Anda di halaman 1dari 155

PANDUAN PENCEGAHAN DAN

PENGENDALIAN INFEKSI

KLINIK ALIF MEDIKA


JL. MAYJEND SUNGKONO NO.95
KEC. TUNGGORONO KABUPATEN JOMBANG

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 1


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga terselesaikannya penyusunan “Panduan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi” di Klinik Alif Medika. Panduan ini
diharapankan dapat menjadi panduan bagi Penerapan Program Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Klinik Alif Medika.
Besar harapan kami untuk dapat melaksanakan semua prosedur yang
telah tersusun dengan dukungan dari segenap staf/karyawan serta unit-unit kerja
lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan ini.
“Panduan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi” di Klinik Alif Medika ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami butuhkan
untuk sempurnanya pedoman ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya bagi kita semua. Amin.

Tim Penyusun

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………….…...…………......… 2


DAFTAR ISI ……………………………………….……………………..…….. 3
BAB I DEFINISI …………………………………………….…...……...... 6
BAB II RUANG LINGKUP ……………………….……………….……... 8
BAB III KONSEP DASAR DAN DAMPAK INFEKSI ……… ……..….. 9
3.1 Konsep Infeksi …………………………………..………………… 9
3.2 Rantai Penularan Infeksi ……………………………………...…. 9
3.3 Dampak Infeksi pada Pelayanan Kesehatan ……………..…… 10
3.4 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) …………………. 11
BAB IV KEWASPADAAN ISOLASI …………………………………..…. 13
4.1 Kewaspadaan Standar …………………………………………… 13
1. Kebersihan Tangan ……..……………………………...….. 13
2. Alat Pelindung Diri ……………………………………..…… 18
3. Pengendalian Lingkungan ………………………………… 27
4. Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan Kesehatan ……… 35
5. Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien dan Alat
Medis Lain …………………………………………………... 38
6. Pengelolaan Linen …………………………………………. 42
7. Penyuntikan yang Aman …………………………………... 44
8. Kebersihan Pernafasan atau Etika Batuk ……………….. 46
9. Penempatan Pasien ……………………………………….. 47
10. Perlindungan Kesehatan Petugas ……………….….....… 48
4.2 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi .……………………...… 51
1. Kewaspadaan Transmisi Kontak …………...………....…. 51
2. KewaspadaanTransmisi Dropplet ……………….……..… 53
3. KewaspadaanTransmisi Udara (airborne) .…………….... 54
BAB V PPI DENGAN PENERAPAN BUNDLES HAIS DAN PPI
PADA PENGGUNAAN PERALATAN KESEHATAN …….… 56
5.1 Penerapan Bundles HAIs ………………………………………... 56
1. Bundles ISK/CAUTI ………………………………………… 56
2. Bundles Peripheral Line Associated Blood Stream 58
Infection (PLABSI) …………………………………………..
3. Bundles IDO (Infeksi Daerah Operasi) …………………... 61
5.2 PPI pada Penggunaan Peralatan Kesehatan Lainnya ………. 62
1. PPI pada Pemberian Alat Bantu Pernafasan (Oksigen 62
Nasal) ………………………………………………………..
2. PPI pada Pemberian Terapi Inhalasi (Nebulizer) ………. 63
3. PPI pada Perawatan Luka ………………………………… 64
BAB VI PENGGUNAAN ANTIMIKROBA YANG BIJAK ………...…… 66
6.1 Pengertian …………………………………………………………. 66
6.2 Prinsip Penggunaan Antimikroba yang Bijak ………………….. 66
6.3 Klasifikasi Antibiotika Menurut WHO …………………………… 67
6.4 Penggunaan Antimikroba Berdasarkan Indikasi ………………. 68

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 3


6.5 Tahapan Penerapan Antimikroba secara Bijak di Puskesmas 70
BAB VII PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ………………………..……... 71
7.1 Pengertian …………………………………………………………. 71
7.2 Ketentuan Diklat PPI bagi Staf Puskesmas …………………… 71
7.3 Sosialisasi Kepada Masyarakat ………………………………… 71
BAB VIII SURVEILANS …………………………………………………...... 72
8.1 Pengertian …………………………………………………………. 72
8.2 Tujuan ……………………………………………………………… 72
8.3 Sasaran ……………………………………………………………. 72
8.4 Penetapan Numerator dan Denominator ……………………… 73
8.5 Tahapan Surveilans ……………………………………………… 74
8.6 Indikator Kinerja PPI ……………………………………………… 76
8.7 Pelaporan Hasil Surveilans ……………………………………… 76
BAB IX PENERAPAN PPI DI PUSKESMAS ……………………..……. 77
9.1 Penerapan PPI pada Pelayanan di Dalam Gedung (UKP dan
UKM) ……………………………………………………………….. 77
1. PPI pada Pelayanan Pendaftaran dan Rekam Medik …. 77
2. PPI pada Pelayanan Kesehatan Poli Umum ……………. 78
3. PPI pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut ……….. 79
4. PPI pada Pelayanan Gawat Darurat ……………………... 81
5. PPI pada Pelayanan Kesehatan Keluarga ………………. 82
6. PPI pada Pelayanan Persalinan Normal ………………… 84
7. PPI pada Pelayanan Gizi ………………………………….. 86
8. PPI pada Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P) ……………………………………………… 88
9. PPI pada Pelayanan Kefarmasian ………………………. 89
10. PPI pada Pelayanan Laboratorium ……………………… 90
11. PPI pada Pelayanan Konseling (Kesling, Gizi, PKPR) … 92
9.2 Penerapan PPI pada Pelayanan di Luar Gedung (UKP dan
UKM) ……………………………………………………………….. 96
1. PPI pada Kegiatan Pendataan ……………………………. 96
2. PPI pada Kegiatan Penjaringan (Skrining) ………………. 97
3. PPI pada Kegiatan Kunjungan Sasaran (Rumah) ……… 98
4. PPI pada Kegiatan Vaksinasi dan Tindakan Medis Lain . 100
5. PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat ……. 101
6. PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT ……. 102
7. PPI pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan
Konseling ……………………………………………………. 103
8. PPI pada Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan
Pemberdayaan ……………………………………………… 104
BAB X PPI PADA PENYAKIT INFEKSI EMERGING DAN
PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA ……….…... 109
10.1 PPI pada Penyakit Infeksi Emerging …………………………… 109
1. Istilah pada Penyakit Infeksi Emerging …………………... 109
2. Perkembangan Kasus Penyakit Infeksi Emerging ……… 109
3. Penerapan PPI pada Penyakit Infeksi Emerging ……….. 110
4. Pencegahan Penularan pada Individu …………………… 111
5. Perlindungan Kesehatan pada Masyarakat …………….. 112
6. Budaya Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ……………….. 112
10.2 Penanggulangan KLB ……………………………………………. 114

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 4


BAB XI MANAJEMEN DAN SUMBER DAYA PPI DI PUSKESMAS .. 119
11.1 Kebijakan dan Pengorganisasian PPI ………………………….. 119
1. Kebijakan ……………………………………………………. 119
2. Pengorganisasian ………………………………………….. 119
3. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Kepala Puskesmas …. 119
4. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Tim PPI atau
Koordinator PPI …………………………………………….. 120
5. Tanggung Jawab Tim PPI atau Koordinator PPI ……….. 121
6. Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Tim PPI atau
Koordinator PPI …………………………………………….. 121
7. Persyaratan bagi Ketua Tim PPI …………………………. 121
8. Persyaratan bagi Anggota Tim PPI ………………………. 122
11.2 Perencanaan PPI …………………………………………………. 122
11.3 Pelaksanaan PPI …………………………………………………. 122
11.4 Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan PPI ……… 122
1. Monitoring Program PPI …………………………………… 122
2. Audit PPI …………………………………………………….. 123
3. Penilaian dan Pengendalian Risiko Infeksi (ICRA) …….. 124
11.5 Pelaporan Kegiatan PPI …………………………………………. 132
BAB XII PENUTUP …………………………………………………………. 134
LAMPIRAN 135

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 5


BAB I
DEFINISI

Beberapa definisi terkait Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


yaitu:
a. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan.
b. Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
pathogen dengan/tanpa disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi
yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah
dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak
langsung.
e. Infeksi terkait pelayanan kesehatan (Health care Associated Infection atau
disingkat HAIs) adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan
di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana pada
saat masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk
infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, atau infeksi
karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait
proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
f. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu sarana yang digunakan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik secara promotif, preventif,
kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau masyarakat.
g. Bundles adalah sekumpulan praktek berbasis bukti sahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila
dilakukan secara kolektif dan konsisten.
h. Kolonisasi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organism tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak tetapi tanpa
disertai adanya respon immune atau gejala klinik.
i. Desinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki
kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung
namun tidak memiliki penetrasi sehingga tidak mampu membunuh
mikroorganisme yang berada di dalam celah atau cemaran mineral.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 6


j. Antiseptic adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup
seperti permukaan kulit dan membrane mukosa.
k. Surveilans adalah suatu proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus, komprehensif dan dinamis berupa perencanaan,
pengumpulan data, analisis, interpretasi, komunikasi dan evaluasi dari
data kejadian infeksi yang dilaporkan secara berkala kepada pihak yang
berkepentingan berfokus pada strategi pencegahan dan pengendalian
infeksi.
l. Icfection control risk assessment (ICRA) adalah penilaian risiko
pengendalian infeksi yang merupakan proses multidisiplin yang berfokus
pada pengurangan risiko dari infeksi ke pasien, perencanaan fasilitas,
desain dan konstruksi kegiatan.
m. Audit adalah suatu rangkaian kegiatan untuk membandingkan antara
praktek actual terhadap standar, pedoman yang ada dengan
mengumpulkan data, informasi secara obyektif termasuk membuat
laporan hasil audit.
n. Upaya kesehatan perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
o. Upaya kesehatan masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menaggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga,
kelompok dan masyarakat.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 7


BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari “Panduan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi” di


Klinik Alif Medika meliputi:
a. Kewaspadaan Isolasi (kewaspadaan standard dan kewaspadaan
transmisi).
b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dengan bundles.
c. Penerapan PPI pada pelayanan di dalam dan di luar gedung baik yang
bersifat UKP maupun UKM.
d. Pendidikan dan Pelatihan.
e. Penggunaan antimikroba yang bijak.
f. Surveilans PPI.
g. Penyakit Infeksi Emerging dan Penanggulangan KLB.
h. Monitoring, Audit, ICRA dan Pelaporan.
i. Manajemen SDM PPI.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 8


BAB III
KONSEP DASAR DAN DAMPAK INFEKSI

3.1 Konsep Infeksi


Infeksi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang disebabkan oleh
mikroorganisme pathogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinis. Sumber
infeksi dapat berasal dari masyarakat/komunitas dan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Penyebab penyakit infeksi adalah:
1. Virus: HIV/AIDs, DBD, hepatitis, campak, influenza, SARS dan lain-lain.
2. Bakteri: tifoid, TBC, difteri, pertusisi, dan lain-lain.
3. Jamur: jamur kaki, jamur kulit, jamur kuku, dan lain-lain.
4. Parasit: cacing, malaria, amoeba, giardia, toxoplasma.

3.2 Rantai Penularan Infeksi


Rantai infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang dibutuhkan
untuk terjadinya infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan dapat
disebabkan 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau
dihilangkan maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Ada 6 komponen rantai penularan yaitu:
1. Agen infeksi (infectious agent): adalah mikroorganisme penyebab infeksi,
dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada 3 faktor pada agen
penyebab dapat mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu patogenitas,
virulensi dan jumlah (dosis/load).
2. Reservoir: adalah tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap menularkan kepada pejamu (manusia).
3. Pintu keluar (portal of exit): adalah tempat agen infeksi meninggalkan
reservoir, misalnya saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, kulit yang
terluka atau transplasenta.
4. Cara penularan: adalah metode transport mikroorganisme dari tempat/
reservoir ke pejamu yang rentan melalui kontak, droplet, airborne, melalui
vehiculum (makanan/minuman, air, darah) dan vector (serangga atau
hewan pengerat).
5. Pintu masuk (portal of entry): tempat agen infeksi memasuki host,
misalnya saluran nafas, saluran cerna, saluran kemih, kelamin atau kulit
yang tidak utuh.
6. Pejamu rentan: adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 9


mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi,
penyakit kronis, luka bakar luas, trauma, pasca pembedahan dan
pengobatan imunosupressant.

Gambar 1. Skema rantai penularan penyakit infeksi


Pencegahan penyakit infeksi adalah dengan menghilangkan atau
memutus mata rantai 6 komponen tersebut. Keberhasilan memutus mata rantai
tersebut tergantung pada kepatuhan petugas dalam melaksanakan prosedur
standar yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini dalam PPI disebut
sebagai kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standard an
kewaspadaan berdasarkan transmisi, yang merupakan prinsip dasar dalam PPI.

3.3 Dampak Infeksi pada Pelayanan Kesehatan


Infeksi yang diperoleh di fasilitas pelayanan kesehatan dapat berkembang
dan menimbulkan serangkaian masalah baru bagi pasien sehingga menjadi
risiko dan ancaman pada kelangsungan hidup mereka.
Beberapa dampak terjadinya infeksi akibat pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan tidak sesuai standar, antara lain:
a. Meningkatkan morbiditas: lama hari rawat meningkat pada orang yang
mengalami HAIs.
b. Meningkatkan mortalitas: dalam beberapa kasus, infeksi yang didapat di
fasilitas kesehatan bisa berakibat fatal menyebabkan komplikasi dan
kematian.
c. Menurunnya produktifitas pasien atau masyarakat: HAIs memperpanjang
waktu pemulihan dan menghilangkan produktifitas karena pasien tidak

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 10


bisa segera kembali bekerja.
d. Waktu rawat yang lama menyebabkan penggunaan sumber daya menjadi
tidak efisien sehingga mengganggu kemampuan pembiayaan pelayanan
kesehatan.
e. Memicu ketidakpuasan pelanggan dan citra buruk bagi puskesmas,
sehingga berpotensi menimbulkan tuntutan hokum semakin besar yang
dapat menimbulkan kerugian material dan nonmaterial bagi puskesmas.

3.4 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


3.4.1 Tujuan PPI
Pelaksanaan PPI bertujuan untuk melindungi pasien, petugas,
pengunjung yang menerima pelayanan kesehatan serta masyarakat sekitar
puskesmas, dengan cara memutus mata rantai penularan penyakit infeksi
melalui penerapan PPI.
3.4.2 Manfaat PPI
a. Mencegah dan melindungi pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat
sekitar puskesmas dari risiko dan paparan terjadinya penularan infeksi,
baik yang terjadi saat pelayanan di dalam maupun di luar gedung
puskesmas.
b. Menurunkan atau meminimalkan kejadian infeksi berhubungan dengan
pelayanan kesehatan pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat
sekitar puskesmas sehingga pelayanan menjadi cost effectiveness.
c. Memberikan gambaran atau informasi tentang mutu pelayanan yang
diberikan puskesmas harus sesuai standar yang berlaku.
d. Pengelolaan sumber daya dapat lebih efektif dan efisien melalui
manajemen PPI sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pembinaan, monitoring dan evaluasi (audit) dan serta pelaporan kejadian
infeksi.
3.4.3 Strategi Implementasi PPI
Penerapan PPI di Klinik Alif Medika diharapkan mampu laksana, efisien,
efektif dengan mengikuti kebijakan dan standar serta prosedur yang ditetapkan.
Untuk itu puskesmas perlu menerapkan strategi antara lain:
a. Membuat kebijakan PPI (kebijakan, menetapkan Tim/Penanggung Jawab
PPI, meyediakan pedoman/panduan/SOP pelaksanaan PPI) yang
mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Merencanakan dan memenuhisarana, prasarana, alat, SDM dan anggaran
untuk PPI sesuai kemampuan dan skala prioritas yang ditetapkan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 11


puskesmas.
c. Menerapkan PPI secara konsisten, komprehensif dan berkelanjutan pada
pelayanan kesehatan di puskesmas, baik dilaksanakan di dalam maupun
di luar gedung, yang tercermin pada perencanaan (P1), Pengorganisasian
dan Pelaksanaan (P2), pengawasan. Pengendalian dan penilaian (P3).
d. Melaporkan kejadian infeksi, melakukan surveilans dan ICRA (infection
control risk assessment) sebagai bagian dari upaya perbaikan mutu
pelayanan yang berkesinambungan.

BAB IV

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 12


KEWASPADAAN ISOLASI

4.1 Kewaspadaan Standar


Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk
diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,diduga
terinfeksi atau kolonisasi. Kewaspadaan standar diterapkan untuk mencegah
transmisi silang sebelum pasien di diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan
laboratorium dan setelah pasien didiagnosis. Tenaga kesehatan seperti petugas
laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya juga
berisiko besar terinfeksi. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman dan
kepatuhan petugas tersebut untuk juga menerapkan Kewaspadaan Standar agar
tidak terinfeksi
4.1.1 Kebersihan Tangan
1. Pengertian
Kebersihan tangan adalah:
a. Membersihkan tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir
bila tangan tampak kotor atau terkena cairan tubuh, atau
b. Menggunakan cairan berbahan dasar alcohol bila tangan tidak tampak
kotor.
2. Tujuan
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang dari tangan petugas ke
pasien atau pengguna layanan lainnya, atau sebaliknya, saat melakukan
tindakan aseptic atau saat memberikan pelayanan kesehatan.
3. Prinsip Kebersihan Tangan
a. Pastikan semua petugas memahami 5 moment cuci tangan dan 6
langkah kebersihan tangan serta mampu melaksanakan dengan benar.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 moment sebagaimana gambar
berikut ini.
c. Mematuhi langkah cuci tangan secara berurutan dengan baik dan
benar.
d. Tersedia sarana dan prasarana untuk kebersihan tangan.
e. Jaga kebersihan tangan individu dengan memastikan kuku tetap
pendek, bersih dan bebas dari cat kuku, serta tidak menggunakan
asesoris tangan seperti jam tangan, cincin.
f. Jika tangan petugas terdapat lecet, jangan tutupi luka dengan pembalut
anti air
g. Cuci tangan dengan sabun dan air mengair jika tangan terlihat kotor
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 13
atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung potein dan lemak.
h. Gunakan bahan yang mengandung alcohol untuk dekontaminasi
tangan secara rutin, jika tangan tidak tampak kotor.
i. Bebaskan area tangan sampai pergelangan tangan, jika mengenakan
baju lengan panjang maka gulung ke atas.
j. Gunakan tissue untuk pengering tangan.
k. Lakukan audit kepatuhan cuci tangan secara berkala.

Gambar 2. 5 Moment Kebersihan Tangan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 14


KLINIK ALIF MEDIKA

Gambar 3. 6 Langkah Cuci Tangan

4. Jenis Kebersihan Tangan


a. Membersihkan tangan dengan menggunakan sabun dan ar mengalir.
Waktu 40-60 detik.
b. Membersihkan tangan dengan menggunakan bahan berbahan dasar
alcohol 70 persen. Waktu 20-30 detik.
5. Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan
a) Cuci Tangan dengan Sabun
Indikasi:
Dilakukan ketika tangan terlihat kotor atau ketika akan menggunakan
sarung tangan yang dipakai dalam perawatan pasien.
Prosedur:
 Lepaskan semua asesoris yang menempel pada tangan.
 Jika memakai baju lengan panjang, naikkan lengan baju sampai 2/3
lengan ke arah siku.
 Atur aliran air sesuai kebutuhan.
 Basahi tangan dengan air dan ambil sabun cair 2cc ke telapak

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 15


tangan.
 Lakukan 6 langkah cuci tangan.
 Keringkan tangan dengan tissue.

Gambar 4. Cuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir

b) Cuci Tangan dengan Hand Rubs


Indikasi:
Untuk membersihkan tangan yang tidak tampak kotor atau tidak
terkontaminasi atau bila cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sulit
diakses (misalnya dalam ambulans).
Prosedur:
 Siapkan hand rubs.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 16


 Gunakan sesuai aturan pabrik yang memproduksinya.
 Lakukan pembersihan tangan dengan waktu 20-30 detik.

Gambar 5. Membersihkan Tangan dengan Cairan Berbasis Alkohol

6. Sarana Kebersihan Tangan


a. Sarana wastafel dengan air mengalir, sabun cair dan tissue, serta
penampungan limbah non infeksius.
b. Hand rubs kemasan pabrik siap pakai atau buatlah campuran 93cc
alcohol 70 persen dengan 3cc gliserin sehingga menjadi 100cc hand
rubs.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 17


Gambar 6. Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir

4.1.2 Alat Pelindung Diri


1. Pengertian
APD adalah perangkat alat yang dirancang sebagai penghalang terhadap
penetrasi zat, partikel padat, cair atau udara untuk melindungi pemakainya
dari cedera atau penyebaran infeksi atau penyakit.
2. Tujuan
Untuk menghalangi pajanan bahan infeksius pada kulit, mulut, hidung atau
mata (selaput lender) petugas, pasien atau pengguna kesehatan.
3. Prinsip Penggunaan APD
a. APD harus digunakan sesuai dengan risiko paparan.
b. APD yang digunakan harus sesuai standar keamanan, perlindungan
dan keselamatan pasien/ petugas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
c. Hindari kontak antara APD yang terkontaminasi dengan permukaan
pakaian atau lingkungan pelayanan kesehatan, buanglah APD bekas
pakai pada tempat penampungan limbah sesuai standar yang
ditetapkan.
d. Jangan berbagi APD yang sama antar dua petugas/individu.
e. Lepas APD secara keseluruhan jika sudah tidak diperlukan lagi.
f. Lakukan kebersihan tangan setiap kali selesai melepas APD.
4. Jenis, Tujuan dan Indikasi Penggunaan APD
a) Topi
Tujuan:
Sebagai pelindung kepala nakes dari paparan cairan infeksius pasien
selama melakukan tindakan atau perawatan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 18


Jenis:
Penutup kepala terbuat dari bahan sekali pakai atau dapat digunakan
ulang, harus terbuat dari bahan yang tahan cairan, tidak mudah robek,
dan ukurannya pas dengan kepala pemakainya.
Apabila petugas berhijab maka:
 Ganti hijab yang digunakan saat bekerja dengan hijab lain termasuk
saat akan pulang ke rumah.
 Gunakan hijab yang menutup kepala dan masukkan ke dalam baju
kerja dan jika akan digunakan lagi pada prosedur berikutnya maka
jilbab ditutup dengan penutup kepala.

