GAS NYATA
D
I
S
U
S
U
n
Oleh:
1
TERMODINAMIKA
V =V ( P . T . n )
dV = ( )
∂V
∂ P n, T ( )
dP+
∂V
∂T P, n
( ∂∂Vn )
dT +
T ,P
dn ………… (1)
(
∂V
∂T
=) ∂
∂T
KT T
(
∂V
∂T )
=K
∂T
∂T
(
∂V
∂T )
=K .1
(
∂V
∂T )
=K
(
∂V
)
∂T P ,n
=K
(
∂V
) =
∂T P ,n T
V
………… (2)
Bocks P
1
V≈
P
K
V=
P
VP=K ⟹ V 1 P1=V 2 P2=K
K
V= V
P
∂
×
∂P
( )
∂V
=
∂ k
∂ P T,n ∂ P P
.
( )
∂V
∂ P T,n
=K
∂ −1
∂P
P
( )
∂V
∂ P T,n
=K (−P )
−2
2
( ) ∂V
∂P T,n
=−K P−2
( ∂∂ VP )T,n
=
−k
P2
( ∂∂ VP )T,n
−VP
= 2
P
( ∂∂ VP )T,n
=
−V
P
………… (3)
Avogadro
V =n
V
V =Kn → =K
n
( )
∂V
∂ n P ,T
=k
∂n
∂n
( )
∂V
∂ n P ,T
=k
( )
∂V V
= ………… (4)
∂ n P ,T n
Substitusi persamaan 1,2,3,4
−V V V
dV = dP+ dT + dn
P T n
1
×
V
dV dP dT dn
∫ =− ∫ +∫ +∫
V P T n
ln V =−ln P+ln T + ln n+ln R
T .n . R
ln V =ln
P
ln V + ln P=¿ ln nRT ¿
ln VP=ln nRT
: ln
VP=nRT Ideal
3
BAB I
PENDAHULUAN
Gas merupakan satu dari tiga wujud zat dan walaupun wujud ini merupakan bagian
tak terpisahkan dari studi kimia, bab ini terutama hanya akan membahasa hubungan
antara volume, temperatur dan tekanan baik dalam gas ideal maupun dalam gas nyata,
dan teori kinetik molekular gas, dan tidak secara langsung kimia. Bahasan utamanya
terutama tentang perubahan fisika, dan reaksi kimianya tidak didisuksikan. Namun, sifat
fisik gas bergantung pada struktur molekul gasnya dan sifat kimia gas juga bergantung
pada strukturnya. Perilaku gas yang ada sebagai molekul tunggal adalah contoh yang baik
kebergantungan sifat makroskopik pada struktur mikroskopik.
Maka dari itu semua jenis gas terbagi menjadi dua tipe, yaitu : gas ideal dan gas nyata.
Gas ideal merupakan sebuah gas yang mematuhi persamaan gas umum dari PV = nRT
yang disampaikan secara singkat, sedangkan gas nyata adalah gas yang tidak mematuhi
persamaan gas umum dan menggunakan hukum-hukum gas hanya pada saat tekanan
rendah. (Maron, Samuel Herbert : 5).
Gas nyata (real gas) bersifat menyimpang dari gas ideal, terutama pada tekanan tinggi
dan suhu rendah. Teori Kinetika gas menjelaskan Postulat 1: massa gas dapat diabaikan
jika dibandingkan dengan volume bejana. Pada tekanan tinggi, atau jika jumlah molekul
banyak, volume gas harus diperhitungkan à volume ideal sebetulnya lebih kecil dari
volume real. Gas nyata hanya mengikuti persamaan gas ideal hanya pada suhu dan
4
tekanan standar, sedangkan pada keadaan suhu dan tekanan tinggi, gas nyata tidak
mengikuti persamaan gas`ideal.
