Bab I Proposal
Bab I Proposal
PENDAHULUAN
1
Fahriah, “Pemahaman Masyarakat Desa Handil Gayam Tentang Perbankan Syariah”, Skripsi,
(Banjarmasin: Institut Agama Islam Antasari Banjarmasin, 2017), 4.
2
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2006), cet
ke-1, h. 21
mengawasi mutu, memasarkan produk, mengalokasikan sumber daya finansial,
serta merumuskan seluruh strategi organisasi.
SDM perbankan syariah harus memiliki pengetahuan dan pemahaman
dibidang bisnis, memahami implementasi prinsip-prinsip bisnis dalam Islam,
namun dewasa ini sumber daya manusia tersebut mengalami keterbatasan
dalam memahami produk dan sistem syariah. Hal ini disebabkan Pertama,
maraknya perbankan syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan SDM yang
memadai. Terutama SDM yang memiliki latar belakang pengetahuan dalam
bidang perbankan syariah. Kedua, kurangnya akademisi perbankan syariah, di
mana banyak pendidikan yang lebih berorientasi pada pengenalan ekonomi
konvensional dari pada ekonomi Islam, yang pada gilirannya perhatian
terhadap ekonomi Islam khususnya perbankan syariah terabaikan dan kurang
mendapatkan perhatian.3
Tingkat pengetahuan dan kemampuan karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat keberhasilan suatu bank, dimana nasabah akan merasa puas
jika informasi yang diperoleh dari pihak bank sesuai dengan apa yang
diinginkan nasabah pada umumnya. Oleh sebab itu suatu bank akan dinilai baik
kinerjanya, apabila dapat menciptakan pelayanan yang baik kepada nasabah.
Karena pelayanan adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,
dan menguasai pangsa pasar. Kualitas pelayanan dalam perusahaan jasa
merupakan hal yang sangat penting dari sudut pandang konsumen. Konsumen
tidak hanya melihat dari hasil jasa, tetapi juga dari proses penyampaian jasa
tersebut.
Maka dari itu pemahaman pegawai yang dilatarbelakangi oleh bidang
pendidikan yang sesuai dengan pekerjaan, pegawai yang mengikuti pelatihan,
dan pengalaman kinerja pegawai yang baik, seyogyanya mampu
meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah. Sehingga dapat membuat
nasabah merasa nyaman terhadap pelayanan bank dan dapat pula menarik
nasabah-nasabah baru pada bank tersebut.
3
Cut Nur Halimah, Problematika SDM Perbankan Syariah,
http://www.google.com/amp/aceh.tribunnews.com/amp/2016/05/18/problematika-sdm-
perbankan-syariah diakses pada tanggal 30 Oktober 2021
Berdasarkan hal tersebut, PT. Bank NTB Syariah yang merupakan
Bank daerah provinsi NTB merupakan bank yang terbentuk dari hasil konversi
pada tanggal 24 September 2018 yang sebelumnya dari bank NTB dan
memiliki banyak cabang dan cabang pembantu Apakah pegawai Bank NTB
Syariah sudah berkompeten memahami produk dan jasa syariah? Sehingga
masyarakat dapat mempercayakan dananya untuk dikelola atau mengambil
pembiayaan yang halal sesuai dengan prinsip syariah di Bank NTB Syariah.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji tentang
kinerja pegawai Bank NTB Syariah dengan mengemukakan dalam sebuah
karya ilmiah berbentuk tesis yang berjudul “PENGARUH LATAR
BELAKANG PENDIDIKAN, PENGALAMAN KERJA DAN PELATIHAN
TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN PEGAWAI TENTANG SISTEM
PEMBIAYAAN PADA PT BANK NTB SYARIAH”
4
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 44
5
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013), h. 44
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami sesuatu.
Pemahaman mempunyai tiga dimensi, yaitu: 6
a. Translasi adalah kesanggupan memahami makna yang terkandung di
dalamnya, misalnya menterjemahkan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa
Indonesia.
b. Interpretasi yaitu pemahaman yang mampu menerangkan atau
menyimpulkan hasil dari suatu komunikasi, misalnya memahami grafik yang
menghubungkan dua objek yang berbeda.
c. Ekstrapolasi yaitu meluasnya kecenderungan menggunakan data untuk
menentukan kesimpulan, pengaruh dan hasil serta menerangkan suatu
kesanggupan dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat serta meluasnya
wawasan.
