Anda di halaman 1dari 30

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL PKPS

2023

STATUS KESEHATAN KARANG SEBAGAI ASPEK


VITAL DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN DAN
PENGAWASAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
PULAU-PULAU KECIL DI PULAU MOTI
KOTA TERNATE

Diusulkan Oleh :

Nur Afifa Asyiqin 05182311003 2023


Nabila Umar 05182311004 2023
Marshanda Honga 05182311010 2023

UNIVERSITAS KHAIRUN
KOTA TERNATE
2023
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA LOMBA
KARYA TULIS ILMIAH

LKTI PKPS 2023

Judul karya tulis : Status kesehatan karang sebagai aspek vital dalam
mendukung pengelolaan dan
pengawasan kawasan konservasi perairan pulau-pulau kecil
di Pulau Moti, Kota Ternate.
Nama ketua : Nur Afifa Asyiqin
Nama Anggota : 1) Nabila Umar
2) Marshanda Honga

Kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa karya tulis dengan judul di
atas benar merupakan karya orisinal yang dibuat oleh penulis dan belum pernah
dipublikasikan atau dilombakan diluar kegiatan “Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo 2023” yang diselenggarakan oleh
Politeknik Kelautan dan Perikanan Sidoarjo. Demikian pernyataan ini kami buat
dengan sebenarnya, dan apabila terbuktiterdapat pelanggaran didalamnya, maka kami
siap untuk didiskualifikasi dari kompetisiini sebagai bentuk pertanggungjawaban kami

Menyetujui, Ternate, 18 November 2023


Dosen Pembimbing Ketua Tim

Halikuddin Umasangaji, SPi, MSi, PhD Nur Afifa Asyiqin


NIDN. 0003037408 NIM. 05182311003
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Karya Tulis : Status kesehatan karang sebagai aspek vital


dalam mendukung pengelolaan dan pengawasan kawasan konservasi
perairan pulau-pulau kecil di Pulau Moti, Kota Ternate.
2. Instansi : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
3. Sub Tema Karya : Pengelolaan dan pengawasan pesisir dan
pulau-pulau lecil
4. Ketua
a. Nama Lengkap : Nur Afifa Asyiqin
b. NIM : 05182311003
c. Jurusan/Fakultas : Ilmu Kelautan / Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan
d. Asal Perguruan Tinggi : Ternate
e. Alamat Rumah : Gambesi
f. No. Telp/HP : 082198051044
g. Alamat Email : nurafifaasyiqin45@gmail.com
5. Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap : Halikuddin Umasangaji, SPi, MSi, PhD
b. NIDN : 0003037408
c. Alamat : Jl. Jati Trans, RT 012/RW 006, Kota Ternate
Selatan
d. No. Telp/HP : 0812 1893 5245
e. Alamat Email : halikumas@gmail.com

Menyetujui, Ternate, 18 November 2023


Dosen Pembimbing Ketua Tim

Halikuddin Umasangaji, SPi, MSi, PhD Nur Afifa Asyiqin


NIDN. 0003037408 NIM. 05182311003

Mengetahui,
Wakil Dekan 3 Bidang Kemahasiswaan, Kerjasama, dan Alumni

Irwan Abdul Kadir, S.Pi., M.Si


NIP. 197611092005011002
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmat-nya maka kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dari tim kami.
Terumbu karang, sebagai ekosistem laut yang luar biasa, memiliki peran penting
dalam menjaga keseimbangan lingkungan laut. Sayangnya, terumbu karang saat ini
merupakan ancaman serius yang dapat mengakibatkan kerusakan dan mempengaruhi
kesehatannya secara keseluruhan. Faktor-faktor seperti perubahan iklim, polusi, dan
aktivitas manusia telah menyebabkan tekanan besar pada terumbu karang di seluruh
dunia.
Oleh karena itu,kita perlu Menyadari betapa pentingnya peran terumbu karang dalam
ekosistem laut dan kehidupan manusia, melalui kata pengantar ini, semoga kita dapat
lebih memahami kerusakan yang terjadi serta komitmen untuk menjaga kesehatan
terumbu karang. Mari bersama-sama berusaha, berkolaborasi, dan mengambil tindakan
nyata untuk melestarikan keindahan dan keberagaman hayati terumbu karang demi
generasi mendatang.

Ternate,18 november 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii


LEMBARAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 1
DAFTAR ISI...................................................................................................................... v
RINGKASAN ..................................................................................................................... i
1. PENDAHULUAN .......................................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3. Tujuan ................................................................................................................. 4
1.4. Manfaat ................................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 5
2.2. Kajian Terumbu Karang...................................................................................... 5
2.3. Kesehatan Terumbu Karang................................................................................ 6
2.4. Faktor-faktor Pemicu Kerusakan Terumbu Karang ............................................ 8
2.5. Strategi dan Solusi Mencegah Kerusakan Terumbu Karang .............................. 8
3. METODOLOGI ...................................................................................................... 10
3.1. Waktu Dan Lokasi ............................................................................................ 10
3.2. Alat Dan Bahan ................................................................................................. 11
3.3. Prosedur Pengambilan Data .............................................................................. 11
3.3.1. Tahap Persiapan ........................................................................................ 11
2.3.2. Tahap Pengambilan Data .......................................................................... 12
2.3.3. Tahap Analisis........................................................................................... 12
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 13
4.1. Indeks Bentik .................................................................................................... 13
4.2. Indeks Kesehatan Terumbu Karang .................................................................. 14
4.3. Analisis SWOT.....................................................................................................6
5. PENUTUP ................................................................................................................. 28
5.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 28
5.2. Saran ................................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 29
RINGKASAN

