Anda di halaman 1dari 32

POTENSI SUMBER DAYA KELAUTAN DAN

PERIKANAN WPPNRI 572

Editor:
Prof. Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, M.S.
Prof. Dr. Ir. Mochamad Fatuchri Sukadi, M.S.
POTENSI SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
WPPNRI 572

Editor:
Prof. Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, M.S.
Prof. Dr. Ir. Mochamad Fatuchri Sukadi, M.S.

Penyunting Bahasa:
Sinta Nurwijayanti, S.Pi., M.S.E., M.A.

Redaksi Pelaksana:
Permana Ari Soejarwo, S.Kel., M.T.

Layout:
Edwin Yulia Setyawan, S.T.

Desain Sampul:
Duwi Agus Prasetiawan, S. Tr. Anim

Edisi/cetakan:
Cetakan pertama, November 2019

Jumlah Halaman :
xi + 248 hal

Penerbit:
AMAFRAD Press
Gedung Mina Bahari III, lt.6, Jl. Medan Merdeka Timur No. 16
Jakarta Pusat 10110
Telp: 021-3519070 Fax: (021) 3513287
Email: amafradpress@gmail.com
Nomor IKAPI: 501/DKI/2014

ISBN: 978-623-7651-04-8
e-ISBN: 978-623-7651-05-5

Hak Penerbitan © AMAFRAD Press


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ridho dan kemudahan-
Nya, Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP) - Badan Riset dan Sumber Daya
Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) dapat menghadirkan buku “Potensi Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan WPPNRI 572”. Buku ini merupakan hasil buah karya peneliti BRSDMKP yang membahas mengenai
sintesa hasil riset terkait potensi dan pemanfaataan sumber daya kelautan dan perikanan.
BBRSEKP menjadi koordinator dalam penyusunan buku ini untuk menunjang capaian kinerja strategis
BRSDMKP dalam pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dalam buku ini termuat
pembahasan mengenai aspek lingkungan, ekologi, teknologi penangkapan, ekonomi, dan sosial budaya dalam
mendukung pemanfaatan dan pengembangan sumber daya perikanan WPPNRI 572.
Materi yang terangkum dalam buku ini merupakan hasil riset dan kajian terkini yang telah dilakukan para
peneliti BRSDMKP di wilayah perairan WPPNRI 572. Buku ini mencakup tiga dimensi utama, yaitu: (a) Potensi
sumber daya dan kondisi lingkungan; (b) Dinamika pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, dan; (c)
Sosial ekonomi nelayan dan kelembagaan pengembangan. Ketiga dimensi ini didukung oleh 16 makalah dengan
sekuensi dan konektivitas yang terintegrasi untuk mendukung tema utama buku ini. Keragaan potensi sumber
daya akan menentukan pola pengelolaannya dan pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan produksi
dan pendapatan nelayan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada Editor, Peneliti, dan Tim Editorial yang telah
menyelesaikan pembuatan buku ini. Harapan kami, buku ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan
berkontribusi dalam akselerasi penyebarluasan hasil-hasil riset BRSDMKP.

Jakarta, 2019

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sonny Koeshendrajana, M.Sc., Prof. Dr. Ir.
Ketut Sugama, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Ngurah N. Wiadnyana, Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, M.S., Prof. Dr. Ir.
Mochamad Fatuchri Sukadi, M.S., Dr. Ir. I Nyoman Suyasa, M.S., Dr-Ing. Widodo S. Pranowo, M.Si., dan Dr.
Singgih Wibowo, M.S., yang telah mengoreksi dan memberikan saran kepada Tim Penulis sehingga buku ini
menjadi lebih sempurna dalam penyajian dan materi buku menjadi lebih baik.
Ucapan terima kasih tak lupa Tim Penulis sampaikan juga kepada Kepala Balai Besar Riset Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP) yang menjadi koordinator dalam penyusunan buku ini, Kepala
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2BKP), Kepala Pusat
Riset Perikanan (Pusriskan), Kepala Pusat Riset Kelautan (Pusriskel), dan Tim Editorial BBRSEKP yang telah
membantu dalam penyusunan buku ini.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................................... i
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................................................... viii
1. POTENSI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
PADA WPPNRI 572 .................................................................................................................................... 1
Oleh: Sonny Koeshendrajana, I Wayan Rusastra, dan Mochamad Fatuchri Sukadi

2. BAHAN AKTIF DARI LAUT DI WPPNRI 572: POTENSI DAN PERSPEKTIF


PENGEMBANGANNYA .......................................................................................................................... 13
Oleh: Agus Heri Purnomo dan Sihono

3. KONDISI EKOSISTEM DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN TERUMBU KARANG


KEPULAUAN HINAKO, KABUPATEN NIAS BARAT - SUMATRA UTARA ................................... 23
Oleh: Taslim Arifin dan Muhammad Ramdhan

4. KARAKTERISTIK PANTAI DAN KERENTANAN PESISIR SUMATRA BARAT............................. 41


Oleh: Tubagus Solihuddin, Ulung J. Wisha, Ruzana Dhiaduddin, Triyono, dan Hikmat Jayawiguna

5. PEMANFAATAN DATA DAN INFORMASI OSEANOGRAFI BAGI PENGELOLAAN


PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN DI WPPNRI 572 .......................................................... 55
Oleh: Dian Novianto dan Muhammad Taufik

6. SITUS KAPAL TENGGELAM BERSEJARAH DAN PENGEMBANGAN WISATA BAHARI DI


PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL SUMATRA BARAT ................................................................ 63
Oleh: Nia Naelul Hasanah Ridwan, Try Al Tanto, dan Ulung Jantama Wisha

7. TINGKAT ANCAMAN DAN KEARIFAN LOKAL MITIGASI GEMPA DAN TSUNAMI DI


WPPNRI 572 .............................................................................................................................................. 85
Oleh: Semeidi Husrin, Joko Prihantono, Wisnu Aria Gemilang, Gunardi Kusumah, dan Aprizon Putera

8. DINAMIKA POTENSI DAN PENGELOLAAN PERIKANAN PELAGIS DI WILAYAH


PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 572 ......................................... 111
Oleh: Regi Fiji Anggawangsa, Ria Faizah, dan Ignatius Tri Hargiyatno

9. PERIKANAN KERAPU DAN KAKAP MERAH DI PERAIRAN SIBOLGA ...................................... 121


Oleh: Ria Faizah, Regi Fiji Anggawangsa, dan Ignatius Trihargiyatno

10. POTENSI PENGEMBANGAN DAN DIVERSIFIKASI PRODUK OLAHAN RUMPUT LAUT DI


PERAIRAN WPPNRI 572 ....................................................................................................................... 135
Oleh: Sihono dan Agus Heri Purnomo

11. DUKUNGAN PROGRAM SKPT TERHADAP USAHA PERIKANAN TANGKAP DI


KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI, SUMATRA BARAT ..................................................... 145
Oleh: Risna Yusuf dan Nadia Permata Sari

12. DAMPAK IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NO.


71/2016 TENTANG JALUR DAN ALAT PENANGKAPAN IKAN TERHADAP USAHA
PERIKANAN BAGAN PERAHU DI PROVINSI SUMATRA BARAT ................................................ 155
Oleh: Rizki Aprilian Wijaya, Erfind Nurdin, dan Yayan Hikmayani

iii
13. NELAYAN SKALA KECIL DI KOTA SIBOLGA: KARAKTERISTIK DAN
PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI ........................................... 169
Oleh: Riesti Triyanti, Christina Yuliaty, dan Hakim Miftakhul Huda

14. KARAKTERISTIK DAN PENDAPATAN NELAYAN DI PULAU ENGGANO ................................. 179


Oleh: Retno Widihastuti dan Rizky Muhartono

15. INFRASTRUKTUR DAN JARINGAN SOSIAL PERIKANAN WPPNRI 572 DI PERAIRAN


ACEH........................................................................................................................................................ 191
Oleh: Armen Zulham

16. PERSPEKTIF SOSIAL EKONOMI STOCKING LOBSTER KE PERAIRAN SIMEULUE DI


WPPNRI 572 ............................................................................................................................................ 201
Oleh: Armen Zulham , Nendah Kurniasari, dan Christina Yuliaty

17. PELUANG DAN TANTANGAN USAHA PERIKANAN DI SABANG BAGI PEREKONOMIAN


KOTA SABANG ...................................................................................................................................... 215
Oleh: Mira, Rani Hafsaridewi, dan Freshty Yulia Arthatiani

18. POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN


WPPNRI 572: KERAGAAN DAN PENGELOLAAN MENUJU PENINGKATAN PRODUKSI DAN
PENDAPATAN NELAYAN.................................................................................................................... 227
Oleh: Sonny Koeshendrajana, I Wayan Rusastra, dan Mochamad Fatuchri Sukadi

