Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam beberapa dekade di Indonesia perkembangan lembaga keuangan
syariah mengalami perkembangan yang sangat pesat khususnya dalam sektor
perbankan hal ini terbukti dengan banyaknya perbankan syariah yang
bermunculan baik berskala mikro maupun makro. Perkembangan lembaga
keuangan, khususnya lembaga keuangan syariah dipicu oleh adanya aktivitas
perekonomian masyarakat yang semakin berkembang salah satu pemicu
perkembangan perbankan syariah yakni adanya pasar pontensial karena
mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama Islam serta adanya kesadaran
mereka untuk berperilaku secara islami termasuk didalamnya yaitu
mengedepankan aspek muamalah dalam bisnis 1 . Keberhasilan perbankan
syariah bukan hanya ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan yang
spektakuler atau keberhasilan penyebaran informasi, penyusunan atau
penyempurnaan perangkat ketentuan hukum, atau banyaknya pembukaan
jaringan kantor, tetapi juga sangat ditentukan oleh kualitas dari sumber daya
manusia perbankan syariah itu sendiri, sehingga bank syariah bisa berjalan
sesuai dengan prinsip syariah dan dapat dimanfaatkan secara luas.
Sumber daya manusia memiliki peranan penting sebagai penggerak,
pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan perusahaan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa sumber daya manusia adalah kunci yang menentukan
perkembangan perusahaan. Menurut Sadili Samsudin2, sumber daya manusia
adalah orang-orang yang merancang dan menghasilkan barang atau jasa,

1
Fahriah, “Pemahaman Masyarakat Desa Handil Gayam Tentang Perbankan Syariah”, Skripsi,
(Banjarmasin: Institut Agama Islam Antasari Banjarmasin, 2017), 4.
2
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2006), cet
ke-1, h. 21
mengawasi mutu, memasarkan produk, mengalokasikan sumber daya finansial,
serta merumuskan seluruh strategi organisasi.
SDM perbankan syariah harus memiliki pengetahuan dan pemahaman
dibidang bisnis, memahami implementasi prinsip-prinsip bisnis dalam Islam,
namun dewasa ini sumber daya manusia tersebut mengalami keterbatasan
dalam memahami produk dan sistem syariah. Hal ini disebabkan Pertama,
maraknya perbankan syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan SDM yang
memadai. Terutama SDM yang memiliki latar belakang pengetahuan dalam
bidang perbankan syariah. Kedua, kurangnya akademisi perbankan syariah, di
mana banyak pendidikan yang lebih berorientasi pada pengenalan ekonomi
konvensional dari pada ekonomi Islam, yang pada gilirannya perhatian
terhadap ekonomi Islam khususnya perbankan syariah terabaikan dan kurang
mendapatkan perhatian.3
Tingkat pengetahuan dan kemampuan karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat keberhasilan suatu bank, dimana nasabah akan merasa puas
jika informasi yang diperoleh dari pihak bank sesuai dengan apa yang
diinginkan nasabah pada umumnya. Oleh sebab itu suatu bank akan dinilai baik
kinerjanya, apabila dapat menciptakan pelayanan yang baik kepada nasabah.
Karena pelayanan adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,
dan menguasai pangsa pasar. Kualitas pelayanan dalam perusahaan jasa
merupakan hal yang sangat penting dari sudut pandang konsumen. Konsumen
tidak hanya melihat dari hasil jasa, tetapi juga dari proses penyampaian jasa
tersebut.
Maka dari itu pemahaman pegawai yang dilatarbelakangi oleh bidang
pendidikan yang sesuai dengan pekerjaan, pegawai yang mengikuti pelatihan,
dan pengalaman kinerja pegawai yang baik, seyogyanya mampu
meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah. Sehingga dapat membuat
nasabah merasa nyaman terhadap pelayanan bank dan dapat pula menarik
nasabah-nasabah baru pada bank tersebut.
3
Cut Nur Halimah, Problematika SDM Perbankan Syariah,
http://www.google.com/amp/aceh.tribunnews.com/amp/2016/05/18/problematika-sdm-
perbankan-syariah diakses pada tanggal 30 Oktober 2021
Berdasarkan hal tersebut, PT. Bank NTB Syariah yang merupakan
Bank daerah provinsi NTB merupakan bank yang terbentuk dari hasil konversi
pada tanggal 24 September 2018 yang sebelumnya dari bank NTB dan
memiliki banyak cabang dan cabang pembantu Apakah pegawai Bank NTB
Syariah sudah berkompeten memahami produk dan jasa syariah? Sehingga
masyarakat dapat mempercayakan dananya untuk dikelola atau mengambil
pembiayaan yang halal sesuai dengan prinsip syariah di Bank NTB Syariah.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji tentang
kinerja pegawai Bank NTB Syariah dengan mengemukakan dalam sebuah
karya ilmiah berbentuk tesis yang berjudul “PENGARUH LATAR
BELAKANG PENDIDIKAN, PENGALAMAN KERJA DAN PELATIHAN
TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN PEGAWAI TENTANG SISTEM
PEMBIAYAAN PADA PT BANK NTB SYARIAH”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di rumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Latar belakang pendidikan terhadap tingkat
pemahaman pegawai tentang Sistem Pembiayaan pada PT Bank NTB
Syariah ?
2. Bagaimana pengaruh pengalaman kerja terhadap tingkat pemahaman
pegawai tentang sistem pembiayaan pada PT Bank NTB Syariah ?
3. Bagaimana pengaruh pelatihan terhadap tingkat pemahaman pegawai
tentang sistem pembiayaan pada PT Bank NTB Syariah?
4. Bagaimana Strategi/inovasi yang akan diterapkan untuk meningkatkan
tingkat pemahaman pegawai terhadap sistem pembiayaan pada PT Bank
NTB Syariah ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan pengaruh Latar belakang pendidikan terhadap tingkat
pemahanan pegawai tentang sistem pembiayaan pada PT Bank NTB
Syariah.
2. Untuk menjelaskan pengaruh pengalaman kerja terhadap tingkat
pemahanan pegawai tentang sistem pembiayaan pada PT Bank NTB
Syariah.
3. Untuk menjelaskan pengaruh Pelatihan terhadap tingkat pemahanan
pegawai tentang sistem pembiayaan pada PT Bank NTB Syariah.
4. Untuk Mengetahui Strategi/inovasi yang akan diterapkan untuk
meningkatkan tingkat pemahaman pegawai terhadap sistem pembiayaan
pada PT Bank NTB Syariah ?.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Bagi Bank NTB Syariah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dan pertimbangan
dalam memprediksi dan mengambil keputusan. Dalam meningkatkan
tingkat pemahaman pegawai terhadap sistem pembiayaan pada pada PT.
Bank NTB Syariah
b. Secara Akademis
Sebagai khazanah pengetahuan bagi mahasiswa/i pada umumnya, dan
masyarakat pada khususnya tentang seberapa besar tingkat
pemahaman pegawai terhadap sistem Pembiayaan syariah berdasarkan
prinsip syariah di Bank NTB Syariah.
c. Secara Praktis
Memberikan pengetahuan, penjelasan, serta manfaat kepada
masyarakat tentang sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tingkat Pemahaman


2.1.1 Pemahaman
Menurut Sudaryono 4 pemahaman (comprehension) adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui
atau diingat, yang mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari arti dan
bahan yang telah dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari
suatu bacaan, atau mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk
yang lain. Sementara Ngalim Purwanto5 menyatakan bahwa pemahaman adalah
kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pengetahuan, atau dapat juga
diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang yang mampu memahami arti dan
konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Oleh karena itu pemahaman tidak
hanya hafal secara teori saja, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta
yang ditanyakan.
Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman
adalah tingkat kemampuan seseorang yang diharapkan dapat memahami arti dan
konsep, serta fakta yang diketahuinya. Seseorang dapat memahami setelah sesuatu
itu dipelajari dan diingatnya melalui penjelasan dari suatu pembelajaran. Maka
operasionalnya dapat membedakan, mengubah, mempersiapkan, menyajikan,
mengatur, menginterpretasikan, menjelaskan, mendemonstrasikan, memberi
contoh, memperkirakan, menentukan, dan mengambil keputusan.
Pemahaman merupakan salah satu kompetensi yang telah dicapai setelah
seseorang melakukan suatu pembelajaran, entah itu melalui pendidikan, pelatihan,
maupun pengalamannya. Dalam proses pembelajarn tersebut, seseorang

4
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 44
5
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013), h. 44
mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami sesuatu.
Pemahaman mempunyai tiga dimensi, yaitu: 6
a. Translasi adalah kesanggupan memahami makna yang terkandung di
dalamnya, misalnya menterjemahkan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa
Indonesia.
b. Interpretasi yaitu pemahaman yang mampu menerangkan atau
menyimpulkan hasil dari suatu komunikasi, misalnya memahami grafik yang
menghubungkan dua objek yang berbeda.
c. Ekstrapolasi yaitu meluasnya kecenderungan menggunakan data untuk
menentukan kesimpulan, pengaruh dan hasil serta menerangkan suatu
kesanggupan dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat serta meluasnya
wawasan.