Pulau Moti merupakan salah satu pulau kecil yang berada di lepas pantai barat
Pulau Halmahera dan tepat di garis Wallacea. Tak heran, jika pulau kecil ini
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dengan satu spesies endemik yaitu hiu
berjalan (walking shark) sebagai penghuni ekosistem terumbu karang, lamun dan
mangrove. Salah satu ekosistem vital yang memegang peranan penting dalam
memberikan kontribusi terhadap pangan, ekonomi dan ketahanan iklim di masa
depan adalah ekosistem terumbu karang. Meskipun wilayah perairan ini
dikategorikan sebagai salah satu dari hot-spot of biodiversity, satu kenyataan yang
paradoksal karena setiap tahun, kawasan ini menerima limpahan sampah plastik
yang berasal dari Samudera Pasifik bagian barat laut seperti China dan Philipina.
Belum lagi sistem penanganan limbah industri pertambangan juga telah menjadi
ancaman yang serius terhadap ekosistem pesisir dan laut di wilayah ini termasuk
terumbu karang. Dampak global seperti El-Nino Southern Oscillation (ENSO),
gelombang panas (heat wave) dan Indian Ocean Dipole (IOD) juga telah
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap degradasi terumbu karang seperti
pemutihan karang (bleaching coral) dan penyakit karang lainnya. Fenomena-
fenomena ini memberikan dampak terhadap kerusakan karang sebagaimana yang
telah terjadi di beberapa wilayah Indonesia dan negara-negara yang termasuk dalam
kelompok segitiga terumbu karang dunia (coral triangle). Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis kondisi kesehatan karang dengan menggunakan benthic index
pada dua kedalaman perairan yang berbeda yaitu pada kedalaman 3 dan 7 meter.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran data dan informasi
awal mengenai kondisi kesehatan karang yang kiranya dapat dijadikan landasan
dalam pengawasan dan pengelolaan kawasan pesisir terutama area konservasi di
Pulau Moti.
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi langsung
di lapangan dengan menggunakan peralatan scuba diving. Metode sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan underwater photo
transect (UPT) melalui garis transect sejauh 50 meter sejajar garis pantai dengan
penempatan kuadran yang berukuran 44 x 58 cm yang ditempatkan selang-seling
sebanyak 50 buah pada setiap transects. Hasil Foto kemudian dianalisis untuk
pengidentifikasian bentuk hidup (life form) karang dengan menggunakan perangkat
lunak CPCe (Coral Point Count with Excel).
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa tutupan karang hidup pada kedalaman 3
dan 7 meter masing-masing sebesar 59,93% dan 56,71%, karang mati yang
ditumbuhi alga sebesar 15,80% dan 28,79%, tutupan fleshy seaweeds senilai 0,07%
dan 0,33%. Dari hasil analisis index kesehatan karang menunjukkan bahwa
ekosistem terumbu karang yang berlokasi di Kelurahan Figur, Pulau Moti berada
dalam kondisi sehat dengan tingkat pemulihan (resiliensi) yang tinggi. Temuan ini
menunjukkan bahwa meskipun perairan pulau-pulau kecil ini telah menjadi hot-
spot baru bagi sampah plastic yang berasal di wilayah timur jauh, tidak memberikan
dampak yang signifikan terhadap kesehatan karang di ekosistem setempat. Selain
itu peristiwa ENSO yang terjadi pada tahun 2022/2023 juga belum memberikan
dampak terhadap kerusakan karang di Pulau Moti. Meskipun demikian, para
pemangku kepentingan terutama pemerintah daerah, ilmuwan dan pihak swasta
serta masyarakat sudah seharusnya memberikan perhatian penuh terhadap
monitoring intensif dan pengawasan melekat tidak hanya ekosistem terumbu karang
tetapi ekosistem pesisir secara holistic dalam mengelola kawasan pesisir di Pulau
ini. Adapun strategi-strategi yang perlu ditempuh antara lain penyadartahuan
kepada masyarakat setempat agar tidak menggunakan alat tangkap yang
mengancam kerusakan plasmanutfah ekosistem terumbu karang. Kolaborasi
bersama instansi terkait guna memitigasi dampak pengelolaan sampah dan limbah
industry yang terintegrasi.
Kata kunci : Kesehatan karang, benthic index, tutupan
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pulau Moti merupakan salah satu pulau kecil di lepas pantai barat Pulau Halmahera
yang merupakan untaian pulau-pulau kecil di wilayah timur Indonesia. Dengan
tingkat keanekaragaman yang tinggi, terutama tiga ekosistem vital wilayah pesisir
yaitu hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang telah memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap masyarakat pesisir baik secara ekonomi yaitu
melalui suplai pangan dan pariwisata juga merupakan zona penyangga daratan dari
hempasan gelombang dan badai (Ramili dan Umasangaji, 2021). Ekosistem ini juga
memberikan peran yang besar terhadap mitigasi perubahan iklim seperti pemanasan
global yang memicu naiknya muka laut seperti banjir rob yang memberikan dampak
terhadap kerusakan bangunan serta hilangnya mata pencaharian masyarakat
setempat (Diposaptono, 2003). Salah satu ekosistem penting di kawasan ini adalah
ekosistem terumbu karang. Wilayah perairan timur Indonesia merupakan bagian
dari segitiga terumbu karang dunia. Oleh karena itu, kawasan ini juga disebut-sebut
sebagai hot-spot of biodiversity atau pusat keanekaragaman hayati dunia dengan
berbagai macam spesies endemic (Damanik et al 2023). Secara ekologi, ekosistem
terumbu karang ini dapat berfungsi debagai area mencari makan (feeding ground),
memijah (spawning ground) dan mengasuh (nursery ground). Jadi, selain
mangrove dan padang lamun, terumbu karang juga memegang peran kunci baik
secara ekonomi, lingkungan maupun krisis iklim di masa depan (Robinson et al
2022 ; James et al 2022).
Semenjak zaman antroposen, ekosistem ini telah mengalami ancaman yang serius
sebagai akibat dari tekanan anthropogenik maupun perubahan iklim yang
belangsung secara simultan. Terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem
pesisir yang sangat rentan terhadap tekanan-tekanan seperti ini (baik secara local,
regional maupun global) (Robinson et al 2022). Polusi lingkungan sebagai akibat
dari aktivitas industry, urban dan domestic akan berakhir di lautan sebagai “tempat
sampah raksasa” yang akan membawa dampak terhadap destruksi ekosistem
penting ini. Penangkapan ikan dengan menggunakan system yang tidak
berkelanjutan (alat tangkap yang tidak ramah lingkungan) serta kombinasi dari
berbagai aktivitas di atas akan memberikan kontribusi yang sangat berarti terhadap
kesehatan terumbu karang. Tutupan terumbu karang diperkirakan akan mengalami
penurunan sebagai akibat dari proses degradasi yang begitu massive di berbagai
belahan dunia termasuk Indonesia (Haya and Fuji 2022 ; Heery et al 2018)
Di satu sisi, Pulau Moti memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi
tetapi ternyata Pulau ini telah menjadi hot-spot baru dari sampah laut yang disuplai
baik dari Pulau Ternate maupun Tidore yang diangkut melalui arus dan gelombang
laut sepanjang tahun. Oleh karena persoalan ini maka pemerintah melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Surat Keputusan 104
Tahun 2020 Tentang Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Makian dan Pulau
Moti di Provinsi Maluku Utara. Meskipun demikian, langkah tepat ini harus disertai
dengan pengelolaan yang didasarkan atas data-data dan informasi melalui
monitoring yang intensif. Hal ini dilakukan agar supaya kecenderungan-
kecenderungan (trend) yang terjadi kelak di masa depan dapat dianalisis
berdasarkan data dan informasi yang telah ditemukan di masa lampau (Ramili dan
Umasangaji, 2022).
Jika ditinjau dari dampak global, dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 2022 dan
2023 merupakan periode dimana terjadi ENSO (El-Nino Southern Oscillation
Index). Peristiwa anomaly iklim ini kemungkinan telah membawa dampak yang
buruk terhadap ekosistem terumbu karang di Indonesia, khususnya di Pulau Moti.
Hal inilah yang menarik perhatian para peneliti lingkungan hidup untuk melakukan
monitoring dan observasi baik secara langsung maupun tidak langsung (citra satelit)
untuk melihat kecenderungan-kecenderungan yang terjadi selama periode kritis ini.
Ancaman kerusakan karang dapat terjadi karena diketahui dengan pasti bahwa
hewan karang sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang
ekstrim seperti perubahan suhu, salinitas dan pH perairan secara spontan. Mikro-
alga yang bersimbiosis dengan hewan karang ini akan terlepas dari inangnya dan
polip karang akan mengalami proses pemutihan yang dikenal dengan bleaching
coral. Jika proses ini terjadi dalam periode yang yang lama maka akan membawa
dampak terhadap rapuhnya hewan karang (Burn et al 2023 ; Rosedy et al 2023).
Kerusakan karang akan mengurangi prosentase tutupan karang dan pada akhirnya
memberikan dampak terhadap keberlangsungan tidak hanya terhadap hewan karang
itu sendiri tetapi juga fauna lain yang berasosiasi di dalamnya seperti mega benthos
dan ikan-ikan nektonic yang sangat menggantungkan hidupnya pada ekosistem
terumbu karang. Jika ini terjadi, maka dampak secara ekonomi pun akan sangat
terasa bagi msyarakat pesisir yang bermata pencaharian sebagai nelayan terutama-
di pulau-pulau kecil (Fezzi et al 2022).
Hingga saat ini penelitian tentang kesehatan terumbu karang di Pulau Moti masih
jarang dilakukan oleh karena keterbatasan sumberdaya manusia maupun
infrastruktur pendukung karena sulitnya aksesibiltas dari Pulau Ternate ke Pulau
Moti. Oleh karena itu riset tentang status kesehatan terumbu karang ini sangat
penting untuk dilakukan guna menjadi landasan utama dan pengelolaan
sumberdaya pesisir terutama di kawasan konservasi Pulau Moti.

