Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Patologi yang diampu oleh
Ni Nyoman Suindri.,S.SI.T.,M.Keb

Oleh :
Mahasiswa Semester VI / Sarjana Terapan

1. Putri Nur Asyifa P07124218008


2. Dwi Wulan Tuisnayani P07124218010

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI SARJANA TERAPAN
JURUSAN KEBIDANAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Kehamilan Dengan Penyakit Infeksi
Menular Seksual” tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun secara maksimal dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Patologi, jurusan Kebidanan tahun
ajaran 2021/2022.
Selama proses penyusunan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Yth:
1. Ni Nyoman Suindri.,S.SI.T.,M.Keb selaku Pengampu Mata Kuliah Asuhan
Kebidanan Patologi yang telah membimbing dan membina saya dalam menyelesaikan
makalah ini.
2. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung, baik
berupa material maupun non-material demi terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan baik dari segi
susunan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan dan
kekurangan tersebut. Dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dengan harapan agar kami mampu menyusun makalah dengan
lebih baik lagi. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
inspirasi bagi pembaca.

Denpasar, Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan ....................................................................................................................2
C. Manfaat ..................................................................................................................2

BAB II KAJIAN TEORI


A. Konsep Dasar Sypilis Pada Ibu Hamil...................................................................3
1.Definisi Sypilis ................................................................................................ 3
2. Penyebab Terjadinya Sypilis ........................................................................... 3
3.Tanda Gejala Sypilis ....................................................................................... 3
4. Pengaruh Terhadap Ibu Hamil dengan Penyakit Sypilis ................................ 4
5.Pengaruh Ibu Hamil dengan Penyakit Sypilis Terhadap Janinnya ................. 4
6.Tatalaksana ..................................................................................................... 4
B. Konsed Dasar HIV/AIDS Pada Ibu Hamil ..........................................................5
1. Definisi HIV/AIDS......................................................................................... 5
2. Etiologi HIV/AIDS......................................................................................... 5
3. Penyebab HIV/AIDS....................................................................................... 5
4. Tanda Gejala Sypilis ....................................................................................... 6
5. Faktor Resiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak.............................................. 7
6. Pengaruh Terhadap Ibu Hamil dengan Penyakit HIV/AIDS ......................... 9
7. Pengaruh Ibu Hamil dengan Penyakit HIV/AIDS Terhadap Janinnya .......... 9
8. Tatalaksana ..................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan.............................................................................................................12
B. Saran...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam upaya menurunkan kematian ibu serta melahirkan generasi yang sehat
dan berkualitas yang merupakan tujuan pelayanan kesehatan ibu sebagimana
diamanatkan dalam UU Kesehatan, maka pelayanan antenatal yang berkualitas
merupakan bagian yang sangat penting dan akan memberikan kontribusi yang sangat
besar dalam mencapai tujuan tersebut.
Salah satu penyakit yang harus dideteksi selama kehamilan adalah infeksi HIV