2.1.2 Variabel yang mempengaruhi Pemahaman


Pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tidak secara serta merta masuk
ke dalam dirinya, tentunya ada variabel yang mempengaruhi timbulnya
pemahaman, antara lain sebagai berikut:
a. Latar Belakang Pendidikan
Menurut teori human capital salah satu kualitas sumber daya manusia
adalah pendidikan, karena pendidikan dipandang tidak hanya menambah
pengetahuan tetapi dapat juga meningkatkan keterampilan (keahlian) tenaga
7
kerja, pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas. Pendidikan
diperoleh dari suatu pembelajaran yang terdapat di sekolah-sekolah yang
berjenjang mulai dari SD, SMP, dan Kemiskinan, SMA hingga Perguruan
Tinggi/Universitas dalam hal ini disebut lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan merupakan salah satu sumber utama
rekruitmen tenaga kerja baru, baik yang menyelenggarakan pendidikan umum
maupun pendidikan khusus. Karena pada dasarnya perusahaan hanya

6
.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), h. 246
7
Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan,
(Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 1995), cet. 2, h. 15
merekruit pegawai sesuai dengan latar belakang pendidikan yang mereka
kuasai. Pendidikan diukur dengan indikator; hasil pendidikan yang diberikan,
latar belakang bidang pendidikan, kesesuaian pendidikan dengan pemahaman.
Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan ini dapat mempengaruhi
pemahaman.
b. Pelatihan
Pelatihan perlu dilakukan dikarenakan adanya perubahan struktural secara
menyeluruh. Perubahan ini dapat berdampak pada sistem, organisasi, dan
peluang kerja. Kondisi ini akan mengubah kesempatan maupun peluang kerja
ke arah penyediaan barang dan pelayanan baru yang telah meningkat sebagai
akibat dari perubahan struktural tersebut. 8 Oleh karena itu pelatihan sangat
diperlukan sebagai proses penyesuaian dengan mengembangkan kebijakan
pasaran kerja dan peluang kerja, yang sesuai dengan perkembangan teknologi
dan perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia. Sehingga diharapkan
pelatihan ini dapat menunjang penyerapan dan pengembangan teknologi.
Pada dasarnya pelatihan dilakukan untuk membuat seseorang dapat
melakukan suatu kegiatan yang memberi kesempatan belajar dengan tujuan
menyegarkan kemampuan dan keterampilan diluar pendidikan umum dengan
mengutamakan praktek dari pada teori. Pelatihan diukur dengan indikator;
diadakan kegiatan kursus di bidang ekonomi untuk mencapai kredibilitas ilmu
ekonomi, penambahan praktikum perbankan untuk memantapkan keahlian
bila suatu saat bekerja di perbankan Syariah
Pelatihan berbeda dengan pendidikan, karena pendidikan lebih bersifat
filosofis dan teoritis. Pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama,
yaitu pembelajaran. Dalam pembelajaran terdapat pemahaman secara implisit.
Melalui pemahaman, pegawai dimungkinkan untuk menjadi seorang inovator,
pengambil inisiatif, pemecah masalah yang kreatif, dan menjadi karyawan

8
Tadjuddin Noer Effendi, Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan,
(Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 1995), cet. 2, h. 8
yang efektif dan efisien dalam elakukan pekerjaan. 9 Pelatihan merupakan
bagian dari pendidikan. Pelatihan bersifat spesifik, praktis, dan segera.
Spesifik berarti pelatihan berhubungan dengan bidang pekerjaan yang
dilakukan. Praktis dan segera berarti yang sudah dilatihkan dapat
dipraktikkan. Umumnya pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki
penguasaan berbagai keterampilan kerja dalam waktu yang relatif singkat.
c. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami (dijalani, dirasai,
ditanggung dan lain sebagainya) baik yang sudah lama atau baru saja terjadi,
yang terpenting dari sebuah pengalaman adalah hikmah atau pelajaran yang
bisa diambil dalam suatu kejadian/kegiatan.
Dalam dunia kerja pengalaman menjadi hal terpenting, karena pengalaman
kerja adalah ukuran tentang masa waktu atau masa kerja yang telah ditempuh
seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah
melaksanakan dengan baik. Dalam merekruit pegawai, kebanyakan
perusahaan mencari pegawai yang sudahmempunyai pengalaman kerja, karena
mereka dianggap sebagai seorang yang sudah paham tentang beban pekerjaan
yang akan ditanggung nantinya, sehingga pegawai perusahaan yang lama tidak
perlu mengajari pegawai baru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pengalaman kerja dapat mempengaruhi pemahaman.

2.2 Sumber Daya Manusia


2.2.1 Pengertian Sumber Daya Manusia
Menurut Sadili Samsudin sumber daya manusia adalah orang-orang yang
merancang dan menghasilkan barang atau jasa, mengawasi mutu, memasarkan
produk, mengalokasikan sumber daya finansial, serta merumuskan seluruh strategi
10
organisasi. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa manusiaharus
mempunyai kemampuan untuk mendapatkan penghasilan dan peluangkerja.

9
Burhanuddin Yusuf, Manajemen Sumber Daya Manusia di Lembaga Keuangan
Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), Ed. 1, Cet ke-1, h. 141
10
Sadili Samsudin, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung : Cv. Pustaka Setia, 2006), cet
ke-1, h. 21
Karena seyogyanya sumber daya manusia ini menyangkutketenagakerjaan,
dimana perusahaan merekrut seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mengerjakan apa yang di produksi oleh perusahaan. Dalam menjalankan
tugasnya SDM di arahkan oleh sebuah manajemen yaitu Manajemen Sumber
Daya Manusia (MSDM).
Manajemen sumber daya manusia11 adalah perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, pemberian
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan tenaga kerja
dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan
masyarakat.

2.2.2 Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia


Tanpa adanya unsur manusia dalam perusahaan, tidak mungkin
perusahaan tersebut dapat bergerak dan berjalan menuju yang diinginkan.Salah
satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber saya manusia umunya berfokus
pada pendidikan, karena pendidikan menjadi jalan yang paling utama untuk
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Setelah melalui proses
pendidikan, Sumber Daya Manusia perlu dikelola secara baik dan profesional agar
dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan SDM dengan tuntutan serta
kemajuan bisnis perusahaan. Salah satu cara pengelolaan SDM
yaitu dengan upaya peningkatan sumber daya manusia itu sendiri, minimal ada
empat kebijaksanaan pokok dalam upaya tersebut, yaitu:12
1. Peningkatan kualitas hidup yang meliputi baik kualitas manusianya seperti
jasmani, rohani dan kejuangan, maupun kualitas kehidupannya seperti
perumahan dan pemukiman yang sehat.

11
Moh. Agus Tulus, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Umum, 1992), h. 60

12
Mulyadi S, Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2003), Ed. 1, h. 2
2. Peningkatan kualitas SDM yang produktif dan upaya pemerataan
penyebarannya.
3. Peningkatan kualitas SDM yang berkemampuan dalam memanfaatkan,
mengembangkan dan menguasai iptek yang berwawasan lingkungan.
4. Pengembangan pranata yang meliputi kelembagaan dan perangkat hukum
yang mendukung upaya peningkatan kualitas SDM.
Hal diatas dapat disimpulkan bahwa indikator sumber daya manusia yang
berkualitas yaitu pegawai yang berdisiplin, motivasi kerja baik, produktivitaskerja
perusahaan dapat tercapai, dan kinerja perusahaan meningkat dari waktu ke
waktu.

2.2.3 Pegawai
Pegawai merupakan bagian dari sumber daya manusia yang
menjadi modal bagi perusahaan untuk memajukan bisnis yang dikelolanya.
Pengertian pegawai sendiri adalah seseorang yang bekerja di suatu perusahaan
atau organisasi, baik sebagai pegawai tetap maupun tidak tetap guna untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pegawai ini termasuk kedalam ketenagakerjaan, dan di dalam konsep
ketenagakerjaan terdapat 11 bagian, antara lain: Tenaga Kerja (Manpower),
Angkatan Kerja (Labor Force), Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (Labor Force
Participation Rate), Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate), Penganguran
Terbuka (OpenUnemployment Rate), Setengah Menganggur (Underemployment),
Setengah Menganggur yang Kentara (Visible Underemployment), Setengah
Menganggur yang Tidak Kentara (Invisible Underemployment), Pengangguran
Tidak Ketara (Disguised Unemployment), Pengangguran Friksional, dan
Pengangguran Sktruktural. Dalam hal ini pegawai termasuk ke dalam angkatan
kerja13 yakni bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha
untuk terlibat, ke dalam kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa.

