Empu (lihat Warna, dkk. 2008:244). Geria dahulu
merupakan tempat olah sastra tradisional (Jelantik, dkk. 2008: 23). Hal ini sesuai
dengan fungsi para brahmana sebagai pengemong dan pengembangan agama
Hindu. Masyarakat yang ingin belajar mengisi diri dengan berbagai pengetahuan
terutama tentang agama, sastra tradisional seperti kakawin, dapat belajar ke Geria
dan akan dibimbing oleh para brahmana atau Pendeta.
Banyaknya Geria di Banjar Intaran desa Sanur sebagai kolektor naskah
lontar dan mengingat waktu serta dana, maka penelitian naskah lontar ini
difokuskan di Geria Timbul, Intaran desa Sanur. Di Geria Timbul tersimpan 118
cakep naskah lontar dengan berbagai isi dan jenisnya. Menurut Ida Pedanda yang
tinggal di Geria Timbul, naskah-naskah lontar tersebut merupakan warisan dari
leluhur beliau. Masing-masing Geria sebagai tempat tersimpannya naskah-naskah
lontar tersebut, dari segi jumlah naskah lontar dan isinya tentu tidak sama. Hal ini
tergantung dari kesenangan para pemilik naskah lontar tersebut. Barangkali di
sebuah Geria ada yang mayoritas naskah lontar yang dikoleksinya dari jenis
naskah tutur, sastra kakawin, usada, dan sebagainya. Memang belum ada teori
yang teruji, yang mengatakan bahwa aktivitas sebuah Geria dahulu dapat dilacak
dari mayoritas naskah lontar yang dikoleksinya. Tetapi penelitian ini akan
mencoba mereka-reka aktivitas Geria Timbul dahulu melalui naskah lontar yang
dikoleksinya.
Tim peneliti memiliki keyakinan dengan mayoritas jenis naskah yang
dikoleksi di Geria Timbul, Intaran Sanur, kesenangan atau aktivitas panglingsir
Geria tersebut seputar itu. Hal ini berdasarkan pengalaman ketika tim peneliti ini
beserta dosen dan mahasiswa prodi Sastra Daerah mengadakan pengabdian pada
masyarakat di desa Kelating, Kerambitan, kabupaten Tabanan tahun 2003. Judul
kegiatannya Konservasi naskah Lontar di Desa Kelating. Pada saat itu ada satu
lokasi mengoleksi naskah lontar jumlahnya 70 –an naskah lontar. Dari jumlah itu
mayoritas atau kebanyakan naskah yang dikoleksinya adalah naskah lontar magis
(pengiwaan). Setelah dikonfirmasi dengan masyarakat sekitarnya, ternyata
memang leluhur dari kolektor naskah tersebut dahulu adalah dukun (balian) sakti.
Beranalogi dari kasus itu, maka timbul pertanyaan apa sesungguhnya aktivitas
26

leluhur Geria Timbul, Intaran Sanur dilihat dari mayoritas naskah lontar yang
dikoleksinya. Itulah yang dikaji dalam tulisan ini.

2. Pembahasan
Geria Timbul Intaran desa Sanur saat ini mengoleksi 118 naskah lontar.
Naskah-naskah lontar itu akan dikelompokkan untuk memudahkan
penganalisisan.
1) Kelompok Tutur, Tattwa (Filsapat)