BIODATA EDITOR......................................................................................................................................... 233


BIODATA PENULIS ....................................................................................................................................... 235

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan dan Tingkat Pemanfaatan Sumber
Daya Ikan pada WPPNRI 572 Menurut KEPMEN KP Nomor 50 Tahun 2017 .................................3
Tabel 2.1. Jenis Aktivitas dan Aplikasi Bahan Aktif Laut dari Rumput Laut di WPPNRI 572 Indonesia ........15
Tabel 2.2. Bahan Aktif Laut dan Status Teknologi yang Telah Dihasilkan.......................................................17
Tabel 3.1. Persentase Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015 ..................................31
Tabel 6.1. Matrik Kesesuaian Wisata Selam Kategori Objek Kapal Tenggelam ..............................................72
Tabel 6.2. Kesesuaian Wisata Diving Kapal Tenggelam di Kawasan Mandeh Tahun 2015 .............................74
Tabel 6.3. Indeks Kesesuaian Wisata Selam Objek Kapal Tenggelam di Kawasan Mandeh tahun 2015 .........74
Tabel 7.1. Beberapa Kejadian Gempa Bumi dan Tsunami Pasca Gempa Bumi dan Tsunami Aceh 2004
dengan Kekuatan Gempa Lebih Dari 6 di Sekitar Pulau Sumatra (WPPNRI 572) (Disarikan dari
http://earthquake.usgs.gov dan Sumber-Sumber Lainnya) ...............................................................91
Tabel 8.1. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572, Indonesia, Tahun 2017 ..112
Tabel 8.2. Status Sumber Daya Perikanan Tuna Tropis dan Neritic Tuna di Perairan IOTC ..........................115
Tabel 9.1. Ukuran Panjang dan Berat Beberapa Jenis Kerapu dan Kakap Merah Hasil Tangkapan Pancing
Ulur di Sibolga, 2014 ......................................................................................................................128
Tabel 9.2. Ukuran Panjang Total (TL) Ikan Kerapu di Beberapa Lokasi di Indonesia ...................................128
Tabel 9.3. Perbandingan Musim Penangkapan Kerapu di Perairan Indonesia ................................................129
Tabel 9.4. Perbandingan Musim Penangkapan Kakap Merah di Perairan Indonesia ......................................130
Tabel 10.1. Parameter Mutu Natrium Alginat ...................................................................................................137
Tabel 10.2. Kegiatan Pengolahan Produk Rumput Laut yang Berasal dari WPPNRI 572 ................................138
Tabel 10.3. Rekomendasi Teknologi yang Dihasilkan oleh BBRP2BKP..........................................................140
Tabel 11.1. Identifikasi Kondisi Infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat 2018 ........146
Tabel 11.2. Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572, 2011 ..........................................................147
Tabel 11.3. Potensi dan Status Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di WPPNRI 572, Tahun 2011 dan 2016 .......148
Tabel 11.4. Produksi Ikan Pelagis di Perairan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2014 ...............149
Tabel 11.5. Produksi Ikan Demersal di Perairan Pagai Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, 2014 ...........149
Tabel 11.6. Identifikasi Kondisi Infrastruktur Program SKPT di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra
Barat, 2018 ......................................................................................................................................150
Tabel 11.7. Sarana Prasarana Program SKPT Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kepulauan
Mentawai, Provinsi Sumatra Barat .................................................................................................151
Tabel 12.1. Jumlah Armada Kapal Perikanan Laut di Provinsi Sumatera Barat, 2015 .....................................158
Tabel 12.2. Jumlah Nelayan di Provinsi Sumatra Barat Berdasarkan Kategori Nelayan, 2015 ........................158
Tabel 12.3. Jumlah Alat Tangkap di Provinsi Sumatra Barat, 2015 ..................................................................159
Tabel 12.4. Kebutuhan Investasi Usaha Perikanan Bagan Perahu di Provinsi Sumatra Barat, 2017
(Rp1.000/Unit Kapal) .....................................................................................................................160

v
Tabel 12.5. Biaya Tetap yang Dikeluarkan pada Usaha Perikanan Bagan di Provinsi Sumatra Barat, 2017
(Rp1.000,00/Unit Kapal/Tahun) .....................................................................................................161
Tabel 12.6. Biaya Variabel Per Trip Operasi Penangkapan Ikan Menggunakan Alat Tangkap Bagan di
Provinsi Sumatra Barat, 2017 .........................................................................................................161
Tabel 12.7. Jumlah Penerimaan Armada Berdasarkan Komoditas Ikan dan Bulan di Provinsi Sumatra
Barat, 2017 (Per Unit Kapal) ..........................................................................................................163
Tabel 12.8. Prakiraan Keuntungan Usaha Perikanan Bagan pada Berbagai Simulasi di Provinsi Sumatra
Barat, 2017 (Per Unit Kapal) ..........................................................................................................164
Tabel 13.1. Struktur Biaya dan Tingkat Keuntungan Usaha Perikanan pada Armada Penangkapan Ikan
< 5 GT dan 5-10 GT di Kota Sibolga, 2016 ....................................................................................173
Tabel 13.2. Dampak Sosial Ekonomi Permen KP No. 2/Permen-KP/2015 pada Usaha Penangkapan Ikan di
Kota Sibolga, 2016 ..........................................................................................................................175
Tabel 14.1. Biaya Operasional Nelayan di Desa Kanna, Pulau Enggano Selama 3 Hari dengan Ukuran
Gillnet 3 Inch ..................................................................................................................................180
Tabel 14.2. Analisis Usaha Penangkapan Nelayan Desa Kanna, Pulau Eggano, 2016 .....................................181
Tabel 14.3. Biaya Operasional Nelayan di Desa Meok, Pulau Enggano Selama 15 hari dengan Ukuran
Gillnet 3 Inch (Ikan) dan 5,5 Inch (Udang).....................................................................................181
Tabel 14.4. Analisis Usaha Penangkapan Nelayan Desa Meok, TA. 2016........................................................182
Tabel 14.5. Biaya Operasional Nelayan di Desa Banjarsari, Kabupaten Bengkulu Utara Selama 2-4 Hari,
2016.................................................................................................................................................182
Tabel 14.6. Analisis Usaha Penangkapan Nelayan Desa Banjarsari, TA. 2016 ................................................182
Tabel 14.7. Biaya Operasional Nelayan di Desa Kahyapu, Kabupaten Bengkulu Utara, 2016 .........................183
Tabel 14.8. Analisis Usaha Penangkapan Nelayan Desa Kahyapu, TA. 2016 ..................................................183
Tabel 14.9. Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Perairan Laut Pulau Enggano (ton/tahun) .........................184
Tabel 14.10. Data Produksi Perikanan Tangkap Laut di Pulau Enggano Tahun 2011-2015 (Ton/Tahun)..........185
Tabel 14.11. Rata-Rata Hasil Tangkapan pada Saat Puncak Paceklik dan Trip Terakhir di Pulau Enggano,
Tahun 2016 .....................................................................................................................................185
Tabel 14.12. Rata-Rata Hasil Penjualan Ikan Asin dan Penjualan Udang Lobster di Desa Meok, Pulau
Enggano 2016 .................................................................................................................................186
Tabel 14.13. Rata-Rata Hasil Penjualan Penangkapan Ikan Oleh Nelayan di Desa Banjarsari (Transaksi dari
Nelayan ke Pengumpul dan Pengumpul ke Pasar), Kabupaten Bengkulu Utara, 2016 ..................186
Tabel 14.14. Rata-rata hasil penjualan penangkapan ikan oleh nelayan di Desa Kahyapu. ................................187
Tabel 15.1. Karakteristik Sarana Pendukung Infrastruktur di Tiga Pelabuhan Perikanan WPPNRI 572 di
Aceh, 2018 ......................................................................................................................................192
Tabel 15.2. Karakteristik Kelembagaan Pola Interaksi dan Efisiensi Ekonomi Pelaku Usaha WPPNRI 572
di Tiga Pelabuhan Perikanan di Aceh, Tahun 2018 ........................................................................194
Tabel 15.3. Tingkat Partisipasi Pelaku Usaha Terhadap Empat Program Pemerintah Daerah/Kota pada Tiga
Basis Pendaratan Ikan dalam Mendukung Pemanfaatan Potensi Ikan WPPNRI 572, di Perairan
Aceh, 2018 ......................................................................................................................................197