13
Mulyadi S, Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2003), Ed. 1, h. 60
2.3 Sistem Pembiayaan Syariah
Sistem adalah suatu kesatuan tatanan yang mempunyai beberapa unsur
yang saling berkaitan satu sama lain atau merupakan mata rantai yang tak
terpisahkan satu dengan yang lainnya. Menurut Sudikno Mertokusumo sistem
adalah suatu kesatuan yang utuh terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang
saling berkaitan erat satu sama lain yakni unsur tersebut berinteraksi satu sama
lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan.14
Pada umumnya perbankan konvensional maupun perbankan syariah
memiliki sistem kerja yang sama yakni sebagai sebuah lembaga intermediasi
keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan banknote. Arti prinsip
syariah sendiri adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara pihak
bank dan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha,
atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai syariah, antara lain: pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musyarakah), pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaanbarang modal berdasarkan
sewa yaitu sewa murni tanpa pilihan (ijarah) sewa
dengan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa (ijarah waliqtina atau
ijarah bi-tamlik).
Oleh karena itu terdapat perbedaan antara keduanya yaitu, perbankan
konvensional menggunakan akad komersil yang hukum positif, sedangkan
perbankan syariah menggunakan akad tabarru‟ dan akad ijarah/tijarah yang berarti
bertujuan untuk saling tolong menolong terhadap pihak yang
membutuhkan dana, yang mana hal tersebut didoktrin dari hukum positif dan
hukum Islam. Salah satu contoh kegiatan bank yaitu dalam sistem penyaluran
pembiayaan.
Pembiayaan yang merupakan salah satu dari dua fungsi utama bank yakni
penyaluran dana adalah memberikan pendanaan kepada pihak yang
membutuhkan dana untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik

14
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1991), h. 102
dilakukan perorangan maupun kelompok. Sedangkan dalam perbankan
konvensional dikenal dengan istilah pengkreditan. Jika dalam sistem kredit
mengharuskan debitur mengembalikan pinjaman dengan pemberian bunga kepada
pihak bank, maka pembiayaan syariah pengembalian pinjaman dengan bagi hasil
berdasarkan kesepakatan antara debitur dan pihak bank. Karena dalam Islam
bunga bank itu haram hukumnya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Baqarah : 275, yang berbunyi:
ْ
… ‫ٱلربَ ٰوا‬ َ ‫ٱَّلل بٱۡلَ بي َع َو َح َّر‬
‫م‬ َ َ‫… َوأ‬
ُ َّ ‫ح َّل‬
ِّ

Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-
Baqarah 2:275)
Pembiayaan memiliki tiga prinsip yaitu pinsip keadilan, prinsip ini
tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan
margin keuntungan yang disepakati bersama antara bank dan nasabah. Prinsip
kesederajatan, dimana bank syariah menempatkan nasabah penyimpan dana,
nasabah pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat,
hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, risiko, dan keuntungan yang berimbang
antara nasaba penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun bank. Terakhir
prinsip ketentraman, produk-produk bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan
kaidah muamalah islam, antara lain tidak adanya unsur riba serta penerapan zakat
harta.
Dengan demikian, nasabah akan merasakan ketentraman lahir maupun batin.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi pihak-pihak yang merupakan defisit unit.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal
berikut:15

15
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 160
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik
usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumtif, yang habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis akan menguraikan sistem
pembiayaan syariah menurut sudut pandang yuridis (hukum positif), Berikut
merupakan penjelasan dari sistem pembiayaan menurut sudut pandang yurudis
(hukum positif), antara lain :

1. Sistem Bagi Hasil


Bagi hasil adalah akad kerja sama antara Bank sebagai pemilik modal
(Shohibul Maal) dan Nasabah sebagai pengelola modal (Mudharib) untuk
memperoleh keuntungan dan membagi keuntungan yang diperoleh berdasarkan
nisbah yang telah disepakati. Penetapan nisbah bagi hasil pembiayaan 16
ditentukan dengan mempertimbangkan referensi tingkat (marjin) keuntungan dan
perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai. Pembiayaan dengan
sistem bagi hasil ada dua macam yaitu berdasarkan prinsip mudharabah dan
prinsip musyarakah sebagai berikut:

A. Sistem bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah


1) Pengertian
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak
pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua sebagai pengelola modal,
sedangkan keuntungan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan
yang tertuang dalam perjanjian. 17 Dewan Syariah Nasional mengeluarkan

16
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2013), Ed. 5, cet. 9, h. 298
17
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 95
ketenuan mengenai pembiayaan mudharabah ini pada Fatwa DSN No.
07/DSN-MUI/IV/2000.
M. Abdul Manan mengartikan mudharabah yaitu tenaga kerja dan
pemilik modal bergabung bersama-sama sebagai mitra usaha untuk kerja. Ia
lebih menyoroti adanya kesejajaran antara pemilik modal dan pemilik tenaga
untuk digabungkan melakukan usaha, karena itu mudharabah dapat
menyelesaikan pertentangan antara tenaga kerja dan pemilik modal.18
Kesimpulan dari berbagai pengertian diatas bahwa hal-hal pokok yang
terdapat dalam mudharabah yaitu: adanya pemilik modal (bank), adanya orang
yang mempunyai kapabiliti untuk usaha dan membutuhkan modal, adanya
kerjasama atau kesepakatan untuk memperoleh keuntungan, keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan bersama/perjanjian, pemilik bank menanggung
kerugian yang tidak disebabkan oleh pengelola asalkan modal pokok tidak
berkurang.

2) Landasan Hukum
Adapun landasan hukum dari mudharabah yakni Allah berfirman dalam
Al-qur`an surat Al-Muzzamil ayat 20 yang berbunyi :

َّ ‫ضل‬ ‫َ ب‬ َ َُ‫َب‬ َ‫ب‬ َ ‫ََ َ ُ َ َ ب‬


… ِّ‫ٱَّلل‬ ِّ ‫ف‬ ‫ِّن‬ ‫م‬ ‫ون‬ ‫غ‬ ‫ت‬ ‫ب‬ ‫ي‬ ‫ۡرض‬
ِّ ‫ۡضبُون ِِّف ٱۡل‬
ِّ ‫…وءاخرون ي‬

“Dan jika dari orang-orang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia
Allah SWT” (QS. Al-Muzzamil:20)
Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dai surat al-Muzammil : 20 adalah
adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti
melakukan suatu perjalanan usaha.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Dari Shalih binn Suaib
ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tiga hal yang didalamnya terdapat

18
M. Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory And Practice, diterjemahkan oleh M. Nastangin,
(Yogyakarta : PT Dana Bhakti, 1993), h. 167
keberkatan: jual beli secara tangguh, mudharabah, dan mencampuradukkan
dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah no.
2280, kitab at-Tijarah)

3) Jenis-jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis:
Pertama, mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal
dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Kedua, mudharabah muqayyadah adalah
kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis
usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya batasan ini seringkali mencerminkan
kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha 19
Contoh sistem bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah misalnya pihak
PT. Bank NTB Syariah mengeluarkan pembiayaan modal kerja (100%) kepada
pihak nasabah dalam rangka menjalankan usaha yang produktif, sedang pihak
nasabah melakukan pengelolaan atas usahanya secara penuh. Keuntungan dari
kerjasama ini dibagi bersama dengan sistem bagi hasil sesuai kesepakatan kedua
belah pihak misalnya 40% : 60% dimana 40% untuk PT. Bank NTB Syariah,
sedangkan 60% untuk nasabah, atau dengan variasi perbandingan sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak. 20 Jadi, prinsip mudharabah terdapat adanya
penggabungan antara pengalaman keuangan dan pengalaman bisnis. Dalam
sistem ini bank memberikan modal dana dan nasabah mempunyai kapabiliti
dalam menjalankan usaha. Selanjutnya, dalam pembagian keuntungannya sesuai
dengan kesepakatan. Dalam hal kerugian, banklah yang menanggungnya dan
nasabah hanya kehilangan nilai kerjanya selama modal pokok tidak berkurang.
Jika modal pokok berkurang, maka nasabah dianggap mempunyai hutang kepada
bank dan wajib mengembalikannya.

19
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 97
20
Didiek Akhmad Supadie, “Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syari‟ah dalam Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, (Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2013), h. 58
B. Sistem Bagi Hasil Berdasarkan Prinsip Musyarakah
1) Pengertian
Musyarakah berasal dari kata syirkah disebut juga syarikah
yang artinya akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menjalani suatu
usaha tertentu dimana setiap pelaku usaha berkontribusi dalam dana yang akan
digunakan untuk usaha dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Menurut Syari’I Antonio, Musyarakah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing
masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan.
Kesimpulan dari berbagai pengertian diatas bahwa hal-hal pokok yang
terdapat dalam musyarakah yaitu: adanya dua sekutu atau lebih, masing-masing
pihak memasukkan modal, adanya objek persekutuan yang diperjanjikan, adanya
pembagian resiko dan keuntungan dari hasil persekutuan.