Kita dapat dengan mudah menentukan gas nyata harus dengan hipotesa gas, seperti
semua gas mengandung molekul yang pasti menempati sebuah volum dan menggunakan
saling tarik menarik satu sama lain. Bagaimanapun, faktor yang mempengaruhi menjadi
diabaikan, dan kemungkinan tersebut ditinjau menjadi gas ideal. Kekuatan tarik antara
molekul gas dianggap diabaikan. Asumsi ini hanya berlaku pada tekanan rendah dan suhu
tinggi karena dalam kondisi molekul berjauhan. Tetapi pada tekanan tinggi dan suhu
rendah volume gas kecil dan sehingga kekuatan menarik meskipun sangat kecil.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gas Nyata
Gas merupakan suatu keadaan atau suatu bahan yang dapat dimanfaatkan serta
mampu mengembang tanpa batas dan bebas bergerak sekehendaknya. Oleh karena itu tak
berbentuk dan tak bervolume. Sangat bergantumg pada bentuk wadah yang ditempatinya.
Gaya tarik menarik antara partikel-partikelnya kecil. Tumbukan dan hentakannya lemah.
Atom-atom dan molekul-molekulnya senantiasa berseliweran dan berbenturan satu sama
lain dengan dinding wadah yang didiaminya.
Gas yang mengikuti hukum Boyle dan hukum Charles, yakni hukum gas ideal,
disebut gas ideal. Namun, didapatkan, bahwa gas yang kita jumpai, yakni gas nyata,
tidak secara ketat mengikuti hukum gas ideal. Semakin rendah tekanan gas pada
temperatur tetap, semakin kecil deviasinya dari perilaku ideal. Semakin tinggi tekanan
gas, atau dengan dengan kata lain, semakin kecil jarak intermolekulnya, semakin besar
deviasinya.
Paling tidak ada dua alasan yang menjelaskan hal ini. Peratama, definisi
temperatur absolut didasarkan asumsi bahwa volume gas real sangat kecil sehingga bisa
diabaikan. Molekul gas pasti memiliki volume nyata walaupun mungkin sangat kecil.
Selain itu, ketika jarak antarmolekul semakin kecil, beberapa jenis interaksi antarmolekul
akan muncul.
Fisikawan Belanda Johannes Diderik van der Waals (1837-1923) mengusulkan
persamaan keadaan gas nyata, yang dinyatakan sebagai persamaan keadaan van der
6
Waals ataupersamaan van der Waals. Ia memodifikasi persamaan gas ideal (persamaaan
6.5) dengan cara sebagai berikut: dengan menambahkan koreksi pada P untuk
mengkompensasi interaksi antarmolekul; mengurango dari suku V yang menjelaskan
volume real molekul gas. Sehingga didapat:
(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V2
Atau
P= RT a (a.4 b)
(V – b) V 2
a dan b adalah nilai yang ditentukan secara eksperimen untuk setiap gas dan
disebut dengan tetapan van der Waals (Tabel 6.1). Semakin kecil nilai a dan b
menunjukkan bahwa perilaku gas semakin mendekati perilaku gas ideal. Besarnya nilai
tetapan ini juga berhbungan denagn kemudahan gas tersebut dicairkan.
Tabel 6.1g Nilai tetapan gas yang umum kita jumpai sehari-hari.
a b
gas
(atm dm6 mol-2) (atm dm6 mol-2)
He 0,0341 0,0237
Ne 0,2107 0,0171
H2 0,244 0,0266
NH3 4,17 0,0371
N2 1,39 0,0391
C2H 4,47 0,0571
CO2 3,59 0,0427
H2O 5,46 0,0305
CO 1,49 0,0399
Hg 8,09 0,0170
O2 1,36 0,0318
Gas nyata bersifat tidak sempurna, yaitu gas yang tidak mematuhi dengan tepat
hukum gas sempurnaa. Penyimpangan hukum terutama lebih terlihatpada tekanan tinggi
dan temperatur rendah, khususnya pada saat gas akan mengembun menjadi cair.
Kenyataan menunjukkan bahwa hukum gas ideal tidak dapat mendiskripsi sifat –
sifat gas real secara tepat. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :
7
Jika kita mempunyai satu mol gas, berada pada ruang bertekanan 1 atm dan 0o C,
menurut persamaan gas ideal, gas tersebut bervolume 22,4 liter. Tetapi kenyataan
menunjukkan bahwa pada pengukuran sesungguhnya ternyata volume 1 mol gas pada 1
atm dan 0o C selalu lebih dari 22,4 liter. Di lain pihak, jika kita menpunyai 1 mol gas
dari 0o C yang ditempatkan pada bejana bervolume 22,4 liter, ternyata tekanannya
kurang dari 1 atm.
