Oleh:
Febri Romansyah
1604015379
Oleh :
Febri Romansyah
1604015379
Telah disetujui
Pembimbing I
ACC Sidang
Drs. apt. Inding Gusmayadi, M.Si. Tanggal : 27-04-2021
Pembimbing II
Mengetahui:
Ketua Program Studi Farmasi
i
ABSTRAK
PENGARUH PERBEDAAN UKURAN PARTIKEL MIKRO DAN NANO
IBUPROFEN TERHADAP LAJU DISOLUSI KAPSUL IBUPROFEN
DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI BAHAN PENGISI
Febri Romansyah
1604015205
Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu
zat. Ibuprofen sebagai obat antiinflamasi non steroid memiliki kelarutan dalam air
yang rendah serta laju disolusi yang lambat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh ukuran partikel ibuprofen terhadap laju disolusi kapsul
ibuprofen. Bahan ibuprofen mikropartikel dibuat menjadi ukuran nano
menggunakan alat High Energy Milling dengan metode wet milling selama 15 dan
20 jam dengan penambahan HPMC sebagai polimer hingga didapatkan ukuran
partikel lebih kecil dari 1000 nm. Ibuprofen mikropartikel dan ibuprofen
nanopartikel dievaluasi ukuran partikelnya menggunakan Particle Size Analyzer
(PSA) dan pengujian FTIR. Penelitian dilanjutkan dengan pembuatan formula
masing-masing ukuran partikel. Setelah itu dilakukan evaluasi formula kapsul
ibuprofen meliputi uji waktu alir. Formula kapsul kemudian dimasukkan kedalam
kapsul dan dilakukan uji kapsul yang meliputi uji keseragaman bobot, waktu
hancur, penetapan kadar dan uji disolusi. Hasil analisa statistik Anova pada uji laju
disolusi diperoleh sig (0,0002) < α (0,05), maka terdapat perbedaan yang bermakna
antar formula. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ibuprofen dengan
ukuran nano meningkatkan laju disolusi kapsul ibuprofen. Kapsul ibuprofen dengan
ibuprofen mikropartikel menghasilkan laju disolusi lebih lama yaitu 3,3205
%/menit sedangkan kapsul ibuprofen nano 15 jam memiliki laju disolusi sebesar
3,6675 %/menit dan untuk kapsul nano 20 jam memiliki laju disolusi sebesar 3,8651
%/menit. Dapat disimpulkan pengecilan ukuran partikel berpengaruh terhadap laju
disolusi.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt atas nikmat akal dan pikiran yang diberikan serta
limpahan ilmu yang tiada hentinya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam juga
tak lupa pula kita hanturkan kepada Nabi besar junjungan kita Nabi Muhammad
saw, keluarga, dan para sahabat serta orang-orang yang mengikutinya. Skripsi
dengan judul “PENGARUH PERBEDAAN UKURAN PARTIKEL MIKRO DAN
NANO IBUPROFEN TERHADAP LAJU DISOLUSI KAPSUL IBUPROFEN
DENGAN AVICEL PH 101 SEBAGAI BAHAN PENGISI” ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi dan
Sains Jurusan Farmasi, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA. Penulis
menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar
adalah sesuatu yang tidak terbatas.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran
tangan berbagai pihak, untuk itu saya sebagai penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. apt. Hadi Sunaryo, M.Si. selaku Dekan FFS UHAMKA
2. Bapak Drs. apt. Inding Gusmayadi, M.Si. selaku Wakil Dekan I FFS
UHAMKA sekaligus Dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan
bantuan dan pengarahan serta meluangkan waktu dan ilmunya dalam
membimbing penulis
3. Ibu apt. Kori Yati, M.Si. selaku Wakil Dekan II FFS UHAMKA
4. Bapak apt. Kriana Efendi, M.Farm. selaku Wakil Dekan III FFS UHAMKA
5. Bapak Anang Rohwiyono, M.Ag. selaku Wakil Dekan IV FFS UHAMKA
6. Ibu Dr. apt. Rini Prastiwi, M.Si. selaku Ketua Program Studi Farmasi FFS
UHAMKA
7. Ibu apt. Nining, M.Si. selaku Pembimbing Skripsi II yang telah banyak
memberikan bantuan dan pengarahan serta meluangkan waktu dan ilmunya
dalam membimbing penulis
8. Ibu Dra. Apt. Mirawati Siregar, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bimbingan, nasihat serta ilmu dan masukan-masukan
yang berguna selama kuliah.
iii
9. Bapak Iskandar Tamimi dan Ibu Maskana selaku orang tua dan orang paling
berharga bagi penulis yang memberikan dukungan, semangat, pengorbanan,
serta kasih sayang dan mendoakan penulis menyelesaikan skripsi ini
10. Teman-teman Angkatan 2016 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang
telah memberikan semangat, doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, besar
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
iv
DAFTAR ISI
v
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 19
1.Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Ibuprofen .......................... 19
2.Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen .................................................... 19
3.Evaluasi Partikel Ibuprofen .................................................................... 20
4.Evaluasi Sifat Alir Serbuk ...................................................................... 21
5.Uji Keseragaman Bobot ......................................................................... 22
6.Waktu Hancur ........................................................................................ 22
7.Penetapan Kadar ..................................................................................... 23
8.Uji Disolusi ............................................................................................ 24
9.Analisa Data ........................................................................................... 25
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 26
A.Simpulan ................................................................................................ 26
B.Saran ...................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
LAMPIRAN .......................................................................................................... 29
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat
juga terbuat dari pati atau bagian lain yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras
bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor paling besar (000) (Depkes RI,
1995). Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk padat,di mana satu macam bahan
obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang
atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai (Ansel, 2005).