vi
Tabel 16.1. Jumlah Pengiriman Lobster Menurut Perusahaan Perdagangan Lobster di Simeulue, 2015 dan
Mei 2019 .........................................................................................................................................206
Tabel 16.2. Harga Lobster Berdasarkan Jenis dan Ukurannya di Simeulue tahun 2015 ...................................207
Tabel 16.3. Biaya Operasional Per Trip dan Investasi Penangkapan Lobster di Simeulue Tahun 2015 ...........210
Tabel 16.4. Dinamika Produksi Lobster dari Nelayan dan Pengumpul Terkait Diberlakukannya Permen
KP No 1 /2015 ................................................................................................................................211
Tabel 17.1. Hasil Analisis LQ Sektor Ekonomi di Kota Sabang, 2011-2013 ....................................................220
Tabel 17.2. Perhitungan Potensi Sumber Daya Perikanan di Kota Sabang, Tahun 2016. .................................221
Tabel 17.3. Hasil FGD Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan di Sabang, 2018 ...............................................222

vii
DAFTAR GAG BAR

Gambar 1.1. Peta WPPNRI 572: Perairan Samudra Hindia Sebelah Barat Sumatra dan Selat Sunda. ................2
Gambar 1.2. Kontribusi Produksi Ikan Menurut WPPNRI Tahun 2016. ..............................................................6
Gambar 2.1. Spesies Rumput Laut Yang Telah Diteliti Kandungan, Aktivitas, dan Khasiat Bahan Aktif
Lautnya. ..........................................................................................................................................16
Gambar 2.2. Produk Bahan Aktif Laut yang Dikembangkan oleh BBRP2BKP. ................................................18
Gambar 3.1. Peta Wilayah Administrasi Gugusan Kepulauan Hinako Kabupaten Nias Barat. ..........................24
Gambar 3.2. Model Pasang Surut Wilayah Perairan Kabupaten Nias dan Sekitarnya........................................24
Gambar 3.3. Model Sirkulasi Arus pada Wilayah Laut Indonesia. .....................................................................25
Gambar 3.4. Kondisi Ombak yang Menghempas di Pantai Sangat Potensial untuk Menjadi Surfing Spot. .......25
Gambar 3.5. Informasi Tinggi Gelombang di Perairan Pulau Nias dan Sekitarnya pada Saat Survei (tanggal
13 - 14 Mei 2015). ..........................................................................................................................26
Gambar 3.6. Pengangkatan (Up-Lift) Batu Karang Akibat Gempa Tektonik pada Tahun 2004 di Kepulauan
Hinako - Nias Barat. .......................................................................................................................26
Gambar 3.7. Peta Sebaran Substrat Dasar Perairan Laut (Terumbu Karang) di Gugusan Kepulauan Hinako,
Nias Barat, 2015. ............................................................................................................................27
Gambar 3.8. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Hinako, Pulau Asu, Pulau Imana, Pulau Heruanga, Pulau
Bawa, Pulau Hamutala, Pulau Langu, Pulau Begi Gugusan Kepulauan Hinako – Nias Barat,
2015. ...............................................................................................................................................30
Gambar 3.9. Persentase Rata-Rata Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015. .............30
Gambar 3.10. Persentase Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015. ..............................31
Gambar 3.11. Nilai Indeks Mortalitas Karang (IMK) di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015..........................32
Gambar 3.12. Bentuk Pertumbuhan Karang pada Gugusan Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.....................32
Gambar 3.13. Persentase Genus Karang yang Ditemukan di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015. .................33
Gambar 3.14. Peta Kondisi Terumbu Karang di Gugusan Kepulauan Hinako – Nias Barat. ...............................36
Gambar 4.1. Peta Lokasi Daerah Penelitian Menunjukan Model Elevasi Provinsi Sumatra Barat, Tahun
2019. ...............................................................................................................................................42
Gambar 4.2. Karakteristik Pantai Sumatra Barat: a) Pantai Berpasir di Sikabau, Pasaman Barat dengan
Kemiringan 4° - 15°; b) Gawir Abrasi (1 - 2 m) di Pantai Apar, Kota Pariaman; c) Gawir
Abrasi (± 2 m) di Kecamatan Lunang Silaut, Pesisir Selatan; d) Struktur Groin untuk
Mengurangi Abrasi di Kota Pariaman; e) Morfologi Sandy Spit di Muaro Bingung, Agam,
Nampak Lagun di Belakang Pematang Pantai; dan f) Pantai Tebing Berbatu di Tj. Sikabau,
Pasaman Barat. ...............................................................................................................................43
Gambar 4.3. Peta Karakteristik Pantai Pesisir Sumatra Barat Menunjukan Karakteristik Garis Pantai,
Material Penyusun, Morfologi, dan Proses Pantai Dominan, Tahun 2019.....................................44
Gambar 4.4. Tinggi Gelombang Signifikan di Pesisir Barat Pulau Sumatra, Tahun 2019. ................................45
Gambar 4.5. Tinggi Gelombang Signifikan di Teluk Bungus, Sumatra Barat, Tahun 2013...............................46

viii
Gambar 4.6. Pola Arus di Provinsi Sumatra Barat pada Kondisi Pasang (Kiri) dan Surut (Kanan), Tahun
2019. ...............................................................................................................................................47
Gambar 4.7. Kecepatan Arus di Setiap Kabupaten/Kota di Sepanjang Pesisir Provinsi Sumatra Barat, Tahun
2019. ...............................................................................................................................................47
Gambar 4.8. Perbandingan Elevasi Muka Air di Kabupaten/Kota Sepanjang Pesisir Provinsi Sumatra Barat,
Tahun 2019. ....................................................................................................................................48
Gambar 4.9. Peta Perubahan Garis Pantai Pesisir Sumatra Barat Berdasarkan Analisis DSAS, Tahun 2019. ...49
Gambar 5.1. Tahun Kejadian Indian Ocean Dipole Mode (IODM) dan El-Nino Southern Oscillation
(ENSO) Berdasarkan pada Nilai Dipole Mode Index (DMI) dan NINO 3.4 (Kiri) dan (Kanan).
Lokasi Upwelling di Selatan Jawa Barat dan Barat Sumatra IODM Positif Kuat a) 1994,
b)1997, dan c) 2006. .......................................................................................................................57
Gambar 5.2. Perbandingan Pola Anomali Bulanan Distribusi Chl-a pada Kondisi IOD Positif Kuat pada
Tahun 2006 (i-vi) dan Kondisi El Niño (vi-xii) pada Tahun 2015 di Sumatra Bagian Utara
(12 ° S – 3 ° N dan 90 ° S –108 ° N). .............................................................................................58
Gambar 5.3. Peta Sebaran Lokasi Penangkapan Ikan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan 572 Semester I
(Kiri) dan Semester II (Kanan). ......................................................................................................59
Gambar 6.1. Menyelam di Lokasi Bangkai Kapal MV. Boelongan Nederland. .................................................66
Gambar 6.2. Peta Lokasi Kawasan Mandeh dan Situs MV-Boelongan Nederland. ...........................................66
Gambar 6.3. Panorama Kawasan Mandeh. .........................................................................................................67
Gambar 6.4. Kapal MV Boelongan Nederland. ..................................................................................................67
Gambar 6.5. Kondisi Bangkai Kapal MV. Boelongan Nederland. .....................................................................68
Gambar 6.6. Hasil Fotogrametri Bangkai Kapal MV. Boelongan Nederland. ...................................................68
Gambar 6.7. Peta Batimetri Perairan Kawasan Mandeh. ....................................................................................68
Gambar 6.8. Keanekaragaman Biota Laut di Perairan Kawasan Mandeh. .........................................................69
Gambar 6.9. Rumah Apung KKP di Atas Situs MV Boelongan Nederland. ......................................................70
Gambar 6.10. Temuan BMKT di Nagari Sungai Nyalo. .......................................................................................71
Gambar 6.11. Peta Kesesuaian Wisata Pantai di P. Karabak Ketek. .....................................................................75
Gambar 6.12. Peta Kesesuaian Wisata Pantai di Kota Padang..............................................................................76
Gambar 6.13. Kondisi Pesisir dan Perairan di P. Pasumpahan. ............................................................................77
Gambar 6.14. Peta Kesesuaian Wisata Bahari P. Pasumpahan: (a) Wisata Selam dan (b) Wisata Snorkeling. ....77
Gambar 6.15. Peta Kesesuaian Wisata Pantai Kategori Rekreasi di Pulau Bindalang. .........................................78
Gambar 6.16. Peta Kesesuaian Ekowisata Snorkeling di Pulau Bindalang...........................................................78
Gambar 6.17. Peta Kesesuaian Ekowisata Selam di Pulau Bindalang. .................................................................79
Gambar 6.18. Peta Kesesuaian Wisata Pantai P. Sirandah. ...................................................................................79
Gambar 6.19. Peta Kesesuaian Wisata Bahari P. Sirandah: (a) Wisata Selam dan (b) Wisata Snorkeling. ..........80
Gambar 7.1. Dampak dari Bencana Tsunami, seperti Hutan yang Rusak dan Karang yang Terangkat.
Menyimpan Informasi Sejarah Kebencanaan, Mentawai 2010. .....................................................86
Gambar 7.2. Beberapa Rekaman Kejadian Tsunami di Pulau Sumatra dan WPPNRI 572. ...............................87

