Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PROGRAM IMUNISASI

Program imunisasi merupakan salah satu upaya mencegah terjangkitnya penyakit


tertentu yaitu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) antara lain
Tuberkolosis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Polio dan Campak.
a. Definisi ( sumber Peraturan mentri kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2013
tentang penyelenggaraan imunisasi.)
Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah Suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti seseorang di berikan
kekebalan terhadap penyakit tertentu.
Definisi Vaksin
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi
dilemahkan, masih utuh atau bagianya telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang
telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang
akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.

b. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi yaitu
Dengan diberikan imunisasi seseorang tidak mudah tertular penyakit yaitu penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
Dengan diberikanya imunisasi dapat menurunkan angka morbiditas (angka
kesakiitan) dan mortalitas ( angka kematian) pada bayi dan balita.

c. Manfaat Imunisasi
Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan olehpenyakit dan kemungkinan
cacat atau kematian
Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan stres akibat anak sering sakit.
Mendorong keluarga untuk menciptakan kondisi bagi anaknya untuk menjalani masa
kanak-kanak yang ceria dan sehat.
Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
cerdas untuk melanjutkan pembangunan negara

d. Sasaran
Berdasarkan kelompok usia, sasaran terdiri atas :
Imunisasi rutin pada bayi (Hepatitis B, BCG, Polio, DPT/HB, dan Campak),
Imunisasi rutin pada anak Sekolah Dasar kelas 1 - 3 (DT, Campak, dan TT),
Imunisasi TT pada WUS (Wanita Usia Subur)

e. Penyelenggaraan
BerdasarkanPeraturan mentri kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2013 tentang
penyelenggaraan imunisasibentuk-bentuk penyelenggaraan imunisasi terdiri atas:
Imunisasi wajib
Imunisasi Pilihan

KEGIATAN IMUNISASI WAJIB


Kegiatan imunisasi wajib adalah kegiatan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
untuk seseorang sesuai kebutuhanya dalam rangka melindungi seseorang atau masyarakat
dan lingkunganya dari suatu penyakit menular tertentu.
yang termasuk ke dalam imunisasi wajib yaitu :
Imunisasi rutin
Imunisasi tambahan
Imunisasi khusus

1. Imunisasi rutin yaitu kegiatan imunisasai yang diselengarakan secara terus menerus
sesuai jadwal imunisasi rutin terdiri atas imunisasai dasar dan imunisasai lanjutan.
2. Imunisasi tambahan yaitu Kegiatan imunisasi tambahan adalah kegiatan imunisasi
khusus yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan, dan
atau evaluasi. Meskipun beberapa diantaranya telah memiliki langkah-langkah yang
baku, namun karena ditujukan untuk mengatasi masalah tertentu maka tidak dapat
diterapkan secara rutin.
Kegiatan imunisasi tambahan ini meliputi :
Backlog Fighting : upaya aktif untuk melengkapi imunisasi dasar pada anak yang
berumur di bawah 3 tahun pada desa yang tidak UCI (Universal Child
Immunization) selama 2 thn berturut-turut.
Crash Program : kegiatan yang ditujukan pada satu wilayah yang memerlukan
intervensi cepat untuk mencegah terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) pada desa
yang tidak UCI selama 3 tahun berturut-turut.
3. Imunisasi Khusus Imunisasi Khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilakukan
untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu seperti persiapan
keberangkatan calon Jemaah haji/umroh persiapan menuju Negara endemis penyakit
tertentu dan kondisi kejadian luar biasa

KEGIATAN IMUNISASI PILIHAN


Kegiatan imunisasi pilihan adalah kegiatan imunisasi untuk seseorang sesuai kebutuhanya
dalam rangka melindungi seseorang dari suatu penyakit menular tertentu.
Kegiatan imunisasi pilihan yaitu jenis imunisasai selain dari imunisasi yang diwajibkan
oleh pemerintah berdasarkan rekomendasi dari Komite Penasehat ahli Imunisasai
Nasional .
Jenis Imunisasi pilihan yaitu :
Imunisasi Haemafilus Inflenza tipe b
Pneumokokus
Rotavirus
Influenza
Varicela
Measles Mups Rubella
Demam Tipoid
Hepatitis A
Human Papiloma Virus (HPV)
Japanese Ensepalitis

JADWAL IMUNISASI

Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi

UMUR VAKSIN
0 bulan (0 7 hari) HB 0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT- HB1,Polio2
3 bulan DPT- HB2, Polio3
4 bulan DPT -HB3, Polio4
9 bulan Campak

Untuk bayi yang lahir di RS/Pusk/RB/Rumah oleh tenaga kesehatan, maka Imunisasi HB 0
harus segera diberikan dalam 24 jam pertama kelahiran. Pada RS yang mempunyai jumlah
sasaran yang cukup besar dan tempat penyimpanan vaksin (lemari es), imunisasi BCG dan
Polio1 dapat diberikan sebelum bayi pulang ke rumah (usia 0 bulan).
Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Anak SD & Yang Sederajat

IMUNISASI PEMBERIAN DOSIS


ANAK SEKOLAH IMUNISASI
Kelas 1 DT 0,5 cc
Campak 0,5 cc
Kelas 2 Td (Tetanus Difteri) 0,5 cc
Kelas 3 Td (Tetanus Difteri) 0,5 cc

Setelah mendapat imunisasi dasar lengkap pada saat bayi, seorang anak membutuhkan
imunisasi lanjutan pada saat usia sekolah dasar, yaitu campak dan DT dan pada siswa Kelas 1
dan imunisasi Td pada siswa kelas 2 dan 3. Pemberian Imunisasi diberikan dalam kegiatan
Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) yaitu pada imunisasi Campak dilaksanakan pada bulan
Agustus sedangkan imunisasi DT dan Td pada bulan November.

Jadwal Pemberian Imunisasi Pada WUS

Imunisasi Pemberia Selang Waktu Masa Dosis


n Pemberian Perlindunga
Imunisasi Minimal n
T1 - - 0,5 cc
T2 1 bulan setelah T1 3 tahun 0,5 cc
TT WUS T3 6 bulan setelah T2 5 tahun 0,5 cc
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun 0,5 cc
T5 1 tahun setelah T4 25 tahun 0,5 cc

Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi Tetanus, yaitu pada saan ANC.
Pemberian imunisasi tidak perlu dilakukan apabila sudah dilakukan imunisasi lengkap (T5) yang
dibuktikan dengan buku KIA.
Program imunisasi pada ibu hamil dilaksanakan dalam rangka komitmen Indonesia untuk
melaksanakan Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) yaitu program eliminasi
tetanus pada neonates dan wanita usia subur termasuk ibu hamil.dikatakan tereliminasi jika
terdapat kurang dari satu kasus tetanus neonatal per 1000 Kelahiran hidup di setiap
kabupaten/kota.( sumber Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI edisi 23-30 April
2016).