6
.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), h. 246
7
Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan,
(Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 1995), cet. 2, h. 15
merekruit pegawai sesuai dengan latar belakang pendidikan yang mereka
kuasai. Pendidikan diukur dengan indikator; hasil pendidikan yang diberikan,
latar belakang bidang pendidikan, kesesuaian pendidikan dengan pemahaman.
Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan ini dapat mempengaruhi
pemahaman.
b. Pelatihan
Pelatihan perlu dilakukan dikarenakan adanya perubahan struktural secara
menyeluruh. Perubahan ini dapat berdampak pada sistem, organisasi, dan
peluang kerja. Kondisi ini akan mengubah kesempatan maupun peluang kerja
ke arah penyediaan barang dan pelayanan baru yang telah meningkat sebagai
akibat dari perubahan struktural tersebut. 8 Oleh karena itu pelatihan sangat
diperlukan sebagai proses penyesuaian dengan mengembangkan kebijakan
pasaran kerja dan peluang kerja, yang sesuai dengan perkembangan teknologi
dan perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia. Sehingga diharapkan
pelatihan ini dapat menunjang penyerapan dan pengembangan teknologi.
Pada dasarnya pelatihan dilakukan untuk membuat seseorang dapat
melakukan suatu kegiatan yang memberi kesempatan belajar dengan tujuan
menyegarkan kemampuan dan keterampilan diluar pendidikan umum dengan
mengutamakan praktek dari pada teori. Pelatihan diukur dengan indikator;
diadakan kegiatan kursus di bidang ekonomi untuk mencapai kredibilitas ilmu
ekonomi, penambahan praktikum perbankan untuk memantapkan keahlian
bila suatu saat bekerja di perbankan Syariah
Pelatihan berbeda dengan pendidikan, karena pendidikan lebih bersifat
filosofis dan teoritis. Pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama,
yaitu pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit.
Melalui pemahaman, pegawai dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator,
pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, dan menjadi karyawan
8
Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan,
(Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 1995), cet. 2, h. 8
yang efektif dan efisien dalam elakukan pekerjaan. 9 Pelatihan merupakan
bagian dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera.
Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang
dilakukan. Praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat
dipraktikkan. Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki
penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang relatif singkat.
c. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung dan lain sebagainya) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi,
yang terpenting dari sebuah pengalaman adalah hikmah atau pelajaran yang
bisa diambil dalam suatu kejadian/kegiatan.
Dalam dunia kerja pengalaman menjadi hal terpenting, karena pengalaman
kerja adalah ukuran tentang masa waktu atau masa kerja yang telah ditempuh
seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah
melaksanakan dengan baik. Dalam merekruit pegawai, kebanyakan
perusahaan mencari pegawai yang sudahmempunyai pengalaman kerja, karena
mereka dianggap sebagai seorang yang sudah paham tentang beban pekerjaan
yang akan ditanggung nantinya, sehingga pegawai perusahaan yang lama tidak
perlu mengajari pegawai baru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pengalaman kerja dapat mempengaruhi pemahaman.
9
Burhanuddin Yusuf, Manajemen Sumber Daya Manusia di Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), Ed. 1, Cet ke-1, h. 141
10
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung : Cv. Pustaka Setia, 2006), cet
ke-1, h. 21
Karena seyogyanya sumber daya manusia ini menyangkutketenagakerjaan,
dimana perusahaan merekrut seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mengerjakan apa yang di produksi oleh perusahaan. Dalam menjalankan
tugasnya SDM di arahkan oleh sebuah manajemen yaitu Manajemen Sumber
Daya Manusia (MSDM).
Manajemen sumber daya manusia11 adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, pemberian
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan tenaga kerja
dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan
masyarakat.
11
Moh. Agus Tulus, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Umum, 1992), h. 60
12
Mulyadi S, Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2003), Ed. 1, h. 2
2. Peningkatan kualitas SDM yang produktif dan upaya pemerataan
penyebarannya.
3. Peningkatan kualitas SDM yang berkemampuan dalam memanfaatkan,
mengembangkan dan menguasai iptek yang berwawasan lingkungan.
4. Pengembangan pranata yang meliputi kelembagaan dan perangkat hukum
yang mendukung upaya peningkatan kualitas SDM.
Hal diatas dapat disimpulkan bahwa indikator sumber daya manusia yang
berkualitas yaitu pegawai yang berdisiplin, motivasi kerja baik, produktivitaskerja
perusahaan dapat tercapai, dan kinerja perusahaan meningkat dari waktu ke
waktu.