Selain mempunyai kelebihan-kelebihan seperti keindahan,kemudahan
pemakaian,dan kemudahan dibawa, kapsul telah menjadi bentuk takaran obat yang
populer karena memberikan penyalutan obat yang halus, licin, mudah ditelan, dan
tidak memiliki rasa, terutama menguntungkan untuk obat-obat yang mempunyai
rasa dan bau yang tidak enak (Lachman et al, 1994). Selain mengandung zat aktif,
sediaan kapsul juga mengandung bahan tambahan atau eksipien. Eksipien pada
kapsul umumnya terdiri dari glidan, lubrikan, dan pengisi (Agoes, 2012).
Bahan pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu sediaan
tablet atau kapsul untuk meningkatkan volume atau berat sediaan(Agoes, 2012).
Bahan pengisi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Avicel pH 101,
dengan konsentrasi sebagai bahan pengisi sebesar 20-90% (Rowe, Sheskey and
Quinn, 2009). Avicel pH 101 merupakan bahan pengisi yang berbentuk serbuk yang
digunakan secara luas dalam pembuatan tablet kempa langsung. Sebagai bahan
pengisi, Avicel memberikan banyak kemungkinan menarik untuk pengendalian
1
kecepatan pelepasan zat aktif jika dikombinasikan dengan laktosa, amilum, dan
kalsium fosfat dibasik (Siregar, 2010). Pada penelitian ini digunakan zat aktif
berupa Ibuprofen.
2
Teknologi nanopartikel saat ini telah menjadi tren baru dalam
pengembangan sistem penghantaran obat. Partikel atau globul pada skala
nanometer memiliki sifat fisik yang khas dibandingkan dengan partikel yang lebih
besar terutama dalam meningkatkan kualitas penghantaran senyawa obat (Martien
et al, 2012). Nanoteknologi adalah teknologi yang mampu menyiapkan bahan aktif
obat dalam partikel dengan ukuran nano dengan ketepatan lebih kecil dari satu
mikrometer. Bentuk dan ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efektifitas obat, karena ukuran partikel sangat berpengaruh dalam
proses kelarutan, absorbsi, dan distribusi obat (Prasetyorini et al, 2011).
B. Permasalahan Penelitian
3
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui karakteristik fisik ibuprofen ukuran partikel mikro dan
nano.
2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel mikro dan nano ibuprofen
terhadap laju disolusi kapsul ibuprofen dan membandingkan hasil uji disolusi
kapsul ibuprofen yang memiliki ukuran partikel bervariasi.
D. Manfaat Penelitian
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
1. Ibuprofen
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras
atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat
juga terbuat dari pati atau bahan lain yag sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras
bervariasi dari nomor paling kecil (5) sampai nomor paling besar (000), kecuali
ukuran cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran 00 adalah ukuran terbesar yang
dapat diberikan kepada pasien (Depkes RI, 1995).
5
b. Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Kapsul
1. Bahan Pengisi
2. Glidan
3. Lubrikan
6
3. Disolusi
a. Pengertian disolusi
𝑑𝑐
= kS (Cs-Ct) ................................................................................... (1)
𝑑𝑡
Keterangan :
𝑑𝑐
=laju disolusi obat
𝑑𝑡
K =konstanta laju disolusi
S =luas permukaan zat padat yang melarut
Cs =konsentrasi obat dalam lapisan difusi
Ct =konsentrasi obat dalam medium disolusi pada waktu t
Persamaan diatas mengutarakan bahwa laju disolusi dari suatu obat bisa
ditingkatkan dengan meningkatkan luas permukaan (mengurangi ukuran pertikel)
dari obat tersebut, dengan meningkatkan kelarutan obat dalam lapisan difusi, dan
dengan faktor-faktor yang diwujudkan dalam konstanta K, termasuk intensitas
pengadukan pelarut dan koefisien difusi dari obat yang melarut (Allen et al. 2013).
7
menunjukkan kelarutan yang lebih besar dan laju disolusi yang lebih
besar daripada bentuk kristal.
b) Polimorfisa
Zat aktif bentuk polimorfisa menunjukkan perubahan dalam karakteristik
solubilisasi dan juga laju disolusi zat aktif tersebut. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa polimorfisa dan keadaan hidrasi, solvasi dan atau
komplekasi secara nyata mempengaruhi karakteristik disolusi zat aktif.
Bentuk metastabil menunjukkan laju disolusi yang lebih cepat daripada
bentuk stabil.
c) Koprsipitasi dan atau kompleksasi
Berbagai penelitian melaporkan kopresipitasi dengan polivinilpirolidin
sangat mempengaruhi disolusi zat aktif. Dalam banyak hal, kopresipitasi
dan juga kompleksasi digunakan untuk meningkatkan karakteristik
disolusi zat aktif.
d) Karakteristik partikel
Sesuai persamaan Noyes-Whitney, laju disolusi berbanding lurus dengan
luas permukaan zat aktif. Karena luas permukaan meningkat seiring
dengan penurunan ukuran partikel, laju disolusi yang lebih tinggi dapat
dicapai melalui pengurangan ukuran partikel. Pengaruh ini telah
difokuskan pada laju disolusi yang unggul yang diamati setelah
mikronisasi zat aktif sukar larut tertentu dibandingkan terhadap bentuk
yang dihaluskan secara biasa.
Banyak metode untuk menetapkan laju disolusi zat aktif dari sediaannya.
Diantaranya adalah metode basket dan metode dayung.