1.2 Rumusan Permasalahan


Semenjak era industry 4.0, dengan kemajuan teknologi mendorong tingkat
kemandirian perekonomian masyarakat yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Namun demikian, di sisi lain terdapat ketimpangan oleh karena dilemma
permasalahan lingkungan yang semakin meningkat hingga kini. Kemajuan
pembangunan wilayah perkotaan hingga pedesaan telah memanfaatkan hasil laut,
perkebunan, pertambangan maupun pariwosata. Berbagai macam aktivitas
anthropogenic ini telah menimbulkan persoalan pencemaran lingkungan baik area
daratan hingga lautan, terutama perairan pesisir di pulau-pulau kecil.
Adapun permasalahan yang dihadapi saat ini adalah semakin berkurangnya luasan
hutan mangrove, tutupan padang lamun serta karang. Ini akan memberikan dampak
terhadap pendapatan nelayan oleh karena area tangkapan ikan (fishing ground)
yang semakin jauh. Kaitannya dengan terumbu karang adalah kondisi kesehatan
karang yang menurun oleh karena polusi maupun dampak regional dan global maka
potensi kerusakan karang semakin tinggi. Jika ekosistem karang tergangggu maka
ikan-ikan penghuni terumbu karang sebagai target penangkapan nelayan pun akan
semakin menurun.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang perlu diangkat dalam
penelitian ini adalah :
1. Seperti apakah kondisi kesehatan terumbu karang di perairan Pulau Moti
sebagai koawasan konservasi perairan ?
2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kesehatan ekosistem
terumbu karag ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi kesehatan ekosistem
terumbu karang di Perairan Pulau Moti dengan menggunakan Benthic Index (BI).
Selain itu juga dalam penelitian ini akan dianalisis perbedaan kondisi kesehatan
ekosistem terumbu karang di kedua stasiun penelitian yaitu stasiun Figur dan
stasiun Tafamutu.

1.4 Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi awal
tentang kondisi kesehatan ekosistem terumbu karang yang sekiranya dapat
digunakan sebagai landasan dalam pengawasan dan pengelolaan ekosistem
terumbu karang terutama di wilayah konservasi (Marine Protected Area) Pulau
Moti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terumbu Karang