2.2.3 Pegawai
Pegawai merupakan bagian dari sumber daya manusia yang
menjadi modal bagi perusahaan untuk memajukan bisnis yang dikelolanya.
Pengertian pegawai sendiri adalah seseorang yang bekerja di suatu perusahaan
atau organisasi, baik sebagai pegawai tetap maupun tidak tetap guna untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pegawai ini termasuk kedalam ketenagakerjaan, dan di dalam konsep
ketenagakerjaan terdapat 11 bagian, antara lain: Tenaga Kerja (Manpower),
Angkatan Kerja (Labor Force), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Labor Force
Participation Rate), Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate), Penganguran
Terbuka (OpenUnemployment Rate), Setengah Menganggur (Underemployment),
Setengah Menganggur yang Kentara (Visible Underemployment), Setengah
Menganggur yang Tidak Kentara (Invisible Underemployment), Pengangguran
Tidak Ketara (Disguised Unemployment), Pengangguran Friksional, dan
Pengangguran Sktruktural. Dalam hal ini pegawai termasuk ke dalam angkatan
kerja13 yakni bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha
untuk terlibat, ke dalam kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa.
13
Mulyadi S, Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2003), Ed. 1, h. 60
2.3 Sistem Pembiayaan Syariah
Sistem adalah suatu kesatuan tatanan yang mempunyai beberapa unsur
yang saling berkaitan satu sama lain atau merupakan mata rantai yang tak
terpisahkan satu dengan yang lainnya. Menurut Sudikno Mertokusumo sistem
adalah suatu kesatuan yang utuh terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang
saling berkaitan erat satu sama lain yakni unsur tersebut berinteraksi satu sama
lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan.14
Pada umumnya perbankan konvensional maupun perbankan syariah
memiliki sistem kerja yang sama yakni sebagai sebuah lembaga intermediasi
keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan banknote. Arti prinsip
syariah sendiri adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara pihak
bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara lain: pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musyarakah), pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaanbarang modal berdasarkan
sewa yaitu sewa murni tanpa pilihan (ijarah) sewa
dengan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa (ijarah waliqtina atau
ijarah bi-tamlik).
Oleh karena itu terdapat perbedaan antara keduanya yaitu, perbankan
konvensional menggunakan akad komersil yang hukum positif, sedangkan
perbankan syariah menggunakan akad tabarru‟ dan akad ijarah/tijarah yang berarti
bertujuan untuk saling tolong menolong terhadap pihak yang
membutuhkan dana, yang mana hal tersebut didoktrin dari hukum positif dan
hukum Islam. Salah satu contoh kegiatan bank yaitu dalam sistem penyaluran
pembiayaan.
Pembiayaan yang merupakan salah satu dari dua fungsi utama bank yakni
penyaluran dana adalah memberikan pendanaan kepada pihak yang
membutuhkan dana untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
14
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1991), h. 102
dilakukan perorangan maupun kelompok. Sedangkan dalam perbankan
konvensional dikenal dengan istilah pengkreditan. Jika dalam sistem kredit
mengharuskan debitur mengembalikan pinjaman dengan pemberian bunga kepada
pihak bank, maka pembiayaan syariah pengembalian pinjaman dengan bagi hasil
berdasarkan kesepakatan antara debitur dan pihak bank. Karena dalam Islam
bunga bank itu haram hukumnya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Baqarah : 275, yang berbunyi:
ْ
… ٱلربَ ٰوا َ ٱَّلل بٱۡلَ بي َع َو َح َّر
م َ َ… َوأ
ُ َّ ح َّل
ِّ
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-
Baqarah 2:275)
Pembiayaan memiliki tiga prinsip yaitu pinsip keadilan, prinsip ini
tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan
margin keuntungan yang disepakati bersama antara bank dan nasabah. Prinsip
kesederajatan, dimana bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana,
nasabah pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat,
hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, risiko, dan keuntungan yang berimbang
antara nasaba penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun bank. Terakhir
prinsip ketentraman, produk-produk bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan
kaidah muamalah islam, antara lain tidak adanya unsur riba serta penerapan zakat
harta.