Universal Child Immunization (UCI)


UCI adalah gambaran suatu darah dimana 80 % dari jumlah bayi ( 0 11 bulan) yang ada di
wilayah tertentu sudah mendapat imunisasi dasar lengkap.
A. PELAYANAN IMUNISASI
Pelayanan imunisasi yang baik dan berkualitas ditentukan oleh tiga hal yaitu dari mulai
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dari pelayanan imunisasi tersebut.

a. PERENCANAAN
Sebelum memulai pelayanan imunisasi maka ada beberapa persiapan yang harus dilakukan
oleh pemberi layanan imunisasi, meliputi:

1. Persiapan Logistik
Untuk memenuhi kebutuhan logistik di posyandu, bidan menyampaikan jadwal dan jumlah
sasaran imunisasi per antigen kepada kordinator imunisasi (Korim). Korim akan
menyiapkan kebutuhan vaksin, alat suntik vaksin dan alat suntik oplos dan kotak
pengaman untuk posyandu. Jenis peralatan yang diperlukan untuk pelayanan :
a. Vaccine carrier
Alat ini adalah suatu wadah yang digunakan untuk mengirim/membawa vaksin dari
Puskesmas ke Posyandu. Vaccine carrier biasanya juga digunakan untuk
pengambilan vaksin ke kabupaten.
b. Cool Pack / Kotak dingin cair
Adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air kemudian
didinginkan dalam lemari es dengan suhu +20C s/d +80C selama minimal 12 jam
yang berfungsi untuk mempertahankan suhu dalam pengiriman vaksin.
c. Vaksin, Pelarut dan penetes
Jumlah vaksin yang diperlukan dalam pelayanan imunisasi harus sama dengan
jumlah pelarutnya begitu juga dengan jumlah penetesnya (untuk vaksin polio)
d. Alat suntik sekali pakai (ADS)
e. Safety box (Kotak Pengaman)
f. Kapas basah dan wadah
g. Bahan penyuluhan (Poster, Leaflet, dll)
h. Alat tulis (kertas, pensil dan pena)
i. Kartu-kartu imunisasi (KMS, Kartu TT, Buku KIA)
j. Kohort/Register
k. Plastik Sampah/Tempat sampah
l. Air dalam wadah dan sabun untuk cuci tangan
m. Handuk kecil untuk mengeringkan tangan

2. Mengeluarkan Vaksin dan Pelarut dari Lemari es


a. Sebelum membuka pintu lemari es, tentukan berapa banyak botol vaksin yang
dibutuhkan untuk pelayanan.
b. Catatlah suhu di dalam lemari es. Jangan terlalu sering membuka pintu lemari es dan
meninggalkan pintu lemari es terbuka.
c. Dari lemari es, pilih dan gunakan vaksin dengan urutan sebagai berikut:
Vial vaksin yang sudah terpakai tetapi tetap tersimpan pada lemari es (lihat ketentuan
vaksin yang sudah dipakai)
Ampul/botol vaksin tertutup yang telah dibawa ke pelayanan keluar (outreach) hari
sebelumnya.
Vaksin dengan VVM kondisi B atau mulai berubah dari A ke B
Vaksin-vaksin yang dulu masuk lemari es yang belum melewati tanggal kadaluarsa.

3. Memeriksa apakah vaksin aman diberikan


Sebelum memberikan vaksin, petugas harus melakukan:
1. Periksa label vaksin dan pelarut. Jika label tidak ada, jangan pergunakan vaksin atau
pelarut tersebut.
2. Periksa tanggal kadaluarsa. Jangan pergunakan vaksin dan pelarut jika tanggal
kadaluarsa telah lewat.
3. Periksa alat pemantau vaksin (VVM). Jika vaksin sudah mencapai kriteria C & D,
jangan pergunakan vaksin tersebut.

pUntuk keadaan pada No. 1, 2, dan 3, vaksin dikembalikan ke kordinator imunisasi di


Puskesmas.

Gambar 1
Alat pemantau vaksin (VVM)
yang menunjukkan tahap-tahap yang berbeda

Kondisi A : Vaksin dapat digunakan bila belum kadaluarsa

Kondisi B : Gunakan vaksin terlebih dahulu bila belum kadaluarsa

Kondisi C : Jangan gunakan vaksin

Kondisi D : Jangan Gunakan Vaksin


4.Periksa alat pemantau suhu beku dalam lemari es. Jika indikator ini menunjukkan adanya
pembekuan atau anda menduga bahwa vaksin yang sensitif beku (vaksin HepB, DTP/HB,
DT, TT,) telah membeku, anda sebaiknya melakukan uji kocok

4. Menyiapkan Vaccine Carrier


Masukkan kotak dingin cair (cool pack) ke dalam vaccine carrier. Masukkan vaksin dan
pelarut ke dalam vaccine carier dan tutup rapat-rapat. Selama pelayanan imunisasi, tetaplah
menyelipkan botol-botol terbuka di tengah-tengah bantalan busa yang berada diatas vaksin
carier. Bantalan busa juga menjaga vaksin yang ada dalam vaccine carrier tetap dingin.
Jangan menutup vaksin dengan es.

5. Menyiapkan tempat kerja


a. Pelayanan imunisasi di dalam fasilitas kesehatan (komponen statis)
Ruangan yang anda tetapkan untuk pelayanan imunisasi harus:
mudah diakses
tidak terkena langsung oleh sinar matahari, hujan atau debu;
cukup tenang
Gambar 3
Mengatur pelayanan imunisasi
Petugas kesehatan sebaiknya merencanakan tata letak ruang kerja imunisasi, sehingga:
Jika memungkinkan, tersedia satu meja terpisah untuk imunisasi dan satu meja lagi
untuk memeriksa kesehatan jika bersamaan dengan vaksinasi.
Petugas kesehatan berada diantara bayi dan semua jarum atau benda-benda tajam.
Setiap orang yang memberikan suntikan memiliki kotak keselamatan sendiri di
tempat-tempat ramai.
Petugas kesehatan dapat membuang jarum-jarum bekas tanpa meletakkan atau
mondar-mandir membawa jarum-jarum ini.
Hanya satu anak dengan orang tua (atau orang yang akan divaksinasi) yang berada
dekat ruang kerja imunisasi.
Peralatan untuk mencuci tangan diletakkan di samping meja imunisasi. Petugas
kesehatan harus mencuci tangan mereka sebelum memberikan imunisasi yang pertama
dan bila menyentuh kotoran atau darah.
Petugas kesehatan dapat menghitung vaksin yang diberikan segera setelah vaksin
diberikan.

b. Pelayanan Imunisasi di Lapangan (outreach)


Jika di dalam gedung maka harus cukup terang dan cukup ventilasi.
Jika di tempat terbuka dan di dalam cuaca yang panas, tempat itu harus teduh.

Dalam mengatur tempat imunisasi, pastikan bahwa:


pintu masuk terpisah dari pintu keluar sehingga orang-orang dapat masuk dan keluar dari
pelayanan dengan lebih cepat dan mudah;
tempat menunggu bersih, nyaman dan dalam cuaca yang panas, tidak terkena sinar
matahari;
mengatur letak meja dan menyiapkan perlengkapan yang diperlukan; melaksanakan
kegiatan system 5 meja yaitu pelayanan terpadu yang lengkap yang memberikan
pelayanan 5 program (KB, KIA, Diare, Imunisasi dan Gizi);
jumlah orang yang ada di tempat imunisasi atau tempat lain dibatasi sehingga tidak penuh
sesak;
segala sesuatu yang anda perlukan berada dalam jangkauan atau dekat dengan meja
imunisasi anda.

b. PELAKSANAAN PELAYANAN IMUNISASI

1. Penyuluhan Sebelum dan Sesudah Pelayanan Imunisasi


Penyuluhan yang diberikan berisikan tentang kegunaan imunisasi, efek samping dan cara
penanggulangannya serta kapan dan dimana pelayanan imunisasi berikutnya akan
diadakan.

