Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

Gambaran Kasus Kegawatdaruratan Radiologi pada


Rontgen Foto Thorax

Tanda Tangan

Nama:
NIM : ……………………….

Telah Menyetujui,
……………………….

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 3 Januari – 5 FEBRUARI 2022

PENDAHULUAN

Gawat artinya mengancam nyawa, sedangkan darurat adalah perlu mendapatkan


penanganan atau tindakan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban. Jadi, gawat
darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa yang harus dilakukan tindakan segera untuk
menghindari kecacatan bahkan kematian korban. Gawat paru adalah suatu keadaan
pertukaran gas dalam paru terganggu, yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan suatu
keadaan yang disebut gagal nafas akut yang ditandai dengan menurunnya kadar oksigen
dalam arteri (hipoksemia) atau naiknya kadar karbondioksida (hiperkarbia) atau kombinasi
keduannya.
Kedaruratan paru atau pernafasan merupakan faktor yang diperhitungkan dalam
gawat darurat pasien, banyak kasus yang gagal bukan akibat penyakit primernya, tetapi
karena kegagalan fungsi pernafasan baik karena gangguan sentral maupun akibat infeksi.

Pneumothoraks
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.1
Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis,
yaitu :
a. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura dalam
keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada
hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin
positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan
paru disekitarnya.2 Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali
negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura
tetap negatif.1,2
b. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana
terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian
dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). 1 Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan
intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan
yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada saat inspirasi tekanan menjadi
negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi positif . Selain itu, pada saat
inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).1,2
c. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks dengan
tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada
fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura
melalui fistel yang terbuka.1.2 Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak
dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
Gejala klinis yang muncul berdasarkan anamnesis.
• Nyeri dada

• Sesak napas

• Sianosis

• Takipneu

Gambaran Radiologik
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa
struktur jaringan paru (avascular pattern) de ngan batas paru berupa garis radioopak tipis
berasal dari pleura viseral.2,3 Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hi
lus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar.2
Bila udara berasal dari paru melalui suatu robekan yang berupa katup (ventil), maka
tiap kali menarik napas sebagian udara yang ma suk ke dalam rongga pleura tidak dapat
keluar lagi, kejadian ini bila lama akan menyebabkan semakin banyak udara terkumpul dalam
rong ga pleura sehingga kantong udara pleura men desak mediastinum dan paru yang sehat
(her niasi).3 Keadaan ini dapat mengakibatkan fung si pernapasan sangat terganggu yang
disebut tension pneumothorax yang harus segera di atasi, kalau tidak akan berakibat fatal.2
Gambar 1. Rontgen foto thoraks pnemothoraks

Atelektasis
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan
berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkurang atau sama sekali tidak berisi
udara.1 Biasanya atelektasis merupakan akibat suatu kelainan paru yang dapat di sebabkan :
1. Bronkus tersumbat, penyumbatan bisa berasal di dalam bronkus (tumor bronkus,
benda asing, cairan sekresi yang massif) dan penyumbatan bronkus akibat penekanan
dari luar bronkus (tumor sekitar bronkus, kelenjar membesar).2
2. Tekanan ekstrapulmoner. Biasa diakibatkan oleh pneumotoraks, cairan pleura,
peninggian diafragma, hemiasi alat perut ke dalam rongga toraks, dan tumor intra
toraks tapi ekstrapulmoner (tumor mediastinum).2
3. Paralisis atau paresis gerak pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang
tidak sempuma, misalnya pada kasus poliomielitis dan kelainan neurologik lainnya.
Gerak nafas yang terganggu akan mempengaruhi kelan caran pengeluaran sekret
bronkus dan ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan
memperberat keadaan atelektasis.2
4. Hambatan gerak pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma toraks yang menahan
rasa sakit. Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat
memperhebat terjadinya atelektasis.2