Dengan demikian, nasabah akan merasakan ketentraman lahir maupun batin.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal
berikut:15
15
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 160
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif, yang habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis akan menguraikan sistem
pembiayaan syariah menurut sudut pandang yuridis (hukum positif), Berikut
merupakan penjelasan dari sistem pembiayaan menurut sudut pandang yurudis
(hukum positif), antara lain :
16
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2013), Ed. 5, cet. 9, h. 298
17
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 95
ketenuan mengenai pembiayaan mudharabah ini pada Fatwa DSN No.
07/DSN-MUI/IV/2000.
M. Abdul Manan mengartikan mudharabah yaitu tenaga kerja dan
pemilik modal bergabung bersama-sama sebagai mitra usaha untuk kerja. Ia
lebih menyoroti adanya kesejajaran antara pemilik modal dan pemilik tenaga
untuk digabungkan melakukan usaha, karena itu mudharabah dapat
menyelesaikan pertentangan antara tenaga kerja dan pemilik modal.18
Kesimpulan dari berbagai pengertian diatas bahwa hal-hal pokok yang
terdapat dalam mudharabah yaitu: adanya pemilik modal (bank), adanya orang
yang mempunyai kapabiliti untuk usaha dan membutuhkan modal, adanya
kerjasama atau kesepakatan untuk memperoleh keuntungan, keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan bersama/perjanjian, pemilik bank menanggung
kerugian yang tidak disebabkan oleh pengelola asalkan modal pokok tidak
berkurang.
2) Landasan Hukum
Adapun landasan hukum dari mudharabah yakni Allah berfirman dalam
Al-qur`an surat Al-Muzzamil ayat 20 yang berbunyi :
“Dan jika dari orang-orang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia
Allah SWT” (QS. Al-Muzzamil:20)
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dai surat al-Muzammil : 20 adalah
adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti
melakukan suatu perjalanan usaha.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Dari Shalih binn Suaib
ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat
18
M. Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory And Practice, diterjemahkan oleh M. Nastangin,
(Yogyakarta : PT Dana Bhakti, 1993), h. 167
keberkatan: jual beli secara tangguh, mudharabah, dan mencampuradukkan
dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah no.
2280, kitab at-Tijarah)
3) Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis:
Pertama, mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal
dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Kedua, mudharabah muqayyadah adalah
kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis
usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya batasan ini seringkali mencerminkan
kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha 19
Contoh sistem bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah misalnya pihak
PT. Bank NTB Syariah mengeluarkan pembiayaan modal kerja (100%) kepada
pihak nasabah dalam rangka menjalankan usaha yang produktif, sedang pihak
nasabah melakukan pengelolaan atas usahanya secara penuh. Keuntungan dari
kerjasama ini dibagi bersama dengan sistem bagi hasil sesuai kesepakatan kedua
belah pihak misalnya 40% : 60% dimana 40% untuk PT. Bank NTB Syariah,
sedangkan 60% untuk nasabah, atau dengan variasi perbandingan sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. 20 Jadi, prinsip mudharabah terdapat adanya
penggabungan antara pengalaman keuangan dan pengalaman bisnis. Dalam
sistem ini bank memberikan modal dana dan nasabah mempunyai kapabiliti
dalam menjalankan usaha. Selanjutnya, dalam pembagian keuntungannya sesuai
dengan kesepakatan. Dalam hal kerugian, banklah yang menanggungnya dan
nasabah hanya kehilangan nilai kerjanya selama modal pokok tidak berkurang.
Jika modal pokok berkurang, maka nasabah dianggap mempunyai hutang kepada
bank dan wajib mengembalikannya.
19
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 97
20
Didiek Akhmad Supadie, “Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syari‟ah dalam Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, (Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2013), h. 58
B. Sistem Bagi Hasil Berdasarkan Prinsip Musyarakah
1) Pengertian
Musyarakah berasal dari kata syirkah disebut juga syarikah
yang artinya akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menjalani suatu
usaha tertentu dimana setiap pelaku usaha berkontribusi dalam dana yang akan
digunakan untuk usaha dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Menurut Syari’I Antonio, Musyarakah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing
masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
Kesimpulan dari berbagai pengertian diatas bahwa hal-hal pokok yang
terdapat dalam musyarakah yaitu: adanya dua sekutu atau lebih, masing-masing
pihak memasukkan modal, adanya objek persekutuan yang diperjanjikan, adanya
pembagian resiko dan keuntungan dari hasil persekutuan.