dan sifilis pada ibu hamil. Lebih dari 90% bayi terinfeksi HIV tertular dari ibu HIV
selama kehamilan, saat persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan
dini, separuh dari anak yang terinfeksi HIV akan meninggal sebelum ulang tahun
kedua. Bila ibu hamil yang terinfeksi sifilis tidak diobati dengan adekuat, maka 67%
kehamilan akan berakhir dengan abortus, lahir mati atau sifilis congenital. Sifilis,
sebagaimana infeksi menular seksual (IMS) lainnya, meningkatkan penularan HIV
sebesar 3-5 kali. Upaya pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak, harus
terintegrasi antara layanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) dan
layanan pencegahan sifilis kongenital dengan layanan kesehatan ibu dan anak (KIA)
melalui pelayanan antenatal terpadu baik di tingkat pelayanan dasar maupun rujukan
Kasus HIV pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987. Sampai
dengan tahun 2012, kasus HIV/AIDS telah tersebar di 345 dari 497 (69,4%)
kabupaten/ kota di seluruh provinsi Indonesia. Penularan tersebut dapat terjadi pada
masa kehamilan, saat persalinan dan selama menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat
dan dini, separuh dari anak yang terinfeksi HIV akan meninggal sebelum ulang tahun
kedua. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of Mother
to Child HIV Transmission (PMTCT) merupakan intervensi yang sangat efektif untuk
mencegah penularan tersebut. Upaya ini diintegrasikan dengan upaya eliminasi sifilis
kongenital, karena sifilis dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan pada ibu
dan juga ditularkan kepada bayi seperti halnya pada infeksi HIV. Sifilis, sebagaimana
infeksi menular seksual (IMS) lainnya, meningkatkan risiko tertular HIV.
Pencegahan penularan sifilis dari ibu ke bayi dapat dilakukan dengan deteksi
dini melalui skrining pada ibu hamil dan mengobati ibu yang terinfeksi sifilis dan
pasangannya. Secara umum upaya tersebut sangat efektif, bahkan di daerah dengan
1
prevalensi HIV yang sangat rendah. Kajian WHO di beberapa negara Asia Pasifik
menunjukkan bahwa skrining sifilis pada ibu hamil yang dilaksanakan bersamaan
dengan PPIA dalam paket layanan antenatal terpadu sangat cost-effective.
Upaya ini dilakukan melalui skrining pada ibu hamil melalui tes HIV dan tes
sifilis yang diikuti dengan pengobatan bila hasilnya positif. Dalam upaya pencegahan
penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak, layanan PPIA dan pencegahan sifilis
kongenital diintegrasikan dengan layanan kesehatan ibu dan anak (KIA), yaitu
melalui pelayanan antenatal terpadu baik di tingkat pelayanan dasar maupun rujukan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah, yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Patologi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tanda dan gejala kehamilan dengan penyakit sypilis.
b. Untuk mengetahui pengaruh pada kehamilan terhadap ibu dengan penyakit
sypilis.
c. Untuk mengetahui pengaruh pada kehamilan ibu dengan penyakit sypilis
terhadap janinnya.
d. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada kehamilan terhadap ibu dengan
penyakit sypilis.
e. Untuk mengetahui tanda dan gejala kehamilan dengan penyakit HIV/AIDS.
f. Untuk mengetahui pengaruh pada kehamilan terhadap ibu dengan penyakit
HIV/AIDS.
g. Untuk mengetahui pengaruh pada kehamilan ibu dengan penyakit HIV/AIDS
terhadap janinnya.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada kehamilan terhadap ibu dengan
penyakit HIV/AIDS.
C. Manfaat
Apabila tujuan dari pembuatan makalah tentang penulisan ini tercapai, maka
manfaat dari makalah ini adalah dapat memperluas wawasan dan pengetahuan tentang
deteksi dini penyakit penyerta pada kehamilan dan persalinan agar dapat mengurangi
masalah masalah keterlambatan penanganan pada ibu hamil yang memiliki penyakit.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Sypilis Pada Ibu Hamil