ix
Gambar 7.3. a) Lokasi dan Keadaan Kepulauan Krakatau Saat Ini, b) Litograf Tentang Letusan Gunung
Krakatau Tahun 1883 (Symons, 1888), dan c) Batu Karang yang Terangkut Tsunami
(Woodbury, 1885). .........................................................................................................................88
Gambar 7.4. Dampak Langsung Kejadian Gempa dan Tsunami seperti Perubahan pada Rona Alam, Gerusan
pada Tanah, dan Pengangkatan/Penurunan Muka Tanah, Aceh 2004 dan Nias 2005. ...................89
Gambar 7.5. Jejak Tsunami Sumatra di Sri Lanka, di Masa Lampau Diabadikan dalam Wujud Patung Sang
Putri Raja, Vihara Devi. Tsunami dari Sumatra dapat Mencapai Sri Lanka dalam 2 Jam
(Simulasi Tsunami dari United States Geological Survey - USGS). ..............................................90
Gambar 7.6. Gempa Bumi Susulan yang Terkadang Diikuti oleh Tsunami Terjadi di Sepanjang Lepas
Pantai Barat Sumatra (Disarikan dari http://earthquake.usgs.gov dan Sumber-Sumber Lainnya) .92
Gambar 7.7. Kartun yang Menjelaskan Istilah-Istilah dalam Sesar Aktif. ..........................................................92
Gambar 7.8. Karakteristik Tektonik Pulau Sumatra dan Sekitarnya. ..................................................................93
Gambar 7.9. i ro oll Memberikan Informasi Kejadian Gempa Bumi di Masa Lalu (Natawidjaja, 2006). ..94
Gambar 7.10. a) Potensi Sli pada Celah Seismik di Zona Subduksi Sumatra (Sieh e l. 2008) dan
b) Kejadian Gempa Besar di Sepanjang eg r Sumatra (M. Muzli e l. 2010) ..................95
Gambar 7.11. a) Skenario Sumber Gempa Bumi Berdasarkan Chlieh e l., 2008; b) Skenario Sumber Gempa
Bumi Berdasarkan Natawidjaja e l. 2009; dan c) Perkiraan Rendaman Tsunami di Kota
Padang (BPBD, 2010). ...................................................................................................................96
Gambar 7.12. Mentawai k r (Wisemann e l., 2011). .............................................................................97
Gambar 7.13. Peta Batimetri Perairan Sebelah Timur Laut Pantai Sipora (Kanan) dan Peta Batimetri Perairan
Sebelah Timur Laut Pulau Siberut (Gambar Kiri dan Tengah). Di Mana Warna Merah Adalah
Daerah Dangkal yang Dekat dengan Pulau (Permana e l. 2010)................................................98
Gambar 7.14. Prediksi Simulasi Tsunami Akibat Longsor di Selat Mentawai (Brune e l. 2010).....................98
Gambar 7.15. Evolusi Gunung Anak Krakatau Hingga Tahun 2018 (USGS dan Google-Earth).........................99
Gambar 7.16. a) Berbagai Instrumentasi Peringatan Dini Tsunami di Selat Sunda (Sumber: BMKG) dan b)
IDSL Pusat Riset Kelautan/JRC/IATsI. .......................................................................................100
Gambar 7.17. Hamparan Karang yang Terangkat Akibat Aktivitas Gempa, Menjadi Salah Satu Pengingat
Kejadian S ong yang Terus Hidup dalam Ingatan Setiap Warga Pulau Simeulue......................102
Gambar 7.18. Makam Keramat Penyebar Agama Islam di Pulau Simeulue, Tengku Di Udjung di Desa Latak
Ayah, Kecamatan Simeulue Cut ...................................................................................................103
Gambar 8.1. WPPNRI 572 - Perairan Sebelah Barat Sumatra dan Selat Sunda. ..............................................111
Gambar 8.2. Komposisi Ukuran Armada Perikanan di WPPNRI 572, Indonesia, Tahun 2016 .......................112
Gambar 8.3. Produksi Kelompok Pelagis Kecil di Indonesia dan WPPNRI 572, Tahun 2005-2015. ..............113
Gambar 8.4. Perbandingan Komposisi Ikan Pelagis Kecil di WPPNRI 572 Tahun 2005 dan 2015.................114
Gambar 8.5. Produksi dan Produksi per Hari Operasi Bulanan Kapal Pukat Cincin PPN Sibolga, 2015-
2017. .............................................................................................................................................114
Gambar 8.6. Kombinasi Kobe Plot untuk Sumber Daya Ikan ig e n (Hitam) dan ello in n
(Abu-Abu) (Kiri); serta Ski k (Kanan) Samudra Hindia, 2018. ..............................................116
Gambar 8.7. Kombinasi Kobe Plot untuk ong il n rro rre S ni kerel dan Kawa
Kawa Samudra Hindia, 2018. .......................................................................................................117

x
Gambar 8.8. Kapal Bagan Perahu di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat..............................................118
Gambar 9.1. Produksi Kerapu di WPPNRI 572, Tahun 2009-2014 (DJPT, 2015). ..........................................122
Gambar 9.2. Produksi Ikan Kakap Merah di WPPNRI 572, Tahun 2005-2014 (DJPT, 2015).........................123
Gambar 9.3. Proporsi Produksi Ikan Kerapu di Indonesia, 2013 (%) (DJPT, 2013). .......................................123
Gambar 9.4. Alat Tangkap yang Terdapat di PPN Sibolga, 2010 (%). .............................................................124
Gambar 9.5. Produksi Perikanan Sibolga Tahun 2008-2014 (Ton). .................................................................124
Gambar 9.6. Produksi per Alat Tangkap di PPN Sibolga Tahun 2014. ............................................................125
Gambar 9.7. Produksi Pancing Ulur di Sibolga 2009-2014. .............................................................................125
Gambar 9.8. Tren CPUE dan ri Pancing Ulur di Sibolga, 2009-2014. .........................................................126
Gambar 9.9. Produksi Kerapu Hasil Tangkapan Pancing Ulur di Sibolga, 2009-2014. ...................................127
Gambar 9.10. Produksi Kakap Merah Hasil Tangkapan Pancing Ulur di Sibolga, 2009-2014. .........................127
Gambar 9.11. Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Pancing Ulur dari Tangkahan di Sibolga, Tahun 2014. .........127
Gambar 9.12. Indeks Musim Penangkapan (IMP) Kerapu dengan Pancing Ulur di Sibolga, 2009-2014. .........129
Gambar 9.13. Indeks Musim Penangkapan Kakap Merah di Sibolga, 2009-2014. ............................................130
Gambar 10.1. Produk Olahan Rumput Laut Hasil Riset BBRP2BKP yang Siap untuk Komersialisasi.............140
Gambar 10.2. Buku Teknologi Pengolahan Rumput Laut oleh BBRP2BKP. ....................................................140
Gambar 12.1. Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Laut di Provinsi Sumatra Barat, 2015. ..........................158
Gambar 12.2. Mesin Penarik Jaring (Foto Kiri) dan Lampu Merkuri yang Digunakan untuk Pengoperasian
Alat Tangkap Bagan Perahu (Foto Kanan)...................................................................................160
Gambar 13.1. Karakteristik Responden Nelayan Skala Kecil Berdasarkan Usia, Jumlah Anggota Keluarga,
Pengalaman Usaha, dan Pendidikannya di Kota Sibolga, 2016. ..................................................171
Gambar 13.2. Distribusi Penggunaan Aset Usaha Penangkapan Ikan Skala Kecil di Kota Sibolga, 2016. ........172
Gambar 14.1. Sistem Bagi Hasil pada Nelayan di Kabupaten Bengkulu Utara (Kecuali Desa Kahyapu) dan
Jumlah ABK Disesuaikan (Ada Berjumlah 2 atau Lebih)............................................................187
Gambar 14.2. Sistem Bagi Hasil pada Nelayan di Desa Kahyapu dan Jumlah ABK Disesuaikan (Ada
Berjumlah 2 atau Lebih). ..............................................................................................................187
Gambar 16.1. Beberapa alat bantu nelayan tradisional untuk menangkap lobster di Simeulue, 2019................205
Gambar 16.2. Rantai Tata Niaga Lobster di Simeulue, Tahun 2015 – 2019. .....................................................205
Gambar 17.1. Distribusi Persentase PDRB Sub Sektor Perikanan di Kota Sabang 2011 -2015.........................217
Gambar 17.2. Nilai Tambah Sub Sektor Perikanan Terhadap Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
Perikanan 2011-2015 ....................................................................................................................218
Gambar 17.3. Proses Penanganan Ikan Hasil Tangkapan di Kota Sabang, 2018 ...............................................219

xi
[III]