Menurut ensiklopedia, reef atau terumbu adalah serangkaian struktur keras dan
padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan coral atau karang,
merupakan salah satu organisme laut yang tidak bertulang belakang (invertebrate),
berbentuk polip yang berukuran mikroskopia, namun mampu menyerap kapur dari
air laut dan mengendapkannya sehingga membentuk timbunan kapur yang padat.
Menurut Souter dan Linden (2000), terumbu karang adalah salah satu ekosistem
paling produktif dan beragam di bumi serta memberikan banyak jasa ekosistem.
Salah satu fungsi terumbu karang adalah sebagai habitat berbagai jenis ikan dan
biota laut lain yang memungkinkan terwujudnya rantai makanan di lokasi tersebut.
Selain berfungsi sebagai habitat bagi biota laut, terumbu karang juga memiliki
keindahan yang menjadi daya tarik bagi wisatawan bahari.
Terumbu karang adalah ekosistem laut yang kompleks dan terdiri dari struktur
kalsium karbonat yang dibangun oleh organisme karang. Morfologi terumbu karang
mencakup beragam bentuk dan komponen yang memberikan keunikan pada
ekosistem ini. Secara umum, terumbu karang terdiri dari tiga komponen utama. (1)
Terdapat karang batu atau karang keras yang merupakan struktur dasar terumbu
karang. Karang keras ini terbentuk dari polip-poli kecil yang hidup bersimbiosis
dengan alga zooxanthellae. Polip-poli ini memiliki tubuh silindris dengan mulut
yang dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap plankton sebagai
makanan. (2) Alga zooxanthellae, yaitu jenis alga yang hidup secara simbiotik di
dalam polip karang. Alga ini memberikan warna khas pada terumbu karang dan
juga berperan penting dalam proses fotosintesis. Zooxanthellae menggunakan sinar
matahari sebagai sumber energi untuk mengubah karbon dioksida menjadi oksigen
dan karbohidrat. Karbohidrat ini kemudian menjadi sumber makanan bagi polip
karang, sehingga membantu dalam pertumbuhan dan keberlangsungan hidup
terumbu karang. (3) Organisme lain yang hidup di sekitar terumbu karang. Terumbu
karang merupakan rumah bagi berbagai spesies hewan laut. Terdapat berbagai jenis
karang yang memberikan struktur dan tempat berlindung bagi hewan laut. Terumbu
karang juga memiliki struktur mikro seperti lubang-lubang dan celah yang
menyediakan tempat bersembunyi bagi berbagai organisme kecil.
Sebaran terumbu karang hampir ditemukan di seluruh perairan Indonesia dengan
jumlah jenis cukup bervariasi. Menurut Suharsono (2008) dalam Koroy et
al,.(2020) jenis karang yang ditemukan di Indonesia dan teridentifikasi diperkirakan
sebanyak 590 jenis yang termasuk dalam 80 marga karang. Salah satu sebaran
karang yang banyak ditemukan adalah diperairan Samudera Pasifik, karena
dipengaruhi oleh pola arus yang mengalir secara terus menerus dari Samudera
Pasifik ke Samudera Hindia yang lebih dikenal sebagai arus lintas Indonesia.
Indonesia mempunyai luas wilayah perairan sebesar 3.257.483 km2 dengan
panjang garis pantai 99.093 km 2 serta jumlah pulau 13.466 pulau.
Di sepanjang garis pantai dan sekeliling pulau-pulau yang ada terdapat ekosistem
terumbu karang yang mempunyai banyak peranan namun rentan terhadap
perubahan. Berdasarkan citra satelit, diperkirakan luasan terumbu karang di
Indonesia adalah 2.5 juta hektar. Secara umum, kondisi terkini terumbu karang di
Indonesia sedikit mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dari total 1067 site, terumbu kategori jelek sebanyak 386 site (36.18%), terumbu
kategori cukup sebanyak 366 site (34.3%), terumbu kategori baik sebanyak 245 site
(22.96%) dan kategori sangat baik sebesar 70 site (6.56%) hadi et al., 2020.

2.2 Kesehatan Terumbu Karang


Kesehatan terumbu karang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti perubahan
iklim, polusi,penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dan aktivitas manusia
lainnya. Beberapa indikator kesehatan terumbu karang meliputi keberagaman
hayati, warna dan kepekatan karang, serta keseimbangan ekosistem. pemanasan
global dapat menyebabkan pemutihan di mana karang kehilangan warnanya karena
stres termal perubahan kimia di udara laut, seperti peningkatan kadar
karbondioksida juga dapat merugikan terumbu karang. Biasanya memiliki penyakit
gangguan terhadap kesehatan karang yang menyebabkan gangguan secara fisiologi
bagi biota karang (rayundo dan harvoll,2008).
Kriteria kesehatan terumbu karang
Parameter
Sangat Bagus Bagus Adil Buruk

Tutupan karang hidup75-100% 50-74,9% 25-49,9% 0-24,9%


Penutup alga 0-24,9% 25-49,9 50-74,9% 75-100%
Penutup pasir 0-24,9% 25-49,9% 50-74,9% 75-100%
Indeks kematian 0,75-1% 0,50-0,749% 0,25-0,49% 0-0,249%

Tabel 2.1 Kriteria kesehatan terumbu karang

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa penurunan kualitas lingkungan


perairan sangat berperan terhadap munculnya agen atau mikroorganisme pembawa
patogen terhadap karang polusi yang ditimbulkan oleh limbah domestik sampah
sampai dengan air balas juga berpotensi munculnya patogen penyebab penyakit
karang (borger et al 2005). Sumber dari ☝🏻 :Riska kelautan

2.3 Faktor-faktor Pemicu Kerusakan Terumbu Karang

Terumbu karang, salah satu ekosistem laut yang penting, mengalami kerusakan
yang signifikan dan faktor-faktor penyebabnya perlu dipahami. Ada beberapa
faktor yang berkontribusi terhadap kerusakan terumbu karang yang perlu
diperhatikan. Memahami faktor-faktor penyebab kerusakan terumbu karang sangat
penting untuk melindungi dan memulihkan ekosistem ini. Bagi manusia juga
terumbu karang mempunyai potensial yang besar sebagai sumber makanan maupun
di jadikan sebagai mata pencarian, dan terumbu karang merupakan ekosistem yang
mudah terkena terhadap kerusakkan dan hal ini di sebabkan oleh manusia dan juga
alam. Terumbu karang yang mudah terkena dengan kerusakan yang di sebabkan
oleh manusia dann juga alam. Seperti pada banyaknya masyarakat pesisir yang
terpacu untuk melakukan aktivitan pemanfaatan penambangan terumbu karang
banyak terjadi penambangan terumbu karang yang di lakukan oleh masyarakat
pesisir kelurahan tersebut dan di gunakan sebagai bahan baku produksi kapur sirih.
Dan adanya aktivitas tersebut berdampak pada kondisi ekosistem terumbu karang
sepanjang perairan pesisir kelurahan tersebut. Selain penambangan dampak
kerusakan terumbu karang juga di akibatkan oleh nelayan yang melakukan
penangkapan ikan dengan cara meracun ikan ikan yang berada di sekitar terumbu
karang dan kegiatan ini sangat berdampak pada ekosistem terumbu karang yang
menjadi mati dan memutih. (Hermina Manlea)
Selain ulah manusia ekosistem terumbu karang juga rusak akibat faktor alam seperti
derasnya gelombang. Hal ini dapat mempengaruhi ekosistem terumbu karang dan
mengakibatkan patahan patahan yang lebih besar bahkan karang tersebut mati.
Karang yang mati karena masa ketuaannya akan muncul tunas baru pada sisi tubuh
karang dengan munculnya tunas baru. (Yulius M. Sama)