1. Definisi Sypilis
Sifilis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh spirochaete,
Treponema pallidum (T. pallidum) dan merupakan salah satu bentuk infeksi menular
seksual. Selain sifilis, terdapat tiga jenis infeksi lain pada manusia yang disebabkan
oleh treponema, yaitu: non venereal endemic syphilis (telah eradikasi), frambusia (T.
pertenue), dan pinta (T. careteum di Amerika Selatan). Sifilis secara umum dapat
dibedakan menjadi dua: yaitu sifilis kongenital(ditularkan dari ibu ke janin selama
dalam kandungan)dan sifilis yang didapat / acquired (ditularkan melalui hubungan
seks atau jarum suntik dan produk darah yang tercemar). Sifilis pada kehamilan dapat
ditularkan dari ibu ke janin saat stadium primer, sekunder, dan laten. Bakteri T.
pallidum dapat melewati plasenta sejak usia gestasi 10-12 pekan dan risiko infeksi
janin meningkat seiring usia gestasi. Jika seorang perempuan hamil terinfeksi sifilis
maka kemungkinan 70-80% menularkan infeksi ke janin dan dapat menyebabkan
keguguran, lahir prematur, berat badan lahir rendah, lahir mati, atau sifilis kongenital.
2. Penyebab Terjadinya Sypilis
Sifilis merupakan penyakit dengan manifestasi klinis lebih disebabkan oleh
respons imunologik dan inflamasi dibanding efek sitotoksik langsung dari T. pallidum
itu sendiri. Penelitian membuktikan perlu jumlah bakteri dalam jumlah cukup besar di
dalam sel untuk menimbulkan efek langsung sitotoksisitas T.pallidum dan bakteri ini
tidak mengekspresikan toksin di dalam tubuh manusia. Indurasi pada lesi primer
(ulkus durum) disebabkan infilitrasi sel limfosit dan makrofag dalam jumlah cukup
besar. Destruksi jaringan disebabkan oleh proliferasi endotel di pembuluh darah
kapiler dan oklusi lumen menyebabkan nekrosis jaringan lokal.Hal ini mirip pada
sifilis kongenital, dimana efek pada janin tidak terlihat sampai janin memiliki respons
imun cukup untuk merespons keberadaan bakteri T. pallidum.
3. Tanda dan Gejalan Sypilis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi,
rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang
menyebabkan kerusakan, kerusakan otak maupun kematian.
3
4. Pengaruh Terhadap Ibu Hamil dengan Penyakit Sypilis
Jika sifilis terjadi maka akan menyebabkan komplikasi pada ibu seperti
kerusakan pada otak dan jantung. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan
plasenta lebih besar, pucat, keabu-abuan dan licin. Kehamilan <16 minggu dapat
menyebabkan kematian janin. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran
prematur dan menimbulkan cacat.
5. Pengaruh Ibu Hamil dengan Penyakit Sypilis Terhadap Janinnya
T. pallidum subsp. pallidum merupakan satu-satunya subspesies treponema
patogen yang dapat melintasi sirkulasi plasenta dari ibu ke janin. 1 Penelitian
biomolekular sel endotel vena umbilikus manusia telah membuktikan T. pallidum
menembus sel endotel melalui intercellular junction plasenta. Temuan biomolekular
ini didukung penelitian histopatologik yang menemukan perubahan khas plasenta
terhadap invasi spirokaeta di plasenta sebagai rute utama penularan dari ibu ke janin.
Pendapat lain mengemukakan T. pallidum dapat terlebih dahulu melintasi membran
janin dan menginfeksi cairan ketuban sehingga memperoleh akses ke sirkulasi janin.
Sifilis kongenital terjadi karena infeksi T. pallidum melalui transplasenta sehingga