26. Sastra Utama, berisi tentang pengetahuan-pengetahuan yang utama yang


patut diresapi dalam kehidupan
27. Bhatari Uma Tattwa; berisi tentang filosofi Dewi Uma sebagai permaisuri
Dewa Siwa sampai penjelmaannya sebagai Dewi Durga
28. Wrespati Tattwa (2 naskah); berisi tentang Bagawan Wrespati dan ajaran
kebathinan.
29. Ganitri Tattwa; berisi tentang filosofi ganitri terkait dengan seorang
pendeta
30. Ongkara/ Kaputusan Pati-Urip; berisi tentang gabungan aksara suci dalam
bentuk Ongkara atau simbol Tuhan terkait dengan kehidupan dan kematian
31. Tatakrama Andadi Wong; berisi tentang nasehat yang harus dipatuhi oleh
manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia
32. Sanghyang Cadusakti; berisi tentang filosofi Cadusakti sebagai pegangan
Dewa Siwa yang dianugerahkan pada Arjuna
33. Silakrama Aguron-guron (2 naskah); berisi tentang nasehat sikap serta
agar hati-hati mencari guru dalam meningkatkan jnana atau keilmuan
34. Sanghyang Pasupati; berisi filosofi tentang eksistensi dewa Pasupati
35. Katuturan Sanghyang Aji Saraswati; berisi tentang penjelasan hakikat
aksara suci yang ada di dalam diri manusia dan di alam semesta serta jenis
dan bentuk aksara suci
36. Kadyatmikan (2 naskah); berisi tentang tuntunan ajaran spiritual yang
berlandaskan kebajikan
37. Pengalihan Ekasungsang; berisi tentang ajaran kadyatmikan
38. Kandapat Sari; berisi tentang inti sari ajaran Catur Sanak atau empat
saudara di dalam tubuh yang mengantar kelahiran manusia
39. Ekapratama Samapta; berisi tentang filosofi angka satu yang berati
tunggal
40. Sanghyang Adisukma; berisi tentang tutur atau filosofi hakikat Tuhan atau
Ida Sanghyang Widhi
41. Sanghyang Saptapranawa; berisi tentang filosofi penunggalan batin
dengan jiwa yang disimbolkan dengan “OM”
42. Kakadening Hyang; berisi tentang filosofi hakikat dan eksistensi dari
Tuhan
43. Jong Biru; berisi tentang filosofi dharma pada saat Darmawangsa
dikalahkan oleh Budha.
44. Siwa Sasana; berisi tentang filosofi keutamaan Dewa Siwa.
27

45. Astaloma; berisi ajaran Empu Loma tentang kesemestaan.


46. Guhya Wijaya (2 buah); berisi filosofi aksara suci sebagai sarana mengejar
ilmu kesalehan.
47. Widisastra; berisi filosofi ketuhanan.
48. Sanghyang Niskaladnyana; berisi tentang filosofi roh manusia.
49. Purantaka; berisi tentang hancurnya pertahanan diri dan cara
mengantisipasinya.
50. Rasa Dwijanah; berisi tentang filosofi kebinarian manusia.
Naskah lontar kelompok pertama di atas terdiri dari 29 cakep. Nomor urut
3, yaitu naskah Wrespati Tattwa terdiri dari dua buah naskah, naskah nomor urut
8, yaitu naskah Silakrama Aguron-guron terdiri dari dua buah naskah, serta
naskah nomor urut 11, yaitu naskah Kadyatmikan terdiri dari dua buah naskah,
dan naskah nomor urut 21 juga terdiri dari dua buah naskah. Jadi keseluruhan
naskah lontar kelompok pertama terdiri dari 29 buah naskah lontar.
2) Kelompok Sejarah dan Babad
7. Usana Bali (2 buah); berisi tentang kekacauan Bali akibat ulah raja
Mayadanawa yang baru dapat ditertibkan setelah raja Mayadanawa dibunuh
oleh para dewa di bawah pimpinan dewa Indra dan dewa Wisnu
8. Usana Jawa (2 buah); berisi asal-usul terciptanya bumi Jawa dan raja-raja
yang pernah bertahta di Bali.
9. Babad Pasek Gelgel; berisi cerita silsilah klen Pasek Gelgel di Bali
10. Babad Brahmana Mas; berisi cerita silsilah warga Brahmana Mas.
11. Bhatara Wawu Rauh; berisi kisah perjalanan Bhatara Wau Rauh dari
Jawa, Bali, Lombok, dan Sumbawa.
12. Katekanira Saking Majapahit; berisi cerita perjalanan pulang dari
Majapahit dan aktivitasnya di Bali.

