Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SNAKE BITE

A. Pengertian

Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik
yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama
neurologik, kardiovaskuler, dan sistem pernapasan.

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Racun
binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang
dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia. Sebagian
kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada
hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat
farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan.
Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya.
Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering kali
mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir
predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan
mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut
merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus.
Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah
parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa
ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
B. Etiologi

Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan


Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi
pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak
terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.

Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :

1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic), Bisa ular yang
bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan merusak
(menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan
larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah,
mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.

2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic), Yaitu bisa ular yang merusak dan
melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar luka gigitan yang
menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda
kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat
dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limfe.

3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin, Mengakibatkan rabdomiolisis yang


sering berhubungan dengan maemotoksin. Myoglobulinuria yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel
otot.

4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin, Merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin, Dengan melepaskan histamin dan zat
vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.

6. Bisa ular yang bersifat cytolitik, Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan
dan nekrose di jaringan pada tempat gigitan.

C. Patofisiologi

Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut
bersifat:

1. Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal


karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot
pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun
sampai dengan koma.

2. Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim


lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin.
Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena
toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah,
haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis,
gagal ginjal.

3. Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan


dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan
ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.

4. Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan


kerusakan otot jantung.

5. Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya


berakibat terganggunya kardiovaskuler.

6. Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di


jaringan pada tempat patukan
7. Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran
bisa

Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai
system. Seperti, sistem neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.

Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada
saluran pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.

Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang


dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat
mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat
mengakibatkan gagal napas.

D. Derajat Gigitan Ular

Derajat 0: Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam, Pembengkakan minimal,


diameter 1 cm

Derajat I: Bekas gigitan 2 taring, Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm, Tidak ada
tanda-tanda sistemik sampai 12 jam

Derajat II: Sama dengan derajat I, Petechie, echimosis, Nyeri hebat dalam 12 jam

Derajat III: Sama dengan derajat I dan II, Syok dan distres nafas / petechie,
echimosis seluruh tubuh

Derajat IV: Sangat cepat memburuk, Pengelolaan Dan Penanganan

E. Manifestasi Klinis

Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua
gigitan ular. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit
kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).

Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular


berbisa, yaitu terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P:
pain (nyeri), pallor (muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan
otot), pulselesness (denyutan).

Tanda dan gejala khusus pada gigitan family ular :

1. Gigitan Elapidae, Misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok,
ular anang, ular cabai, coral snakes, mambas, kraits), cirinya: Semburan kobra
pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak
mata, bengkak di sekitar mulut. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan
kulit yang rusak.

15 menit setelah digigit ular muncul gejala sistemik. 10 jam muncul paralisis
urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara, susah
menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin,
muntah, pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut dan kematian dapat
terjadi dalam 24 jam.

2. Gigitan Viperidae/Crotalidae Misal pada ular tanah, ular hijau, ular bandotan
puspo, cirinya: Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam
berupa bengkak di dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
Gejala sistemik muncul setelah 50 menit atau setelah beberapa jam.
Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam
waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.

3. Gigitan Hydropiidae Misalnya, ular laut, cirinya: Segera timbul sakit kepala,
lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah. Setelah 30 menit sampai beberapa
jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil, spasme otot
rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna
coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.

4. Gigitan Crotalidae Misalnya ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo,
cirinya: Gejala lokal ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan,
ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian
polivalen crotalidae antivenin. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Tanda dan gejala lain gigitan ular berbisa dapat dibagi ke dalam beberapa
kategori:

1. Efek lokal, digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan
rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat
dan dapat berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat
mematikan jaringan sekitar sisi gigitan luka.

2. Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ
abdomen. Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.

3. Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada
sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara
dan bernafas, dan kesemutan.

4. Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan
beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot
di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat
ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal
ginjal.

5. Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada
mata.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel


darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,
BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

G. Penatalaksanaan

Prinsip penanganan pada korban gigitan ular: Menghalangi penyerapan dan


penyebaran bisa ular., Menetralkan bisa, Mengobati komplikasi.

1. Pertolongan pertama : Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan


ular telah pergi segera cari pertolongan medis jangan tinggalkan korban.
Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:

R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,


kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih
cepat menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.

I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk


tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak
datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah
sekitar gigitan (tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization
(balut tekan).

G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.

T: Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul
ada korban.