2) Landasan Hukum
Adapun landasan hukum dari musyarakah yakni Allah
berfirman dalam Al-qur`an surat Shaad ayat 24 yang berbunyi :

ٰ َّ ْ ‫امنُوا ْ َو َع ِّملُوا‬ َ َ ‫َّ َ ٗ َ ب ُ َ َ ٓ َ ب َ ب ُ ُ ب‬


َ ‫لَع َب بعض إ ََّّل َّٱَّل‬
…‫ت‬ ٰ َ ‫ٱلصل‬
ِّ ‫ِّح‬ َ ‫ِّين َء‬
ِّ ٍ ٰ ‫…ِإَون كثِّريا مِّن ٱۡللطاءِّ َلَب ِِّغ بعضهم‬

“...Dan, sesunguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh...”(Shaad : 24)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menjelaskan, Dari Abu
Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman,
„Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya”. (HR Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim)
3) Jenis-jenis Musyarakah
Pembiayaan musyarakah ini terdiri dari berbagai jenis,
menurut Saad Abdul Sattar Al-Harran membagi musyarakah menjadi dua bagian
yaitu:21
a) Syirkah al-milk (non contractual partnership)
b) Syirkah al-uqaad (contractual partnership)
Musyarakah al-milk atau musyarakah kepemilikan terbentuk karena warisan,
wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih
berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut. Syirkah al-uqaad atau musyarakah akad terbentuk
dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang
dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi
keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi:
a) Syirkah al-„Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak
memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja.
Kedua pihak saling berbagi keuntungan dan kerugian sebagaimana yang
disepakati keduanya. Akan tetapi, porsi masing-masing tidak harus sama
sesuai dengan kesepakatan mereka. Contohnya Perseroan Terbatas
b) Syirkah Mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih.
Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja. Kedua pihak saling berbagi keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati keduanya. Dan syarat utamanya yaitu kesamaan

21
Saad Abdul Sattar Al-Harran, Islamic Finance Partnership, (Selangor Daarul Ehsan Malaysia :
Pelanduk Publication (M) Sdn, 1993), h. 75
dana yang diberikan, kerja, tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh
masing-masing pihak. Contohnya koperasi
c) Syirkah A‟maal adalah akad kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima
pekerjaan secara bersama-sama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan
tersebut. Contohnya kerjasama arsitek yang menggarap sebuah proyek. Al
Musyarakah ini kadang-kadang disebut musyarakah abdan atau sama‟i.
d) Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
keahlian dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit kemudian
menjual barang tersebut secara tunai. Selanjutnya berbagi keuntungan dan
kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh mitra.
Praktek pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah dalam perbankan
syariah diantaranya:22
a) Pembiayaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan pokok di mana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b) Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam
kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat
maupun bertahap.
Contoh sistem bagi hasil berdasarkan prinsip musyarakah misalnya pihak
BPRS ikut serta dalam penyertaan modal usaha. Sedangkan bagi hasil yang
diterapkan sangat bervariasi tergantung pada lamanya waktu dan tingkat
resiko usaha tersebut. Porsi bagi hasil yang diterapkan biasanya 45%:55%
atau 40%:60%.23

22
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 93
23
Didiek Akhmad Supadie, “Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syari‟ah dalam Pemberdayaan
Ekonomi Rakyat, (Semarang: Pustaka Rizkia Putra, 2013), h. 56
2. Sistem Jual Beli
Jual beli merupakan transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli
atas suatu barang dan jasa yang menjadi objek tansaksi jual beli. Adanya penjual,
pembeli, objek jual beli berupa barang dan jasa, dan harga dari objek tersebut
menjadi syarat sah dalam jual beli. Sedangkan rukun jual beli yaitu penjual,
pembeli, objek jual beli, harga, dan ijab kabul. Salah satu pembiayaan yang
terkenal di bank syariah adalah pembiayaan yang menggunakan akad jual beli.
Akad jual beli dapat diaplikasikan dalam pembiayaan yang diberikan oleh bank
syariah. Ada tiga jenis akad jual beli yang dikembangkan oleh bank syariah dan
menjadi sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dalam konteks
pembiayaan yaitu pembiayaan murabahah, salam, dan istishna.

A. Sistem Jual Beli berdasarkan Prinsip Murabahah


1) Pengertian
Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nasabah,
bank membeli barang yang diperlukan dan menjual kepada nasabah yang
bersangkutan sebesar harga pokok di tambah dengan keuntungan yang disepakati.
Para ahli perbankan syariah memberikan definisi yang sama menurut Islamic
yuisprudence murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu bahwa dalam
transaksi jual beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang
diperjual belikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
Sedangkan murabahah dalam perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku
penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang,
bank memperoleh keuntungan jual beli yang disepakati bersama antara para
pihak.24
Pembiayaan dengan sistem jual beli berdasarkan prinsip murabahah penjual
harus menjelaskan harga barang pokok yang sebenarnya dan meminta kelebihan
atas harga beli dengan harga jual atau disebut juga sebagai margin keuntungan.
Dalam menetapkan margin keuntungan perlu adanya kehati-hatian oleh bank,
24
Ahmad Supriyadi, Sistem Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah (Suatu Tinjauan Yuridis
terhadap Praktek Pembiayaan di Perbankan Syariah di Indonesia), Al-Mawarid Edisi X Tahun
2003, h. 52
keuntungan yang ditetapkan harus secara wajar dan tidak berlebihan, karena
dikhawatirkan akan menjadi riba yang dilarang Islam.

2) Landasan Hukum
Landasan hukum transaksi jual beli murabahah terdapat
dalam firman Allah surat al-Baqarah: 275, berbunyi:
ْ
… ‫ٱلربَ ٰوا‬ َ ‫ٱَّلل بٱۡلَ بي َع َو َح َّر‬
‫م‬ َ َ‫… َوأ‬
ُ َّ ‫ح َّل‬
ِّ

“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-
Baqarah 2:275)
Mekanisme Pembiayaan Murabahah Dalam aplikasi bank syariah, bank
merupakan penjual atas objek barang dan nasabah merupakan pembeli. Bank
menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan membeli barang dari
supplier, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi
dibanding dengan harga beli yang dilakukan oleh bank syariah. Pembayaran atas
transaksi murabahah dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus pada saat
jatuh tempo atau melaksanakan pembayaran angsuran selama jangka waktu
yang disepakati.25
Skema 2.1
1. Negosiasi & persyaratan
2. Akad Jual Beli

6. Bayar
BANK SYARIAH NASABAH

5. Terima Barang & Dokumen


3. Beli Barang

SUPLIER 4. Kirim Barang


PENJUAL

25
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 138
Pada umumnya aplikasi pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah
ini digunakan dalam transaksi jual beli barang investasi dan barang yang
diperlukan individu (konsumsi). Dalam pembiayaan investasi, akad murabahah
sangat sesuai karena ada barang yang akan diinvestasi oleh nasabah atau ada
barang yang menjadi objek investasi. Dalam pembiayaan konsumsi, biasanya
barang yang akan dikonsumsi nasabah jelas dan terukur. Akan tetapi, pembiayaan
murabahah kurang cocok untuk pembiayaan modal kerja yang diberikan secara
langsung dalam bentuk uang. Barang-barang yang cocok untuk digunakan sevagai
objek jual beli seperti, rumah, kendaraan bermotor, alat produksi, gedung, serta
aset-aset yang tidak bertentangan dengan syariah.

B. Sistem Jual Beli berdasarkan Prinsip as-Salam


1) Pengertian
Secara bahasa, transaksi (akad) digunakan berbagai banyak
arti, yang hanya secara keseluruhan kembali pada bentuk ikatan atau hubungan
terhadap dua hal yaitu As-Salam atau disebut juga As-Salaf. Kedua itu
merupakan istilah dalam bahasa arab yang mengandung makna “penyerahan”.
Sedangkan para fuqaha‟ menyebutnya dengan al-Mahawij (barang-barang
mendesak) karena ia sejenis jual beli barang yang tidak ada di tempat, sementara
dua pokok yang melakukan transaksi jual beli mendesak.26
As-Salam merupakan penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya
sebagai persyaratan jual beli dan barang yang dibeli masih dalam tanggungan
penjual, di mana syaratnya ialah mendahulukan pembayaran pada waktu akad.
Salam adalah jual beli barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan
pembayaran dilakukan di muka pada saat akad dan pengiriman barang dilakukan
pada saat akhir kontrak.
Barang pesanan harus jelas spesifikasinya.27 Spesifikasi barang pesanan telah
disepakati oleh pembeli dan penjual diawal akad. Barang pesanan harus sesuai
dengan karakteristik yang disepakati. Jika barang pesanan yang dikirim tidak

26
Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah V, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), cet. Ke-1, h. 217
27
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 153
sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam akad, maka pembeli dapat
mengembalikannya kepada penjual. Selain persoalan spesifikasi, mendahulukan
pembayaran pada waktu akad pun menjadi ciri dalam pembiayaan salam ini.
Sebagaimana yang telah didefinisikan oleh ulama fiqh, yang artinya: “menjual
suatu barang yang penyerahannya ditunda, atau menjual suatu barang yang ciri-
cirinya jelas dengan pembayaran modal diawal, sedangkan barangnya diserahkan
kemudian hair”.28
2) Landasan Hukum
Landasan hukum transaksi jual beli as-salam terdapat
dalam surat al-Baqarah ayat 282, yang berbunyi:

‫ََٰٓ َ ُّ َ َّ َ َ َ ُ ٓ ْ َ َ َ َ ُ َ ب َ َٰٓ َ َ ُّ َ ٗ َ ب‬
ُ ُ‫ٱكتُب‬
ُۚ‫وه‬ ‫يأيها ٱَّلِّين ءامنوا إِّذا تداينتم بِّدي ٍن إَِّل أج ٖل مسّم ف‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...”
(QS. Al-Baqarah: 282)

3) Mekanisme Pembiayaan As-Salam


Mekanisme pembiayaan pada skema 2.2 merupakan skema salam paralel
sebagaimana transaksi yang terjadi dalam bank syariah. Adapun skema paralel
berarti melaksanakan dua transaksi jual beli salam antara bank dengan nasabah,
dan antara bank dengan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara
simultan. Dewan Pengawas Syariah Rajhi Banking & Investment Corporation
telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktik salam paralel dengan syarat
pelaksanaan transaksi salam kedua tidak bergantung pada pelaksanaan salam akad
yang pertama. Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi

28
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 147
salam paralel, terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan
secara terus-menerus. Hal demikian diduga akan menjerumus kepada riba.29
Skema 2.2