Dari kenyataan ini, maka tampak bahwa pada pengukuran gas sesungguhnya
(real), diperoleh hasil pengukuran yang menyimpang formulasi persamaan keadaan yang
lebih realistik dan menyelidiki implikasi persamaan keadaan tersebut.
Gas Nyata
Gas nyata berbeda dari gas ideal karena terdapat interaksi di antara molekul-
molekulnya.
Gaya tolakan cukup berpengaruh saat molekul-molekul akan saling bertumbuk
khususnya pada tekanan sangat tinggi.
Gas pada tekanan tinggi, gas yang kurang dapat terkompresi
Gaya tarik yang akan bekerja saat jarak antar
Interaksi Molekul
Gas nyata memperlihatkan penyimpangan dari hukum gas sempurna karena
molekul-molekulnya berinteraksi satu sama lain : gaya tolak antar molekul membantu
pemuaian dan gaya tarik membantu penempatan.
Gaya tolak antar molekul netral hanya bearti jika moleku-molekul tersebut
hampir bersentuhan : gaya ini adalah interaksi jarak pendek, sekalipun dengan skala yang
diukur dalam garis tengah (diameter) molekuler. Karena gaya itu adalah interaksi jarak
pendek, tolak-menolak tidak boleh diabaikan hanya jika molekul-molekul tersebut secara
rata-rata berdekatanaa. Ini adalah kasus pada tekanan tinggi, jika sejumlah besar molekul
menempati volum yang kecil. Sebaliknya, gaya terik antar molekul mempunyai jereak
relatif jauh dan gaya tarik itupun efektif diatas beberapa diameter molekuler. Gaya ini
penting jika molekul-molekul cukup berdekatan tetapi tidak perlu bersentuhan. Gaya
tarik menjadi tidak efektif jika molekul-molekul terpisah jauh.
8
Dengan demikian, pada tekanan rendah, jika molekul-molekul menempati volume
yang besar, pada sebagian besar waktu, molekul-molekul begitu jauh terpisah sehingga
gaya antar molekul tidak mempunyai peranan bearti, dan gas berperilaku sempurna. Pada
tekanan sedang, ketika molekul-molekul secara rata-rata hanya terpisah sejauh beberapa
diameter molekuler, gaya tarik menang terhadap gaya tolak. Dalam hal ini, gas dapat
diharapkan lebih mudah dimamfaatkan ketimbang gas sempurna.
Tabel 6.2 Temperatur dan tekanan kritis beberapa gas yang umum dijumpai.
Gas Temperatur Tekanan Gas Temperatur Tekanan kritis (atm)
kritis (K) kritis (K) kritis (K)
H2O 647,2 217,7 N2 126,1 33,5
HCl 224,4 81,6 NH3 405,6 111,5
O2 153,4 49,7 H2 33,3 12,8
Cl2 417 76,1 He 5,3 2,26
Koefisien Virial
Pada volume besar dan temperatur tinggi, isoterm gas nyata dan isoterm gas
sempurna tidak jauh berbeda. Perbedaan kecil ini menunjukkan bahwa hukum gas
sempurna berlaku pada tekanan rendah dan pada kenyataannya merupakan suku pertama
dalam pernyataan yang berbentuk.
pVm = RT (1 + B’p + C’p . . .)
Dalam banyak penerapan, deret yang lebih cocok adalah
pVm = RT 1+B+C+...
9
Vm Vm
Pernyataan tersebut adalah dua versi dari persamaan keadaan virial (nama ini
berasal dari kata latin untuk gaya). B, C, . . . , yang bergantung pada temperatur, adalah
koefisien virial yng kedua, ketiga, . . . , koefisien virial yng ketiga C biasanya kurang
penting ketimbang yang kedua B dalam arti bahwa volume molar khas C/V m2 << B/Vm.
Persamaan virial adalah contoh pertama dri prosedur umum dalam kimia fisika, dimana
satu hukum sederhana (dalam hal ini pV = nRT) dianggap sebagai suku pertama deret
pangkat satu variabel (dalam hal ini p atau Vm ).