2. Prosedur Pressure Immobilization Balut tekan pada kaki: Istirahatkan


(immobilisasikan) Korban, Keringkan sekitar luka gigitan, Gunakan pembalut
elastis, Jaga luka lebih rendah dari jantung, Sesegera mungkin, lakukan
pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke atas, Biarkan jari kaki
jangan dibalut, jangan melepas celana atau baju korban, Balut dengan cara
melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat aliran darah
(dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink), Beri papan/pengalas
keras sepanjang kaki.
3. Balut tekan pada tangan: Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan
tidak dibalut), Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat,
Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan, Pasang papan sebagai
fiksasi, Gunakan mitela untuk menggendong tangan.

4. Penatalaksanaan selanjutnya : ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip


dalam waktu 30-40 menit, Heparin 20.000 unit per 24 jam, Monitor diathese
hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon ABU lagi.
ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc). Bila ada tanda-tanda
laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan adrenalin 0,5
mg IM, hidrokortisone 100 mg IV. Kalau perlu dilakukan hemodialise,
Observasi pasien minimal 1 x 24 jam

Catatan: Jika terjadi syok anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan
secara cepat sambil diberi adrenalin.

5. Pemberian ABU
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GIGITAN ULAR

A. Pengkajian

1. Primary survey : Nilai tingkat kesadaran, Lakukan penilaian ABC : A –


airway : kaji apakah ada muntah, perdarahan. B – breathing: kaji
kemampuan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan. C –
circulation : nilai denyut nadi dan perdarahan pada bekas patukan,
Hematuria, Hematemesis /hemoptysis

Intervensi primer, Bebaskan jalan nafas bila ada sumbatan, suction kalau
perlu, Beri O2, bila perlu Intubasi, Kontrol perdarahan, toniquet dengan
pita lebar untuk mencegah aliran getah bening (Pita dilepaskan bila anti
bisa telah diberikan). Bila tidak ada anti bisa, transportasi secepatnya ke
tempat diberikannya anti bisa. Pasang infus

Catatan : tidak dianjurkan memasang tourniquet untuk arteriel dan insisi


luka

2. Secondary survey dan Penanganan Lanjutan : Penting menentukan


diagnosa patukan ular berbisa, Bila ragu, observasi 24 jam. Kalau gejala
keracunan bisa nyata, perlu pemberian anti bisa, Kolaborasi pemberian
serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka
sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di
Indonesia, antibisa sbersifat polivalen, yang mengandung antibodi
terhadap beberapa bisa ular. Serum anti bisa ini hanya diindikasikan bila
terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas . Bila alergi serum kuda :
Adrenalin 0,5 mg/SC, ABU IV pelan-pelan.

Bila tanda-tanda laringospasme, bronchospasme, urtikaria hypotensi :


adrenalin 0,5 mg/IM, hydrokortison 100 mg/IV. Anti bisa diulang
pemberiannya bila gejala-gejala tak menghilang atau berkurang. Jangan
terlambat dalam pemberian ABU, karena manfaat akan berkurang.

3. Kaji Tingkat kesadaran: Nilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS), Ukur
tanda-tanda vital

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia,


fisik,psikologis)

3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,


penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.

4. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah


sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian
atau kecacatan.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan


untuk mengatasinfeksi, jaringan traumatik luka.

C. Perencanaan

NO Diagnosa Keperawatan TUJUAN/NOC NIC

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif 4. Respiratory status: Airway Suction


Ventilation
Definisi : ketidak mampuan 1. pastikan
membersihkan sekresi atau 5. respiratory status : Air kebutuhan oral
obstruksi dari saluran pernafasan way patency /tracheal
untuk mempertahankan 6. aspiration control suctioning
kebersihan jalan nafas
kreteria hasil: 2. auskultasi suara
Batasan Karakteristik : nafas sebelum dan
1. mendemonstrasikan
sesudah suctioning
1. dispneu batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak 3. informasikan pada
2. cyanosis
ada sianosis dan keluarga dan klien
3. kelainan suara nafas (reles, dyspneu (mampu tentang suctioning
wheezing) mengeluarkan sputum,
4. minta klien untuk
mampu bernafas dengan
4. kesulitan berbicara nafas dalam
mudah)
sebelum dilakukan
5. batuk tidak efektif
2. menunjukkan jalan suction
6. mata melebar nafas yang paten (klien
5. berikan O2 dengan
tidak merasa tercekik,
7. gelisah menggunakan
irama nafas dan
nasal untuk
8. produksi sputum frekwensi nafas dalam
memfasilitasi
rentang normal, tidak
9. perubahan frekwensi dan suksion
ada suara nafas
irama nafas nasotrakeal
abnormal)
faktor-faktor lain yang 6. gunakan alat yang
3. mampu mengidentifikasi
berhubungan : steril setiap
dan mencegah faktor
melakukan
1. lingkungan : merokok, yang dapat menghambat
tindakan
menghirup asap rokok, jalan nafas
perokok pasif, infeksi 7. anjurkan pasien
untuk istirahat dan
2. fisiologis : disfungsi
nafas dalam
neuromuscular, hiperplasia
setelah kateter di
dinding bronkus, alergi
keluarkan dari
jalan nafas, asma
nasotrakeal
3. obstruksi jalan nafas :
8. monitor status
spasme jalan nafas, sekresi
tertahan, banyak mucus, oksigen pasien
adanya jalan nafas buatan,
9. ajarkan keluarga
sekresi bronkus, adanya
cara menggunakan
eksudat di alveolus,
suction
adanya benda asing di
jalan nafas 10. hentikan suction
dan berikan
oksigen apabila
menunjukkan
bradikardi,
peningkatan
saturasi O2