Pedoman dalam memberikan penyuluhan kepada sasaran di tempat pelayanan imunisasi :


Ucapkan rasa terima kasih kepada orang tua dan sasaran WUS atas kedatangannya
ke pelayanan imunisasi dan atas kesabaran mereka mau menunggu.
Jelaskan dengan bahasa sederhana tentang penyakit-penyakit yang bisa dicegah
dengan vaksin.
Jelaskan efek samping imunisasi dan apa yang harus dilakukan terhadap efek
samping ini. Beritahukanlah kepada orang tua tentang bagaimana menyampaikan
kapan mereka perlu membawa bayi ke pusat kesehatan atau rumah sakit jika
timbul efek samping hebat yang jarang terjadi.
Jika imunisasi merupakan satu dosis vaksin yang harus diberikan secara berurutan,
jelaskan bahwa bayi harus menerima imunisasi lengkap secara berurutan agar bisa
mendapatkan perlindungan penuh. Gunakan grafik pada kartu imunisasi sebagai
pedoman, dan ucapkan selamat kepada ibu jika bayi telah menerima semua vaksin
secara berurutan.
Tulis tanggal untuk imunisasi berikutnya pada kartu, dan beritahukanlah tanggal
ini kepada orang tua sejelas mungkin. Cobalah menghubungkan tanggal ini dengan
hari libur atau peristiwa penting setempat yang akan membantu mereka mengingat
kapan harus kembali.
Beritahukanlah kepada orang tua kapan dan dimana harus pergi untuk menerima
imunisasi bayi dan suplemen vitamin A berikutnya.
Jika orang tua dan bayi tidak bisa datang pada tanggal tersebut, jelaskan alternatif
tanggal dan waktu.
Beritahukanlah kepada sasaran WUS berapa kali lagi, kapan dan dimana mereka
harus kembali untuk mendapatkan perlindungan penuh terhadap tetanus.
Ingatkan sasaran WUS untuk selalu membawa kartu imunisasi TT mereka setiap
datang ke tempat pelayanan imunisasi.
Jika sasaran telah terlewatkan beberapa dosis, jangan memarahi orang tua dan
sasaran WUS, tetapi jelaskan mengapa mereka perlu diimunisasi secara lengkap
dan jelaskan bahwa anda akan memberikan (sebanyak mungkin) semua dosis yang
kelewatan selama pelayanan. Mintalah pula kepada mereka untuk datang tepat
waktu untuk imunisasi berikutnya (juga berikan janji).
Beritahu orang tua dan sasaran WUS tentang setiap kampanye yang akan
dilakukan.
Tanyakan kepada orang tua dan sasaran WUS apakah ada pertanyaan.
Pastikan bahwa anda mengulang setiap pesan ini lebih dari satu kali jika dianggap
perlu.

Kontra Indikasi Pemberian Imunisasi:


Anafilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang hebat merupakan kontra indikasi mutlak
terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas > 380C merupakan
kontraindikasi pemberian DPT/HB1 dan campak.
Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala
AIDS, sedangkan vaksin lainnya sebaiknya diberikan.
Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit,
jangan berikan imunisasi. Mintalah ibu untuk kembali lagi jika bayinya sudah sehat.

Bayi yang mengalami kondisi ini sebaiknya diimunisasi:


Alergi atau asma (kecuali jika diketahui ada alergi terhadap komponen khusus dari vaksin
yang disebutkan di atas);
Sakit ringan seperti infeksi saluran pernafasan atau diare dengan suhu dibawah 38,50c;
Riwayat keluarga tentang peristiwa yang membahayakan setelah imunisasi;
Pengobatan antibiotik;
Sakit kronis seperti penyakit jantung kronis, paru-paru, ginjal atau lever;
Kondisi syaraf stabil seperti kelumpuhan otak karena luka atau downs syndrome;
Sebelum atau pasca operasi
Kurang gizi;
Riwayat sakit kuning pada kelahiran.

2. Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat
suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta,
harapan, kebutuhan dan perasaan klien. Klien mempunyai hak untuk menerima dan menolak
satu metode pelayanan kesehatan bagi mereka. Konselor berkewajiban untuk membantu
mereka dalam membuat keputusan secara arif dan benar. Semua informasi tersebut harus
diberikan dengan bahasa dan istilah yang dimengerti oleh klien.
Sebagian besar informasi tersebut disampaikan pada tahapan konseling spesifik, yaitu tahapan
di mana klien tertarik dan ingin mendapatkan pelayanan imunisasi. Konseling spesifik
dilakukan setelah konseling awal atau pendahuluan dilakukan. Dalam konseling pendahuluan,
umumnya akan diberikan gambaran umum tentang imunisasi. Walaupun secara umum, tetapi
penjelasannya harus tetap obyektif, baik keuntungan maupun keterbatasan imunisasi. Apabila
klien tertarik dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang imunisasi, baru kemudian dirujuk ke
klinik/fasilitas pelayanan kesehatan.

Konseling untuk masalah imunisasi:


Mempersiapkan ibu terhadap apa yang dapat terjadi pada bayinya jika tidak mendapat
imunisasi. Beritahu ibu mengenai gejala-gejala dan masalah yang mungkin akan hilang
beberapa waktu.
Tanggapi secara serius keresahan ibu. Berikan keyakinan dan usulan praktis utuk
menangani masalah umum dalam imunisasi.
Bantu ibu untuk merencanakan serta mempersiapkan hal-hal yang diperlukan dalam
imunisasi

Contoh pesan yang dapat diberikan pada saat konseling:


INGAT!!!! 4 pesan penting yg perlu
disampaikan kepada orang tua
Walaupun bayi sakit/panas ringan, vaksin
1. Manfaat dari vaksin yang diberikan
aman dan perlu diberikan
(contoh: BCG untuk mencegah TBC)
2. Tanggal imunisasi dan pentingnya KMS Petugas juga dapat menyampaikan jadwal
disimpan secara aman dan bawa pada pemberian imunisasi seperti tabel berikut agar
saat kunjungan berikut klien mengetahui jadwal dan antigen yang
3. Apa akibat ringan dapat dialami, cara
diperlukan oleh bayinya.
mengatasi dan tidak perlu khawatir.
4. Tujuan: minimal 5 kali kontak untuk
3. Pemeriksaan Sasaran (Skrining) dan
menyelesaikan semua vaksinasi sebelum
Pengisian Register
hari ulang tahun (HUT) 1 tahun.
Setiap sasaran sebaiknya diperiksa dan diberi semua vaksin sesuai jadwal imunisasi.
Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu sebelum diputuskan vaksin mana dan dosis
keberapa yang akan diberikan
Jarak pemberian antar dosis vaksin (DPT/HB maupun Polio) minimal (paling sedikitnya)
4 minggu
Untuk imunisasi TT WUS:
o Jika memiliki kartu TT, berikan dosis sesuai dengan jadual pemberian TT nasional.
o Jika tidak memiliki kartu TT, tanyakan apakah ia pernah mendapatkan dosis TT di
masa lalu.
o Jika TIDAK: berikan dosis pertama TT dan anjurkan kembali sesuai dengan jadual
pemberian TT nasional.
o Jika YA: berapa banyak dosis yang telah diterima sebelumnya dan berikan dosis
berikutnya secara berurutan.

Perlindungan TT Jarak Minimal

0 tahun 1 1 bulan

3 tahun 2
6 bulan
5 tahun 3
12 bulan
10 tahun 4
12 bulan
>25 tahun 5
4. Penyuntikan yang Aman

b. PEMANTAUAN

Pemantauan kegiatan akhir pelayanan imunisasi meliputi:


1. Kegiatan Pada Tempat Pelayanan Statis
a. Menangani sisa vaksin :
Sisa vaksin Polio, TT, DT, DPT/HB dapat digunakan untuk pelayanan imunisasi
berikutnya, dengan ketentuan tetap disimpan pada suhu 2-80C
Sisa vaksin campak dan BCG yang sudah dilarutkan HARUS dibuang pada akhir
setiap pelayanan imunisasi atau setelah tiga jam untuk BCG dan setelah enam jam
untuk campak.

b. Membuang alat-alat suntik bekas


Alat suntik bekas harus dibuang kedalam kotak pengaman (safety box) tanpa menutup
kembali (no recapping)
Kotak pengaman jangan diisi terlalu penuh (3/4 bagian)
Kotak pengaman harus ditutup dan disimpan di tempat yang aman sampai
dimusnahkan
Vial/ampul bekas serta sampah lainnya, sebaiknya dibungkus dengan koran atau
masukkan ke kardus lain. Bila pemusnahan sampah medis belum dikelola secara
terpusat di kabupaten/kota maka puskesmas harus mengubur atau membakarnya.