Persamaan virial dapat digunakan untuk memeragakan suatu hal penting yaitu
walaupun persamaan keadaan gas nyata dapat sama dengan gas sempurna sewaktu p 0,
semua sifat-sifatnya tidak perlu sama dengan sifat-sifat gas sempurna. Perhatikanlah
misalnya, nilai dZ/dp, kemiringan grafik faktor penempatan terhadap tekanan. Untuk gas
sempurna berlaku dZ/dp = 0, tetapi untuk gas nyata berlaku
dZ = B’ + 2Pc’ + . . . B’ ketika p 0
dp
Namun demikian, B’ tidak perlu nol. Oleh karena itu, walaupun untuk gas nyata
Z 1 ketika p 0 (dan lebih umum, persamaan keadaan gas nyata sama dengan hukum
gas sempurna ketika p 0), kemiringan kurva Z terhadap p tidak mendekati nol (nilai
gas sempurna. Karena sifat-sifat lain yang akan (yang akan kita lihat nanti) juga
begantung pada turunan-turunan, sifat-sifat gas nyata tidak selalu sama dengan nilai-nilai
gas sempurna pada tekanan rendah.
(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V2
Atau
10
P= RT a (a.4 b)
(V – b) V2
Dimana :
P = Tekanan absolut gas (atm)
V = Volume spesifik gas (liter)
R = Konstanta gas (0,082 L.atm/mol atau 8,314J/Kmol)
T = Suhu /temperatur absolut gas (K)
n = Jumlah mol gas
a,b = Konstanta Van der Waals
2. Pada gas ideal diasumsikan bahwa setiap partikal molekul bekerja gaya atraksi
sedemikian rupa sehingga resultantenya = 0, atau dengan perkataan lain, pada molekul
gas ideal tidak terdapat gaya atraksi sama sekali. Padahal kenyataannya, untuk
molekul – molekul yang berada didekat dinding, masih bekerja gaya straksi.
Pengabaian gaya atraksi yang besarnya berbanding terbalik kuadrat volume atau a/V2
11
inilah yang mengakibatkan pengecilan tekanan gas real dibandingkan gas ideal dalam
relasi :
Pid = p + a
V2 (a.2)
dengan p adalah tekanan gas real.
Untuk mendapatkan persamaan Van der Walls, kita bertolak dari persamaan
gas ideal. Karena sesungguhnya persamaan Van der Walls adalah persamaan gas ideal
yang dimodifikasi dengan memperhitungkan volume partikel serta atraksi antar
molekul. Telah kita ketahui bahwa untuk gas ideal berlaku :
pid Vid = R T
Jika persamaan 1, dimasukkan ke dalam persamaan ini di atas, maka di peroleh :
pid ( V b ) R T (a.3)
Selanjutnya, substitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (3), menghasilkan :
(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V 2
Atau
P= RT a (a.4 b)
(V – b) V2
Penyusunan persamaan
Interaksi tolak-menolak antara molekul –molekul diperhitungkan dengan asumsi
bahwa interaksi itu menyebabkan molekul-molekul beroerilaku seperti bola kecil tetapi
tidak dapat ditembus. Volume bukan nol molekul menyiratkan bahwa partikel itu tidak
bergerak didalam volume V, melainkan terkekeng didalam volume yang lebih kecil V –
nb, dengan menyatakan perkiraan volume total yang ditempati molekul-molekul sendiri.
12
Dengan alasan ini kita terdorong untuk mengubah hukum gas sempurna p=nRT/V
menjadi :
p = nRT
V – nb
Tekanan bergantung baik pada frekuensi tabrakan dengan dinding maupun dengan
gaya setiap tabrakan. Baik frekuensi maupun gaya tabrakan berkurang akibat gaya tarik.