menginvasi sistem retikuloendotelial janin dan menyebabkan spirokaetamia
(penyebaran diseminata). Organisme masuk hematogen kemudian menginvasi organ
lain seperti kulit, membran mukosa, tulang, dan sistem saraf pusat. Bakteri T.
pallidum akan melekat pada sel endotel sehingga terjadi destruksi dan nekrosis
jaringan lokal akibat proliferasi endotel kapiler dan oklusi lumen pembuluh.
Keterlibatan infeksi awal janin dimulai dengan keterlibatan plasenta dan berlanjut
menjadi disfungsi hati, infeksi cairan ketuban, kelainan hematologik, dan gagal organ
pada stadium lanjut
6. Tatalaksana
Terapi adekuat untuk perempuan hamil dengan infeksi sifilis penting untuk
mengobati infeksi pada ibu, mencegah penularan ke janin, dan menangani sifilis yang
telah terjadi ke janin. Antibiotik penisilin benzatin G (level of evidence and strength
of recommendation 1A) merupakan terapi pilihan utama untuk sifilis pada kehamilan.
Terapi menurut CDC dan Dirjen P2P Kemenkes RI adalah injeksi intramuskular
penisilin benzatin G 2,4 juta unit dosis tunggal untuk sifilis stadium primer, sekunder,
dan laten dini sedangkan dosis diulang 1 minggu kemudian selama 3 minggu (total
7,2 juta unit) untuk sifilis laten lanjut, tersier, atau tidak diketahui riwayat infeksi
4
sebelumnya. Kadar treponemasid antibiotik harus dicapai dalam serum dengan durasi
7-10 hari agar mencakup masa replikasi yang berlangsung selama 30-33 jam. Sampai
saat ini belum ada laporan mengenai bakteri T. pallidum resisten terhadap penisilin
Terapi rekomendasikan pada perempuan hamil dengan alergi penisilin adalah
desensitisasi penisilin. Desensitisasi penisilin merupakan prosedur dimana pasien
dipaparkan penisilin dengan dosis bertahap hingga mencapai dosis efektif. Setelah itu
pasien diberikan terapi penisilin yang sesuai. Prosedur desensitisasi harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan terlatih dengan ketersediaan alat untuk menangani reaksi
anafilatik. Terapi sifilis pada perempuan hamil dapat memicu reaksi Jarisch-
Herxheimer. Reaksi ini merupakan reaksi febris akut disertai nyeri kepala, atralgia,
dan mialgia. Gejala ini terjadi akibat pelepasan liposakarida treponema dari spirokaeta
mati. Umum reaksi mulai muncul 1-2 jam setelah terapi, mencapai puncak pada 8 jam
dan berkurang dalam 24-48 jam. Reaksi ini dapat memicu kontraksi uterus, kelahiran
prematur, dan gangguan denyut jantung janin, namun risiko terjadi reaksi Jarisch
Herxheimer bukan merupakan kontraindikasi pemberian penisilin pada perempuan
hamil. Hampir seluruh kejadian ini dapat ditangani dengan edukasi kepada pasien dan
terapi suportif.
B. Konsep Dasar HIV/AIDS Pada Ibu Hamil
1. Definisi HIV/AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus dapat
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4,
sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak
dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun
(Utami, 2020).
2. Etiologi HIV/AIDS
AIDS disebabkan oleh masuknya HIV kedalam tubuh. HIV merupakan virus
yang menyerang kekebalan tubuh manusia. HIV merupakan retrovirus yang termasuk
dalam famili lentivirus (Santoso, 2008). Retnovirus merupakan virus yang memiliki
enzim (protein) yang dapat mengubah RNA, materi genetiknya, menjadi DNA.
Kelompok ini disebut retrovirus karena virus ini membalik urutan normal yaitu DNA
diubah (diterjemahkan) menjadi RNA (Gallant, 2010).
3. Penyebab HIV/AIDS