2) Landasan Hukum
Adapun landasan hukum dari musyarakah yakni Allah
berfirman dalam Al-qur`an surat Shaad ayat 24 yang berbunyi :
“...Dan, sesunguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh...”(Shaad : 24)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menjelaskan, Dari Abu
Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman,
„Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya”. (HR Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim)
3) Jenis-jenis Musyarakah
Pembiayaan musyarakah ini terdiri dari berbagai jenis,
menurut Saad Abdul Sattar Al-Harran membagi musyarakah menjadi dua bagian
yaitu:21
a) Syirkah al-milk (non contractual partnership)
b) Syirkah al-uqaad (contractual partnership)
Musyarakah al-milk atau musyarakah kepemilikan terbentuk karena warisan,
wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih
berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut. Syirkah al-uqaad atau musyarakah akad terbentuk
dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang
dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi
keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi:
a) Syirkah al-„Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.
Kedua pihak saling berbagi keuntungan dan kerugian sebagaimana yang
disepakati keduanya. Akan tetapi, porsi masing-masing tidak harus sama
sesuai dengan kesepakatan mereka. Contohnya Perseroan Terbatas
b) Syirkah Mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih.
Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja. Kedua pihak saling berbagi keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati keduanya. Dan syarat utamanya yaitu kesamaan
21
Saad Abdul Sattar Al-Harran, Islamic Finance Partnership, (Selangor Daarul Ehsan Malaysia :
Pelanduk Publication (M) Sdn, 1993), h. 75
dana yang diberikan, kerja, tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh
masing-masing pihak. Contohnya koperasi
c) Syirkah A‟maal adalah akad kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima
pekerjaan secara bersama-sama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan
tersebut. Contohnya kerjasama arsitek yang menggarap sebuah proyek. Al
Musyarakah ini kadang-kadang disebut musyarakah abdan atau sama‟i.
d) Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
keahlian dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit kemudian
menjual barang tersebut secara tunai. Selanjutnya berbagi keuntungan dan
kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh mitra.
Praktek pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah dalam perbankan
syariah diantaranya:22
a) Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan pokok di mana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b) Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat
maupun bertahap.
Contoh sistem bagi hasil berdasarkan prinsip musyarakah misalnya pihak
BPRS ikut serta dalam penyertaan modal usaha. Sedangkan bagi hasil yang
diterapkan sangat bervariasi tergantung pada lamanya waktu dan tingkat
resiko usaha tersebut. Porsi bagi hasil yang diterapkan biasanya 45%:55%
atau 40%:60%.23
22
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 93
23
Didiek Akhmad Supadie, “Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syari‟ah dalam Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, (Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2013), h. 56
2. Sistem Jual Beli
Jual beli merupakan transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli
atas suatu barang dan jasa yang menjadi objek tansaksi jual beli. Adanya penjual,
pembeli, objek jual beli berupa barang dan jasa, dan harga dari objek tersebut
menjadi syarat sah dalam jual beli. Sedangkan rukun jual beli yaitu penjual,
pembeli, objek jual beli, harga, dan ijab kabul. Salah satu pembiayaan yang
terkenal di bank syariah adalah pembiayaan yang menggunakan akad jual beli.
Akad jual beli dapat diaplikasikan dalam pembiayaan yang diberikan oleh bank
syariah. Ada tiga jenis akad jual beli yang dikembangkan oleh bank syariah dan
menjadi sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dalam konteks
pembiayaan yaitu pembiayaan murabahah, salam, dan istishna.
2) Landasan Hukum
Landasan hukum transaksi jual beli murabahah terdapat
dalam firman Allah surat al-Baqarah: 275, berbunyi:
ْ
… ٱلربَ ٰوا َ ٱَّلل بٱۡلَ بي َع َو َح َّر
م َ َ… َوأ
ُ َّ ح َّل
ِّ
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-
Baqarah 2:275)
Mekanisme Pembiayaan Murabahah Dalam aplikasi bank syariah, bank
merupakan penjual atas objek barang dan nasabah merupakan pembeli. Bank
menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari
supplier, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi
dibanding dengan harga beli yang dilakukan oleh bank syariah. Pembayaran atas
transaksi murabahah dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat
jatuh tempo atau melaksanakan pembayaran angsuran selama jangka waktu
yang disepakati.25
Skema 2.1
1. Negosiasi & persyaratan
2. Akad Jual Beli
6. Bayar
BANK SYARIAH NASABAH
25
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 138
Pada umumnya aplikasi pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah
ini digunakan dalam transaksi jual beli barang investasi dan barang yang
diperlukan individu (konsumsi). Dalam pembiayaan investasi, akad murabahah
sangat sesuai karena ada barang yang akan diinvestasi oleh nasabah atau ada
barang yang menjadi objek investasi. Dalam pembiayaan konsumsi, biasanya
barang yang akan dikonsumsi nasabah jelas dan terukur. Akan tetapi, pembiayaan
murabahah kurang cocok untuk pembiayaan modal kerja yang diberikan secara
langsung dalam bentuk uang. Barang-barang yang cocok untuk digunakan sevagai
objek jual beli seperti, rumah, kendaraan bermotor, alat produksi, gedung, serta
aset-aset yang tidak bertentangan dengan syariah.