Gambar 7. Topi Pelindung


Indikasi penggunaan:
 Tindakan operasi
 Pertolongan dan tindakan persalinan
 Tindakan insersi CVL
 Intubasi Trachea
 Penghisapan lendir massive
 Pembersihan peralatan kesehatan, dll
b) Kacamata dan Pelindung Wajah
Tujuan:
Untuk melindungi selaput mukosa mata, hidung atau mulut nakes dari
risiko kontak dengan secret pernafasan atau percikan darah, cairan
tubuh, sekresi, atau ekskresi pasien.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 19


Jenis:
 Google: melindungi mata, rongga mata dan area wajah yang
mengelilingi mata dari bahaya seperti benda dan atau partikel yang
beterbangan (aerosola0 dan droplet.
 Face shield: memberi perlindungan dari droplet maupun percikan
cairan tubuh, dan biasanya digunakan sebagai alter native

kacamata karena memberikan perlindungan pada area wajah


yang lebih luas.
Google Face shield

Gambar 8. Google dan Face Shield

Indikasi penggunaan:
 Pada tindakan yang dapat menimbulkan percikan atau semburan
darah, cairan tubuh, secret, dan ekskresi ke mukosa, mata, hidung
dan mulut.
 Potensi terjadinya transmisi airborne misalnya pada tindakan dokter
gigi, swab hidung atau tenggorok, RJP, penanganan linen
terkontaminasi atau pemulasaraan jenazah.
c) Masker
Tujuan:
Untuk melindungi wajah dan membrane mukosa mulut dan hidung dari
cipratan darah dan cairan tubuh pasien, atau permukaan lingkungan
yang kotor dan melindungi pasien dari petugas pada saat batuk atau
bersin.
Jenis:
Syarat masker yang digunakan harus menutupi hidung dan mulut serta
penggunaan masker N95 harus dilakukan fit test (penekanan di bagian
hidung dan penilaian kerapatan penggunaan masker).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 20


Tabel 1. Jenis masker dan Kegunaannya.
KEGUNAAN N95 KN95 BEDAH
Pelindung pernafasan yang √ √ x
dirancang dengan segel ketat di
sekitar hidung dan mulut untuk
menyaring hampir 95% partikel yang
lebih kecil <0,3 mikron dan
kontaminasi melalui airborne.
Penghalang fisik antara mulut, √ √ √
hidung, pengguna dengan
kontaminan potensial (percikan dan
droplet selaput mukosa mulut dan
hidung serta debu).
Mencegah percikan saat batuk, √ √ √
bersin atau debu
Re-usable atau penggunaan kembali √ x x

Gambar 9. Jenis Masker (N95, KN95, Bedah)


Indikasi penggunaan:
 Pada tindakan atau prosedur yang dapat menghasilkan cipratan
darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi, atau jika petugas
berisiko menghasilkan cipratan cairan dari selaput lendir mulut dan
hidung.
 Masker N95 digunakan pada risiko paparan penularan infeksi
melalui udara (airborne disease) dan dapat di daur ulang sesuai
ketentuan.
Cara memakai masker bedah:

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 21


Cara memakai masker N95:

d) Gaun
Tujuan:
Untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau percikan
darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari
paparan pakaian petugas pada tindakan steril.
Jenis:
Tabel 2. Jenis Gaun dan Kegunaannya
GAUN REUSABLE APRON GAUN DISPOSABLE
Gaun steril yang Gaun anti air untuk Gaun steril yang
digunakan untuk melindungi tubuh atau digunakan untuk
menutupi pakaian baju pemakai dari tindakan bedah untuk
kerja bersih saat percikan dan mencegah paparan
melakukan kegiatan kontaminasi cairan tubuh, darah,
mikroorganisme. sekresi, ekskresi dan
bahan kontaminan lain
selama prosedur
bedah.

Gambar 10. Jenis Gaun (gaun resable, apron, gaun disposable)


Indikasi penggunaan:
 Transmisi kontak misalnya saat ada wabah dan transmisi droplet,
saat pencegahan infeksi sebelum operasi atau pra bedah.
 Membersihkan luka, tindakan drainase, menuangkan cairan
kontaminasi ke pembuangan atau toilet/WC.
 Menangani pasien perdarahan massif, tindakan bedah dan
perawatan gigi.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 22
e) Sarung Tangan
Tujuan:
Melindungi tangan dari paparan cairan tubuh, darah, sekresi, ekskresi
dan bahan infeksius lainnya.
Jenis:
Tabel 3. Jenis Sarung Tangan dan Kegunaannya
KEGUNAAN BERSIH STERIL RUMAH
TANGGA
Mencegah Kontaminasi darah, cairan √ √ x
tubuh, sekresi dan ekskresi
Tindakan steril untuk mencegah x √ x
risiko penularan mikroorganisme
(tindakan bedah)
Mencegah kontaminasi dari kotoran x √ √
atau bahan terkontaminasi
Reusable atau penggunaan kembali x x √

Gambar 11. Jenis Sarung Tangan (bersih, steril, rumah tangga)


Indikasi penggunaan:
Digunakan saat tindakan aseptic, tindakan steril untuk mencegah risiko
penularan mikroorganisme (tindakan bedah).
Cara memasang sarung tangan steril:

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 23


Cara melepas sarung tangan steril:

f) Sepatu
Tujuan:
Untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan atau percikandarah atau
cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda
tajam atau kejatuhan alat kesehatan yang berisiko melukai kaki.
Jenis:
Tabel 4. Jenis Sepatu dan Kegunaannya
KEGUNAAN TERTUTUP BOOT KERJA
Melindungi kaki dari risiko √ √ x
kontaminasi darah, cairan tubuh
dan terkena/ tertusuk benda tajam.
Melindungi kaki dari kontaminasi √ √ √
darah, cairan tubuh dengan jumlah
percikan yang banyak.
Menjaga kenyamanan kaki dalam √ x √
bekerja dan risiko kontaminasi
benda infeksius dan terkena/
tertusuk benda tajam.

Gambar 12. Jenis Sarung Tangan (bersih, steril, rumah tangga)


Indikasi penggunaan:

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 24


Sepatu tertutup digunakan oleh seluruh pegawai, sedangkan sepatu boot
digunakan untuk:
 Tindakan operasi
 Pertolongan dan tindakan persalinan
 Penanganan limbah
 Pemulasaraan jenazah
 Penanganan linen
 Pencucian peralatan di ruang gizi, dll
5. Cara Pemakaian dan Pelepasan APD
Tabel 5. Cara Pemakaian APD
NO KEGIATAN GAMBAR
1 Lakukan kebersihan tangan dengan
menggunakan sabun cair dan air
mengalir, sebelum memakai APD

2 Gunakan gaun untuk melindungi


seluruh tubuh dengan belahan di
bagian belakang.
Ikatkan tali di belakang leher dan
belakang pinggang.
3 Gunakan masker dengan tali ke
bagian belakang kepala dengan
aman dan nyaman.
Pasang penjepit fleksibel ke atas
tulang hidung. Menutupi hidung,
wajah dan di bawah dagu (fit test).
4 Tempatkan kacamata atau
pelindung wajah dan mata,
sesuaikan agar pas dan nyaman.

5 Pasang sarung tangan dengan


menutup ujung lengan gaun pada
pergelangan tangan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 25


Tabel 6. Cara Pelepasan APD
NO KEGIATAN GAMBAR
1  Pegang bagian luar sarung tangan
menggunakan tangan yang memakai
sarung tangan berlawanan, jepit dan
pegang sarung tangan, tarik ke bawah
dan tangan dilepas hingga menyatu
dalam genggaman tangan.
 Geserlah jari tangan yang tidak
memakai sarung tangan di bawah
sarung tangan yang tersisa di
pergelangan tangan. Lepaskan sarung
tangan dari sarung tangan pertama.
 Buang sarung tangan ke dalam tempat
limbah infeksius.
2 Lakukan kebersihan tangan dengan
menggunakan sabun cair dan air mengalir,
setelah melepas APD

3  Lepaskan kacamata atau pelindung


wajah dari belakang dengan
mengangkat pita kepala dan tanpa
menyentuh bagian depan kacamata
atau pelindung wajah.
 Jika pelindung wajah atau kacamata
dapat digunakan kembali, letakkan di
tempat yang disediakan untuk diproses
lebih lanjut.
 Bagian depan kacamata atau
pelindung wajah adalah daerah
terkontaminasi.
 Jika tangan anda terkontaminasi saat
pelepasan google dan pelindung
wajah, maka segera lakukan
kebersihan tangan dengan cairan
berbahan dasar alcohol.
4  Gaun bagian depan dan lengan serta
sarung tangan adalah daerah
terkontaminasi.
 Pegang gaun di bagian depan dan tarik
keluar dari tubuh anda sehingga
ikatannya putus. (sentuh bagian depan
gaun hanya dengan menggunakan
sarung tangan).
 Lepas gaun dan lipat atau gulung gaun
dari bagian dalam ke bagian luar.
Hindari menyentuh bagian depan gaun.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 26


5 Jangan sentuh bagian depan masker.
Lepaskan masker dengan memegang tali
atau ikatan dari belakang kepala kea rah
depan.
Buanglah masker pada tempat limbah yang
sesuai.

6 Lakukan kebersihan tangan sesuai indikasi,


segera setelah melepaskan semua APD

4.1.3 Pengendalian Lingkungan


1. Pengertian
Pengendalian Lingkungan adalah upaya mengendalikan lingkungan melalui
perbaikan mutu air, ventilasi udara, permukaan lingkungan, desain dan
konstruksi bangunan.
2. Tujuan
Untuk mencegah transmisi mikroorganisme dari pasien atau pengguna
layanan ke petugas atau sebaliknya akibat pengelolaan dan pengendalian
lingkungan yang tidak sesuai standar PPI.
a) Air
1) System air bersih
 System air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan
mempertimbangkan sumber air bersih dan pengalirannya.
 Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air dengan baku
mutu yang memenuhi dan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
 Tempat penampungan air bersih harus dilakukan perawatan
secara rutin.
2) Persyaratan Kesehatan
 System air bersih untuk keperluan fasyankes dapat diperoleh

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 27


dari PDAM, sumber air tanah, air hujan atau sumber air lain yang
telah diolah sehingga memenuhi persyaratan kesehatan.
 Memenuhi persyaratan mutu air besih, memenuhi syarat fisik,
kimia, bakteriologis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Distribusi air ke ruangan menggunakan sarana perpipaan
bertekanan positif.
 Sumber air bersih dan distribusinya harus bebas dari
pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
 Tersedia air dalam jumlah yang cukup.
3) System Pengelolaan Limbah Cair (Medis dan Non Medis)
 Tersedia system pengelolaan air limbah yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
 Saluran air limbah harus kedap air, bebas dari sampah dan
dilengkapi penutug dengan bak pengontrol untuk menjaga
kemiringan saluran minimal 1%.
 System penyaluran air kotor dan air limbah dari pengelolaan
sterilisasi termasuk pengelolaan linen harus memenuhi
persyaratan perundang-undangan.
 Ketentuan mengenai pengelolaan limbah cair mengacu pada
peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan limbah.
b) Ventilasi Ruangan
Harus memenuhi persyaratan berikut:
1) Bangunan harus mempunyai udara yang baik meliputi ventilasi alami
dan ventilasi mekanik/buatan.

Kipas angin duduk Kipas angin dinding Kipas angin berdiri

Gambar 13. Contoh ventilasi mekanik


2) Bangunan harus mempunyai pintu bukaan permanen, kisi-kisi pada
pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka
untuk kepentingan ventilasi alami, bukaan minimal 15% dari luas total
lantai.
3) Besarnya pertukaran udara disarankan minimal 6-12 kali pertukaran

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 28


per jam, dan untuk WC/kamar mandi 10 pertukaran per jam.
4) Penghawaan harus memperhatikan 3 elemen:
 Ventilasi harus dapat mengatur pertukaran udara
 Distribusi udara dari luar ke tiap ruangan
 Pertukaran udara antara udara di dalam ruangan dan di luar
ruangan.
5) Pemilihan jenis ventilasi perlu memperhatikan kondisi local seperti
struktur bangunan, cuaca, biaya dan mutu udara.
6) Tersedia toilet terpisah antara pria dan wanita.
c) Konstruksi Ruangan
1) Desain Bangunan
 Bentuk denah bangunan simetris dan sederhana untuk
mengantisipasi kerusakan bila terjadi gempa.
 Tata ruang bangunan harus mempertimbangkan sirkulasi udara
dan pencahayaan.
 Tata letak bangunan (site plan) dan tata ruang dalam bangunan
harus mempertimbangkan zonasi berdasarkan tingkat risiko
penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi, dan kedekatan
hubungan fungsi antar ruang pelayanan.
 Tinggi rendah bangunan dibuat dengan menjaga keserasian
lingkungan dan pencegahan banjir.
 Aksesibilitas di luar dan di dalam bangunan harus
mempertimbangkan kemudahan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat dan lansia.
 Bangunan harus menyediakan area parkir dengan jumlah yang
proporsional sesuai peraturan.
 Perancangan pemanfaatan tata ruang dalam bangunan harus
efektif sesuai dengan fungsi pelayanan.
 Permukaan lantai terbuat dari bahan yang halus, kuat, kedap air,
mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak
bergelombang, tidak menimbulkan genangan air dan dianjurkan
berwarna terang. Pertemuan dinding dan lantai berbentuk
melengkung dan dianjurkan menggunakan vinyl terutama di
ruang tindakan dan gawat darurat serta ruang sterilisasi.
 Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tidak berjamur,
tidak berpori dan pertemuan dinding tidak bersiku yang dapat
menyimpan dinding.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 29


 Permukaan dinding sebaiknya tidak dipasang asesoris.
 Komponen langit-langit berwarna terang, mudah dibersihkan dan
tidak memiliki lekukan atau berpori yang dapat menyimpan debu.
2) Persyaratan kehandalan bangunan
3) System Pencahayaan
 Bangunan harus memiliki pencahayaan yang cukup secara alami
atau buatan.
 Cahaya harus terdistribusi rata dalam ruangan.
 Gunakan lampu yang hemat energy.
Tabel 7. Tingkat Pencahayaan Ruangan
TINGKAT PENCAHAYAAN
JENIS DAN FUNGSI RUANGAN
MINIMAL (lux)
Ruang kantor, ruang kapus, ruang 200
pendaftaran dan rekam medic, ruang
pemeriksaan umum, ruang KIA, KB,
imunisasi, ruang pemeriksaan khusus,
ruang pemeriksaan gigi, ruang KIE,
ruang ASI, ruang farmasi, ruang rawat
inap, ruang rawat pasca persalinan dan
ruang rapat.
Ruang tindakan, ruang gawat darurat, 300
laboratorium, ruang persalinan.
Dapur, ruang tunggu, gudang umum, 100
KM/WC, ruang sterilisasi, ruang cuci
linen, koridor

4) Penataan Barang dan Lingkungannya


 Pastikan semua barang tertata dengan baik dan tersimpan pada
tempatnya.
 Penyimpanan barang tersusun sesuai jenis barang dan tidak
menempatkan barang steril dan barang kotor dalam satu area.
 Berikan jarak minimal 1 m antara tempat tidur atau tempat
pemeriksaan pasien jika lebih dari satu orang dalam waktu
bersamaan.
 Pastikan area bersih dan area kotor terpisah dan berbatas tegas.
 Penempatan tempat di limbah di ruang pelayanan berada pada
tempat yang aman dan tidak berada dekat dengan pasien atau di
bawah meja tindakan. (selesai tindakan harus segera
dibersihkan).
 Tidak dianjurkan memasang karpet atau menempatkan bunga
hidup/plastic atau aquarium di ruang pelayanan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 30


 Penggunaan tirai harus menggunakan bahan kuat dan tahan air.
Penggunaan tirai jendela menggunakan penghalang yang
dilapisi kaca film agar terlihat rapid an mudah dibersihkan.
 Pastikan tidak ada tempat masuk atau kumpulan binatang di
ruang pelayanan pasien.
 Tidak memelihara hewan peliharaan di lokasi puskesmas.
5) Pembersihan Lingkungan
 Pastikan puskesmas membuat, melaksanakan dan memonitor
prosedur rutin untuk pembersihan, desinfeksi permukaan
lingkungan, tempat tidur, peralatan di samping tempat tidur dan
tempat yang sering disentuh.
 Puskesmas harus memiliki desinfektan sesuai standar PPI.
 Pembersihan harus diawali proses desinfeksi, benda dan
permukaan tidak dapat didesinfeksi sebelum dibersihkan dari
bahan organic (sekresi, eksresi pasien atau kotoran).
 Cairan desinfeksi merupakan senyawa kimia yang bersifat
toksikdan memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme
yang terpapar secara langsung pada benda mati (dinding, lantai,
permukaan meja, dll)
o Klorin 0,5%: untuk membersihkan tumpahan darah atau
cairan tubuh.
o Klorin 0,05%: untuk pembersihan rutin permukaan.
o Detergent, cairan pemutih (1:99cc) atau H2O2 8%: untuk
pembersihan rutin.
 Pembersihan lingkungan puskesmas menggunakan troly khusus,
minimal menggunakan 2 ember yang memiliki alat pemerasan
kain pel secara otomatis tanpa bersentuhan langsung dengan
tangan dan selalu dicuci agar tetap dalam kondisi bersih.

Gambar 14. Contoh Troly Kebersihan


 Petugas dalam melakukan pembersihan ruangan menggunakan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 31


APD sesuai standar.
o Sarung tangan rumah tangga
o Celemek karet
o Sepatu boot
 Prinsip dasar pembersihan lingkungan:
(a) Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan harus
dibersihkan setiap hari atau jika terlihat kotor, dan harus
dibersihkan kembali setelah pasien keluar dan sebelum
pasien berikutnya masuk.
(b) Permukaan meja periksa pasien dan peralatan yang
bersentuhan dengan pasien harus dibersihkan dan
didesinfeksi untuk pemeriksaan pasien berikutnya.
(c) Kain pembersih harus dibasahi sebelum digunakan untuk
membersihkan debu.
(d) Pengunjung harus membersihkan sandal/sepatu yang kotor
sebelum masuk ruang pelayanan.
(e) Semua peralatan pembersihan harus selalu dibersihkan dan
dikeringkan setelah digunakan.
(f) Semua tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan
dan perlengkapan yang tidak perlu.
Tabel 8. Ringkasan Prinsip Pembersihan Lingkungan
AREA FREKWENSI
PANDUAN TAMBAHAN
PASIEN PEMBERSIHAN
Area skrining Minimal 2x sehari Focus pada permukaan yang sering disentuh
atau triase lalu lantai.
Kamar pasien Minimal 2x sehari Focus pada permukaan yang sering disentuh,
yang masih mulai dari permukaan yang digunakan
ada pasien bersama, kamudian tempat tidur pasien, lalu
lantai.
Kamar pasian Minimal 2x sehari Sesuai ururan: permukaan yang jarang
yang sudah disentuh – permukaan sering disentuh –
tidak ada lantai: buang limbah dan lepas linen,
pasien bersihkan dan desinfeksi tempat tidur secara
menyeluruh.
Ruang rawat Minimal 2x sehari  Permukaan yang sering disentuh
jalan/ didesinfeksi setiap kunjungan pasien.
perawatan/  Sesuai ururan: permukaan yang jarang
ambulans disentuh – permukaan sering disentuh –
lantai: buang limbah dan lepas linen,
bersihkan dan desinfeksi tempat tidur
pemeriksaan secara menyeluruh.
Koridor Minimal 2x sehari Permukaan yang sering disentuh termasuk
pegangan railing dan peralatan yang ada di
koridor, lalu lantai.
KM/WC Minimal 2-3x  Sesuai urutan: prmukaan yang sering

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 32


AREA FREKWENSI
PANDUAN TAMBAHAN
PASIEN PEMBERSIHAN
pasien sehari disentuh seperti gagang pintu, tombol
lampu, gerai, kran, bejana wastafel, toilet,
lalu lantai.
 Hindari menggabungkan KM/WC pasien
denga staf
 Pembersihan tumpahan dan percikan:
Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah,
eksudat luka pada permukaan lantai, dinding atau tirai pembatas
maka dibersihkan menggunakan spill kit.
Spill kit infeksius berisi topi, sarung tangan, kacamata, masker,
serok dan sapu kecil, cairan detergent, klorin 0,5% dan kain
perca/tissue/Koran bekas, plastic warna kuning.
Spill kit B3 berisi topi, sarung tangan, kacamata, masker, gaun,
serok dan sapu kecil, cairan detergent, larutan tertentu
tergantung bahan kimianya dan kain perca/tissue/Koran bekas,
plastic warna coklat.

Gambar 15. Contoh Spill Kit


 Prosedur pembersihan tumpahan infeksius:
(a) Petugas memakai APD (topi, sarung tangan, masker,
kacamata dan gaun).
(b) Beri tanda untuk menunjukkan area adanya tumpahan.
(c) Serap cairan tumpahan yang dibersihkan dengan kain perca/
tissue/Koran bekas, lalu buang ke kantong plastic warna
kuning.
(d) Tuangkan cairan detergen lalu serap dengan kain perca/
tissue/Koran bekas, lalu buang ke kantong plastic warna
kuning.
(e) Lanjutkan dengan memberikan cairan klorin 0,5% lalu serap
dengan kain perca/ tissue/Koran bekas, lalu buang ke
kantong plastic warna kuning.
 Prosedur pembersihan cairan B3:

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 33


(a) Petugas memakai APD (topi, sarung tangan, masker,
kacamata dan gaun).
(b) Beri tanda untuk menunjukkan area adanya tumpahan.
(c) Tumpahan bahan kimia:
 Tuang air bersih pada tumpahan, lalu serap dengan kain
perca/ tissue/Koran bekas, lalu buang ke kantong plastic
warna coklat.
 Tuang detergent pada area tumpahan lalu serap dengan
kain perca/ tissue/Koran bekas, lalu buang ke kantong
plastic warna.
 Beri label B3 pada kantong plastic coklat tumpahan
kimia.
(d) Tumpahan reagensia: lokalisir area tumpahan dengan
menaburkan Natrium Bicarbonat pada area tumpahan,
kumpulkan bekas resapan ke dalam kantong plastic
hitam/coklat, bersihkan lantai dengan detergent lalu serap
dengan kain perca/ tissue/Koran bekas, lalu buang ke
kantong pastik warna hitam/coklat.
(e) Buang plastic sampah infeksius ke tempat penampungan
sampah infeksius dan kumpulkan limbah tumpahan B3 dalam
ruang penyimpanan limbah B3.
 Prosedur dekontaminasi ambulans:
(a) Ambulans dibersihkan dan desinfeksi seluruh permukaannya
secara berkala dan setiap selesai digunakan.
(b) Setiap selesai digunakan biarkan pintu belakang terbuka
untuk memudahkan pembuangan partikel infeksius.
(c) Pintu harus tetap terbuka saat proses pembersihan dengan
bahan kimia untuk memberikan ventilasi udara yang cukup.
(d) Petugas kebersihan menggunakan APD (masker bedah,
gaun, sarung tangan dan pelindung mata, serta sepatu jika
diperlukan).
(e) Perhatikan pembersihan pada area yang bersentuhan
dengan pasien seperti stretcher, rails, dinding, lantai dan alat
lainnya.
(f) Pembersihan menggunakan desinfektan natrium hipoclorit
0,5% (dengan perbandingan 1 bagian desinfektan dan 9
bagian air).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 34


(g) Bersihkan dan desinfeksi semua peralatan yang digunakan
pasien sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
(h) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah
menggunakan sarung tangan.
(i) Ikuti prosedur membuang APD yang telah digunakan untuk
pembersihan.

Gambar 16. Dekontaminasi Ambulans


4.1.4 Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan Kesehatan
1. Tujuan
Melindungi petugas, pasien, pengunjung dan masyarakat sekitar puskesmas
dari penyebaran infeksi akibat limbah yang tidak dikendalikan, termasuk dari
risiko cedera.
2. Jenis dan Pengertian Limbah
 Berdasarkan jenisnya limbah di puskesmas terdiri dari limbah padat
domestic, limbah bahan berbahaya beracun (B3), limbah cair dan
limbah gas.
 Limbah B3 terdiri atas limbah infeksius dan benda tajam, limbah
farmasi, limbah sititoksis dan limbah bahan kimia.
 Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari pelayanan pasien
yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi pasien,
atau limbah yang berasal dari ruang isolasi pasien dengan penyakit
menular.
 Limbah non infeksius adalah semua limbah yang tidak terkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi pasien.
 Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut tajam,
sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk
kulit seperti jarum suntik, perlengkapan intravena, pipet Pasteur,
pecahan gelas dan pisau bedah.
3. Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan Kesehatan
a) Pengelolaan Limbah Infeksius

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 35


 Limbah infeksius dimasukkan ke dalam tempat yang kuat, tahan air
dan mudah dibersihkan serta menggunakan kantong plastic berwarna
kuning diberi tulisan infeksius.