airway managemen

1. buka jalan nafas,


gunakan teknik
chin, lift atau jaw
trust bila perlu

2. posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi

3. identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan

4. pasang mayo bila


perlu

5. lakukan fisioterapi
dada
6. keluarkan lendir
dengan batuk atau
suction

7. auskultasi suara
nafas awasi adanya
suara nafas
tambahan

8. lakukan suction
pada mayo

9. berikan
bronkodilator bila
perlu

10. berikan pelembab


udara kassa basah
nacl lembab

11. atur intake untuk


optimalkan
keseimbangan

12. monitor respirasi


dan status O2

2 Nyeri 1. pain level Pain managemen

Definisi : sensori yang tidak 2. pain control 1. lakukan


menyenangkan dan pengalaman pengkajian nyeri
3. comfort level
emosional yang muncul secara secara
aktual atau potensial kerusakan kreteria hasil komperhensif
jaringan atau menggambarkan termasuk lokasi,
1. mampu mengontrol
adanya kerusakan. karakteristik,
Batasan karakteristik : nyeri (tahu penyebab durasi, frekwensi,
nyeri, mampu kualitas dan faktor
1. laporan secara verbal atau
menggunakan teknik presipitasi
non verbal
non farmakologi untuk
2. observasi reaksi
2. fakta dari observasi mengurangi nyeri)
nonverbal dari
3. gerakan melindungi 2. melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan
4. tingkah laku berhati-hati 3. gunakan teknik
menggunakan
komunikasi
5. gangguan tidur manajemen nyeri
terapeutik untuk
6. gelisah, perubahan tekanan 3. mampu mengenali nyeri mengetahui
darah, (skala nyeri, intensitas, pengalaman nyeri
frekwensi dan tanda pasien
7. perubahan dalam nafsu
nyeri)
makan 4. kaji kultur yang
4. menyatakan rasa mempengaruhi
faktor yang berhubungan :
nyaman setelah nyeri nyeri pasien
agen injury (biologi, kimia, berkurang
5. evaluasi
fisik,psikologis)
5. tanda vital dalam pengalaman nyeri
rentang batas normal masa lampau

(Td: 110/60- 6. kurangi faktor


120/80mmhg, RR: 18- presipitasi nyeri
24x/menit, N:
7. pilih dan lakukan
60-80x/menit, S: 36-
penanganan nyeri
37,5oC
(non farmakologi,
dan farmakologi)

8. ajarkan tentang
teknik non
farmakologi

9. berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri

10. kolaborasi dengan


dokter jika keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil

analgesik administration

1. tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat

2. cek instruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekwensi

3. cek riwayat alergi

4. pilih analgesik
yang di perlukan
untuk kombinasi
dari analgesik
lebih dari satu

5. tentukan
anallgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri

6. tentukan analgesik
pilihan rute, dosis,

7. pilih rute pemerian


secara IV,IM
untuk pengobatan
secara teratur

8. monitor vital sign


sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali

9. berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat

10. evaluasi efektifitas


analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)

3 Hipertermia Thermoregulation Fever treatment

Definisi : suhu tubuh naik diatas Kreteria hasil: 1. monitor suhu


rentang normal sesering mungkin
1. suhu tubuh dalam
Batasan karakteristik: rentang normal (36- 2. monitor iwl
37oC)
1. kenaikan suhu tubuh diatas 3. monitor warna dan
rentang normal 2. Nadi dan RR dalam suhu tubuh
rentang normal (N: 60-
2. serangan atau konvulsi 4. monitor tekanan
80x/menit, RR: 18-
(kejang) darah, nadi, dan
24x/menit)
RR
3. kulit kemerahan
4. perubahan RR 3. tidak ada perubahan 5. monitor penurunan
warna kulit dan tidak kesadaran
5. takikardi
ada pusing , merasa
6. monitor WBC, Hb,
6. saat disentuh teraba hangat nyaman
dan HCT
faktor yang berhubungan:
7. monitor intake dan
1. penyakit/trauma out put