Gambaran radiologik
Sebagai dasar gambaran radiologik pada atelektasis adalah pengurangan volume
bagian paru baik lobaris, segmental, atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi
sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum ke
arah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit.+1
Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitamya mengalami suatu emfisema
kompensasi yang kadang-kadang begitu hebat nya sehingga terjadi herniasi hemitoraks yang
sehat ke arah hemitoraks yang atelektasis. Beberapa atelektasis dikenal sebagai :
1. Atelektasis lobaris bawah; bila terjadi di lobus bawah paru kiri, maka akan
tersembunyi di belakang bayangan jantung dan pada foto toraks PA hanya
memperlihat kan diafragma letak tinggi.
2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan peradangan
atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe); memberikan bayangan densitas tinggi dengan
tanda penarikan fissura interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.
4. Atelektasis segmental; kadang-kadang sulit dikenal pada foto toraks PA, maka perlu
pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan
bagian yang berselubung dengan penarikan fissura interlobaris.
5. Atelektasis lobularis (plate like / atelektasis lokal). Bila penyumbatan terjadi pada
bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horisontal ti
pis, biasanya di lapangan bawah paru yang sering sulit dibedakan dengan proses fibro
sis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.1
Gambar 2. Rontgen Foto Thoraks Atelektasis

Efusi Pleura
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang
dapat berasal dari kelainan dalam paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bakteri maupun
virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis; atau disebabkan oleh keadaan
kelainan sistemik, antara lain penyakit penyakit yang mengakibatkan hambatan getah bening,
hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati, dan kegagalan jantung. 3,4 Tidak jarang disebabkan
pula oleh trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan.
Cairan (pleural effusion) dapat berupa :
1. Cairan transudat, terdiri atas cairan yang bening, biasanya ditemukan pada ke gagalan
jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan hipoproteinemia pada
kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang berlebihan, dan fibroma ovarii
(Meig's syndrome).1,3
2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh keruhan, paling sering ditemukan pada infeksi
tuberkulosis, atau nanah (empiema) dan penyakit-penyakit kolagen (lupus
eritomatosis, reumatoid artritis).1,3
3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru, dan kar
sinoma paru.1,3
4. Cairan getah bening; meskipun jarang ter jadi tetapi dapat diakibatkan oleh sumbatan
aliran getah bening toraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis pada kelenjar
getah bening dari suatu keganasan.1,3
Gambaran radiologik
Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan
homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relatif radiopak dengan permukaan
atas cekung, berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang
hemitoraks sehingga jaringan paru akan ter dorong ke arah sentral / hilus, dan kadang kadang
mendorong mediastinum ke arah kon tralateral.1,3
Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto toraks tegak adalah 250-300 ml.
Bila cairan kurang dari 250 ml (100-200 ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sinus
kostofrenikus posterior pada foto toraks lateral tegak. Cairan yang kurang dari 100 ml (50-
100 ml), dapat diperlihatkan dengan posisi dekubitus dan arah sinar horisontal di mana cairan
akan berkumpul di sisi samping bawah.1
Gambaran radiologik tidak dapat membedakan jenis cairan mungkin dengan
tambahan keterangan-keterangan klinis atau kelainan lain yang ikut serta terlihat dapat
diperkirakan jenis cairan tersebut.1,3 Kadang-kadang sejumlah cairan terkumpul setempat di
daerah pleura atau fissura interlobar (loculated/encapsulated) yang sering disebabkan oleh
empiema dengan perlekatan pleura.2
Gambar 3. Rontgen Foto Thoraks Efusi Pleura

Gambar 4. Tanda panah A menunjukkan cairan dari efusi pleurapada cavum pleura
kanan.
Tanda panah B besarnya cavum thoraks yang ditarik dari garis median tubuh
ke lateral dari kavum thoraks
Hemothorax
Hematotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan darah dari dalam
cavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis.4
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah :
 Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.

 Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi
yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

 Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

 Denyut jantung meningkat.

 Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.2,4
Gambaran Radiologis
1. Pada keadaan dini dimana cairan yang ada di dalam cavum pleura masih kurang dari
200 cc, maka pada foto tegak dengan posisi PA belum terlihat bayangan cairan secara
radiologis, karena terletak di belakang difragma. Kadang-kadang hanya terlihat
sebagai sinus yang tumpul. Tetapi, pada foto dengan posisi lateral.3
2. Bila cairan sudah banyak (lebih dari 300 cc), akan terlihat gambaran radiologis yang
klasik, berupa :
a. Perselubungan padat dengan sinus yang tertutup.
b. Permukaan atas cairan yang berbentuk concave
c. Bila cairan cukup banyak akan mendorong jantung, mediastinum atau trachea
ke sisi yang lain.3
Gambar 5. Rontgen Foto Thorax Hematothorax
Flail Chest
Flail chest adalah dimana terjadinya kehilangan kontinuitas segmen dinding dada dalam
rongga thoraks. Terjadi fraktur kosta multipel atau segmental pada dua atau lebih kosta yang
berdekatan. Berasosiasi tinggi dengan cedera traumatis yang menyertainya merupakan
kontusio paru.5,6
Gejala Klinis
Dyspnea dan hipoksia, takikardia, sianosis, takipnea, hipotensi, dinding dada memar teraba
gerakan abnormal atau krepitus iga.5
Gambaran Radiologi

 Beberapa patah tulang rusuk.