Gambar 17. Tempat Limbah Infeksius


 Tempat limbah infeksius diletakkan dekat area tindakan medis yang
dilakukan.
 Jika tempat limbah infeksius terisi ¾ bagian kantong sampah, segera
angkat, lalu diikat kuat dan jangan dibuka lagi. Selanjutnya pindahkan
ke tempat penampungan sementara.
 Tempat limbah segera dicuci dan didesinfeksi lalu dikeringkan dan
pasangi kantong plastic kuning sehingga siap digunakan lagi.
 Limbah infeksius, patologis dan benda tajam harus disimpan pada
TPS dengan kondisi:
o Pada suhu < 0oC dalam waktu sampai 90 hari.
o Pada suhu 3-8oC dalam waktu maksimal 7 hari.
 Limbah sangat infeksius dari biakan kuman di laboratorium harus
disterilisasi dengan autoclave sebelum dilakukan pengolahan.
 Limbah padat farmasi dalam jumlah besar dikembalikan ke distributor
atau Gudang farmasi kabupaten, sedangkan dalam jumlah kecil dapat
dimusnahkan dengan mesin incinerator atau dikeloka oleh pihak
ketiga pengolah limbah atau dikelola sesuai peraturan perundang-
undangan.
 Limbah sitotoksik yang sangat berbahaya, pengolahan dilakukan
dengan mengembalikan ke distributor atau dilakukan pengolahan
dengan incinerator suhu tinggi (1000-1200 oC) untuk menghancurkan
semua bahan citotoksiknya.
 Pengolahan limbah bahan kimia harus diolah ke perusahaan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 36


pengolahan limbah B3.
 Pembuangan akhir limbah infeksius dapat dimusnahkan dengan
bekerjasama pihak pengolahan limbah.
b) Pengelolaan Limbah Non Infeksius
 Limbah non infeksius (non medis) dimasukkan ke dalam tempat yang
kuat, tahan air dan mudah dibersihkan serta menggunakan kantong
plastic berwarna hitam diberi tulisan non infeksius.

Gambar 18. Tempat Limbah Non Infeksius


 Jika tempat limbah non infeksius terisi ¾ bagian kantong sampah,
segera angkat, lalu diikat kuat dan pindahkan ke tempat
penampungan sementara.
 Tempat limbah non infeksius segera dibersihkan dan dipasangi
kantong plastic hitam sehingga siap digunakan lagi.
 Pembuangan akhir limbah non infeksius dapat dibuang ke TPA yang
sudah ditentukan.
c) Pengelolaan Limbah Benda Tajam
 Semua limbah benda tajam dimasukkan dalam safety box yang kuat,
tahan air, tahan tusukan, berwarna kuning atau diberi label limbah
benda tajam.

Gambar 19. Safety Box Tempat Limbah Benda Tajam


 Tempatkan safety box pada tempat yang aman dan mudah dijangkau
atau digantung pada trolly, serta Jangan Diletakkan Di Lantai.
 Jika Safety Box terisi 2/3 bagian kantong sampah, segera tutup rapat

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 37


lubang box agar jarum tidak keluar.
 Pembuangan akhir limbah benda tajam dapat dimusnahkan dengan
bekerjasama pihak pengolahan limbah.
d) Pengelolaan Limbah Cair
 Limbah cair yang berasal dari seluruh sumber bangunan atau
kegiatan puskesmas harus diolah melalui IPAL.
 Limbah cair seperti feses, urine, darah dibuang pada pembuangan
atau pojok limbah (spoel hoek).
 Pastikan terdapat penampungan limbah sementara yang terletak di
luar area pelayanan dengan ruangan tertutup.
 Jika pembuangan akhir limbah dilakukan bekerja sama dengan pihak
ketiga, pastikan pembuangannya sesuai peraturan perundang-
undangan.
4.1.5 Pengelolaan Peralatan Perawatan Pasien dan Alat Medis Lain
1. Pengertian
Pengelolaan peralatan perawatan pasien dan alat medis lain adalah proses
pengelolaan, dekontaminasi dan pengemasan berdasarkan kategori kritikal,
semi kritikal dan non kritikal.
2. Tujuan
Untuk mencegah peralatan cepat rusak, menjaga tetap dalam kondisi
terdekontaminasi sesuai kategorinya, menetapkan hasil akhir yang sudah
steril dan aman serta tersedianya peralatan perawatan pasien dan alat medis
lain dalam kondisi bersih dan steril saat dibutuhkan.
3. Jenis Peralatan Kesehatan
Jenis peralatan kesehatan berdasarkan penggunaan dan risiko infeksinya:
a) Peralatan kritikal adalah semua peralatan yang masuk pembuluh darah
atau jaringan lunak. Contohnya instrument bedah, periodontal scalier,
dll. Peralatan kritikal ini harus disterilisasi.
b) Peralatan semi kritikal adalah alat yang kontak dengan membrane
mukosa saat digunakan. Peralatan semi kritikal wajib dilakukan minimal
desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi. DTT dilakukan untuk
peralatan semi kritikal yang tidak tahan panas.
c) Peralatan non kritikal adalah peralatan yang saat digunakan hanya
menyentuh permukaan kulit (kulit utuh). Contohnya stetoskop,
tensimeter, thermometer, dll.
4. Tahapan Pengelolaan
a) Menggunakan APD

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 38


Petugas menggunakan APD sesuai kebutuhan pada saat melakukan
pengelolaan peralatan kesehatan.

b) Proses Pre-Cleaning
Semua peralatan atau alat medis yang telah digunakan, pertama kali
harus dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) yaitu merendam
seluruh permukaan peralatan kesehatan dengan menggunakan
enzymatic 0,8% atau detergent atau glutaraldehide 2% atau sesuai
instruksi pabrikan selama 10-15 menit untuk menghilangkan noda
darah atau cairan tubuh.
c) Pembersihan atau Pencucian
Proses ini terdiri dari mencuci dengan sabun atau detergen dan
airkemudian membilas dengan air bersih dan mengeringkannya.
d) Proses Pengemasan
Melakukan pengemasan dengan membungkus semua peralatan
dengan linen atau kertas khusus sebelum dilakukan sterilisasi, dengan
prinsip:
1) Prosedur pengemasan harus mencakup:
 Label nama alat,
 Tanggal pengemasan,
 Metode sterilisasi,
 Tipe dan ukuran alat yang disterilisasi,
 Penempatan alat dalam kemasan, dan
 Penempatan indicator kimia eksternal dan internal.
2) Pengemasan sterilisasi harus dapat menyerap dengan baik dan
menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya.
3) Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil saat akan
digunakan tanpa menyebabkan kontaminasi.
4) Harus dapat menjaga isinya tetap steril hingga kemasan dibuka dan
dilengkapi masa kadaluarsa.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 39


Gambar 20. Contoh Pengemasan Alat Kesehatan

e) Prosedur Sterilisasi pada Peralatan kritikal


Sterilisasi peralatan kritikal menggunakan autoclave atau sterilisator
kering adalah proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri,
virus, fungi, parasit) termasuk endospora dengan menggunakan uap
bertekanan tinggi, panas kering (oven).
prosesnya yaitu:
1) Jika menggunakan sterilisator pemanasan uap (steam sterilization
or autoclave)
 Pastikan peralatan kritikal sudah melalui proses pre-cleaning.
 Pastikan suhu uap maksimum yaitu sekitar 250 oF (121oC) dan
tekanan 15 Psi (pounds of square inch) dalam waktu 15-20
menit atau 273oF (134oC) dan tekanan 30 Psi (pounds of
square inch) dalam waktu 3-5 menit.
 Jika menggunakan autoclave membutuhkan waktu 30 menit
terhitung sejak suhu mencapai 121oC.
 Semua instrument dengan engsel dan kunci terbuka dan tidak
terkunci selama proses sterilisasi.
 Tulis tanggal sterilisasi dan tanggal kadaluarsa pada kemasan
setelah dilakukan sterilisasi.

Gambar 21. Sterilisator Uap Tekanan Tinggi

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 40


Gambar 22. Sterilisator Uap
2) Jika menggunakan sterilisator pemanasan kering (dry heat
sterilization)
 Pastikan peralatan kritikal sudah melalui proses pre-cleaning.
 Penggunaan sterilisasi: pada suhu 340 oF (170oC) dalam waktu
1 jam atau pada suhu 320oF (160oC) dalam waktu 2 jam.

Gambar 23. Sterilisator Panas Kering


f) Proses Desinfeksi pada Peralatan Semi Kritikal
Desinfeksi peralatan semi kritikal dilakukan dengan menggunakan DTT
(desinfeksi tingkat tinggi) adalah proses menghilangkan
mikroorganisme kecuali beberapa endospora bacterial dihilangkan
dengan merebus dan menguapkan atau dengan desinfektan kimiawi.
Prosedurnya yaitu:
 Proses DTT dengan cara perendaman dilakukan dengan
menggunakan cairan desinfektan (natrium hipoclorit 5,25%) atau
glutaraldehide 2% atau H2O2 6% selama 15-20 menit. Pastikan
seluruh permukaan terendam cairan tersebut.
 Proses DTT dengan cara perebusan dan pengukusan dilakukan
dalam waktu 20 menit terhitung sejak air mendidih. (uap air panas
100oC akan membunuh semua mikroorganisme dalam waktu 20
menit).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 41


Gambar 24. Peralatan DTT
g) Prosedur pada Peralatan Non Kritikal
Proses pencucian, desinfeksi dan pembersihan peralatan non kritikal
dengan cara:
 Pencucian dilakukan dengan detergen dan air mengalir kemudian
keringkan dengan cara digantung, misalnya manset thermometer.
 Pembersihan dengan alcohol swab 70% misalnya pada tensimeter,
thermometer, dll.
 Pembersihan dilakukan dengan kain bersih yang sudah disemprot
cairan klorin 0,05%, gosok dan lap semua permukaan yang
dibersihkan, misalnya permukaan meja, tempat tidur, dll.
Tabel 9. Jenis Peralatan dan Pengelolaannya
PROSEDUR PENGELOLAAN
Pre- Cleaning

Pembersihan

Pengemasan

Sterilisasi

NO JENIS PERALATAN
DTR
DTT

1 Peralatan Kritikal √ √ √ √

Contoh: instrument bedah


2 Peralatan semi kritikal √ √ √

Contoh: ambubag, masker resusitasi,


kaca mulut, dll
3 Peralatan Non Kritikal √ √

Contoh: stetoskop, Mesin ECG,


manset tensimeter, Nebulizer, dll

h) Penyimpanan instrument atau Peralatan Steril


Penyimpanan peralatan steril dengan benar sangat penting untuk
menjaga peralatan tetap steril. Oleh karena itu perlu ditulis tanggal
sterilisasi dan tanggal kadaluarsa pada bungkus alat steril sebelum
disimpan. Instrument atau peralatan steril dikemas dan disimpan di
lingkungan yang bersih.
Tabel 10. Lama Waktu Penyimpanan Peralatan Steril

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 42


JENIS DISIMPAN DALAM DILETAKKAN DI
PEMBUNGKUS RAK TERTUTUP TEMPAT TERBUKA
Dibungkus tunggal 1 minggu 2 hari
(1 lapis)
Dibungkus double 3 minggu 2 minggu
(2 lapis)

4.1.6 Pengelolaan Linen


1. Maksud
Dimaksudkan agar pengelolaan linen yang meliputi pengumpulan,
pengangkutan, pemilahan dan pencucian linen yang sesuai dengan prinsip
dan standar PPI.

2. Tujuan
Untuk mencegah infeksi silang bagi petugas dan pasien, menjaga
ketersediaan bahan linen dan mutu linen, mengelola SDM agar mampu
menyediakan linen sesuai kebutuhan dan harapan pengguna layanan
dengan memperhatikan proses pembiayaan dan meningkatkan kepuasan
pasien.
3. Manfaat
Pengelolaan linen yang baik dapat mencegah potensi penularan penyakit
pada pasien, petugas, pengguna linen lainnya serta pencemaran lingkungan.
4. Prinsip Pengelolaan Linen
a. Semua petugas yang terlibat dalam pengelolaan linen harus
menerapkan PPI.
b. Perlakuan linen disesuaikan dengan kategori kebersihan linen yaitu:
1) Linen bersih adalah linen yang sudah dilakukan pencucian dan siap
dipakai untuk pelayanan non steril.
2) Linen steril adalah linen yang sudah dilakukan sterilisasi.
3) Linen kotor adalah linen yang sudah digunakan oleh
petugas/pasien/ keluarga pasien.
4) Linen infeksius adalah linen yang terkontaminasi darah, cairan
tubuh, sekresi dan ekskresi pasien.
c. Linen dari ruang isolasi diperlakukan sebagai linen infeksius.
d. Pencucian linen bersih, kotor dan steril dilakukan secara terpisah.
5. Sarana Prasarana
a. Mesin cuci dan pengering.
b. Mesin setrika uap atau mesin flat ironer untuk menyetrika.
c. Kantong untuk membungkus linen kotor dan linen bersih.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 43
d. Kereta dorong untuk pengangkutan.
e. Tempat penyimpanan linen (lemari tertutup).
6. Prosedur Pengelolaan Linen
a. Petugas harus memakai APD sesuai kebutuhan untuk melindungi
kontaminasi dari paparan cairan atau percikan yang mengenai pakaian
dan tubuh petugas.
b. Jangan menarik dan meletakkan linen kotor di lantai, kumpulkan linen
kotor sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi lingkungan.
c. Pastikan troli yang digunakan mengangkut berbeda antara linen kotor
dan linen bersih, atau jika tidak memungkinkan lakukan desinfeksi troli
sebelum digunakan mengangkut linen bersih.
d. Pencucian linen kotor dan linen infeksius dilakukan terpisah.
Syarat pencucian linen kotor dan infeksius:
1) Tersedia air bersih dan mengalir
2) Jika tersedia air panas, lakukan pencucian dengan suhu 70 oC dalam
waktu 25 menit atau suhu 95 oC dalam waktu 10 menit dengan
detergen.
3) Jika tidak tersedia air panas, maka pencucian linen infeksius
dilakukan dengan detergen dan tambahkan cairan desinfektan
(pemutih) dengan pengenceran 1cc : 99cc dan waktu perendaman
10-15 menit untuk mencegah kerusakan struktur kain.
4) Proses pengeringan dengan mesin pengering atau jika manual
maka tempat jemuran harus beratap agar terhindar dari debu.
e. Pelipatan hasil cucian dilakukan di atas meja, jangan di lantai atau
permukaan yang terkontaminasi.
f. Linen bersih disimpan di lemari tertutup dan jangan dicampur dengan
penyimpanan peralatan lainnya.
g. Linen steril ditempatkan pada tempat penyimpanan khusus dengan
suhu 22-24oC dan kelembaban 40-60%, lantai terbuat dari bahan vinyl.
h. Pengangkutan linen bersih dan linen kotor harus terpisah.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 44


Gambar 25. Alur Pengelolaan Linen
4.1.7 Penyuntikan yang Aman
1. Pengertian
Penyuntikan yang aman adalah penyuntikan yang dilakukan sesuai prinsip
penyuntikan yang benar mulai dari persiapan, penyuntikan obat hingga
penanganan alat-alat bekas pakai, sehingga aman untuk pasien dan petugas
dari risiko cedera dan infeksi.
2. Tujuan
a. Mencegah cedera dan penyebaran infeksi pada pasien maupun
petugas kesehatan.
b. Mencegah atau meminimalkan angka kejadian infeksi (local atau
sistemik).
3. Prinsip Penyuntikan yang Aman
a. Penyuntikan yang aman dilaksanakan dengan prinsip satu spuite untuk
satu jenis obat dan satu prosedur penyuntikan.
b. Pastikan petugas dalam mempersiapkan penyuntikan menggunakan
teknik aseptic, dengan menyiapkan:
1) Troli tindakan berisi cairan hand rubs, safety box, bak instrument
bersih, bengkok penampung limbah sementara, box berisi gunting,
plester, tourniquet, trnasparan dressing atau kassa steril dan alcohol
swab.
2) Nampan untuk menempatkan bak instrument yang berisi obat yang
akan disuntikkan, kassa steril dan alcohol swab, plester dan gunting
yang ditempatkan pada bengkok bersih.
3) Tidak menggunakan spuite yang sama untuk pasien yang berbeda
walau jarum suntiknya diganti.
4) Alat suntik yang digunakan harus satu spuite untuk 1 pasien dan 1
prosedur penyuntikan.
5) Segera buang spuite dan jarum suntik ke dalam safety box setelah
melakukan penyuntikan.
6) Gunakan cairan pelarut atau flushing hanya untuk 1 kali pemakaian.
7) Tidak memberikan obat single dose kepada lebih dari 1 pasien atau
mencampur obat-oabt sisa dari ampul atau vial untuk pemberian
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 45
berikutnya.
8) Jangan menyimpan obat multi dose di ruang perawatan pasien.
Simpan sesuai rekomendasi pabrikan dan buanglah jika sterilitas
meragukan.
9) Gunakan sarung tangan bersih, 1 sarung tangan untuk 1 pasien.
4. Sarana
a. Troli tindakan berisi cairan hand rubs, safety box, bak instrument
bersih, bengkok penampung limbah sementara, box berisi gunting,
plester, tourniquet, transparan dressing atau kassa steril dan alcohol
swab.
b. Nampan untuk menempatkan bak instrument yang berisi obat yang
akan disuntikkan, kassa steril dan alcohol swab, plester dan gunting
yang ditempatkan pada bengkok bersih

Gambar 26. Trolly Instrumen dan Bak Alat Suntik


4.1.8 Kebersihan Pernafasan atau Etika Batuk
1. Pengertian
Kebersihan pernafasan atau etika batuk adalah tata cara batuk atau bersin
yang baik dan benar sehingga bakteri tidak menyebar ke udara, tidak
mengkontaminasi barang atau benda di sekitarnya agar tidak menular ke
orang lain.
2. Tujuan
Untuk mencagah penyebaran bakteri atau virus secara luas melalui transmisi
airborne atau droplet agar keamanan dan kenyamanan orang lain tidak
terganggu.
3. Prosedur Kebersihan Pernafasan/Etika Batuk
a. Pastikan dan ajarkan petugas, pasien dan pengunjung melakukan
kebersihan pernafasan/etika batuk apabila mengalami gangguan
pernafasan, batuk, bersin atau flu.
b. Lakukan kebersihan pernafasan/ etika batuk apabila flu atau batuk,

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 46


gunakan masker bedah dengan baik dan benar agar orang lain tidak
tertular.
c. Tidak menggantung masker bekas atau memasang masker di leher
bisa menyebar kembali virus dan bakteri saat digunakan kembali.
d. Bila tidak tersedia masker maka gunakan metode lain untuk mencegah
penularan sumber pathogen saat batuk atau bersin misalnya sapu
tangan, tissue, atau bagian atas lengan.
e. Lakukan prosedur etika batuk sesuai gambar berikut:

Gambar 27. Etika Batuk


4.1.9 Penempatan Pasien
1. Pengertian
Penempatan pasien adalah menempatkan pasien pada tempat yang telah
ditentukan atau mengatur jarak pasien berdasarkan kewaspadaan transmisi
(kontak, udara, droplet) untuk memudahkan pelayanan dengan
mempertimbangkan aspek keamanan serta keselamatan pasien maupun
petugas kesehatan.
2. Tujuan
Untuk mencegah infeksi silang antara pasien, petugas dan pengunjung
akibat penempatan pasien yang tidak sesuai prinsip PPI.
3. Prinsip Penempatan Pasien
a. Kamar terpisah bila dikhawatirkan terjadi kontaminasi pada lingkungan
yang luas (misalnya pasien luka bakar yang keluar cairan, diare,
perdarahan, dll).
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup pada kondisi yang diwaspadai
terjadi transmisi melalui udara atau kontak, misalnya pasien Covid-19,

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 47


dll.
c. Kamar terpisah atau kohorting dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust fan ke area tidak ada orang lalu lalang, misalnya pasien TBC.
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airborne meluas, misalnya pasien varicella, dll.
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan,
misalnya pasien dengan gangguan jiwa, dll.
f. Bila pasien infeksi dicampur non infeksi maka petugas, pasien dan
pengunjung harus menerapkan kewaspadaan standard dan transmisi.
4. Penempatan Pasien di Triase dan Ruang Pemeriksaan
a. Penempatan pasien di ruang triase dengan jarak 1 meter antara pasien
1 dengan pasien lainnya.
b. Ruang pemeriksaan yang digunakan harus memiliki ventilasi yang baik
dengan sirkulasi udara minimal 12 ACH (pertukaran udara per jam).
5. Prosedur Penempatan Pasien (Termasuk Kasus Covid 19)
a. Pastikan pasien infeksius ditempatkan terpisah dari pasien non
infeksius.
b. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit
pasien berdasarkan kontak, airborne, droplet sebaiknya di ruangan
tersendiri.
c. Bila tidak tersedia ruangan tersendiri maka tempatkan pasien
berdasarkan jenis infeksinya dengan memakai kohorting.
d. Semua ruangan terkait kohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis trnasmisinya.
e. Pasien yang ditugaskan di ruang isolasi atau kohort tidak boleh
memberi pelayanan di ruangan lain.
f. Jumlah orang yang memasuki ruang isolasi atau kohorting juga harus
dibatasi seminimal mungkin.
g. Pasien yang tidak bisa menjaga kebersihan harus ditempatkan pada
ruangan terpisah.
h. Batasi mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui
udara.
i. Pasien HIV tidak boleh dirawat dalam 1 ruangan dengan pasien TB,
namun pasien TB-HIV boleh di rawat dalam 1 ruangan dengan pasien
TB.
j. Pastikan peralatan yang digunakan kembali dilakukan desinfeksi
sebelum digunakan untuk pasien lain.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 48


k. Lakukan pembersihan berkala dan desinfeksi sesuai kewaspadaan
standar melalui pengelolaan lingkungan tempat umum.

