Anda di halaman 1dari 7

Strategi Untuk Menjadi Indonesia Bebas Korupsi

Siti Munawaroh
Jurusan Kebidanan Bandung
Poltekkes Kemenkes Bandung

PENDAHULUAN
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah
Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana korupsi di
Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat
mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan.
Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem
hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini.
Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena
itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Meningkatnya tindak pidana
korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal batas-batas siapa,
mengapa, dan bagaimana. Tidak hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja yang
melakukan tindak pidana korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi tindak pidana
korupsi sudah menjadi suatu fenomena. Bagi banyak orang, korupsi bukan lagi merupakan suatu
pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan.
Dalam seluruh penelitian perbandingan pemberantasan korupsi antar negara, Indonesia
selalu menempati posisi yang rendah. Berdasarkan data Transparansi Internasional, kasus
korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-89 dari 180
negara pada tahun 2018 dalam Indeks Persepsi Korupsi.
Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di
Indonesia. Namun, persoalan muncul ketika hingga saat ini pemberantasan korupsi di Indonesia
belum menunjukkan titik terang. Hal ini dikarenakan banyak kasus korupsi di Indonesia yang
belum tuntas diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, LSM dan alat
perangkat negara lainnya. Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memberantas korupsi
namun pada kenyataannya belum cukup untuk mencegah terjadinya korupsi di negeri ini.
Maka dari itu, artikel ini mengkaji tentang korupsi sehingga tujuan untuk mengetahui
peran pemerintah, LSM serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dapat
tercapai.
LANDASAN TEORI
Pengertian Korupsi
Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea :
1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan
bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih
tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt”
(Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia,
adalah “kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidakjujuran”(S. Wojowasito-WJS Poerwadarminta: 1978). Pengertian lainnya,
“perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya” (WJS Poerwadarminta: 1976).
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu
yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi
atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan. Menurut Subekti dan
Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie adalah korupsi, perbuatan
curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara (Subekti
dan Tjitrosoedibio : 1973).Selanjutnya Baharudin Lopa mengutip pendapat David M.
Chalmers, menguraikan istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang
menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang
ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Hal ini diambil dari definisi
yang berbunyi “financial manipulations and deliction injurious to the economy are often
labeled corrupt” (Evi Hartanti: 2008).

Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi


Tindak korupsi pada dasarnya bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri.
Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor
penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari
situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan
demikian secara garis besar penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat
dirinci menjadi:
a) Aspek Perilaku Individu
• Sifat tamak/rakus manusia
• Moral yang kurang kuat
• Gaya hidup yang konsumtif
b) Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris
mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan
dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang
yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah
memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia
menyalahgunakan kekuasaannya.

2. Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri
pelaku
a) Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
• Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat
sendiri. Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang
paling dirugikan adalah negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang
paling rugi adalah masyarakat juga, karena proses anggaran pembangunan bisa
berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.
b) Aspek ekonomi
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemung-
kinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas
diantaranya dengan melakukan korupsi.
c) Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang
dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai
dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan
menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan
negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui
lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik,
kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi
menyebabkan perilaku korupsi.
d) Aspek Organisasi
• Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
• Tidak adanya kultur organisasi yang benar
• Kurang memadainya sistem akuntabilitas
PEMBAHASAN
Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Sebenarnya pemerintah bersama masyarakat sudah sejak lama melakukan upaya-
upaya untuk mengurangi tindak pidana korupsi. Kebijakan-kebijakan untuk memberantas
korupsi juga telah diupayakan oleh pemerintah. Namun, berbagai kebijakan dan lembaga
pemberantasan yang telah ada ternyata tidak cukup membawa Indonesia menjadi negara
yang bersih dari korupsi. Berdasarkan kondisi dimana Indonesia tetap dicap sebagai salah
satu negara terkorup di dunia tentunya ada beberapa hal yang kurang tepat dalam
pelaksanaan kebijakan atau pun kinerja dari lembaga pemberantasan korupsi tersebut.
Maka dari itu, pemberantasan korupsi di Indonesia harus lebih di tekankan lagi.
Pemerintah Indoneisa selama ini sudah berusaha dalam membentuk lembaga-
lembaga pemberantasan korupsi, seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) serta
membuat perarutan perundang-undangan tentang pemberantasan korupsi.
Di Indonesia terlah terbentuk berbagai LSM anti korupsi seperti Indonesia
Corruption Watch (ICW), Masyarakat Profesional Madani (MPM), dan badan-badan
lainnya, sebagai wujud kepedulian dan respon terhadap upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi.
Sekarang ini, masyarakat Indonesia berperilaku semakin anti korupsi. Dilihat dari
survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat lndeks Perilaku Anti
Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2018 sebesar 3,66 pada skala 0 sampai 5. Angka ini
lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2017 sebesar 3,71. Jika nilai indeks semakin
mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin anti korupsi.
Sebaliknya, jika nilai IPAK yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa masyarakat
berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
Supaya kasus korupsi di Indonesia semakin berkurang, negara kita mungkin dapat
mencontoh strategi negara lain dalam pemberantasan korupsi.
Strategi pemerintah dalam pemberantasan korupsi di Indonesia agar menjadi lebih
baik. Salah satunya kita dapat melihat dari negara Singapura yang berada pada peringkat
4 yang dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi menurut data dari Transparansi Internasional.
Di negara Singapura, untuk memberantas korupsi pemerintah menerapkan sebuah
Kerangka Kontrol Korupsi Singapura. Dimana telah dibuktikan keberhasilan Singapura
dalam memerangi korupsi adalah hasil dari kerangka kerja pengendalian korupsi tersebut
yang efektif dengan empat pilar utama, yaitu undang-undang yang efektif, peradilan yang
independen, penegakan hukum yang efektif dan layanan publik yang responsif, didukung
oleh kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat. Maka, dengan melihat upaya negara
Singapura terebut dalam membuat sebuah kerangka yang bertujuan mengontrol korupsi
bisa kita jadikan sebuah ide agar kebijakan dalam menangani korupsi di Indonesia
menjadi lebih terarah dan efektif.
Selain Singapura, negara Denmark pun dapat di jadikan contoh dalam segi
keamanan dan penegak hukumnya yaitu kepolisian. Pemerintah Denmark memiliki
mekanisme yang efektif untuk menyelidiki dan menghukum penyalahgunaan dan korupsi
di kepolisian. Namun, bukan hanya dari pemerintahnya saja yang berperan, polisi di
Denmark juga dikenal tidak terpengaruh oleh korupsi, mereka sangat menikmati tingkat
kepercayaan publik yang besar. Jajak pendapat publik mengungkapkan bahwa warga
negara tidak membayar suap kepada petugas polisi dan bahwa layanan kepolisian
dianggap sebagai salah satu lembaga Denmark yang paling tidak korup. Hal ini mungkin
dapat di jadikan sebagai acuan dalam pemerintahan dan aparat pemerintah dalam
menangani korupsi.
Berbicara mengenai KUHP tentang korupsi, mungkin pemerintah Indonesia dapat
menegakkan hukum seperti di Norwegia. KUHP Norwegia mengkriminalkan suap aktif
dan pasif, perdagangan pengaruh , penipuan , pemerasan , pelanggaran kepercayaan dan
pencucian uang. Ini berlaku bagi siapa saja yang terdaftar di Norwegia dan dikenakan
hukuman penjara hingga 10 tahun, bahkan jika tindakan tersebut dilakukan di luar negeri.
Seperti kita ketahui, hukum di Indonesia belum cukup untuk menghentikan kasus korupsi
yang terjadi. Mungkin dengan melihat hukum di Norwegia, Indonesia juga dapat lebih
menegaskan lagi hukum tentang korupsi di Indonesia.
Langkah-langkah untuk mengurangi kasus korupsi dapat di lakukan oleh LSM.
LSM di Indonesia dapat menjadikan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang ada di
Australia yang dalam data Transparansi Internasional dalam Indeks Persepsi Korupsi
menduduki ranking ke-13 sebagai contoh. OMS (di Indonesia dikenal dengan LSM)
Australia secara aktif berkolaborasi dengan badan-badan anti korupsi. Selain itu, ada juga
Negara Kanada dengan ranking ke-9. OMS Di Kanada juga sering bekerja dalam
kemitraan dengan lembaga publik bertujuan agar dapat mempermudah mengajak
masyarakat lain untuk sadar akan bahayanya korupsi serta mengajak masyarakat
mendukung gerakan anti korupsi. Walaupun OMS di kedua negara tersebut bertindak
secara bebas, tetapi tetap memperhatikan hukum yang berlaku. Maka, hal tersebut dapat
dijadikan sebagai cerminan untuk menciptakan LSM di Indonesia lebih baik lagi. Dengan
cara melakukan kolaborasi dengan badan anti korupsi ataupun lembaga publik.
Upaya yang harus di lakukan masyarakat dalam memerangi korupsi. Dapat
berkaca dari Selandia Baru yang termasuk ranking tertinggi oleh Transparency International (TI)
pada tahun 2018 yaitu rangking ke-2 dalam Indeks Persepsi Korupsi. Selandia Baru memiliki
masyarakat sipil yang aktif dan beragam. Masyarakat sipilnya juga dapat aktif berkolaborasi
dengan lembaga antikorupsi seperti Kementerian Kehakiman Dan Kantor Penipuan Serius.
Sehingga, masyarakat bisa menyuarakan pendapatnya dalam artian memiliki kebebasan
berbicara. Jadi, masyarakat Indonesia juga harus memiliki andil dalam memerangi korupsi
dengan cara aktif dan memiliki kesadaran tentang bahaya korupsi. Untuk berkolaborasi
pemerintah harus memfasiltasi masyarakat agar dapat melakukan kolaborasi tersebut, contohnya
seperti mengadakan saluran pengaduan masyarakat yang terjamin. Adapun, di Finlandia sebagai
negara dengan ranking ke-3 data Transparansi Internasional dalam Indeks Persepsi Korupsi.
Masyarakat Finlandia mendapatkan pembangunan karakter melalui upaya berkesinambungan
terutama dalam proses pendidikan dan konsistensi pemerintah Finlandia dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat menjadi modal utama dalam menekan angka korupsi hingga ke tingkat
minimum. Maka, Indonesia dapat mengambil contoh dari Finlandia yang membangun karakter
masyarakatnya melalui pendidikan agar berperilaku sebagai masyarakat anti korupsi.