1) Metode Basket
Metode basket menujukkan suatu upaya membatasi posisi bentuk sediaan
untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu antarmuka solid-cairan
yang tetap. Metode ini mempunyai keterbatasan, yaitu kecenderungan zat
bergerak menyumbat kasa basket, sangat peka terhadap gas terlarut dalam
8
media disolusi, kecepatan aliran yang kurang memadai ketika partikel
meninggalkan basket dan mengapung dalam media, dan kesulitan
konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi. Metode basket
disebut juga metode Alat 1 (Siregar, 2010).
2) Metode Dayung
Metode ini pada dasarnya terdiri atas batang dan daun pengaduk yang
merupakan dayung berputar dengan dimensi tertentu sesuai dengan radius
bagian dalam labu dengan dasar bundar. Metode ini mengatasi banyak
keterbatasan basket berputar, tetapi mensyaratkan presisi yang ekstrem
dalam geometri dayung, labu, dan perlakuan variasi yang tidak dapat
diterima dalam data disolusi berikutnya bahkan perubahan yang sangat kecil
dalam penempatan (orientasi) dayung. Metode ini sangat baik untuk sistem
otomatis (karena hal itu merupakan kelebihannya) (Siregar, 2010).
9
Tabel 1. Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi
Jumlah
Tahap sediaan yang Kriteria penerimaan
diuji
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%
Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan
S2 6 atau lebih besar dari Q, dan tidak satu unitpun
yang lebih kecil dari Q – 15%
Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama
S3 12 atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit
sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak
satu unitpun yang lebih kecil dari Q – 25%
1. Ball Mill
Gambar 2. Skema diagram dari Ball Mill. Bola-bola ini akan membentuk
media penggiling dan mendorong penggulung untuk memutar chamber (Loh
et al, 2014)
10
Particle Size Analyzer (PSA)
2. Monografi Bahan
a. Avicel pH 101
Rumus Molekul : (C6H10O5)n
Pemerian : Serbuk hablur sangat halus, putih, tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam asam encer, dan
dalam kebanyakan pelarut organic
Stabilitas : Stabil
Konsentrasi : 20-90%
Kegunaan : bahan pengisi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, sejuk dan kering
(Depkes RI, 1979 ; Rowe et al, 2009)
b. Talk
Rumus Molekul : Mg6(SiO5)4(OH)4
Pemerian : Serbuk hablur sangat halus, putih atau putih kelabu,
berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari
butiran.
Kelarutan : Tidak larut dalam hampir semua pelarut
Stablitas : Stabil dan dapat di sterilkan dengan pemanasan
160C selama tidak kurang dari 1 jam
11
Konsentrasi : 1-10%
Kegunaan : Glidan
c. Mg. Stearat
Rumus Molekul : C3H70MgO4
Pemerian : Serbuk halus, putih dan voluminous, bau lemah
khas, mudah melekat dikulit, bebas dari butiran.
Kelarutan : tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter.
Stabilitas : Stabil dan disimpan ditempat kering
Konsentrasi : 0,25%-5,0%
Kegunaan : Lubrikan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1979 ; Rowe et al, 2009).
B. Kerangka Berfikir
Ukuran partikel menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju
disolusi suatu obat. Semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin besar luas
permukaan suatu partikel sehingga akan meningkatkan laju disolusi partikel
tersebut.
Bentuk sediaan juga akan mempengaruhi laju disolusi, salah satunya adalah
kapsul. kapsul merupakan bentuk sediaan yang terdiri dari komponen sederhana
dan ditambah dengan adanya perubahan pada ukuran partikel yang diharapkan
kapsul dengan ukuran partikel yang kecil dapat mempercepat laju disolusi suatu
obat.
Maka dalam penelitian ini dilakukan evaluasi pada berbagai ukuran partikel
ibuprofen. Partikel ibuprofen dibuat menjadi ukuran partikel mikro dan ukuran
patikel nano. Perubahan ukuran partikel dilakukan dengan metode penggilingan
atau milling metode. Kemudian dibuat dalam bentuk sediaan kapsul dengan bahan
12
pengisi berupa avicel pH 101, lalu dilakukan uji disolusi pada setiap kapsul dengan
ukuran partikel yang berbeda dengan menggunakan metode dayung.
C. Hipotesis
Ibuprofen dengan ukuran partikel nano memiliki laju disolusi yang lebih
baik daripada ibuprofen dengan ukuran partikel mikro.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2. Jadwal Penelitian
Waktu Pelaksanaan Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2020 – April 2021
B. Pola Penelitian
1. Pembuatan nano partikel ibuprofen
2. Evaluasi sifat fisik partikel ibuprofen
a. Ukuran partikel
b. Pengujian FTIR
3. Penentuan Panjang gelombang maksimum ibuprofen
4. Pembuatan kurva kalibrasi ibuprofen
5. Formula kapsul ibuprofen
6. Pembuatan kapsul ibuprofen
7. Evaluasi sifat alir serbuk
8. Evaluasi kapsul
a. Keseragaman bobot
b. Waktu hancur
c. Penetapan kadar
d. Uji disolusi
C. Cara Penelitian
1. Alat dan Bahan Penelitian
a. Alat
14
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi neraca analitik, High
Energy Milling (HEM) (BATAN) ,Freeze dryer (EYELA FD-11200), Fourier
transform infrared spectroscopy (FTIR), paticle size analyzer (PSA), disintegration
tester, disolution tester, aqudest, spektrofotometer UV-Vis.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, ibuprofen
micronized, ibuprofen baku standar, Mg-stearat, Talkum, Avicel pH 101, NaOH,
KH2PO4, HPMC, aquades.