4.1.10 Perlindungan Kesehatan Petugas


1. Maksud
Perlindungan kesehatan petugas dimaksudkan agar tercipta tatanan kerja di
puskesmas yang mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan
petugas kesehatan termasuk risiko pajanan penyakit infeksi.
2. Tujuan
Untuk kesehatan dan keselamatan petugas, baik tenaga medis, tenaga
paramedias maupun tenaga penunjang medis sebagai orang yang berisiko
terpapar penyakit infeksi karena berhadapan langsung dengan pasien
penyakit menular setiap saat atau akibat terpapar di lingkungan puskesmas.
3. Prosedur Perlindungan Petugas
a. Petugas kesehatan harus memakai APD sesuai indikasi jika
memberikan pelayanan yang berisiko terjadi paparan darah, cairan
tubuh, bahan infeksius dan bahan berbahaya lainnya.
b. Petugas kesehatan harus memperhatikan:
1) Segera lakukan kebersihan tangan saat tiba di tempat kerja.
2) Gunakan baju kerja yang berbeda dengan baju yang dipakai dari
rumah.
3) Tidak mengenakan perhiasan di tangan (seperti cincin, gelang, jam
tangan, kuku pasangan, dll) dan kuku tidak panjang.
c. Lakukan pemeriksaan berkala terhadap petugas kesehatan terutama
pada area risiko tinggi terpapar penyakit infeksi.
d. Tersedia kebijakan penatalaksanaan akibat tusukan jarum/benda tajam
bekas pasien yaitu:
1) Proses pemeriksaan, alur penanganan pasca pajanan dan
pemberian imunisasi.
2) Tersedia obat terkait penanganan pasca pajanan dan tim kesehatan
yang ditunjuk menangani kasus pajanan.
3) Mekanisme pelaporan kejadian.
4) System pendokumentasian kejadian pasca pajanan.
e. Prinsip penanganan pasca pajanan
1) Bertindak tenang dan jangan panic.
2) Pembersihan area terpapar:
 Pembersihan area luka dengan air mengalir, lalu cuci dengan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 49


sabun dan air mengalir.
 Percikan yang mengenai mulut, segera ludahkan dan kumur-
kumur berulang kali dengan air bersih.
 Percikan yang mengenai mata, segera lakukan pencucian mata
dengan air mengalir dan posisi kepala miring pada mata sisi
yang terpapar.
 Percikan mengenai hidung, segera hembuskan keluar dan cuci
hidung dengan air mengalir.
3) Laporkan pada atasan langsung untuk tindak lanjut sesuai
ketentuan yang berlaku.
f. Tersedia skema system pembiayaan bagi petugas yang memerlukan
perawatan pasca pajanan.
4. Tatalaksana Pasca Pajanan
a. Jika tertusuk benda tajam bekas pakai:
1) Jangan panic.
2) Cuci di bawah air mengalir, biarkan darah keluar sebanyak mungkin,
lalu cuci dengan sabun dan air mengalir, lalu obati luka.
3) Lapor atasan langsung untuk segera membuat laporan ke PJ PPI
sebagai bahan upaya pencegahan dan pengobatan di puskesmas.
4) Dilakukan penelusuran jarum bekas pakai pasien dengan tujuan
memastikan apakah benar jarum bekas pakai pasien dan apakah
pasien terpapar HIV, Hepatitis, dll.
5) Jika pasien negative maka kasus tidak dilanjutkan, dan petugas hanya
diberikan konseling kesehatan.
6) Jika pasien positif maka pastikan status petugas adalah tidak terpapar
dari HIV, Hepatitis, dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Jika
negative maka petugas diberi konseling kesehatan dan diimunisasi.
7) Setelah diberikan imunisasi, kepada petugas dilakukan pengawasan
3,6,12 bulan atau sesuai standar yang ditetapkan.
b. Jika terpajan cairan tubuh pasien:
1) Cuci dengan air mengalir sebanyak-banyaknya.
2) Jika ada luka pada area percikan maka lakukan prosedur tertusuk
benda tajam.
5. Alur Pasca Pajanan
Gambar berikut adalah alur penanganan pasca pajanan tertusuk jarum yang
terkontaminasi dan terpajan cairan tubuh pasien untuk tindak lanjut
pemberian profilaksis pasca pajanan (PPP).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 50


ALUR PENANGANAN PASCA PAJANAN

Tertusuk jarum Terpapar cairan tubuh


terkontaminasi pasien

Cuci dengan sabun Lapor ke atasan Pada kulit: cuci dengan


dan air mengalir langsung sabun dan air mengalir

Pada mukosa: cuci


Buat Laporan ke PJ dengan air mengalir
PPI

Terapi dan periksa


laboratorium

HbsAg, Anti HCV HIV pasien (+)


pasien (-) intervensi dokter

Follow Up

Ulang 3,6,9,12 bulan

Gambar 28. Alur Penanganan Pasca Pajanan

4.2 Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi


Kewaspadaan Transmisi merupakan lapis kedua dari kewaspadaan
isolasi, yaitu tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan saat
memberikan pelayanan kesehatan, baik pada kasus yang belum maupun sudah
terdeteksi penyakit infeksinya.
Kewaspadaan ini diterapkan untuk mencegah dan memutus rantai
penularan penyakit lewat kontak, droplet, udara, vehikulum dan vector (serangga

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 51


dan binatang pengerat). Namun yang dibahas focus pada transmisi melalui
kontak, droplet dan udara.
4.2.1 Kewaspadaan Transmisi Kontak
1. Pengertian
Kewaspadaan transmisi kontak adalah tindakan kewaspadaan yang
dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan melalui kontak
langsung (menyentuh kulit, lesi, sekresi atau cairan tubuh yang terinfeksi)
maupun tidak langsung (melalui tangan petugas atau orang lain saat
menyentuh peralatan, air, makanan atau sarana lain).
Penyakit yang ditularkan melalui kontak antara lain HIV/AIDs, Hepatitis,
Scabier, dll.
2. Tujuan
Untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab penyakit
infeksi yang terjadi melalui kontak.
3. Prinsip Kewaspadaan Transmisi Kontak
a. Pastikan Semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar
yang telah ditetapkan.
b. Jangan menyentuh sesuatu secara langsung tanpa memperhatikan
jenis pajanan dan indikasi penggunaan APD.
c. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontak langsung/tidak
langsung maka tempatkan pasien sesuai kategori penyakitnya (system
kohorting).
d. Jika tidak memungkinkan adanya ruang isolasi, maka tempatkan
beberapa pasien dengan infeksi yang sama dalam satu ruangan
dengan jarak minimal 1 meter antar tempat tidur.
e. Batasi jumlah orang dalam kamar pasien.
f. Hindari kontaminasi penggunaan alat, satu alat untuk satu pasien dan
lakukan desinfeksi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pasien
lainnya.
g. Segera lakukan pembersihan setiap menemukan sumber penularan
(alat bekas pakai, makanan, minuman, darah, sekresi, cairan tubuh,
kotoran, dll.
h. Peralatan perawatan pasien harus dijaga tetap kering dan bersih serta
lakukan dekontaminasi sebelum digunakan untuk pasien lain.
i. Jika terjadi wabah, perhatikan petunjuk, aturan, pedoman atau
ketetapan terkait wabah yang dikeluarkan oleh pemerintah.
4. Prosedur PPI pada Transmisi Kontak

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 52


a. Lakukan prosedur kebersihan tangan dan 5 moment kebersihan
tangan.
b. Mintalah pasien atau pengguna layanan untuk melakukan kebersihan
tangan sebelum mendapatkan pelayanan.
c. Kenakan celemek plastic sekali pakai setiap akan melakukan
perawatan pasien. Lepaskan tanpa menyentuh bagian yang
terkontaminasi. Buanglah limbah infeksius sesuai prosedur PPI.
d. Kenakan sarung tangan sekali pakai setiap akan melakukan perawatan
pasien. Lepaskan tanpa menyentuh bagian yang terkontaminasi.
Buanglah limbah infeksius sesuai prosedur PPI.
4.2.2 KewaspadaanTransmisi Dropplet
1. Pengertian
Kewaspadaan transmisi droplet adalah tindakan kewaspadaan yang
dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan melalui droplet
(sekresi yang dikeluarkan melalui saluran pernafasan) selama batuk, bersin
atau berbicara.
Karena sifatnya droplet, maka biasanya tidak akan terpercik jauh, tidak
melayang di udara namun akan jatuh pada permukaan benda.
Penyakit infeksi yang ditularkan melalui droplet antara lain influenza, ISPA,
SARS, Covid-19, Pertusis, dll.
2. Tujuan
Untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab penyakit
infeksi yang terjadi melalui transmisi droplet.
3. Prinsip Kewaspadaan Transmisi Droplet
a. Pastikan Semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar
yang telah ditetapkan.
b. Lakukan kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir atau
dengan desinfektan berbasis alcohol, saat sebelum dan sesuah kontak
dengan pasien atau lingkungan pasien.
c. Gunakan masker jika ada gangguan saluran pernafasan.
d. Tempatkan pasien dengan penularan melalui droplet dalam ruangan
tersendiri atau kohorting dengan jarak 1 meter antar tempat tidur dan
pintu ruangan selalu tertutup.
e. Pasien, pengunjung dan keluarga harus diajarkan kebersihan tangan
dan kebersihan pernafasan atau etika batuk.
f. Gunakan APD sesuai jenis paparan dan indikasi:
 Masker bedah dan lakukan fit test untuk memastikan masker tidak

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 53


bocor dan tertutup rapat.
 Saat melepas jangan menyentuh area terkontaminasi saat keluar
ruang perawatan/pelayanan, buang limbah infeksius sesuai
prosedur dan segera lakukan kebersihan tangan dengan sabun dan
air mengalir.
 Pertimbangkan penggunaan masker N95 pada tindakan yang
menghasilkan aerosol seperti pasien ISPA, pasien intubasi,
nebulizer, dll.
4.2.3 KewaspadaanTransmisi Udara (airborne)
1. Pengertian
Kewaspadaan transmisi airborne adalah tindakan kewaspadaan yang
dirancang untuk mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan melalui airborne
dengan menghirup atau mengeluarkan mikroorganisme dari saluran
pernafasan.
Partikel berukuran < 5µm dikeluarkan melalui saluran pernafasan dan tetap
dapat melayang di udara untuk beberapa lama. Sumber penularan juga
berasal dari tindakan yang menghasilkan aerosol, penghisapan cairan,
induksi dahak dan endoskopi.
Penyakit infeksi yang ditularkan melalui airborne antara lain TBC, avian
influenza, Covid-19, SARS, varicella, campak, dll.
2. Tujuan
Untuk memutus penularan infeksi akibat mikroorganisme sebagai partikel
yang beredar di udara, dapat bertahan lebih lama, serta dapat melayang
keluar area dengan jarak lebih jauh yang memungkinkan terhirup atau
mencemari jaringan dan selaput lendir bagi yag terpapar.
3. Prinsip Kewaspadaan Transmisi Airborne
a. Lakukan kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir atau
dengan desinfektan berbasis alcohol, saat sebelum dan sesuah kontak
dengan pasien atau lingkungan pasien.
b. Gunakan APD sesuai indikasi:
 Masker N95 dan lakukan fit test untuk memastikan masker tidak
bocor dan tertutup rapat.
 Saat melepas jangan menyentuh area terkontaminasi saat keluar
ruang perawatan/pelayanan, buang limbah infeksius sesuai
prosedur dan segera lakukan kebersihan tangan dengan sabun dan
air mengalir.
 Gunakan face shield (pelindung wajah) atau google sesuai jenis

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 54


risiko paparan airborne.
 Gunakan gaun jika ada risiko paparan pada kontaminasi pada
pakaian petugas.
 Gunakan sarung tangan jika aka nada kontaminasi pada tangan.
c. Gunakan ruangan isolasi dengan ventilasi tekanan negative, jika tidak
memungkinkan gunakan ventilasi mekanik atau ventilasi alami dengan
pintu selalu tertutup.
d. Lakukan edukasi kepada pendamping/keluarga untuk menjaga
kebersihan tangan dan kewaspadaan standar guna mencegah
penyebaran infeksi diantara mereka dan kepada pasien lain.
e. Upaya pencegahan infeksi saat pemulangan pasien:
 Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas
waktu penularan.
 Bila pasien dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir maka
pasien harus melakukan isolasi mandiri di rumah sampai batas
waktu penularan berakhir.
 Cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian
infeksi, serta perlindungan diri.
f. Pembersihan dan disinfeksi ruangan sesuai prosedur dilakukan setelah
pemulangan pasien.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 55


BAB V
PPI DENGAN PENERAPAN BUNDLES HAIS DAN
PPI PADA PENGGUNAAN PERALATAN KESEHATAN

5.1 Penerapan Bundles HAIs


Bundles merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti shahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila dilakukan
secara kolektif dan konsisten.
Menurut Camporota, 2011 dan peneliatian sejenis, penerapan bundles
dapat menurunkan angka HAIs, kematian, biaya perawatan dan lama hari rawat
jika dilakukan dengan konsisten. Penerapan bundles ini harus didukung oleh
kompetensi petugas pelayanan kesehatan baik pengetahuan, sikap dan
keterampilannya (Sadli, 2017).
Pada penduan ini hanya membahas 3 bundles yaitu bundles ISK (Infeksi
saluran kemih)/ CAUTI (Catheter Urinary Tract Infection), PLABSI (Peripheral
Line Associated Blood Stream Infection) dan IDO (Infeksi Daerah Operasi).
5.1.1 Bundles ISK/CAUTI
1. Pengertian
Praktik berbasis bukti shahih yang menghasilkan perbaikan keluaran proses
pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten pada
tindakan insersi, pemeliharaan kateter urine menetap (indwelling catheter).
2. Tujuan
Untuk mencegah atau mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih
atau komplikasi lain pada pasien yang terpasang kateter urine menetap
(indwelling catheter).
3. Penerapan Bundles ISK
a. Bundles insersi
1) Kaji kebutuhan:
 Pemasangan kateter dilakukan hanya jika diperlukan misalnya
pada kasus retensio urine, obstruksi saluran kemih, kandung

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 56


kemih neurogenik, pasca bedah urologi, untuk memonitor
produksi urine secara ketat.
2) Pemasangan oleh petugas terlatih dengan mempertimbangkan:
 Ukuran kateter sekecil mungkin dengan aliran adekuat untuk
menghindari trauma uretra.
 Kembangkan balon dengan air sesuai rekomendasi pabrikan.
 Setelah terpasang harus difiksasi.

3) Kebersihan tangan harus dilakukan saat:


 Sebelum mempersiapkan peralatan.
 Sebelum memakai sarung tangan saat insersi.
 Setelah melepas sarung tangan setelah insersi.
 Setelah membereskan seluruh peralatan.
4) Teknik steril:
 Gunakan teknik aseptic saat pemasangan kateter (sarung
tangan steril dan peralatan steril sekali pakai).
 Gunakan jelly pelican anestetik steril “single use”.
b. Bundles pemeliharaan
1) Kebersihan tangan:
 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
memanipulasi kateter urine dan perangkatnya.
2) Perawatan kateter:
 “Catheter meatal junction” harus dibersihkan setiap hari dengan
sabun dan air bersih, tidak perlu dibalut.
 Jangan gunakan antibiotika/antiseptic topical (untuk mencegah
kolonisasi).
 Pertahankan system aliran urine tetap lancar, steril dan
tertutup.
 Hubungan kateter dan pipa drainase tidak boleh dibuka kecuali
ada indikasi.
 Tidak dianjurkan melakukan irigasi buli-buli kecuali ada
sumbatan darah, misalnya pasca operasi TUR.
3) Pemeliharaan kateter:
 Kantong urine harus dikosongkan secara teratur tiap 8 jam atau
jika sudah penuh.
 Pakailah sarung tangan bersih jika memanipulasi kateter atau
melakukan pengosongan urine bag.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 57


 Urine bag harus lebih rendah dari kandung kemih dan tidak
boleh diletakkan di lantai atau dekat roda tempat tidur.
 Bersihkan daerah genital dan keteter menggunakan sabun lalu
bilas dengan air mengalir.
 Jangan gunakan antibiotika/antiseptic topical (untuk mencegah
resistensi antibiotika) dan tidak boleh dibalut (untuk mencegah
kolonisasi).
 Penggantian kateter jika terjadi infeksi, tidak ada jadwal rutin
penggantian keteter.
 Fiksasi kateter untuk mencegah gerakan dan trauma pada
meatus uretra.
 Periksa selang urine sesering mungkin, jangan sampai terlipat
(kingking) dan jaga system drainase agar tidak tertutup.
 Gunakan teknik aseptic untuk mendapatkan specimen jika
diperlukan pemeriksaan mikrobiologi.
4) Pelepasan kateter:
 Kaji kebutuhan kateter setiap hari.
 Segera lepas jika sudah tidak dibutuhkan.
5.1.2 Bundles Peripheral Line Associated Blood Stream Infection (PLABSI)
1. Pengertian
Praktik berbasis bukti shahih yang menghasilkan perbaikan keluaran proses
pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten pada
tindakan insersi, pemeliharaan/maintenance pada pemasangan alat
peripheral intravenous line (infuse pembuluh darah vena perifer).
2. Tujuan
Untuk mencegah atau mengurangi risiko terjadinya infeksi aliran darah pada
pasien yang terpasang peripheral intravenous line dan risiko infeksi lainnya
seperti flebitis, emboli, dll
3. Penerapan Bundles PLABSI
a. Bundles insersi
1) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah insersi,
perawatan dan melepas kateter intravena perifer.
2) Gunakan sarung tangan bersih saat melakukan pemasangan dan
perawatan infus serta hindari kontaminasi dengan lingkungan.
3) Gunakan trolly tindakan sebagai tempat peralatan yang akan
digunakan dan bak instrument bersih yang telah diberi alcohol 70%
swab untuk menempatkan peralatan steril.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 58


4) Pemilihan lokasi insersi dilakukan dengan mempertimbangkanrisiko
paling rendah akibat dari pemasangan kateter intravena.
5) Sebelum melakukan insersi pada area pemasangan kateter
intravena, lakukan desinfeksi permukaan kulit dengan alcohol swab
70% dan tunggulah sampai mongering. Jika terdapat darah maka
bersihkan pula dengan swab alcohol 70%.
6) Lakukan penutupan area insersi dengan kassa steril atau dressing
steril jika memungkinkan.
7) Tidak melakukan penusukan pada bagian plastic kolf infuse untuk
memasukkan obat.
8) Perangkat infuse harus digantung pada tempat yang aman dan
bersih.
9) Pastikan perangkat infuse (administrasi set) dalam kondisi tertutup
dan diberi label tanggal pemasangan.
b. Bundles maintenance
1) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah melakukan
perawatan atau manipulasi kateter intravena perifer.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Setiap akan membuka dan menutup sambungan infuse (hub) maka
lakukan desinfeksi dengan alcohol 70%.
4) Perhatikan penggunaan selang kateter yang elastic sehingga tidak
mudah terlipat dan rusak (kingking).
5) Gunakan balutan steril dengan pemasangan yang aman dan
nyaman bagi pasien.
6) Pastikan konektor dengan system tertutup.
7) Pastikan perangkat infuse (administrasi set) dalam kondisi tertutup
dan diberi label tanggal pemasangan.
8) Kaji kebutuhan pemasangan kateter intravena perifer setiap hari.
4. Dampak Lain akibat Pemasangan Peripheral Intravenous Line: Flebitis
a. Flebitis yaitu peradangan pada tunika intima vena yang terjadi akibat
komplikasi pemberian terapi infuse, yang ditandai kemerahan dan rasa
seperti terbakar, bengkak, sakit bila ditekan, ulkus sampai eksudat
purulent atau mengeluarkan cairan bila ditekan, peningkatan suhu pada
daerah insersi kanula dan penurunan kecepatan tetesan cairan.
b. Pencegahan flebitis kimia
1) Pastikan pengenceran maksimal pada pemberian obat injeksi.
2) Pastikan larutan obat yang diberikan dapat melalui infuse.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 59


c. Pencegahan flebitis mekanik
1) Pastikan teknik insersi kanula secara benar.
2) Lakukan pemilihan lokasi secara benar, hindari area fleksi atau
lipatan atau ekstremitas dengan gerakan maksimal atau persendian.
3) Lakukan pemilihan kanula yang tepat, gunakan kanula paling
pendek dengan diameter paling kecil disesuaikan dengan area
pembuluh darah yang diinsersi.
4) Lakukan fiksasi kanula untuk menahan stabilitas yang adekuat.
d. Pencegahan flebitis bakteri
1) Lakukan kebersihan tangan setiap prosedur atau manipulasi area
atau kanula infuse.
2) Gunakan APD sesuai indikasi.
3) Observasi rutin dan melakukan teknik aseptic.
4) Lakukan perawatan rutin pada area infuse, balutan kateter.
5) Ganti system infuse sesuai standard an selalu beri label tanggal
pemasangan dan penggantian balutan.
Tabel 11. Phlebitis Scale Scoring
GAMBARAN TANDA SCORE TINDAKAN
Area insersi tampak 0 Tidak ada
sehat flebitis:
observasi rutin
kanula

Salah satu tanda 1 Mungkin tanda


berikut jelas, dini flebitis:
1. Nyeri area insersi observasi rutin
2. Eritema pada area kanula
insersi

Dua tanda berikut jelas, 2 Stadium dini


1. Nyeri flebitis: ganti
2. Eritema area insersi
3. Bengkak kanula

Semua tanda berikut 3 Stadium


jelas, moderate
1. Nyeri flebitis: ganti
2. Eritema kanula dan
3. Indurasi terapi/perawatan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 60


GAMBARAN TANDA SCORE TINDAKAN
Semua tanda berikut 4 Stadium lanjut
jelas, flebitis atau
1. Nyeri tromboflebitis:
2. Eritema ganti kanula dan
3. Indurasi terapi/perawatan
4. Venous cord teraba

Semua tanda berikut 5 Stadium lanjut


jelas, tromboflebitis:
1. Nyeri ganti kanula dan
2. Eritema terapi/perawatan
3. Indurasi
4. Venous cord teraba
5. Demam

5.1.3 Bundles IDO (Infeksi Daerah Operasi)


1. Pengertian
Praktik berbasis bukti shahih yang menghasilkan perbaikan keluaran proses
pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan konsisten pada
penatalaksanaan operasi bedah minor atau superficial incision surgical site
infection (pre, intra, pasca operasi) sesuai prinsip PPI.
2. Tujuan
Untuk mencegah terjadinya infeksi daerah operasi pada tindakan superficial
incision surgical site infection (pre, intra, pasca operasi).
3. Penerapan Bundles IDO pada superficial incision surgical site infection
a. Langkah pencegahan pre operasi
1) Pasien yang akan menjalani operasi disarankan untuk mandi atau
menjaga personal hygiene sebelum tindakan operasi.
2) Pastikan ruang tindakan operasi bersih, tertata baik, sirkulasi baik.
3) Pencukuran rambut harus dihindari kecuali jika rambut mengganggu
prosedur operasi.
4) Petugas tidak menggunakan asessoris di tangan.
5) Lakukan kebersihan tangan sebelum melakukan tindakan operasi.
b. Langkah pencegahan intra operasi
1) Antiseptic permukaan kulit dengan alcohol 70% atau iodine tincture
2% atau chlorhexidine 2-4% untuk memperpanjang aktifitas
bakterisidal.
2) Pertahankan ruang tindakan: udara bersih dengan sirkulasi udara
12x/jam, temperature 19-24oC dengan kelembaban 40-60% dan
bersihkan setiap selesai tindakan secara periodic.
3) Pertahankan suhu tubuh pasien pada kondisi normotermia
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 61
perioperasi dengan menggunakan penghangat jika diperlukan.
4) Hindari penggunaan antimikroba untuk menirigasi luka insisi
sebelum penutupan.
5) Jangan membubuhkan antimikroba ke daerah sayatan
pembedahan.
6) Gunakan APD sesuai indikasi dan risiko pajanan.
7) Peralatan dipergunakan sesuai dengan criteria alat kritikal, semi
kritikal, non kritikal.
c. Langkah pencegahan pasca operasi
1) Lakukan teknik aseptic pada saat melakukan pemasangan dressing
dan penatalaksanaan luka.
2) Tidak menggunakan antimikroba topical untuk perawatan luka.
3) Melepaskan dressing (penutup luka) lebih awal (<48 jam) untuk
mempercepat oksigenasi untuk penyembuhan luka.
4) Pilih dressing berdasarkan kebutuhan pasien dan jenis luka,
misalnya tingkat eksudat, kedalaman luka, kebutuhan akan
kenyamanan, efikasi antimikroba, pengendalian bau dan
kemudahan melepas.
5.2 PPI pada Penggunaan Peralatan Kesehatan Lainnya
5.2.1 PPI pada Pemberian Alat Bantu Pernafasan (Oksigen Nasal)
1. Pengertian
PPI pada penggunaan peralatan alat bantu pernafasan (oksigen nasal)
kepada pasien adalah meningkatkan kualitas pemberian alat bantu
pernafasan (oksigen nasal) melalui upaya PPI, melindungi SDM dan
masyarakat dari risiko kejadian infeksi serta mencegah kejadian infeksi
saluran pernafasan.
2. Tujuan
Untuk mencegah terjadinya infeksi silang akibat penggunaan alat bantu
pernafasan (oksigen nasal) yang tidak sesuai standar PPI.
3. Sarana dan Persiapan
a. Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier dalam
kondisi bersih dan terisi oksigen.
b. Siapkan nasal kateter, kanula atau masker oksigen sekali pakai.
c. Pelumas/ jelly sekali pakai.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 62


Gambar 29. Tabung Oksigen dan Nasal Kanul
4. Prosedur PPI pada Terapi Oksigen Nasal
a. Lakukan kebersihan tangan sebelum mempersiapkan peralatan dan
melaksanakan prosedur pemberian oksigen nasal.
b. Pastikan satu selang hanya untuk satu pasien, flowmeter dan humidifier
harus dalam kondisi bersih dan kosong.
c. Hidupkan tabung oksigen dan atur posisi semifowler atau sesuai
kondisi pasien, berikan oksigen melalui kanula atau masker dengan
aliran oksigen sesuai kebutuhan, hindari risiko iritasi pada selaput
mukosa hidung.
d. Pastikan selang oksigen tidak terkontaminasi dengan lingkungan atau
benda infeksius sebelum dipakai oleh pasien.
e. Selang oksigen atau oksigen mask yang tidak terpakai, dan jika akan
digunakan lagi maka harus didesinfeksi, lalu keringkan, bungkus dan
simpan di tempat yang bersih dan kering.
f. Selang oksigen sebagai alat semi kritikal, dapat dilakukan
dekontaminasi sesuai prosedur jika akan digunakan kembali.
g. Selang oksigen yang sudah tidak terpakai maka dibuang sebagai
limbah infeksius (sebaiknya dirusak dahulu sebelum dibuang).
h. Pastikan selang oksigen yang tidak digunakan jangan digantung pada
flowmeter.
i. Pastikan tabung humidifier segera dibersihkan setelah dipakai pasien,
dan selalu bersih dan kosong sebelum digunakan untuk pasien lain.
5.2.2 PPI pada Pemberian Terapi Inhalasi (Nebulizer)
1. Pengertian
PPI pada penggunaan peralatan alat nebulizer adalah meningkatkan kualitas
pemberian terapi nebulizi yang diberikan kepada pasien melalui upaya PPI,
melindungi SDM dan masyarakat dari risiko kejadian infeksi serta mencegah
kejadian infeksi saluran pernafasan.
2. Tujuan
Untuk mencegah terjadinya infeksi silang akibat penggunaan nebulizer yang
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 63
tidak sesuai standar PPI.
3. Peralatan
Peralatan terdiri dari generator aerosol, alat bantu inhalasi (kanula, masker,
mouthpiece), cup (tempat obat cair) dan obat-obatan serta cairan pengencer
obat.