2. Kegiatan Pada Tempat Pelayanan Lapangan


a. Membereskan vaccine carier
b. Memeriksa apakah termometer di dalam vaccine carier menunjukkan suhu di atas 80C,

vaksin sebaiknya dibuang kecuali kalau vaksin di dalam vaccine carier ini memiliki
VVM yang menunjukkan bahwa vaksin masih aman digunakan.
1. Sisa vaksin yang belum dibuka diberi tanda khusus untuk digunakan pada jadwal
pelayanan berikutnya
2. Semua sisa vaksin yang sudah dipergunakan pada komponen lapangan meliputi
posyandu, sweeping, BIAS atau pelayanan di luar gedung lainnya harus dibuang,
jangan dimasukkan kembali ke dalam lemari es.
3. Masukkan vial kosong dan vial terbuka dari vaksin-vaksin yang telah dicampur
dengan pelarut ke dalam wadah terpisah untuk dibawa ke tempat pembuangan.

c. Meninggalkan tempat pelayanan dengan keadaan bersih dan rapi


Tidak meninggalkan sesuatu yang bisa menjadi ancaman kesehatan bagi
masyarakat.
Mengumpulkan kotak pengaman yang berisi alat suntik auto-disable (AD) dan
sampah-sampah lainnya, dan mengubur atau membakar benda-benda ini di
tempat tersebut jika mungkin. Jika tidak mungkin, anda sebaiknya membawa
kotak pengaman dan sampah lainnya ke Puskesmas.
Tidak meninggalkan di tempat vial kosong atau terbuka.
Tidak meninggalkan di tempat semprit dan jarum bekas.
Mengembalikan meja, kursi dan perlengkapan lainnya ke pemilik.
Menyampaikan rasa terima kasih kepada orang-orang setempat yang telah
membantu mengadakan pelayanan dan mengingatkan mereka kapan anda akan
kembali lagi.

d. Mengembalikan vaksin ke dalam lemari es


Kembalikan vaksin-vaksin yang masih baik ke lemari es dan masukkan ke
dalam kotak yang diberi tanda gunakan pertama sehingga vaksin-vaksin
tersebut akan digunakan terlebih dahulu dalam pelayanan berikutnya.
Masukkan kotak dingin cair dari vaccine carrier ke dalam lemari es, dan
periksa serta catat suhu lemari es.

e. Membersihkan vaccine carier dengan kain basah dan memeriksa apakah terjadi keretakan pada
alat ini. Memperbaiki keretakan dengan plester. Sekali-sekali vaksin carier dapat juga dicuci
dengan sabun supaya tidak bau dan pengab, kemudian dikeringkan dengan
membalikkan/menengkurapkan vaccine carrier atau dilap kering.

f. Data yang terdapat pada kohort bayi dan ibu akan direkap oleh pengelola imunisasi Puskesmas

3. Pemantauan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi vaksin,
kesalahan prosedur, reaksi suntikan,
koinsidensi, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Komnas PP-KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam dua klasifikasi, yaitu:
1. klasifikasi lapangan menurut WHO Western Pacific (1999) untuk petugas kesehatan di
lapangan dan
2. klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 untuk telaah Komnas PP-KIPI

Klasifikasi Lapangan KIPI (WHO 1999)


Sesuai dengan manfaatnya dalam pencatatan dan pelaporan KIPI di lapangan maka Komnas
PP-KIPI memakai kriteria WHO Western Pacific untuk memilah KIPI dalam lima kelompok
penyebab, yaitu:

a. Kesalahan prosedur / teknik pelaksanaan ( programmatic errors)


Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah p dan teknik pelaksanaan
imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan, dan tata laksana
pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur
imunisasi, misalnya:
dosis antigen (terlalu banyak)
lokasi dan cara menyuntik
sterilisasi semprit dan jarum suntik
jarum bekas pakai
tindakan aseptik dan antiseptik
kontaminasi vaksin dan peralatan suntik
penyimpanan vaksin
pemakaian sisa vaksin
jenis dan jumlah pelarut vaksin
tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dll.)

Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat


kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.

b. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung maupun
tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misalnya rasa
sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi suntikan tidak
langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope.

c. Reaksi vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan reaksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih
dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan.
Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik
dengan risiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum
dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus,
perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk
kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan
ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.

d. Faktor kebetulan (koinsiden)


Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara kebetulan
saja setelah imunisasi. Salah satu indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada kelompok populasi setempat
dengan karakteristik serupa tetapi tidak mendapat imunisasi.

e. Penyebab tidak diketahui


Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah
satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu
informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat
ditentukan kelompok penyebab KIPI

Gejala Klinis KIPI


Gejala klinis KIPI dapat timbul secara cepat maupun lambat dan dapat dibagi menjadi
gejala lokal, sistemik, reaksi susunan syaraf pusat, serta reaksi lainnya (tabel dibawah). Pada
umumnya makin cepat KIPI terjadi makin berat gejalanya

Reaksi vaksin, interval kejadian dan perkiraan rasio KIPI

Pemantauan KIPI
Tujuan utama pemantauan kasus KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespon kasus
KIPI atau diduga kasus KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi
terhadap kesehatan individu dan terhadap program imunisasi. Hal ini merupakan indikator
kualitas program.

Bagian yang terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi kasus
KIPI atau diduga kasus KIPI secara lengkap agar dapat dengan cepat dinilai dan dianalisis
untuk mengidentifikasi dan merespon suatu masalah. Respon merupakan suatu aspek tindak
lanjut yang penting dalam pemantauan KIPI

Pelaporan KIPI
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pelaporan
1. Indentitas : nama anak, tanggal dan tahun lahir (umur), jenis kelamin nama rang tua dan
alamat harus jelas
2. Jenis v aksin yang diberikan, dosis, nomor batch, siapa yang memberikan. Vaksin sisa
disimpn dan diperlukan seperti vaksin yang masih utuh (perhatikan cold chain)
3. Nama dokter yang bertanggung jawab
4. Adakah KIPI pada imunisasi terdahulu
5. Gejala klinis yang timbul dan atau diagnosis (bila ada) bila tidak terdeteksi dalam
kolom tertulis. Pengobatan yang diberikan dan perjalanan penyakit, (sembuh, dirawat
atau meninggal). Sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan. Tulis juga apabila
terdapat penyakit lain yang menyertai
6. Waktu pemberian imunisasi (tanggal, jam)
7. Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui, berapa lama interval waktu antara
pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI
8. Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh
9. Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis)
10. Adakah tuntutan dari keluarga

Tatalaksana Kasus KIPI


Kepala Puskesmas atau Komda PP-KIPI dapat menganalisis data hasil pelacakan untuk
menilai klasifikasi kasus dan dicoba mencari penyebab kasus tersebut. Dengan adanya data
kasus, maka pada kasus ringan penanggulangan dapat diselesaikan oleh Puskesmas dan
memberikan pengobatan segera, Komda PP-KIPI hanya perlu diberikan laporan, dan yang
selanjutnya akan melakukan evaluasi. Apabila kasus tergolong berat, harus segera dirujuk
untuk pemeriksaan lebih lanjut dan pemberian pengobatan segera. Kasus berat yang masih
dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau kasus meninggal, dilakukan evaluasi ketat dan
apabila diperlukan Komda PP-KIPI segera dilibatkan.

4. Tindak Lanjut Drop Out

Program imunisasi dituntut untuk pelaksanakan ketentuan program secara efektif. Untuk itu
pengelola program harus dapat menjalankan fungsi koordinasi dengan baik. Ada dua macam
fungsi koordinasi, yaitu vertical dan horizontal. Kerjasama horizontal terdiri dari kerjasama
lintas program dan sektoral.

Berikut adalah dua sistem untuk menindaklanjuti drop out yang bisa digunakan dengan
mudah.

