1. PENGERTIAN
Batu Buli-Buli Atau Vesikolitiasis adalah gangguan miksi atau terdapat benda
asing pada buli-buli (kandung kemih).
2. ETIOLOGI
Gangguan miksi terjadi pada pasien-paisen hiperplasia prostat, struktura uretra,
divertikel bul-buli, atau buli-buli urogenik. Kateter yang terpasang dalam waktu yang
lama , adanya benda asing lain yang secara tidak sengaja dimasukan kedalam buli-buli
seringkali menjadi inti untu terbentuknya batu buli-buli. Di Negara berkembang masuh
sering dijumpai batu endemic pada buli-buli yang banyak di jumpai pada anak-anak yang
menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan
lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor
itu adalah faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
3. MANIFESTASI KLINIS
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain : nyeri kencing
atau disuria hingga stranguri (sukar menetes), perasaan tidak enak sewaktu kencing dan
tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancAr kembali dengan perubahan posisi tubuh,
nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum,
perineum, pinggan sampai kaki.
Pada anak seringkali mengeluh adanya enurisis nokturna, disamping sering
menarik-narik penisnya (pada anak laki-laki) atau mengosok-gosok vulva (pada ank
perempuan)
4. PATOFISIOLOGI
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam
urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu
idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya
berkaitan dengan sindrom alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium
(hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat
amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang
menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam
urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH
urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas.
Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis
merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau
sirkulus visiosus.
Jaringan abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing
mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus
batu (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).
Nyeri Kencing,Disuria,Stranguri
7. PENCEGAHAN
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa:
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine
sebanyak 2-3 liter / hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup
4. Pemberian medikamentosa.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri absortif tipe 2.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari data-data yang didapatkan pada pengkajian, disusunlah diagnosa keperawatan.
Adapun diagnosa keperawatan yang umum timbul pada batu saluran kemih adalah (Doenges,
1999 Hal 672)
1) Nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan
2) Perubahan pola eliminasi berkemih (polakisuria) berhubungan dengan obstruksi
mekanik
3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca
obstruksi
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi
3. INTERVENSI
Dari diagnosa yang telah disusun berdasarkan data dari pengkajian, maka langkah
selanjutnya adalah menyusun intervensi.
1) Nyeri (akut), berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
Catat lokasi nyeri, lamanya intensitas, dan penyebaran
Jelaskan penyebab nyeri
Lakukan tindakan nyaman
Bantu dengan ambulasi sesuai indikasi
Kolaborasi : pemberian obat sesuai indikasi
3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis pasca
obstruksi
Tujuan : Mencegah komplikasi
Intervensi :
Awasi pemasukan dan pengeluaran
Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter / hari dalam toleransi jantung
Observasi tanda-tanda vital
Kolaborasi : awasi Hb. / Ht., elektrolit
4. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan tahap ke keempat dari proses keperawatan
dimana rencana perawatan dilaksanakan. Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan
intervensi dan aktivitas – aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien.
Agar implementasi perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
perlu mengidentifikasi prioritas perawatan pasien kemudian bila telah dilaksanakan
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan
informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya (Doenges, 1998 Hal 105).
5. EVALUASI
Evaluasi dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan asuhan keperawatan
yang telah dilakukan. Dalam tahap ini, akan terlihat apakah tujuan yang telah disusun
tercapai atau tidak.
Pada penderita dengan ureterolithiasis, hasil evaluasi yang diharapkan meliputi :
Nyeri hilang / terkontrol
Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
Komplikasi dicegah / minimal
Proses penyakit / prognosis dan program terapi dipahami
DAFTAR PUSTAKA
1. Hardjoeno, H., dkk, 1981, Batu Saluran Kemih di Ujung Pandang dan Tana Toraja,
Universitas Hasanuddin Ujung Pandang 1–35.
2. Trihono P.P., Pardede SO., 2002, Batu Saluran Kemih Pada Anak dalam Buku Ajar
Nefrologi Anak, Edisi 2, Jakarta , Balai penerbit FKUI, 213–29.
3. Smith R.D., Urinary Stones in General Urology, 10th ed, California, Lange Medical
Publications, Los Altes, 94022:222–31.
4. Purnomo B.S., 2000, Batu Saluran Kemih dalam Dasar-dasar Urologi, Malang,
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 62–73.
5. Ferri F.F., 2004, Urolithiasis in Clinical Advisor Instant Diagnosis and Treatment,
Rhode Island ,Department of Community Health Brown Medical School Providence,
893–95.
6. Smith KJ., Nephrolithiasis/Urolithiasis; http://www.emedicine. com/radio/topic734.htm