2.4 Strategi dan Solusi Untuk Menjaga Kesehatan dan Mencegah Kerusakan

Menjaga kesehatan dan mencegah kerusakan terumbu karang sangat penting untuk
memastikan kelangsungan hidup dan keberlanjutan ekosistem ini. Strategi sebagai
suatu bentuk pemikiran rasional yang disusun secara sistematis. Salah satu strategi
yang dapat dilakukan adalah memberikan perlindungan hukum dengan membuat
dan memberlakukan regulasi yang melindungi terumbu karang dari kerusakan,
seperti larangan penangkapan ikan di sekitar terumbu karang, larangan pemindahan
terumbu karang, dan larangan penggunaan bahan kimia berbahaya. (Wa Ode Nur
Hudaya)
Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
menjaga terumbu karang dengan mengedukasi mereka mengenai dampak negatif
dari aktivitas yang merusak terumbu karang. Strategi ini juga baik untuk kita.
Kampanye sosialisasi dan penyebaran informasi melalui media massa dan media
sosial dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat. Pengelolaan terumbu
karang yang berkelanjutan juga harus diterapkan dengan mengatur wisata bahari,
penangkapan ikan yang berkelanjutan, dan pendirian zona konservasi. Upaya
pemantauan dan penelitian terhadap terumbu karang juga perlu dilakukan untuk
memahami perubahan kondisi dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang
tepat. Melibatkan masyarakat lokal dalam upaya pelestarian terumbu karang dan
membangun kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga lingkungan
juga penting untuk menjaga keberlanjutan inisiatif dan menghasilkan pengaruh
positif terhadap terumbu karang. Kawasan konservasi perairan adalah sesuatu yang
diusahakan untuk melindungi ekosistem yang akan dilaksanakan untuk semua
ekosistem berdasarkan kriteria sosial, budaya, ekonomi maupun ekologis.
Pada umumnya konservasi telah menjadi syarat dan kepentingan yang harus
dipenuhi sebagai penyelerasan atas kebutuhan ekonomi masyarakat serta harapan
untuk terus menjaga sumber daya yang ada bagi masa depan Hajifu (2011). KKP
adalah salah satu sarana pengelolaan yang paling banyak digunakan dalam
konservasi terumbu karang. Secara sederhana, KKP didefinisikan sebagai kawasan
laut yang dikelola secara aktif untuk konservasi. Definisi tersebut luas dan meliputi
berbagai tatanan pengelolaan yang memungkinkan, dengan berbagai macam cara
dan kewenangan pengelolaan.Dengan mengimplementasikan strategi ini secara
komprehensif, diharapkan dapat menjaga kesehatan terumbu karang dan
melindungi ekosistem yang kaya ini.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Pelaksanaan pengambilan data ini dilakukan pada bulan Maret 2023 lokasi
pengumpulan data di kawasan konservasi Pulau Moti kota Ternate di Kelurahan
Figur dengan posisi geografis 0⁰ 25’54,23’ - 0⁰ 28’52,1” lintang utara dan 127⁰ 22’
49,26” - 127⁰26’28,47 bujur timur.

Gambar 3.1. Lokasi pengumpulan data


3.2 Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang di gunakan dalam pelaksanaan pengumpulan data pada
kawasan konservasi pualu moti di sajikan dalam tabel 1.

Tabel 1. Alat dan bahan


No Nama alat Kegunanan alat
1 Scuba Gear Full Set Menyelam Mengambil Data
2 Alat Tulis (ATK) Mencatat Data
3 Sabak Mencatat Data Dalam Laut
4 Meteran Roll Mengukur Blok Area
5 Gambar identifikasi Identifikasi karang
karang
6 Kamera Underwater Dokumentasi data
7 Kuadran Modifikasi blok area
8 Layangan arus Mengukur dan menghitung
arus
9 Sieve shaker Mengayak sedimen
10 leptop Untuk menganalisis data
11 Timbangan digital Menimbang sedimen
12 Kantong sampel Sebagai wadah sedimen
13 Sedimen kor Untuk mengambil sampel
sedimen

3.3. Prosedur Pengambilan Data

Prosedur pengambilan data terdiri dari dua tahapan yaitu pengambilan data
dan analisis data.
3.3.2. Tahap Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan di area kawasan konservasi pulau Moti di


perairan kelurahan Figur menggunakan metode Transek foto bawah air atau
Underwater Photo Transect (UPT). Underwater Photo Transect merupakan metode
yang memanfaatkan perkembangan teknologi, baik perkembangan teknologi
kamera digital maupun teknologi piranti lunak komputer. Pengambilan data di
lapangan berupa foto-foto bawah air yang dilakukan dengan pemotretan
menggunakan kamera yang dilengkapi pelindung tahan air (housing)
(Giyanto,dkk.2014).