1. Menggunakan buku register imunisasi


Pada setiap akhir bulan, lalukan pengkajian ulang (review) terhadap buku register
imunisasi untuk mengidentifikasi sasaran yang gagal menerima dosis vaksin yang
seharusnya diberikan. Misalnya, jika bayi menerima dosis DPT/HB1 pada bulan
Februari, lakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah bayi ini menerima DPT/HB2
di bulan Maret.
2. Kartu peringatan (reminder card)
Cara lain untuk mengidentifikasi mereka yang gagal menerima imunisasi (drop out)
adalah membuat kartu peringatan, yang merupakan salinan dari kartu imunisasi.
Simpanlah salinan kartu imunisasi ini untuk pemberian vaksinasi bulan berikutnya.

Misalnya, bila bayi menerima DPT/HB1 pada bulan Januari, masukkan kartu peringatan
pada bulan Februari, bulan dimana DPT/HB2 harus diberikan. Pada bulan Februari, jika
bayi hadir ketika DTP/HB2 harus diberikan, lakukan update untuk kartu peringatan dan
masukkan kartu ini dalam bulan Maret ketika DTP/HB3 harus diberikan. Setiap bulan,
lakukan review terhadap kartu peringatan dan tindaklanjuti mereka yang tidak hadir ketika
vaksinasi harus diberikan termasuk kegiatan KIA lainnya.

Jika sasaran yang drop out ditindaklanjuti secara tetap setiap bulan, akan membuat tugas
menjadi lebih mudah. Cara menindaklanjuti sasaran yang drop out bisa langsung
menghubungi ibu atau meminta bantuan kepada anggota masyarakat seperti kader.
Misalnya, anda bisa memberikan daftar bayi dan ibu kepada tokoh masyarakat atau kader
yang kemudian memberitahu kepada ibu dan sasaran untuk kembali lagi guna menerima
dosis yang harus diberikan termasuk kegiatan KIA lainnya.

B. JENIS DAN SIFAT VAKSIN

Vaksin adalah suatu produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman (bakteri,
virus), atau racun kuman (toxoid) yang telah dilemahkan atau dimatikan dan akan
menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.

A. Jenis-jenis Vaksin dalam Program Imunisasi


Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di Indonesia adalah:

1. Vaksin Hepatitis B PID (Prefill Injection Device)


Diskripsi :
Vaksin hepatitis B-PID adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan
bersifat non-infecious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula
polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. (Vademecum Bio Farma Jan
2002)

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis
B.

Kemasan :
Vaksin hepatitis B adalah vaksin yang berbentuk cairan. 1 box vaksin hepatitis B PID
terdiri dari 100 HB PID.

Cara pemberian dan dosis :


Vaksin disuntikan dengan 1(buah) HB PID, pemberian suntikan secara intra muskuler,
sebaiknya pada anterolateral paha.
Pemberian sebanyak 1 dosis
Dosis diberikan pada usia 0-7 hari.

Efek Samping :
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat
penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

Kontraindikasi:
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain,
vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.

2. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine= OPV)


Diskripsi :
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. (Vademecum Bio Farma Jan
2002)

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis

Kemasan :
1 box vaksin terdiri dari 10 Vial. 1 vial berisi 10 dosis. Vaksin polio adalah vaksin yang
bebentuk cairan. Setiap vial vaksin polio disertai 1 buah penetes (dropper) terbuat dari
bahan plastik

Cara pemberian dan dosis :


Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali
(dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru

Efek Samping :
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000; Bull WHO
66 : 1988)

Kontraindikasi:
Pada individu yang menderita immune deficiency. Tidak ada efek yang berbahaya
yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada
keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan
setelah sembuh

3. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)


Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa. Kemasan :
Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin.
Setiap 1 ampul vaksin dengan 4 ml pelarut.

Cara Pemberian dan Dosis:


Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan dengan
menggunakan alat suntik steril (ADS 5 ml).
Dosis pemberian : 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus
deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml.

Kontraindikasi:
Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti: eksim, furunkulosis dan
sebagainya.
Mereka yang sedang menderita TBC.

Efek samping:
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2
minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang
berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan,
akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi
pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak sakit dan
tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan
menghilang dengan sendirinya.

4. Vaksin DPT HB
Diskripsi :
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan
pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus
yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious. (Vademecum Bio Farma
Jan 2002)

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis
B

Kemasan :
1 box vaksin DPT-Hepatitis B vial terdiri dari 10 vial @ 5 dosis. Warna vaksin putih
keruh seperti vaksin DPT

Cara pemberian dan dosis :


Pemberian dengan cara intra muskuler, 0,5 ml sebanyak 3 dosis
Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1
bulan)

5. Vaksin Campak
Diskripsi : Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis
( 0, 5 ml ) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan
tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin.
(Vademecum Bio Farma Jan 2002)

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak

Kemasan :
1 box vaksin terdiri dari 10 Vial
1 vial berisi 10 dosis
1 box pelarut berisi 10 ampul @ 5 ml
Vaksin ini berbentuk beku kering

Cara pemberian dan dosis :


Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan pelarut
steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas, pada usia 9
11 bulan

Efek Samping:
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang
dapat terjadi 8 12 hari setelah vaksinasi.

Kontraindikasi:
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma

6. Vaksin DT
Diskripsi : Vaksin jerap DT (Difteri dan Tetanus) adalah vaksin yang mengandung
toxoid difteri dan tetanus yang telah dimurnikan (Vademecum Bio Farma Jan 2002)

Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus

Kemasan :
1 box vaksin terdiri dari 10 Vial
1 vial berisi 10 dosis
Vaksin DT adalah vaksin yang bebentuk cairan

Cara pemberian dan dosis :


Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi
homogen
Disuntikan secara intramuskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun. Untuk usia 8 tahun atau lebih dianjurkan
imunisasi dengan vaksin Td.

Efek Samping :
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara,
dan kadang-kadang gejala demam.

Kontraindikasi:
Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT

7. Vaksin TT
Diskripsi :
Vaksin jerap TT (Tetanus Toksoid) adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang
telah dimurnikan dan terabsorbsi kedalam 3 mg/ml aluminium fosfat.Thimerosal 0,1
mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi
sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir
dengan mengimunisasi WUS (Wanita Usia Subur) atau ibu hamil, juga untuk pencegahan
tetanus pada ibu bayi. (Vademecum Bio Farma Jan 2002)

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus

Kemasan :
1 box vaksin terdiri dari 10 Vial
1 vial berisi 10 dosis
Vaksin TT adalah vaksin yang berbentuk cairan

Cara pemberian dan dosis :


Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi
homogen.
Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer yang disuntikkan
secara intramuskular, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan interval minimal 4 minggu.

Efek Samping :
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala
demam.

Kontraindikasi:
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT
A. Sifat Vaksin
Sifat vaksin dapat digolongkan berdasarkan kepekaan/sensitifitasnya terhadap suhu yaitu:

1. Vaksin yang sensitif terhadap beku ( Freeze sensitive= FS) yaitu golongan vaksin
yang akan rusak bila terpapar/terkena dengan suhu dingin atau suhu pembekuan:
seperti vaksin Hepatitis B-PID, DPT-HB, DT, dan TT.

2. Vaksin yang sensitif terhadap panas ( Heat sensitive = HS), yaitu golongan vaksin
yang akan rusak bila terpapar/terkena suhu panas yang berlebihan : seperti vaksin
Polio, BCG dan Campak.

C. Kerusakan Vaksin
1. Kerusakan Terhadap Suhu
Keterpaparan suhu yang tidak tepat pada kedua golongan vaksin menyebabkan umur
vaksin menjadi berkurang. Masing-masing vaksin berbeda, sesuai dengan kepekaannya
terhadap suhu yang tidak tepat. Hal ini dapat dilihat dari keterangan seperti pada tabel di
bawah ini :

Vaksin Sensitif Beku

Vaksin Pada suhu Dapat bertahan


selama
0
Hepatitis B-PID, -0,5 C Max jam
DPT/HB
DT,TT -50C s.d. -100C Max 1,5 2 jam
2. Kerusakan vaksin terhadap sinar matahari / sinar ultra violet
Semua vaksin akan rusak bila terpapar/terkena sinar matahari langsung, serta sinar
ultraviolet.