5
Penularan HIV terjadi saat darah, sperma, atau cairan vagina dari seseorang
yang terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Hal ini dapat terjadi melalui
berbagai cara, antara lain:
a. Hubungan seks. Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seks baik melalui
vagina maupun dubur (anal). Meskipun sangat jarang, HIV juga dapat menular
melalui seks oral. Akan tetapi, penularan lewat seks oral hanya akan terjadi bila
terdapat luka terbuka di mulut penderita, misalnya seperti gusi berdarah atau
sariawan.
b. Berbagi jarum suntik. Berbagi penggunaan jarum suntik dengan penderita HIV,
adalah salah satu cara yang dapat membuat seseorang tertular HIV. Misalnya
menggunakan jarum suntik bersama saat membuat tato, atau saat menggunakan
NAPZA suntik.
c. Transfusi darah. Penularan HIV dapat terjadi saat seseorang menerima donor darah
dari penderita HIV(Sunirah, 2019).
4. Gejala HIV/AIDS
Pada awalnya, seseorang yang terkena virus HIV umumnya tidak
menunjukkan gejala yang khas (asimtomatik). Penderita hanya mengalami demam
selama 3-6 minggu, tergantung dari daya tahan tubuh saat mendapatkan kontak virus
HIV tersebut. Setelah kondisi mulai m embaik, orang yang terkena virus HIV akan
tetap sehat dalam beberapa tahun. Namun demikian, perlahan-lahan kekebalan
tubuhnya mulai menurun sehingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang
(Rimbi, 2014).
Gejala orang yang terinfeksi HIV menjadi AIDS bisa dilihat dari 2 gejala yaitu
gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi) :
a. Gejala mayor :
1) Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan.
2) Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
3) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan.
4) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.
5) Demensia/HIV ensafalopati.
b. Gejala minor :
1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
2) Dermatitis generalisata.
6
3) Adanya herpes zostermulti segmental dan herpes zoster berulang.
4) Kandidias orofaringiel.
5) Herpes simpleks kronis progresif.
6) Limfadenopati generalisata.
7) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
8) Retinitis virus sitomegalo (Noviana, 2016).
Gejala fisik yang muncul selama kehamilan pada ibu dengan HIV/AIDS
adalah ketidaknyamanan prenatal antara lain karena keletihan yang hebat, anoreksia
dan penurunan berat badan. Selain itu adanya ibu hamil dengan HIV/AIDS
mengalami diare kronis lebih dari 1 bulan, dan adanya demam lama lebih dari 1 bulan
(Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2005).
5. Faktor Resiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak
Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak Risiko penularan HIV dari ibu ke
anak tanpa upaya pencegahan atau intervensi berkisar antara 20-50%. Dengan
pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak yang baik, risiko penularan
dapat diturunkan menjadi kurang dari 2%. Pada masa kehamilan, plasenta melindungi
janin dari infeksi HIV; namun bila terjadi peradangan, infeksi atau kerusakan barier
plasenta, HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan dari ibu ke anak.
Penularan HIV dari ibu ke anak lebih sering terjadi pada saat persalinan dan masa
menyusui.
Tabel 2. Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak

Sumber: De Cock KM, Fowler MG, Mercier E, et al. JAMA 2000; 283:1175-82
Ada tiga faktor risiko penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu sebagai berikut :
a. Faktor ibu.
1) Kadar HIV dalam darah ibu (viral load): merupakan faktor yang paling utama
terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak: semakin tinggi kadarnya, semakin
besar kemungkinan penularannya, khususnya pada saat/menjelang persalinan
dan masa menyusui bayi.

7
2) Kadar CD4: ibu dengan kadar CD4 yang rendah, khususnya bila jumlah sel
CD4 di bawah 350 sel/mm3 , menunjukkan daya tahan tubuh yang rendah
karena banyak sel limfosit yang pecah/rusak. Kadar CD4 tidak selalu
berbanding terbalik dengan viral load. Pada fase awal keduanya bisa tinggi,
sedangkan pada fase lanjut keduanya bisa rendah kalau penderitanya mendapat
terapi anti-retrovirus (ARV).
3) Status gizi selama kehamilan: berat badan yang rendah serta kekurangan zat
gizi terutama protein, vitamin dan mineral selama kehamilan meningkatkan
risiko ibu untuk mengalami penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kadar
HIV dalam darah ibu, sehingga menambah risiko penularan ke bayi.
4) Penyakit infeksi selama kehamilan: IMS, misalnya sifilis; infeksi organ
reproduksi, malaria dan tuberkulosis berisiko meningkatkan kadar HIV pada
darah ibu, sehingga risiko penularan HIV kepada bayi semakin besar.
5) Masalah pada payudara: misalnya puting lecet, mastitis dan abses pada
payudara akan meningkatkan risiko penularan HIV melalui pemberian ASI.
b. Faktor bayi.
1) Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir: bayi prematur atau bayi
dengan berat lahir rendah lebih rentan tertular HIV karena sistem organ dan
kekebalan tubuh belum berkembang baik.
2) Periode pemberian ASI: risiko penularan melalui pemberian ASI bila tanpa
pengobatan berkisar antara 5-20%.
3) Adanya luka di mulut bayi: risiko penularan lebih besar ketika bayi diberi ASI.
c. Faktor tindakan obstetrik. Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak terjadi
pada saat persalinan, karena tekanan pada plasenta meningkat sehingga bisa
menyebabkan terjadinya hubungan antara darah ibu dan darah bayi. Selain itu, bayi
terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan
risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah sebagai berikut.
1) Jenis persalinan: risiko penularan pada persalinan per vaginam lebih besar
daripada persalinan seksio sesaria; namun, seksio sesaria memberikan banyak
risiko lainnya untuk ibu.
2) Lama persalinan: semakin lama proses persalinan, risiko penularan HIV dari
ibu ke anak juga semakin tinggi, karena kontak antara bayi dengan darah/
lendir ibu semakin lama.
8
3) Ketuban pecah lebih dari empat jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari empat
jam.
4) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forsep meningkatkan risiko
penularan HIV.
6. Pengaruh Terhadap Ibu Hamil dengan HIV/AIDS
Perubahan psikologis pada ibu hamil dapat terjadi pada tiap trimester
kehamilannya karena adanya perubahan pada fisik maupun kekhawatiran terhadap
janin yang dikandungnya. Sementara pada ibu hamil dengan HIV AIDS mempunyai
berbagai macam komplikasi yang mungkin terjadi pada janin maupun ibu sendiri.
Komplikasi tersebut antara lain adanya ruptur saat persalinan, bayi lahir cacat, Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR), bayi lahir prematur dan janin tertular HIV (Reeder, et al.,
2013). Hal ini mengakibatkan perubahan psiokologis pada ibu hamil dengan
HIV/AIDS seperti adanya ambivalensi, perasaan ragu-ragu akan kehamilannya,
depresi, kehawatiran yang berlebihan terhadap janin, bahkan dapat juga terjadi post
partum bluse.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kotze di Afrika Selatan, ibu hamil
dengan HIV mengalami peningkatan depresi dan kekhawatiran terhadap stigma
masyarakat. Adanya penurunan kondisi fisik dan psikologis tersebut mempengaruhi
kondisi ibu hamil dengan HIV yang sudah mengalami penurunan kondisi dari
kehamilannya sendiri. Sehingga, ibu dengan HIV/AIDS saat hamil mengalami
penurunan kondisi fisik dan psikologis yang tidak terjadi ibu hamil sehat maupun
penderita HIV/AIDS yang tidak hamil (Maula, 2014).
7. Pengaruh Ibu Hamil dengan HIV/AIDS Terhadap Janinnya
Penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi selama kehamilan dapat terjadi melalui
hubungan transplasenta dengan risiko sebesar 5 sampai 10%. Plasenta merupakan
sumber bagi bayi untuk mendapatkan nutrisi selama berada dalam kandungan. Jika
plasenta telah terinfeksi virus HIV, darah ibu yang sudah terinfeksi tersebut akan
bercampur dengan darah bayi, sehingga risiko tertular HIV pada bayi sangat besar.
Oleh karena itu, asuhan kebidanan komprehensif pada ibu hamil dengan status HIV
positif sangat diperlukan (Sariningsih and Yogisutanti, 2015).
8. Tatalaksana Infeksi HIV dalam Kehamilan