1. Akad Salam
NASABAH 2
BANK SYARIAH PEMBELI
5. Bayar

2. Pesan Barang 3. Kirim Dokumen

NASBAH 1 4. Kirim Barang


PRODUSEN
(PENJUAL)

Pembiayaan salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan


hasil produksi pertanian, perkebunan, atau peternakan. Petani pada
umumnya membutuhkan dana untuk modal awal melaksanakan
aktivitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat
akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar kembali.
Dengan melakukan salam, maka produsen dapat mengambil manfaat
tersebut

C. Sistem Jual Beli berdasarkan Prinsip Istishna


1) Pengertian
Istishna adalah akad jual beli dimana produsen ditugaskan untuk membuat
suatu barang pesanan dari pemesan. Istishna adalah akad jual beli atas dasar
pesanan antar nasabah dan bank dengan spesifikasi tertentu yang diminta oleh
nasabah. Bank akan meminta produsen untuk membuatkan barang pesanan sesuai
dengan permintaan nasabah. Setelah selesainasabah akan membeli barang tersebut

29
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 110-111
dari bank dengan harga yang telah disepakati bersama. 30 Istishna adalah akad
penjualan antara al-Mustashni (pembeli) dan as-Shani (produsen yang juga
bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad Istishna, pembeli menugasi
produsen untuk membuat atau mengadakan al-Mashnu (barang pesanan) sesuai
spesifikasi yang disyaratkan dan menjualnya dengan harga yang disepakati.31
Dalam kontrak istishna, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.
Pembayaran atas transaksi jual beli dengan akad istishna dapat dilaksanakan di
muka, dengan cara angsuran, dan/atau ditangguhkan sampai jangka waktu pada
masa yang akan datang.

2) Landasan Hukum
Mengingat bai‟ al-istishna merupakan lanjutan dari bai‟ as-salam maka secara
umum landasan hukum yang berlaku pada bai‟ as-salam juga berlaku pada bai‟
al-istishna. Menurut Hanafi, ba‟i istishna termasuk akad yang dilarang
karena mereka mendasarkan pada argumen bahwa pokok kontrak penjualan harus
ada dan dimiliki oleh penjual, sedangkan dalam istishna, pokok kontrak itu belum
ada atau tidak dimiliki penjual. Meskipun demikian, madzhab Hanafi
menyetujui kontrak istishna atas dasar istishan.32

3) Mekanisme Pembiayaan Istishna’


Adapun mekanisme pembayaran akad istishna dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu:
• Pembayaran di muka, yaitu pembayaran dilakukan secara keseluruhan pada
saat akad sebelum aset istishna diserahkan oleh bank syariah kepada pembeli
akhir (nasabah)
• Pembayaran dilakukan pada saat penyerahan barang,
yaitu pembayaran dilakukan pada saat barang diterima oleh pembeli akhir.
Cara pembayaran ini dimungkinkan adanya pembayaran termin sesuai dengan

30
Gita Danupranata, Manajemen Perbankan Syariah, (Jakarta: Salemba Empat, 2013), h. 112
31
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1,h. 146
32
Abd. Hadi, Dasar-Dasar Hukum Ekonomi Islam, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), h.
100
progres pembuatan aset istishna. Cara pembayaran ini yang umum dilakukan
dalam pembiayaan istishna bank syariah.
• Pembiayaan ditangguhkan, yaitu pembayaran dilakukan setelah aset istishna
diserahkan oleh bank kepada pembeli akhir.33
Skema 2.3

NASABAH PRODUSEN
KONSUMEN PEMBUAT
(PEMBELI)

1.Pesan
3. Jual 2. Beli
BAANK
(PENJUAL)

3. Sistem Sewa-Menyewa
A. Sistem Sewa-menyewa Berdasarkan Prinsip Ijarah (Sewa Murni)
1) Pengertian
Ijarah adalah suatu transaksi sewa menyewa antara pihak penyewa dengan yang
mempersewakan sesuatu barang atau jasa untuk mengambil manfaat dengan harga
tertentu dan dalam waktu tertentu.34 Salah satu sistem pembiayaan sewa menyewa dalam
lembaga keuangan syariah dikenal dengan istilah pembiayaan ijarah. Pembiayaan ijarah 35
adalah akad pemindahan manfaat barang maupun jasa tanpa perpindahan hak milik atas
manfaat atau jasa yang di persewakan. Sedangkan menurut istilah terminologi, Imam
Taqiyyuddin 36 mendefinisikan ijarah adalah suatu perjanjian untuk mengambil suatu
barang dengan tujuan yang diketahui dengan penggantian, dan dibolehkan sebab ada
penggantian yang jelas.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ijarah adalah suatu
jenis perikatan atas perjanjian yang bertujuan mengambil manfaat suatu benda maupun

33
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 147
34
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 150
35
M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001), cet. 1,
h. 117
36
Imam Taqiyuddin, Kifayah al-Akhyar Fi hal Goyatul ikhthisor, (Semarang: Maktabah wa
Mathoba’ah, Toha Putrat), h. 309
jasa yang diterima dari orang lain dengan jalan membayar upah sesuai dengan perjanjian
dan kerelaan kedua belah pihak dengan rukun dan syarat yang telah ditentukan. 37 Dengan
demikian ijarah adalah suatu bentuk muamalah yang melibatkan kedua belah pihak, yaitu
penyewa sebagai pihak yang mendapatkan manfaat atas barang yang disewakan oleh
pihak yang menyewakan barang tersebut dengan penggantian atau ukuran yang
telah ditentukan oleh syara’ tanpa diakhiri dengan kepemilikan.
Pembiayaan ijarah dalam lembaga keuangan syariah adalah pembiayaan yang
diberikan oleh lembaga keuangan syariah, baik perbankan atau non perbankan
kepada nasabah untuk memperoleh manfaat atas barang atau jasa. Fatwa DSN
yang mengatur mengenai ijarah adalah No. 09/DSN-MUI/IV/2000, dalam fatwa
ini ditentukan rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sebagai berikut:
• Pernyataan ijab qobul.
• Pihak-pihak yang berakad, yaitu pemberi sewa (lessor), dan penyewa
(lessee).
• Objek berupa manfaat dari pengunaan aset dan pembayaran sewa.
• Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah objek kontrak yang
harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari
sewa dan bukan aset itu sendiri.
• Sighat ijarah yaitu berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang
berakad, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yag equivalent, dengan
cara penawaran dari pemilik aset (bank) dan penerima yang dinyatakan
oleh penyewa (nasabah).38

2) Landasan Hukum Ijarah


Sewa menyewa dalam hukum Islam diperbolehkan asalkan sesuai dengan
prinsip syariah. Ayat Al-Qur’an pun menjelaskan dalam Surat Al-Baqarah
ayat 233:

37
Drs. Sudarsono, S. H, Pokok-Pokok Hukum Islam, (jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), Cet. 1, h.
422
38
Widyaningsih dan Karnaen Perwaatmadja, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2005), Edisi 1, cet. Ke-3, h. 123-124
َ ُ ‫َ ب َ َ ُ ُ ب ب َ َ ب َ ٰ َ ُ َّ َ ب َ ب َ َ ب َ ب َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ َ َ ب‬
‫اعة ُۚ َولَع ٱل َم بولو ِّد َُلۥ‬‫ۡيِۖ ل ِّمن أراد أن يتِّم ٱلرض‬
ِّ ‫ۡي َكمِّل‬ ِّ ‫۞وٱلوٰلِّدٰت ير‬
ِّ ‫ضعن أولدهن حول‬
ٞ ُ َ َ َ َ َّ ٓ َ ُ َ َ َ ‫َ ُ َ َّ ُ َ ب ٌ َّ ُ ب‬ ‫ب ب‬ ُ ‫ب‬ ُ‫ب‬
‫ِلةُ ُۢ ب ِّ َوِل َِّها َوَّل َم بولود‬ ِۚ ِّ ‫ِّرزق ُه َّن َوك ِّس َوت ُه َّن بِّٱل َمع ُر‬
ِّ ٰ‫وف َّل تكلف نفس إَِّّل وسعها ُۚ َّل تضار و‬

َ َ‫جن‬ ُ ‫اور فَ ََل‬ُ ‫اض م بِّن ُه َما َوت َ َش‬ َ َ َ ‫ب ُ َٰ َ َ ب َ َ َ َ ا‬ َ ‫َّ َُلۥ ب َو َ ِّ َ َ َ ب‬
‫اح‬ ٖ ٖ ‫مِّثل ذل ِّك َۗ فإِّن أرادا ف ِّصاَّل عن ت‬
‫ر‬ ‫ث‬
ِّ ‫ار‬
ِّ ‫ِلهُِّۚۦ ولَع ٱلو‬ ِّ
َ ٓ َّ َ ُ ‫اح َعلَ بي‬ ُ ‫َت ُع ٓوا ْ أَ بو َلٰ َد‬
ُ ‫ك بم فَ ََل‬ َ َ َ ُّ َ ‫ب‬ َ
‫ك بم إِّذا َسل بمتُم َّما َءاتيبتُم‬ َ َ‫جن‬
ِّ‫ت بس بض‬ ‫َعل بيهِّ َماَۗ ِإَون أ َردت بم أن‬