Yang terjadi akibat kekuatan yang secara kasar sabanding dengan konsentrasi molar n/V
molekul-molekul di dalam sampel. Oleh karena itu, tekanan berkurang sebanding dengan
kuadrat konsentrasi ini. Jika pengurangan tekanan ditulis sebagai –a(n/V)2, dengan a
menyatakan konstanta yang khas untuk setiap gas, maka efek gabungan dari gaya tolak
dan gaya tarik adalah persamaan Van Der Walls :
p = nRT a n 2 (1 a)
V – nb V
Persamaan ini sering ditulis dalam istilah volume molar Vm 2 = V/m sebagai :
p = nRT a (1 b)
Vm – nb Vm2
Istilah a/Vm disebut tekanan internal gas. Terkadang lebih baik untuk menata ulang
persamaan tersebut menjadi bentuk yang menyerupai pV = nRT :
p + an2 (V – nb) = nRT (1 c)
V2
(P.W.ATKINS : 1996 : 19)
13
c) Konstanta kritis berhubungan dengan koefisien-koefisien van der walls. Untuk T
> Tc isoterm hasil hitungan berosilasi dan masing-masing mencapai nilai
minimum, kemudian diikuti dengan nilai maksimu. Nilai–nilai ekstrem ini saling
mendekat sewaktu T Tc dan akan sama nilainya pada T = Tc, dan pada titik
kritis, kurva mempunyai perubahan datar. Dari sifat-sifat kurva, kita tahu bahwa
perubahan semacam ini terjadi jika baik turunan pertama maupun kedua bernilai
nol. Dengan demikian, kita dapat menemukan konstanta kritis dengan
menghitung turunan-turunan tersebut dan membuatnya sama dengan nol.
Untuk gas ideal, harga Z = 1, dan tidak bergantung pada temperatur dan tekanan,
sedangkan untuk gas real Z merupakan fungsi temperatur dan tekanan atau ditulis Z = f
(T.p). Untuk mendapatkan harga Z dan hubungannya dengan T dan p, kita ikuti langkah
– langkah berikut :
Jika harga p pada persamaan (a.4 b) dimasukka ke dalam persamaan (b.2), akan
diperoleh :
Z= R T a V
(V – b) V2 RT
Atau (b.3)
Z= V a
( V – b) VRT
Suku pertama ruas kanan persamaan (b.3) di atas dibagi dengan V baik pembilang
maupun penyebutannya, sehingga persamaan (b.3) menjadi :
14
Z= 1 a (b.4)
b V R TV
1-V
Tujuan mengubah suku pertama menjadi berbentuk 1 , karena dalam matematika,
b
1-V
mengenai deret terdapat hubungan bahwa :
1 = 1 + x + x2 + x3 + x4 ................... (b.5)
1–x
Asal x mendekati nol. Padahal b/V jelas mendekati nol, sehingga dengan
menggunakan sifat persamaan (b.4 ) dapat ditulis :
1 = 1 + b/V + (b/V)2 + (b/V)3........... (b.6)
b
1- V
Jika persamaan (b.6) dimasukkan ke dalam persamaan (b.4), dihasilkan :
Z = 1 + b/V + (b/V)2 + (b/V)3.......... a
VRT
Atau
Z = 1 + b/V a + (b/V)2 + (b/V)3........
VRT
Atau
15
Untuk gas karbondioksida
o Pada temperatur tinggi (>50°C) dan volume molar tinggi (Vm > 0.3 L/mol), garis
isotherm terlihat mendekati gas ideal
o Kammerlingh-Onnes (1911) telah mengkaji pola gas nyata dengan pendekatan
menggunakan ekspansi virial (persamaan deret) CO2
pVm = RT 1+B+C+...
Vm Vm
o B, C… tergantung pada temperatur
o B, C… disebut koefisien virial kedua, ketiga….
Persamaan Virial
pVm = RT (1 + B’p + C’p . . .)
16
o Nilai koefisien ketiga dan seterusnya sangat kecil dibandingkan koefisien kedua :
B/Vm >> C/V 2 m
o Gambaran koefisien virial kedua untuk berbagai gas pada variasi temperatur
Persamaan Virial
pVm = RT (1 + B’p + C’p . . .)
Untuk campuran, koefisien tergantung pada fraksi mol
B = x12B11 + 2 x1 x2 B12 + x22B22
17
pVm = RT (1 + B’p + C’p . . .)
Faktor kompresi, Z, adalah fungsi dari p dan T
Untuk gas ideal dZ/dp (slope grafik) = 0
Untuk gas nyata, dZ/dp dapat ditentukan dengan persamaan virial :
Substitusikan Vm (V = Z V °); dan V °=RT/p
Slope = dZ/dP = B’ + 2pC’+ ….