2. Prosedur Penelitian
a. Pembuatan Nanopartikel Ibuprofen
Ibuprofen dicampur dengan HPMC dengan perbandingan 1:1
(Patterson et al, 2007), lalu masukkan HPMC yang telah dilarutkan kemudian
masukkan ibuprofen dan bola-bola keramik berdiameter 2mm, dengan
perbandingan 1 g ibuprofen dan 10 bola-bola keramik dimasukkan ke dalam
ruang (chamber),tambahkan air hingga menutupi serbuk dan bola-bola keramik
lalu tutup chamber, kemudian alat high energy milling (HEM) E3D dengan
kecepatan 1400 rpm selama 30 jam (Eka Putri, 2014). Lakukan pengeringan
untuk menghilangkan sisa air dengan menggunakan metode Freeze Dry,
kemudian lakukan evaluasi sifat fisik paritikel ibuprofen.
b. Evaluasi sifat fisik partikel Ibuprofen
1) Ukuran partikel
Ukuran nanopartikel obat diukur segera setelah dilakukan pengecilan
ukuran partikel dengan hamburan sinar laser dinamis (particle size analyzer)
sebelum dilakukan analisis,suspensi obat diencerkan terlebih dahulu dengan air
murni hingga 0,2 mg/ml (Mansouri, 2011).
2) Pengujian FTIR
Sampel dianalisis dengan menggunakan total reflektansi yang
dilemahka (ATR) aksesori kristal germanium (model Avatar 360 FTIR 360,
Thermo Nicolet). Instrumen dikalibrasi menggunakan polistiren dan spektrum
dicatat dari 4000 hingga 700 / cm menggunakan 64 sampel / pemindaian latar
belakang dan resolusi 4.0 / cm. Semua pengukuran dilakukan dalam rangkap
15
dua dan data dianalisis menggunakan OMNIC E.S.P. perangkat lunak v5.1
(Patterson et al, 2007).
c. Penentuan Panjang gelombang maksimum ibuprofen
Larutan inruk ibuprofen dibuat dengan cara melarutkan 100 mg ibuprofen
dalam 100 mL dapar fosfat pH 7,2 sehingga diperoleh konsentrasi 1000
µg/ml. Dari larutan induk diambil 5 ml lalu ditambah dapar fosfat pH 7,2
dalam 25 ml. Diukur serapan larutan ibuprofen dengan konsentrasi 200
µg/ml pada Panjang gelombang 200-400 nm dengan mengggunakan
spektrofotometer Uv-Vis. Kemudian dibuat kurva serapan terhadap Panjang
gelombang (Syofyan et al, 2015).
d. Pembuatan kurva kalibrasi ibuprofen
Larutan standar ibuprofen dalam dapar fosfat pH 7,2 dibuat dengan
konsentrasi 120, 205, 290, 375, dan 469 µg/ml. Kemudian serapan
ditentukan pada panjang gelombang maksimum yaitu 264 nm dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Bahan F1 F2 Fungsi
Ibuprofen Micronized 200 mg - Zat aktif
Ibuprofen Nano - 200 mg Zat aktif
Talk 2% 2% Glidan
Mg. Stearat 1% 1% Lubrikan
Avicel pH 101 Ad 500 mg Ad 500 mg Pengisi
16
sebelumnya sudah ditimbang. Masukkan badan kapsul kedalam lubang dari
bagian alat yang tidak bergerak. Serbuk yang sudah ditambahkan bahan
pengisi dituangkan kedalam kapsul satu persatu dengan kertas serbuk
setelah ditimbang terlebih dahulu, kemudian diratakan dengan kertas film
dan dipadatkan dengan memberi sedikit tekanan. Kapsul ditutup dengan
cara merapatkan penutup kapsul kebagian badan kapsul yang telah diisi.
Dengan cara demikian semua kapsul akan tertutup. Bersihkan bagian luar
kapsul dengan menggunakan kain flannel (Ansel, 1989).
f. Evaluasi kapsul
1) Keseragaman bobot
2) Waktu hancur
Masukkan 1 kapsul masing-masing 6 tabung dari keranjang masukkan
1 cakram pada tiap tabung dan jalankan alat. Gunakan air bersuhu 37C2C
sebagai media kecuali dinyatakan lain menggunakan cairan lain dalam masing-
masing monografi. Naik turunkan keranjang didalam media cair lebih kurang
29 -32 kali per menit. Amati kapsul dalam batas waktu yang dinyatakan dalam
masing-masing monografi, semua kapsul harus hancur, kecuali bagian bagian
dari cangkang kapsul. Bila 1 kapul atau 2 kapsul tidak hancur sempurna, ulangi
pengujian dengan 12 kapsul lainnya, tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang diuji
harus sempurna (Depkes RI, 2014). Kecuali dinyatakan lain, waktu yang
17
diperlukan untuk menghancurkan kapsul tidak boleh lebih dari 15 menit
(Depkes RI, 1979).
3) Penetapan Kadar
Timbang 20 kapsul, keluarkan isi semua kapsul dan campur.
Bersihkan cangkang kapsul dan timbang, hitung bobot rata-rata kapsul.
Timbang sejumlah isi kapsul setara dengan 100 mg ibuprofen, kemudian
masukkan kedalam labu ukur 100 mL dan larutkan dengan dapar fosfat pH 7,2
sampai tanda batas. Pipet larutan bening sebanyak 2 mL, kemudian masukkan
kedalam labu ukur 10 mL dan encerkan dengan dapar fosfat pH 7,2 sampai
tanda batas. Ukur serapan maksimum pada panjang gelombang 264 nm. Hitung
jumlah mg ibuprofen dalam kapsul.
4) Uji disolusi
Uji disolusi menggunakan alat tipe 1 dengan kecepatan 50 rpm selama
60 menit. Media disolusi menggunakan dapar fosfat pH 7,2 sebanyak 900 ml.