 Pemisahan costochondral mungkin tidak jelas.

 Bayangan air space dapat dilihat dengan kontusio paru (sering hadir pada film awal).

 Mungkin ada pneumotoraks, haemopneumothorax atau kolaps paru-paru5


Gambar 6. Rontgen Foto Thoraks Flail Chest
Ruptur Diafragma
Diafragma merupakan organ aponeurotik berotot yang memisahkan rongga toraks dan
abdomen. Diafragma berkembang dari membran pleuroperitoneal dan dinding tubuh,
mesenterium bagian dorsal dari esofagus dan septum transversum semenjak embrio. Diafragma
akan terjadi ruptur apabila terjadi trauma akselerasi-deselerasi dengan energi yang tinggi akibat
dari peningkatan tekanan intraabdomen yang tiba-tiba meninggi. 6 Kecurigaan tinggi akan adanya
ruptur diafragma harus ada di benak dokter jika terdapat riwayat trauma dengan intrusi
kompartemen abdomen >30 cm (terutama bagian lateral), perubahan kecepatan >40 km/jam,
berkaitan dengan trauma pada hati atau limpa, tulang iga atau fraktur pelvis serta ruptur aorta
torakalis. Kasus ruptur diafragma merupakan suatu kondisi yang jarang terjadi yang biasanya
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (KLL) yaitu sebesar 80% dari seluruh ruptur diafragma. 7
Insiden terjadinya ruptur diafragma sebesar 0,8-5,8% pada trauma tumpul dan 2,5-5% pada
trauma tumpul abdomen dan 1,5% pada trauma tumpul toraks. Sedangkan pada pasien trauma
tusuk, kejadian ruptur diafragma sebesar 15%. Ruptur diafragma yang didapatkan intraoperatif
saat laparotomi dan torakotomi sebesar 4-6%. Sehingga angka kejadian ruptur diafragma
sebenarnya lebih besar dari data yang ada sebelumnya. Diagnosis ruptur diafragma pada saat akut
sulit ditegakkan dan biasanya terlambat. Ruptur yang tidak terdeteksi dilaporkan sebanyak 50%
kasus memperlihatkan pasien yang terdiagnosis ruptur diafragma preoperatif sebesar 43,5%,
diagnosis saat dilakukan otopsi dan eksplorasi intraoperatif sebesar 41,3%, dan sisanya diagnosis
ditegakkan terlambat.6,7 Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Ruptur diafragma paling sering pada sisi kiri karena secara tidak langsung hepar
mempunyai efek proteksi pada hemidiafragma kanan.
Tatalaksana terbaik untuk pasien yang terjadi ruptur diafragma adalah melakukan
tindakan operasi. Belum ada satupun kasus ruptur diafragma yang sembuh spontan. Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara rongga abdomen dan rongga toraks sehingga
menyebabkan sedikit saja adanya ruptur pada diafragma maka akan terjadi herniasi organ-organ
abdomen masuk ke rongga toraks. Tindakan operasi dapat dilakukan baik melalui toraks
(torakotomi) maupun abdomen (laparotomi). Sampai saat ini belum ada penelitian yang
menjelaskan tindakan operasi terbaik yang dapat dilakukan untuk pasien dengan ruptur
diafragma.

Gambaran Radiologik

• Herniasi organ visera (hollow viscus) intrathorasik dengan atau tanpa konstriksi focal
organ visera pada sisi yang ruptur  COLLAR SIGN
• Pergeseran mediastinum kontralateral, elevasi diafragma, penebalan pleura unilateral
atau atelektasis
• perubahan bentuk diafragma, atelectasis basal paru atau konsolidasi dekat diafragma.
• Opasitas progresif satu sisi thorax diisi struktur udara7
Gambar 7. Foto Rontgen Ruptur Diafragma
Kontusio Paru
Kontusio atau hematoma pada dinding thoraks paling sering terjadi sebagai akibat dari trauma
tumpul dinding thoraks. Robekan pada pembuluh darah kulit, subkutan dan otot menyebabkan
hematoma ekstrapleura tapi tidak membutuhkan tindakan pembedahan karena jumlah darah yang
cenderung sedikit.8
Kontusio paru adalah cedera parenkim yang paling sering, biasanya muncul 6 jam
pasca trauma thoraks. Biasanya akan sembuh setelah 72 jam pasca trauma. Kontusio paru
tampak sebagai perselubungan opak yang tidak segmental. Kontusio paru bisa multifocal,
soliter, unilateral atau bilateral. Kadang-kadang kontusio paru yang berat bisa menimbulkan
acute respiratory distress syndrome (ARDS).8