Pemakaian vaksin yang sudah dibuka.


Vaksin yang tidak habis pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit, Praktek Swasta)
dapat dipergunakan lagi pada pelayanan hari berikutnya dengan syarat :

1) Vaksin belum kadaluwarsa


2) Vaksin disimpan dalam suhu 2 s/d 80C
3) Tidak pernah terendam air
4) Sterilitasnya terjaga
5) VVM masih dalam kondisi A atau B

Masa Pakai Vaksin yang Sudah Dibuka

No Vaksin Masa Pakai


1 BCG 3 jam
2 Campak 6 jam
3 Polio 2 minggu
4 DPT/HB 4 minggu
5 DT 4 minggu
6 TT 4 minggu

Sedangkan sisa vaksin yang sudah dibuka pada pelayanan dinamis (posyandu, sekolah) tidak
dapat dipakai kembali.

POKOK BAHASAN 4
C. PENYUNTIKAN YANG AMAN
A. Menggunakan Alat Suntik dan Teknik Penyuntikan yang Aman

Suntikan yang aman (safety injection) adalah suatu kondisi dimana:


Sasaran imunisasi memperoleh kekebalan terhadap suatu penyakit dalam rangka menurunkan
prevalensi penyakit
Tidak ada dampak negatif berupa kecelakaan atau penularan penyakit pasca imunisasi pada
sasaran maupun petugas
Secara tidak langsung tidak menimbulkan kecelakaan atau penularan infeksi pada masyarakat
dan lingkungan

1. Jenis Alat Suntik


a. Semprit Auto-Disable (AD)
Adalah semprit yang setelah dipakai mengunci sendiri dan hanya dapat dipakai sekali.
Semprit ini yang direkomendasikan untuk semua jenis pelayanan imunisasi. Setiap
semprit AD adalah steril dan diberi segel oleh pabrik. Beberapa jenis semprit AD yang
ada di lapangan: UnijectTM, SoloshotTM, DestrojectTM, UnivecTM, Terumo, K1TM,
Medeco inject@.
Semua semprit AD mempunyai penutup plastik untuk menjaga agar jarum tetap steril dan
beberapa juga memiliki penutup pada pistonnya.

Langkah-langkah umum penggunaan semprit AD:


1) Keluarkan semprit dan jarum dari bungkus plastik (lepaskan dan buka ujung piston
semprit dari paket) atau lepaskan tutup plastiknya.
2) Pasang jarum pada semprit jika belum terpasang
3) Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum.
4) Masukkan jarum ke dalam vial/ampul vaksin dan arahkan ujung jarum ke bagian paling
rendah dari dasar vial/ampull (dibawah permukaan vaksin).
5) Tarik piston untuk mengisi semprit. Piston secara otomatis akan berhenti setelah
melewati tanda 0,05 ml/0,50 ml dan anda akan mendengar bunyi klik.
6) Tekan/dorong piston hingga isi semprit sesuai dosis 0,05 m1/0,5 ml. Lepaskan jarum dari
botol. Untuk menghilangkan gelembung udara, pegang semprit tegak lurus dan buka
penyumbatnya. Kemudian tekan dengan hati-hati ke tanda tutup.
7) Tentukan tempat suntikan.
8) Dorong piston ke depan dan suntikkan vaksin. Setelah suntikan, piston secara otomatis
akan mengunci dan semprit tidak bisa digunakan lagi. Jangan lagi menutup jarum setelah
digunakan.
9) Buang jarum dan semprit langsung ke dalam kotak pembuangan (safety box). Safety box
adalah wadah tahan bocor dan anti tusukan untuk menyimpan sampah benda-benda
tajam.

Piston bergerak ke belakang dan ke depan hanya sekali, sehingga petugas kesehatan sebaiknya
tidak menggerakkan piston jika tidak perlu dan tidak mencoba untuk menyuntikkan udara ke
dalam vial/ampul karena ini akan merusak semprit.

b. Alat Suntik Prefilled Injection Device (PID)


Alat suntik prefilled injection device adalah jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan
sekali pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabriknya.
Alat suntik prefilled injection device untuk hepatitis B terutama digunakan untuk
memberikan vaksin hepatitis B kepada anak-anak yang baru lahir

Aktivasi dan penggunaan alat suntik prefilled injection device:


1. Keluarkan PID dari kemasan
2. Dorong dengan cepat, penutup jarum kedalam port
3. Jarak anatara penutup jarum dan port akan hilang dan terasa adaclick PID aktif, siap
untuk disuntikkan.
4. Keluarkan penutup jarum
5. Pegang PID pada port dan suntukkan jarum ke pasien
6. Tekan dengan hati-hati reservoir untuk mengeluarkan vaksin, sesudah reservoir kempis tarik
PID keluar, jangan lakukan recapping

c. Semprit dan jarum sekali buang (disposable)


Semprit dan jarum yang hanya bisa dipakai sekali dan dibuang (disposable single-use) tidak
direkomendasikan untuk suntikan dalam imunisasi karena risiko penggunaan kembali
semprit dan jarum disposable menyebabkan resiko infeksi yang tinggi.
Vaksin-vaksin yang harus dicampur dengan pelarut, seperti campak dan BCG, memerlukan
semprit yang besar untuk mencampur pelarut dan vaksin. Untuk keperluan ini anda dapat
menggunakan semprit dan jarum sekali buang untuk mencampur vaksin dengan pelarutnya.
Jangan gunakan kembali semprit dan jarum sekali buang untuk mencampur vaksin dengan
pelarut.

2. Teknik Penyuntikan
1. Imunisasi Hepatitis B
Suntikan diberikan secara intra muskular pada paha kanan bagian anterolateral
Cara pemberian:
1) Buka kantong alumunium/plastik dan keluarkan alat suntik PID
2) Pegang alat suntik PID pada leher dan tutup jarum dengan memegang keduanya
diantara jari telunjuk dan jempol, dan dengan gerakan cepat dorong tutup jarum ke arah
leher. Teruskan mendorong sampai tidak ada jarak antara tutup jarum dan leher.
3) Buka tutup jarum, tetap pegang alat suntik pada bagian leher dan tusukkan jarum pada
anterolateral paha secara intramuskular, tidak perlu dilakukan aspirasi.
4) Pijit reservoir dengan kuat untuk menyuntik, setelah reservoir kempis cabut alat suntik

2. Imunisasi Polio Oral (OPV)


Imunisasi diberikan dengan meneteskan vaksin ke dalam mulut sebanyak 2 tetes
Cara pemberian:
a) Mintalah orang tua untuk memegang bayi dengan kepala disangga dan dimiringkan ke
belakang.
b) Buka mulut bayi secara hati-hati, baik dengan ibu jari anda pada dagu (untuk bayi
kecil) atau dengan menekan pipi bayi dengan jari-jari anda.
c) Teteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah. Jangan biarkan alat tetes
menyentuh bayi
3. Imunisasi BCG
Suntikan diberikan intra kutan pada lengan kanan atas bagian luar dengan dosis 0,05 cc
Cara pemberian:
a) Letakkan bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dan lepas baju bayi dari
lengan dan bahu.
b) Ibu sebaiknya memegang bayi dekat dengan tubuhnya, menyangga kepala bayi dan
memegang lengan dekat dengan tubuh.
c) Pegang semprit dengan tangan kanan anda dengan lubang pada ujung jarum
menghadap ke depan.
d) Buatlah permukaan kulit menjadi datar dengan menggunakan ibu jari kiri dan jari
telunjuk anda.
e) Letakkan semprit dan jarum dengan posisi hampir datar dengan kulit bayi.
f) Masukkan ujung jarum tepat di bawah permukaan kulit tetapi di dalam kulit yang
tebal cukup masukkan bevel (lubang di ujung jarum).
g) Jaga agar posisi jarum tetap datar di sepanjang kulit sehingga jarum masuk ke dalam
lapisan atas kulit saja. Jaga agar lubang di ujung jarum menghadap ke depan.
h) Jangan menekan jarum terlalu dalam dan jangan menurunkan jarum karena jarum
akan masuk di bawah kulit, sehingga yang terjadi suntikan di dalam otot
(subcutaneous) bukan suntikan intrakutan.
i) Untuk memegang jarum dengan posisi yang tepat, letakkan ibu jari kiri anda pada
ujung bawah semprit dekat jarum, tetapi jangan menyentuh jarum.
j) Pegang ujung penyedot antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan anda. Tekan
penyedot dengan ibu jari tangan anda.
k) Suntikkan 0,05 ml vaksin dan lepaskan jarum.