3. KONDISI EKOSISTEM DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN


TERUMBU KARANG KEPULAUAN HINAKO, KABUPATEN NIAS
BARAT - SUMATRA UTARA

Taslim Arifin1 dan Muhammad Ramdhan2

Pusat Riset Kelautan, BRSDM KP, Kementerian Kelautan dan Perikanan


Komplek Bina Samudra, Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta

e-mail: 1a_taslimar@yahoo.com dan 2ramdhanster@gmail.com

PENDAHULUAN

Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang cukup produktif di wilayah pesisir (Burke
et al., 2012). Bagi berbagai spesies ikan, terumbu karang merupakan tempat asuhan, tempat memijah dan
tempat mencari makan. Bagi para wisatawan, terumbu karang merupakan daya tarik wisata karena
keindahannya. Keberadaan terumbu karang juga berperan dalam melindungi wilayah pesisir dari terpaan
badai. Akan tetapi terumbu karang juga merupakan ekosistem yang rentan terhadap kerusakan.
Ketergantungan yang tinggi akan sumber daya laut mengakibatkan pemanfaatan yang berlebihan dan
perusakan terumbu karang (Burke et al., 2002).
Konflik tata ruang, pencemaran, pemanasan gobal, dan gempa tektonik menjadi faktor penyebab
degradasi ekosistem pesisir, tidak terkecuali terumbu karang. Penyebab kerusakan ekosistem terumbu
karang juga disebabkan oleh besarnya aktifitas manusia, kegiatan illegal fishing, kualitas perairan,
sedimentasi dan kegiatan wisata bahari (Nova, 2017; Munyi, 2009). Penangkapan ikan dengan cara-cara
yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan trawl, bom, dan bius menyebabkan kerusakan terumbu
karang secara massif.
Natawidjaja (2007) menyatakan bahwa gempa besar Sumatra (Great Sumatra Earthquack) pada
akhir tahun 2004, menyebabkan terjadinya perubahan dasar perairan di hampir seluruh pulau Sumatra, tak
terkecuali Pulau Nias. Akibat gempa tektonik pada kawasan kepulauan Nias, maka terjadi pengangkatan
daratan (uplift) yang menyebabkan terjadinya pendangkalan dasar perairan pada wilayah tersebut.
Pendangkalan dasar perairan sangat berpengaruh terhadap kondisi ekologi dari suatu ekosistem, khususnya
ekosistem terumbu karang. Menurut Wilkinson et al. (2016), kerusakan terjadi ketika gempa bumi
mematahkan terumbu dan memecahkan karang yang rapuh atau menyebabkan terumbu karang terangkat
dari laut (Pulau Simeulue, Sumatra dan Kepulauan Andaman). Gelombang tsunami yang mengikuti
gempa, merusak terumbu karang melalui 3 mekanisme: gerakan ombak yang mencabut, menghantam, dan
memindahkan karang dan patahan karang; penyelimutan karang karena meningkatnya pergerakan
sedimen; dan kerusakan dan penyelimutan secara mekanis oleh puing-puing dari daratan.
Kepulauan Hinako (Gambar 3.1), merupakan bagian dari busur kepulauan sebelah barat lempeng
eurasia. Gempa bumi banyak terjadi di wilayah ini, sumber gempa berasal dari zona penujaman dan
patahan besar Sumatra. Zona penujaman/subduksi terjadi akibat dari tumbukan dua lempeng yaitu lempeng
(Samudra) Hindia atau lempeng India-Australia bergerak menujam ke bawah lempeng (benua) Sumatra
dan busur kepulauan di bagian baratnya adalah bagian dari lempeng eurasia (Natawijaya, 2007). Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kondisi ekosistem dan merumuskan perspektif
pengembangan terumbu karang Kepulauan Hinako, Nias Barat.

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 23


Gambar 3.1. Peta Wilayah Administrasi Gugusan Kepulauan Hinako
Kabupaten Nias Barat.

KONDISI OSEANOGRAFI

Berdasarkan model pasang surut pada Stasiun Sibolga, tipe pasang pada wilayah gugusan
Kepulauan Hinako merupakan tipe pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing
Semi Diurnal), di mana pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang
terjadi satu kali pasang dan satu kali (Gambar 3.2).

Gambar 3.2. Model Pasang Surut Wilayah Perairan Kabupaten Nias dan
Sekitarnya.
Kondisi arus pada wilayah perairan laut Pulau Nias di bulan Mei 2015 berkategori rendah dengan
kisaran kecepatan arus sekitar 0,3 m/s. Kondisi perairan yang relatif tenang mengindikasikan adanya
potensi wisata bawah air pada waktu atau musim tertentu (Gambar 3.3). Sumber arus dominan berasal dari
arah Samudra Hindia yang kemudian bergerak bersama ARLINDO. Menurut Dimas et al., (2015),
berdasarkan data satelit almetri di Samudra Hindia Bagian Timur yang terbentuk memiliki kecepatan dan
arah yang bervariasi. Kecepatan arus geostropik permukaan paling kuat terjadi pada musim barat dengan
kecepatan berkisar antara 0,013 - 1,078 m/s dengan pergerakan secara umum menuju ke timur. Kecepatan
arus geostropik permukaan paling lemah terjadi pada musim peralihan barat ke musim timur dengan
kecepatan berkisar antara 0,010 –0,929 m/s, dengan dominasi arah di sekitar pantai mengarah ke barat laut
dan di perairan lepas mengarah ke timur.

24 I Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara
Gambar 3.3. Model Sirkulasi Arus pada Wilayah Laut Indonesia.
Tinggi gelombang pada saat survei dilakukan berkisar 1,5 - 2,0 meter. Kondisi tersebut
mengindikasikan potensi kegiatan wisata selancar pada wilayah perairan di seluruh pulau yang terdapat di
gugusan Kepulauan Hinako (Gambar 3.4 dan Gambar 3.5).

Sumber: Dokumentasi Survei Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.

Gambar 3.4. Kondisi Ombak yang Menghempas di Pantai Sangat Potensial untuk Menjadi Surfing
Spot.
Menurut Suparno (2013), wisata selancar adalah kegiatan olah raga air yang memanfaatkan
gelombang dengan menggunakan papan selancar, dan sebagian besar wisatawan selancar adalah
wisatawan asing. Surfing Time (2005) dan Hakim (2007), menyusun matris kesesuaian perairan untuk
kegiatan wisata selancar, yaitu parameter tinggi gelombang (m) kategori sangat sesuai berkisar >1.5 dan
kategori sesuai berkisar <1,5 atau <1.

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 25


Sumber: BMKG, 2015.
Gambar 3.5. Informasi Tinggi Gelombang di Perairan Pulau Nias
dan Sekitarnya pada Saat Survei (tanggal 13 - 14 Mei 2015).

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN HINAKO

Jenis batuan tektonik menjadi substrat dasar perairan di seluruh gugusan kepulauan Hinako. Jenis
batuan tersebut menjadi dasar yang membentuk terumbu karang, sehingga hampir di seluruh pulau dapat
ditemukan banyak terumbu karang. Menurut Shepard (1973), Kuenen (1960), Bird (1976) dan Mater &
Bennet (1984) bahwa 75% dari seluruh terumbu karang terbentuk pada masa Pleistosen. Menurut Mather
& Benneth (1984) saat itu terjadi "tectonic subsidence” (penurunan lapisan kerak bumi di dasar samudra
akibat letusan gunung berapi) dan fluktuasi paras muka laut akibat terjadinya perubahan massa es mulai
jaman Pleistosen hingga perioda resen yang mengakibatkan variasi pada kedalaman laut di sepanjang
paparan kontinental (continental shelf).
Gempa tektonik yang terjadi akibat pergerakan lempeng bumi pada wilayah tersebut,
mengakibatkan terjadinya pengangkatan (up-lift) pada daerah terumbu karang di gugusan Kepulauan
Hinako (Gambar 3.6). Menurut Mustafa (2010), gempa Nias yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005 juga
disebabkan oleh tumbukan lempeng India-Australia yang bergerak 6 -7 cm/tahun ke utara terhadap
Eurasia. Pengulangan gempa Nias 1861 tidak menimbulkan tsunami karena episenternya tidak persis
berada di daerah megathrust, serta kedalaman pusat gempa berada di ambang batas syarat untuk
menimbulkan tsunami. Tektonik di Sumatra dikontrol oleh batas antara lempeng Indo-Australia dan
lempeng Eurasia bagian tenggara. Lebih lanjut Harjono (1992), menyatakan bahwa sesar Sumatra memiliki
aktivitas yang tinggi sementara Sesar Mentawai hanya sebagiannya saja yang memiliki aktivitas yang
cukup tinggi.