َ ُ ‫َب‬ َ َّ ‫ٱعلَ ُم ٓوا ْ أَ َّن‬


ِّ َ‫ٱَّلل ب ِّ َما تع َملون ب‬
ٞ‫صري‬ ‫َ َّ ُ ْ َّ َ َ ب‬ ‫ب ب‬
ِۗ ِّ ‫بِّٱل َمع ُر‬
‫وف وٱتقوا ٱَّلل و‬

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi
Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa
atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqarah : 233)”

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori yang


artinya, Dari Aisyah ra. Rasulullah SAW dan Abu Bakar menyewa seseorang
petunjuk jalan yang ahli dari bani Dail seorang kafir Quraisy, kemudian beliau
membayarnya dengan kendaraannya kepada orang tersebut, dan menjanjikannya
di gua Tsur sesudah tiga malam dengan kendaraan keduanya.39

39
Teungku, Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis Hadis Hukum, (Semarang:
Pustaka Rizki Putra), h. 199
B. Sistem Sewa-menyewa Berdasarkan Prinsip Ijarah al- Muntahia bit-
Tamlik (Sewa Beli atau Sewa dengan Hak Opsi)
1) Pengertian
Selain sistem pembiayaan ijarah yang memindahkan hak milik barang atau
jasa kepada nasabah berdasarkan penggantian selama periode tertentu, lembaga
keuangan syariah juga mempunyai sistem pembiayaan sewa menyewa yang
dikenal dengan istilah Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik, yang merupakan gabungan
antara transaksi sewa dan jual beli, karena pada akhir masa sewa, penyewa diberi
hak opsi untuk membeli objek sewa. Pada akhir masa sewa, objek sewa akan
berubah dari milik lessor (pemilik asset) menjadi milik lessee
(penyewa).40
Ijarah al-Muntahia bit-Tamlik (IMBT) di dalam Fatwa MUI nomor: 27/DSN-
MUI/III/2002 diartikan sebagai perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan
opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa. Kesimpulan dari pengertian
diatas adalah bahwa ijarah al-muntahia bit-tamlik ini adalah suatu perjanjian sewa
menyewa dimana si pemilik barang (bank syariah) menyewakan barang atau jasa
yang dimilikinya kepada si penyewa (nasabah) dengan ketentuan si penyewa
membayar biaya penyewaan kepada pemilik barang sesuai dengan kesepakatan.
Dan selama masa sewa, si penyewa diberi opsi untuk pemindahan hak milik atas
barang tersebut. Namun, pada ijarah muntahia bit-tamlik ini, jika si penyewa
menjetujui opsi tersebut, maka si penyewa wajib membayar harga dari barang
yang akan menjadi miliknya, dengan ketentuan menghabiskan masa
sewanya terlebih dahulu.
Dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan-ketentuan yang bersifat umum
dan ketentuan yang bersifat khusus. Berikut merupakan ketentuan yang bersifat
umum, yaitu:
• Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam akad
IMBT.
• untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah
ditandatangani.

40
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1,, h. 161
• Hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam akad. Sedangkan
ketentuan yang bersifat khusus adalah sebagai berikut:
• Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih
dahulu. Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli (bai’) atau
pemberian (hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
• Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawali akad ijarah adalah
wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji)
dilaksanakan, maka pada akhir masa ijarah (sewa) wajib dibuat akad
pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak bertentangan
dengan prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua) akad dalam satu
perjanjian.41

2) Landasan Hukum IMBT


42
Landasan syariah akad ijarah muntahia bit-tamlik terdapat
dalam QS. Al-Qashas ayat 26, yang artinya: “... Ya bapakku ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya:. (QS. Al-Qashas: 26) Dalam hadist pun diterangkan tentang hukum
IMBT, yang berbunyi: Ahmad Abu Daud dan An-Nasa meriwayatkan dari
Saad bin Abi Waqqash r.a berkata: “dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan
membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah SAW melarang kami cara
itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang dan emas perak”.

3) Skema Ijarah al-Muntahiya bit-Tamlik


Berikut merupakan skema ijarah al-muntahia bit-tamlik atau biasa disebut
dengan IMBT di Lembaga Keuangan Syariah.

41
Faiz Al-Husayn, Ijaroh Muntahiya Bittamlik (IMBT), artikel diakses pada 23 Juli 2017
dari http://belajarekonomisyariah-faizlife.blogspot.co.id/2012/11/ijarah-muntahia-bittamlik-
imbt.html?m=1
42
Drs. Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), Ed. 1, Cet. 1, h. 163
Skema 3.3

1.akad sewa IMBT


BANK NASABAH
(MU’AJIR) (MUST’AJIR)
5. Bayar kewajiban
pelunasan/pembelia
n
3. Kirim 2. Beli objek sewa
dokumen
ke Bank

OBJEK SEWA
SUPLIER
(MA’JUR)
4. Kirim Barang ke Nasabah
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan kumpulan suatu metode, teknik atau


cara yang digunakan oleh peneliti dalam proses atau kegiatan penelitian dengan
tujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang bersifat ilmiah dan sistematis
dengan syarat penelitian tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan. Berikut ini
akan ditampilkan alur penelitian secara umum untuk memudahkan peneliti dan
pembaca dalam menentukan langkah-langkah pengerjaan mulai dari pengambilan
data sampai dengan analisis dan pembahasan. Gambaran tersebut akan
ditampilkan secara umum dalam bentuk Flowchart (diagram alir) sebagai berikut :

Gambar III.1 Flowchart Penelitian


Berdasarkan pada gambar flowchart III.1, maka berikut ini akan dijelaskan
secara rinci terkait flowchart dalam penelitian ini. Penjelasan tersebut ditampilkan
sebagai berikut :

3.1 Perumusan Masalah dan Latar Belakang


Tahapan ini merupakan tahapan awal dalam penelitian. pertama sekali yang
harus dilakukan oleh peneliti adalah menetukan latar belakang, selanjutnya dari
latar belakang tersebut akan dirumuskan masalah apa yang akan dianalisis dalam
penelitian.

3.2 Studi Literatur


Studi literatur dalam penelitian ini berupa teori-teori ataupun penjelasan
mengenai hal-hal yang berkaitan dalam penelitian, seperti Jurnal ilmiah ataupun
buku-buku panduan yang dapat digunakan oleh peneliti untuk dibaca, dipahami
serta dipelajari agar penelitian yang dilakukan dapat diakui kevalidannya. Dalam
penelitian ini salah satu studi literatur yang digunakan adalah buku pedoman
Statistik SEM (Structural Equation Modelling) yang ditulis oleh Dr. Edi Riadi dan
menyajikan terkait langkah-langkah dalam menganalisis data penelitian
menggunakan metode SEM dengan bantuan aplikasi LISREL.

3.3 Studi Lapangan


Penelitian ini dilaksanakan di PT. Bank NTB Syariah Cabang Dompu di
Kabupaten Dompu dan pelaksanaan penelitian ini dimulai pada tanggal 01
Oktober 2021 sampai dengan 31 Desember 2021.
Adapun jadwal penelitian sampai dengan siding hasil penelitian secara
umum ditampilkan dalam tabel III.1 sebagai berikut :

Tabel III. 1 Jadwal Penelitian Tugas Akhir Periode Oktober Sampai dengan Desember 2021

Periode Bulan ke
No Uraian Kegiatan
Desember Januari Februari
1 Pengenalan lokasi penelitian
2 Memulai observasi lapangan
3 Penyusunan Tesis 1
4 Bimbingan Tesis 1
5 Seminar Tesis
6 Penyusunan Tesis 2
7 Bimbingan Tesis 2
8 Sidang Tesis

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian merupakan serangkaian angka atau huruf yang telah
ditetapkan oleh peneliti sebagai bentuk permisalan dari masalah yang akan
dibahas dalam suatu penelitian, dengan tujuan agar memudahkan peneliti atau
pembaca dalam membedakan antara satu permasalahan dengan permasalahan
yang lainnya atau varibel satu dengan variabel lain (Kasanah, 2015). Dalam
penelitian ini terdapat dua jenis variabel yang digunakan diantaranya adalah
variabel eksogen dan variabel endogen antara lain sebagai berikut :

3.4.1 Variabel Eksogen


Variabel eksogennmerupakan suatu variabel bebas yang digunakan
didalam penelitian dan dapat mempengaruhi variabel yang lainnya yaitu variabel
endogen atau variabel terikat adapun yang termasuk kedalam variabel eksogen
(variabel bebas) didalam penelitian ini adalah Latar Belakang Pendidikan (X1),
Pengalaman (X2) dan Pelatihan (X3).
3.4.2 Variabel Endogen
Variabel endogen merupakan suatu variabel terikat yang dapat dipengaruhi
oleh variabel lainnya yaitu variabel eksogen atau variabel bebas, dimana didalam
penelitian ini yang menjadi variabel endogen (variabel terikat) adalah variabel
Tingkat Pemahaman (Y)
Secara umum gambaran antara variabel eksogen (variabel bebas) dan
variabel endogen (variabel terikat) dicantumkan kedalam tabel berikut ini :
Tabel III.2 Gambaran Umum Variabel Penelitian
Jenis Variabel
Variabel Eksogen (Variabel Bebas) Variabel Endogen (variable terikat)
1. Latar Belakang Pendidikan (X1)
2. Pengalaman (X2) Tingkat Pemahaman (Y)
3. Pelatihan(X3)