26
Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah V, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. Ke-1, h. 217
27
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 153
sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam akad, maka pembeli dapat
mengembalikannya kepada penjual. Selain persoalan spesifikasi, mendahulukan
pembayaran pada waktu akad pun menjadi ciri dalam pembiayaan salam ini.
Sebagaimana yang telah didefinisikan oleh ulama fiqh, yang artinya: “menjual
suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-
cirinya jelas dengan pembayaran modal diawal, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian hair”.28
2) Landasan Hukum
Landasan hukum transaksi jual beli as-salam terdapat
dalam surat al-Baqarah ayat 282, yang berbunyi:
ََٰٓ َ ُّ َ َّ َ َ َ ُ ٓ ْ َ َ َ َ ُ َ ب َ َٰٓ َ َ ُّ َ ٗ َ ب
ُ ُٱكتُب
ُۚوه يأيها ٱَّلِّين ءامنوا إِّذا تداينتم بِّدي ٍن إَِّل أج ٖل مسّم ف
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...”
(QS. Al-Baqarah: 282)
28
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 147
salam paralel, terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan
secara terus-menerus. Hal demikian diduga akan menjerumus kepada riba.29
Skema 2.2
1. Akad Salam
NASABAH 2
BANK SYARIAH PEMBELI
5. Bayar
29
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 110-111
dari bank dengan harga yang telah disepakati bersama. 30 Istishna adalah akad
penjualan antara al-Mustashni (pembeli) dan as-Shani (produsen yang juga
bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad Istishna, pembeli menugasi
produsen untuk membuat atau mengadakan al-Mashnu (barang pesanan) sesuai
spesifikasi yang disyaratkan dan menjualnya dengan harga yang disepakati.31
Dalam kontrak istishna, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.
Pembayaran atas transaksi jual beli dengan akad istishna dapat dilaksanakan di
muka, dengan cara angsuran, dan/atau ditangguhkan sampai jangka waktu pada
masa yang akan datang.
2) Landasan Hukum
Mengingat bai‟ al-istishna merupakan lanjutan dari bai‟ as-salam maka secara
umum landasan hukum yang berlaku pada bai‟ as-salam juga berlaku pada bai‟
al-istishna. Menurut Hanafi, ba‟i istishna termasuk akad yang dilarang
karena mereka mendasarkan pada argumen bahwa pokok kontrak penjualan harus
ada dan dimiliki oleh penjual, sedangkan dalam istishna, pokok kontrak itu belum
ada atau tidak dimiliki penjual. Meskipun demikian, madzhab Hanafi
menyetujui kontrak istishna atas dasar istishan.32
30
Gita Danupranata, Manajemen Perbankan Syariah, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 112
31
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1,h. 146
32
Abd. Hadi, Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), h.
100
progres pembuatan aset istishna. Cara pembayaran ini yang umum dilakukan
dalam pembiayaan istishna bank syariah.