3) Kelompok Usada, Tenung dan Wariga


18. Pengasih Dandakarana; berisi ilmu penakluk (pengasih) Dandakarana
untuk memikat hati wanita
19. Sundari Terus; berisi kumpulan segala penyakit dan cara pengobatan
tradisionalnya.
20. Usada Darmosadhi; berisi penjelasan berbagai penyakit dan cara
pengobatan tradisionalnya.
21. Taru Pramana; berisi pengobatan tradisional dengan memanfaatkan
tumbuh-tumbuhan sebagai sarana pengobatan.
22. Usada Kacacar (3 buah); berisi pengobatan tradisional penyakit kecacar.
23. Ki Punggung Tiwas; berisi pengetahuan berbagai penyakit dan cara
pengobatan tradisionalnya.
24. Krakah; berisi pengetahuan aksara mistik sebagai sarana penolak bahaya
yang diakibatkan oleh ilmu hitam.
25. Diwasa barang-barang; berisi tentang hari baik buruknya ketika
mendatangkan barang atau sesuatu’
26. Saptawarajati (Tenung); berisi pengetahuan tenung berdasarkan
saptawara.
28

27. Pramananing Wong Gering; berisi tentang kondisi jiwa orang yang
sedang sakit dan penanganannya.
28. Usada Rare; pengobatan tradisional untuk penyakit yang biasa menimpa
anak-anak.
29. Tengering Pangipian; berisi tafsir mimpi.
30. Pangalihan Ekasungsang; berisi tentang tenung.
31. Mega Sumedang; berisi mantra-mantra magis.
32. Wariga Lalubangan (2 buah); berisi tentang ilmu astronomi.
33. Candrasari; berisi ilmu pangiwa dan ilmu kawisesan
34. Panulak Gring Marana; berisi penolak penyakit hama.

4) Kelompok Upacara Yadnya serta Pujamantra


27. Putru Sesaji; berisi kisah perjalanan atma ke surga yang biasa dibacakan
ketika upacara Pitrayadnya.
28. Putru Sangaskara; bagian putru yang berisi penyucian.
29. Puja Pamukuran; berisi tentang Pujamantra ketika upacara Pamukuran
(Pitrayadnya).
30. Puja Seha Pemangku; pedoman seha atau puja bagi Pemangku.
31. Penyambutan Wong Rare; upacara Manusayadnya yaitu upacara
Panyambutan bayi.
32. Kusumadewa (Indik Suci); ajaran keagamaan yang dipakai pedoman bagi
Pemangku dalam bidang kesucian.
33. Kusumadewa (Indik melaspas pedagingan); pedoman bagi Pemangku
untuk upacara Melaspas Pedagingan.
34. Caru Diwasa/Dina; berisi tentang sesajen caru untuk menetralisir hari
burukagar tidak mengganggu jalannya upacara yang diselenggarakan hari
itu.
35. Byakalaning rare; berisi upacara byakala atau sajen upah pada bhutakala
yang dianggap mengganggu bayi.
36. Pesesayutan; berisi cara membuat sajen sayut dan fungsinya.
37. Puja Caru Pancasya; berisi puja mantra pada saat melaksanakan upacara
dengan sarana Caru Pancasya.
38. Bacakan Sarwacaru; berisi tentang tingkat-tingkatan sajen caru, jenis,
dan namanya.
39. Petawuran Agung (Puja); berisi puja mantra yang dipakai mengiringi
upacara Tawur Agung.
40. Pitrapuja (Ngaben) (2 naskah); berisi puja mantra yang dipakai
mengiringi upacara ngaben.
41. Pujut Kakipi (mantra, smarastawa); berisi mantra-mantra untuk memuja
dewa Asmara.
42. Surat Kajang Utama; berisi lukisan berwujud manusia dari uang kepeng
dan aksara sakti pada kain putih yang dipakai kerudung luar mayat yang
akan diaben.
43. Upakara Manak Kembar/Buncing; berisi upacara dan rentetannya untuk
anak kembar sejenis atau kembar beda jenis (buncing).
44. Smarastawa; pemujaan dewa Asmara dan mantra-mantranya.
29