Sumber: Dokumentasi Survei.


Gambar 3.6. Pengangkatan (Up-Lift) Batu Karang Akibat Gempa
Tektonik pada Tahun 2004 di Kepulauan Hinako - Nias Barat.

26 I Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara
Berdasarkan hasil survei, secara umum tipe karang di gugusan kepulauan merupakan tipe r g g
reef (karang tepi), dengan kondisi terumbu karang dalam kategori sedang di kisaran 30%-75% (Gambar
3.7). Terdapat 17 genus karang, yang didominasi oleh bentuk pertumbuhan bercabang
(branching/Acropora) (Gambar 6.8). Untuk ikan karang yang berasosiasi dengan terumbu karang sebagai
habitatnya, ditemukan beberapa jenis ikan target, ikan mayor, dan ikan indikator.

Sumber: Hasil Pengolahan Citra Satelit.


Gambar 3.7. Peta Sebaran Substrat Dasar Perairan Laut (Terumbu
Karang) di Gugusan Kepulauan Hinako, Nias Barat, 2015.
Sementara itu hasil survei yang dilakukan oleh Siringoringo et al. (2017), bahwa persentase
tutupan karang hidup Kabupaten Nias Utara mengalami penurunan sebesar 2,49% dari tahun 2016 ke 2017.
Pada tahun 2016 tutupan karang sebesar13,82% dan pada tahun 2017 tutupan karang sebesar 11,33%.
Lebih lanjut Siringoringo et al. (2017), bahwa komunitas ikan terumbu karang di Nias Utara meningkat
keanekaragaman jenisnya, untuk ikan indikator kepadatannya relatif stabil atau tidak mengalami
perubahan, sedangkan kepadatan ikan target per hektar relatif stabil atau hanya mengalami sedikit
penurunan, dan untuk biomassa ikan target per hektar mengalami penurunan, untuk ikan karnivor biomassa
per hektar menurun sedangkan ikan herbivor naik.

Pulau Hinako

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 27


Pulau Asu

Pulau Imana

Pulau Heruanga

28 I Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara
Pulau Bawa

Pulau Hamutala

Pulau Langu

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 29


Pulau Begi
Gambar 3.8. Kondisi Terumbu Karang di Pulau Hinako, Pulau Asu, Pulau Imana, Pulau Heruanga, Pulau
Bawa, Pulau Hamutala, Pulau Langu, Pulau Begi Gugusan Kepulauan Hinako – Nias Barat, 2015.
Persentase tutupan substrat dasar dapat dilihat pada (Gambar 3.9 dan Gambar 3.10). Rata-rata
persentase pengamatan yang dilakukan di Gugusan Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat didapatkan
bahwa persentase karang hidup (hard coral) sebesar 51.32%, kondisi ini termasuk ke dalam kategori baik
(50-75%). Persentase karang mati yang sudah ditumbuhi alga (dead coral with algae) sebesar 39,59%,
kondisi ini masih terbilang sedang tingkat kerusakan atau kematian karangnya. Pada pengamatan juga
ditemukan patahan karang (rubble), spons (sponge), dan biota lain (others) dengan persentase yang sangat
kecil di bawah 6%.

Rubble Sponge
2.44% 5.50%
Abiotic
Others 1.11%
0.04%

(dead coral with


algae) DCA
39.59%

Hard Coral
51.32%

Gambar 3.9. Persentase Rata-Rata Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.

30 I Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara
100%
90%
80%
70% Sponge

Persentase
60%
50% Rubble
40% Others
30%
20% Hard Coral
10% DCA
0%
Gosong Pulau Asu Pulau Asu Pulau Pulau Abiotic
Ujung 1 2 Bawa Langu
Titik Penyelaman

Gambar 3.10. Persentase Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias


Barat, 2015.
Jika dilihat persentase tutupan substrat dasar pada setiap titik pengamatan, persentase karang hidup
tertinggi ada di titik penyelaman Pulau Langu dengan nilai 75,3% (Tabel 6.1). Persentase karang hidup
terendah ada pada Gosong Ujung dengan nilai 39,32% sehingga memiliki persentase karang mati yang
tertinggi sebesar 59,18%. Persentase karang mati terendah berada di Pulau Langu hanya 18,9%. Tingkat
patahan karang tertinggi berada pada titik penyelaman Pulau Asu 1 dengan nilai 6,36%. Tingginya
persentase karang hidup di Pulau Langu diduga karena relatif masih kurangnya tekanan antropogenik. Hal
tersebut diperkuat oleh Widayatun et al. (2007) bahwa Pulau Langu tidak ada pemukiman. Ekosistem
terumbu karang merupakan ekosistem yang paling produktif secara biologis, namun juga merupakan
ekosistem yang paling sensitif terhadap tekanan (Birkeland, 1997). Hal tersebut sejalan dengan pernyataan
Dedi & Arifin (2016) bahwa tekanan antropogenik yang terjadi pada perairan teluk Jakarta menyebabkan
sistem metabolisme karang diperairan pulau-pulau kecil Teluk Jakarta terganggu.
Tabel 3.1. Persentase Tutupan Substrat Dasar di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.
Lokasi Abiotic DCA Hard Coral Others Rubble Sponge
Gosong Ujung 0 59.18 39.32 0 0 1.5
Pulau Asu 1 0 52.68 40.74 0 6.36 0.22
Pulau Asu 2 0 31.32 56.38 0 0 12.3
Pulau Bawa 4.36 35.88 44.88 0.18 4.32 10.38
Pulau Langu 1.18 18.9 75.3 0 1.52 3.1
Selanjutnya Cleary et al. (2006) menyatakan bahwa semakin dekat dengan pantai Jakarta atau
berada dalam wilayah Teluk Jakarta akan memiliki kondisi yang lebih buruk dibandingkan dengan terumbu
karang yang terletak lebih jauh terutama akibat dampak aktivitas manusia. Selain faktor antropogenik,
ekosistem terumbu karang juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan. Tinggi rendahnya
konsentrasi nitrat, fosfat, dan silikat di perairan dipengaruhi daratan yang menyumbangkan buangan
organik yang berasal dari limbah pertanian, industri, dan rumah tangga melalui sungai yang mengalir ke
perairan tersebut (Meirinawati & Muchtar, 2017).
Indeks Mortalitas Karang (IMK) merupakan nilai indeks tingkat kematian karang pada titik
pengamatan yang dilakukan. Nilai indeks yang mendekati angka 1 menandakan bahwa tingkat kematian
karang sangat tinggi dan sebaliknya, apabila nilai indeks mendekati angka 0 maka tingkat kematian karang
rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan tingkat kematian karang tertinggi berada di titik
penyelaman Gosong Ujung Pulau Hamutala dan Pulau Asu 1 dengan nilai 0,60 dan 0,59. Titik penyelaman

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 31


di Pulau Asu 2, Pulau Bawa dan Pulau Langu masih terbilang rendah tingkat kematian karang hidupnya
(Gambar 3.11).

0.7 0.60 0.59


0.6
Nilai Indeks 0.47
0.5
0.4 0.36
0.3 0.21
0.2 IMK
0.1
0
Gosong Ujung Pulau Asu 1 Pulau Asu 2 Pulau Bawa Pulau Langu
Titik Penyelaman

Gambar 3.11. Nilai Indeks Mortalitas Karang (IMK) di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.
Kerusakan atau kematian karang di Kepulauan Hinako disebabkan oleh faktor antropogenik,
khususnya di Gosong dan Pulau Asu. Menurut Widayatun (2017), pemakaian alat tangkap (jaring besar,
bom dan potas) yang dilakukan oleh nelayan dari luar Kepulauan Hinako. Menurut Hadi et al. (2018),
faktor anthropogenik lebih banyak mempengaruhi kondisi karang di Indonesia. Seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan hasil laut dan pemanfaatan lahan pesisir akan
meningkat dan hal ini akan mengancam eksosistem pesisir, termasuk terumbu karang.
Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu optimum antara
230C – 300C (Nybakken, 1992, Sukarno et al., 1983). Menurut Carricart-Ganivert (2004) kenaikan suhu
permukaan laut (SPL) dapat meningkatkan kalsifikasi karang sampai pada kecepatan tertentu, kemudian
pertumbuhan kerangka akan menurun (Tomascik, 1991). Sebaran intensitas kesehatan karang dipengaruhi
oleh parameter lingkungan perairan.
Lifeform atau bentuk pertumbuhan karang yang mendominasi di Gugusan Kepulauan Hinako
didominasi oleh bentuk pertumbuhan bercabang (coral branching) dan karang meja (coral tabulate)
(Gambar 3.12). Persentase dari kedua bentuk pertumbuhan tersebut memiliki nilai diatas 35% dari bentuk
pertumbuhan yang ada di gugusan Kepulauan Hinako. Jumlah genus karang yang ditemukan sebanyak 17
genus karang dengan persentase genus tertinggi, yaitu Acropora dan Pocillopora (Gambar 3.13).