• Pembiayaan ditangguhkan, yaitu pembayaran dilakukan setelah aset istishna
diserahkan oleh bank kepada pembeli akhir.33
Skema 2.3
NASABAH PRODUSEN
KONSUMEN PEMBUAT
(PEMBELI)
1.Pesan
3. Jual 2. Beli
BAANK
(PENJUAL)
3. Sistem Sewa-Menyewa
A. Sistem Sewa-menyewa Berdasarkan Prinsip Ijarah (Sewa Murni)
1) Pengertian
Ijarah adalah suatu transaksi sewa menyewa antara pihak penyewa dengan yang
mempersewakan sesuatu barang atau jasa untuk mengambil manfaat dengan harga
tertentu dan dalam waktu tertentu.34 Salah satu sistem pembiayaan sewa menyewa dalam
lembaga keuangan syariah dikenal dengan istilah pembiayaan ijarah. Pembiayaan ijarah 35
adalah akad pemindahan manfaat barang maupun jasa tanpa perpindahan hak milik atas
manfaat atau jasa yang di persewakan. Sedangkan menurut istilah terminologi, Imam
Taqiyyuddin 36 mendefinisikan ijarah adalah suatu perjanjian untuk mengambil suatu
barang dengan tujuan yang diketahui dengan penggantian, dan dibolehkan sebab ada
penggantian yang jelas.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ijarah adalah suatu
jenis perikatan atas perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda maupun
33
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 147
34
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 150
35
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 117
36
Imam Taqiyuddin, Kifayah al-Akhyar Fi hal Goyatul ikhthisor, (Semarang: Maktabah wa
Mathoba’ah, Toha Putrat), h. 309
jasa yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian
dan kerelaan kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan. 37 Dengan
demikian ijarah adalah suatu bentuk muamalah yang melibatkan kedua belah pihak, yaitu
penyewa sebagai pihak yang mendapatkan manfaat atas barang yang disewakan oleh
pihak yang menyewakan barang tersebut dengan penggantian atau ukuran yang
telah ditentukan oleh syara’ tanpa diakhiri dengan kepemilikan.
Pembiayaan ijarah dalam lembaga keuangan syariah adalah pembiayaan yang
diberikan oleh lembaga keuangan syariah, baik perbankan atau non perbankan
kepada nasabah untuk memperoleh manfaat atas barang atau jasa. Fatwa DSN
yang mengatur mengenai ijarah adalah No. 09/DSN-MUI/IV/2000, dalam fatwa
ini ditentukan rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut:
• Pernyataan ijab qobul.
• Pihak-pihak yang berakad, yaitu pemberi sewa (lessor), dan penyewa
(lessee).
• Objek berupa manfaat dari pengunaan aset dan pembayaran sewa.
• Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang
harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari
sewa dan bukan aset itu sendiri.
• Sighat ijarah yaitu berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang
berakad, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yag equivalent, dengan
cara penawaran dari pemilik aset (bank) dan penerima yang dinyatakan
oleh penyewa (nasabah).38
37
Drs. Sudarsono, S. H, Pokok-Pokok Hukum Islam, (jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), Cet. 1, h.
422
38
Widyaningsih dan Karnaen Perwaatmadja, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2005), Edisi 1, cet. Ke-3, h. 123-124
َ ُ َ ب َ َ ُ ُ ب ب َ َ ب َ ٰ َ ُ َّ َ ب َ ب َ َ ب َ ب َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ َ َ ب
اعة ُۚ َولَع ٱل َم بولو ِّد َُلۥۡيِۖ ل ِّمن أراد أن يتِّم ٱلرض
ِّ ۡي َكمِّل ِّ ۞وٱلوٰلِّدٰت ير
ِّ ضعن أولدهن حول
ٞ ُ َ َ َ َ َّ ٓ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َّ ُ َ ب ٌ َّ ُ ب ب ب ُ ب ُب
ِلةُ ُۢ ب ِّ َوِل َِّها َوَّل َم بولود ِۚ ِّ ِّرزق ُه َّن َوك ِّس َوت ُه َّن بِّٱل َمع ُر
ِّ ٰوف َّل تكلف نفس إَِّّل وسعها ُۚ َّل تضار و
َ َجن ُ اور فَ ََلُ اض م بِّن ُه َما َوت َ َش َ َ َ ب ُ َٰ َ َ ب َ َ َ َ ا َ َّ َُلۥ ب َو َ ِّ َ َ َ ب
اح ٖ ٖ مِّثل ذل ِّك َۗ فإِّن أرادا ف ِّصاَّل عن ت
ر ث
ِّ ار
ِّ ِلهُِّۚۦ ولَع ٱلو ِّ
َ ٓ َّ َ ُ اح َعلَ بي ُ َت ُع ٓوا ْ أَ بو َلٰ َد
ُ ك بم فَ ََل َ َ َ ُّ َ ب َ
ك بم إِّذا َسل بمتُم َّما َءاتيبتُم َ َجن
ِّت بس بض َعل بيهِّ َماَۗ ِإَون أ َردت بم أن
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi
Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa
atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqarah : 233)”
39
Teungku, Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis Hadis Hukum, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra), h. 199
B. Sistem Sewa-menyewa Berdasarkan Prinsip Ijarah al- Muntahia bit-
Tamlik (Sewa Beli atau Sewa dengan Hak Opsi)
1) Pengertian
Selain sistem pembiayaan ijarah yang memindahkan hak milik barang atau
jasa kepada nasabah berdasarkan penggantian selama periode tertentu, lembaga
keuangan syariah juga mempunyai sistem pembiayaan sewa menyewa yang
dikenal dengan istilah Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik, yang merupakan gabungan
antara transaksi sewa dan jual beli, karena pada akhir masa sewa, penyewa diberi
hak opsi untuk membeli objek sewa. Pada akhir masa sewa, objek sewa akan
berubah dari milik lessor (pemilik asset) menjadi milik lessee
(penyewa).40
Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik (IMBT) di dalam Fatwa MUI nomor: 27/DSN-
MUI/III/2002 diartikan sebagai perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan
opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa. Kesimpulan dari pengertian
diatas adalah bahwa ijarah al-muntahia bit-tamlik ini adalah suatu perjanjian sewa
menyewa dimana si pemilik barang (bank syariah) menyewakan barang atau jasa
yang dimilikinya kepada si penyewa (nasabah) dengan ketentuan si penyewa
membayar biaya penyewaan kepada pemilik barang sesuai dengan kesepakatan.