Ambil cuplikan sampel pada menit ke-5, 10, 15, 30, 45, 60, sebanyak 5 ml.
Pada setiap pengambilan sampel segera ditambahkan dengan dapar fosfat pH
7,2. Larutan sampel diukur serapannya dengan menggunakan spektrofotometer
UV pada panjang gelombang 264 nm, dihitung jumlah zat terlarut pada setiap
waktu pengambilan sampel dengan bantuan kurva kalibrasi. Dalam waktu 60
menit harus larut tidak kurang dari 80% (Q) ibuprofen dari jumlah yang tertera
pada etiket.
D. Analisa Data
Dilakukan metode análisis varian satu arah (ANOVA) dengan taraf
kepercayaan 95% (α=0,05) yang menggunakan data hasil % terdisolusi pada menit
ke-60 kapsul ibuprofen antara formula kapsul ibuprofen mikropartikel dan kapsul
ibuprofen nanopartikel, jika adanya perbedaan bermakna diantara formula maka
dilakukan uji lanjut.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Ibuprofen
Penentuan panjang gelombang ibuprofen dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 200-400 nm dalam media
dapar fosfat 7,2, didapatkan nilai serapan maksimum sebesar 0,318 pada panjang
gelombang 264,0 nm. Ibuprofen sendiri memiliki panjang gelombang 264-273 nm,
berdasarkan hasil yang didapat maka ibuprofen yang digunakan telah memenuhi
persyaratan.
2. Penentuan Kurva Kalibrasi Ibuprofen
Setelah didapat panjang gelombang maksimum ibuprofen, dilakukan
penentuan kurva kalibrasi ibuprofen. Kurva kalibrasi ibuprofen dibuat dengan
menggunakan media berupa dapar fosfat pH 7,2 dengan konsentrasi 120 µg/ml, 205
µg/ml, 290 µg/ml, 375 µg/ml, dan 460 µg/ml pada panjang gelombang 264 nm.
Dari hasil kurva kalibrasi ibuprofen didapat perhitungan persamaan linier dengan
nilai y = 0,05767 + 0,00192x dan koefisien regresi r = 0,99983.
19
3. Evaluasi Partikel Ibuprofen
Penelitian diawali dengan memperkecil ukuran partikel ibuprofen melalui
proses milling dengan metode penggilingan basah (dry milling) menggunakan alat
high energy milling (HEM) dilakukan selama 15 jam dan 20 jam, kemudian hasil
dari proses milling dikeringkan menggunakan alat freezedry kemudian dilakukan
pengujian sifat fisik ibuprofen.
a. Ukuran Partikel
Penentuan ukuran partikel ibuprofen dilakukan setelah proses Freeze dry
menggunakan alat particle size analyzer (PSA) Delsamax Pro.Particle Size
Analyzer (PSA) merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengetahui
distribusi ukuran partikel berukuran nanometer. Prinsip pengukuran alat PSA ini
berdasarkan pada hamburan cahaya laser oleh partikel-partikel dalam sampel.
Cahaya yang berasal dari laser dipancarkan melalui pinhole (jarum kecil) kemudian
dikirim ke partikel dalam sampel. Partikel-partikel dalam sampel menghamburkan
kembali cahayanya melalui pinhole dan masuk ke detektor. Sinyal analog yang
terdeteksi diubah menjadi sinyal digital yang kemudian diolah menjadi deret
hitung(Nuraeni et al., 2013). Data hasil uji PSA ibuprofen ukuran nano ditunjukkan
pada table
Indeks
Formula Radius (nm) Diameter (nm)
Polidispersitas
F2n 219,5 438.9 0,57
F3n 133,6 267,1 0,57
20
distribusi partikel yang homogen atau seragam sedangkan nilai indeks
polidispersitas yang melebihi 0,5 menunjukkan partikel memiliki tingkat
heterogenitas yang tinggi (Taurina et al., 2017).
b. Pengujian FTIR
Bilangan Gelombang
Absorbsi Ibuprofen dengan
Gugus Fungsi Pustaka
Ibuprofen Hpmc
(cm-1)
(cm-1)
C-H 3000-2850 2953,7661 2953,866
O-H 3400-2400 2921,215 2921,675
C=O 1725-1700 1709,354 1706,414
21
Tabel 5. Hasil Waktu Alir Serbuk
Waktu alir tiap formula berturut-turut adalah 5,43 detik, 5,49 detik, 5,82.
Dapat dilihat masa formula serbuk ibuprofen ukuran mikropartikel memiliki waktu
alir yang lebih cepat dibandingkan dengan masa formula nanopartikel, hal ini dapat
disebabkan oleh ukuran mikropartikel yang lebih besar sehingga bobot serbuk
semakin berat dan waktu yang dibutuhkan serbuk untuk dapat melewati corong
semakin cepat.
6. Waktu Hancur
Uji waktu hancur bertujuan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh
tablet atau kapsul untuk hancur didalam cairan saluran pencernaan. Hasil uji
waktu hancur dapat dilihat pada Tabel 7.
22
Tabel 7. Hasil Uji Waktu Hancur Kapsul Ibuprofen
Waktu
Syarat kemenkes (2014)
Formula Hancur
waktu hancur ≤15 menit
Rata-rata
7. Penetapan Kadar
Pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menjamin kualitas sediaan obat, untuk melakukan penetapan kadar obat
dibutuhkan suatu metode yang telah divalidasi (Uno et al, 2015). Hasil uji
penetapan kadar dapat dilihat pada tabel 8.