KESIMPULAN
Korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan
kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral,
sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur
pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.
Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh
karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Di Indonesia
berbagai kebijakan dan lembaga pemberantasan yang telah ada ternyata tidak cukup
membawa Indonesia menjadi negara yang bersih dari korupsi. Oleh karena itu, Indonesia
mungkin dapat mencontoh upaya-upaya yang dilakukan oleh negara lain dalam
memberantas korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI
Subdirektorat Statistik Politik dan Keamanan. 2018. Indeks Perilaku Anti Korupsi 2018. Jakarta.
Badan Pusat Statistik.
https://www.transparency.org/cpi2018 ( Diakses tanggal 24 Maret 2019)
https://www.business-anti-corruption.com/country-profiles/australia/ (Diakses tanggal 25 Maret
2019)
https://www.business-anti-corruption.com/country-profiles/canada/ (Diakses tanggal 25 Maret
2019)
https://www.business-anti-corruption.com/country-profiles/denmark/ (Diakses tanggal 25 Maret
2019)
https://www.business-anti-corruption.com/country-profiles/finland/ (Diakses tanggal 25 Maret
2019)
https://www.cpib.gov.sg/about-corruption/corruption-control-framework (Diakses tanggal 24
Maret 2019)
https://www.business-anti-corruption.com/country-profiles/new-zealand/ (Diakses tanggal 25
Maret 2019)
https://www.business-anti-corruption.com/country-profiles/norway/ (Diakses tanggal 25 Maret
2019)

Anda mungkin juga menyukai