Pada saat p → 0, dZ/dP → B’,
Namun demikian nilai B’ sendiri tidak perlu 0. karena itu meskipun gas nyata Z → 1
ketika p 0, maka kemiringan kurva Z terhadap p tidak mendekati nol (nilai gas
sempurna)
18
satu hukum sederhana (dalam hal ini pV = nRT) dianggap sebagai suku pertama deret
pangkat satu variabel (dalam hal ini p atau Vm ).
Persamaan virial dapat digunakan untuk memeragakan suatu hal penting yaitu
walaupun persamaan keadaan gas nyata dapat sama dengan gas sempurna sewaktu p 0,
semua sifat-sifatnya tidak perlu sama dengan sifat-sifat gas sempurna. Perhatikanlah
misalnya, nilai dZ/dp, kemiringan grafik faktor penempatan terhadap tekanan. Untuk gas
sempurna berlaku dZ/dp = 0, tetapi untuk gas nyata berlaku
dZ = B’ + 2Pc’ + . . . B’ ketika p 0
dp
Namun demikian, B’ tidak perlu nol. Oleh karena itu, walaupun untuk gas nyata
Z 1 ketika p 0 (dan lebih umum, persamaan keadaan gas nyata sama dengan hukum
gas sempurna ketika p 0), kemiringan kurva Z terhadap p tidak mendekati nol (nilai
gas sempurna. Karena sifat-sifat lain yang akan (yang akan kita lihat nanti) juga
begantung pada turunan-turunan, sifat-sifat gas nyata tidak selalu sama dengan nilai-nilai
gas sempurna pada tekanan rendah.
2.6 Pengembunan
Sekarang, bayangkanlah apa yang terjadi jika volume suatu sampel gas yang
mula-mula berada pada keadaan tertanda A dalam gambar diatas dikurangi pada
temperatur tetap (dengan cara memanpatkannya di dalam sebuah piston). Didekat A,
tekanan gas naik kurang lebih sesuai dengan hukum Boyle. Penyimpangan serius dari
hukum itu mulai tampak ketika volume sudah berkurang sampai B.
19
Pada C (yang sama dengan kira-kira 60 atm dalam hal karbondioksida), semua
kemiringan dengan perilaku sempurna hilang, karena mendadak piston bergerser masuk
tanpa ada kenaikan tekanan : ditandai dengan garis mendatar CDE. Pemeriksaan isi
silinder memperlihatkan bahwa tepat disebelah kiri C muncul cairan, dan terdapat dua
fase yang dipisahkanoleh permukaan yang jelas. Sewaktu volume terus dikecilkan dari C
melalui D ke E, jumlah cairan bertambah. Pada tahap ini tidak ada tambahan tahanan
pada piston karena gas dapat menggapinya dengan mengembun. Tekanan yang
berpadanan dengan garis CDE, pada saat baik cairan maupun uap ada dalam
kesetimbangan, disebut tekanan uap cairan ini pada temperatur eksperimen.
Pada E, semua sampel berwujud cairan dan piston berhenti pada permukaan
cairan. Pengurangan volume lebih jauh memerlukan pengerahan tekanan yang besae. Hal
itu diperlihatkan dengan garis yang menanjak tajam disebelah kiri E. Bahkan sedikit
pengurangan volume dari E ke F memerlukan penambahan tekanan yang besar.
Pengembunan
Pada suatu temperatur T konstan, jika suatu gas nyataditekan dengan mengikuti isoterm
berawal dari A, terlihat :
o Di dekat A, p meningkat mengikuti hukum Boyle(kelakuan sebagai gas nyata)
o Mulai dari B sampai ke C mulai terjadi penyimpangan hukum Boyle, tetapi p
tetap
o bertambah
o Pada titik C, p berhenti tidak bertambah (untuk CO2,~ 60 atm)
o Sifat gas ideal hilang
o Cairan mulai muncul dan terdapat dua fasa sepanjang garis CE
o Gas tetap ada pada setiap titik karena kompresi diimbangi dengan pengembunan.
Tekanan pada kondisi garis CDE ini yakni saat cairan dan uap berada pada
keadaankesetimbangan disebut tekanan uap dari cairanpada temperatur
eksperimen.
o Pada titik E, seluruh gas mengembun menjadi cairan
o Pengurangan volume lebih jauh akan memerlukan pengerahan tekanan yang
sangat besar.