3.3.3. Tahap Analisis

Pada tahap analisis data, terumbu karang yang diambil dengan metode UPT
merupakan foto-foto bawah air sebanyak 50 foto untuk setiap titik transek
kedalaman perairan yang berbeda, sehingga total foto yang dianalisis adalah
sebanyak 100 buah. Untuk mendapatkan data-data kuantitatif berdasarkan foto-foto
bawah air yang dihasilkan dari motede UPT ini, analisis data dilakukan terhadap
setiap frame guna menduga persentase tutupan kategori dan substrat (Giyanto,
.2010). Titik yang digunakan dengan menentukan banyaknya titik acak (random
point) yang dipakai untuk menganalisis foto. Tepat pada posisi titik yang telah
ditentukan secara acak oleh piranti lunak CPCe (Coral Point Count With Excel).
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Indeks Bentik


Hasil penelitian ini hendak mengungkapkan kondisi kesehatan ekosistem terumbu
karang di Kelurahan Figur perairan pantai Pulau Moti (KFPM) sebagai kawasan
laut yang dilindungi (Marine Protected Area). Pengamatan dilakukan meliputi
komponen bentik terumbu karang dan substrat dasar dengan metode Under Water
Photo Transect (UPT). Photo Transect ini didasarkan pada kondisi hard coral
(HC), recent dead coral (DC), dead coral with algae (DCA), soft coral (SC),
sponge (SP), fleshy seaweed (FS) atau makro alga, other biota (OT), rubble (R),
sand (S) dan silt (SI) sebagaimana tercantum pada table 1. Penelitian ini dilakukan
pada dua kedalaman yang berbeda yaitu kedalaman 3 dan 7 meter dengan tujuan
untuk melihat seberapa besar perbedaan distribusi karang dan kondisi kesehatan
karang pada kedua kedalaman ini.
Selanjutnya hasil penelitian tutupan bentik terumbu karang dan substrat dasar di
perairan pantai Kelurahan Figur Pulau Moti ditemukan tutupan karang hidup, hard
coral (HC) masing-masing di kedalaman 3 meter sebesar 59,93% yang didominasi
oleh Acropora Tabulate (ACT, 31,80%)) atau karang meja dan diikuti oleh
Acropora Branchingatau karang bercabang (ACB, 13,07%). Sedangkan pada
kedalaman 7 meter ditemukan prosentase tutupan karang hidup, hard coral (HC)
sebesar 56,71% yang didominasi oleh Acropora Branching (ACB, 20,84%) dan
diikuti oleh Acropora Tabulate (ACT, 20,64%).
Di sisi lain, substrat dasar perairan karang mati ditumbuhi algae pada kedalaman 3
meter sebesar 15,80% dan patahan karang mati sebesar 12,33% serta dasar berpasir
dengan tutupan 3,47%. Prosentase tutupan tertinggi diwakili oleh karang hidup
sebesar 59,93% dan diikuti oleh tutupan karang mati yang ditumbuhi algae sebesar
15,80%. Untuk kedalaman 7 meter, ditemukan tutupan karang mati yang ditumbuhi
algae adalah 28,79% dan patahan karang mati 9,02% dengan tutupan dasar perairan
berpasir 1,34%. Prosentase tutupan tertinggi diwakili oleh karang hidup yaitu
sebesar 56,71%. Dengan prosentase tutupan karang hidup yang dikategorikan tinggi
ini mengindikasikan bahwa ekosistem terumbu karang di Pulau Moti masih berada
dalam kondisi yang bagus tanpa dipengaruhi oleh tekanan lingkungan berupa
aktivitas anthropogenic yang dilakukan oleh penduduk di sekitarnya. Meskipun
dengan magnitude prosentase tutupan karang mati dalam kategori yang rendah,
potensi ini akan terus meningkat jika tidak ada langkah-langkah preventif terhadap
ekosistem ini. Hal ini mengindikasikan bahwa kerusakan karang ini kemungkinan
dipengaruhi oleh dampak lokal seperti penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan, polusi, serta kemungkinan sedimentasi oleh karena input dari sungai
kecil yang berada di sekitar lokasi penelitian. Hasil penelitian ini belum mampu
menjelaskan bahwa prosentase kerusakan karang yang rendah ini dipicu oleh faktor
global seperti ENSO (El-Nino Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean
Dipole) sebagaimana dikemukakan oleh para peneliti sebelumnya (Abrar et al 2016
; Setawan et al 2017 ; Wouthuysen et al (2020) ; Ulfah et al 2018 ; Suparno et al
2021).

Kedalaman Terumbu Tutupan Kategori


Terumbu Karang Karang Tutupan
Karang Hidup Karang

3 meter Coral (HC) 59.93% Tinggi


3 meter Soft Coral (SC) 0.67% Rendah
3 meter Sponge (S 0.00% Rendah
3 meter Fleshy Seaweed (FS) 0.07% Rendah
3 meter Other Biota (OT) 0.20% Rendah
3 meter Rubble (R) 12.33% Rendah
3 meter Sand (S) 3.47% Rendah
3 meter Silt (SI) 0.00% Rendah
3 meter Rock (RK) 1.27% Rendah
7 meter Coral (HC) 56.71% Tinggi
7 meter Soft Coral (SC) 0.07% Rendah
7 meter Sponge (SP) 0.00% Rendah
7 meter Fleshy Seaweed (FS) 0.33% Rendah
7 meter Other Biota (OT 0.13% Rendah
7 meter Rubble (R) 9.02% Rendah
7 meter Sand (S) 1.34% Rendah
7 meter Silt (SI) 0.00% Rendah
7 meter Rock (R) 0.00% Rendah
Lebih lanjut beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh perairan
Indonesia terdampak peristiwa ENSO di tahun 2015/2016 dimana telah terjadi
pemutihan terumbu karang dan menimbulkan kerusakan hingga lebih dari 80%
selama kurun waktu kurang lebih 12 tahun terakhir termasuk Perairan Bunaken,
Sulawesi Utara di wilayah timur Indonesia. Hal ini disebabkan karena terumbu
karang sangat peka terhadap kenaikan suhu muka laut di atas ambang 30°C
(Suparno et al, 2021). Kondisi actual menunjukkan bahwa fase El-Nino dan La-
Nina terjadi pada tahun 2022 dan 2023 dimana penelitian ini dilakukan. Jika
dikaitkan dengan hasil penelitian yang sedang dilakukan di Pulau Moti dengan
kondisi tutupan karang hidup yang tinggi tidak memberikan indikasi adanya
pemutihan karang maupun kerusakan karang yang tinggi selama periode anomali
iklim ini. Dapat dikatakan bahwa kerusakan karang yang telah dan sedang terjadi
di beberapa wilayah di Indonesia diduga karena adanya dinamika interaksi yang
kompleks baik oleh factor local, regional maupun global.

Gambar 4.1. Contoh karang meja (Acropora tabulate) yang ditemukan di lokasi penelitian.