Gambar 30. Peralatan Nebulizer


4. PPI pada Pemberian Terapi Nebulizer
a. Pastikan alat nebulizer dalam kondisi siap pakai dan bersih.
b. Lakukan tes kelayakan penggunaan.
c. Lakukan kebersihan tangan sebelum menyentuh peralatan dan pasien,
petugas memakai masker jika diperlukan.
d. Penggunaan alat:
 Selang oksigen, masker dan alat nebulizer adalah alat sekali pakai,
namun jika tidak memungkinkan maka dapat digunakan oleh pasien
lain dengan melakukan dekontaminasi terbeih dahulu melakukan
perendaman detergen selama 10-15 menit. Lalu keringkan dan
bungkus dengan plastic, simpan di tempat kering dan tertutup.
 Peralatan yang sudah dibersihkan disimpan di tempat kering dan
bersih.
e. Penggunaan cairan dan obat yang dicampurkan dalam cairan nebulizer
idealnya adalah sekali pakai. Jangan menyimpan sisa obat dan sisa
cairan kecuali direkomendasikan pabrikan.
f. Semua limbah yang dihasilkan setelah pemakaian dianggap sebagai
limbah infeksius.
5.2.3 PPI pada Perawatan Luka
1. Pengertian
PPI pada perawatan luka adalah meningkatkan kualitas perawatan luka
pasien melalui upaya PPI, melindungi SDM dan masyarakat dari risiko
kejadian infeksi serta mencegah dan menurunkan angka kejadian infeksi
pada luka.
2. Tujuan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 64


Untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder atau infeksi silang akibat
pengelolaan luka yang tidak sesuai standar PPI.
3. Prinsip Perawatan Luka
a. Jangan menutup luka yang terinfeksi (luka yang terkontaminasi dan
luka bersih yang berumur lebih dari 6 jam).
b. Lakukan perawatan luka terkontaminasi, kemudian tutup luka hingga 48
jam, kecuali ada indikasi.
c. Tindakan pencegahan infeksi pada luka:
 Biarkan terjadi oksigenasi, pulihkan sirkulasi udara sesegera
mungkin pasca cedera pada luka.
 Jangan gunakan tourniquet.
 Tidak menutup luka yang lebih dari 24 jam.
 Luka tembus ke dalam jaringan (vulnus pungtum), harus disayat
dan dilebarkan untuk mencegah koloni bakteri anaerob.
 Lakukan pembersihan luka dan debribemen sesegera mungkin
(dalam waktu 8 jam).
 Patuhi prinsip kewaspadaan transmisi untuk menghindari penularan
infeksi.
 Berikan antibiotika profilaksis pada korban dengan luka yang dalam
atau lainnya sesuai indikasi.
 Jangan gunakan antibiotic topical dan jangan mencuci luka dengan
larutan antibiotika.
4. PPI pada Perawatan Luka
a. Lakukan teknik aseptic dan gunakan peralatan steril ketika melakukan
perawatan luka.
b. Lakukan kebersihan tangan.
c. Gunakan APD sesuai indikasi.
d. Langkah tindakan perawatan luka:
 Teknik pembersihan luka dilakukan dari bagian atas ke bawah atau
dari bagian tengah ke arah luar.
 Pada luka terkontaminasi, lakukan pembersihan dari perifer ke
tengah (gerakan memutar melingkar).
 Gunakan satu kassa untuk satu usapan, buanglah ke dalam plastic.
 Bila ada secret, bersihkan sekitarnya mulai dari bagian tengah ke
arah luar dengan gerakan memutar melingkar.
 Keringkan luka dengan kassa steril dengan gerakan yang sama.
e. Gunakan penutup luka steril dan tipis, agar terjadi oksigenasi luka dan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 65


ganti jika kotor/basah/lepas.
f. Semua limbah yang dihasilkan setelah pemakaian dianggap sebagai
limbah infeksius.
5. Menutup Luka
a. Jika luka terjadi kurang dari 1 hari dan telah dibersihkan dengan
seksama, luka dapat ditutup/dijahit.
b. Luka tidak boleh ditutup jika lebih dari 24 jam, luka sangat kotor atau
terdapat benda asing atau akibat gigitan hewan.
c. Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup ringan dengan kassa lembab.

BAB VI
PENGGUNAAN ANTIMIKROBA YANG BIJAK

6.1 Pengertian
Penggunaan antibiotika dalam pelayanan kesehatan seringkali tidak tepat
sehingga dapat menimbulkan permasalahan yaitu pengobatan kurang efektif,
peningkatan risiko keamanan pasien, tingginya biaya pengobatan dan yang
utama meluasnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.
Strategi pengendalian antimikroba/antibiotika melalui 2 kegiatan utama
yaitu penerapan penggunaan antibiotika secara bijak dan penerapan prinsip
pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar.
Penggunaan Antibiotika Secara Bijak merupakan penggunaan antibiotika
secara rasional sesuai dengan penyebab infeksi, dengan rejimen dosis optimal,
lama pemberian optimal, efek samping minimal, serta mempertimbangkan
dampak yang muncul dan menyebarnya mikroba resisten. Sebagai upaya
pengendalian penggunaan antibiotika, perlu ditetapkan kebijakan penggunaan
antibiotika di puskesmas dan disusun serta diterapkan Panduan Penggunaan
Antibiotika Profilaksis dan Terapi di Puskesmas dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan.
Penerapan program pengendalian resistensi antimikroba di fasilitas
pelayanan kesehatan termasuk puskesmas mengacu pada Permenkes No.8
tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah
Sakit.
6.2 Prinsip Penggunaan Antimikroba yang Bijak

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 66


1. Penggunaan antibiotika yang bijak yaitu penggunaan antibiotika dengan
spectrum sempit, pada indikasi yang ketat, dengan dosis adekuat serta
interval dan lama penggunaan yang tepat.
2. Kebijakan penggunaan antimikroba ditandai dengan pembatasan
penggunaan antibiotika dan mengutamakan penggunaan antibiotika lini
pertama.
3. Pembatasan penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan menerapkan
panduan penggunaan antibiotika, penerapan penggunaan antibiotika secara
terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan
antibiotika tertentu (reserved antibiotics).
4. Indikasi tepat penggunaan antibiotika dimulai dengan menegakkan diagnosis
penyakit infeksi, penggunaan informasi klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya.
5. Antibiotika tidak diberikan kepada infeksi yang disebabkan virus atau
penyakit yang dapat sembuh sendiri (self limited) seperti ISPA dan Diare non
spesifik.
6. Pemilihan antibiotika harus berdasarkan pada:
a. Informasi tentang spectrum kuman penyebab infeksi dan pola
kepekaan kuman terhadap antibiotika.
b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.
c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika.
d. Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi
dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.
e. Cost effective: murah dan aman.
6.3 Klasifikasi Antibiotika Menurut WHO
Pada tahun 2017, WHO mengklasifikasikan antibiotika menjadi 3
kelompok yaitu “(AWaRe)”: Access, Watch dan Reserve, yang berfungsi sebagai
alat untuk memantau penggunaan antibiotika dan mengurangi resistensi
antibiotika.
Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk mengurangi penggunaan
antibiotika kelompok Watch dan Reserve, serta meningkatkan penggunaan
antibiotika kelompok Access.
1. Kelompok Access
Merupakan kelompok antibiotika lini pertama atau kedua pada terapi empiris
dengan potensi resistensi minimal.
Contoh: Amoxicillin, Ampicillin, Chloramfenicol, Thiamfenicol, Clyndamicin, ,
Metronidazole, Trimetoprim/Sulfametoxazole, Tetraciclin dan Doxiciclin.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 67


2. Kelompok Watch
Merupakan kelompok antibiotika yang diindikasikan secara spesifik dan
terbatas pada kondisi infeksi tertentu, berisiko terjadinya resistensi dan
dianjurkan untuk dimonitor.
Contoh: Azithromicin, Cefixim, Ceftriaxon, Ciprofloxacin, Clarithromicin,
Levofloxacin, Minociclin, Ofloxacin dan Rifampicin.
3. Kelompok Reserve
Merupakan kelompok antibiotika pilihan terakhir, penggunaannya sangat
dibatasi sebagai terapi infeksi yang dicurigai atau terkonfirmasi karena multi-
drug-resistant organism, dan harus dimonitor secara ketat.
Contoh: Aztreonam, cephalosporine generasi 4, Polymyxin dan Tygecycline.

6.4 Penggunaan Antimikroba Berdasarkan Indikasi


1. Antibiotika Terapi
Penggunaan antibiotika untuk terapi meliputi penggunaan antibiotika untuk
terapi empiris dan penggunaan antibiotika untuk terapi definitif.
a. Antibiotika Terapi Empiris
1) Pengertian
Penggunaan antibiotika untuk terapi empiris adalah penggunaan
antibiotika pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri
penyebabnya.
2) Tujuan
Untuk eradikasi atau menghambat pertumbuhan bakteri yang diduga
sebagai penyebab infeksi, sebelum diketahui jenis bakteri
penyebabnya.
3) Indikasi
Digunakan jika ditemukan sindroma klinis yang mengarah pada
keterlibatan bakteri tertentu yang paling sering menjadi penyebab
infeksi.
4) Dasar Pemilihan Jenis dan Dosis Antibiotika:
a) Data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang ada di
komunitas atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
b) Kondisi klinis pasien
c) Ketersediaan antibiotika.
d) Kemampuan antibiotika menembus ke dalam jaringan atau organ

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 68


yang terinfeksi.
e) Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh poli-mikroba
dapat digunakan kombinasi antibiotika.
f) Rute pemberian antibiotika per oral menjadi pilihan pertama
untuk terapi infeksi. Sedangkan infeksi sedang dan berat
diperikan per parenteral.
g) Lama pemberian antibiotika untuk terapi empiris diberikan untuk
48-72 jam, selanjutnya harus dievaluasi penggunaannya
berdasarkan data mikrobiologi dan kondisi klinis pasien serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Antibiotika Terapi Definitif
1) Pengertian
Penggunaan antibiotika untuk terapi empiris adalah penggunaan
antibiotika pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri
penyebab dan pola resistensinya.
2) Tujuan
Untuk eradikasi atau menghambat pertumbuhan bakteri yang diduga
sebagai penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi.
3) Indikasi
Penggunaannya sesuai hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab
infeksi.
4) Dasar Pemilihan Jenis dan Dosis Antibiotika
a) Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinis.
b) Sensitifitas bakteri.
c) Biaya.
d) Kondisi klinis pasien.
e) Diutamakan antibiotika lini pertama atau spectrum sempit.
f) Ketersediaan antibiotika.
g) Sesuai Panduan Praktik Klinik.
h) Paling kecil menimbulkan risiko terjadinya bakteri resisten.
i) Pedoman penggunaan antibiotika yang berlaku.
5) Rute Pemberian
Rute pemberian antibiotika per oral menjadi pilihan pertama untuk
terapi infeksi. Sedangkan infeksi sedang dan berat diperikan per
parenteral.
6) Lama Pemberian

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 69


Lama pemberian antibiotika untuk terapi definitif didasarkan pada
efikasi klinis sesuai diagnosis awal yang dikonfirmasi. Selanjutnya
harus dievaluasi penggunaannya berdasarkan data mikrobiologi dan
kondisi klinis pasien serta pemeriksaan penunjang lainnya
2. Antibiotika Profilaksis
 Pemberian antibiotika profilaksis pada tindakan bedah meliputi
profilaksis untuk tindakan bedah bersih dan tindakan bedah bersih
terkontaminasi, termasuk pula tindakan gigi.
 Pemberian antibiotika profilaksis adalah penggunaan antibiotika
sebelum , selama dan paling lama 24 jam sesudah operasi, pada kasus
yang tidak menunjukkan tanda infeksi untuk mencegah terjadinya IDO
(infeksi daerah operasi).
 Factor risiko terkait IDO: karakteristik luka, factor host, lokasi tindakan
bedah, kompleksitas tindakan dan teknik pembedahan, menjadi
pertimbangan dalam menentukan antibiotika profilaksais.
 Adanya risiko alergi, anafilaktik, resistensi dan efek samping obat perlu
dipertimbangkan dalam menentukan antibiotika profilaksais.
 Antibiotika yang digunakan untuk profilaksis adalah antibiotika untuk
mencegah infeksi bakteri gram positif dari kulit, 30-60 menit sebelum
tindakan insisi.
6.5 Tahapan Penerapan Antimikroba secara Bijak di Puskesmas
a. Meningkatkan pemahaman dan ketaatan tenaga kesehatan untuk
menggunakan antibiotika secara bijak.
b. Meningkatkan peranan pemangku kepentingan di bidang penanganan
penyakit infeksi dan penggunaan antibiotika.
c. Mengembangkan dan meningkatkan fungsi laboratorium yang berkaitan
dengan penanganan penyakit infeksi.
d. Meningkatkan pelayanan farmasi dalam memantau penggunaan
antibiotika.
e. Meningkatkan penanganan infeksi secara multidisiplin dan terpadu.
f. Melaksanakan surveilans penggunaan antibiotika, serta melaporkan
secara berkala.
g. Menetapkan “Panduan Penggunaan Antibiotika Profilaksis dan Terapi”.
h. Implementasi penggunaan antibiotika secara rasional.
i. Monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan antibiotika.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 70


BAB VII
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

7.1 Pengertian
Pendidikan dan Pelatihan adalah kegiatan Pendidikan dan Pelatihan yang
berkaitan dengan PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi) baik untuk tenaga
medis, tenaga perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya, yang selenggarakan
oleh kementerian kesehatan, pemerintah daerah, organisasi profesi, atau
organisasi lainnya sesuai dengan perundang-undangan.
Kegiatan sosialisasi atau edukasi PPI kepada pelanggan atau masyarakat
dilakukan oleh petugas puskesmas yang memiliki kompetensi terkait PPI.

7.2 Ketentuan Diklat PPI bagi Staf Puskesmas


Pendidikan dan Pelatihan bagi staf puskesmas dimaksudkan untuk
meningkatkan kompetensi semua petugas terkait PPI.
Peningkatan kompetensi tersebut dapat diperoleh melalui Pendidikan dan
Pelatihan, in house training, workshop, sosialisasi yang sesuai dengan peran
dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing petugas puskesmas.
Ketentuan terkait Pendidikan dan Pelatihan PPI:
a. Ketua atau PJ PPI harus telah mengikuti diklat PPI (minilaml pelatihan
dasar PPI) yang diselenggarakan oleh kemenkes, dinkes, organisasi
profesi dan lembaga pelatihan bersertifikat.
b. Semua petugas pelayanan memahami dan mampu melaksanakan prinsip
PPI yang diberikan melalui sosialisasi PPI secara internal, yang diberikan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 71


oleh ketua tim PPI atau PJ PPI yang bersertifikat kompetensi PPI.
c. Semua petugas non pelayanan kesehatan memahami dan mampu
melaksanakan upaya pencegahan infeksi melalui kebersihan tangan, etika
batuk, penanganan limbah dan penggunaan APD.
d. Semua karyawan baru, mahasiswa wajib mendapatkan orientasi tentang
PPI.
7.3 Sosialisasi Kepada Masyarakat
Materi sosialisasi PPI kepada masyarakat:
a. Penularan penyakit infeksi
b. Kewaspadaan isolasi: prakyek kebersihan tangan, etika batuk,
penggunaan APD untuk masyarakat, pembuangan limbah dan
pengendalian lingkungan.
c. Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Gerakan Masyarakat Hidup
Sehat (Germas).
BAB VIII
SURVEILANS

8.1 Pengertian
Surveilans adalah proses dinamis, sistematis, terus-menerus, dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang didesiminasikan secara berkala ke
pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan
evaluasi suati tindakan yang berhubungan dengan kesehatan dalam upaya
penilaian risiko HAIs. Dengan melakukan surveilans diharapkan ada
rekomendasi sebagai bahan masukan dalam melakukan intervensi perbaikan
untuk menurunkan angka kejadian infeksi (insiden rate).
8.2 Tujuan
Untuk mendapatkan data dasar infeksi di pelayanan, untuk menurunkan
laju infeksi yang terjadi, identifikasi dini KLB infeksi di puskesmas. Selain itu
sebagai bahan informasi untuk meyakinkan tenaga kesehatan tentang adanya
masalah yang memerlukan penanggulangan, mengukur dan menilai
keberhasilan suatu program PPI, memenuhi standar mutu pelayanan medis dan
keperawatan, dan salah satu unsure pendukung untuk memenuhi standar
penilaian akreditasi di puskesmas.
8.3 Sasaran
Sasaran surveilans difokuskan pada kejadian HAIs yang berhubungan dengan
proses pelayanan medis dan keperawatan.
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 72


ISK adalah infeksi yang terjadi akibat penggunaan indwelling kateter dalam
waktu 2x24 jam dan ditemukan tanda infeksi:
a. Demam >38,5oC, disuria, nyeri supra pubic, urine berubah warna dan
Pada anak (hipotermia <37oC, bradikardia, apneu).
b. Tes konfirmasi laboratorium positif bakteri.
2. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
IDO atau Surgical Site Infection (SSI) adalah infeksi yang terjadi pasca
operasi dalam kurun waktu 30 hari dan infeksi tersebut hanya melibatkan
kulit dan jaringan subkutan pada tempat insisi, dengan minimal ditemukan
tanda berikut:
a. Gejala infeksi: panas, kemerahan, bengkak, nyeri dan fungsi laesa
terganggu.
b. Cairan purulent
c. Ditemukan kuman dalam cairan atau tanda dari jaringan superficial.
3. Phlebitis
Phlebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan iritasi kimia dan mekanik.
Tanda klinis adanya kemerahan di daerah sekitar insisi, nyeri dan
pembengkakan di saerah penusukan atau sepanjang perjalanan pembuluh
darah vena.
4. KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi)
KIPI adalah infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi yang diberikan
setelah penyuntikan, dimana ditemukan tanda infeksi antara lain:
a. Gejala KIPI ringan:
Nyeri, kemerahan dan bengkak di area injeksi, gatal, demam, sakit
kepala, lemas.
b. Gejala KIPI berat:
Alergi berat, trombositopenia, kejang, hipotonia (sindroma bayi lemas).
5. Abses Gigi
Abses gigi adalah terbentuknya kantong atau benjolan berisi nanah pada gigi
yang disebabkan infeksi bakteri.
Kondisi ini muncul di sekitar akar gigi maupun di gusi, ditandai dengan
demam, gusi bengkak, sakit saat mengunyah dan menggigit, sakit gigi
menyebar ke telinga, rahang dan leher, bau mulut, kemerahan dan bengkak
pada wajah.
Abses gigi menjadi indicator surveilans pada kasus sesuai kriterai HAIs
(tindakan pelayanan gigi yang sebelumnya tidak ditemukan tanda abses).
8.4 Penetapan Numerator dan Denominator

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 73


1. Numerator
Numerator adalah jumlah kejadian infeksi akibat penggunaan alat kesehatan
dan prosedur pelayanan kesehatan dalam kurun waktu tertentu (bulan,
tribulan, semester, tahunan).
Contoh:
a. Jumlah pasien infeksi daerah insisi pasca operasi bedah minor.
b. Jumlah pasien yang terjadi abses gigi setelah tindakan pelayanan gigi
(yang sebelumnya tidak ada tanda infeksi).
c. Jumlah kejadian phlebitis pada pemasangan infuse.
d. Jumlah sasaran yang mengalami KIPI setelah mendapat imunisasi.
e. Jumlah kejadian pasien mengalami ISK pada pemasangan kateter.
2. Denominator
Denominator adalah jumlah hari terpasang alat kesehatan atau jumlah
pasien yang mendapatkan tindakan medis dalam kurun waktu tertentu
(bulan, tribulan, semester, tahunan).
Contoh:
a. Jumlah pasien yang dilakukan tindakan bedah minor di puskesmas.
b. Jumlah pasien yang dilakukan tindakan gigi tanpa tanda infeksi di
puskesmas.
c. Jumlah hari pasien terpasang infus.
d. Jumlah sasaran dilakukan imunisasi di puskesmas.
e. Jumlah hari pasien terpasang kateter.
8.5 Tahapan Surveilans
1. Perencanaan
a. Persiapan: buat panduan surveilans, SOP surveilans, metode
surveilans, formulir surveilans dan waktu pelaksanaan surveilans.
b. Tentukan populasi pasien yang akan dilakukan survey.
c. Lakukan seleksi hasil surveilans dengan pertimbangan kejadian paling
sering/ biaya/ diagnosis paling sering.
d. Gunakan definisi infeksi yang mengacu atau ditetapkan oleh antara lain
NISS, NHSN, CDC dan Kemenkes.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di
lapangan oleh Tim, dengan memperhatikan hal berikut:
a. Sumber data bisa berasal dari system pencatatan dan pelaporan unit
kerja, system pencatatan dan pelaporan terpadu, system pencatatan
dan pelaporan kesakitan dan kematian, serta rekam medic pasien.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 74


b. Data yang dikumpulkan meliputi:
1) Data demografi: nma, tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, pekerjaan
dan agama.
2) Data khusus: nomor Rekam medic, tanggal pelayanan di
puskesmas.
3) Data infeksi: tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang pelayanan
saat infeksi muncul.
4) Factor risiko: alat, prosedur, factor lain yang terkait pelayanan
medis, data laboratorium.
5) Dara numerator dan denominator.
3. Analisis
a. Analisis data dilihat dari dapat dilihat dari data yang dicatat secara
manual dalam formulir surveilans atau jika memungkinkan dicatat
dalam SIMPUS.
b. Untuk mengetahui besaran masalah infeksi digunakan perhitungan

insiden rate (angka kejadian infeksi), sebagai berikut:


Numerator x K (100 atau 1000) = …..%
Denominator

K = Konstanta
 Jika menggunakan lama hari penggunaan alat maka digunakan
per-1000.
 Jika menggunakan jumlah tindakan maka digunakan per-100
Contoh 1:
Jumlah kejadian IDO x 100 = …..%
Jumlah pasien yang dilakukan operasi

Contoh 2:
Jumlah kejadian ISK x 1000 = …..0/00
Jumlah hari terpasang katerer urine

c. Tetapkan target kejadian infeksi yang diharapkan pada pemantauan


kejadian HAIs berdasarkan penetapan puskesmas dan data
pembanding (literature), dan lakukan penetapan insiden rate (kejadian
infeksi).
4. Interpretasi Data
Interpretasi data surveilans kejadian infeksi:
a. Dibuat dalam bentuk table, grafik, diagram pie atau lainnya yang dapat

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 75


menggambarkan angka kejadian infeksi.
b. Penyajian data harus jelas, sederhana, mudah dipahami dan
memperlihatkan pola kejadian infeksi dan perubahan yang terjadi
(trend).
c. Bandingkan hasil surveilans dengan target yang telah ditetapkan.
d. Lakukan analisis trend dan jelaskan penyebabnya.
5. Laporan dan Rekomendasi
Laporan dan rekomendasi hasil surveilans dilaporkan oleh ketua Tim PPI
kepada kepala puskesmas secara periodic (setiap bulan, tribulan, tahun)
berdasarkan kebijakan.
6. Hasil Laporan Data
Hasil laporan data surveilans dilakukan diseminasi dan dikomunikasikan ke
unit terkait untuk dilakukan tindak lanjut perbaikan.