40
35
30
25
20
Lifeform
15
10
5
0
CB ACT ACB CM CE ACD CME CS CF CMR

Keterangan CB Coral Branching ACD Acropora Digitate


ACT Acropora Tabulate CME Karang Api/Milepora
ACB Acropora Bercabang CS Sub-massive
CM Karang Masif CF Karang Daun
CE Karang Kerak CMR Mushroom/fungia
Gambar 3.12. Bentuk Pertumbuhan Karang pada Gugusan Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.

32 I Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara
47.39

36.92

Persentase

9.55
1.52 1.47 0.62 0.41 0.38 0.34 0.30 1.11

Persentase
Genus
Gambar 3.13. Persentase Genus Karang yang Ditemukan di Kepulauan Hinako - Nias Barat, 2015.

PGGGPGGTIG GGGIGGGGN GGN G GGGG PGNGGG GGNGGN TGGGG GG GGGGNG


GGPGGGGGN GINGGG

Berdasarkan pengamatan menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) dengan panjang
transek yang dibentangkan, yaitu 50 meter. Pengamatan dilakukan di 5 titik yang mewakili 3 pulau dari 8
pulau yang ada di Gugusan Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat, yaitu Pulau Asu, Pulau Bawa, Pulau
Langu, serta Gosong Ujung di Pulau Hamutala dan Pulau Begi (Gambar 3.14). Sebaran terumbu karang
Kepulauan Hinako, menunjukkan bahwa Pulau Langu dan Pulau Asu memiliki nilai sebaran yang relatif
lebih tinggi dibanding dengan pulau lainnya.

Pulau Hinako

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 33


Pulau Asu

Pulau Imana

Pulau Heruanga

34 I Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara
Pulau Bawa

Pulau Hamutala

Pulau Langu

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 35


Pulau Begi
Gambar 3.14. Peta Kondisi Terumbu Karang di Gugusan Kepulauan
Hinako – Nias Barat.
Untuk mencegah semakin rusaknya terumbu karang, maka diperlukan pengelolaan terumbu
karang. Pengelolaan ini pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia agar
pemanfaatan terumbu karang dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian
lingkungan. Salah satu konsep pengelolaan terumbu karang adalah menetapkan Kawasan Konservasi Laut
(Arifin, 2008) dan pariwisata bahari (Parwinia & Arifin, 2010); Yulius et al. (2013); Arifin et al. (2002).
Kawasan Konservasi Laut telah menunjukkan manfaat yang berarti berupa peningkatan biomas. Hasil
studi Halpern (2003), menunjukkan bahwa secara rata-rata, kawasan konservasi telah meningkatkan
kelimpahan (abundance) sebesar dua kali lipat, sementara biomas ikan dan keaneka ragaman hayati
meningkat tiga kali lipat.
Parwinia & Arifin (2010), menyatakan bahwa pemanfaatan KKL menjadi kawasan wisata dan
kegiatan perikanan dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Nilai ekologi-ekonomi untuk
perubahan luasan KKL Selat Lembeh, menunjukkan bahwa semakin besar luasan KKL Selat Lembeh
maka masing-masing nilai Effort open acces dan tangkap open acces menunjukkan penurunan, sedangkan
nilai effort optimal tangkap optimal dan rente optimal tidak menunjukkan perubahan yang signifikan
(tetap). Adanya KKL Selat Lembeh dalam jangka panjang akan meningkatkan surpluls produsen (Rp
282.202.000,00) dikarenakan tersedianya stock perikanan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
dampak "spill over" dari KKL Selat Lembeh dalam jangka panjang dapat mempengaruhi kesejahteraan
nelayan karena ketersediaan stok dapat dijaga secara berkelanjutan.
Keuntungan yang nyata telah dibuktikan di beberapa tempat di mana terumbu karang sudah
dilindungi dengan baik, termasuk pada beberapa lokasi sebagai berikut: Netherlands Antilles (Taman
Nasional Laut Bonaire), di mana pariwisata selam meningkat; the Seychelles (Taman Nasional Laut Ste.
Anne), di mana taman nasional digunakan baik oleh turis maupun penduduk setempat untuk berenang,
berlayar, snorkeling, selam, dan perjalanan perahu beralas kaca; Fiji (Tai Island), di mana hasil tangkapan
nelayan kecil meningkat, kegiatan pariwisata berkembang pesat, dan pemegang hak penangkapan
tradisional (eksklusif) dilibatkan dalam pengelolaan resort dan penyewaan perahu; Cozumel Island
(Mexican Caribbean) di mana terjadi peningkatan jumlah wisatawan lokal dan manca negara yang datang
untuk menyaksikan melimpahnya ikan-ikan karang; dan Kenya (Taman Nasional dan Cagar Alam
Malindi/Watamu), di mana pariwisata menghasilkan pendapatan melalui tiket masuk, biaya pemandu dan
biaya kemping, penyewaan perahu dan peralatannya, serta hotel. Pada sisi lain, juga terjadi keuntungan

36 I Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara
tidak langsung dengan adanya permintaan terhadap lapangan pekerjaan di hotel-hotel, sebagai pemandu
dan pengemudi perahu (McNeely et al., 1994).
Konservasi memiliki banyak manfaat yang signifikan yang akan membantu pengelolaan sumber
daya kelautan dalam jangka panjang. Li (2000) merinci manfaat kawasan konservasi laut sebagai berikut:
manfaat biogeografi, keanekaragaman hayati, perlindungan terhadap spesies endemic dan spesies langka,
perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat
penangkapan, peningkatan produksi pada wilayah yang berdekatan, perlindungan pemijahan, manfaat
penelitian, ekoturisme, pembatasan hasil samping ikan juvenil ( uvenile by catch), dan peningkatan
produktifitas perairan (productivity enchance ent).

PENUTUP

Berdasarkan hasil survei terumbu karang yang dilakukan di kawasan Kepulauan Hinako, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi terumbu karang masih dalam kategori sedang – baik, pada kisaran persen tutupan 30% - 75%.
2. Kegiatan illegal fishing berupa penggunaan jaring besar, bom dan potas menjadi faktor penyebab
utama kerusakan terumbu karang di wilayah Kepulauan Hinako, khsusnya di Gosong Ujung dan Pulau
Asu.
3. Berdasarkan tutupan dan kondisi terumbu karang, Pulau Langu dapat direkomendasikan sebagai
kawasan konservasi laut daerah.

PERSANTUNAN

Kontributor utama pada makalah ini adalah Taslim Arifin (survei, analisis, interpretasi data dan
penulisan makalah) dan Muhammad Ramdhan (survei dan analisis data). Kegiatan ini dibiayai dari DIPA
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Nias Barat, 2015, (Pemetaan Potensi Ekosistem Terumbu
Karang di Kabupaten Nias Barat). Dilaksanakan melalui kerja sama riset dengan Pusat Penelitian Sumber
Daya Laut dan Pesisir (P3SDLP) Balitbang Kelautan dan Perikanan KKP. Ucapan terima kasih kepada
Kepala Dinas KP Kabupaten Nias Barat dan Kapus P3SDLP serta tim survei terumbu karang (Dedi, M.
Ramadhany dan Azhar Muttaqin) atas kepercayaan dan kerja samanya pada kegiatan tersebut. Materi
makalah ini adalah hasil analisis dan diskusi bersama dengan Dr. Syahrial Nur Amri (Alm). Sebelum
makalah ini diterbitkan Dr. Syahrial Nur Amri (Alm) meninggal dunia tanggal 13 Juli 2019 di Maros,
Sulawesi Selatan, semoga almarhum mendapat tempat yang terbaik disisi-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, T., Bengen, D. G., & Pariwono, J. I. (2002). Evaluasi Kesesualan Kawasan Pesisir Teluk Palu untuk
Pengembangan Pariwisata Bahari. Jurnal Pesisir dan Lautan, Vol. 4 (2): 25-35.
Arifin, T. (2008). Akuntabilitas dan Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Terumbu Karang di Selat
Lembeh, Kota Bitung. Disertasi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Birkeland, C. (1997). Life and Death of Coral Reefs. (Ed.) Chapman & Hall, New York, 535 pp.
Bird, E. C. F. (1976). Coast; An Introduction to Systematic Geomorphology. Austra-lian National
University Press: 219 -243.
Burke, L., Reytar, K., Spalding, M., & Perry, A. (2012). Menengok Kembali Terumbu Karang yang
Terancam di Segitiga Terumbu Karang. World Resources Institute.