Gambar 8. Foto Rontgen Kontusio Paru


Gambaran Radiologik
 Rontgen thoraks menunjukan perselubungan opak bilateral pada lapang tengah paru
kanan dan lapang atas dan tengah paru kiri dan fraktur dislokasi pada clavicula
kanan.
 6 hari kemudian tampak perselubungan opak tersebut telah hilang, tetapi tampak
perselubungan opak yang persisten pada lobus bawah paru kanan

Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dapat terjadi secara spontan, oleh beberapa penyakit atau
proses lainnya yang mendasari (disebut pneumomediastinum spontan atau emfisema
mediastinum medis), atau terjadi sekunder karena trauma, tindakan operasi, atau karena
prosedur diagnostik atau terapeutik.9-11 Namun pneumomediastinum jarang menimbulkan
komplikasi klinis yang signifikan. Yang lebih sering malah kondisi-kondisi terkait yang
mendasari atau pencetus pneumomediastinum itulah yang dapat menjadi penyakit
penyebab yang signifikan.
Etiologi penumomediatinum berdasarkan sumbernya, intrathoracic dan extrathoracic.
Intrathoracic diantaranya, pneumomediastinum spontan, perforasi esofagus, perforasi trakea.
Extrathoracic diantaranya, perforasi intestinal atau lambung, dan fraktur sinus. Gejala klinis
pneumomediastinum, nyeri dada, sesak, nyeri tenggorok, disfonia, dan demam.10-12
Gambaran Radiologik
• Udara di sekitar arteri pulmonalis kanan 'ring around the artery sign’.
• Elevasi timus menyebabkan 'Sail sign'.
• ‘Continuous diaphragm sign’ udara yang terperangkap ke posterior perikardium,11
Gambar 9. Pneumomediastinum

Daftar Pustaka
1. Sjahriar, Rasad. Radiologi diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.
2. Gazali R, Malueka. Radiologi diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press; 2018.
3. Peter A, Martin LW. Pembuatan gambar diagnostik. Jakarta: EGC; 2014.
4. Rasad S. Radiologi diagnostik. 2nd edition. Jakarta: Universitas Indonesia Publishing;
2019. p. 109-10.
5. Herring W. Learning radiologi recognizing the basics. 4th edition. Philadelphia:
Elsevier; 2020. p. 51-9.
6. Rachmad KB. Ruptur Diafragma. In: Rachmad KB. Penanganan Trauma Toraks.
Jakarta: Pendidikan Berkelanjutan untuk Ahli Bedah. Subbagian Bedah Toraks,
Bagian Ilmu Bedah FKUI / RSUPNCM; 2012. p.73-9.
7. Force SD. Management of Acute Diaphragmatic Rupture: Thoracotomy Versus
Laparotomy. In: Ferguson MK, editor. Difficult Decision in Thoracic Surgery An
Evidence Based Approach. London: Springer; 2012. p.379-84.
8. Simpson J, Lobo DN, Rowlands BJ. Traumatic Diaphragmatic Rupture: Associated
Injuries and Outcome. Ann R Coll Surg Engl. 2011; 82:97-100.
9. Kaneki T., et al.; Spontaneous Pneumomediastinum, Origin Identified by Chest
Computed Tomography; Internal Medicine Journal Vol.37 No. 10 (October); 1998;
hal.877-879
10. Newcomb A.E., Clarke C.P.; Spontaneous Pneumomediastinum, A Benign
Curiosity or a Significant Problem?; CHEST Journal Vol.128; 2005; hal.3298–3302
11. Miura H., et al.; Clinical Features of Medical Pneumomediastinum, Case Report;
Annual of Thoracic Cardiovascular Surgery Vol.9 No.3; 2003
12. Baumann M.H., Saint S.A.; Hamman’s Sign Revisited, Pneumothorax or
Pneumomediastinum?; CHEST Journal Vol.102 No.4 (October); 1992; hal.1281

Anda mungkin juga menyukai