8.6 Indikator Kinerja PPI


1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
2. Phlebitis
3. Infeksi Daerah Operasi (IDO)
4. Abses gigi
5. Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Sedangkan Kamus Indikator untuk 6 Indikator Kinerja PPI di atas akan
dilampirkan pada lampiran buku panduan ini.
8.7 Pelaporan Hasil Surveilans
Pelaporan kegiatan hasil surveilans PPI di puskesmas dibuat secara
lengkap dan berkesinambungan untuk mengukur tingkat keberhasilan
pelaksanaan PPI di puskesmas. Laporan dibuat secara periodic sesuai peraturan
perundang-undangan (bulanan, tribulanan, semester, tahunan dan sewaktu-
waktu jika diperlukan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 76


BAB IX
PENERAPAN PPI DI PUSKESMAS

9.1 Penerapan PPI pada Pelayanan di Dalam Gedung (UKP dan UKM)
9.1.1 PPI pada Pelayanan Pendaftaran dan Rekam Medik
1. Maksud
PPI pada pelayanan pendaftaran dan rekam medic dimaksudkan agar
pengelolaan proses pendaftaran yang meliputi penerimaan, penapisan dan
penulisan identitas, penyediaan kartu berobat, penyediaan kartu
pemeriksaan atau rekam medik, untuk keperluan berobat atau konsultasi
kesehatan yang sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Penerimaan, penapisan dan penulisan identitas dalam kartu berobat.
b. Penyerahan kartu berobat dan nomor antrian.
c. Penyiapan rekam medic.
d. Penyerahan rekam medic oleh petugas ke ruang pelayanan.
e. Pengembalian rekam medic dari ruang pelayanan, pemeriksaan
kelengkapan dokumen dan penyimpanan kembali.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan pendaftaran dan rekam medic akibat pelayanan yang tidak sesuai
standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan pendaftaran dan rekam medic

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 77


dengan memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan pendaftaran dan rekam medic dengan
mengacu pada pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan Pendaftaran dan Rekam Medik
Tabel 12. Penerapan PPI pada Pelayanan Pendaftaran dan Rekam Medik
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
Pada Pelayanan Pendaftaran dan Rekam Medik
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene (sebelum dan akhir pelayanan di ruang
pendaftaran).
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Jaga jarak saat berhadapan dengan pasien atau gunakan barrier jika
diperlukan.
4) Perhatikan kebersihan lingkungan kerja, sirkulasi udara dan
pencahayaan.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian dan penumpukan saat pendaftaran.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.2 PPI pada Pelayanan Kesehatan Poli Umum


1. Maksud
PPI pada pelayanan pemeriksaan kesehatan poli umum dimaksudkan agar
pengelolaan pelayanan pemeriksaan kesehatan perorangan, yang
mencakup pelayanan kuratif, dan atau tanpa meninggalkan pelayanan
promotif dan preventif yang sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Pemeriksaan awal oleh petugas
b. Pemeriksaan oleh dokter dan petugas kesehatan.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan kesehatan poli umum akibat pelayanan yang tidak sesuai standar

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 78


PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan kesehatan poli umum dengan
memperhatikan penerapan PPI.
d. Pembuatan SOP pelayanan kesehatan poli umum dengan mengacu
pada pedoman PPI.
b. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.

5. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Poli Umum


Tabel 13. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Poli Umum
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Kesehatan Poli Umum
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah sesuai jenis limbah.
5) Lakukan pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal,
semi kritikal dan non kritikal.
6) Kelola linen sesuai kategorinya (infeksius dan non infeksius.
7) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
8) Jaga jarak saat berhadapan dengan pasien atau gunakan barrier jika
diperlukan.
9) Patuhi kebijakan penggunaan antibiotika secara bijak.
10) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 79


3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.3 PPI pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


1. Maksud
PPI pada pelayanan pemeriksaan kesehatan poli umum dimaksudkan agar
pengelolaan pelayanan pada semua tindakan atau manipulasi yang
berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut yang diberikan puskesmas
sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Pemeriksaan gigi
b. Penambalan gigi
c. Pencabutan gigi
d. Perawatan gigi dan mulut
e. Pembersihan karang gigi (scalling).

3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan kesehatan gigi dan mulut akibat pelayanan yang tidak sesuai
standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dengan memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan kesehatan gigi dan mulut dengan mengacu
pada pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Tabel 14. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI, gunakan air
kumur dari air minum.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 80


5) Lakukan pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal,
semi kritikal dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang
terpisah dengan ruang pelayanan gigi dan mulut.
6) Jika ada tindakan penyuntikan, terapkan prosedur penyuntikan yang
aman.
7) Kelola linen sesuai kategorinya (infeksius dan non infeksius.
8) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
9) Patuhi kebijakan penggunaan antibiotika secara bijak.
10) Jika terjadi cedera atau paparan cairan tubuh pasien, ikuti prosedur
tatalaksana pajanan untuk keselamatan petugas.
11) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
12) Perhatikan bundles PPI untuk perawatan luka pada mulut.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.4 PPI pada Pelayanan Gawat Darurat


1. Maksud
PPI pada pelayanan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan di unit gawat
darurat dimaksudkan agar pengelolaan penyelamatan nyawa pasien,
meliputi pra fasilitas, triase, resusitasi, stabilisasi awal dan evaluasi serta
rujukan sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Pra fasilitas
b. Triase
c. Resusitasi
d. Stabilisasi
e. Rujukan (atas indikasi)
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan gawat darurat akibat pelayanan yang tidak sesuai standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Gawat Darurat dengan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 81


memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Gawat Darurat dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan Gawat Darurat
Tabel 15. Penerapan PPI pada Pelayanan Gawat Darurat
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Gawat Darurat
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Lakukan pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal,
semi kritikal dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang
terpisah dengan ruang pelayanan.
6) Jika ada tindakan penyuntikan, terapkan prosedur penyuntikan yang
aman.
7) Kelola linen sesuai kategorinya (infeksius dan non infeksius.
8) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
9) Patuhi kebijakan penggunaan antibiotika secara bijak.
10) Jika terjadi cedera atau paparan cairan tubuh pasien, ikuti prosedur
tatalaksana pajanan untuk keselamatan petugas.
11) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
12) Perhatikan bundles PPI untuk penggunaan alat bantu nafas (O 2),
penggunaan nebulizer, penggunaan infuse, penggunaan kateter urine
dan perawatan luka.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 82


9.1.5 PPI pada Pelayanan Kesehatan Keluarga
1. Maksud
PPI pada pelayanan kesehatan keluarga dimaksudkan agar pengelolaan
pelayanan kesehatan keluarga sesuai siklus kehidupan dilakukan sesuai
dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Kesehatan ibu
b. Kesehatan bayi dan anak
c. Kesehatan usia sekolah dan remaja
d. Kesehatan usia reproduktif
e. Kesehatan usia lanjut.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan kesehatan keluarga akibat pelayanan yang tidak sesuai standar
PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan kesehatan keluarga dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan kesehatn keluarga dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Keluarga
Tabel 16. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Keluarga
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Kesehatan Keluarga
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Lakukan pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal,
semi kritikal dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang
terpisah dengan ruang pelayanan.
6) Jika ada tindakan penyuntikan, terapkan prosedur penyuntikan yang
aman.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 83


7) Kelola linen sesuai kategorinya (infeksius dan non infeksius.
8) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
9) Patuhi kebijakan penggunaan antibiotika secara bijak.
10) Jika terjadi cedera atau paparan cairan tubuh pasien, ikuti prosedur
tatalaksana pajanan untuk keselamatan petugas.
11) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
12) Perhatikan bundles PPI untuk penggunaan alat bantu nafas (O 2),
penggunaan nebulizer, penggunaan infuse, penggunaan kateter urine
dan perawatan luka.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.6 PPI pada Pelayanan Persalinan Normal


1. Maksud
PPI pada pelayanan persalinan normal dimaksudkan agar pengelolaan
pelayanan persalinan normal dilakukan sesuai dengan prinsip dan prosedur
PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Persalinan normal
b. Pemulangan pasien atau rujukan.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan persalinan normal akibat pelayanan yang tidak sesuai standar
PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 84


5. Prosedur PPI pada Pelayanan Persalinan Normal
a. Patuhi kebersihan tangan sesuai dengan 5 moment kebersihan tangan.
b. Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
c. Perlakuan terhadap alat kesehatan:
1) Semua peralatan kesehatan harus dalam kondisi bersih atau steril.
2) Gunakan alat kesehatan sesuai jenis dan indikasinya (alat bersih,
alat steril), jika terkontaminasi atau kotor segera ganti yang baru.
3) Tempatkan peralatan kesehatan siap pakai di tempat bersih dan
kering.
4) Siapkan peralatan pada troly tindakan dan letakkan di sebelah
kanan petugas.
5) Jika pemeriksaan telah selesai dilakukan maka alat bekas pakai
dikelola sesuai jenisnya (infeksius atau kotor) dan lakukan
dekontaminasi.
6) Semua peralatan dirapikan dan disimpan kembali pada tempatnya.
7) Hindari kontaminasi lingkungan sekitar dari darah atau cairan tubuh.
d. Perlakuan terhadap lingkungan dan limbah:
1) Pastikan jarak antar tempat tidur pasien minimal 1 meter.
2) Gunakan tirai dari bahan tidak menyerap air dan lakukan desinfeksi
jika terkena percikan darah atau cairan tubuh.
3) Bersihkan semua permukaan dengan desinfektan.
4) Hindari menyimpan barang yang dapat mengakumulasi debu.
5) Kosongkan meja dan troli kemudian bersihkan dengan desinfektan
jika selesai melakukan perawatan pasien.
6) Placenta ditempatkan pada tempat khusus sebelum diberikan
kepada keluarga pasien dan hindari ceceran darah.
7) Tempatkan limbah sesuai jenis dan kategori limbah:
a) Limbah terkontaminasi darah atau cairan tubuh dibuang ke
tempat limbah infeksius.
b) Limbah tajam dibuang ke safety box.
c) Limbah cairan tubuh dibuang ke spoel hoek.
d) Limbah non infeksius dibuang ke tempat limbah non infeksius.
e. Edukasi PPI pada ibu melahirkan:
1) Bersalin hanya di fasilitas pelayanan kesehatan.
2) Periksalah ke dokter/bidan sesuai jadwal kunjungan pasca salin.
3) Patuhi anjuran/ saran/ nasihat dari petugas kesehatan.
4) Jaga kesehatan diri, organ kelamin, cara cebok yang benar dengan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 85


menggunakan sabub termasuk akan saat dilakukan pemeriksaan
oleh petugas.
5) Perawatan bayi baru lahir sebaiknya dilakukan oleh ibu secara
mandiri dengan memperhatikan kebersihan peralatan.
6) Pakailah masker dan jaga jarak dari orang yang batuk, ISPA, dll.
7) Jaga kebersihan tangan sesuai 5 moment kebersihan tangan.
8) Beri ASI sedini mungkin dan lanjutkan sampai memenuhi ASI
eksklusif (6 bulan).
9) Anjurkan KB pasca salin sesuai indikasi.
10)Laksanakan germas.

6. Penerapan PPI pada Pelayanan Persalinan Normal


Tabel 17. Penerapan PPI pada Pelayanan Persalinan Normal
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Persalinan Normal
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Lakukan pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal,
semi kritikal dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang
terpisah dengan ruang pelayanan.
6) Jika ada tindakan penyuntikan, terapkan prosedur penyuntikan yang
aman.
7) Kelola linen sesuai kategorinya (infeksius dan non infeksius.
8) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
9) Patuhi kebijakan penggunaan antibiotika secara bijak.
10) Jika terjadi cedera atau paparan cairan tubuh pasien, ikuti prosedur
tatalaksana pajanan untuk keselamatan petugas.
11) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
12) Perhatikan bundles PPI untuk penggunaan alat bantu nafas (O 2),

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 86


penggunaan nebulizer, penggunaan infuse, penggunaan kateter urine
dan perawatan luka.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.7 PPI pada Pelayanan Gizi


1. Maksud
PPI pada pelayanan gizi dimaksudkan agar pengelolaan pelayanan gizi
dilakukan sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Pelayanan di dalam gedung (rawat jalan)
1) Pengkajian gizi
2) Penentuan diagnosis gizi
3) Intervensi gizi
4) Monev asuhan gizi.
b. Pelayanan di luar gedung
1) Pendidikan gizi masyarakat
2) Penanggulangan KEP (kurang energy protein), anemia gizi,
kekurangan Vitamin A.
3) Pemantauan gangguan tumbuh kembang
4) Surveilans gizi
5) Pemberdayaan masyarakat untuk gizi keluarga dan masyarakat.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan gizi akibat pelayanan yang tidak sesuai standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 87


5. Penerapan PPI pada Pelayanan Gizi
Tabel 18. Penerapan PPI pada Pelayanan Gizi
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
Pada Pelayanan Gizi
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene (sebelum dan akhir pelayanan di ruang
pendaftaran).
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Pengendalian lingkungan dilakukan sesuai prinsip PPI.
4) Pengelolaan limbah non medis.
5) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
6) Jaga jarak saat berhadapan dengan pasien atau gunakan barrier jika
diperlukan.
7) Perhatikan kebersihan lingkungan kerja, sirkulasi udara dan
pencahayaan.
8) Perhatikan kebersihan perorangan dan lakukan kesehatan secara
berkala.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.8 PPI pada Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)


1. Maksud
PPI pada pelayanan P2P dimaksudkan agar pengelolaan pelayanan P2P
dilakukan sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Penapisan risiko tinggi penyakit tidak menular (PTM).
b. Pemeriksaan dan penanganan penyakit menular.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan P2P akibat pelayanan yang tidak sesuai standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 88
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan P2P
Tabel 19. Penerapan PPI pada Pelayanan P2P
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Lakukan pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal,
semi kritikal dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang
terpisah dengan ruang pelayanan.
6) Jika ada tindakan penyuntikan, terapkan prosedur penyuntikan yang
aman.
7) Kelola linen sesuai kategorinya (infeksius dan non infeksius.
8) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
9) Patuhi kebijakan penggunaan antibiotika secara bijak.
10) Jika terjadi cedera atau paparan cairan tubuh pasien, ikuti prosedur
tatalaksana pajanan untuk keselamatan petugas.
11) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
12) Perhatikan bundles PPI untuk penggunaan alat bantu nafas (O 2),
penggunaan nebulizer, penggunaan infuse, penggunaan kateter urine
dan perawatan luka.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.9 PPI pada Pelayanan Kefarmasian

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 89


1. Maksud
PPI pada pelayanan Kefarmasian dimaksudkan agar pengelolaan pelayanan
Kefarmasian dilakukan sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian
a. Penerimaan resep
b. Penyiapan obat (termasuk peracikan)
c. Pengemasan dan pemberian etiket obat yang sesuai
d. Penyerahan obat disertai pemberian informasi tentang obat
e. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
f. Konseling terkait penggunaan obat
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan kefarmasian akibat pelayanan yang tidak sesuai standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan Kefarmasian
Tabel 20. Penerapan PPI pada Pelayanan Kefarmasian
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Kefarmasian
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah serta
untuk limbah obat kadaluarsa dikelola sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
6) Beri umpan balik kepada dokter penulis resep jika menuliskan
antibiotika tidak sesuai kebijakan puskesmas.
7) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 90
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.10 PPI pada Pelayanan Laboratorium


1. Maksud
PPI pada pelayanan laboratorium dimaksudkan agar pengelolaan pelayanan
laboratorium di puskesmas untuk menunjang diagnosis, penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan sesuai dengan prinsip dan
prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan Laboratorium
a. Penerimaan permintaan pemeriksaan laboratorium.
b. Persiapan dan pengambilan specimen laboratorium.
c. Pemeriksaan dan pembacaan hasil/
d. Penyerahan hasil pemeriksaan laboratorium.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan laboratorium akibat pelayanan yang tidak sesuai standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
d. Persyaratan laboratorium harus mengacu pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan Laboratorium
Tabel 21. Penerapan PPI pada Pelayanan Laboratorium
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Laboratorium
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 91


2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Lakukan pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal,
semi kritikal dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang
terpisah dengan ruang pelayanan.
6) Jika ada tindakan penyuntikan, terapkan prosedur penyuntikan yang
aman.
7) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
8) Beri umpan balik kepada dokter penulis resep jika menuliskan
antibiotika tidak sesuai kebijakan puskesmas.
9) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.1.11 PPI pada Pelayanan Konseling (Kesling, Gizi, PKPR)


1. Maksud
PPI pada pelayanan konseling (Kesling, Gizi, PKPR) dimaksudkan agar
pengelolaan pelayanan konseling (Kesling, Gizi, PKPR) di puskesmas
dilakukan sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan Konseling (Kesling, Gizi, PKPR)
a. Konseling kesling: penyakit berbasis lingkungan.
b. Konseling gizi: Bumil KEK, Anemia, balita kurang gizi, BGM, Stunting,
diet psien penyakit kronis (DM, Hipertensi, dll)
c. Konseling Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan konseling (Kesling, Gizi, PKPR) akibat pelayanan yang tidak
sesuai standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 92


b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan Konseling (Kesling, Gizi, PKPR)
Tabel 22. Penerapan PPI pada Pelayanan Konseling
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Konseling (Kesling, Gizi, PKPR)
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
5) Jaga jarak antar pasien.
6) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 93


PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 94
Tabel 23. Ringkasan Penerapan PPI pada Pelayanan di Dalam Gedung Puskesmas
KEWASPADAAN STANDAR
NO PELAYANAN
HH APD LINGK ALT SUTK LIN LMB ETK PNPT KP
1 Pendaftaran dan Rekam Medis √ √ √ √ √ √
2 Pemeriksaan Poli Umum √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 Gigi dan Mulut √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 Unit Gawat Darurat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Persalinan Normal √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6 Kesehatan Keluarga √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7 Gizi √ √ √ √ √ √
8 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9 Kefarmasian √ √ √ √ √ √
10 Laboratorium √ √ √ √ √ √ √ √
11 Konseling √ √ √ √ √
Keterangan:
HH (hand hygiene), APD (alat pelindung diri), LIGK (pengelolaan lingkungan), ALT (pengelolaan alat medis), SUTK (penyuntikan yang aman), LIN
(pengelolaan linen), LMB (pengelolaan limbah), ETK (etika batuk), PNPT (penempatan pasien) dan KP (keselamatan petugas).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 95


Tabel 24. Ringkasan Penerapan PPI pada Pelayanan d i Dalam Gedung Puskesmas (lanjutan)
KEWASPADAAN
BUNDLES MONEV
TRANSMISI
NO PELAYANAN AB DIKL
NEB/
KTK UD DRP ISK IDO PHLE AUDIT ICRA
O2
1 Pendaftaran dan Rekam Medis √ √ √ √ √ √
2 Pemeriksaan Poli Umum √ √ √ √ √ √
3 Gigi dan Mulut √ √ √ √ √ √ √ √
4 Unit Gawat Darurat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Persalinan Normal √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6 Kesehatan Keluarga √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
7 Gizi √ √ √ √ √ √
8 Pencegahan dan Pengendalian Penyakit √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
9 Kefarmasian √ √ √ √ √ √ √
10 Laboratorium √ √ √ √ √ √
11 Konseling √ √ √ √ √
Keterangan:
KTK (kontak), UD (udara), DRP (droplet), ISK (infeksi saluran kemih), IDO (infeksi daerah operasi), PHLE (phlebitis), NEB/O2 (nebulizer/ oksigen),
AB (penggunaan antibiotika yang bijak), DIKL (diklat) dan ICRA (infection control risk assessment).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 96


9.2 Penerapan PPI pada Pelayanan di Luar Gedung (UKP dan UKM)
9.2.1 PPI pada Kegiatan Pendataan
1. Maksud
PPI pada kegiatan pendataan dimaksudkan agar kegiatan yang berkaitan
dengan proses mengumpulkan dan mengelola data untuk keperluan
perencanaan, pengelolaan dan monitoring pelayanan di puskesmas
dilakukan sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Pengumpulan data social demografi (primer atau sekunder)
1) Kependudukan: sasaran ibu hamil, ibu bersalin, bayi, balita, pra
sekolah, usia sekolah, remaja, usia produktif, usia lanjut, dll.
2) Social ekonomi: pendidikan, pekerjaan, dll
3) Data lainnya sesuai kebutuhan
b. Pengumpulan data program
1) Pendataan tatanan PHBS
2) Pendataan kesehatan lingkungan, tempat dan fasilitas umum (TFU),
tempat pengolahan makanan (TPM), pendataan desa STBM, dll.
3) Pendataan kegiatan surveilans: gizi, epidemiologi, mutu air bersih,
air minum, dll
4) Pendataan PIS-PK
5) Pendataan kesehatan kerja dan olah raga: tes kebugaran anak
sekolah, tes kebugaran jemaah haji, tes kebugaran ASN, dll
6) Pendataan tatalaksana penyakit akibat kerja.
c. Data lainnya.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi secara dini
saat melakukan kegiatan pendataan.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Kegiatan Pendataan
Tabel 25. Penerapan PPI pada Kegiatan Pendataan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 97


Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Pendataan
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
4) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Terapkan PHBS dan Germas.

9.2.2 PPI pada Kegiatan Penjaringan (Skrining)


1. Maksud
PPI pada kegiatan penjaringan (skrining) dimaksudkan agar kegiatan
penemuan kasus baik secara aktif maupun secara pasif yang dilakukan oleh
petugas kepada sasaran atau masyarakat dilakukan sesuai dengan prinsip
dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Pelayanan gizi: deteksi dini atau penemuan kasus gizi di masyarakat.
b. Pelayanan KIA: penjaringan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi,
balita, pra sekolah, usia lanjut (posyandu lansia atau posbindu PTM).
c. Pelayanan UKS/UKGS: pemeriksaan kesehatan umum dan kesehatan
gigi susu pada anak sekolah.
d. Kegiatan penjaringan pada pelayanan P2PL
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi secara dini
saat melakukan kegiatan penjaringan.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 98
5. Penerapan PPI pada Kegiatan Penjaringan
Tabel 26. Penerapan PPI pada Kegiatan Penjaringan
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Penjaringan
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Jika dalam penjaringan menggunakan alat medis, maka lakukan
pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal, semi kritikal
dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang terpisah dengan
ruang pelayanan.
6) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
7) Jika terjadi cedera atau paparan cairan tubuh pasien, ikuti prosedur
tatalaksana pajanan untuk keselamatan petugas.
8) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Terapkan PHBS dan Germas.