Dan selama masa sewa, si penyewa diberi opsi untuk pemindahan hak milik atas
barang tersebut. Namun, pada ijarah muntahia bit-tamlik ini, jika si penyewa
menjetujui opsi tersebut, maka si penyewa wajib membayar harga dari barang
yang akan menjadi miliknya, dengan ketentuan menghabiskan masa
sewanya terlebih dahulu.
Dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan-ketentuan yang bersifat umum
dan ketentuan yang bersifat khusus. Berikut merupakan ketentuan yang bersifat
umum, yaitu:
• Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam akad
IMBT.
• untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani.
40
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1,, h. 161
• Hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam akad. Sedangkan
ketentuan yang bersifat khusus adalah sebagai berikut:
• Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih
dahulu. Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli (bai’) atau
pemberian (hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
• Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawali akad ijarah adalah
wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji)
dilaksanakan, maka pada akhir masa ijarah (sewa) wajib dibuat akad
pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak bertentangan
dengan prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua) akad dalam satu
perjanjian.41
41
Faiz Al-Husayn, Ijaroh Muntahiya Bittamlik (IMBT), artikel diakses pada 23 Juli 2017
dari http://belajarekonomisyariah-faizlife.blogspot.co.id/2012/11/ijarah-muntahia-bittamlik-
imbt.html?m=1
42
Drs. Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 163
Skema 3.3
OBJEK SEWA
SUPLIER
(MA’JUR)
4. Kirim Barang ke Nasabah
METODOLOGI PENELITIAN
Tabel III. 1 Jadwal Penelitian Tugas Akhir Periode Oktober Sampai dengan Desember 2021
Periode Bulan ke
No Uraian Kegiatan
Desember Januari Februari
1 Pengenalan lokasi penelitian
2 Memulai observasi lapangan
3 Penyusunan Tesis 1
4 Bimbingan Tesis 1
5 Seminar Tesis
6 Penyusunan Tesis 2
7 Bimbingan Tesis 2
8 Sidang Tesis
𝑁
𝑛= .....................................................(III.1)
1+𝑁(𝑒)2
Keterangan :
n = ukuran sampel
N= ukuran populasi.
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
yang memiliki toleransi yaitu 10% atau 0,1.
Nilai besaran kesalahan atau margin of error (e) bisa ditetapkan sendiri
oleh peneliti. Semakin kecil besaran kesalahan yang diinginkan atau ditetapkan
maka tentu saja akan semakin besar ukuran sampel yang nantinya akan diperoleh
dari Rumus Slovin.
(∑𝑛
𝑖=1 𝜆𝑦𝑖 )
𝐶𝑅 = 2 ……………………. (III.2)
((∑𝑛 𝑛
𝑖=1 𝜆𝑦𝑖 ) +(∑𝑖=1 𝑉𝑎𝑟(𝜀1)))
2
∑𝑛
𝑖=1 𝜆𝑦𝑖
𝐴𝑉𝐸 = …….………………….………….. (III.3)
𝑛
Dari persamaan diatas maka dapat diketahui hubungan antar variabel laten
yakni variabel laten endogen dengan variabel laten eksogen. Dimana Y
merupakan variabel laten endogen (variabel terikat), X1, X2, dan X3 merupakan
variabel laten eksogen (variabel bebas).