Gambar 4.2. Contoh karang bercabang (Acropora branching) yang ditemukan di lokasi penelitian
Gambar 4.3. Bintang laut biru (Mega benthos) yang berasosiasi dengan terumbu karang

Prosentase tutupan karang hidup di Kelurahan Figur, Pulau Moti menunjukkan


angka yang tinggi jika dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian lainnya terutama
pada ekosistem terumbu karang di wilayah Indonesia. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena wilayah perairan di Laut Maluku dan Laut Halmahera sangat
dipengaruhi kuat oleh fenomena upwelling dan downwelling dari Laut Banda yang
terjadi secara bargantian setiap tahun. Peristiwa ini telah memberikan kontribusi
yang sangat besar dalam “pencucian” massa air serta pemasok unsur hara
(nutrients) yang tinggi dalam mendukung peningkatan produktivitas perairan di
sekitarnya termasuk ekosistem terumbu karang. Selain itu rendahnya aktivitas
anthoropgenik seperti urban, industry dan pariwisata juga semakin memperkecil
tekanan lingkungan terhadap pesisir jika dibandingkan wilayah lainnya seperti
Pulau Jawa, Sumatera maupun Sulawesi.
Komponen bentik yang digunakan untuk menghitung indeks kesehatan terumbu
karang adalah fleshy seaweeds (makro algae), pecahan karang mati (rubble) dan
tutupan karang hidup. Prosentase tutupan karang hidup menurut Giyanto et al 2017a
menunjukkan prosentase tutupan karang hidup di Kelurahan Figur, Pulau Moti
(KFPM) termasuk dalam kategori tinggi. Sedangkan resiliensi merupakan respons
ekosistem dan jaminan terhadap terjadinya perubahan lingkungan dan telah menjadi
tujuan utama dari pengelolaan terumbu karang (Nystrom dan Folke, 2001). Tingkat
resiliensi (pemulihan) terumbu karang di di KFPM menunjukkan tinggi dengan
tutupan fleshy seaweed pada kedalaman 3 meter sebesar 0,07% dan pada kedalaman
7 meter senilai 0,33%. Menurut Giyanto et al 2017a, tutupan ini dikategorikan
sebagai tingkat pemulihan karang yang tinggi karena <3%. Hal ini disebabkan
karena ketika semakin tinggi tutupan alga, maka kompetisi dalam memperoleh
nutrient dan sinar matahari dalam proses fotosintesis pun semakin tinggi. JIka ini
terjadi maka posisi terumbu karang pun akan semakin terancam karena potensi
serapan energi lmatahari dan nutrien pun semakin kecil sehingga dapat
menimbulkan gangguan yang serius terhadap keberlangsungan hewan karang.
Januarsa (2018) mengungkapkan bahwa makro algae merupakan organisme
competitor karang dari beberapa jenis seperti Caulerpa racemose, Dictyota
dichotama dan Padina autralis. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tingkat kerusakan terumbu karang di perairan KFPM memiliki tingkat pemulihan
yang tinggi di masa depan.

4.2 Indeks Kesehatan Terumbu Karang


Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan KFPM menunjukkan bahwa
indeks kesehatan terumbu karang di lokasi ini baik pada kedalaman 3 maupun 7
meter bernilai 6 dengan tingkat tutupan karang hidup dan resiliensi yang tinggi.
Maskipun dalam penelitian ini indeks kesehatan karang hanya dianalisis dari satu
dimensi yaitu hanya dengan menggunakan Benthic Index, data dan informasi ini
sangat bermanfaat dan menjadi fondasi yang kuat guna penelitian-penelitian
selanjutnya. Beberapa peneliti telah mengemukakan bahwa kesehatan ekosistem
terumbu karang dapat diungkapkan dengan menggunakan tiga indeks yaitu Benthic
Index, Fish Index dan Microbes Index (Kaufman et al 2011). Fish Index ini
digunakan guna mengungkapkan magnitude biomassa ikan per satuan area yang
mengekspresikan kesehatan karang. Ini karena ikan karang sebagai komponen
nektonic memberikan kontribusi terhadap kesehatan karang melalui proses
metabolisme. Proses ini sangat membantu mekanisme siklus nutrient (unsur hara)
dalam ekosistem terumbu karang, sehingga jika populasi ikan semakin berkurang
maka kesehatan hewan karang pun akan terganggu.
Selanjutnya microbes index juga merupakan indicator penting dalam
mengekspresikan kesehatan karang karena kelimpahan mikroba (bakteri pathogen)
terutama bakteri vibrio yang mengindikasikan tingginya tekanan lingkungan
sebagai akibat dari aktivitas anthropogenic. Bakteri ini dapat mengganggu system
pencernaan hewan karang (Kaufman et al 2011). Akan tetapi dalam penelitian ini
hanya digunakan salah satu indeks penentuan kesehatan karang yaitu Benthic Index
melalui prosentasi tutupan karang hidup, karang mati (rubble), karang mati yang
ditutupi karang hidup, serta fleshy seaweeds.
Dari hasil analisis Benthic Index ini menunjukkan bahwa tutupan karang hidup
yang >35% adalah kategori tinggi dengan nilai tutupan sebesar 59,93% untuk
kedalaman 3 meter sedangkan pada kedalaman 7 meter ditemukan tutupan karang
hidup sebesar 56,71%. NIlai ini merupakan kategori yang berada jauh di atas
prosentase tutupan karang hidup di lokasi lainnya di Indonesia seperti di Kepulauan
Mentawai (Suparno et al 2021), Legun Waru dan Tembuyung di Pulau Sangiang
(Aprillian et al 2021), dan Kabupaten Mandeh Pesisir Sumatera Barat. Hal ini
mengilustrasikan bahwa ekosistem terumbu karang yang berada pada perairan
pesisir KFPM memiliki keistimewaan dari sisi kesehatan lingkungan. Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa meskipun kawasan perairan Indonesia diterpa
peristiwa ENSO pada tahun 2015/2016 dan 2022/2023, tingkat kesehatan ekosistem
terumbu karang masih dalam kategori tinggi. Selain dampak a.ktivitas industry,
urban dan pariwisata yang rendah juga diduga disebabkan karena adanya proses
upwelling dan downwelling yang terjadi secara bergantian baik dalam skala
regional seperti di Laut Banda maupun skala local di Pulau Halmahera dan pulau-
pulau kecil di sekitarnya.