2. peningkatan metabolisme 8. berikan antipiretik

3. aktivitas yang berlebih 9. berikan


pengobatan untuk
4. pengaruh
mengatasi demam
medikasi/anastesi
10. selimuti pasien
5. terpapar dilingkungan
yang panas 11. berikan cairan
intravena
6. dehidrasi
12. kompres pasien
7. pakaian yang tidak tepat
pada lipatan paha
dan aksila

13. tingkatkan
sirkulasi udara

14. berikan
pengobatan untuk
mencegah
mengigil

temperatur regulation

1. monitor suhu tiap


2 jam

2. monitor tekanan
darah, nadi dan RR

3. monitor warna
kulit dan suhu
kulit

4. tingkatkan intake
cairan dan nutrisi

5. berikan antipiretik
bila perlu

4 Ansietas berhubungan dengan Anxiety control Anxiety reduction


kurang pengetahuan dan (penurun kecemasan)
Coping
hospitalisasi
1. gunakan
Kreteria Hasil:
Definisi: pendekatan yang
1. klien mampu menenangkan
Perasaan gelisah yang tidak jelas
mengidentifikasi dan
dari ketidaknyamanan atau 2. jelaskan semua
mengungkapkan gejala
ketakutan disertai respon tentang prosedur
cemas
autonom. dan apa yang
2. mengidentifikasi, dirasakan selama
Di tandai dengan ;
mengungkapkan, dan prosedur
1. gelisah menunjukkan teknik
3. temani pasien
untuk mengontrol cemas
2. insomnia untuk memberikan
3. vital sign dalam batas keamanan dan
3. resah
normal mengurangi takut
4. ketakutan
4. postur tubuh, ekspresi 4. dorong keluarga
5. sedih wajah, bahasa tubuh, untuk menemani
dan tingkat aktivitas
6. fokus pada diri 5. dengarkan dengan
menunjukkan
penuh perhatian
7. kekhawatiran berkurangnya
kecemasan 6. bantu pasien dalam
8. cemas mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan

7. dorong pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan dan
persepsi

8. instruksikan pasien
untuk
menggunakan
teknik relaksasi

9. berikan obat untuk


mengurangi
tingkat kecemasan

5 Resiko infeksi 1. immune status Infection control (kontrol


infeksi)
Definisi : peningkatan resiko 2. knowledge :infection
masuknya organisme patogen control 1. bersihkan
lingkungan setelah
Faktor-faktor resiko: 3. risk control
dipakai pasien lain
1. prosedur infasif Kreteria hasil :
2. pertahankan teknik
2. kurang pengetahuan untuk 1. klien bebas dari tanda isolasi
menghindari patogen gejala infeksi
3. batasi pengunjung
3. trauma 2. mendeskripsikan proses bila perlu
penularan penyakit,
4. kerusakan jaringan dan 4. instruksikan bagi
faktor yang
peningkatan paparan pengunjung
mempengaruhi
lingkungan patogen mencuci tangan
penularan serta
5. malnutrisi penatalaksanaannya saat berkunjung

6. imunosupresi 3. menunjukkan 5. gungakan sabun


kemampuan untuk anti mikroba saat
7. tidak adekuat pertahanan
mencegah timbulnya mencuci tangan
sekunder (penurunan Hb,
infeksi
leukopenia, penekanan 6. cuci tangan
respon inflamasi) 4. jumlah leukosit dalam sebelum dan
batas normal sesudah
8. tidak adekuat pertahanan
melakukan
tubuh primer (kulit tidak 5. menunjukkan perilaku
tindakan
utuh, trauma jaringan, hidup sehat
keperawatan
penurunan kerja silia,
penurunan sekresi PH 7. gunakan baju dan
sarung tangan
9. penyakit kronik
sebagai pelindung

8. pertahankan teknik
aseptik saat
pemasangan alat

infection protection
(proteksi terhadap infeksi)

1. monitor tanda dan


gejala infeksi
sistemik dan lokal

2. monitor hitung
granulosit, WBC

3. monitor
kerentanan
terhadap penyakit
menular

4. pertahankan teknik
asepsis pada
pasien yang
beresiko

5. pertahankan teknik
isolasi jika perlu

6. berikan perawatan
kulit pada area
epidema

7. inspeksi kulit dan


membran
mukosaterhadap
kemerahan

8. inspeksi kondisi
luka/insisi bedah

9. instruksikan pasien
minum antibiotik
sesuai dengan
resep

10. ajarkan pasien


untuk mencegah
infeksi

Anda mungkin juga menyukai