4. Imunisasi DPT/HB
Suntikan diberikan pada paha tengah luar secara intramuskular dengan dosis 0,5 cc
Cara Pemberian :
a) Letakkan bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan seluruh
kaki telanjang.
b) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi.
c) Pegang paha dengan ibu jari dan jari telunjuk.
d) Masukkan jarum dengan sudut 900.
e) Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot.
Suntikkan pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit

5. Imunisasi Campak
Suntikan diberikan pada lengan kiri atas secara subkutan dengan dosis 0,5 cc
Cara Pemberian :
a) Atur bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan seluruh lengan
telanjang.
b) Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi. Gunakan jari-jari kiri anda untuk
menekan ke atas lengan bayi
c) Cepat tekan jarum ke dalam kulit yang menonjol ke atas dengan sudut 450.
d) Untuk mengontrol jarum, peganglah ujung semprit dengan ibu jari dan jari telunjuk
anda tetapi jangan sentuh jarum

6. Imunisasi DT TT (untuk anak sekolah dan WUS)


Suntikan diberikan pada lengan atas secara intramuskular dengan dosis 0,5 cc
Cara Pemberian :
a) Mintalah sasaran untuk duduk.
b) Suruh dia menurunkan bahunya dan meletakkan tangan kiri di belakang
punggungnya atau di atas pinggul. Posisi ini akan merenggangkan otot pada lengan
dan membuat suntikan menjadi hampir tidak sakit.
c) Letakkan jari dan ibu jari anda pada bagian LUAR lengan atas.
d) Gunakan tangan kiri anda untuk menekan ke atas otot lengan.
e) Cepat tekan jarum ke bawah melalui kulit di antara jari-jari anda. Masukkan ke
dalam otot.
f) Tekan alat penyedot (plunger) dengan ibu jari anda untuk menyuntikkan vaksin.
g) Tarik jarum dengan cepat dan hati-hati dan mintalah sasaran untuk menekan tempat
suntikan secara hati-hati dengan kain kapas jika terjadi perdarahan
Teknik penyuntikan

B. Memberikan Vaksin Yang Tepat Secara Aman

Seperti halnya penggunaan peralatan suntik yang aman, adalah sama pentingnya untuk
memberikan vaksin yang tepat, yang telah disimpan dengan baik di tempat penyimpanan
dan pendistribusian vaksin, yang dicampur dengan pelarutnya dan diberikan secara aman.

1. Sebelum pelaksanaan
Periksa label vaksin dan pelarut
Periksa tanggal kadaluarsa
Periksa VVM
Jangan gunakan:
vaksin tanpa label
vaksin yang kadaluarsa
vaksin dengan status VVM telah C atau D

2. Mencampur vaksin dengan pelarut:


Baca label pada ampul atau pelarut, pastikan dikirim oleh pabrik yang sama
Goyang botol atau ampul vaksin, pastikan semua bubuk ada pada dasar ampul/vial
Buka vial atau ampul vaksin, amati pelarut pastikan tidak retak
Buka ampul kaca,
Sedot pelarut ke dalam semprit pencampur. Gunakan ADS yang baru untuk
mencampur vaksin dengan pelarut.
Mencampur vaksin dengan pelarut. Tarik pelan-pelan pelarut masuk ke dalam
semprit dan suntikkan ke dalam vial atau ampul vaksin. Lalu dikocok
sehingga campuran menjadi homogen. Masukkan semprit dan jarum
pencampur ke dalam safety box setelah digunakan.

3. Penanganan vaksin yang sudah dilarutkan


Ingat :
Pelarut tidak boleh saling bertukar
Gunakan pelarut dari pabrik yang sama dengan vaksin.
Pelarut harus sama suhunya sebelum dicampur dengan vaksin, oleh karena itu pelarut
harus dimasukkan kedalam lemari es minimal 12 jam sebelum digunakan, agar
suhunya seimbang.
Jangan mencampur vaksin dengan pelarut sebelum sasaran datang.
Anda harus membuang vaksin yang telah dicampur dengan pelarut setelah 3 jam
(untuk vaksin BCG) atau setelah 6 jam (untuk vaksin campak) atau pada akhir
pelayanan imunisasi.
Sewaktu pelayanan imunisasi, menyimpan vaksin yang telah dicampur dengan pelarut
ataupun vaksin yang sudah dibuka diletakkan di atas bantalan busa yang ada di dalam
vaksin carier.

4.Menggunakan alat suntik ADS (Autodisable Syringe)

Adalah alat suntik yang setelah satu kali digunakan secara otomatis menjadi rusak dan
tidak dapat digunakan lagi (telah dibahas lebih lengkap pada halaman 28)

5. Cara-cara untuk meningkatkan keamanan suntikan


a. Bundling, adalah suatu kondisi dimana
Vaksin dengan mutu terjamin
Alat suntik auto-disable (AD)
Kotak pengaman limbah suntik
Bundling tidak berarti sebagai sesuatu yang dikemas secara bersamaan, tidak
harus berasal dari satu pabrik, namun ketiganya harus tersedia saat diperlukan
b. Segera siapkan vaksin waktu akan memberikan suntikan, jangan siapkan beberapa
semprit vaksin terlebih dahulu sebelum sasaran siap.
c. Jangan biarkan jarum terpasang di bagian paling atas tutup botol vaksin.
d. Ikuti petunjuk khusus tentang penggunaan dan penyimpanan vaksin.
e. Ikuti prosedur yang aman untuk mencampur vaksin.
Pastikan anda memiliki pelarut yang tepat untuk setiap vaksin beku kering
periksa apakah pelarut dan vaksin diproduksi oleh pabrik yang sama.
Bila mencampur vaksin dengan pelarut, baik vaksin kering dan pelarut harus
berada pada suhu yang sama (antara 20C dan 80C).
Gunakan satu semprit dan jarum untuk mencampur vaksin. Gunakan pelarut
yang disediakan untuk vaksin ditentukan. Setelah dipakai, masukkan semprit
ke dalam kotak pembuangan.
Semua vaksin yang telah dicampur dengan pelarut harus dibuang pada akhir
pelayanan atau setelah enam jam, mana saja yang lebih dulu.
f. Gunakan semprit dan jarum baru untuk setiap anak lebih disukai semprit AD.
Gunakan semprit dan jarum AD yang baru dan berkualitas.
Periksa pembungkus dengan hati-hati. Buang jarum atau semprit jika terjadi
kebocoran, sobek atau kerusakan pada pembungkus.
Jangan sentuh bagian apapun dari jarum. Buang jarum yang telah tersentuh
oleh permukaan yang tidak steril.
g. Pegang anak erat-erat. Antisipasi jika terjadi gerakan mendadak selama dan
setelah penyuntikan.