45. Panca Mahabhuta; berisi tentang lima bhutakala yang bertempat di lima
penjuru (barat, timur, selatan, utara, dan tengah), serta implementasinya
pada upacara serta sarananya.
46. Kunadresta; berisi tentang sesajen dan pujamantra pada saat piodalan
Sanghyang Aji Saraswati.
47. Brahmantaka Wangsa; berisi tentang tatacara upacara kematian para
brahmana.
48. Parama Guyha Candramandala; berisi upacara kurban untuk
keselamatan bumi.
49. Prajapati Astawa; berisi puja mantra kepada dewa Prajapati.
50. Ekapratama Samapta; berisi tentang pemujaan kepada leluhur dan
mantra-mantranya.
51. Surya Sumedang; berisi tentang pemujaan terhadap dewa Surya beserta
mantra-mantranya.
52. Manusa Sumedang; berisi mantra untuk pemujaan yang harus diketahui.

5) Kelompok Kepanditaan
10. Wikutama; berisi tentang pedoman menjadi pendeta yang utama.
11. Sasana Pandita; beisi tentang tingkahlaku dan kewajiban sebagai
seorang pendeta Hindu.
12. Puja Seha Pemangku; berisi tentang puja seorang Pemangku
dengan bahasa Bali Alus yang dikaitkan dengan upacara yadnya yang
dilaksanakan.
13. Weda Parikrama; bersi tentang weda dan cara pelafalan yang
benar serta keterkaitannya dengan upacara yadnya.
14. Seha Balian Konteng; berisi puja seorang yang berprofesi sebagai
dukun konteng/sonteng.
15. Padiksan (2 naskah); berisi uraian tatanan upacara inisiasi
(padiksan) menjadi pendeta Hindu.
16. Dewapuja; berisi pemujaan dan puja mantra terhadap para dewa.
17. Mpulutuk (2 naskah); berisi uraian yang menjadi pedoman bagi
seorang Pemangku.
18. Prayoganing Sang Sadhaka (2 buah); berisi pemujaan dan doa-doa
para pendeta

6) Kelompok Cerita
4. Sanghyang Kumara; berisi cerita kehidupan Sanghyang Kumara sebagai
putra dari Dewa Siwa.
5. Anggastya Purana; berisi kisah seorang pendeta bernama Dang Guru
Agastya ketika membuat bangunan suci tempat pemujaan Tuhan di Bali.
6. Swargarohana Parwa; berisi cerita kembalinya Panca Pandawa dan
Dropadi ke Surga setelah usai perang Bharata.
30

7) Kelompok Cerita Tantri


5. Pisacarana; berisi tentang cerita Diah Tantri putri Mahapatih Bandeswarya
yang ingin diperistri oleh raja Eswaryadala dengan menampilkan cerita
binatang Lutung dengan Macan.
6. Dyah Tantri;berisi tentang cerita Diah Tantri putri Mahapatih Bandeswarya
yang ingin diperistri oleh raja Eswaryadala
7. Manduka; berisi cerita Diah Tantri episode persahabatan si kura-kura
dengan angsa.
8. Kidung Tantri; Cerita Tantri berupa kidung atau sekar madya.

8) Kelompok Bahasa, aksara


5. Dasaksara; berisi sepuluh aksara suci.
6. Aksara Utama; berisi sejumlah aksara Bali yang termasuk aksara suci.
7. Kertabasa; berisi uraian tentang tatabahasa.
8. Arghapatra; berisi uraian aksara-aksara yang dipakai sarana permohonan
pada Tuhan.

9) Kelompok Sastra Kakawin, Geguritan


6. Tusing Sadaparwa (Kakawin); kakawin berisi cerita yang bersumber dari
Parwa yang keenam.
7. Geguritan Lubdaka; berisi cerita seorang pemburu yang bernama Lubdaka
dapat mencapai Surga akibat ikut begadang (ajagra) pada malam Siwaratri.
8. Kakawin Nitisastra; berisi ajaran yang berupa pedoman bagi seorang
pemimpin.
9. Silakrama (kakawin); berisi ajaran agama Hindu tentang Dasayama dan
Dasanyama brata.
10. Dandang Gendis; berisi geguritan tentang cerita para burung.