9.2.3 PPI pada Kegiatan Kunjungan Sasaran (Rumah)


1. Maksud
PPI pada kegiatan kunjungan sasaran (rumah) dimaksudkan agar kegiatan
mengunjungi sasaran (rumah) dalam rangka pelaksanaan program atau
pelayanan di puskesmas dilakukan sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Kunjungan keluarga pada pelaksanaan PIS-PK.
b. Kunjungan rumah keluarga rawan (perkesmas, posbindu, dll).
c. Kunjungan rumah sasaran pelayanan P2P kusta, P2P TBC, P2P
HIV/AIDs, P2PTM, dll.
d. Kunjungan rumah terkait kesling serta pencegahan dan pengendalian
penyakit yang berbasis lingkungan (TBC, ISPA, diare, DBD, dll).
e. Pembinaan STBM (sanitasi total berbasis masyarakat).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 99


f. Kunjungan rumah kegiatan KIA: penjaringan bumil risti, pelacakan
kasus kematian ibu/bayi, kunjungan nifas, dll.
g. Sweeping sasaran: penimbangan balita, imunisasi, bumil, dll.
h. Kunjungan rumah dengan tujuan lainnya.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi secara dini
saat melakukan kegiatan kunjungan sasaran (rumah).
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Kegiatan Kunjungan Sasaran (Rumah)
Tabel 27. Penerapan PPI pada Kegiatan Kunjungan Sasaran (Rumah)
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Kunjungan Sasaran (Rumah)
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Jika ada limbah hasil kunjungan rumah, maka lakukan pengelolaan
limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Jika dalam kunjungan rumah menggunakan alat medis, maka lakukan
pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal, semi kritikal
dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang terpisah dengan
ruang pelayanan.
6) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
7) Jika terjadi cedera atau paparan cairan tubuh pasien, ikuti prosedur
tatalaksana pajanan untuk keselamatan petugas.
8) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 100


batuk pada penapisan awal.
2) Lakukan kebersihan tangan sebelum makan, sebelum dan sesudah
menyiapkan makanan,, sesudah BAB.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.2.4 PPI pada Kegiatan Vaksinasi dan Tindakan Medis Lain


1. Maksud
PPI pada kegiatan Vaksinasi dan Tindakan Medis Lain dimaksudkan agar
kegiatan pemberian Vaksinasi dan Tindakan Medis Lain dilakukan sesuai
dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Pelayanan IDL (Imunisasi Dasar Lengkap) di posyandu atau pusling.
b. Pelayanan BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah).
c. Pelayanan imunisasi TT pada ibu hamil atau catin.
d. Pelayanan imunisasi lainnya yang ditetapkan pemerintah.
e. Tindakan medis lainnya:
1) Pemeriksaan dan pencabutan gigi susu di sekolah (UKGS).
2) Perawatan luka di pusling.
3) Pelayanan kesehatan saat bencana, dll.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi secara dini
saat melakukan kegiatan Vaksinasi dan Tindakan Medis Lain di luar gedung
puskesmas.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Kegiatan Vaksinasi dan Tindakan Medis Lain
Tabel 28. Penerapan PPI pada Kegiatan Vaksinasi dan Tindakan Medis

Lain
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Vaksinasi dan Tindakan Medis Lain
Petugas kesehatan:

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 101


1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Lakukan pengelolaan peralatan medis berdasarkan kategori: kritikal,
semi kritikal dan non kritikal, dan dekontaminasi dilakukan di ruang
terpisah dengan ruang pelayanan.
6) Pada tindakan penyuntikan atau vaksinasi, terapkan prosedur
penyuntikan yang aman atau ikuti petunjuk pabrikan.
7) Kelola linen sesuai kategorinya (infeksius dan non infeksius.
8) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
9) Patuhi kebijakan penggunaan antibiotika secara bijak.
10) Jika terjadi cedera atau paparan cairan tubuh pasien, ikuti prosedur
tatalaksana pajanan untuk keselamatan petugas.
11) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Jaga jarak saat antrian.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.2.5 PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat


1. Maksud
PPI pada kegiatan distribusi dan pemberian obat dimaksudkan agar kegiatan
distribusi dan pemberian obat (tablet Fe, Vitamin A, obat cacing) dilakukan
sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Pelayanan gizi dan KIA: distribusi Vit.A, tanlet Fe, dll.
b. Pelayanan P2P: pemantauan minum obat (PMO) pada sasaran TBC
dan HIV/AIDs, pemberian obat cacing (di sekolah, pesantren, dll).
c. Kegiatan distribusi dan pemberian obat di FKTP lain.
d. Pengantaran dan pemberian obat pada pelayanan berbasis teknologi
informasi.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi secara dini

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 102


saat melakukan kegiatan distribusi obat di luar gedung puskesmas.

4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat
Tabel 29. Penerapan PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
4) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Terangkan tentang cara minum obat yang diberikan dengan jelas.
3) Terapkan PHBS dan Germas.

9.2.6 PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT


1. Maksud
PPI pada kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT dimaksudkan agar
kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT oleh puskesmas dilakukan sesuai
dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Pelayanan gizi: PMT bayi/balita di posyandu, sekolah, pesantren, dll.
b. Pelayanan KIA: PMT untuk ibu hamil.
c. PMT pada pelayanan UKM lainnya:
1) Lansia di posbindu/rumah.
2) Kegiatan lainnya.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 103
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi secara dini
saat melakukan kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT di luar puskesmas.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan
5. Penerapan PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT
Tabel 30. Penerapan PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
4) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Terapkan PHBS dan Germas.

9.2.7 PPI pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling


1. Maksud
PPI pada kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling dimaksudkan agar
kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling oleh puskesmas dilakukan
sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Penyuluhan: NAPZA dan Kenakalan Remaja, dll.
b. KIA: kelas ibu hamil, konseling (catin/PUS, penggunaan KB pasca
salin, IVA test, dll).
c. Gizi: pelatihan kader posyandu, penyuluhan gizi di posyandu, konseling
asuhan pemberian makanan tambahan pada KEK, dll.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 104
d. P2P: pelatihan kader Jumantik, TB/MDR, HIV/AIDs, malaria, rabies, dll.
e. Kesling: penyuluhan dan pelatihan hygiene sanitasi, penjamah
makanan, pemicuan STBM di masyarakat.
f. Program lain: pelatihan dokter kecil (UKS/UKGS).
g. Edukasi dan konseling tentang herbal, penggunaan obat, dll.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi secara dini
saat melakukan kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling di luar
puskesmas.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling
Tabel 31. Penerapan PPI pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan

Konseling
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
6) Jaga jarak antar peserta..
7) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Terapkan PHBS dan Germas.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 105


9.2.8 PPI pada Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan
1. Maksud
PPI pada kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan
dimaksudkan agar kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan
oleh puskesmas kepada sasaran dilakukan sesuai dengan prinsip dan
prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Kegiatan
a. Pelayanan gizi: pemantauan tumbuh kembang, dll.
b. Pelayanan KIA: pembinaan dan pemantauan bumil, dll.
c. Pelayanan UKS/UKGS: pembinaan dokter kecil, dll.
d. Pelayanan P2P: pemicuan STBM (bebas BAB sembarangan), dll.
e. Pelayanan kesling: pemberdayaan masyarakat dalam implementasi 5
pilar STBM, dll.
f. Pemantauan pengelolaan limbah medis di fasilitas pelayanan
kesehatan.
g. Program yang bersifat inovasi
h. Pembinaan dan pemberdayaan pos UKK.
i. Pembinaan UKK di perusahaan dan perkantoran.
j. Pembinaan kebugaran jasmani, dll.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi secara dini
saat melakukan kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan di
luar gedung puskesmas.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan
5. Penerapan PPI Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan
Tabel 32. Penerapan PPI pada Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan
Pemberdayaan
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan
Petugas kesehatan:

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 106


1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
4) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Terapkan PHBS dan Germas.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 107


Tabel 33. Ringkasan Penerapan PPI pada Pelayanan di Luar Gedung Puskesmas
KEWASPADAAN STANDAR
NO PELAYANAN
HH APD LINGK ALT SUTK LIN LMB ETK PNPT KP
1 Pendataan √ √ - - - - - √ - √
2 Penjaringan √ √ - - - - - √ - √
3 Kunjungan sasaran (rumah) √ √ - - - - - √ - √
4 Vaksinasi dan tindakan medis lainnya √ √ - - - - √ √ - √
5 Distribusi dan pemberian obat √ √ - - - - - √ - √
6 Distribusi dan pemberian PMT √ √ - - - - - √ - √
7 Pelatihan, penyuluhan & konseling √ √ - - - - √ √ - √
8 Pemantauan, pembinaan, pemberdayaan √ √ - - - - - √ - √
Keterangan:
HH (hand hygiene), APD (alat pelindung diri), LIGK (pengelolaan lingkungan), ALT (pengelolaan alat medis), SUTK (penyuntikan yang aman), LIN
(pengelolaan linen), LMB (pengelolaan limbah), ETK (etika batuk), PNPT (penempatan pasien) dan KP (keselamatan petugas).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 108


Tabel 34. Ringkasan Penerapan PPI pada Pelayanan di Luar Gedung Puskesmas (lanjutan)
KEWASPADAAN
BUNDLES MONEV
TRANSMISI
NO PELAYANAN AB DIKL
NEB/
KTK UD DRP ISK IDO PHLE AUDIT ICRA
O2
1 Pendataan √ √ √ - - - - - √ √ √
2 Penjaringan √ √ √ - - - - - √ √ √
3 Kunjungan sasaran (rumah) √ √ √ - - - - - √ √ √
4 Vaksinasi dan tindakan medis lainnya √ √ √ - - - - - √ √ √
5 Distribusi dan pemberian obat √ √ √ - - - - - √ √ √
6 Distribusi dan pemberian PMT √ √ √ - - - - - √ √ √
7 Pelatihan, penyuluhan & konseling √ √ √ - - - - - √ √ √
8 Pemantauan, pembinaan, pemberdayaan √ √ √ - - - - - √ √ √
Keterangan:
KTK (kontak), UD (udara), DRP (droplet), ISK (infeksi saluran kemih), IDO (infeksi daerah operasi), PHLE (phlebitis), NEB/O2 (nebulizer/ oksigen),
AB (penggunaan antibiotika yang bijak), DIKL (diklat) dan ICRA (infection control risk assessment).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 109


PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 110
BAB X
PPI PADA PENYAKIT INFEKSI EMERGING DAN
PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA

10.1 PPI pada Penyakit Infeksi Emerging


10.1.1 Istilah pada Penyakit Infeksi Emerging
Penyakit Infeksi Emerging adalah penyakit yang muncul dan menyerang
populasi untuk pertama kalinya atau telah ada sebelumnya namun meningkat
dengan sangat cepat, baik dalam hal jumlah kasus baru dalam suatu populasi,
maupun penyebarannya ke daerah geografis baru, yang disebabkan oleh
bakteri, virus atau parasit.
Penyakit yang ada di masa lalu, kemudian kasusnya menurun dan dapat
dikendalikan, namun dilaporkan kembali dalam jumlah meningkat, juga dapat
digolongkan dalam Penyakit Infeksi Emerging, bahkan kadang sebuah penyakit
lama muncul dengan gejala klinis baru, yang kemungkinan bisa lebih parah dan
fatal.
Beberapa istilah pada Penyakit Infeksi Emerging antara lain:
a. New Emerging Infection Disease adalah penyakit menular yang baru
muncul pada suatu populasi atau yang telah dikenal selama beberapa
waktu, tetapi kemudian dengan cepat meningkat dalam kejadian atau
rentang geografis. Contohnya virus Ebola, HIV/AIDs, Covid-19, dll.
b. Re Emerging Infection Disease adalah penyakit infeksi yang ada di suatu
daerah yang kasusnya sudah sangat menurun atau terkontrol, namun
kemudian meningkat lagi kejadiannya, kadang dalam bentuk klinis yang
berat dan fatal. Contohnya penyakit TBC, malaria, gonorhoe, DBD, kolera,
pertusis, influenza, dll.
10.1.2 Perkembangan Kasus Penyakit Infeksi Emerging
Penyakit Infeksi Emerging yang menyerang manusia, 75% sumber
penularannya adalah zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke
manusia. Beberapa merupakan hasil dari proses alami, namun banyak yang
merupakan akibat perilaku manusia.
Factor penyebab munculnya penyakit baru adalah:
a. Pertumbuhan populasi yang sangat cepat
b. Kemiskinan
c. Urbanisasi
d. Perang
e. Transportasi
f. Perubahan ekologis dan ekosistem

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 111


g. Perubahan iklim
h. Perubahan dalam hal populasi vector atau reservoir host.
i. dll
Dampak yang ditimbulkan dari penyakit baru akan sulit diprediksi namun
dapat diketahui bisa sangat fatal, karena pada saat ada penyakit baru
menyerang manusia, mungkin hanya sedikit manusia yang memiliki kekebalan
atau bahkan tidak memiliki kekebalan sama sekali terhadap penyakit baru
tersebut.
Penyakit Infeksi Emerging merupakan penyakit infeksi yang memerlukan
penelaahan risiko karena dapat menimbulkan risiko kepedulian dan kedaruratan
kesehatan masyarakat dan/atau keresahan masyarakat, menyebar secara cepat
melintasi wilayah atau Negara, berpotensi dipergunakan sebagai senjata biologis
dan mampu menimbulkan dampak ekonomi yang besar, sehingga memerlukan
tanggap nasional secara terkoordinir.
10.1.3 Penerapan PPI pada Penyakit Infeksi Emerging
a. Penerapan Kewaspadaan Standar
1) Menerapkan dan mematuhi kebersihan tangan dengan “5 moment
dan 6 langkah kebersihan tangan”.
2) Menggunakan APD sesuai indikasi dengan mempertimbangkan risiko
paparan pada tindakan yang dilakukan.
3) Melaksanakan tindakan kebersihan pernafasan dengantepat dan
benar.
4) Menjaga jarak >1 meter (physical distancing).
5) Menjaga dan memperhatikan kebersihan lingkungan.
6) Melakukan penanganan linen sesuai prosedur yang ditetapkan.
7) Melakukan pengelolaan limbah sesuai criteria infeksius, non infeksius
dan benda tajam.
8) Melakukan dan mengawasi prosedur desinfeksi peralatan perawatan
pasien sesuai criteria peralatan kritikal, semi kritikal dan non kritikal.
9) Melaksanakan praktik menyuntik yang aman.
10) Melaksanakan program pemberian antimikroba yang bijaksana.
11) Pengelolaan kesehatan petugas sesuai kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan.
b. Penerapan Kewaspadaan Transmisi
Menerapkan prosedur standar pencegahan penularan penyakit infeksi
berdasarkan transmisi kontak, droplet dan airborne sesuai pedoman PPI.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 112


c. Pengendalian Administrasi
1) Penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI yang berkesinambungan.
2) Membuat pedoman, panduan, prosedur dan kebijakan semua aspek
kesehatan kerja dengan penekanan Penyakit Infeksi Emerging.
3) Identifikasi pasien dengan kasus Penyakit Infeksi Emerging baik ringan
maupun berat, diikuti dengan penerapan tindakan yang cepat dan
tepat, serta pelaksanaan pengendalian sumber infeksi dengan
menempatkan pasien pada tempat terpisah dengan pasien lainnya, dan
segera melaksanakan kewaspadaan standar.
4) Membuat kebijakan tentang kesehatan dan perlindungan petugas
kesehatan.
d. Melakukan Pendidikan dan Pelatihan
1) Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas tentang
Penyakit Infeksi Emerging, dengan materi tentang:
a) Konsep kejadian Penyakit Infeksi Emerging.
b) Konsep infeksi dari Penyakit Infeksi Emerging
c) Mikrobiologi dasar
d) Program PPI:
 Kewaspadaan isolasi
 Bundles
 Surveilans HAIs
 Penggunaan antibiotika yang bijak.
2) Memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang Penyakit Infeksi
Emerging, dengan materi:
a) Mrantai penularan penyakit infeksi.
b) Kewaspadaan isolasi: kewaspadaan standard dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi.
c) Konsep Penyakit Infeksi Emerging.
10.1.4 Pencegahan Penularan pada Individu
a. Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun dan
air mengalir selama 40-60 detik atau menggunakan hand sanitizer selama
20-30 detik.
b. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut pada saat tangan tidak bersih.
c. Menggunakan masker yang menutupi hidung dan mulut jika keluar rumah
atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status
kesehatannya.
d. Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 113


terkena droplet dari orang yang sedang batuk atau bersih.
e. Membatasi diri terhadap interaksi dengan orang lain yang tidak ddiketahui
status kesehatannya.
f. Saat tiba di rumah setelah bepergian, segera mandi dan ganti pakaian,
sebelum kontak dengan keluarga di rumah.
g. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup bersih
dan sehat (PHBS) serta gerakan masyarakat hidup sehat (germas).
h. Mengelola penyakit penyerta/komorbid agar tetap terkontrol.
i. Menerapkan etika batuk dan bersin terutama saat sakit, dan jika berlanjut
segera konsultasi kepada dokter/tenaga kesehatan.
10.1.5 Perlindungan Kesehatan pada Masyarakat
a. Upaya Pencegahan (prevent)
1) Dalam rangka memberikan pengertian dan pemahaman kepada
masyarakat luas dan stakeholder, maka dilakukan kegiatan promosi
kesehatan berupa sosialisasi dan edukasi menggunakan media serta
meneladani tokoh masyarakat.
2) Kegiatan perlindungan (protect) antara lain melalui penyediaan sarana
cuci tangan yang mudah diakses dan penyediaan hand sanitizer.
b. Upaya Penemuan Kasus (detect)
1) Deteksi dini dapat dilakukan pada semua umur dan semua kelompok
masyarakat melalui koordinasi dengan dinkes atau fasyankes.
2) Melakukan pemantauan kondisi kesehatan terhadap semua orag yang
berada di lokasi kejadian seperti tempat kerja, tempaf fasilitas umum
atau kegiatan lainnya.
c. Upaya Penanganan secara Cepat dan Efektif (respond)
Melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya penyebaran lebih luas
antara lain berkoordinasi dengan dinkes dan fasyankes lain untuk pelacakan
kontak erat, pemeriksaan laboratorium atau penanganan lain sesuai
kebutuhan.
10.1.6 Budaya Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)
a. Prinsip AKB
1) Jaga kebersihan tangan.
2) Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut pada saat tangan tidak
bersih.
3) Menggunakan masker yang menutupi hidung dan mulut jika keluar
rumah atau berinteraksi dengan orang lain yang tidak diketahui status
kesehatannya.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 114


4) Lakukan prosedur etika batuk dan kebersihaan pernafasan dengan
benar.
5) Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari
terkena droplet dari orang yang sedang batuk atau bersih.
6) Lakukan isolsi mandiri jika merasa ada keluhan demam, batuk, pilek
atau flu.
7) Jaga kesehatan dengan memastikan kesehatan fisik tetap terjaga.
b. Tindakan PPI di Unit Pelayanan Saat Terjadi Infeksi Emerging
1) Unit Layanan UKP
a) Petugas Kesehatan
 Patuhi kebersihan tangan sesuai standar.
 Gunakan APD sesuai indikasi dan patuhi cara penggunaan,
cara pelepasan serta cara pembuangan dengan benar.
 Lakukan prosedur etika batuk dan kebersihaan pernafasan
dengan benar.
 Lakukan pengelolaan peralatan kesehatan sesuai prosedur.
 Pastikan penggunaan dan pengelolaan linen dilakukan sesuai
prosdur.
 Pastikan lingkungan memiliki sirkulasi udara yang baik, tidak
penap dan panas.
 Lakukan prosedur penyuntikan yang aman.
 Lakukan penempatan pasien sesuai kondisi risiko penularan
penyakit infeksi.
 Buanglah limbah sisa pelayanan sesuai jenis limbah.
 Perlindungan petugas terhadap penularan penyakit infeksi dan
penyakit akibat kerja.
 Lakukan isolsi mandiri jika merasa ada keluhan demam, batuk,
pilek atau flu.
 Melakukan prosedur tindakan berdasarkan SOP atau bundles
HAIs.
b) Pasien
 Lakukan pendaftaran dan registrasi secara online.
 Datanglah sesuai jam perjanjian.
 Setelah tiba di puskesmas, lakukan kebersihan tangan.
 Duduklah di ruang tunggu sesuai tempat duduk yang
disediakan.
 Gunakan masker jika mengalami gangguan pernafasan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 115


 Lakukan prosedur etika batuk dan kebersihaan pernafasan
dengan benar.
 Jaga jarak minimal 1 meter dengan pasien lain.
 Segera tinggalkan pusksmas jika pelayanan telah selesai.
2) Unit Layanan UKM
a) Petugas
 Patuhi kebersihan tangan sesuai standar.
 Gunakan APD sesuai indiksi.
 Jaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain.
 Gunakan masker jika berhadapan dengan orang lain yang
mengalami gangguan pernafasan.
 Pastikan lingkungan memiliki sirkulasi udara yang baik, tidak
penap dan panas.
 Persiapkan dan bawalah peralatan kesehatan yang aman dan
tidak terkontaminasi.
 Lakukan prosedur penyuntikan yang aman.
 Buanglah limbah sisa pelayanan sesuai jenis limbah.
b) Klien/Masyarakat
 Menyediakan sarana kebersihan tangan dengan cuci tangan
dan hand sanitizer.
 Bila merasakan ada gangguan pernafasan segera memberi
tahu petugas.
 Jaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain dan hindari
kerumunan.
 Gunakan masker jika berhadapan dengan orang lain yang
mengalami gangguan pernafasan.
 Pastikan lingkungan memiliki sirkulasi udara yang baik, tidak
penap dan panas.
 Lakukan prosedur etika batuk dan kebersihaan pernafasan
dengan benar.
 Menjaga kebersihan lingkungan.
 Membuang limbah sesuai kategori limbah.
10.2 Penanggulangan KLB
10.2.1 Penyakit Infeksi Emerging dan Penanggulangan KLB
Beberapa jenis penyakit infeksi emerging di Indonesia, seperti penyakit
infeksi yang berstatus endemis dapat berubah menjadi KLB (kejadian luar biasa).
Penanggulangan KLB merupakan kegiatan yang dilakukan secara terpadu

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 116


oleh pemerintah pusat, daerah dan masyarakat. Kegiatan KLB secara garis
besar meliputi penyelidikan epidemiologi, penatalaksanaan penderita yang
mencakup kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita,
termasuk tindakan karantina, pemusnahan penyebab penyakit dan pencegahan
serta pengebalan termasuk PPI.
10.2.2 Pengertian KLB
KLB (kejadian luar biasa) atau wabah (outbreak) ditandai dengan:
a. Peningkatan jumlah kasus yang cukup bermakna dari yang diharapkan
dalam kurun waktu tertentu.
b. Peningkatan jumlah kasus kematian dari biasanya.
c. Munculnya kasus yang sebelumnya memang belum pernah ada atau
kasus lama yang muncul kembali.
10.2.3 Sumber Terjadinya KLB

Gambar 31. Sumber KLB dan Penyebaran Infeksi


10.2.4 Kriteria Kerja KLB
a. Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak ada atau tidak diketahui.
b. Peningkatan jumlah kejadian penyakit atau kematian 2kali atau lebih jika
dibandingkan periode sebelumnya.
c. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu
menunjukkan 50% atau lebih disbanding CFR periode sebelumnya.
d. Proporsional rate (PR) penderita baru dari periode tertentu menunjukkan
kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibanding periode yang sama dalam kurun
waktu tahun sebelumnya.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 117


10.2.5 Penetapan Diagnosis KLB

Is this an What is the


Outbreak? diagnosis?

Hubungan antar masalah? Manifestasi klinik?


Peningkatan kasus? Hasil laboratorium?

Outbreak
confirm?

Tindakan pencegahan Investigasi?


langsung?

Profilaksis? Etiologi agent?


Isolasi? Modus penularan?
Peringatan public? Cara penularan?
Tindakan hygiene? Sumber kontaminasi?
Populasi berisiko?
Sumber paparan?