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 37


Burke, L., Selig, E., & Spalding, M. (2002). Terumbu Karang Yang Terancam di Asia Tenggara. World
Resources Institute.
Carricart-Ganivet, J. P. (2004). Sea Surface Temperature and the Growth of the West Atlantic Reef-
Building coral Montastraea annularis. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 302(2):249-260.
Cleary, D. F. R., Suharsono, & Hoeksema, B. W. (2006). Coral Diversity Across a Disturbance Gradient
in the Pulau Serubu Reef Complex off Jakarta, Indonesia. Biodiversity and Conservation, 15:
3,653-3,674.
Dedi, & Arifin, T. (2016). Kondisi Kesehatan Karang di Pulau-Pulau Kecil Teluk Jakarta. Jurnal Kelautan
Nasional, Vol. 11 (3): 175-187.
Dedi, Zamani, N. P., & Arifin, T. (2016). Hubungan Parameter Lingkungan Terhadap Gangguan
Kesehatan Karang di Pulau Tunda-Banten. Jurnal Kelautan Nasional, Vol. 11 (2): 105- 118.
Dimas, R. R., Setiyono, H., & Helmi, M. (2015). Arus Geostropik Permukaan Musiman Berdasarkan Data
Satelit Altimetri Tahun 2012-2013 Di Samudra Hindia Bagian Timur. Jurnal Oseanografi. Vol. 4
(44): 756 – 764. Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose.
Hadi, T. A., Giyanto, Prayudha, B., Hafizt, M., Budiyanto, A., & Suharsono. (2018). Pusat Penelitian
Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI). 2018. Status Terumbu Karang
Indonesia 2018.
Hakim, L. A. F. (2007). Penentuan Zona Potensial Pariwisata Bahari di Pesisir Pantai Selatan Pulau
Lombok, NTB dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis.
Harjono, H. (1992). Laporan Penelitian Sumenta I, Geoteknologi LIPI.
http://maritim.bmkg.go.id/index.php/main/stasiun_maritim/3, diakses tanggal 13 Mei 2015
http://geomagz.com/artikel-geologi-populer , diakses tanggal 13 Mei 2015.
Nova, S. A. R. (2017). Illegal, Unreported And Unregulated Fishing: The Impacts And Policy For Its
Completion In Coastal West Of Sumatra. Jurnal Hukum Internasiona, Vo. 14 No. 2 : 237-250.
Diambil dari https://media.neliti.com/media/publications/67568-EN-illegal-unreported-and-
unregulated-fishi.pdf .
Kuenen, H. (1960). Marine Geology. John Wiley & Sons. Inc. New York: 423 -453.
Li, Eric, A. (2000). Optimum Harvesting with Marine Reserves. North American Journal of Fisheries
Management 20: 882-896.
Mather, P., & Benne'it, I. (eds.). (1984). A Coral Reef Handbook. The Australian Coral Reef Society: 4-
12.
Meirinawati, H., & Muchtar, M. (2017). Fluktuasi Nitrat, Fosfat dan Silikat di Perairan Pulau Bintan. Jurnal
Segara Vol.13 (3): 141-148.
McNeely, J. A., Thorsell, J. W., Ceballos-Lascuráin. (1994). Guidelines: Development of national parks
and protected areas for tourism. 2nd edition. Published by the Neudecker, S. 1981. Growth and
Survival of Scleractinian Corals Exposed to Thermal Effluents at Guam. Prociding 4th
International Coral Reef Symposium, Manila, 1: 173-180.
Munyi, F. (2009). The Social And Economic Dimensions Of Destructive Fishing Activities In The South
Coast Of Kenya. Report No: Wiomsa/Marg-I/2009–01. Diambil dari
https://www.oceandocs.org/bitstream/handle/1834/7801/ktf000e5.pdf?sequence$=$1
Mustafa, B. (2010). Analisis Gempa Nias Dan Gempa Sumatera Barat Dan Kesamaannya Yang Tidak
Menimbulkan Tsunami. Jurnal Ilmu Fisika (JIF), VOL 2 (1): 44 – 50.

38 I Kondisi Ekosistem dan Perspektif Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra Utara
Natawijadja, D. H. (2007). Gempa bumi dan Tsunami di Sumatra dan Upaya untuk Mengembangkan
Lingkungan Hidup yang Aman dari Bencana Alam. Diambil dari
http://geospasial.menlh.go.id/assets/Analisis/DHNLaporanKLH2007finalv2sm.pdf.
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari Marine Biology: An
Ecological Approach, oleh Eidman, M., Koesoebiono., Bengen, D. G., Hutomo, M., Odum E. P.
1971. Fundamental of ecology 3rd Ed. W. B. Saunders Company. Philadelphia. 574 p.
Parwinia & Arifin. (2010). Model Konvergensi dan Divergensi Pengelolaan Kawasan Konservasi di Selat
Lembeh, Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Segara, Vol.4 (2): 93-100.
Ramdhan, M., Husrin, S., Sudirman, N., & Altanto, T. (2012). Pemetaan Indeks Kerentanan Pesisir
Terhadap Perubahan Iklim di Sumatra Barat dan Sekitarnya. Jurnal Segara Vol.8 No.2 : 107-115.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, Jakarta.
Shepard, F. P. (1973). Submarine Geology. Harper & Row Publisher: 342 - 366.
Siringoringo, R. H., Suharsono, Sari, N. W. P., Arafat, Y., Arbi, U. Y., Azkab, H., Dharmawan, I. W. E.,
Sianturi, O. R., & Anggraeni, K. (2017). Monitoring Kesehatan Terumbu Karang dan Ekosistem
Terkait di Kabupaten Nias Utara. CRITIC COREMAP–CTI LIPI.
Sukarno, Aziz, A., Darsono, Moosa, K., Hutomo, Martosewojo, & Romimohtarto, K. (1983). Terumbu
karang di Indonesia: Sumber daya, permasalahan, dan pengelolaannya. Proyek studi potensi
sumber daya alam Indonesia. Studi Potensi Sumber Daya Hayati Ikan. Lembaga Oseanografi
Nasional. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Suparno. (2013). Kajian Kesesuaian Perairan untuk Wisata Selancar di Kabupaten Kepulauan Mentawai,
Sumatera Barat. Seminar Nasional Tahunan X Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan, 31
Agustus 2013. Semnaskan_UGM/Sosial Ekonomi (SE-02)
Surving Time. (2005). Indo Surf magazine Vol 6 no 2 Achipelago Love: Bali, Lombok, Sumbawa, and
Timor. The Curf Legian, Bali.
Tomascik, T. (1991). Coral Reef Ecosistem. Environmental Management Guidelines. Kantor Menteri
Negara KLH. 166 Hal.
Widayatun, Situmorang, A., & IGP Antariksa. (2007). Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat dilokasi
COREMAP II Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias. CRITC – LIPI.
Wilkinson, C., Souter, D., & Goldberg, J. (2016). Terumbu Karang di Negara-Negara yang Terkena
Tsunami 2005. Australian Institute of Marine Science.
Yulius, Y., Salim, H. L., Ramdhani, M., Arifin, T., & Purbani, D. (2013). Aplikasi Sistem Informasi
Geografis dalam Penentuan Kawasan Wisata Bahari di Pulau Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi.
Globe Volume 15 (2): 129 – 136.

Taslim Arifin, Muhammad Ramdhan I 39


SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini kami menyatakan bahwa publikasi ilmiah bersama
dengan judul :
Taslim Arifin & Muhammad Ramdhan,
Ramdhan 2019. Kondisi Ekosistem dan Perspektif
Pengembangan Terumbu Karang Kepulauan Hinako, Kabupaten Nias Barat - Sumatra
Utara, dipublikasikan dalam BUKU BUNGA RAMPAI : Potensi Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan WPPNRI 572. Penerbit: AMAFRAD Press.
ISBN: 978-623-7651-04-8
e-ISBN: 978-623-7651-05-5

Kedudukan Taslim Arifin adalah sebagai kontributor utama.

Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya.

Jakarta, 30 Desember 20
2019

Yang menyatakan,

Taslim Arifin Muhammad Ramdhan


(Peneliti Pusat Riset Kelautan, (Peneliti Pusat Riset Kelautan, –
– BRSDMKP - KKP) BRSDMKP - KKP)

Anda mungkin juga menyukai