4.3 Analisis SWOT


Analisis SWOT, Strength (kekuatan) dalam penelitian ini adalah : kesehatan
terumbu karang dengan kategori tinggi oleh karena prosentase tutupan yg lebih dari
35 persen serta potensi pemulihan (resiliensi) yang tinggi karena tutupan fleshy
seaweeds yg rendah. Weakness (kelemahan) : yang menjadi kelemahan dari hasil
penelitian ini adalah faktor internal seperti masih sering adanya penggunaan alat
tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan serta polusi lingkungan yang berasal
dari limbah perkotaan, industri maupun domestik (rumah tangga). Opportunities
(peluang) : peluang dalam penelitian kesehatan karang ini adalah tidak hanya
menjadi potensi sumber pangan dan pariwisata tetapi juga berpeluang untuk
menjadi elemen penting dalam memitigasi perubahan iklim global karena algae
zooxabtelae berperan dalam proses penyerapan CO2 dari atmosfer. Threats
(ancanan-ancaman) : ancaman-ancaman yang akan datang dari luar dan di luar
kobtrol adalah berupa bencana banjir karena curah hujan yang tinggi dan beresiko
memicu terjadinya sedimentasi yang pada akhirnya merusakkan karang.
Selain itu juga fenomena anomali iklim seperti ENSO dan IOD dapat mengancam
karang menjadi memutih karena adanya perubahan suhu perairan laut secara extrim.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa indeks kesehatan satu dimensi
dari ekosistem terumbu karang di KFPM memiliki nilai yang tinggi karena
prosentase tutupan karang hidup di dua kedalaman yang berbeda berada pada
kisaran > 35%. Sedangkan tingkat resiliensi atau pemulihan terumbu karang juga
ditemukan tinggi karena prosentase tutupan fleshy seaweeds yang rendah yaitu
kurang < 3%.

5.1 Saran
Dari hasil penelitian ini juga memberikan data dan informasi bahwa potensi
gangguan kesehatan ekosistem terumbu karang di KFPM berada pada score yang
rendah namun dibutuhkan perhatian dari berbagai pemangku kepentingan dalam
mengambil langkah-langkah strategi guna memproteksi kawasan konservasi ini
dari berbagai ancaman anatara lain penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan,
pencegahan pembuangan limbah industri dan rumah tangga ke laut serta langkah-
langkah antisipatif dalam memitigasi dampak perubahan-perubahan iklim baik di
skala regional maupun global.
DAFTAR PUSTAKA

Yunita Ramili dan Halikuddin Umasanghaji. 2022. Accumulation of Microplastics


(MPs) Sedimentary in Seagrass Meadows on Mare Island Conservation
Area, North Maluku, Indonesia. Ternate.
R.K. James, L.M. Keyzer, S.J. van de Veld, P.M.J. Herman. 2022. Climate change
mitigation by coral reefs and seagrass beds at risk: How global change
compromises coastal ecosystem services.
Peter John Robinson, Pieter van Beukering, Luke Brander, Roy Brouwer. 2021.
Understanding the determinants of biodiversity non-use values in the
context of climate change: Stated preferences for the Hawaiian coral
reefs.
Tri Aryono Hadi, Giyanto, Bayu Prayudha, Muhammad Hafizt, Agus Budianto,
Suharsono. 2018. Status Terumbu Karang Indonesia. Pusat Penelitian
Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
(BPS Kota Ternate, 2022) ”Pencatatan Kecamatan Moti Dalam Angka”
Suharsono. 1998. Kesadaran Masyarakat Tentang Terumbu Karang (Kerusakan
Karang di Indonesia). P3O-LIPI, Indonesia: 77hlm.
Hadi, T. H., Giyanto, Prayudha, B., Hafizt, M., Budiyanto, A., & Suharsono. 2018.
Status Terumbu Karang Indonesia 2018. Jakarta: Puslit Oseanografi -
LIPI.
Hermina Manlea, Ludgardis Ledheng, Yulius M. Sama. 2014. Faktor-Faktor
Penyebab Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Di Perairan Wini
Kelurahan Humusu C Kecamatan Insana Utara Kabupaten Timor
Tengah Utara. NTT.
Suparno & Efendi, Y. 2018. Monitoring kondisi Terumbu Karang dan ekosistem
terkait, di Taman Wisata Perairan (TWP) Selat Bunga Laut, Kabupaten
Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Jakarta: Coremap CTI Pusat
Penelitian Oseanografi, LIPI.
Riska, Albida Rante Tasak, Lalang, Sudarwin Kamur, Iswandi Wahab. 1998.
Identifikasi Penyakit dan Gangguan Kesehatan Terumbu Karang di Perairan Desa
Langgapulu Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Hadi, T. H., Giyanto, Prayudha, B., Hafizt, M., Budiyanto, A., & Suharsono. 2018.
Status Terumbu Karang Indonesia 2018. Jakarta: Puslit Oseanografi -
LIPI.

(Iwan Nurhidayat1), Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian Volume 5 Nomor 1


(2019) : 41 - 48)

(Malinda1*, Volume 13, No. 2, 2020) (I. Nagelkerken1, Sea Ecol Prog SerVol. 202:
175–192, 2000 Diterbitkan 28 Agustus)
(Gaol1), 27 Januari 2015)
(BPS Kota Ternate, 2022) ”Pencatatan Kecamatan Moti Dalam Angka”
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Nur Afifa Asyiqin

Nim : 05182311003

Tempat/Tanggal lahir : Simpo, 23 Juli 2005

Organisasi : Anggota Himpunan Prodi Ilmu Kelautan (HIMIKA)

Nama lengkap : Nabila Umar

Nim. : 05182311004

Tempat/Tanggal lahir : Beringin lamo, 21 Oktober 2005

Organisasi : Anggota Himpunan Prodi Ilmu Kelautan (HIMIKA)

Nama lengkap. : Marshanda Honga

Nim : 05182311010

Tempat/Tanggal lahir : Guaeria, 26 Februari 2006

Organisasi : Anggota Himpunan Prodi Ilmu Kelautan (HIMIKA)

Anda mungkin juga menyukai