Berdasarkan hasil uji penetapan kadar kapsul ibuprofen yang ada di tabel 8.
Diperoleh kadar pada formula 1 sebesar 99,8255%, formula 2 sebesar 100,8675%,
dan formula 3 sebesar 99,3047. Berdasarkan hasil yang diperoleh kadar tiap
formula memenuhi syarat uji penetapan kadar kapsul menurut Farmakope
Indonesia edisi V yaitu kapsul ibuprofen mengandung ibuprofen tidak kurang dari
90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.
23
8. Uji Disolusi
Uji disolusi merupakan suatu metode fisika yang penting sebagai parameter
dalam pengembangan mutu sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran
kecepatan pelepasan dan pelarutan zat aktif dari sediaanya. Uji disolusi digunakan
untuk uji bioavailabilitas secara in vitro, karena hasil uji disolusi berhubungan
dengan ketersediaan hayati obat dalam tubuh (Sari et al, 2017). Pada penelitian ini
dilakukan uji disolusi dengan menggunakan alat tipe 1 atau keranjang. Dilakukan
pengambilan cuplikan pada menit ke- 5, 10, 15, 30, 45, 60. Pada masing-masing
waktu pengambilan diambil cuplikan sebanyak 5 mL kemudian dilakukan
penambahan medium sebanyak 5 mL ke dalam alat uji disolusi untuk menggantikan
volume cuplikan yg diambil agar volume medium disolusi tetap konstan. Cuplikan
yang telah diambil kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis pada Panjang gelombang 264 nm.
160
140
120
100
80
60
40
20
0
5 10 15 30 45 60
24
Tabel 9. Data % terdisolusi pada menit 60
Dari data % terdisolusi yang terdapat pada tabel 9. menunjukkan bahwa hasil
disolusi kapsul ibuprofen pada formula 2 dan formula 3 memiliki disolusi yg lebih
baik daripada formula 1, yang mana pada formula 1 merupakan kapsul ibuprofen
yang memiliki ukuran mikro sedangkan pada formula 2 dan formula 3 adalah
kapsul ibuprofen yang berukuran nano. Dapat dilihat pada gambar 7 terjadinya
perbedaan nilai % terdisolusi yang berbeda pada masing masing formula yang
terjadi karena adanya perbedaan ukuran partikel pada masing masing formula. Hal
ini dapat diperngaruhi oleh pengurangan ukuran partikel yang dapat meningkatkan
luas permukaan sehingga dapat dicapai laju disolusi yang lebih tinggi (Siregar,
2010).
9. Analisa Data
Selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan uji statistik dengan
memasukkan data hasil % terdisolusi. Diperoleh uji distribusi normal (p = 0,054)
dan uji distribusi homogen (p = 0,192), hal ini menunjukkan data hasil % terdisolusi
kapsul ibuprofen terdistribusi normal dan homogen karena sesuai dengan ketentuan
yaitu (p > 0,05). Analisa dilanjutkan dengan metode analisis ANOVA satu arah
untuk mengetahui data % terdisolusi mempunyai perbedaan yang bermakna atau
tidak. Hasil uji pada ukuran partikel menunjukkan p = 0,0002< (0,05) yang berarti
adanya perbedaan yang bermakna pada % disolusi.
25
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan profil disolusi
kapsul Ibuprofen antara ukuran mikropartikel dan nanopartikel dengan adanya
variasi waktu pada proses milling, serta dapat diketahui interaksi antara perbedaan
ukuran partikel dan lamanya waktu milling pada disolusi kapsul ibuprofen. Selain
itu ibuprofen dengan ukuran nanopartikel meningkatkan disolusi kapsul ibuprofen,
semakin lama prose milling maka semakin kecil ukuran partikel sehingga semakin
meningkat disolusinya.
B. Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan melakukan penelitian lebih lanjut dengan
mengganti polimer untuk memperbaiki aglomerasi yang terjadi pada pembentukan
nanopartikel. Selain itu perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut terhadap
nanopartikel yang dihasilkan selain ukuran partikel.
26
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. (2008) Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Agoes, G. (2012) Sediaan Farmasi Padat. Bandung: Penerbit ITB.
Allen, L. V, Popovich, N. G. and Ansel, H. C. (2013) Ansel Bentuk Sediaan
Farmasetis & Sistem Penghantaran Obat. 9th edn. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Ansel, H. C. (1989) Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV, American Journal
of Pharmacology and Toxicology.
Ansel, H. C. (2005) Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta: UI
Press.
Depkes RI (1979a) Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI (1979b) No Title. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI (1995) Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes RI (2014) Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Dur, S. (2017) ‘Zeolite Processing As Heavy Material’, ZERO: Jurnal Sains,
Matematika dan Terapan, 1(1), pp. 33–45. doi: 10.30829/zero.v1i1.1457.
Eka Putri, S. A. (2014) ‘Pengaruh ukuran patikel mikro dan nano ibuprofen
terhadap laju disolusi tablet ibuprofen yang dibuat denga cara granulasi
basah’, skripsi, (Universitas Muhammadiyah Prof.Dr.HAMKA), p. 16.
Fatmawaty, A., Nisa, M. and Rezki, R. (2015) Teknologi Sediaan Farmasi.
Yogyakarta: Deepublish.
Lachman, L., Lieberman, H. A. and Kanig, J. L. (1994) Teori dan Praktek Farmasi
Industri. 3rd edn. Jakarta: UI Press.
Loh, Z. H., Samanta, A. K. and Sia Heng, P. W. (2014) ‘Overview of milling
techniques for improving the solubility of poorly water-soluble drugs’,
Asian Journal of Pharmaceutical Sciences, 10(4), pp. 255–274. doi:
10.1016/j.ajps.2014.12.006.