3.4.3 Variabel Manifes


Variabel manifest merupakan suatu variabel observed yang terdapat di
dalam metode Structural Equation modeling. Adapun yang termasuk kedalam
variabel manifest adalah variabel indikator atau variabel teramati dengan kata lain
variabel manifest adalah pertanyaan-pertanyaan yang terdapat didalam kuisioner
dan dikembangkan dari indikator variabel eksogen dan endogen yakni Latar
Belakang Pendidikan (X1), Pengalaman (X2), Pelatihan (X3), dan Tingkat
Pemahaman (Y)

3.5 Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dikarenakan
sebagian besar data dan teknik analisis data yang digunakan berupa angka-angka
yang dapat dihitung nilainya yang kemudian akan dianalisis secara kualitatif
3.6 Jenis Dan Sumber Data
Dalam penelitiannini jenis dan sumberrdata yang digunakan antara lain
sebagai berikut :
3.6.1 Jenis Data
Dalam penelitian ini, adapun jenis data yang digunakan antara lain sebgaai
berikut :
1. Data Kualitatif, meliputi penjelasan mengenai lokasi atau tempat penelitian
yang mendukung penelitian ini seperti : informasi mengenai data minat
nasabah serta informasi-informasi lain terkait dengan objek yang ingin
diteliti.
2. Data kuantitatif, merupakan data real yang didapatkan dari hasil pengisian
kuisioner oleh responden terkait pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
didalam kuisioner dan berbentuk nilai atau angka yang nantinya akan diolah
dan dianalisis menggunakan metode dalam penelitian ini.

3.6.2 Sumber Data


Adapun sumber data yang dijadikan sebagai penguat dalam penelitian ini
antara lain sebagai berikut :
1. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang dihasilkan dari hasil
penelitian langsung dilapangan seperti melakukan penyebaran kuisioner
serta hasil wawancara yang dilakukan bersamaan dengan pihak-pihak
tertentu.

2. Data skunder dalam penelitian ini merupakanndata-data yang dikumpulkan


melalui jurnal, buku skripsi, berita, ataupun Koran yang termasuk kedalam
studi literatur.

3.7 Sampel Penelitian


Menurut Ferdinand (2006), populasi adalah keseluruhan bagian dari suatu
kejadian atau orang yang memilikiKkarakteristik yang sama danDdinyatakan
sebagai keseluruhan penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalahHnasabah bank
di PT. Bank NTB Syariah Cabang Dompu diwilayah Kabupaten Dompu, Nusa
Tenggara Barat (NTB). Sampel adalah sebagian jumlah yang mewakili
keseluruhan dari suatu populasi (Sugiyono, 2013: 118). Penentuan jumlah sampel
menggunakan rumus Slovin karena biasa digunakan pada penelitian dengan
jumlah populasi yang besar. Adapun penggunaarumus Slovin untuk menentukan
jumlah sampel penelitian adalah sebagai berikut :

𝑁
𝑛= .....................................................(III.1)
1+𝑁(𝑒)2

Keterangan :
n = ukuran sampel
N= ukuran populasi.
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
yang memiliki toleransi yaitu 10% atau 0,1.

Nilai besaran kesalahan atau margin of error (e) bisa ditetapkan sendiri
oleh peneliti. Semakin kecil besaran kesalahan yang diinginkan atau ditetapkan
maka tentu saja akan semakin besar ukuran sampel yang nantinya akan diperoleh
dari Rumus Slovin.

3.8 Indikator dan Instrumen Penelitian


Adapun indikator dan instrument yang digunakan didalam penelitian ini antara
lain ditampilkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel III.3 Indikator dan Instrumen Latar Belakang Pendidikan (X1)
Variabel Indikator Pertanyaan ke
Pendidikan formal 1
Bidang Pendidikan 2
Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan informal 3
(X1)
Kursus 4
Workshop 5
Tabel III.4 Indikator dan Instrumen Pengalaman (X2)
Variabel Indikator Pertanyaan ke

Lama waktu / masa kerja 1


Tingkat pengetahuan dan
2
keterampilan yang dimiliki
Pengalaman (X2)
Penguasaan terhadap
pekerjaan 3

Tabel III.4 Indikator dan Instrumen Pelatihan (X3)


Indikator
Variabel Pertanyaan ke
Instruktur 1
Peserta 2
Pelatihan (X3)
Materi 3
Tujuan 4

Tabel III.5 Indikator dan Instrumen Tingkat Pemahaman (Y)


Indikator
Variabel Pertanyaan ke

Lembaga keuangan syariah 1


Tingkat Pemahaman Pembiayaan 2
Tentang Sistem Bagi Hasil 3
Pembiayaan Syariah (Y) Pembiayaan murabahah 4
Pembiayaan musyarakah 5
3.9 Melakukan Pengembangan Indikator Penelitian
Dalam tahapan ini, pengembangan indikator penelitian ditampilkan dalam
bentuk kuisioner dan ditulis berdasarkan indikator dan instrument penelitian yang
telah dirancang oleh peneliti sebelumnya. Adapun bentuk pengembangan
pertanyaan kuisioner ditampilkan pada Lampiran 1.

3.10 Metode Pengumpulan Data


Dalam melakukan pengumpulan data maka teknik yang digunakan oleh
peneliti dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Penyebaran Kuisioner
Kuisioner merupakan teknik pengumpulanDdata yang dilakukan dengan
menyebarkanDdan meberikan beberapa pertanyaan kepadaRresponden yang
terlibat didalam penelitian dan pertanyaan tersebut sesuai dengan objek yang
ingin diteliti oleh peneliti.Adapun item-item kuisioner dalam penelitian ini
meliputi : Teknologi Informasi, Kemudahan Penggunaan, Resiko dan Fitur
Layanan.
Dalam kuisioner ini sakala pemberian nilai kepada setiap jawaban yang
diberikan oleh responden adalah menggunakan skala linkert dengan
penjabaran seperti pada tabel berikut ini :

Tabel III.6 Daftar Skala Linkert Dalam Kuisioner Penelitian


Pertanyaan Simbol Pertanyaan Bobot Pertanyaan
Sangat Setuju Sekali SSS 5
Sangat Setuju SS 4
Kurang Setuju KS 3
Tidak Setuju TS 2
Sangat Tidak Setuju STS 1
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara mengajukan beberapa pertanyaan yang telah disediakan sebelumnya oleh
peneliti kepada responden melalui mulut ke mulut dengan tujuan untuk
mendapatkan data terkait objek penelitian yang meliputi sejarah,
perkembangan, harga, dan lain sebagainya. Adapun lembar pertanyaan
wawancara dalam penelitian ini dilampirkan pada Lampiran 2.

3.11 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakanDdugaan atau jawabanSsementara yang telah ditetapkan
oleh peneliti dalam suatu penelitian. Dugaan tersebut dapat mendefinisikan suatu
kejadian yang akan menampilkan kemungkinan jawaban atas pertanyaan dalam
penelitian (Sudirman, 2020).
Hipotesis yang diajukan didalam penelitian ini antara lain sebagai berikut
Hipotesis 1 : Dalam hipotesis pertama yang akan diukur adalah pengaruh
Latar Belakang Pendidikan terhadap Tingkat Pemahaman
Ho1 : Latar Belakang Pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap
Tingkat Pemahaman tentang Sistem Pembiayaan Syariah.
H11 : Latar Belakang Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap
Tingkat Pemahaman tentang Sistem Pembiayaan Syariah.
Hipotesis 2 : Dalam hipotesis kedua yang akan diukur adalah pengaruh
Pengalaman Kerja terhadap Tingkat pemahaman tentang
sistem pembiayaan syariah
Ho2 : Pengalaman kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap
Tingkat pemahaman tentang sistem pembiayaan syariah
H12 : Pengalaman kerja berpengaruh signifikan terhadap
Tingkat pemahaman tentang sistem pembiayaan syariah
Hipotesis 3 : Dalam hipotesis ketiga yang akan diukur adalah pengaruh
Pelatihan pegawai terhadap tingkat pemahaman tentang
sistem pembiayaan syariah
Ho3 : Pelatihan pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pemahaman tentang sistem pembiayaan syariah
H13 : Pelatihan pegawai berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pemahaman tentang sistem pembiayaan syariah

3.12 Melakukan Uji Validitas Dan Reliabilitas Kuisioner


Uji validitas kuisioner dilakukan untuk mengetahui apakah indikator yang
digunakan dalam kuisioner dapat dikatakan valid atau tidak. Kriteria pengujian
validitas kuisioner sehingga dapat dikatakan valid, dapat dilihat darinilai anti
image correlation yang berada diatas 0.30. Jika nilai anti image correlation yang
didapat kurang dari 0,30 maka indikator tersebut harus dihapus atau diganti.
Selain itu validitas dapat dilakukan melalui uji validasi KMO (Kaiser-Meyer-
Olkin Measure of Sampling Adequacy). Kriteria dalam uji KMO adalah harus
lebih besar dari 0,50.
Sedangkan uji reliabilitas dilakukan denganTtujuan untukMmengetahui
apakah indikator yang digunakanDdalam kuisioner dapat diandalkan atau reliabel.
Kriteria dalam uji reliabilitas yaitu seluruh indikator yang diukur harus memiliki
nilaiYyang lebih besar dari 0,5. Jika nilai mencapai atau melebihi nilai minimum
0,5 maka indikator dapat dikatakan reliabel dan dapat diandalkan (Risnawati,
2017).

