Anda di halaman 1dari 2

Sampah di Laut Sudah Masuk Kategori Gawat Darurat

Ditulis 03 Jun 2017 | 09:02:44


FacebookTwitterGoogle+WhatsAppMore

Menpar Arief Yahya (dok)

Jakarta (IndiTOURIST) - Menteri Pariwisata Arief Yahya mengusulkan sebuah


gerakan nasional untuk menyelesaikan permasalahan sampah, terutama di lokasi dan
taman nasional yang menjadi destinasi wisata bahari di Tanah Air.
Dengan 9 juta ton sampah dibuang ke laut setiap tahunnya, Indonesia menjadi negara
penyumbang sampah plastik di laut yang terbesar kedua di dunia setelah China.
"Ini sudah kategori gawat darurat. Kami usulkan untuk diadakan gerakan nasional di
bawah koordinasi Menko Maritim untuk menangani masalah ini," ujar Arief dalam
peluncuran buku fotografi "The Magnificent Seven: Indonesias Marine National
Parks" oleh KLHK dan UNDP.
Persoalan sampah disebutnya menjadi tantangan serius dalam upaya Kementerian
Pariwisata meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, terutama wisatawan asing.
"Kami sudah menarik banyak wisatawan dari China ke Taman Nasional Bunaken
tetapi ternyata di sana buruk sekali banyak sampah. Ini membuat program
pengembangan dan pengelolaan wisata kita menjadi tidak berkelanjutan," tutur dia
Dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia dan keberagaman kekayaan laut,
Indonesia sejatinya memiliki potensi wisata bahari yang lebih baik dibandingkan
negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia.
Namun karena berbagai kendala termasuk diantaranya regulasi dan sampah, devisa
yang dihasilkan Indonesia dari wisata bahari hanya 1 miliar dolar AS atau
seperdelapan dibandingkan devisa yang dihasilkan Malaysia melalui wisata
baharinya.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan
pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki bukan hanya persoalan
fisik seperti sampah tetapi juga manajemen dan sistem di taman-taman nasional.
Untuk meningkatan manajemen dan sistem tersebut, KLHK telah menambah
anggaran untuk pengelolaan di tujuh taman nasional laut dari Rp60 miliar menjadi
sekitar Rp180 miliar.
"Anggaran tersebut tidak termasuk untuk marine debris. Kita lebih mengandalkan
gerakan masyarakat karena dalam hal persampahan justru denyut di masyarakat yang
paling kuat," kata Siti.
Dukungan dari masyarakat dan para aktivis lingkungan dalam penanganan sampah
disebutnya semakin besar, dinilai dari peningkatan jumlah LSM yang mengikuti
gerakan pungut sampah setiap tanggal 25 Februari.
"Saat saya memulai kegiatan memungut sampah di Bunaken pada 2015 hanya sekitar
20 LSM dari 8 pemda yang ikut. Tetapi tahun ini jumlahnya sudah meningkat menjadi
sekitar 9.000 LSM," paparnya. (ak/Ant)

Anda mungkin juga menyukai