20
2.7 Konstanta Kritis
Konstanta Kritis
Untuk kasus CO2 pada isoterm T 404,19K atau 31,04 oC, terdapat keadaan
istimewa pada teori keadaan materi, yang disebut temperatur kritis (Tc).
Pada kondisi ini dua fasa cair dan gas tidak berlangsung dan berimpit pada satu
titik tunggal, tanda * di kurva, yang disebut sebagai titik kritis.
Kondisi pada titik kritis ini dinamakan konstanta kritis meliputi :
a) Temperatur kritis (Tc)
b) Tekanan kritis (Pc)
Volume molar kritis (Vc)
Di atas Tc hanya ada fase gas, jadi fasecairan suatu zat tidak mungkin terbentuk.
21
2.8 Asas Keadaan Yang Bersesuaian
Sebagai skala relatif untuk membandingkan sifat beberapa obyek
Menggunakan konstanta kritis sebagai sifat fisik suatu gas maka akan diperoleh skala
baru.
a) Tekanan Tereduksi : pr = p
pc
b) Volume Tereduksi : Vr = Vm
Vc
c) Temperatur Tereduksi : Tr = T
Tc
Pengamatan yang mewujudkan gas nyata pada volume dan temperatur yang sama
melakukan tekanan tereduksi yang sama disebut asas keadaan yang bersesuaian.
p = Rte –a/RTVm
Vm
c) Beattie-Bridgeman
a0 1 + a
Vm
b0 1 + b
Vm
C0
22
VmT3
pVm = RT 1+B+C+...
Vm Vm
R T ln f (c.1)
Lim f =1 (c.2)
p 0
p
yaitu apabila tekanan mendekati nol, fugasitas mendekati tekanan. Dengan kata lain
untuk gas ideal, tekanan dan fugasitas adalah sama, dan secara fisika fugasitas adalah ukuran
dari tekanan gas nyata.
adalah potensial kimia standar, yaitu potensial kimia bila fugasitas adalah satu.
23
penguapan molar idea” untuk keadaan yang diketahui. Jika keadaan yang diketahui
adalah gasa juga, maka disebut Panas Joule Thompson.
2. Metode Analitis
Perilaku gas nyata dapat dinyatakan oleh persamaan keadaan yang berbeda.
Dengan menggunakan persamaan keadaan utama, integral diatas dapat dievaluasi,
sehingga fugasitas dapat dihitung.
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gas yang mengikuti hukum Boyle dan hukum Charles, yakni hukum gas ideal,
disebut gas ideal. Namun, didapatkan, bahwa gas yang kita jumpai, yakni gas nyata,
tidak secara ketat mengikuti hukum gas ideal. Semakin rendah tekanan gas pada
temperatur tetap, semakin kecil deviasinya dari perilaku ideal. Semakin tinggi tekanan
gas, atau dengan dengan kata lain, semakin kecil jarak intermolekulnya, semakin besar
deviasinya.
Gas nyata memiliki sifat :
Volume molekul gas nyata tidak dapat diabaikan
Terdapat gaya tarik menarik antara molekul-molekul gas terutama jika tekanan
diperbesar atau volum diperkecil
Adanya interaksi atau gaya tarik menarik antar molekul gas nyata yang sangat kuat,
menyebabkan gerakan molekulnya tidak lurus, dan tekanan ke dinding menjadi
kecil, lebih kecil daripada gas ideal.
Memenuhi persamaan
(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V2
Atau
P= RT a (a.4 b)
(V – b) V 2
Dimana :
P = Tekanan absolut gas (atm)
V = Volume spesifik gas (liter)
25
R = Konstanta gas (0,082 L.atm/mol atau 8,314J/Kmol)
T = Suhu /temperatur absolut gas (K)
n = Jumlah mol gas
a,b = Konstanta Van der Waals
(P + a ) (V – b ) = R T (a.4 a)
V2
Atau
P= RT a (a.4 b)
(V – b) V2
Volume Tereduksi : Vr = Vm
Vc
Temperatur Tereduksi : Tr = T
Tc
Fugasitas gas nyata dapat dievaluasi baik secara grafik maupun secara analitis:
Dengan Metode Grafik
iii. Menggunakan fungsi : Fugasitsa setiap gas nyata pada tekanan p diberikan
sebagai :
Ln f = ln p + 1 P
dp (c.4 a)
R T 0
27