Pratek-pratek suntikan tidak aman yang harus dihindari


1. Praktek yang dapat membahayakan penerima suntikan
Memberikan suntikan, sekalipun ada alternatif lain yang lebih aman
Penggunaan ulang alat suntik baik alat suntik dan jarum, maupun dengan hanya
mengganti jarum
Sterilisasi yang tidak memadai
Penggunaan vaksin atau obat yang telah dilarutkan melebihi ketentuan yang
diperkenankan (kadaluarsa)
Menyentuh jarum suntik
Mensterilkan peralatan suntik tanpa membersihkannya terlebih dahulu
Penggunaan ulang alat suntik sekali pakai (disposible)
Merebus alat suntik dalam panci terbuka
Membersihkan alat suntik hanya dengan desinfektan sebelum digunakan ulang
Menekan luka berdarah dengan bahan bekas (kapas dll) atau jari
Mengisi alat suntik dengan beberapa dosis suntikan untuk menyuntikan beberapa orang
sekaligus
Meninggalkan jarum di vial vaksin/obat untuk mengambil vaksin/obat berikutnya
Mencampurkan isi dari dua vial vaksin
Membakar jarum di api
Melarutkan vaksin dengan pelarut yang bukan pelarutnya Memberikan vaksin tanpa
label atau atnpa membaca lebih dulu.

2. Praktek yang dapat membahayakan petugas kesehatan


Menutup kembali tutup jarum
Meletakan jarum dimeja/suatu permukaan, atau berjalan-jalan membawa jarum bekas
sebelum dibuang
Mengasah jarum yang tumpul atau buntu sebelum digunakan ulang
Memasukkan tangan ketengah tumpukan jarum atau alat suntik bekas (untuk
membersihkan atau memilah sampah)
Meninggalkan alat suntik bekas di sembarang tempat sehingga dpat dipakai bermain
oleh anak-anak
Meninggalkan alat suntik bekas di tempat yang dapat dijangkau masyarakat terutama
anak-anak

3. Praktek yang dapat membahayakan masyarakat


Memberikan atau menjual alat suntik bekas untuk penggunaan ulang

4. Mencegah Luka Tusukan Jarum dan Infeksi


Jarum bisa berbahaya.
Jarum seringkali melukai para petugas kesehatan. Setetes darah yang terinfeksi oleh virus
hepatitis B, hepatitis C, HIV atau virus-virus lainnya dapat ditularkan melalui luka karena
tusukan jarum suntik.

Tusukan jarum dapat terjadi :


Jika petugas kesehatan menutup kembali jarum atau berjalan
sementara membawa semprit dan jarum bekas
Jika pasien khususnya anak-anak tidak dalam posisi yang
aman ketika mereka menerima suntikan
Jika praktek-praktek pembuangan yang tidak aman membiarkan
orang atau hewan terkena semprit atau jarum bekas.

Mengurangi keinginan untuk memegang jarum dan semprit


Tempatkan kotak pengaman dekat dengan petugas yang memberikan vaksinasi sehingga
semprit dan jarum bekas dapat segera dibuang.
Hindari menutup kembali jarum. Jika menutup kembali jarum dianggap perlu (misalnya
jika suntikan tertunda karena anak bergerak-gerak terus), gunakan teknik sekop dengan
satu tangan.
Jangan mencabut jarum bekas dari semprit dengan menggunakan tangan.
Jangan membawa semprit dan jarum bekas sembarangan atau di tempat pelayanan
imunisasi.
Jika sudah selesai memberikan pelayanan imunisasi, ambil vaksin dan suntikkan, dan
masukkan semprit ke kotak pengaman.
Tutup kotak pengaman bila isinya sudah hampir penuh.
Jangan memisah-misahkan jarum dan semprit dengan menggunakan tangan.

Memegang semprit dan jarum dengan aman


Anda harus memegang semprit untuk memberikan suntikan. Setiap bagian semprit yang anda
sentuh menjadi terkontaminasi, sehingga anda sebaiknya tidak menyentuh bagian-bagian yang
berhubungan dengan vaksin atau sasaran.
Jangan sentuh:
1. Batang (shaft) jarum;
2. Lubang (bevel) pada ujung jarum;
3. Adaptor jarum;
4. Adaptor semprit; dan
5. Piston (plunger)

PENTING: Jika anda menyentuh bagian-bagian ini, buang


semprit dan jarum dan ambil semprit yang baru dan steril.

Anda boleh menyentuh:


1. Tabung semprit; dan
2. bagian atas alat penyedot (plunger)

Mengatur tataletak tempat pelayanan imunisasi untuk mengurangi resiko terluka


Tempat vaksin berada di tempat yang teduh
Buku pencatatan dapat digunakan dengan mudah.
Petugas yang memberikan imunisasi berada antara anak dan semua jarum atau benda-
benda tajam.
Petugas yang memberikan imunisasi dapat melihat lubang masuk kotak pengaman ketika
membuang jarum.
Petugas kesehatan bisa membuang jarum bekas tanpa meletakkan atau bergerak terlalu
jauh.
Hanya satu anak yang berada di ruang kerja petugas kesehatan.
Setiap orang yang memberikan imunisasi membawa kotak pengaman sendiri, khususnya
di tempat-tempat yang ramai.

Mengatur posisi anak yang tepat untuk penyuntikan


Gerakan anak yang tidak diduga pada saat pemberian suntikan dapat menyebabkan tusukan
jarum yang tidak disengaja. Untuk mencegah ini, atur posisi anak yang aman sebelum
memberikan suntikan.
Mintalah ibu untuk duduk dan meletakkan anaknya di atas pangkuannya. Pastikan salah
satu lengan ibu berada di belakang punggung anak, dan salah satu lengan anak melilit pada
pinggang ibu.
Ibu dapat menyelipkan kaki anak di antara kedua pahanya agar tidak menimbulkan
gerakan yang membahayakan, atau ibu bisa memegang kaki anak.
Petugas kesehatan tidak bisa memegang anak karena ia memerlukan kedua tangannya
untuk memberikan suntikan.
Selalu beritahukan kepada ibu jika anda akan memberikan suntikan

Menggunakan kotak pengaman (safety box)


Semua alat suntik bekas sebaiknya segera dimasukkan ke dalam kotak pengaman setelah
digunakan. Kotak ini tahan air dan tusukan sehingga jarum tidak mudah menembusnya. Jika
tidak tersedia kotak pengaman, anda bisa menggunakan bahan-bahan lokal untuk membuat
wadah benda-benda tajam yang aman dan fungsional

Gambar
Pembuatan dan Penggunaan Kotak Pengaman

Jika kotak pengaman tidak digunakan,


tutup pembuka kotak di bagian atas

Jika tidak terdapat kotak pengaman, petugas kesehatan bisa membuat kotak tempat limbah medis
tajam yang baik seperti contoh berikut:
Dapatkan kotak karton yang kuat (toko setempat mungkin bisa membantu). Jika mungkin,
dinding kotak sebaiknya cukup kuat sehingga jarum tidak mudah menembus karton dan
menusuk seseorang yang memegang kotak tersebut.
Jika perlu, perkuat dinding wadah dengan menaruh satu kotak di dalam kotak yang lain. Jika
kotak terlalu tipis, jarum bisa menusuk melalui sisi-sisi kotak.
Tutup bagian atas dan bawah rapat-rapat.
Buat lubang kecil di bagian atas cukup untuk memasukkan semprit dan jarum.
Jika isi kotak sudah hampir penuh, segel tutupnya.
Hancurkan kotak dengan hati-hati dan sempurna

Prosedur Pembuangan sampah benda-benda tajam dan alat suntik

Semua alat suntik pada akhirnya harus dimusnahkan. Semprit dan jarum bekas sebaiknya tidak
pernah dibuang di tempat-tempat terbuka dimana orang-orang mungkin menginjak alat-alat ini
atau anak-anak mungkin menemukannya. Semprit dan jarum bekas sebaiknya tidak pernah
dibuang bersama dengan jenis-jenis sampah lainnya.
1. Letakkan kotak pengaman di tempat yang terjangkau oleh petugas kesehatan. Setiap kali
selesai melakukan penyuntikan, segera masukkan semprit dan jarum ke dalam kotak
pengaman atau wadah untuk benda-benda tajam.
2. Setelah pelayanan imunisasi atau ketika isi kotak pengaman sudah hampir penuh, tutup
kotak tersebut
3. Cari tempat yang aman untuk menimbun atau membakar kotak

Anda mungkin juga menyukai