3.13 Melakukan Uji Validitas Dan Reliabilitas Responden


Uji validitas responden dilakukan untuk mengetahui apakah jawaban yang
diberikan oleh responden dapat dikatakan valid atau tidak. Sama halnya dengan
uji validitas kuisioner, kriteria uji validitas responden untuk memehui validitas
harus memiliki nilai person correlation yang lebih besar dari 0,3. Jika nilai person
correlation yang didapat memenuhi standar 0,3 maka jawaban responden dapat
dikatakan valid (Dewi, 2018).
Selanjutnya, setelah melakukan uji validitas maka diperbolehkan untuk
melakukan uji reliabilitas responden. Uji reliabilitas responden dilakukan untuk
mengetahui apakah jawaban yang diberikan oleh responden dapat
diandalkan/reliabel. Kriteria reliabilitas yang digunakan dapat dilihat berdasarkan
pada nilai cronbatch alpha yang dihasilkan lebih 0,5. Jika nilai yang dihasilkan
lebih besar dari nilai cronbach alpha maka jawaban yang diberikan oleh responden
dapat dikatakan reliabel/dapat diandalkan (Risnawati, 2017).

3.14 Melakukan Uji Normalitas Data


Uji normalitasddilakukan dengan tujuanUuntuk mengetahuiAapakah data
yang digunakanBberdistribusi normal atau tidak. Sebelum masuk kedalam model
structural SEM, maka syarat uji normalitas yang harus dipenuhi antara lain
sebagai berikut (Khasanah, 2015):
1. Apabila nilai Z (Kurtosis atau Skewness) siginfikan atau dengan sebutan lain
nilai Z yang dihasilkan < 0.05 pada tingkat 5% maka data yang digunakan
dapat dikatakan tidak berdistribusi normal. Atau,
2. Apabila nilai Z (Kurtosis atau Skewness) tidak siginfikan atau dengan
sebutan lain nilai Z yang dihasilkan > 0.05 pada tingkat 5% maka data yang
digunakan dapat dikatakan berdistribusi normal.

3.15 Membuat Model CFA


Model CFA (Confirmatory Factor Analysis) merupakan suatu model analisis
faktor atau model sementara yang diaplikasikan untuk riset dengan asumsi bahwa
peneliti telah memahami mengenai struktur variabel laten (eksogen dan endogen)
yang melandasinya. Model CFA ini dibentuk dengan tujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel pengukuran yang diobservasi dengan faktor-faktor yang
mendasarinya sebelum nantinya melakukan pengujian menggunakan model
struktural secara statistik didalam SEM (Sarwono, 2010). Tujuan lain dari
pembentukan model CFA adalah untuk mengetahui dan mengeliminasi nilai
variabel manifes atau variabel yang diukur yang tidak memenuhi syarat
pengukuran. Teknik untuk mengetahui apakah variabel tersebut memenuhi syarat
atau tidak adalah dengan melihat nilai pada loading factor. Jika nilai loading
faktor ≥ 0.7 maka dapat dikatakan variabel terukur memenuhi syarat structural.
Namun jika nilai loading factor < 0.7 maka variabel tersebut harus dieliminasi
karena tidak memenuhi syarat structural.

3.16 Uji Validitas dan Reliabilitas Model CFA


Selanjutnya setelah membentuk model CFA dan dilakukan eliminasi terhadap
variabel-variabel yang tidak memenuhi syarat, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan uji vliditas dan reliabilitas. Syarat yang harus dipenuhi dalam uji
validitas dan reliabilitas adalah jika nilai CR > 0.6 maka dikatakan valid dan jika
nilai AVE ≥ 0.5 maka dapat dikatakan relibel.
Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan uji validitas dan reliabilitas
data secara manual antara lain sebagai berikut (Riadi, 2018):

(∑𝑛
𝑖=1 𝜆𝑦𝑖 )
𝐶𝑅 = 2 ……………………. (III.2)
((∑𝑛 𝑛
𝑖=1 𝜆𝑦𝑖 ) +(∑𝑖=1 𝑉𝑎𝑟(𝜀1)))

2
∑𝑛
𝑖=1 𝜆𝑦𝑖
𝐴𝑉𝐸 = …….………………….………….. (III.3)
𝑛

3.17 Menyusun Model Structural


Setelah dalam model CFA didapat variabel yang memenuhi syarat dan
mendapatkan model yang valid dan reliabel, maka langkah selanjutnya adalah
membentuk model structural. Model structural merupakan model asli didalam
SEM yang akan dianalisis dengan tujuan untuk mengetahui apakah terdapat
pengaruh atau tidak antar variabel laten. Secara umum bentuk model structural
dalam penelitian ini dapat diihat pada gambar II.8.

3.18 Membentuk Spesifikasi Model


Spesifikasi model merupakan salah satu tahapan yang dilakukan didalam
metode Structural Equation Modeling yang bertujuan untuk membuat atau
membentuk suatu model dalam SEM. Diantaranya tahapan yang mencakup
didalam spesifikasi model adalah spesifikasi model pengukuran, spesifikasi model
strukturan dan penyusunan model keseluruhan SEM (Riadi, 2018).Analisis data
untuk bagian selanjutnya tidak dapat dilakukan jika dalam tahapan pembentukan
spesifikasi model belum terselesaikan (Kasanah, 2015).

3.19 Melakukan Identifikasi Model


Setelah tahapan spesifikasi model keseluruhan telah terselesaikan, maka
tahapan selanjutnya adalah melakukan Identifikasi terhadap model yang
akandiestimasi. Menurut Riadi (2018), tahapan identifikasi model merupakan
suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui derajat kebebasan (df) dalam
SEM.
Pada dasarnya terdapat 3 kategori didalam identifikasi model diantaranya
under I dentified (df < 0), just identified (df = 0) dan over identified (df > 0).
Namun, kategori yang dianjurkan didalam SEM untuk melakukan estimasi adalah
kategori over identified (df > 0) dimana over identified merupakan kondisi jumlah
data > jumlah parameter yang distimasi.

3.20 Melakukan Estimasi Model


Setelah model telah teridentifkasi over identified maka langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah melakukan estimasi terhadap model. Lazimnya, metode
yang dapat digunakan untuk melakukan estimasi terhadap model terdapat 2 jenis
diantaranya Maksimum Likelihood (MLE) dan Variasi Least Quares (ULS, GLS,
WLS atau ADF) (Riadi, 2018).

3.21 Melakukan Respesifikasi Model


Tahapan respesifikasi model merupakan suatu tahap atau akvitas yang
dilakukan setelah model yang diestimasi tidak valid, dengan kata lain metode
respesifikasi model merupakan metode yang dilakukan untuk memodifikasi
ketidakvalidan dalam suatu model (Riadi, 2018). Adapun langkah-langkah dalam
melakukan respesifikasi atau modifikasi model antara lain sebagai berikut:
Menghapus variabel manifes atau variabel observate yang tidak memenuhi syarat
uji validitas . Mengaplikasikan atau menggunakan informasi dalam modification
indices, seperti menambhkan lintasan baru (path) diantara variabel manifest
dengan variabel laten (eksogen dan endogen) dan antar variabel laten (eksogen
dan endogen).

3.22 Menyusun Persamaan Hubungan Antar Variabel


Setelah melakukan respesifikasi model dengan cara melakukan modifikasi
terhadap indikator dalam model dan telah menjadi model yang fit, maka
langkahselanjunya adalah melakukan penyusunan persamaan hubungan antar
variabel. Adapun persamaan yang dimaksud antara lain sebagai berikut :

Y = ax1 + bx2 + cx3 + e……………….………….. (III.4)

Dari persamaan diatas maka dapat diketahui hubungan antar variabel laten
yakni variabel laten endogen dengan variabel laten eksogen. Dimana Y
merupakan variabel laten endogen (variabel terikat), X1, X2, dan X3 merupakan
variabel laten eksogen (variabel bebas).

3.23 Pembahasan Hasil


Dalam bagian ini, akan dilakukan pembahasan secara keseluruhan terkait hasil
yang didapatkan didalam penelitian, mulai dari pembahasan teori yang
mendukung penelitian ini, hasil pengujian hipotesis dalam penelitian, serta
perbandingan antara penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti
terdahulu dengan hasil penelitian yang didapatkan saat ini, sehingga dalam
pembahasan ini akan mencakup secara umum isi dan hasil dalam penelitian
sebelum nantinya penelitian tersebut akan diberikan kesimpulan.

3.24 Kesimpulan dan Saran


Tahapan terakhir dalam penelitian adalah penarikan kesimpulan. Dalam
penarikan kesimpulan, akan disesuaikan dengan seperti apa rumusan masalah dan
tujuan dari penelitian. Sehingga dengan adanya kesimpulan dari penelitian ini
akan memberikan gambaran secara umum namun jelas terkait hal apa yang ingin
diketahui oleh peneliti sesuai dengan judul yang tertera didalam penelitian.
Selanjutnya, akan diberikan saran terkait penelitian ini dengan tujuan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti lain baik dari segi kesamaan metode, objek
yang diteliti agar dapat lebih tersistematis.

Anda mungkin juga menyukai