10) Kelompok Lain-Lain


6. Asta Kosala/Astabhumi (2 buah); berisi pedoman pembangunan dengan
arsitektur tradisional.
7. Awig-awig Desa; berisi aturan hukum adat yang berlaku di desa pakraman.
8. Sikut Karang Pomahan; berisi tatacara mengukur tanah untuk pekarangan
perumahan.
9. Darma Pemaculan; berisi tatacara bertani dan kewajiban seorang petani.
10. Hajiganda Purantaka; berisi ilmu tentang wibawa seorang pemimpin.

Dari uraian data di atas, masing-masing kelompok naskah memiliki jumlah


yang tidak sama. Prosentase dari jumlah naskah keseluruhan (118 naskah).

N0 Kelompok Jumlah Prosentase %


1 Tutur, Tattwa/Filsafat 29 34,22
2 Sejarah dan Babad 8 9,44
3 Usada, Tenung, Wariga 20 23,6
4 Upacara Yadnya serta 27 31,86
31

Pujamantra
5 Kepanditaan 12 14,16
6 Cerita 3 3,54
7 Tantri 4 4,72
8 Bahasa dan Aksara 4 4,72
9 Susastra Kakawin dan Geguritan 5 5,9
10 Lain-lain 6 7,08

Berdasarkan kajian di atas yang tersurat pula dalam tabel, koleksi lontar di
Geria Timbul Intaran desa Sanur, naskah lontar yang berhubungan dengan tutur
atau filsafat yang juga dikenal dengan naskah lontar kedyatmikan menduduki
angka paling tinggi. Tercatat 29 buah naskah lontar atau 34,22%. Naskah lontar
yang berhubungan dengan upacara Yadnya dan Pujamantra berjumlah 27 buah
atau 31,86%. Selain kedua kelompok ini prosentasenya kecil.

Dari sini dapat dikatakan aktivitas di Geria Timbul Intaran, Sanur dahulu
ada kecenderungan lebih banyak menjadi tempat pembelajaran tutur (tattwa), dan
kedyatmikan (spiritual). Kelompok koleksi naskah lontar yang kedua, Upacara
Yadnya dan Pujamantra prosentasenya juga tinggi, akan tetapi menjadi sah-sah
saja karena memang tugas dan fungsi pokok seorang pendeta. Artinya setiap
pendeta akan selalu berhubungan dengan naskah-naskah lontar tersebut sebagai
acuan dalam melaksanakan upacara.

3.Simpulan

Geria Timbul Intaran, desa Sanur merupakan tempat olah sastra. Sastra
yang diutamakan adalah tentang filsafat kehidupan di dunia maupun di akhirat.
Demikian pula naskah lontar yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi
(tupoksi) koleksinya cukup banyak sebagai acuannya. Hal ini dapat dikatakan
demikian berdasarkan mayoritas koleksi naskah lontar yang ada di Geria.

Daftar Pustaka
Jelantik, IB. dkk. 200. Skriptorium Naskah Tradisional Kota Denpasar. Denpasar:
Pemeritah Kota Denpasar.
32

Jirnaya, I Ketut. dkk. 2003. “Laporan Pengabdian pada Masyarakat” Konservasi


Naskah Lontar di Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan,
Kabupaten Tabanan. Denpasar: Lembaga Pengabdian pada
Masyarakat Universitas Udayana.
Pigeaud, TH. 1967. Literature of Java. Vol I. The Hague Martinus Nijhoff.
Soemantri, Emuch Herman. 1986. “Identifikasi Naskah”. Bandung: Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Warna, I Wayan. dkk. 2008. Kamus Bali-Indonesia Beraksara Bali dan Latin.
Denpasar: Badan Pembina Bahasa, Sastra, dan Aksara Bali
bekerjasama dengan Pemerintah Kota Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai