Tesis
Diajukan Oleh:
NIM: 19/448473/PKU/17987
Program Pascasarjana
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2021
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
iv
4. Kepada Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Pringsewu yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Ambarawa.
5. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Pringsewu yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian di wilayah kerja UPTD Puskesmas Ambarawa.
6. Kepada UPTD Puskesmas Ambarawa yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian di depot air kerawang.
7. Ibu Atimah selaku petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas Ambarawa.
8. Seluruh informan dalam penelitian ini yang telah memberikan kesempatan,
dukungan dan waktu sehingga dapat meluangkan waktu untuk proses
penelitian.
9. Orang Tua tercinta, ibunda Guswati dan ayahanda Sutoyo atas pengorbanan
dan doa-doanya seingga menjadi penyemangat dan motivasi penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
10. Kakak dan adik tercinta, kakak Gustap Aldo Pranata dan adik adik Abdul
Aziz A.P dan Arum Zahro Jayanti.
11. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa minat Kesehatan Lingkungan
angkatan 2019 terima kasih atas motivasi, semangat dan dukungannya selama
ini.
12. Pihak-pihak yang belum disebutkan, terima kasih atas dukungan dan
bantuannya dalam kelancaran proses penyusunan tesis ini.
Semoga seluruh pihak yang membatu mendapatkan balasan dan limpahan
rahmat dari Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap penelitian ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak
v
DAFTAR ISI
vi
3. Dokumen .................................................................................................. 24
H. Cara Analisis Data ......................................................................................... 24
1. Analisis Data Wawancara ....................................................................... 24
2. Analisis Data Observasi .......................................................................... 24
3. Analisis Data Dokumentasi..................................................................... 25
I. Keabsahan Data............................................................................................... 25
J. Etika Penelitian ............................................................................................... 26
K. Kesulitan dan Keterbatasan Penelitian ......................................................... 26
L. Jalannya penelitian ......................................................................................... 27
vii
Daftar Tabel
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ................................................................................ 6
Tabel 4.1 Karakteristik informan .......................................................................... 30
Tabel 4.2 Tabel observasi aspek tempat, peralatan dan penjamah TSM ............ 32
Tabel 4.3 Tabel akumulasi penilaian higiene sanitasi depot air kerawang ......... 33
Tabel 4.4 Tabel hasil pemeriksaan kualitas air berdasarkan parameter kimia, biologi
TSM ....................................................................................................... 34
Tabel 4.5 Tabel temuan berdasarkan tujuan penelitian........................................ 75
Tabel 4.6 Tabel saran prioritas pengembangan .................................................... 76
viii
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian................................................................. 18
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 19
Gambar 4.1 Bagan tema, Kategori dan Sub Kategori ......................................... 31
Gambar 4.2 Keadaan lantai plaster, tergenang air dan berlumut ........................ 35
Gambar 4.3 Keadaan lantai hanya diplaster dan retak ......................................... 35
Gambar 4.4 Salah satu depot yang memiliki ventilasi ......................................... 36
Gambar 4.5 Depot yang tidak memiliki ventilasi................................................. 36
Gambar 4.6 Keadaan saluran air limbah yang terbuka dan banyak sampah ...... 37
Gambar 4.7 Keadaan saluran air limbah yang lancar dan terbuka ...................... 37
Gambar 4.8 Tempat sampah dalam keadaan terbuka........................................... 38
Gambar 4.9 Keadaan sampah yang penuh dan berantakan ................................. 38
Gambar 4.10 Salah satu tempat cuci tangan yang tersedia .................................. 39
Gambar 4.11 Alat filter yang digunakan seluruh depot air kerawang ................ 40
Gambar 4.12 Alat sterilisasi berupa ultraviolet .................................................... 41
Gambar 4.13 Alat sterilisasi berupa ultraviolet .................................................... 41
Gambar 4.14 Pengisian air dilakukan di atas kendaraan pengangkut air ........... 42
Gambar 4.15 Penjamah tidak menggunakan baju saat mengisikan air ............... 43
Gambar 4.16 Penjamah hanya menggunakan baju tanpa lengan ........................ 43
Gambar 4.17 sertifikat pemilik yang telah melakukan kursus higiene ............... 44
Gambar 4.18 sertifikat penjamah yang telah melakukan kursus higien ............. 44
Gambar 4.19 Faktor yang mengarah terhadap aspek tempat............................... 47
Gambar 4.20 Faktor yang mengarah terhadap aspek peralatan ........................... 55
Gambar 4.21 Faktor yang mengarah terhadap aspek penjamah .......................... 62
Gambar 4.22 Program pemeriksaan dan hasil pemeriksaan kualitas air ............ 68
ix
INTISARI
ASPEK HIGIENE SANITASI DAN KUALITAS AIR MINUM DEPOT
KERAWANG DI DESA KRAWANGSARI, PRINGSEWU, LAMPUNG
Ganis Ayu Winanti, Sarto, Wiranto
Latar Belakang: Depot air kerawang merupakan depot air minum isi ulang yang
memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan depot air minum isi ulang
lainnya. Karakteristik yang berbeda yaitu 22 depot air kerawang dibangun tersentral
pada satu lokasi di sumber air baku. Seluruh depot tidak membutuhkan kendaraan
tangki untuk pengangkutan air baku karena setiap depot memiliki sumur untuk
mengambil air baku. Air kerawang menjadi salah satu alternatif masyarakat untuk
pemenuhan kebutuhan air minum karena murah, mudah diakses dan praktis
sehingga membuat depot air kerawang menjadi salah satu suplai terbesar di Provinsi
Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis higiene sanitasi dan kualitas
air depot air kerawang.
Metode: Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan studi kasus. Informan
direkrut melalui teknik purposive sampling. Informan utama adalah 6 orang yang
merupakan penjamah depot dan 1 informan pendukung yaitu petugas Puskesmas
Ambarawa.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 (29,41%) depot tidak
memenuhi syarat pada beberapa aspek tempat seperti lantai dan ventilasi. Sarana
sanitasi dasar antara lain saluran pembuangan air limbah, tempat sampah dan
tempat cuci tangan. Aspek peralatan seperti , filter, peralatan sterilisasi, dan tempat
pengisian jerigen. Aspek penjamah seperti perilaku cuci tangan, pakaian kerja,
pemeriksaan kesehatan dan kursus higiene sanitasi. Hasil pemeriksaan kualitas air
bahwa 11 (64,70%) depot dengan pH dibawah nilai ambang batas dan 2 (11,76%)
depot tercemar E.coli.
Kesimpulan: Masih terdapat depot yang tidak memenuhi syarat baik dari higiene
sanitasi dan kualitas air maka perlu adanya pengawasan terkait higiene sanitasi
depot air kerawang dan pemeriksaan kualitas air minum untuk menjamin bahwa air
minum yang dihasilkan tidak menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan
konsumen.
Kata kunci: Higiene sanitasi, kualitas air minum, kerawang
x
ABSTRACT
HYGIENE SANITATION ASPECT AND QUALITY OF KERAWANG
WATER DEPO IN KRAWANGSARI VILLAGE, PRINGSEWU
REGENCY, LAMPUNG PROVINCE
Ganis Ayu Winanti, Sarto, Wiranto
Introduction: Kerawang water depot is a refill drinking water depot that has
different characteristics compared to other refill drinking water depots. The
kerawang water depot has different characteristics, namely 22 kerawang water
depots are built centrally in one location in the raw water source. All depots do not
need tank vehicles to transport raw water because each depot has a well to collect
raw water. Kerawang water is one of the community's alternatives to fulfill drinking
water needs because it is cheap, easy to access and practical, making the kerawang
water depot one of the largest supplies in Lampung Province. This study aims to
analyze the sanitation hygiene and water quality of the kerawang water depot.
Method: This qualitative research used a case study approach. Informants were
recruited through purposive sampling technique. The main informants were 6
people, such as handlers of the depot and 1 supporting informant, the Ambarawa
Health Center Officer.
Results: The results showed that there were 5 (29.41%) depots that did not fulfill
the requirements on several aspects of the place such as floors and ventilation. Basic
sanitation facilities include sewerage, trash cans and hand washing facilities.
Aspects of equipment such as filters, sterilization equipment, and jerry cans filling.
Aspects of handlers such as hand washing behavior, work clothes, health checks
and sanitation hygiene courses. The results of the water quality inspection showed
that 11 (64.70%) depots with a pH below the threshold value and 2 (11.76%) depots
were contaminated with E. coli.
Conclusion: There were depots that did not fulfill the requirements of both
sanitation hygiene and water quality, so there is a need for supervision related to
the sanitation of kerawang water depots and inspection of drinking water quality to
ensure that the drinking water produced does not cause adverse effects on consumer
health.
Keyword: Sanitation hygiene, drinking water quality, kerawang
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air menjadi komponen utama di bumi yang tidak terpisahkan bagi semua
mahluk hidup untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Kementerian
Kesehatan RI, 2020). Seluruh mahluk hidup harus menjaga kelestarian agar
ketersedian air dapat terjamin sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu yang
panjang (Bisri, 2012) karena setiap individu berhak mendapatkan air yang cukup,
berkelanjutan, aman, mudah di akses dan terjangkau untuk keperluan pribadi dan
rumah tangga (WHO, 2020).
Sumber penyediaan air dapat berasal dari air permukaan seperti air sungai, air
danau, air tanah, air rekamasi, air waduk, air hujan, desalinasi air laut atau air payau
atau asin dan air hasil pengolahan air buangan (Men et al., 2019). Setiap individu
memiliki porsi atau jumlah air yang berbeda beda untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya. Kebutuhan air biasanya digunakan untuk minum, memasak, mandi,
mencuci, dan kebutuhan yang lainnya (Adelodun et al., 2021). Berbagai sektor yang
membutuhkan jumlah air yang besar seperti industri, rumah sakit, perhotelan,
perdagangan, perkantoran dan pendidikan (sekolah) (Badan Pusat Statistik, 2020).
Air minum berfungsi sebagai suplai cairan ke dalam tubuh untuk menggantikan
cairan yang hilang akibat beraktivitas melalui keringat, urine dan bernapas. Efek
yang muncul ketika manusia kekurangan air dalam tubuh sebesar 2% maka akan
berefek pada letih, kehausan, lelah, konsentrasi terganggu dan kemampuan berfikir
yang melemah. Kekurangan air meningkat menjadi 4%-6% maka akan berefek
pucat, selaput lender kering, buang air kecil menjadi sulit dan menjadi gelisah.
Kekurangan air meningkat mencapai 12% maka akan berefek tidak dapat buang air
besar bahkan sampai tidak sadarkan diri (Winarno, 2016).
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2017 sebanyak 71%
dari populasi dunia (5,3 miliar individu) memanfaatkan layanan air bersih yang
dikelola dengan aman sebagai peruntukan air minum. Dari tahun 2000 sampai 2017
jumlah individu yang menggunakan layanan aman air minum meningkat sebanyak
1,7 miliar orang pertahunnya (WHO, 2020). Indonesia merupakan negara terbesar
1
2
ke 7 di dunia dengan sumber air yang dapat terbaharukan. Pada tahun 2015
menunjukkan bahwa akses air minum adalah sebesar 71,14% dan terus meningkat
secara konsisten hingga tahun 2019 menjadi 89,27% (Badan Pusat Statistik, 2020).
Provinsi Lampung terdiri dari 15 wilayah kabupaten. Cakupan akses aman air
minum dari perkotaan dan perdesaan di wilayah Lampung meningkat secara
konsisten dari tahun 2013 sampai 2017 dengan presentase peningkatan dari tahun
2013 sebesar 63,98%, 2015 sebesar 68,57% dan 2017 sebesar 72,83% (Balitbangda
Provinsi Lampung, 2018). Peningkatan secara konsisten juga terjadi di salah satu
wilayah provinsi yaitu Kabupaten Pringsewu dengan presentase di kabupaten
Pringsewu dari tahun 2013 sebesar 58,76%, 2015 sebesar 63,92% dan 2017 sebesar
69,71%. Peningkatan capaian aman air minum di Provinsi Lampung selaras dengan
terjadinya peningkatan jumlah penduduk (Balitbangda Provinsi Lampung, 2018).
Alternatif yang dipilih masyarakat untuk pemenuhan peningkatan kebutuhan
air minum yaitu dengan menggunakan air minum isi ulang karena harganya yang
murah, akses mudah dan kepraktisannya karena tidak perlu dimasak kembali
(Navration, Nurjazuli dan Joko, 2019). Depot air minum isi ulang adalah usaha
yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual
kepada konsumen (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2014 setiap depot air minum isi ulang harus melakukan kegiatan higiene sanitasi.
Higiene sanitasi merupakan suatu upaya untuk meminimalisir atau menghilangkan
faktor faktor pencemaran terhadap air minum yang dapat merugikan kesehatan.
Higiene sanitasi depot air minum isi ulang dinilai dari berbagai aspek yaitu tempat,
peralatan dan penjamah melalui kegiatan inspeksi depot air minum dengan tujuan
menjamin kualitas air minum yang baik (Mairizki, 2017).
Kualitas air minum yang dihasilkan dari depot air minum harus sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air minum bahwa setiap
produsen air minum wajib menjamin air minum yang diproduksi aman bagi
kesehatan. Air minum yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan fisik,
mikrobiologis, kimia dan radioaktif sesuai dengan standar nilai ambang batas yang
3
sudah ditetapkan (Kementerian Kesehatan RI, 2010) dengan tujuan agar air minum
yang dikonsumsi aman dan tidak menimbulkan efek buruk pada kesehatan
konsumen seperti kolera, diare, disentri dan polio (WHO, 2020).
Penelitian yang sudah dilakukan oleh Rosyani (2016) mendapatkan hasil
bahwa bahwa ada hubungan antara higiene sanitasi dengan keberadaan bakteri
Escherichia coli. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Selomo et al
(2018) mendapatkan hasil bahwa aspek yang kurang diperhatikan pada higiene
sanitasi depot air minum yaitu aspek kebersihan, perilaku penjamah serta
kurangnya ketersedian sarana sanitasi dasar seperti pembuangan air limbah, tempat
pembuangan sampah dan sarana cuci tangan.
Air kerawang merupakan sumber daya alam yang ada di Desa Krawangsari
Ambarawa, Pringsewu, Lampung. Sumber air baku berasal dari air tanah bukit
kerawang. Berbeda dengan depot yang lain di luar depot air kerawang, depot air
kerawang merupakan usaha dari banyak pihak yang tersentral pada satu tempat
dengan jumlah depot air minum sebanyak 22 depot dengan menggunakan sumber
air baku yang sama dengan cara membuat sumur bor yang terletak bersampingan
pada bangunan depot. Penjualan air minum kerawang menggunakan jerigen besar
dengan ukuran 20-25 liter. Tetapi untuk masyarakat yang tinggal dekat dengan
depot air kerawang mereka biasanya datang langsung untuk membeli air kerawang
menggunakan jerigen atau galon.
Studi pendahuluan dilakukan pada 2 depot air kerawang dengan melakukan
Inspeksi sanitasi berupa observasi tempat, peralatan dan penjamah. Melakukan
studi pendahuluan ke Puskesmas Ambarawa untuk mengetahui program dan data
pemeriksaaan kualitas air minum.
Hasil studi pendahuluan pada depot pertama mendapatkan hasil bahwa aspek
lokasi berada di daerah yang beresiko menjadi penularan vektor penyakit karena
berada di samping rumah yang sudah lama kosong dengan kondisi yang tidak baik.
Permukaan lantai tidak rata dan tidak halus. Terdapat kotoran yang melekat pada
atap dan langit-langit. Aspek peralatan tidak terdapat tempat sampah. Tidak
terdapat tempat cuci tangan yang dilengkapi air mengalir dan sabun. Jerigen
sebelum melakukan pengisian dilakukan pembersihan tetapi hanya disiram dan
4
dibilas tanpa disikat. Tidak ada fasilitas pengisian galon dalam ruangan tertutup.
Aspek penjamah tidak berperilaku higiene dan sanitasi setiap melayani kosumen
seperti tidak melakukan cuci tangan. Pekerja tidak melakukan pemeriksaan
kesehatan berkala minimal 1 kali dalam setahun.
Hasil studi pendahuluan pada depot kedua yaitu dari aspek tempat tidak
terdapat tempat sampah yang tertutup dan tidak tersedia tempat cuci tangan yang
dilengkapi air mengalir dan sabun. Aspek peralatan pengisian jerigen di tempat
tertutup. Aspek penjamah dari pekerja tidak menjalankan higiene dan sanitasi
seperti mencuci tangan saat melayani konsumen, tidak menggunakan pakaian
keraja dan pekerja tidak melakukan pengecekan kesehatan berkala minimal 1 kali
dalam setahun.
Hasil studi pendahuluan di Puskesmas Ambarawa bahwa Puskesmas
Ambarawa mempunyai program kerja untuk inspeksi dan pemeriksaan kualitas air
minum untuk 22 depot air kerawang. Adapun data yang diperoleh dari program
tersebut yang dilaksanakan pada tahun 2020-2021 terdapat 17 depot air kerawang
yang sudah melakukan pemeriksaan kualitas air dan terdapat 5 depot yang belum
melakukan pemeriksaan kualitas air minum.
Alasan peneliti memilih depot air kerawang adalah karena depot air kerawang
merupakan sentral industri rumahan yang menjadi suplai terbesar untuk kebutuhan
air minum dan memasak masyarakat Lampung. Selain itu, dari hasil studi
pendahuluan yang dilakukan bahwa adanya permasalahan yang sama antara kedua
depot seperti tidak melakukan pembersihan jerigen atau galon, pengisian jerigen
dilakukan ditempat yang tidak tertutup, tidak tersedianya tempat sampah tertutup
disekitar depot, dan penjamah tidak melakukan cuci tangan sebelum mengisi ulang
jerigen. Permasalahan tersebut beresiko terjadinya kontaminasi yang dapat
menurunkan kualitas air minum dan menimbulkan penyakit bagi konsumen secara
luas dikarenakan pendistribusian air kerawang yang luas.
5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut mengenai permasalahan yang
terjadi, maka rumusan penelitian ini adalah bagaimana higiene sanitasi depot air
kerawang berdasarkan aspek tempat, peralatan, penjamah serta kualitas air
kerawang berdasarkan parameter fisik, kimia, biologi di Desa Krawangsari?
C. Tujuan Penelitian
1. Umum
Menganalisis higiene sanitasi depot air kerawang di Desa Krawangsari.
2. Khusus
a. Menganalisis higiene sanitasi depot air kerawang menurut aspek tempat,
peralatan dan penjamah sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Higiene Sanitasi Depot Air
Minum.
b. Menganalisis kualitas air kerawang sebagai sumber air minum berdasarkan
parameter fisik, kimia dan biologi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/Per/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air minum.
D. Manfaat Penelitian
1. Praktis atau Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan untuk Puskesmas
Ambarawa sebagai bahan evaluasi, perencanaan program, pengambilan
kebijakan dan mengupayaan pengecekan higiene sanitasi dan kualitas air depot
air kerawang secara berkala untuk memberikan perlindungan terhadap
konsumen agar terhindar dari resiko adanya penularan penyakit yang
disebabkan dari konsumsi air kerawang.
Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi masukkan bagi pemilik depot
air kerawang untuk lebih melakukan usaha peningkatan kualitas agar lebih
aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas.
6
A. Telaah Pustaka
1. Air Minum
a. Definisi Air Minum
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/PER/IV/2010 Air minum adalah air yang melalui proses atau tanpa
proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum
oleh masyarakat. Pengolahan air baku menjadi air minum yaitu dengan melakukan
beberapa tahapan proses dengan mengunakan peralatan dan mesin pengolahan air
minum.
b. Sumber Air Minum
Sumber baku air minum dapat berasal dari air hujan, air tanah, air permukaan
seperti sungai, mata air, dan desalinasi air laut (Men et al., 2019).
1) Air Hujan
Air hujan banyak dimanfaatkan sebagai alternatif penyediaan air bersih untuk
masyarakat (BPS, 2020). Pemanfaat air hujan dapat dengan cara pemanenan
air hujan. Pemanenan air hujan secara tradisional dapat dengan cara melakukan
pewadahan dengan menggunakan tampungan baik berukuran besar maupun
berukuran kecil untuk dimanfaatkan kembali sebagai air yang dapat digunakan
dalam sehari hari (Winarno, 2016). Metode lainnya cara pembuatan kolam
pengumpul air hujan (PAH), sumur resapan air hujan, lubang biopori, parit
resapan air hujan, area peresapan air hujam, tanggul pekarangan, revitalisasi
danau, telaga dan situ.
2) Air tanah
Air tanah adalah air yang menepati rongga-rongga pada lapisan geologi dalam
keadaaan jenuh dan dengan jumlah yang cukup. Pengambilan air tanah
dilakukan dengan menggebor sumur dengan kedalaman 50-200 meter, serta
memasang pompa pompa turbin yang difungsikan untuk memompa air tanah
(Bisri, 2012).
9
10
3) Air permukaan
Air permukaan merupakan air berasal dari air hujan yang mengalir ke
permukaan tanah. Air hujan tersebut sebagian menguap dan sebagai mengalir
ke sungai, waduk, rawa dan lain lain sebagai storage (penyimpanan). Kualitas
air permukaan kurang baik sehingga harus dilakukan pengolah terlebih dahulu
jika ingin mengkonsumsinya.
4) Air laut
Pemanfaatan air laut sebagai sumber air bersih membutuhkan pengolahan
dengan teknologi yaitu desalinasi (desalinization) dengan tujuan untuk
menghilangkan kandungan garam yang berlebih dalam air laut agar menjadi air
tawar yang dapat dimanfaatkan manusia. Metode yang digunakan yaitu metode
distilasi dan metode dua tipe membrane yaitu reverse osmosis (RO) dan
electrodialysis (ED) (Burhanuddin, 2015). Selain itu, dengan memanfaatkan
energi panas matahari untuk proses penyulingan air laut menjadi air tawar (Ely,
2019).
5) Mata air
Mata air merupakan air tanah yang keluar secara alami keluar menuju akuifer
kemudian muncul ke permukaan tanah (Sinollah, 2019). Pemunculan dari
permukaan tanah jika sudah jelas dapat dikatakan mata air (spring) sedangakan
jika belum jelas dikatakan rembasan (seepage). Kualitas mata air pada
umumnya baik dan perlu pengelolaan untuk menjaga kelestariannya.
c. Jenis Air Minum
Air minum yang beredar di pasaran jenisnya yang berbeda beda. Jenis air
minum seperti air minum dalam kemasan yaitu air baku yang sudah melalu tahap
pengolahan, memprosesan, pengemasan dan aman diminum, kandungan
didalamnya mencakup air mineral dan air demineral. Air mineral yaitu air minum
dalam kemasan yang di dalamnya mengandung mineral dalam jumlah tertentu tanpa
menambahkan mineral. Air demineral yaitu air minum dalam kemasan hasil
pengolahan dan proses pemurnian seperti destilasi, deonisasi, reverse, osmosis dan
proses setara (Badan Standardisasi Nasional, 2006).
11
air minum. Sertifikat laik higiene dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota dan akan berlaku selama 3 tahun dan dapat diperpanjang
dengan melampirkan persyaratan administratif yang sama. Sertifikat laik higiene
tidak berlaku jika terjadi pergantian pemilik, pidah lokasi dan terjadi kejadian luar
biasa yang disebabkan oleh air minum yang dihasilkan (Kementerian Kesehatan RI,
2014).
3) Penbinaan dan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Depot Air Minum
Penyelenggaraan setiap depot air minum mewajibkan menyediakan informasi
mengenai alur pengolahan air minum, masa kadarluarsa alat desinfeksi, waktu
penggantian dan atau pembersihan filter, sumber dan kualitas air baku
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Upaya untuk mencegah dan mengurangi timbulnya resiko kesehatan dari air
minum yang dihasilkan oleh depot air minum dan mempertahankan kualitas air
minum harus dilakukan pengawasan dan pembinaan (Rosita, 2014).
Pengawasan depot air minum dapat dilakukan secara internal dilakukan secar
mandiri dari pemilik untuk melihat bagaimana kinerja penjamah dan eksternal
dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kantor
Kesehatan (Purba, 2015).
4) Teknologi Pengolahan Air Minum Isi Ulang
Proses pengolahan air adalah suatu perlakuan terhadap air baku dengan
menggunakan berbagai jenis tahapan metode sampai dengan menjadi air minum
yang layak konsumsi. Pada prinsipnya adanya teknologi pengolahan air yaitu untuk
menghilangkan zat pencemar atau polutan baik secara fisik, kimia maupun
mikrobiologis agar meningkatkan kualitas air minum lebih baik dan bermanfaat
untuk dikonsumsi (Suprihatin dan Suparno, 2013).
Teknologi yang dikembangkan dalam pengolahan air minum salah satunya
adalah teknologi filtrasi (penyaringan). Filtrasi berfungsi untuk menghilangkan
bahan tersuspensi dalam air (Yudo dan Rahardjo, 2018).
1) Filterisasi
Filter pada suatu depot air minum harus memiliki lebih dari satu dengan ukuran
yang berjenjang. Mikro filter yang digunakan yaitu berupa saringan dari
14
2) Ozonisasi
Ozon merupakan suatu senyawa sederhana yang mampu untuk membunuh
bakteri dan mempunyai oksidasi yang kuat. Awalnya ozon digunakan sebagai
zat pengoksidasi untuk menghilangkan rasa, warna dan bau. kelebihan sterilisasi
menggunakan ozon yaitu tidak menimbulkan bau dan menjadikan air lebih segar.
Kekurangan dari penggunaan ozon yaitu biaya yang lebih malah jika
dibandingkan dengan sterilisasi menggunakan sinar ultraviolet. Kemampuan
oksidasi ozon dapat membunuh berbagai mikroorganisme dan patogen lainnya.
Pada indusri pengolahan air minum ozon digunakan untuk menginaktivasi
bakteri Giardia dan Cryptosporidium (Rakness, 2005). Ozon dibentuk oleh
suatu alat yaitu ozonisator. Penggunaan ozonisator membutuhkan tenaga listrik
dengan tegangan lebih dari 800 volt. Adanya keterbatasan tegangan listrik yang
tinggi maka pemakaian ozon hanya untuk membunuh bakteri saja agar lebih
hemat. Menggunakan ozonisasi untuk proses desinfektan akan mendapatkan
hasil kualitas air yang baik, aman dan bertahan sekitar kurang lebih satu bulan.
Kebersihan alat, higiene sanitasi pekerja dan faktor yang lain dapat
mempengaruhi kualitas air yang buruk saat menggunakan metode ozonisasi
(Prayitno, 2017).
5) Higiene Sanitasi Depot Air Minum
Higiene adalah suatu upaya kesejahteraan dengan menyiratkan upaya untuk
melestarikan dan memastikan subjeknya (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2004). Sedangkan sanitasi adalah suatu upaya yang dilakukan dengan
tujuan untuk melakukan pengawasan terhadap faktor lingkungan yang dapat
beresiko menyebabkan penularan penyakit (Azwan, 1983).
Higiene sanitasi depot air minum adalah upaya untuk mengendalikan faktor
resiko terjadinya kontaminasi yang berasal dari aspek tempat, peralatan dan
penjamah terhadap air minum agar aman dikonsumsi (Kementerian Kesehatan RI,
2014). Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2014 setiap aspek dalam higiene sanitasi mempunyai kriteria masing masing sesuai
aspeknya.
16
1) Aspek tempat
Aspek tempat meliputi lokasi depot, bangunan, dinding dan pintu, lantai, atap
dan langit langit, pencahayaan yang cukup terang, kelembaban udara dapat
mendukung kenyaman dalam melakukan pekerjaan/aktivitas dan setia[ depot air
minum wajib memiliki fasilitas sanitasi dasar seperti jamban, saluran
pembuangan air limbah tertutup, tempat sampah tertutup serta tempat cuci
tangan.
2) Aspek peralatan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan saat melakukan pengolahan air
seperti pipa, tandon air baku dan air siap jual, pompa, selang, filter, microfilter,
alat sterilisasi dan wadah atau galon.
3) Aspek penjamah
Penjamah atau pekerja harus dalam keadaan sehat dan bebas dari penyakit
menular serta tidak membawa kuman patogen, berperilaku higienis dan saniter
setiap melayani konsumen dan menggunakan pakaian khusus bekerja yang
bersih dan rapih.
6) Manfaat Higiene Sanitasi Depot Air Minum
Menurut Marsanti dan Widiarini (2018) Beberapa manfaat higiene sanitasi
minuman seperti menjamin keamanan minuman, mencegah konsumen dari
penyakit, mengurangi kerusakan minuman dan mencegah penjualan minuman yang
akan merugikan konsumen.
7) Inspeksi Depot Air Minum
Salah satu kegitan untuk memenuhi persyaratan higiene sanitasi depot air
minum dilakukan kegiatan inspeksi sanitasi depot air minum. Inspeksi sanitasi
depot air minum adalah pemeriksaan dan pengamatan secara langsung terhadap
fisik sarana dan kualitas (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Inspeksi sanitasi digunakan untuk mementukan depot air minum memenuhi
laik fisik. Inspeksi sanitasi menggunakan standar formulir dari Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014. Inspeksi dapat dilakukan
dengan cara melakukan observasi pada aspek tempat, peralatan, penjamah dan air
baku. Jika nilai yang didapatkan pada pemeriksaan sesuai formulir inspeksi
17
B. Kerangka Teori
Depot air minum isi ulang adalah usaha yang melakukan proses pengolahan air
baku menjadi air minum dalam bentuk kemasan dan menjual kepada konsumen.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014
Setiap depot air minum harus menjamin keamanan air dengan cara melakukan
higiene sanitasi sesuai aspek tempat peralatan dan penjamah untuk menjamin
kesehatan konsumen. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun
2010 setiap air minum yang dihasilkan depot air minum isi ulang harus sesuai
dengan nilai ambang batas yang ditentukan untuk mengurangi adanya resiko
penularan penyakit.
*
Permenkes Nomor 43 **
Tahun 2014 tentang Permenkes Nomor 492 tahun
Higiene Sanitasi Depot 2010 tentang Persyaratan
Air minum
Kualitas Air minum
*
Persyaratan
Higiene Sanitasi
**
* Depot air minum Parameter wajib
Sertifikat isi ulang
Laik Higiene (DAMIU) **
Sanitasi
* Paramater tambahan
Penyelenggar
aan DAM
*
Pengawasan
& pembinaan
* * ** **
Laik higiene Tidak laik Memenuhi Tidak
sanitasi higiene sanitasi syarat memenuhi
syarat
C. Kerangka konsep
D. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana higiene sanitasi depot air kerawang menurut aspek tempat,
peralatan dan penjamah sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Higiene Sanitasi Depot Air
Minum?
2. Bagaimana kualitas air kerawang sebagai sumber air minum berdasarkan
parameter fisik, kimia dan biologi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 492/MENKES/Per/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air minum?
BAB III
METODE PENELITIAN
20
21
1. Observasi
Observasi merupakan proses pengumpulan informasi secara terbuka dengan cara
mengamati orang atau tempat disuatu lokasi penelitian (Creswell, 2015).
Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan observasi non
partisipan dimana peneliti mengamati dan mencatat hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan instrumen lembar ceklis. Ceklis atau daftar cek adalah suatu daftar
yang berisi subjek dan aspek aspek yang di amati dengan cara memberikan tanda
cek (√) jika sesuai dengan pengamatannya pada lembar ceklis yang digunakan
dalam penelitian (Sudaryono, 2016). Observasi dilakukan di 17 depot air
kerawang untuk melihat higiene sanitasi berupa aspek tempat, peralatan dan
penjamah dengan menggunakan form inspeksi sesuai Permenkes Nomor 43
Tahun 2014. Terdapat modifikasi pada seluruh obyek observasi cara
menyesuaikan keadaan yang terdapat pada depot air kerawang. Perubahan pada
nilai total keseluruhan yaitu 75 dan standar kelaikan fisik yaitu 45. Perhitungan
angka tersebut memicu pada Permenkes Nomor 43 Tahun 2014.
2. Wawancara
Wawancara merupakan kegiatan tanya jawab dengan pertanyaan terbuka kepada
partisipan (Creswell, 2015). Tehnik wawancara yang sangat dekat dengan
kegiatan percakapan dan dialog. Wawancara bertujuan untuk mengeksplor
pengalaman, perilaku atau pendapat, memperoleh penjelasan mengenai situasi
atupun perilaku yang terkait dengan observasi yang dilakukan dengan memenuhi
kaidah etika serta didahului dengan persetujuan responden untuk diwawancarai
(Utarini, 2020). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan
wawancara semiterstruktur yang termasuk dalam kategori in-depth interview.
Dalam proses wawancara lebih bebas agar dapat menemukan permasalahan
secara terbuka dari informan (Sugiyono 2017). Wawancara yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu wawancara dengan 6 penjamah depot yang terdiri dari
3 penjamah depot air minum dengan pemeriksaan kualitas air minum melebihi
nilai ambang batas dan 3 penjamah depot air minum dengan hasil pemeriksaan
24
kualitas air minum sesuai dengan nilai ambang batas dan 1 petugas Puskesmas
Ambarawa.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dapat berupa infomasi tertulis, foto, gambar, video yang digunakan
sebagai sumber informasi atau data untuk melengkapi proses penelitian
(Mekarisce, 2020). Dokumentasi dapat berupa catatan pubik atau pribadi berupa
surat kabar, notulen rapat, memo resmi, catata ranah publik, arsip, jurnal, catatan
harian dan surat (Creswell, 2015). Dokumentasi dalam penelitian ini dengan
menggunakan arsip pemeriksaan kualitas air minum dari Puskesmas Ambarawa.
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan saat selesai dalam melaksanakan pengumpulan data
baik primer maupun sekunder. Analisis data kualitatif bertujuan untuk
mengembangkan hipotesis yang bila dilakukan triangulasi, hipotesis maka akan
menjadi teori (Sugiyono, 2017). Peneliti menggunakan Software Open Code versi
4.02 untuk membatu menganalisis data yang didapatkan.
1. Analisis data wawancara
a. Pengumpulan data
Data yang belum dilakukan pengolahan dikumpulkan sesuai dengan sumber
dan jenis data.
b. Reduksi data
Mimilih data yang memiliki makna, unik dan baru. Selanjutnya
mengklasifikasikan ke dalam tema.
c. Penyajian data
penyajian data atau informasi dalam bentuk naratif untuk memudahkan dan
memahami situasi yang terjadi.
d. Penggambaran kesimpulan
Kesimpulan yang ditulis berasal dari menjawab rumusan masalah dan
merupakan temuan baru (Sugiyono, 2017).
2. Analisis hasil observasi
Hasil observasi berupa ceklis meliputi aspek tempat, peralatan dan penjamah
yang lakukan oleh peneliti disesuaikan dengan standar checklist dari Peraturan
25
Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air
minum. Sesuai dengan aturan jika hasil ceklis mendapatkan total nilai diatas 45
maka memenuhi persyaratan kelayakan fisik dan sebaliknya jika total nilai
dibawah 45 maka tidak memenuhi persayatan kelayakan fisik.
3. Analisis hasil dokumentasi
Dokumentasi berupa arsip dari Puskesmas Ambarawa berupa data kualitas air
minum yang digunakan untuk melengkapi hasil penelitian.
H. Keabsahan Data
Keabsahan dan validitas digunakan untuk memeriksa data yang dihasilkan
selama penelitian yang sudah dilakukan valid atau reliable (Utarini, 2020). Validitas
merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan
menerapkan prosedur-prosedur tertentu, sementara reliabilitas mengindikasikan
bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan pada peneliti
lainnya (Creswell, 2010). Salah satu metode yang digunakan dalam melakukan
keabsahan dan validitas yaitu menggunakan metode triangulasi.
Menurut Dezin (1978) dan Patton (1999) terdapat empat jenis metode
triangulasi yaitu triangulasi metode, triangulasi investigator, triangulasi teori dan
triangulasi sumber data.
Keabsahan data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan triangulasi
metode dengan triangulasi sumber.
1. Triangulasi metode
Triangulasi metode merupakan metode triangulasi yang melibatkan pengunaan
beberapa jenis metode pengumpulan data tentang fenomena yang sama. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara dan dokumentasi.
2. Triangulasi sumber data
Triangulasi sumber data merupakan metode pengumpulan dari berbagai jenis
seperti orang, termasuk individu, kelompok, keluarga dan komunitas untuk
mendapatkan perspektif dan validasi data yang beragam. informan penelitian
dalam penelitian ini berjumlah 6 orang penjamah depot air minum dan 1 orang
petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas.
26
3. Member check
Member check merupakan respon yang diberikan oleh informan tentang data
yang diberikan oleh peneliti. Member check dapat dilakukan secara informal dan
formal (Utarini, 2020). Member check yang dilakukan dalam penelitian ini
secara formal dimana peneliti memberikan transkip wawancara kepada informan
untuk mengkonfirmasi kembali data yang telah diberikan.
I. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan persyaratan dan prosedur
yang berlaku dalam etika penelitian berupa:
1. Ethical clearance
Berupa surat keterangan persetujuan kelayakan etik dari Komisi Etik Penelitian
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
2. Research Permit
Mendapatkan izin penelitian dari Dinas Kesatuan, Bangsa dan Politik Kabupaten
Pringsewu Provinsi Lampung setelah mendapatkan rekomendasi izin
sebelumnya dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Mayarakat dan Keperawatan,
Universitas Gadjah Mada.
3. Informed Consent
Informed Consent digunakan untuk lembar persetujuan yang diberikan oleh
peneliti kepada informan dengan bentuk tertulis dengan tujuan menjelaskan
secara singkat tentang tujuan, manfaat, prosedur dan lamanya penelitian serta
hak yang di dapatkan oleh informan. Informan yang bersedia kemudian
menandatangani lembar persetujuan yang telah dibuat tanpa adanya unsur
pemaksaan.
J. Kesulitan & Keterbatasan Penelitian
1. Kesulitan penelitian
Dalam penelitian ini kesulitan yang dialami peneliti adalah lamanya respon
perizinanan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pringsewu yang ditujukan kepada
Puskesmas Ambarawa. Selain itu adanya kesibukan dari petugas Puskesmas
Ambarawa sehingga proses observasi yang dilakukan membutuhkan waktu yang
cukup lama.
27
2. Keterbatasan penelitian
Ketidaksesuaian jumlah depot yang dilakukan observasi dalam penelitian
yang seharusnya keseluruhan depot air kerawang di Ambarawa dengan jumlah
22 depot ternyata hanya dilakukan observasi ke 17 depot air kerawang
dikarenakan hanya depot air kerawang yang sudah dilakukan pendataan dan
pemeriksaan kualitas air minum oleh Puskesmas Ambarawa yang dilakukan
observasi.
Keterbatasan dana peneliti untuk melakukan pengujian kualitas air minum
kerawang sehingga peneliti menggunakan data sekunder pemeriksaan kualitas
air minum kerawang dari Pukesmas Ambarawa.
K. Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian melalui beberapa tahapan mulai dari tahap persiapan
dimana dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan, tahap pelaksanaan yaitu proses
penelitian berlangsung dan tahap akhir yaitu setelah penelitian dilakukan. Berikut
serangkaian kegiatan yang dilakukan pada proses penelitian:
1. Tahap Persiapan
Pada tahapan persiapan terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan sebelum
penelitian dilaksanakan. kegiatan tersebut berlangsung dari bulan Januari-Mei
2021
a. Penelitian diawali dengan melakukan penentuan topik penelitian, penelusuran
literatur, membuat judul, melakukan studi pendahuluan di 2 depot air kerawang
Ambarawa.
b. Penyusunan proposal tesis, konsultasi dengan pembimbing I dan II
c. Melakukan seminar proposal tesis
d. Pengajuan ethical clearance Persiapan instrumen penelitian
e. Mendapatkan surat ethical clearance
2. Tahap Pelaksaan
Pada tahapan pelaksanaan terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan saat
penelitian berlangsung dari bulan Mei sampai Juni 2021. Kegiatan tersebut
berupa:
28
29
30
disekitar depot sehingga jarak sumur dan lokasi depot sangat dekat. Jumlah sumur
yang dimiliki tergantung dari seberapa besar usaha depot air kerawang tersebut.
Sampai saat ini belum pernah ada yang melakukan pengujian kualitas dari air baku
tersebut. Pengujian kualitas air hanya dilakukan pada air yang sudah melalui proses
pengolahan.
2. Karakteristik informan
Informan dalam penelitian ini adalah penjamah dengan masa kerja lebih dari 6
bulan di depot air kerawang yang sudah melakukan pemeriksaan kualitas air minum
wajib yaitu parameter fisik, kimia dan biologi. Karakteristik informan digambarkan
dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Karakteristik informan
Karaterisktik Jumlah Informan Jumlah Informan
utama pendukung
Jenis kelamin
Laki-laki 6 -
Perempuan - 1
Umur
17-30 tahun 5 -
31-44 tahun - -
45-58 tahun 1 1
Pendidikan
SD 1 -
SMP 3 -
SMA/SMK 2 -
D1 - 1
Lama kerja
0,5 tahun-2 tahun 3 -
2,5 tahun-4 tahun 1 -
4,5 tahun-6 tahun 1 -
6,5 tahun-8 tahun - -
8,5 tahun-10 tahun 1 1
Teknik penentuan informan
Purposive sampling 6 1
Berdasarkan tabel 4.1 yaitu tabel karakteristik informan menunjukkan
keseluruhan informan utama yaitu 6 informan laki-laki dan 1 orang informan
perempuan sebagai informan pendukung. Kelompok umur terbanyak yaitu umur
17-30 tahun sebanyak 5 orang dan kelompok umur 45-58 sebanyak 2 orang.
Jenjang pendidikan terakhir penjamah terbanyak di jenjang SMP yaitu 3 orang
31
dan paling sedikit pada jenjang D1 yaitu 1 orang. Waktu lama bekerja paling
terbanyak yaitu pada rentang 0,5 tahun - 2 tahun yaitu 3 orang dan rentang waktu
paling sedikit pada rentang 4,5 tahun - 6 tahun sebanyak 1 orang. Penentuan
informan berdasarkan sesuai purposive sampling yaitu penjamah dari depot air
kerawang yang sudah melakukan pemeriksaan kualitas air minum dan lama kerja
lebih dari 6 bulan.
3. Temuan Penelitian
Temuan penelitian akan menyajikan data atau informasi yang didapatkan saat
penelitian dengan visualisasi menggunakan bagan temuan dan tabel temuan
a. Bagan Temuan
Bagan temuan merupakan data atau informasi yang diolah dengan
menggunakan open code 4.02 untuk menarik kesimpulan tema, kategori dan sub
kategori.
1) Lantai
1) Pengolahan 1) Parameter
2) Ventilasi
air 1) Perilaku 1) Program kimia
3) Saluran air
limbah 2) Filter mencuci tangan pemeriksaan 2) Parameter
4) Tempat 3) Alat 2) Pakaian kerja kualitas air biologi
Sampah sterilisasi 3) Pemeriksaan minum
5) Tempat Cuci 4) Pengisian kesehatan
tangan jerigen 4) Kursus higiene
Gambar 4.1
Bagan tema, kategori dan sub kategori
32
b. Tabel Temuan
Tabel temuan menyajikan data observasi dari 17 depot air kerawang. Terdapat
tabel terkait objek yang tidak memenuhi syarat pada masing masing aspek. Tabel
akumulasi dari observasi keseluruhan depot dimana tedapat 5 depot tidak
memenuhi syarat dan 12 depot memenuhi syarat. Serta tabel hasil pemeriksaan
kualitas air kerawang dimana terdapat 11 depot dengan hasil pH dibawah nilai
ambang batas dan 2 depot tercemar E.coli.
1) Tabel Hasil Observasi Aspek Higiene Sanitasi Depot Air Kerawang Yang Tidak
Memenuhi Syarat
Tabel 4.2
Hasil observasi higiene sanitasi sesuai aspek tempat, peralatan dan penjamah
depot air minum kerawang yang tidak memenuhi syarat (TMS)
Pada tabel 4.3 menunjukkan hasil akumulasi dari penilaian higiene sanitasi
depot air kerawang yang dilakukan sesuai dengan aspek tempat, peralatan dan
penjamah. Terdapat 5 (29,41%) depot kerawang yang tidak memenuhi syarat
(TMS) dan terdapat 12 (70,58%) depot air kerawang yang memenuhi syarat (MS).
3) Tabel hasil pemeriksaan kualitas air depot air kerawang
Tabel 4.4
Tabel hasil pemeriksaan kualitas air minum berdasarkan parameter kimia dan
biologi air minum kerawang yang tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan data
Puskesmas Ambarawa tahun 2020-2021
2) Ventilasi
Hasil observasi yang dilakukan bahwa terdapat 10 (55,82%) depot air
kerawang tidak memiliki ventilasi. Tidak tersedianya ventilasi dikarenakan depot
berada diruang terbuka.
Selain itu juga 3 dari 7 penjamah mengatakan bahwa depot tidak memiliki
ventilasi karena keadaan depot terbuka
“Ngga ada mba di sini ventilasinya” (laki-laki, 20, penjamah depot)
Hasil wawancara selaras dengan hasil observasi dimana depot yang tidak
memiliki ventilasi merupakan depot yang dibangun secara terbuka.
Hasil wawancara bahwa 3 dari 7 penjamah mengatakan saluran air limbah akan
bermuara ke sungai.
“…ngalir ke paritan terus ntar ngalir ke kali” (laki laki, 19 th, penjamah
depot)
Hasil wawancara tidak selaras dengan hasil observasi bahwa tidak terlihat
adanya sungai pada daerah depot kerawang.
“Bekas cucian jerigen ini masuk ke saluran air limbah … ngalir ke
samping pager luar ini, terus turun airnya ke kolam sawah depan ledeng
itu” (laki-laki, 23th, penjamah depot)
38
Hasil wawancara selaras dengan temuan saat observasi dimana terlihat bahwa
depot yang berada di pinggir jalan dan bersebrangan dengan sawah memiliki
saluran air limbah yang bermuara ke saluran irigasi sawah.
4) Tempat Sampah
Hasil observasi terdapat 16 (94,11%) depot air kerawang menggunakan tempat
sampah yang tidak sesuai dengan syarat karena menggunakan tempat sampah
terbuka.
Gambar 4.10
Salah satu tempat cuci tangan yang tersedia
Pada saat wawancara 2 penjamah mengatakan bahwa melakukan cuci tangan
karena tersedia tempat cuci tangan dan dilengkapi sabun.
“Tempat cuci tangan itu di depan ada mba, pake galon yang ada krannya
terus ya ada sabunnya” ( laki laki, 19 th, penjamah depot)
Pada saat wawancara 5 penjamah mengatakan melakukan cuci tangan pada
kran air minum yang sudah melalui proses pengolahan sebelum melayani
konsumen dan melakukan pengisian jerigen
“Ngga ada mba, ya paling kalo mau cuci tangan pake kran air ini aja gitu
langsung” (laki-laki, 20, penjamah depot)
b. Peralatan Depot Air Kerawang
Data yang diperoleh pada aspek peralatan menunjukkan bahwa pengolahan air,
filter, Alat sterilisasi, dan tempat pengisian jerigen tidak memenuhi syarat.
1) Pengolahan Air
Hasil observasi saat depot melakukan pegolahan air bahwa waktu yang
dibutuhkan tidak terlalu lama. Proses pengolahan air kerawang rata rata
40
keseluruhan depot hampir sama. Perbedaan hanya terletak pada alat pengolahan
yang digunakan.
Hasil wawancara penjamah mengatakan proses pengolahan air. alur proses
pengolahan air yaitu sumur-tandon-filter-karbon-uv-tandon-jerigen.
“Prosesnya itu kan dari sumur bor pake pompa terus masuk ke filter terus
ke tandon terus difilter lagi, terus masuk ke karbon terus ke filterisasi
terakhir terus ke sinar UV masuk ke tandon yang siap dimasukkan ke
jerigen atau galon galon gitu” (laki-laki, 23th, penjamah depot)
Hasil wawancara penjamah bahwa alur proses pengolahan air yaitu sumur-
tandon-filter-tandon-jerigen.
“…ya dari sumur terus di proses melalui filter filter trus habis itu baru
kita masukin kemasan kemasan itu kaya jerigen jerigen galon galon lalu
kita pasarkan” (laki-laki, 24th, penjamah depot)
2) Filter
Hasil observasi bahwa hampir seluruh depot air kerawang sebanyak 16
(94,11%) tidak menggunakan filter dengan ukuran yang berjenjang. Filter yang
digunakan yaitu filter dengan ukuran yang sama.
Dari hasil wawancara hampir semua penjamah mengatakan bahwa filter yang
Gambar 4.11
digunakan yaitu filter dengan ukuran diameter sama.
Alat filter yang digunakan seluruh depot air
“Sama aja mba semua ukuran filternya” (laki-laki, 26th, penjamah depot).
kerawang
Pernyataan penjamah didukung oleh hasil observasi yang dilakukan bahwa
setiap depot memiliki banyak filter tetapi keseluruhan filter berukuran sama.
3) Alat Sterilisasi
41
Hasil observasi yang dilakukan bahwa 6 (35,29%) depot air kerawang belum
menggunakan alat sterilisasi berupa sinar ultraviolet.
Gambar 4.14
Pengisian air dilakukan di atas kendaraan pengangkut air
Pada tema kualitas air minum depot kerawang akan membahas program yang
ada di Puskesmas Ambarawa sebagai usaha pemantauan dan pengawasan kualitas
air minum yang dihasilkan seluruh depot air kerawang dengan cara melaksanakan
program inspeksi kesehatan lingkungan dan pemeriksaan sampel air.
a. Program Pemantauan Kualitas Air Kerawang
1) Program Pemeriksaan Kualitas Air
Hasil wawancara pada informan pendukung bahwa terdapat program
pemeriksaan kualitas air minum isi ulang yaitu program Inspeksi Kesehatan
Lingkungan (IKL).
“…ada IKL…IKL air bersih termasuk sarana dan prasarananya dan
pemeriksaan sampel… (Perempuan, 47th, Petugas Puskesmas)
Penjamah mengatakan ada kegiatan pemeriksaan kualitas air minum yang
dilakukan oleh petugas Puskesmas Ambarawa.
“…ada uji lab mba sama bu atimah puskes” (laki-laki, 26th, penjamah
depot)
Hasil wawancara didukung oleh data arsip pemeriksaan kualitas air minum
yang ada di Puskesmas Ambarawa bahwa 17 depot air kerawang sudah melakukan
pemeriksaan kualitas air minum baik parameter fisik, kimia dan biologi.
b. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Kerawang
Data yang diperoleh pada hasil pemeriksaan kualitas air kerawang berdasarkan
parameter fisik, kimia dan biologididapatkan bahwa pH air dibawah standar baku
mutu dan terdapat dua depot yang tercemar bakteri E.coli.
1) Parameter Kimia
Informan pendukung mengatakan bahwa terdapat depot dengan hasil
pemeriksaan pH dibawah nilai ambang batas yang ditentukan.
“…masalahnya di pH itu rendah semua dibawah batas…”(Perempuan,
47th, Petugas Kesehatan Lingkungan)”.
Hasil wawancara didukung oleh data pemeriksaan kualitas air kerawang tahun
2020-2021 terdapat 11 (64,70%) depot air kerawang dengan hasil pemeriksaan pH
dibawah nilai ambang batas yang ditentukan.
46
2) Parameter Biologi
Hasil wawancara oleh informan pendukung bahwa hasil pemeriksaan kualitas
air minum tahun 2020-2021 bahwa terdapat depot air kerawang yang mengandung
E.coli.
“……jadi listriknya…alat Uvnya itu mati...ternyata di usut usut semuanya
gara gara listrik” (Perempuan, 47th, Petugas Kesehatan Puskesmas)”.
Hasil wawancara didukung oleh data pemeriksaan kualitas air kerawang tahun
2020-2021 terdapat 2 (11,76%) depot air kerawang yang tercemar E.coli yaitu depot
3 sebanyak 79 per 100ml sampel dan depot 6 sebanyak 26 per 100 ml sampel.
B. Pembahasan
1. Higiene Sanitasi Depot Air Kerawang
Data yang didapatkan dari hasil wawancara dan observasi pada tema higiene
sanitasi depot air kerawang digunakan untuk menjawab tujuan pertama penelitian
yaitu Menganalisis higiene sanitasi depot air kerawang menurut aspek tempat,
peralatan dan penjamah sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum.
Uji kredibilitas digunakan untuk memastikan keabsahan data yang digunakan
pada tema higiene sanitasi adalah dengan triagulasi metode dan member check.
Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara
penjamah dengan observasi depot air kerawang dan membandingkan hasil
wawancara petugas puskesmas dengan studi dokumentasi berupa arsip pemeriksaan
kualitas air kerawang. Member check dilakukan dengan cara menyerahkan transkip
wawancara baik penjamah dan petugas puskesmas.
a. Tempat Depot Air Kerawang
Lantai
52,94% Ventilasi
MS 46,66%
47,05% MS
TMS 58,82%
TMS
Tempat Cuci MS 0%
Tangan TMS 100%
Gambar 4.19
Faktor yang mengarah terhadap aspek tempat depot air minum
47
bersamaan saat sore hari sehingga saat siang depot dalam keadaan kotor dengan
sampah plastik yang berserakan.
Penjamah depot diharuskan melakukan pembersihan setiap kotor atau setiap
selesai bekerja dengan menggunakan sikat dan cairan pembersih lantai agar lantai
dapat selalu bersih, mencegah adanya vektor pengganggu dan seharusnya pemilik
mengganti keramik yang sudah retak untuk meminimalisir adanya cemaran fisik
terhadap air yang dihasilkan. Penjamah juga tidak membiarkan lantai dengan
keadaan tergenang untuk menghindari tumbuhnya lumut yang menyebabkan lantai
depot licin. Perlunya pengawasan internal dari pemilik usaha agar penjamah dapat
melakukan pembersihan lantai setiap hari sebagai salah satu usaha untuk menjamin
keadaan lantai tetap bersih, tidak tercemar dan tidak mengganggu estetika.
2) Ventilasi
Hasil observasi yang dilakukan bahwa dari 17 depot terdapat 10 (55,82%)
depot air kerawang tidak memiliki ventilasi. Tidak tersedianya ventilasi
dikarenakan depot berada diruang terbuka. Walaupun tidak memiliki ventilasi
depot memiliki pertukarang udara yang baik karena keseluruhan tempat terbuka,
sehingga tidak ada penghalang udara masuk. Tetapi keadaan depot yang terbuka
beresiko terjadinya pencemaraan yang akan berdampak pada kualitas air yang
dihasilkan.
Pada depot yang memiliki ventilasi seluruh ventilasi terlihat baik, bersih dan
dapat menjamin pertukaran udara dengan baik sehingga tidak terasa lembab yang
dapat mempengaruhi kenyamanan penjamah saaat bekerja.
Penjamah mengatakan bahwa pembersihan ventilasi hanya dilakukan saat
kotor saja. Saat observasi berlangsung terlihat ventilasi dalam keadaan bersih
walaupun hanya dilakukan pembersihan ventilasi saat kotor saja dan tidak pengap
karena ventilasi dapat menjamin pertukaran udara.
Penjamah lainnya mengatakan bahwa depot tidak memiliki ventilasi. Saat
observasi terlihat depot yang tidak memiliki ventilasi merupakan depot yang
dibangun secara terbuka. Seperti hanya berada di depan rumah dengan
perlindungan atap dan tidak terlindungi dinding.
49
sampah berserakan dan jatuh ke lantai dan masuk kedalam saluran air limbah dan
terjadi penyumbatan.
Keadaan saluran air limbah depot yang lain terlihat lancar tetapi seluruhnya
terbuka. Saluran air limbah selalu penuh dan lancar bersumber dari tumpahan air
saat melakukan pengisian galon dan sisa dari pencucian jerigen yang tidak pernah
berhenti.
Saluran limbah yang terbuka menyebabkan terjadinya genangan sehingga
dapat beresiko menjadi tempat perkembangbiakan vektor penyakit (Sukmawati et
al., 2018).
Keadaan saluran limbah yang terbuka dengan aliran air bersih yang bersumber
dari tumpahan saat pengisian dapat dimanfaatkan nyamuk Aedes aegypti untuk
berkembangbiak karena tempat perindukan nyamuk pada air yang bersih. Saluran
air limbah dapat dijadikan tempat untuk meletakkan telur nyamuk dan
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti (Anggraini dan Cahyati, 2017).
Saat observasi terlihat bahwa depot yang berada di pinggir jalan dan
bersebrangan dengan sawah memiliki saluran air limbah yang bermuara ke saluran
irigasi sawah.
Air limbah cuci jerigen yang mengandung bahan kimia jika terus menerus
dialirkan ke sawah maka akan mengurangi produktivitas panen karena limbah
deterjen akan menyebabkan peningkatan kadar fosfar yang dapat memicu
pertumbuhan alga yang tak terkendali sehingga dapat menutup permukaan air.
Pertumbuhan alga dapat menghambat sinar matahari sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman (Lestari dan Rohaeni, 2020).
Peningkatan air limbah deterjen selaras dengan peningkatan jumlah
pengolahan air kerawang. Air limbah deterjen tidak bisa langsung begitu saja
dialirkan ke badan air seperti sungai dan persawahan karena akan berdampak buruk
terhadap cemaran kualitas air, kualitas lingkungan dan mengganggu keindahan
(Almufid dan Permadi, 2020).
Seharusnya setiap depot air kerawang membangun saluran air limbah dengan
tertutup agar tidak mengganggu estetika dan tidak menjadi tempat berkembangbiak
vektor penyakit. Untuk meminimalisir dampak kesehatan dan lingkungan terhadap
51
limbah cair yang mengandung deterjen dapat dengan membuat bagunan instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) secara sentral.
Bangunan IPAL pada lokasi depot air kerawang dapat difungsikan sebagai
tempat pengolahan limbah air sehingga air lebih aman saat dibuang ke lingkungan
khususnya saat air limbah dibuang ke sawah.
4) Tempat Sampah
Hasil observasi pada saat pra observasi dan saat observasi tidak terjadi
perubahan dimana terdapat 16 (94,11%) depot air kerawang menggunakan tempat
sampah yang tidak sesuai dengan syarat karena menggunakan tempat sampah
terbuka. Setiap depot memanfaatkan barang bekas yaitu jerigen air dengan cara
dipotong pada bagian atas saja atau juga memotong jerigen menjadi 2.
Hampir seluruhan penjamah mengatakan bahwa tempat sampah yang
digunakan berupa jerigen yang sudah tidak tidak terpakai lagi karena lebih
menghemat biaya pengeluaran untuk membeli tempat sampah.
Saat observasi juga terdapat depot yang menggunakan karung dan terbuka
dengan alasan agar mudah diangkut sehingga sampah terlihat banyak dan
menumpuk. Terdapat depot dengan keadaan sangat berantakan dimana banyak
sampah seperti plastik segel dan tutup botol galon yang sudah tidak dipakai lagi
berceceran di lantai depot.
Tempat sampah yang terbuka sangat beresiko terhadap kesehatan karena salah
satu peranan penting dalam penyebaran penyakit. Selain itu juga akan beresiko
terhadap penurunan kualitas air minum yang dihasilkan (Mila et al., 2020).
Penjamah lainnya mengatakan bahwa sampah yang dihasilkan dibiarkan saja
sampai banyak kemudian dikumpulkan dan dibakar jika sudah kering. Saat
observasi berlangsung terdapat bekas membakar sampah plastik pada bagian pojok
depan depot air kerawang.
Penjamah mengatakan bahwa memusnahkan sampah dengan cara dibakar
merupakan pilihan yang tepat karna mudah dilakukan. Menurut Gusti et al (2020)
pembakaran sampah plastik merupakan hal yang sangat disayangkan dan berbahaya
karena menyebabkan kondisi atmosfer yang berubah karena banyaknya zat toksin
yang dihasilkan saat pembakaran sampah plastik.
52
cuci tangan juga tidak lengkap karena hanya tersedia air saja dan tidak tersedia
sabun. Saat melakukan observasi pada depot yang terdapat fasilitas cuci tangan
terlihat bahwa penjamah tidak melakukan cuci tangan terlebih dahulu saat melayani
konsumen.
Sedangkan 15 (88,23%) depot air kerawang tidak memiliki tempat cuci tangan
dilengkapi sabun dan air mengalir. Hasil observasi pada depot yang tidak tersedia
fasilitas tempat cuci tangan terlihat bahwa penjamah sama sekali tidak melakukan
cuci tangan saat akan melayani konsumen dan melakukan pengisian air pada
jerigen.
Pernyataan penjamah bahwa melakukan cuci tangan tidak terlihat saat
observasi berlangsung bahwa penjamah tidak melakukan cuci tangan terlebih
dahulu saat konsumen datang untuk mengisi air.
Cuci tangan yang dimaksudkan oleh penjamah yaitu cuci tangan dengan
membasuh tangan ke air saja. Penjamah menganggap jika tangan sudah dalam
keadaan basah maka sudah dapat dikatakan melakukan cuci tangan. Sedangkan cuci
tangan yang seharusnya yaitu dengan menerapkan langkah langkah cuci tangan
dengan benar dan menggunakan sabun dan air mengalir. Pada hal ini terlihat bahwa
penjamah kurang memahami pengetahuan tentang cuci tangan dan pentingnya
melakukan cuci tangan.
Seharusnya pemilik usaha depot air kerawang membuat satu tempat khusus
untuk cuci tangan yang dilengkapi sabun dan air mengalir yang dapat digunakan
oleh penjamah dan para konsumen yang datang untuk mendukung perilaku cuci
tangan penjamah dan konsumen. Selain Ketersedian tempat cuci tangan pemilik
usaha harus melakukan pengawasan dan memberikan pengetahuan terhadap
penjamah untuk selalu melakukan cuci tangan karena cuci tangan merupakan hal
yang sangat penting untuk dilakukan.
Kegiatan cuci tangan bertujuan untuk meminimalisir adanya kontaminasi air
yang akan berdampak pada kualitas air. Ketersedian tempat cuci tangan pada tempat
produksi minuman dan makanan merupakan fasilitas sanitasi yang sangat penting.
Penjamah harus melakukan kegitan cuci tangan sebelum kontak dengan minum dan
makanan. Selain itu juga penjamah harus melakukan cuci tangan setelah makan,
54
buang air besar dan buang air kecil. Kegiatan cuci tangan yang benar maka akan
mengurangi resiko adanya kontaminasi parameter biologi pada produk yang
dihasilkan (Ummah dan Adriyani 2019).
b. Peralatan Depot Air Kerawang
Aspek peralatan depot air kerawang yang
tidak memenuhi persyaratan
Pengolahan Filter
Air MS 5,88%
TMS 94,11%
Gambar 4.20
Faktor yang mengarah terhadap aspek peralatan depot air minum
tandon juga banyak. Rata rata air baku sudah melalui filter sebelum masuk ke dalam
tandon. Pengolahan akan berlangsung jika tandon air baku sudah penuh tetapi juga
terdapat depot yang melakukan pengolahan bersamaan dengan pengisian tandon air
baku.
Tahap ke dua air akan melalui alat karbon dengan tujuan untuk mengendapkan
bahan yang lolos dari filter air baku seperti pasir atau bahan yang lain.
Kenyataannya belum semua depot menggunakan alat karbon. Hanya terdapat
beberapa depot saja yang memiliki alat kabron.
Tahap ke tiga air akan melalui alat filterisasi, filterisasi yang digunakan pada
keseluruhan depot air kerawang lebih dari 3 filter tetapi kebanyakan menggunakan
filter dengan ukuran yang sama.
Tahap ke empat air akan melalui sinar ultra violet dan masuk ke tandon air
minum yang dijual pada konsumen. Untuk depot yang belum menggunakan
ultraviolet maka setelah proses filterisasi dapat langsung ke tandon siap jual.
Pengolahan air kerawang merupakan alur pengolahan dari air baku menjadi air
minum yang sudah layak dikonsumsi masyarakat. Menurut Permenkes Nomor 43
tahun 2014 bahwa setiap depot air minum harus menyediakan informasi mengenai
alur pegolahan air tetapi pada saat observasi tidak terdapat satupun depot air
kerawang yang memiliki alur pengolahan air. Penjamah hanya mengatakan secara
lisan saja dan tidak bisa menunjukkan standar operasional prosedur (SOP) yang
dibuat untuk pengolahan air setiap depot air kerawang.
Seharusnya pemilik usaha menyediakan alur pengolahan air minum sebagai
informasi untuk para konsumen. Perlu pengawasan internal dan eksternal terhadap
penjamah untuk melihat apakah pengolahan air yang dilakukan sudah sesuai dengan
alur yang dibuat atau belum untuk menjamin kualitas air minum yang dihasilkan.
Proses pengolahan air merupakan suatu proses untuk menghilangkan seluruh
jenis bahan pencemar baik fisik, kimia dan biologi agar air yang dihasilkan menjadi
produk air minum yang aman dan sehat. Alat yang digunakan untuk proses
pengolahan air yaitu tangki penampungan air baku, unit pengolahan air berupa
prefilter, karbon filter, filter lain dan alat desinfektan dan alat pengisian (Purba,
2015).
57
masuk ke pada tandon. Setelah keluar dari tandon air baku juga melewati banyak
filter filter yang dipasang sampai air bersih masuk ke dalam tandon siap jual.
Terdapat 6 (35,29%) depot yang hanya menggunakan filter saat melakukan
pengolahan air. sehingga unit yang digunakan saat melakukan pengolahan yaitu
tandon dan filter saja tanpa menggunakan alat sterilisasi ultraviolet.
Depot air kerawang yang hanya menggunakan filter untuk melakukan
pengolahan air menghasilkan produk air bersih. Air bersih disini adalah air yang
tidak dapat dikonsumsi secara langsung dibutuhkan proses perebusan terlebih
dahulu untuk dapat dikonsumsi. Biasanya air bersih digunakan untuk memasak dan
minum khusus untuk konsumen yang ingin merebus air kembali untuk memastikan
bahwa kualitasnya akan lebih baik jika melalui proses perebusan.
Dari hasil wawancara hampir semua penjamah mengatakan bahwa filter yang
digunakan yaitu filter dengan ukuran diameter sama. Pernyataan penjamah
didukung oleh hasil observasi yang dilakukan bahwa setiap depot memiliki banyak
filter tetapi keseluruhan filter berukuran sama.
Proses filterisasi atau penyaringan merupakan hal yang penting dilakukan
dalam pengolahan air minum. Fungsi filter digunakan sebagai penyaringan atau
pemisah kontaminasi tersuspensi dan memisahkan campuran yang berbentuk
koloid seperti mikroorganisme dalam air untuk menghindari adanya kotaminasi
yang akan mempengaruhi kualitas air minum yang dihasilkan (Walangitan et al.,
2016). Depot air minum isi ulang seharusnya menggunakan filter ukuran berjenjang
dengan tujuan agar penyaringan yang dilakukan semakin optimal (Sekarwati dan
Wulandari, 2016).
Seharusnya para pemilik depot mengganti filter yang digunakan dengan ukuran
berjenjang agar lebih efektif dalam penyaringan. Ukuran jenjang yang memnuhi
syarat yaitu ukuran diameter pori 10 µ, 5µ, 1µ dan 0,4µ (Wahyuni, 2017) dan selalu
melakukan pengecekan rutin untuk masa kadaluarsa dari filter yang digunakan.
Perlu adanya penambahan program untuk memantau dari masa berlaku dan
keefektifan peralatan pengolahan air secara bersama untuk memudahkan para
petugas. Misalnya pergantian filter dengan ukuran berjenjang secara serentak
59
sehingga pada waktu pemantauan petugas hanya melihat beberapa saja untuk
menyimpulkan keadaan keseluruhan filter di depot air kerawang.
3) Ultraviolet
Terdapat 6 (35,29%) depot air kerawang belum menggunakan alat sterilisasi
berupa sinar ultraviolet. Penjamah mengatakan bahwa sudah cukup menggunakan
filter karna filter yang digunakan dengan jumlah yang banyak sehingga penjamah
yakin kualitas air yang dihasilkan sudah sesuai dengan syarat. Faktor keterbatasan
dana karna harga untuk alat sterilisasi ultraviolet cukup mahal sehingga depot hanya
menggunakan filter saja.
Hasil observasi beberapa depot yang menggunakan alat ultraviolet bahwa alat
ultaviolet dapat bekerja dengan baik. Setiap depot memiliki merk yang berbeda-
beda, untuk lampu ultraviolet sendiri dapat bertahan 2-3 tahun. Jika ada kerusakan
mereka hanya melakukan servis pada bagian alat. Sedangkan untuk lampu saat mati
harus diganti dengan yang baru.
Produk air yang dihasilkan dari depot air minum yang melakukan pengolahan
air dengan menggunakan filterisasi dan sterilisasi berupa sinar ultra violet yaitu
menghasilkan produk air minum atau air steril. Produk air minum adalah air yang
sudah bisa langsung dikonsumsi konsumen tanpa memalui proses perebusan.
Terdapat juga depot yang memiliki alat ultraviolet tetapi saat dilakukan
observasi alat tersebut tidak berfungsi, penjamah beralasan bahwa sedang tidak
melakukan pengolahan sehingga indikator lampu tidak hidup. Tetapi kenyataannya
bahwa alat ultraviolet tersebut mengalami kerusakan. Saat ditanya kembali
penjamah mengatakan memang rusak dan mahal untuk biaya servis yang harus
dikeluarkan sehingga dibiarkan saja.
Depot yang belum menggunakan alat ultraviolet seharusnya menggunakan alat
ultraviolet untuk menjamin kualitas air minum. Ketersedian ultraviolet dapat
merubah produk air bersih menjadi air minum karena konsumen yang sibuk
cenderung memilih air minum dibandingkan air bersih karena tidak praktis dan
harus memerluarkan waktu perebusan jika ingin dikonsumsi.
Sinar ultraviolet berfungsi sebagai alat sterilisasi untuk mengolah air agar
kualitas air aman dan baik untuk dikonsumsi (Walangitan et al., 2016).Cara kerja
60
Seharusnya pemilik membuat tata ruang khusus yang terdiri dari tempat
pengisian air atau penyediaan air, tempat pengolahan air dan tempat tunggu
konsumen dalam ruangan yang tertutup untuk meminimalisir dampak resiko
kontaminasi.
Jika pemilik depot merasa membutuhkan dana yang besar untuk merenovasi
depot secara mandiri. Maka alternatif yang dapat dilakukan dengan cara
membangun tempat pengisian jerigen dengan ruang tertutup secara tersentral atau
per 5 depot sehingga dapat digunakan secara bersama.
Proses pengisian yang dilakukan di luar ruangan dan dilakukan tanpa
melaksanakan prinsip higiene sanitasi penjamah dapat menyebabkan resiko
kontaminasi air minum sehingga air minum yang dihasilkan tidak memenuhi syarat
kesehatan (Telan et al., 2015).
c. Penjamah Depot Air Kerawang
Aspek penjamah depot air Kerawang yang
tidak memenuhi persyaratan Pakaian
kerja
MS 5,88%
TMS 94,11%
Perilaku cuci
Tangan
MS 0%
TMS 100%
Kursus higiene
Pemeriksaan kesehatan
Sanitasi
penjamah
MS 64,11% 5,88%
MS
TMS 35,29% 94,11%
TMS
Gambar 4.21
faktor yang mengarah terhadap aspek peralatan
depot air minum
Berdasarkan Gambar 4.21 diketahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
higiene sanitasi depot air kerawang sesuai dengan aspek penjamah .
Faktor tersebut dipilih berdasarkan hasil observasi dengan perhitungan
persentasi tertinggi. Faktor penjamah yang tidak memenuhi syarat yaitu perilaku
cuci tangan, pakaian kerja, pemeriksaan kesehatan dan kursus higiene.
62
juga menjadi salah satu cara untuk menjamin kualitas air minum yang dihasilkan
(Faujia dan Adriyani, 2020).
2) Pakaian Kerja
Hasil pra observasi dan saat observasi terlihat sama bahwa penjamah tidak
mempraktikkan higiene. Terlihat hampir seluruh 16 (94,11%) penjamah tidak
menggunakan pakaian kerja khusus bahkan terdapat penjamah yang hanya
menggunakan pakaian tanpa lengan, melepas pakaian saat sedang bekerja,
merokok, tidak menggunakan sepatu, tidak menggunakan penutup kepala dan tidak
menggenakan penutup mulut saat bekerja.
Alasan penjamah membuka pakaian saat bekerja adalah keadaan cuaca yang
panas dan berkeringan sehingga tidak nyaman jika mengenakan baju. Penjamah
mengatakan bahwa mereka juga tidak mendapat teguran dari pemilik depot jika
melepas baju saat bekerja.
Alasan lain dari penjamah yaitu tidak difasilitasi baju kerja dari pemilik.
sehingga penjamah hanya menggunakan pakaian bebas dan santai.
Seharusnya penjamah lebih mempraktikkan perilaku higiene untuk
mempertahankan kualitas air yang dihasikan. Pemilik usaha harus memberikan
pakaian khusus untuk bekerja atau setidaknya penjamah diharuskan menggunakan
baju yang rapi dan bersih dan pemilik harus menegur penjamah yang saat bekerja
tidak menggunakan baju agar dapat mengurangi resiko kontaminasi dan tidak
menggangu estetika.
Selain pengunaan pakaian kerja yang bersih, penjamah harus menggunakan
sepatu, masker dan penutup kepala saat melakukan pengolahan air minum.
Penjamah yang tidak menggunakan pakaian dan menggunakan pakaian yang kotor
dapat mengganggu estetika bagi para konsumen dan dapat beresiko terjadi
kontaminasi air olahan, mesin dan peralatan (Syahril et al., 2020). Penggunaan
sepatu pada penjamah juga dapat meminimalisir adanya kutu air dan keselamatan
kerja penjamah. Penggunaan masker dan penutup kepala meminimalisir adanya
kontaminasi pad air berupa percikan ludah atau keringat.
Penjamah yang tidak melakukan perilaku higiene seperti tidak menggunakan
pakaian kerja yang sesuai saat bekerja beresiko terjadinya kontaminasi air minum
64
lain yang dapat beresiko menjadi faktor pencemaran air berupa penyebaran virus
dan bakteri (Syahril et al., 2020).
4) Kursus Higiene Sanitasi
Penjamah yang belum mengikuti kursus higiene sanitasi yaitu sebanyak 6
(35,29%) penjamah depot air kerawang. Ketidakikutsertaan pemilik dan penjamah
dalam kegitan kursus dengan alasan yang berbeda-beda seperti sibuk, tidak disuruh
pemilik, waktunya penyelenggaraan kurang tepat dan sudah pernah mengikuti
sebelumnya.
Sedangkan depot yang lain sudah dapat menunjukkan bukti sertifikat
mengikuti kursusu higiene baik pemilik dan penjamah. Sertifikat kursus higiene
sanitasi biasanya dipanjang pada dinding depot. Penjamah yang sudah mengikuti
kursus higiene sanitasi mengatakan dalam kegiatan kursus higiene yaitu
mempelajari pengolahan air minum agar air yang dihasilkan steril, pengenalan jenis
jenis alat sterilisasi, perizinan dan cara menjaga kebersihan depot.
Penjamah yang belum mengikuti kursus higiene sanitasi depot air minum maka
penjamah masih kurang pengetahuan bagaimana pentingnya perilaku higiene dan
sanitasi mempengaruhi kualitas air minum yang dihasilkan oleh depot air kerawang.
Seharusnya para stakeholder melakukan inspeksi pada seluruh depot air
kerawang terkait kelengkapan dokumen yang harus dimiliki salah satunya adalah
sertifikat mengikuti kursus higiene sanitasi untuk pemilik usaha dan penjamah
depot dan menindak secara tegas jika terdapat pemilik dan penjamah depot yang
belum mengikuti kursus higiene sanitasi.
Keterlibatan pemilik dan penjamah mengikuti kursus higiene sanitasi depot air
minum sangat penting karena akan berpengaruh terdapat sikap penjamah ketika
ingin menerapkan higiene sanitasi untuk meminimalisir kontaminasi dan menjaga
kualitas air dengan cara tidak merokok, tidak menggaruk-garuk badan, tidak bersin
dan batuk, dan tidak berbicara pada saat melayani konsumen (Rosmiaty et al.,
2019).
Setiap depot air minum harus memiliki izin usaha. Untuk mendaftarkan izin
usaha maka diperlukan sertifikat laik higiene sanitasi depot air minum untuk
persyaratan. Sertifikat tersebut dapat diperoleh ketika pemilik dan penjamah sudah
66
mengikuti kursus higiene sanitasi depot air minum diselenggarakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Sertifikat laik higiene depot air minum akan berlaku
selama tiga tahun dan harus diperpanjang dengan memuhi persyaratan yang berlaku
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Kepemilikan sertifikat laik higiene setiap depot belum dapat menentukkan
bahwa kondisi depot air dalam keadaan sehat dan memenuhi persyaratan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tahun 2014. Perlu
dilakukannya monitoring higiene sanitasi depot air minum oleh penanggung jawab
program seperti kesehatan lingkungan bahkan dinas kesehatan sesuai wilayah kerja.
Adanya monitoring secara berkala akan meningkatkan aspek higine sanitasi
meliputi tempat, perlatan dan penjamah sehingga air yang dihasilkan akan terjamin
keamanan dan yang akan mengkonsumsi juga terjamin kesehatannya (Faujia dan
Adriyani, 2020). Pernyataan ini di dukung oleh Purba (2015) bahwa adanya
pengawasan dan monitoring secara berkala dapat menghasilkan air yang layak
untuk dikonsumsi masyarakat luas dan tidak beresiko menimbulkan penyakit.
Pada tema kualitas air minum depot kerawang akan membahas program yang
ada di Puskesmas Ambarawa sebagai usaha pemantauan dan pengawasan kualitas
air minum yang dihasilkan seluruh depot air kerawang dengan cara melaksanakan
program inspeksi kesehatan lingkungan dan pemeriksaan sampel air.
Parameter
Parameter
Biologi
Kimia
35,29% MS 88,23%
MS 11,76%
64,70% TMS
TMS Program pemeriksaan
kualitas air kerawang
Gambar 4.22
Program pemeriksaan dan hasil pemeriksaan yang menentukan kualitas air
pemeriksaan kualitas air kerawang ialah untuk menjaga kualitas air minum yang
dikonsumsi masyarakat dalam kualitas baik dan tidak beresiko menimbulkan
adanya dampak penyakit bagi masyarakat luas. Penanggung jawab program
pemeriksaan kualitas air kerawang dilakukan oleh petugas kesehatan lingkungan.
Penanggung jawab bertugas untuk mengambil sampel setiap depot baik sampel
untuk pemeriksaan fisik, kimia dan biologi air minum. Selanjutnya sampel
diberikan ke laboratorium kesehatan daerah, ketika hasil sudah keluar maka hasil
tersebut diberikan lagi ke pemilik depot. Hasil yang sudah memenuhi syarat
menjadi salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin usaha dan perpanjang usaha
depot air minum dan jika terdapat hasil yang tidak memenuhi syarat akan dilakukan
penindaklanjutan.
Pentingnya pemeriksaan dan pengawasan terhadap kualitas air dikarena air
minum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran paling besar dalam
kehidupan masyarakat (Zikra et al., 2018).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
492/MENKES/Per/IV/2010 tentang Persyaratan kualitas air minum bahwa program
yang dilaksanakan meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian
kualitas air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium, rekomendasi dan tindak lanjut.
Keseluruhan program tersebut sudah dilakukan oleh Puskesmas Ambarawa untuk
menjaga kualitas air kerawang.
Penjamah mengatakan ada kegiatan pemeriksaan kualitas air minum yang
dilakukan oleh petugas Puskesmas Ambarawa untuk menjamin kualitas air minum
yang dihasilkan dengan keadaan yang baik dan aman untuk dikonsumsi secara luas.
Pernyataan penjamah didukung oleh data arsip pemeriksaan kualitas air minum
yang ada di Puskesmas Ambarawa bahwa 17 depot air kerawang sudah melakukan
pemeriksaan kualitas air minum baik parameter fisik, kimia dan biologi.
Respon penjamah berbeda-beda ketika ditanya berapa kali dalam setahun
pemeriksaan kualitas air dilakukan. Para penjamah ada yang mengatakan per 2
bulan sekali, per 3 bulan sekali, per 6 bulan sekali dan 1 tahun sekali. Hal ini tidak
dibenarkan oleh pernyataan penanggung jawab program pemeriksaan air minum.
Petugas mengatakan bahwa pemeriksaan hanya dilakukan saat ada desakan. Pihak
69
1) Parameter Kimia
Parameter kimia merupakan parameter wajib untuk pemeriksaan kualitas
minum. Pengambilan sampel air berdasarkan parameter kimia yaitu dengan
menggunakan satu sampel yang sama untuk pemeriksaan parameter fisika. Sampel
dimasukkan dalam botol plastik. Sampel yang diambil yaitu air yang sudah melalui
proses pengolahan sejumlah ± 1600 ml. Sampel kemudian diantarkan ke UPTD
Balai Laboratorium Kesehatan Lampung dan menunggu 15 hari kerja untuk hasil
pemeriksaan.
Parameter pengujian pada air kerawang pada UPTD Balai Laboratorium
Kesehatan Lampung mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 32 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu KesLing dan
Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene Sanitasi yaitu aluminium,
besi, fluoride, khlorida, mangan, nitrat, nitrit, pH, sulfat dan zat organik.
Pemeriksaan menggunakan kategori sederhana dengan acuan metode SNI-06-6989-
11-2004.
Informan pendukung mengatakan bahwa terdapat depot dengan hasil
pemeriksaan pH dibawah nilai ambang batas yang ditentukan. Pernyataan ini
didukung oleh data pemeriksaan kualitas air kerawang tahun 2020-2021 terdapat
11 (64,70%) depot air kerawang dengan hasil pemeriksaan pH dibawah nilai
ambang batas yang ditentukan.
Petugas puskesmas mengatakan bahwa ada intervensi yang dilakukan saat
banyak depot dengan hasil pengujian pH yang dibawah standar berupa memberikan
pengetahuan tentang efek buruk kesehatan karena mengkonsumsi air dengan pH
dibawah standar tetapi kenyataannya hasil pemeriksaan pH tidak ada perubahan
masih dibawah nilai ambang batas setiap melakukan pemeriksaan kualitas.
Tidak ada tindak tegas dari Dinas Kesehatan dimana dengan hasil pemeriksaan
pH rendah tetapi depot air kerawang masih bisa mendapatkan izin usaha dan
mendapatkan sertifikat laik higiene. Seharusnya dengan adanya depot yang belum
memenuhi syarat pada parameter kimia mendapat teguran dan sanksi dengan tidak
memperpanjang izin usaha dan memperpanjang sertifikat laik higiene karena salah
satu syarat untuk mendapatkan izin dengan melampirkan surat hasil pemeriksaan
71
kualitas air minum dari seluruh parameter dengan hasil sesuai dengan standar yang
ditentukan.
Saat melakukan wawancara dengan beberapa pemilik depot bahwa mereka
tidak memiliki alat ukur pH. Para pemilik depot juga seluruhnya sadar bahwa air
yang dihasilkan dengan pH yang rendah dibawah standar. Tetapi mereka
mengklaim bahwa pH yang rendah tidak mengubah rasa dari air minum kerawang
sendiri dan belum pernah juga ada efek yang ditimbulkan dari konsumsi air
kerawang.
pH yang kurang dari nilai ambang batas dapat menyebabkan senyawa kimia
berubah menjadi racun sehingga berdampak buruk pada kesehatan konsumen
(Andini, 2017). Standar hasil pemeriksaan pH yaitu 6,5-8,5. Kadar pH yang rendah
yaitu ≤ 6,5 maka bersifat asam. Air minum mengandung pH asam akan
menimbulkan korosi pada perpiaan dan dapat melepaskan tembaga, timah dan seng
sehingga air yang dihasilkan mengandung zat-zat tersebut. Zat tersebut membuat
rasa minuman asam (Syauqy dan Natasha, 2019). Tetapi kenyataannya saat peneliti
mencoba minum air kerawang pada lokasi depot dengan PH ≤ 6,5 air tidak berasa
asam melainkan tidak terasa rasa apapun.
Terdapat proses netrilisasi dari asam ke netral dapat menggunakan kapur atau
gamping. Selain berfungsi sebagai penetral air, pemberian kapur juga dapat
membatu pada proses pengolahan air selanjutnya lebih efektif (Alam dan Matalata,
2018).
2) Parameter Biologi
Parameter biologi merupakan parameter wajib pemeriksaan kualitas air
minum. Parameter biologi menunjukkan ada atau tidaknya mikroorganisme seperti
bakteri, virus, bakteri coli, bentos dan plankton yang terkandung dalam air minum
(Rosita, 2014).
Informan pendukung mengatakan pengambilan sampel biologi dilakukan
secara aseptis. Wadah yang digunakan untuk sampel biologi menggunakan botol
kaca khusus yang sudah steril. Air yang diambil untuk sampel pemeriksaan
parameter biologi adalah air yang sudah melalui proses pengolahan sejumlah 200
72
Untuk menghindari adanya kontaminasi bakteri pada air minum isi ulang
diperlukan pengawasan dan pengecekan secara berkala baik jarak sumber air
dengan septitank dan barang lain yang dapat menimbulkan pencemaran, peralatan
yang digunakan apakah sudah sesuai dengan syarat, mengawasi perilaku penjamah
dalam proses pengolahan air dan melakukan pemeriksaan kualitas secara berkala
sebagai upaya menjamin bahwa air yang dihasilkan tidak merugikan kesehatan
konsumen.
3. Rangkuman Temuan Penelitian
Pada rangkuman temuan penelitian akan membahas rangkuman berdasarkan
tujuan penelitian dan saran pengembangan untuk meminimalisir resiko
kontaminasi.
a. Rangkuman Temuan Berdasarkan Tujuan Penelitian
Data atau informasi yang diperoleh dinarasikan secara ringkas sesuai dengan
tujuan penelitian agar lebih mudah memahami hasil penelitian.
Tabel 4.5
Tabel temuan berdasarkan tujuan penelitian
No Tujuan Temuan Penelitian
76
menambahkan alat ultraviolet, merenovasi depot dengan membuat tata ruang
khusus untuk pengisian didalam ruangan tertutup. Aspek penjamah: pemilik harus
mengikuti kursus higiene sanitasi untuk menambah pengetahuan dan melakukan
pengawasan kepada penjamah saat bekerja secara berkala.
b. Penjamah air kerawang seharusnya menerapakan prilaku higiene sanitasi untuk
mecegah adanya kontaminasi agar kualitas air kerawang dapat terjamin
kualitasnya seperti melakukan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun
dan air mengalir setelah melakukan kegiatan apapun dan ketika ingin melayani
konsumen, menggunakan pakaian kerja yang bersih dan rapih, melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala minimal 1 tahun sekali untuk menjamin
keadaan penjamah sehat dan bebas dari penyakit menular dan tidak menjadi
pembawa kuman penyakit dan penjamah harus mengikuti kursusu higiene sanitasi
sehingga dapat menambah pengetahuan penjamah dalam melakukan pengolahan
air untuk memimalisir adanya resiko kontaminasi pada air minum yang
dihasilkan.
2. Kepada UPTD Puskesmas Ambarawa
a. Program inspeksi kesehatan lingkungan dilakukan setiap bulan sekali karena dari
hasil penelitian yang menunjukkan masih adanya depot yang tidak memenuhi
syarat pada aspek tempat, peralatan dan penjamah. Hal ini sebagai upaya untuk
menjamin kualitas air minum yang dihasilkan setiap depot air kerawang aman dan
sehat untuk dikonsumsi.
b. Mengharuskan depot air kerawang melakukan pemeriksaan kualitas air per 3
bulan untuk parameter biologi dan pemeriksaan parameter kimia dan fisika per 6
bulan sekali dan memberi sanki untuk depot yang tidak mengikuti aturan dan tidak
mau melaksanakan pemeriksaan khususnya untuk parameter biologi.
c. Untuk memudahkan petugas kesehatan lingkungan dalam melakukan pengawasan
seharusnya dibuatkan program serentak untuk periode pergantian alat pengolahan
air secara bersamaan misalnya persatu bulanan untuk filter air dan per2-3 tahun
untuk UV.
DAFTAR PUSTAKA
Adelodun, B. et al. (2021) ‘Assessment of socioeconomic inequality based on virus-
contaminated water usage in developing countries: A review’,
Environmental Research, 192(July 2020), p. 110309. doi:
10.1016/j.envres.2020.110309.
Ahmad Syauqy and Nyimas Natasha A.S (2019) ‘Hubungan Sumber Air Baku
dengan PH dan Total Disolved Solid (TDS) Air Minum yang Bersumber
dari Depot Air Minum Isi Ulang Kota Jambi’, Jmj, 7(2), pp. 184–189.
Alam, A. S. and Matalata, H. (2018) ‘PERANCANGAN ALAT PENGOLAHAN
AIR MINUM OTOMATIS PADA PROSES NETRALISASI Ph DAN
AERASI’, Journal of Electrical Power Control and Automation (JEPCA),
1(2), p. 33. doi: 10.33087/jepca.v1i2.8.
Almufid, A. and Permadi, R. (2020) ‘PERENCANAAN INSTALASI
PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) STUDI KASUS PROYEK IPAL
PT.SUMBER MASANDA JAYA DI KABUPATEN BREBES PROFINSI
JAWA TENGAH KAPASITAS 250 m2 / HARI’, Jurnal Teknik, 9(1), pp.
92–100. doi: 10.31000/jt.v9i1.2868.
Andini, N. F. (2017) ‘Uji Kualitas Fisik Air Bersih pada Sarana Air Bersih Program
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS)
Nagari Cupak Kabupaten Solok’, Jurnal Kepemimpinan dan Pengurusan
Sekolah, 2(1), pp. 7–16.
Anggraini, T. S. and Cahyati, W. H. (2017) ‘Perkembangan Aedes aegypti pada
berbagai pH air dan salinitas air’, Higeia Journal of Public Health Research
and Development, 1(3), pp. 140–150.
Apriliana, E., Ramadhian, M. and Gapila, M. (2014) ‘Bacteriological quality of
refill drinking water at refill drinking water depots in Bandar Lampung’,
Juke, 4(7), pp. 142–146.
Assagaff, F. (2018) ‘Uji Kandungan Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Pada Depot
Air Minum Isi Ulang (Damiu) Di Desa Wayame Kecamatan Teluk Ambon
Kota Ambon’, Global Health Science, 3(4), pp. 318–321.
Azwan, A. (1983) Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: PT Mutiara
Sumber Widya.
Azwar et al. (2020) ‘Escherichia Coli Content in Refill Drinking Water ( AMIU )
in Samatiga District , West Aceh Regency’, j-Kesmas, 7(2), pp. 6–11.
Badan Pusat Statistik (2020) Statistik Lingkungan Hidup Indonesia: Air Dan
Lingkungan.
Badan Standardisasi Nasional (2006) ‘SNI 01-3553-2006 Air minum dalam
kemasan’, p. 13.
Balitbangda Provinsi Lampung (2018) Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah Provinsi Lampung. Lampung.
Bisri, M. (2012) Air Tanah. Universitas Brawijaya Press.
Budiawan, R. D. (2018) ‘DPD Ingatkan Pemkab Pringsewu Jaga Kualitas Air
Kerawang’, Tribun Pringsewu. Available at:
https://lampung.tribunnews.com/2018/09/27/dpd-ingatkan-pemkab-
pringsewu-jaga-kualitas-air-kerawang.
78
79
Li, P. and Wu, J. (2019) ‘Drinking Water Quality and Public Health’, Exposure and
Health, 11(2), pp. 73–79. doi: 10.1007/s12403-019-00299-8.
Lin, S. D. and Lee, C. (2007) Water and Wastewater Calculations Manual 2nd
Edition. New York: McGraw-Hill Education.
Mairizki, F. (2017) ‘Analisis Higiene Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang (Damiu)
Di Sekitar Universitas Islam Riau’, Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah
Problema Kesehatan, 2(3), pp. 389–396.
Marsanti, A. S. and Widiarini, R. (2018) Buku Ajar Higiene Sanitasi Makanan.
Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.
Mays, L. W. (2004) Water distribution system handbook. USA: McGraw-Hill
Education.
Mekarisce, A. A. (2020) ‘Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data pada Penelitian
Kualitatif di Bidang Kesehatan Masyarakat’, Jurnal Ilmiah Kesehatan
Masyarakat, 12(33), pp. 145–151. Available at:
https://jikm.upnvj.ac.id/index.php/home/article/view/102/71.
Men, B. et al. (2019) ‘Research on hedging rules based on water supply priority
and benefit loss ofwater shortage-A case study of Tianjin, China’, Water
(Switzerland), 11(4), p. 778. doi: 10.3390/w11040778.
Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia (2004) Keputusan
Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
651/Mpp/ Kep/10/2004 Tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum Dan
Perdagangannya.
Mila, W., Nabilah, S. L. and Puspikawati, S. I. (2020) ‘Higiene dan Sanitasi Depot
Air Minum Isi Ulang di Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi
Jawa Timur : Kajian Deskriptif’, Ikesma, 16(1), pp. 7–15. doi:
10.19184/ikesma.v16i1.14841.
Navration, S., Nurjazuli and Joko, T. (2019) ‘Hubungan Desinfeksi Sinar
Ultraviolet (Uv) Dengan Kualitas Bakteriologis Air Minum Pada Depot Air
Minum Isi Ulang (Damiu) (Studi Di Kecamatan Pontianak Selatan Kota
Pontianak)’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 7(1), pp. 412–420.
Pandiangan, K., Huda, L. and Rambe, A. (2013) ‘Analisis Perancangan Sistem
Ventilasi Dalam Meningkatkan Kenyamanan Termal Pekerja Di Ruangan
Formulasi Pt Xyz’, Jurnal Teknik Industri USU, 1(1), pp. 1–6.
Patton, M. . (1999) ‘Enhancing the Quality and Credibility of Qualitative Analysis’,
Health services research, 34(5 Pt 2), p. 1189.
Prayitno, S. (2017) ‘Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Ditinjau Dari
Metode Disinfeksi Yang Digunakan Di Kabupaten Ngawi’, Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan, 13(3), pp. 133–139. doi: 10.26753/jikk.v13i3.231.
Purba, I. G. (2015) ‘Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Depot Air Minum
dalam Menjamin Kualitas Air Minum Isi Ulang’, Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 6(2), pp. 1–11.
Rachmawati, R., Muzajjanah, M. and Rustam, Y. (2017) ‘Deteksi Bakteri
Escherichia coli Dalam Air Minum Isi Ulang Yang Disterilisasi Ultraviolet
di Wilayah Kecamatan Jagakarsa’, Bioma, 11(1), p. 73. doi:
10.21009/bioma1101.8.
Rakness, K. L. (2005) Ozone in Drinking Water Treatment: Process Design,
81
Tan, V. (2014) ‘Hubungan Kondisi Lokasi dan Alat Perlengkapan pada Depot Air
Minum Isi Ulang dengan Kualitas Bakteriologi di Kabupaten Ende Tahun
2014’, Teknosiar, 8(1), pp. 35–41.
Telan, A. B., Agustina and Dukabain, O. M. (2015) ‘Kualitas Air Minum Isi Ulang
pada Depot Air Minum (DAMIU) di Wilayah Kerja Puskesmas Oepoi Kota
Kupang’, Jurnal info kesehatan, 14(2), pp. 962–971. Available at:
file:///C:/Users/REING/Downloads/259683-quality-of-drinking-water-
refrigeration-1171c789.pdf.
Ummah, M. and Adriyani, R. (2019) ‘Hygiene and Sanitation of Drinking Water
Depot and Microbiology Quality of Drinking Water in Ngasem Primary
Healthcare Area, Kediri, East Java’, Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(4),
p. 286. doi: 10.20473/jkl.v11i4.2019.286-292.
Utarini, A. (2020) Tak Kenal Maka Tak Sayang: Penelitian Kualitatif Dalam
Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: UGM Press.
Wahyuni, R. R. (2017) ‘Uji Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Pasir Penaraian
Kabupate Roka Hulu, Riau’, Menara Ilmu, XI(76), pp. 115–121.
Walangitan, M. R., Sapulete, M. and Pangemanan, J. (2016) ‘Gambaran Kualitas
Air Minum dari Depot Air Minum Isi Ulang di Kelurahan Ranotana-Weru
dan Kelurahan Karombasan Selatan Menurut Parameter Mikrobiologi.’,
Jurnal Kedokteran Komunitas Dan Tropik, 4(1).
WHO (2020) Drinking-Water World Health Organization Fact Sheets.
WHO (2020) World Health Organization Data.
Winarno, F. . (2016) Memanen Air Hujan: Sumber Baru Air Minum. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Wirawan, dr. I. M. C. (2013) Berbagi Tips Hidup Sehat Dengan Cara Sederhana
2. Noura Books.
Yudo, S. and Rahardjo, P. N. (2018) ‘Evaluasi Teknologi Air Minum Isi Ulang Di
Dki Jakarta’, Jurnal Air Indonesia, 1(3). doi: 10.29122/jai.v1i3.2353.
Zikra, W., Amir, A. and Putra, A. E. (2018) ‘Identifikasi Bakteri Escherichia coli
(E.coli) pada Air Minum di Rumah Makan dan Cafe di Kelurahan Jati serta
Jati Baru Kota Padang’, Jurnal Kesehatan Andalas, 7(2), p. 212. doi:
10.25077/jka.v7i2.804.
83
LAMPIRAN
84
Lampiran 1
LEMBAR PENJELASAN TENTANG PENELITIAN KEPADA
INFORMAN
Saya Ganis Ayu Winanti mahasiswa peminatan Kesehatan Lingkungan program
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat
dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada melakukan penelitian dengan judul
“ASPEK HIGIENE SANITASI DAN KUALITAS AIR MINUM DEPOT
KERAWANG DI DESA KRAWANGSARI, PRINGSEWU, LAMPUNG ”
Peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana aspek higiene sanitasi
yaitu aspek tempat, peralatan dan penjamah dan kualitas air minum kerawang
berdasarkan parameter biologi, fisik dan kimia. Peneliti ini membutuhkan penjamah
depot air kerawang sebagai informan penelitian, oleh karena itu mohon kesedian
Saudara/I untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
A. Kesukarelaan untuk mengikuti penelitian
Anda bebas memilih keikutsertaan dalam penelitian ini tanpa ada paksaan. Jika
anda sudah memutuskan untuk ikut, anda juga bebas untuk mengundurkan diri
tanpa ada sanksi. Jika ada tidak bersedia untuk berpartisipasi, maka tidak
berdampak terhadap hubungan dengan peneliti
B. Prosedur penelitian
Jika ada bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, anda diminta
untuk menandatangani lembar persetujuan sebanyak dua rangkap. Satu rangkap
untuk anda simpan dan satu rangkap untuk peneliti.
Prosedur selanjutnya adalah:
1. Anda diwawancarai oleh peneliti untuk menanyakan nama anda, usia, lama
kerja, nama depot air kerawang, nama pemilik depot air kerawang, alamat
depot air kerawang, lama beroperasi, lokasi air baku dan jarak dari sumber
baku.
2. Peneliti menjelaskan kembali tujuan dan manfaat peneliti kepada partisipan
3. Peneliti meminta ijin kepada partisipan untuk melakukan perekaman selama
wawancara mendalam
85
I. Informasi Tambahan
Saudara/I dapat menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan
penelitian. Jika sewaktu waktu membutuhkan penjelasan yang lebih lanjut
Saudara/I dapat menghubungi Ganis Ayu Winanti pada no. HP +62853-2739-
2851. Saudara/I juga dapat menanyakan terkait penelitian ini kepada Komite
Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kehatan
Mayarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Telp. (0274) 588688
pswt 17225 atau +62811-2666-869 atau email: mhrec_fmugm@ugm.ac.id
87
Lampiran 2
Ambarawa, Pringsewu….………2021
Saksi Yang membuat pernyataan
( ) ( )
88
Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN MEMBER CHECK
Ambarawa, 2021
Saksi Yang membuat pernyataan
( _________________________) (_________________________)
89
Lampiran 4
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK INFORMAN
UTAMA
Pertanyaan wawancara:
1. Berapa kali Saudara/I melakukan perawatan atau pembersihan sarana dan
prasarana depot air kerawang dalam sebulan?
a. Apakah ada perbedaan waktu dalam perawatan sarana dan prasarana yang
digunakan?
b. Untuk setiap tempat di didalam depot seperti lantai, dinding, atap,
pencahayaan, ventilasi dan pintu apakah ada perbedaan waktu perawatan?
2. Apakah saudara/I selalu mengecek untuk masa kadaluarsa setiap alat pengolahan
air yang digunakan?
a. Bila iya, apakah rutin untuk mengecek masa kadaluarsa?
b. Bila tidak, mengapa?
3. Apakah dilakukan pembersihan dan penggantian filter pengolahan air?
a. Bila iya, berapa lama pembersihan dan penggantian filter?
b. Bila tidak, mengapa?
4. Bagaimana proses pengolahan air minum dari awal sampai dapat dikonsumsi?
a. Proses pegolahannya membutuhkan waktu berapa lama?
b. Bagaimana menjamin kesterilan air yang dihasilkan?
5. Apakah saudara/I mendapatkan fasilitas pemeriksaan kesehatan secara berkala
yang diberikan oleh pemilik usaha?
a. Bila ada, pemeriksaan kesehatan apa saja yang biasa dilakukan?
b. Bila tidak, apakah saudara/I berinisiatif melakukan pemeriksaan kesehatan?
6. Apakah saudara berprilaku higine sanitasi setiap sebelum dan sesudah melayani
konsumen?
a. Jika iya, higiene sanitasi seperti apa yang ada lakukan?
b. Apakah hal itu rutin saudara/I lakukan?
c. Jika tidak, kenapa ada tidak melakukannya?
90
Lampiran 9
Tabel observasi dari Permenkes Nomor 43 tahun 2014 sudah dimodifikasi pada
bagian obyek yang diobserbavi sesuai dengan keadaan depot air kerawang dan
memodifikasi skor keseluruhan menjadi 45 sesuai cara perhitungan yang mengacu
dari Permenkes Nomor 43 tahun 2014.
Petunjuk pengisian:
1. Cara pengisian
Obyek yang memenuhi syarat diberikan tanda (√) dan obyek yang tidak
memenuhi persyaratan, kolom tersebut diberi tanda (×) pada kolom “tanda”.
2. Cara penilaian
Penilaian dengan cara menjumlahkan skor obyek yang memenuhi syarat yaitu
dengan cara menjumlahkan nilai yang bertanda (√).
Jika nilai pemeriksaan 45 atau lebih maka memenuhi persyaratan kelaikan fisik,
dan jika dibawah 45 maka tidak memenuhi persyaratan kelayakan fisik.
97
Lampiran 10: Tabel hasil observasi higiene sanitasi aspek tempat, peralatan dan
penjamah seluruh depot air kerawang sesuai dengan Permenkes RI Nomor 43
Tahun 2014
Lampiran 11: Standar nilai ambang batas yang digunakan untuk perbandingan parameter
pemeriksaan
NILAI AMBANG BAKU MUTU KUALITAS AIR MINUM
1) E.coli Jumlah 0
per 100
2) Total bakteri coliform ml 0
sampel
Jumlah
per 100
ml
sampel
2 Parameter fisik
1) Bau Tidak berbau
2) Warna TCU 15
3) Total zat padat terlarut (TDS) mg/l 500
4) Kekeruhan NTU 5
5) Suhu ⁰C Suhu udara ± 3
3 Parameter kimawi
1) Alminium mg/l 0,2
2) Besi mg/l 0,3
3) Fluoride mg/l 1,5
4) Kesadahan mg/l 500
5) Khlorida mg/l 250
6) Mangan mg/l 0,4
7) Nitrat , (sebagai NO3-) mg/l 50
8) Nitrit, (sebagai NO2-) mg/l 3,0
9) pH - 6,5-8,5
10) sulfat mg/l 250
11) zat organik mg/l 10
Lampiran 12: Tabel hasil pemeriksaan kualitas air berdasarkan parameter fisik, kimia
dan biologi seluruh depot air kerawang.
No Parameter Satuan Nilai Hasil pemeriksaan
ambang Sesuai NAB Melebihi
batas (NAB) NAB
N % N %
Parameter Fisik
1 Bau - Tidak berbau 17 100 0 0
2 Warna TCU 15 17 100 0 0
3 TDS Mg/l 500 17 100 0 0
4 Kekeruhan NTU 5 17 100 0 0
5 Suhu ⁰C Suhu udara 17 100 0 0
±3
Parameter Kimia
1 Alminium mg/l 0,2 17 100 0 0
Gambar 3. Lantai yang retak dan tidak landai Gambar 4. Dinding terlihat retak dan berlumut
Gambar 7. Kamar mandi depot Gambar 8. Saluran pembuangan air cuci jerigen
Gambar 9. Tempat sampah depot yang terbuka Gambar 10. Tempat cuci tangan
Gambar 12. Alat filter air Gambar 13. Tandon air tertutup
Gambar 14. Pencucian jerigen dan galon Gambar 15. Terdapat tutup galon yang bersih
Gambar 16. Penjamah tidak menggunakan pakaian kerja Gambar 17. Penjamah tidak mempraktikkan perilaku higien
yang memadai sanitasi
104
Gambar 18. Pengisian air minum dilakukan diluar Gambar 19. Salah satu sertifikat laik higiene depot ai
ruangan dan langsung diatas kendaraan angkutan kerawang
Gambar 20. Plastik yang digunakan untuk tutup jerigen Gambar 21. Penjamah merokok dan tidak berpakaian
Gambar 21. Sumur air baku kerawang Gambar 22. Depot dipenuhi sampah
105
Gambar 1. Wawancara kepada informan ke-1 Gambar 2. Wawancara kepada informan ke-2
Gambar 3. Wawancara kepada informan ke-3 Gambar 4. Wawancara kepada informan ke-4
Gambar 5. Wawancara kepada informan ke-5 Gambar 6. Wawancara kepada informan ke-6
106
Gambar 7. Wawancara kepada informan pendukung Gambar 7. Izin dengan salah satu pemilik depot
Gambar 8. Pemberian suvernir oleh peneliti Gambar 9. Pemberian suvernir oleh peneliti
Gambar 10. Pemberian suvernir oleh peneliti Gambar 10. Pemberian suvernir oleh peneliti