9
Semua wanita hamil HIV positif harus dilakukan pemeriksaan yang ketat dan
dilakukan juga pengobatan terhadap infeksi genital selama kehamilannya. Hal ini
harus dilakukan sedini mungkin. Strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu
hamil ke janin yang dikandungnya (masa antenatal) adalah dengan memberikan
antiretroviral (ARV) dan memperbaiki faktor risiko. Usaha ini memerlukan kerja
sama antara dokter ahli HIV dari kelompok kerja HIV/AIDS yang merawat ibu pada
saat sebelum hamil dan dokter kebidanan yang merawatnya pada saat hamil. Tujuan
perawatan saat kehamilan adalah untuk mempertahan kesehatan dan status nutrisi ibu,
serta mengobati ibu agar jumlah viral load tetap rendah sampai pada tingkat yang
tidak dapat dideteksi (Valerian, Kemara and Megadhana, 2011).
Menurut Kementerian Kesehatan RI dalam Pedoman Nasional Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak (2012) ARV pada ibu hamil dengan HIV selain
dapat mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke anak adalah untuk
mengoptimalkan kondisi kesehatan ibu dengan cara menurunkan kadar HIV serendah
mungkin.
Syarat pemberian ARV pada ibu hamil dikenal dengan singkatan SADAR,
yaitu sebagai berikut :
a. Siap : menerima ARV, mengetahui dengan benar efek ARV (diantaranya mual,
pusing, hingga berhalusinasi. Namun, efek samping itu hanya terjadi pada awal
konsumsi ARV. Jika minum ARV secara rutin, virus HIV bisa tidak terdeteksi
sehingga mencegah penularan ke bayi) terhadap infeksi HIV.
b. Adherence : kepatuhan minum obat.
c. Disiplin : minum obat dan kontrol ke dokter.
d. Aktif : menanyakan dan berdiskusi dengan dokter mengenai terapi.
e. Rajin : memeriksakan diri jika timbul keluhan

10
Bagan 3. Alur Tes HIV-Sifilis atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan Konseling

.
(Kemenkes RI, 2014)

11
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Sifilis merupakan salah satu penyakit Sexually Transmitted Diseases (STDs)
yang dapat menginfeksi ibu hamil. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Treponema
Pallidum. Sifilis pada kehamilan diperoleh melalui kontak seksual. Penularan melalui
kontak seksual membutuhkan paparan mukosa yang lembab atau lesi kulit pada sifilis
primer atau sekunder. Transmisi treponema pada ibu hamil telah didokumentasikan
secara dini pada minggu kesembilan kehamilan, maka dari itu perlu adanya skrining
semua wanita hamil pada kunjungan pertama antenatal. Terapi siflilis pada ibu hamil
dapat memicu reaksi Jarisch-Herxheimer, namun bukan merupakan kontraindikasi
pemberian penisilin pada ibu hamil. Transmisi infeksi sifilis 30 dari ibu ke bayi dapat
dicegah dengan program skrining sifilis sejak dini pada awal kehamilan.
HIV dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang
bernama sel CD4, sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada
akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan
sekalipun Di negara berkembang, lebih dari 10 juta wanita hamil hidup dengan
HIV/AIDS. Kombinasi terapi ARV yang tepat dan pemilihan cara persalinan, yaitu
persalinan dengan elektif seksio sesaria terbukti dapat menurunkan prevalensi
transmisi HIV dari ibu ke anak dan mencegah komplikasi obstetrik secara signifikan.
Konseling dan follow up dengan dokter spesialis dari awal kehamilan sampai
persalinan juga sangat dianjurkan.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah
ini akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai
bahan evaluasi untuk kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI (2014) PEDOMAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN PENULARAN


HIV DAN SIFILIS DARI IBU KE ANAK BAGI TENAGA KESEHATAN, Kementerian
Kesehatan RI.
Maula, S. (2014) ‘Gambaran Fisik Dan Psikologis Ibu Dengan HIV/AIDS Saat Hamil
Di Kabupaten Kendal’, Prosiding Konas II PPNI.
Sariningsih, O. D. and Yogisutanti, G. (2015) ‘Pengetahuan Bidan tentang Deteksi
Dini HIV/AIDS pada Ibu Hamil dengan Implementasi Asuhan Kebidanan di Lahan Praktik’,
Jurnal Bidan "Midwife Journal.
Sunirah, S. (2019) ‘Gambaran Cara Ibu Hamil Dengan HIV/AIDS dalam Menjalani
Kehamilan: Studi Fenomenologi’, Journal of nursing and health, 1(2), pp. 45–54. doi:
10.25099/jnh.Vol1.Iss2.17.
Valerian, C. M., Kemara, K. P. and Megadhana, I. W. (2011) ‘Tatalaksana Infeksi
HIV Dalam Kehamilan’, E-Jurnal Medika Udaya.

13

Anda mungkin juga menyukai