Mansouri, M. (2011) ‘Preparation and Characterization of Ibuprofen Nanoparticles
by using Solvent/ Antisolvent Precipitation’, The Open Conference
Proceedings Journal, 2(1), pp. 88–94. doi:
10.2174/2210289201102010088.
Martien, R. et al. (2012) ‘Perkembangan Teknologi Nanopartikel Sebagai Sistem
Penghantaran Obat Technology Developments Nanoparticles As Drug
Delivery Systems’, Majalah Farmaseutik, 8(1), pp. 133–144. doi:
10.5530/pj.2016.5.8.
Nugroho, B. H., Dewi, S. and Syukri, Y. (2010) ‘Karakterisasi dispersi padat
ibuprofen-SSG (Sodium starch glycolat) dengan teknik kneading’, Jurnal
Ilmiah Farmasi, 7(Jurusan Farmasi FMIPA UII).
Nuraeni, W. et al. (2013) ‘Verifikasi Kinerja Alat Particle Size Analyzer (PSA)
Horiba Lb-550 Untuk Penentuan Distribusi Ukuran Nanopartikel’,
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir, pp. 268–269.
Patterson, J. E. et al. (2007) ‘Preparation of glass solutions of three poorly water
soluble drugs by spray drying, melt extrusion and ball milling’,
International Journal of Pharmaceutics, 336(1), pp. 22–34. doi:
10.1016/j.ijpharm.2006.11.030.
27
Pavia, D. L., M.Lampman, G. and Kriz, G. S. (2020) Introduction to Spectroscopy,
Measurement and Detection of Radiation. Bellingham,. doi:
10.1201/9781439894651-21.
Prasetyorini, Hasan, A. Z. and Siregar, R. (2011) ‘Penerapan Teknologi
Nanopartikel Propolis Trigona Spp Asal Bogor Sebagai Antibakteri
Escherchia Coli Secara In-Vitro’, 11(1), pp. 36–43.
Rowe, R. C., Sheskey, J. P. and Quinn, M. E. (2009) Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacist
Association.
Sari, D. P., Sulaiman, T. N. S. and Mafruhah, O. R. (2017) ‘Uji Disolusi Terbanding
Tablet Metformin Hidroklorida Generik Berlogo Dan Bermerek’,
Pharmaceutics Journal, 9(1), pp. 254–258. Available at:
https://jurnal.ugm.ac.id/majalahfarmaseutik/article/view/24106.
Siregar, C. J. . (2010) Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-Dasar Praktis.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Siswanto, A. et al. (2016) ‘Pemodelan Pelepasan In Vitro Tablet Floating Teofilin
Dengan Program Ddsolver’, Pharmacy, 13(Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto), p. 30.
Syofyan, S., Yanuarto, T. and Octavia, M. D. (2015) ‘Pengaruh Kombinasi
Magnesium Stearat dan Talkum sebagai Lubrikan terhadap Profil Disolusi
Tablet Ibuprofen’, Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(2), p. 195. doi:
10.29208/jsfk.2015.1.2.35.
Syukri, Y. (2017) Teknologi Sediaan Obat Dalam Bentuk Solid. Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia.
Taurina, W. et al. (2017) ‘OPTIMASI KECEPATAN DAN LAMA
PENGADUKAN TERHADAP UKURAN NANOPARTIKEL KITOSAN-
EKSTRAK ETANOL 70 % KULIT JERUK SIAM ( Citrus nobilis L . var
Microcarpa ) OPTIMIZATION OF STIRRING SPEED AND STIRRING
TIME TOWARD’, Traditional Medicine Journal, 22(April), pp. 16–20.
Uno, N. R., Sudewi, S. and Lolo, W. A. (2015) ‘Validasi Metode Analisis Untuk
Penetapan Kadar Tablet Asam Mefenamat Secara Spektrofotometri
Ultraviolet’, Pharmacon, 4(4), pp. 156–167. doi:
10.35799/pha.4.2015.10204.
28
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Pembuatan Kapsul Ibuprofen
29
Lampiran 2. CoA (Certificate of Analysis) Ibuprofen
30
Lampiran 3. CoA (Certificate of Analysis) Ibuprofen BPFI
31
Lampiran 4. CoA (Certificate of Analysis) HPMC
32
Lampiran 5. CoA (Certificate of Analysis) Avicel pH 101
33
Lampiran 6. CoA (Certificate of Analysis) Talkum
34
Lampiran 7. CoA (Certificate of Analysis) Mg. Stearat
35
Lampiran 8. CoA (Certificate of Analysis) NaOH
36
Lampiran 9. CoA (Certificate of Analysis) KH2PO4
37
Lampiran 10. Spektrum Panjang Gelombang Maksimum Ibuprofen
38
Lampiran 11. Kurva Kalibrasi Ibuprofen
Konsentrasi Persamaan
(µg/mL) Abs Regresi Linier
120 0,1704
205 0,3362 a=0,05767
290 0,5033 b=0,00192
375 0,6695 r=0,99983
460 0,8212
Perhitungan :
ƛ maks = 264 nm
abs = 0,3496
A=axbxc
A 0,3496
a = b x c = 1 x 200 µg/mL = 0,0017
0,2
Cmin = 0,0017 = 117,65 ppm
0,8
Cmax = 0,0017 = 470,56 ppm
205 µg/mL
Konsentrasi 205 ppm = 1000 µg/mL x 10 mL = 2 mL
290 µg/mL
Konsentrasi 290 ppm = 1000 µg/mL x 10 mL = 2,9 mL
375 µg/mL
Konsentrasi 375 ppm = 1000 µg/mL x 10 mL = 3,75 mL
460 µg/mL
Konsentrasi 460 ppm = 1000 µg/mL x 10 mL = 4,6 mL
39
40
Lampiran 12. Hasil PSA Ibuprofen Nanopartikel
41
B. PSA Ibuprofen Nanopartikel 20 Jam
42
Lampiran 13. Hasil Uji FTIR
43
B. Hasil Uji FTIR Nanopartikel
44
Lampiran 14. Data Hasil Sifat Alir
Kapsul
Replika
F1 F2 F3
I 5,39 5,50 5,82
II 5,47 5,56 5,77
III 5,43 5,41 5,86
Rata-rata 5,43 5,49 5,82
SD 0,04 0,0755 0,0451
Bobot (mg)
No
F1 F2 F3
1 501,9 495,2 499,6
2 483,9 502,7 501,9
3 494,1 503,1 499,6
4 486,4 495,3 498,3
5 498,4 499,3 505,7
6 501,5 505,7 505
7 492,5 504,5 506,8
8 486,9 499,4 506,9
9 500,1 505,9 498,8
10 500 500,8 486,9
Rata2 494,57 501,19 500,95
SD 0,00683 0,003,9 0,00598
Nilai penerimaan 3,339 2,166 2,872
45
Tabel 14. Data Waktu Hancur Kapsul Ibuprofen
F1 F2 F3
Chamber Replika Replika Replika Replika Replika Replika Replika Replika Replika
I II III I II III I II III
I 4,65 4,75 4,3 4,26 4,32 4,4 4,31 4,37 4,52
II 4,76 4,86 4,62 4,54 4,56 4,68 4,65 4,76 4,74
III 4,8 4,99 4,98 4,68 4,79 4,79 4,78 4,95 4,95
IV 4,95 5,21 5,19 4,9 4,89 4,93 4,92 5,1 4,87
V 5,2 5,32 5,25 5,27 5,24 5,34 5,15 4,94 5,2
VI 5,32 5,43 5,3 5,63 5,65 5,5 5,27 5,25 5,32
Rata-rata 4,9467 5,0933 4,9400 4,88 4,9083 4,9400 4,8467 4,8950 4,9333
Kapsul
Replika
F1 F2 F3
I 4,9467 4,88 4,8467
II 5,0933 4,9083 4,895
III 4,94 4,94 4,9333
Rata-rata 4,9933 4,90943 4,8917
SD 0,0866 0,0300 0,0434
46
Lampiran 16. Hasil Uji Disolusi
Tabel 17. Data Hasil Uji Disolusi Kapsul Ibuprofen
47
45 1 91,3611 101,3432 106,1805
2 88,7138 103,1940 107,5854
3 92,9147 99,3390 109,9618
4 97,0913 103,3210 111,3838
5 113,3377 105,1055 116,5963
6 97,3443 116,5547 114,7325
60 1 100,3008 104,0216 111,9543
2 95,6368 107,3360 115,9436
3 87,1955 102,9055 117,0250
4 103,8263 115,4383 117,6180
5 113,3829 114,4908 120,7860
6 97,3443 115,9605 112,3930
48
Perhitungan penetapan kadar
y = a ± bx
0,4410 = 0,05767 + 0,00192x
x =199,6510 µg/ml
10
mg zat aktif= x 100x199,650
2
= 99825,5 µg = 99,8255 mg
99,8255 mg
% kadar = x100%=99,8255 %
100 𝑚𝑔
Perhitungan disolusi
y = a ± bx
0,4413 = 0,05767 - 0,00192x
x = 110,5365 µg/ml
900 𝑚𝑙
FP = 110,5365 µg/ml x 1000
= 99,4828 mg
5 𝑚𝑙
FK = 900 𝑚𝑙 x 0 mg = 0 mg
Mg zat terlarut = 99,4828 mg + 0 mg
= 99,4828 mg
99,4828 mg
% terdisolusi = x 100%
200 𝑚𝑔
= 49,1506%
49,1506%
Laju disolusi = = 9,8301 %/menit
5 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
1. Uji Normalitas
Tujuan : untuk mengetahui data % disolusi terdistribusi normal atau tidak
Hipotesa : H0 = data terdistribusi normal
H1 = data tidak terdistribusi normal
Ketentuan : Sig > 0,05 = data terdistribusi normal
Sig < 0,05 = data tidak terdistribusi normal
Tests of Normality
49
Normal Parametersa,b Mean 108.5311
Std. Deviation 9.19828
Most Extreme Differences Absolute .201
Positive .106
Negative -.201
Test Statistic .201
Asymp. Sig. (2-tailed) .054c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
2. Uji Homogenitas
50
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.843 2 15 .192
3. Uji Anova
Tujuan : untuk mengetahui data % disolusi mempunyai perbedaan yang
bermakna atau tidak
Hipotesa : H0 = tidak mempunyai perbedaan yang bermakna antar formula
H1 = mempunyai perbedaan yang bermakna antar formula
Ketentuan : Sig > 0,05 = tidak mempunyai perbedaan yang bermakna antar
formula
Sig < 0,05 = mempunyai perbedaan yang bermakna antar formula
ANOVA
terdisolusi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 820.976 2 410.488 9.974 .002
Within Groups 617.365 15 41.158
Total 1438.341 17
51
Lampiran 20. Gambar Alat-Alat Penelitian
FTIR
52
Spektrofotometer UV-Vis Disintegeration Testes
53
Lampiran 21. Gambar Bahan-Bahan Penelitian
Mg Stearat Talkum
54
Sodium hydroxide Pottasium dihydrogen phosphat
55
Lampiran 22. Hasil Produksi Kapsul Ibuprofen
56