Gambar 32. Skema Penetapan Diagnosis KLB


10.2.6 Tim Penanggulangan KLB
a. Tim multidisiplin atau multisektor yang bekerjasama dalam
penanggulangan KLB.
b. Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat atau dokter (IPCN/D).
c. IPCN/D dapat terlibat dalam penanggulangan KLB.
10.2.7 Manajemen Investigasi
a. Pengumpulan data kasus: data mikrobiologi, data surveilans HAIs dan
hasil diskusi dengan para klinisi.
b. Catat data berdasarkan: tanda dan gejala, apakah menunjukkan KLB,
pengobatan, prosedur, konsultasi, lokasi, petugas yang kontak langsung
dan factor pejamu.
10.2.8 Langkah-Langkah Investigasi KLB
Langkah-langkah investigasi KLB yaitu:
a. Persiapan lapangan
b. Memastikan KLB
c. Verifikasi diagnosis
d. Tetapkan dan umumkan status KLB

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 118


e. Pengolahan data deskriptif
f. Buat langkah pendahuluan
g. Evaluasi hasil
h. Komunikasi hasil temuan
i. Pencegahan dan penanggulangan
j. Observasi hasil tindakan
k. Kasus dihentikan.
10.2.9 Verifikasi Diagnosis KLB
Verifikasi diagnosis KLB ditujukan untuk memastikan diagnosis KLB yang
dilakukan dengan cara:
a. Review temuan klinis
b. Review hasil laboratorium, termasuk teknik pemeriksaan yang dipakai.
c. Hasil konsultasi tenaga ahli.
10.2.10 Penemuan Kasus
Penemuan kasus mencakup informasi:
a. Identitas: nama dan alamat
b. Demografi: umur, jenis kelamin, pekerjaan.
c. Klinis
d. Factor risiko
e. Pelapor
10.2.11 Tindakan Awal
Tindakan awal pada pasien perawatan akut dan non akut:
a. Kohorting pasien dan petugas
b. Batasi mobilisasi pasien
c. Petugas screening
d. Komunikasi
e. Peralatan pasien dan pembersihan
f. Kepatuhan terhadap aturan
g. Kebutuhan sarana dan prasarana
10.2.12 Pengendalian KLB
a. Jangan menunggu akhir penyelidikan, segera lakukan.
b. Jenis tindakan untuk pengendalian:
 Sumber
 Transmisi
 Mengurangi kerentanan host
c. Tindakan pencegahan melalui:
 Kewaspadaan isolasi

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 119


 Isolasi
 Imunisasi
10.2.13 Persiapan dalam Pencegahan KLB
a. Struktur bangunan: ruangan tersendiri, jarak antar pasien dan kemudahan
pembersihan, ventilasi yang adekuat, serta penempatan sarana
kebersihan tangan.
b. Penyediaan sarana kesehatan: sarana kebersihan tangan, peralatan
kesehatan, monitor tekanan negative ruangan.
c. Sarana dan tindakan sterilisasi: SOP, kepatuhan terhadap kebijakan.
d. Pendidikan dan pelatihan
10.2.14 Indikator Keberhasilan Penanggulangan KLB
Beberapa indicator keberhasilan penanggulangan KLB yaitu:
a. Menurunnya frekuensi KLB
b. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB
c. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB
d. Memendeknya periode KLB
e. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB
10.2.15 Berakhirnya KLB
Pada saat berakhirnya KLB maka segera lakukan:
a. Membuat laporan tertulis KLB
b. Komunikasikan dan sampaikan
c. Buat kebijakan
d. Evaluasi kinerja.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 120


BAB XI
MANAJEMEN DAN SUMBER DAYA PPI DI PUSKESMAS

11.1 Kebijakan dan Pengorganisasian PPI


1. Kebijakan
Kebijakan yang perlu dibuat oleh puskesmas agar program PPI berjalan
dengan baik yaitu:
a. SK Tim PPI
b. Pedoman PPI
c. Panduan PPI
d. Rencana Kerja PPI 5 Tahunan
e. Rencana Kerja PPI 1 Tahunan
f. KAK Program PPI
g. SOP terkait PPI
h. Format Pencatatan dan Pelaporan PPI
i. Instrument monev pelaksanaan program PPI
2. Pengorganisasian
Struktur organisasi PPI Klinik Alif Medika adalah sebagai berikut.

KEPALA BLUD
PUSKESMAS

KETUA TIM PPI

ANGGOTA

Gambar 33. Struktur Organisasi PPI Klinik Alif Medika


3. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Kepala Puskesmas
a. Membentuk Tim PPI atau Koordinator PPI dengan surat keputusan.
b. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
c. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan
prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan.
d. Menentukan kebijakan PPI.
e. Mengadakan evaluasi kebijakan PPI berdasarkan saran dari Tim PPI
atau Koordinator PPI.
f. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika rasional dan
disinfektan di puskesmas berdasarkan saran dari Tim PPI atau

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 121


Koordinator PPI.
g. Dapat menutup satu unit layanan yang dianggap sebagai sumber
potensial penularan infeksi untuk sementara waktu berdasarkan saran
dari Tim PPI atau Koordinator PPI.
h. Mengesahkan SOP PPI.
i. Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas puskesmas sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Tim PPI atau Koordinator PPI
a. Menyusun dan mengevaluasi kebijakan PPI.
b. Menyusun perencanaan program PPI (lima tahunan dan tahunan).
c. Membuat pedoman dan SOP terkait PPI.
d. Melaksanakan sosialisasi kebijakan, program, pedoman dan SOP.
e. Melakukan investigasi masalah atau KLB HAIs dan infeksi bersumber
masyarakat.
f. Memberikan usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara
pencegahan dan pengendalian infeksi.
g. Memberikan konsultasi kepada petugas puskesmas terkait PPI.
h. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip
PPI dan aman bagi yang menggunakan.
i. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM puskesmas terkait PPI.
j. Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
k. Berkoordinasi dengan unit-unit terkait PPI.
a) Dokter/dokter gigi, Apoteker dalam hal penggunaan antimikroba
dengan bijak di puskesmas.
b) Tim Mutu dan Keselamatan Pasien dalam menyusun kebijakan
keselamatan pasien.
c) Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk menyusun
kebijakan.
l. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodic mengkaji
kembali rencana program dan kegiatan PPI, apakah sesuai dengan
kebijakan manajemen di puskesmas.
m. Memberi masukan yang terkait konstruksi bangunan dan pengadaan
alat & bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat,
penyimpanan alat dan linen sesuai prinsip PPI.
n. Menentukan sikap penutupan satu unit jika diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 122


o. Melakukan pengawasan terhadap tindakan yang menyimpang dari
standar prosedur/ monitoring surveilans proses.
p. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan
penanggulangan infeksi bila terjadi KLB di puskesmas.
q. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap pelaksanaan program
PPI.
5. Tanggung Jawab Tim PPI atau Koordinator PPI
a. Terselenggaranya program dan evaluasi PPI.
b. Penyusunan rencana strategis program PPI.
c. Penyusunan pedoman PPI.
d. Tersedianya SOP PPI.
e. Penyusunan dan penetapan, serta evaluasi kebijakan PPI.
f. Melakukan kajian KLB infeksi di puskesmas.
g. Terselenggaranya Diklat PPI.
h. Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian risiko
infeksi.
i. Terselenggaranya pengadaan alat dan bahan terkait program PPI.
j. Terselenggaranya pertemuan berkala PPI.
k. Melaporkan kegiatan PPI kepada Kepala BLUD Puskesmas.
6. Tugas dan Tanggung Jawab Anggota Tim PPI atau Koordinator PPI
a. Bersama ketua tim melaksanakan program PPI.
b. Berkoordinasi dengan unit atau petugas lain dalam penerapan PPI.
c. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam penerapan PPI.
d. Membantu semua petugas untuk memahami PPI.
e. Memberikan masukan terhadap pedoman maupun kebijakan terkait PPI
f. Melaksanakan tugas lain yang diberikan ketua tim PPI.
7. Persyaratan bagi Ketua Tim PPI
Kualifikasi Sumber Daya Manusia sebagai standar ketenagaan program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di BLUD Puskesmas adalah:
a. Tenaga medis (dokter, dokter gigi) dengan jenjang pendidikan minimal
SI dan tenaga kesehatan (bidan, perawat, perawat gigi) dengan jenjang
pendidikan minimal DIII.
b. Memiliki pengalaman kerja minimal 2 tahun di FKTP.
c. Memiliki sertifikat mengikuti pelatihan mutu atau pelatihan PPI.
d. Mengembangkan diri dengan mengikuti kegiatan workshop, seminar,
lokakarya, dan sejenisnya.
e. Mengikuti bimbingan teknis secara berkesinambungan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 123


8. Persyaratan bagi Anggota Tim PPI
Kualifikasi Sumber Daya Manusia sebagai anggota Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di BLUD Puskesmas adalah:
a. Tenaga Kesehatan dengan jenjang pendidikan minimal DIII.
b. Diutamakan pernah mengikuti pelatihan dasar PPI, workshop, in house
training.
c. Mengembangkan diri dengan mengikuti kegiatan workshop, seminar,
lokakarya, dan sejenisnya.
11.2 Perencanaan PPI
Penyusunan rencana kerja program PPI merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari seluruh perencanaan puskesmas. Adapun Tahapan yang harus
dilakukan oleh PJ PPI dalam membuat rencana kerja adalah:
a. Persiapan penyusunan rencana kegiatan PPI: (pelajari renstra dan
kebijakan setempat)
b. Analisis situasi: PPI di wilayah kerja puskesmas.
c. Perumusan masalah PPI: perumusan masalah oleh tim PPI dilakukan
melalui identifikasi masalah berdasarkan prinsip “5 W 1 H” yaitu what,
when, who, where, why and how. Selanjutnya akan ditentukan prioritas
masalah, mencari akar penyebab masalah dan cara pemecahan masalah.
d. Penyusunan rencana 5 tahunan dan tahunan
1) Perencanaan SDM
2) Kebutuhan sarana, prasarana dan peralatan
3) Alokasi dan sumber pembiayaan
e. Contoh matriks perencanaan PPI dapat dilihat pada lampiran panduan ini.
f. Pengusulan kegiatan kepada pimpinan
11.3 Pelaksanaan PPI
Pelaksanaan kegiatan PPI pelu didukung oleh ketersediaan sumber daya
meliputi SDM, sarana, prasarana, peralatan dan pembiayaan serta didukung
sistem informasi.
Kegiatan PPI dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat
dan ditetapkan.
11.4 Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan PPI
1. Monitoring Program PPI
a. Maksud
Monitoring dimaksudkan untuk memastikan agar pelaksanaan program
sesuai dengan perencanaan kegiatan program PPI. Monitoring harus
dilakukan harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 124


b. Tujuan
Untuk mengetahui apakah rencana maupun pelaksanaan kegiatan
yang telah dibuat dapat terlaksana dengan baik. Jika tidak terlaksana
dengan baik maka harus segera dicari penyebab masalahnya sehingga
tindak lanjut pemecahan masalah dapat dilakukan secara dini dan
target kinerja PPI dapat tercpai sesuai target yang ditetapkan.
c. Proses Monitoring
Proses monitoring diawali dengan pengumpulan data daan pengukuran
capaian program PPI yang dilakukan secara rutin dan
berkesinambungan.
Puskesmas perlu membuat alat bantu monitoring berupa ceklist atau
daftar tilik monitoring pelaksanaan program PPI sesuai rencana yang
dibuat. Contoh cheklist monitoring dapat dilihat pada lampiran panduan
ini.
d. Indicator Monitoring Program PPI
Indikator keberhasilan program PPI digunakan sebagai tolok ukur untuk
menilai pelaksanaan PPI sesuai rencana yang telah disusun. Indicator
yang digunakan harus memenuhi prinsip “SMART” yaitu spesifik,
terukur, dapat dicapai, sesuai dan memiliki batas waktu.
2. Audit PPI
a. Pengertian
Audit merupakan kegiatan mengumpulkan data dan informasi yang
factual dan signifikan melalui interaksi secara sistematik, obyektif dan
terdokumentasi. Kegiatan audit dilakukan dengan membandingkan
antara standar yang terpilih dengan kenyataan pelaksanaan di
lapangan melalui pengecekan terhadap praktik actual.
b. Tujuan
1) Untuk menilai kepatuhan terhadap standar
2) Untuk menilai adanya kesenjangan antara target yang ditetapkan
dengan capaian yang diperoleh.
c. Sasaran
1) Audit program PPI
2) Audit kepatuhan
3) Audit kewaspadaan standar
d. Langkah Audit PPI
1) Membuat rencana sesuai prioritas masalah (rencana kegiatan audit,
tim, dll).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 125


2) Menyiapkan tools audit berdasarkan pedoman audit sesuai standar,
peraturan, review alur, protocol dan kebijakan, serta persediaan dan
peralatan.
3) Lakukan pengumpulan data, observasi, wawancara, dll pada
kegiatan, sarana, prasarana yang akan diaudit.
4) Lakukan penilaian dan analisis dengan menentukan scoring:
a) Ditetapkan berdasarkan hasil pengumpulan data, misalnya:
Nilai <75% : kepatuhan kurang
Nilai 76-84% : kepatuhan intermediate
Nilai >84% : kepatuhan baik
b) Criteria ditandai dengan”ya” atau “tidak”.
c) Nilai kepatuhan adalah jumlah total “ya” dibagi jumlah total “ya” +
“tidak” dikali 100%.
d) Formula:
Jumlah total “ya” x 100% =
Jumlah total “ya” + “tidak”

Contoh instrument penilaian PPI dan Kamus indicator PPI dapat dilihat pada
lampiran panduan ini.
3. Penilaian dan Pengendalian Risiko Infeksi (ICRA)
a. Pengertian
ICRA (Infection control risk assessment) merupakan suatu system
pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat
kontinuitas dan probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan,
berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.
ICRA merupakan proses multidisplin:
1) Berfokus pada pengurangan risiko infeksi.
2) Ada tahapan perencanaan fasilitas, desain, kontruksi, renovasi,
pemeliharaan fasilitas, dan
3) Perlu pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi dan lingkungan
perawatan, yang memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi
dampak potensial.
b. Tujuan
1) Untuk mencegah dan mengontrol frekwensi dan dampak risiko
infeksi dari paparan kuman pathogen melalui petugas, pasien dan
pengunjung, atau penularan melalui tindakan medis yang dilakukan
baik melalui peralatan, teknik pemasangan ataupun perawatan
terhadap HAIs.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 126
2) Untuk melakukan penilaian terhadap masalah yang ada sehingga
dapat ditindaklanjuti berdasarkan hasil penilaian skala prioritas.
c. Pembagian ICRA
1) ICRA external
Meliputi penilaian risiko infeksi pada KLB di komunitas, misalnya:
 Pada pandemic covid-19
 Kontaminasi pada makanan oleh salmonella
 Bencana alam
 Kecelakaan massal
 Dll.
2) ICRA internal
Kajian risiko infeksi mencakup:
 Risiko terkait petugas dan pasien
 Risiko terkait pelaksanaan prosedur
 Risiko terkait peralatan
 Risiko terkait lingkungan
3) Pembagian lain:
a) ICRA program
b) ICRA konstruksi
d. Langkah Pengkajian ICRA
1) Identifikasi risiko: yaitu dengan melihat seberapa berat dampak
potensial, seberapa sering munculnya kejadian yang berisiko,
identifikasi aktifitas yang dilakukan terhadap risiko infeksi
berdasarkan cara transmisinya.
2) Analisis risiko: dengan mencari jawaban atas pertanyaan
“mengapa terjadi, seberapa sering terjadi, siapa yang berkontribusi,
dimana kejadiannya dan apa dampaknya serta berapa biaya untuk
mengantisipasinya”.
3) Control risiko: dengan melakukan strategi mengurangi atau
mengeliminasi kemungkinan risiko yang menjadi masalah.
4) Monitoring risiko: dengan memastikan rencana pengurangan
risiko dilaksanakan dan dapat menjadi umpan balik perbaikan.
e. Tahap Pelaksanaan
1) Tahap pertama, meliputi:
a) Menggambarkan factor dan karakteristik yang meningkatkan
risiko infeksi.
b) Karakteristik yang menurunkan risiko infeksi.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 127


c) Menentukan adanya risiko infeksi.
d) Melaksanakan pertemuan untuk menentukan langkah dan
tindakan lebih lanjut.
2) Tahap kedua
Adalah proses perencanaan penilaian risiko, standar laporan
program PPI dan pengetahuan saat ini yang terkait dengan isu
pengendalian infeksi.
3) Tahap ketiga
Adalah melaksanakan pertemuan untuk mengukuhkan komitmen
dan partisipasi, saat pelaksanaan diskusi, prioritas risiko, dan
merencanakan control infeksi, serta meningkatkan mutu pelayanan
melalui proses pelatihan dan pendidikan termasuk learning by
doing.
f. Penilaian Risiko Infeksi di Puskesmas
1) Penilaian Risiko Infeksi pada Pelaksanaan Program PPI
a) Pengertian
Adalah pengkajian risiko infeksi terkait pelaksanaan program PPI
atau pelayanan yang diberikan puskesmas.
Pengkajian ini dilakukan setiap awal tahun sebelum memulai
program dan setiap saat jika dibutuhkan.
b) Langkah Penilaian Risiko Infeksi Program
o Penilaian probabilitas
Yaitu penilaian awal untuk menilai seberapa sering suatu
kejadian muncul. Semakin sering terjadi maka semakin
banyak risiko infeksi.
Tabel 35. Deskripsi Tingkat Risiko VS Frekwensi Kejadian
TINGKAT
DESKRIPSI FREKWENSI KEJADIAN
RISIKO
1 Sangat 0-5% (extremely unlikely or virtually
Rendah impossible).
Hampir tidak mungkin terjadi
(1x dalam >5 tahun).
2 Rendah Jarang (frekwensi 1-2x/ tahun).
Jarang tapi bukan tidak mungkin
terjadi (dalam 2-5 tahun)
3 Medium 31-70% (fairly likely to occur).
Kadang (frekwensi 3-4x/ tahun).
Mungkin terjadi (terjadi tiap 1-2
tahun).
4 Tinggi Agak sering (frekwensi 4-6x/ tahun).

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 128


TINGKAT
DESKRIPSI FREKWENSI KEJADIAN
RISIKO
Sangat mungkin terjadi (setiap
bulan atau beberapa kali dalam
setahun).
5 Sangat Sering (frekwensi >6x/ tahun).
Tinggi Hampir pasti akan terjadi (terjadi
dalam minggu/bulan).

o Penilaian dampak
Yaitu penilaian terhadap risiko keparahan akibat kejadian
yang muncul.
Tabel 36. Deskripsi Tingkat Risiko VS Dampak Kejadian
TINGKAT
DESKRIPSI DAMPAK KEJADIAN
RISIKO
1 Minimal Tidak ada cedera.
Klinis
2 Moderate Cedera ringan misalnya lecet,
Klinis dapat diatasi dengan P3K.
3 Lama Hari Cedera sedang (luka robek),
Rawat berkurangnya fungsi sensorik/
Memanjang motorik/ psikologis/intelektual),
yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit dan setiap
kasus akan memperpanjang hari
perawatan.
4 Kehilangan Cedera luas/berat (cacat/lumpuh),
Fungsi kehilangan fungsi sensorik/motorik/
Tubuh psikologis/intelektual, yang tidak
Sementara berhubungan dengan perjalanan
penyakit.
5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan
dengan perjalanan penyakit.

o Penilaian tingkat risiko terhadap system yang ada


Yaitu penilaian tingkat risiko terhadap adanya peraturan,
pelaksanaan dan ketersediaan fasilitas.

Tabel 37. Deskripsi Tingkat Risiko VS Peraturan,

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 129


Pelaksanaan dan Ketersediaan Fasilitas.
TINGKAT
DESKRIPSI DAMPAK KEJADIAN
RISIKO
1 Solid Peraturan ada, fasilitas ada, dan
dilaksanakan.
2 Good Peraturan ada, fasilitas ada, tidak
selalu dilaksanakan.
3 Fair Peraturan ada, fasilitas ada, tidak
dilaksanakan.
4 Poor Peraturan ada, fasilitas tidak ada,
tidak dilaksanakan.
5 None Tidak ada peraturan

c) Melakukan penghitungan
Caranya:
o Lakukan penilaian: probabilitas, dampak dan system.
o Lakukan perkalian: probabilitas x dampak x system.
o Tentukan nilai prioritas sesuai grading nilai tertinggi atau
kasus yang paling berdampak dan berisiko.
Tabel 38. Penentuan Rangking Tingkat Risiko.
PROBABILITAS DAMPAK SISTEM RANGKING
NO URAIAN SCORE
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 RISIKO
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Phlebitis 5 2 2 20 I
2 ISK 2 3 3 18 II
3 PLABSI 3 5 1 15 III

KETERANGAN
(1) : NO adalah nomor urut masalah yang ditemukan.
(2) : Uraian adalah masalah yang ada dan terjadi di lapangan
berdasarkan data hasil laporan bulanan.
(3) : Probability adalah nilai seringnya kejadian muncul atau
ditemukan di lapangan.
(4) : Dampak adalah akibat yang kemungkinan terjadi akibat masalah
yang ada.
(5) : System adalah peraturan atau kebijakan yang ada, fasilitas yang
ada dan pelaksanaan di lapangan.
(6) : Score adalah nilai akhir dari perkalian probability, dampak dan
system.
(7) : Ranking risiko adalah urutan nilai tertinggi dari score risiko untuk
dijadikan masalah prioritas.

d) Membuat POA
Membuat POA (plan of action) untuk meningkatkan mutu dalam
program PPI dengan menggunakan fish bone atau system
perbaikan mutu lainnya.
Tabel 39. Contoh Matriks POA PPI
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 130
KELOMPOK

PRIORITAS

STRATEGI

PROGRES
EVALUASI
POTENSI

KHUSUS
TUJUAN

TUJUAN
RISIKO

RISIKO

UMUM
SKOR
JENIS
NO

2) Penilaian Risiko Infeksi pada Fasilitas dan Bangunan


a) Pengertian
Pengkajian risiko infeksi terkait fasyankes khususnya bangunan
baik untuk konstruksi baru maupun renovasi.
b) Tujuan
Untuk mengurangi dampak infeksi spesifik atau masalah yang
muncul selama kontruksi, renovasi dilakukan.
c) Keterlibatan Tim PPI
Tim PPI harus dilibatkan dalam pertemuan perencanaan gedung
baru atau renovasi, yang berkaitan dengan hal sebagai berikut:
 Bagaimana produk, peralatan, ruangan, atau bangunan
yang akan dibuat?
 Solusi apa yang mungkin tersedia?
 Apa prinsip pengendalian infeksi atau peraturan eksternal
yang berlaku?
 Apa yang disarankan bukti terkait dengan konten spesifik?
 Apa hukum yang mengatur proyek?
 Apa standar dan pedoman dari badan arsitektur dan
teknik, departemen pemerintah dan badan akreditasi?
 Produk atau desain mana yang paling sesuai persyaratan
pengendalian infeksi, keselamatan, kepuasan karyawan
dan pasien, serta kendala biaya?
d) Langkah Penilaian Risiko Infeksi Konstruksi
o Tentukan tipe konstruksi
Tentukan tipe kontruksi (baru atau renovasi) berdasarkan
tingkat risiko, sebagaimana tabel 50 berikut ini.

Tabel 40. Tipe Proyeksi Konstruksi

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 131


TIPE A Kegiatan pemeriksaan konstruksi dengan risiko rendah,
termasuk namun tidak terbatas pada:
 Pemindahan plafon untuk pemeriksaan visual (debu
minimal)
 Pengecatan (bukan pemlesteran)
 Merapikan pekerjaan listrik, pemasangan pipa kecil, dan
aktifitas lain yang tidak menimbulkan debu atau
mengakses ke langit-langit selain untuk pemeriksaan
visual.
TIPE B Kegiatan non invasive skala kecil, durasi pendek, dengan
risiko debu minimal, termasuk namun tidak terbatas pada:
 Instalasi kabel untuk komputer dan telefon.
 Mengakses “chase spaces”.
 Pemotongan dinding atau plafon dimana penyebaran
debu dapat terkontrol.
TIPE C Kegiatan Pembongkaran gedung dan perbaikan gedung
yang menghasilkan debu tingkat tinggi denga risiko sedang
sampai tinggi, termasuk namun tidak terbatas pada:
 Pemlesteran dinding untuk pengecatan atau melindungi
dinding.
 Pemindahan untuk pemasangan plafond an lantai.
 Konstruksi dinding baru.
 Pekerjaan pipa kecil dan pemasangan listrik diatas
plafon.
 Kegiatan pemasangan kabel besar.
 Kegiatan A, B or C yang tidak dapat diselesaikan dalam
I shift kerja.
TIPE D Kegiatan pembangunan proyek konstruksi dan
pembongkaran gedung dengan skala besar:
 Kegiatan yang menuntut pembongkaran gedung dengan
skala besar-besaran.
 Kegiatan pemasangan/ pemindahan system perkabelan.
 Konstruksi baru/ pembangunan gedung baru.

o Identifikasi tingkat risiko


Identifikasi tingkat risiko area dan pengelompokan pasien
berdasarkan tingkat risiko.
Tabel 41. Kelompok Pasien Berisiko
RENDAH SEDANG TINGGI SANGAT TINGGI
 Area  Fisioterapi  IGD  Area pasien
perkantoran  IRJ  VK immuno-
administrasi  IGH  Laboratorium kompromised
 Inst. Gizi  Poli b edah  Unit luka bakar
 IBS  Cath lab
 R. rawat pasien  ISSB
 IP2K  ICU
 Stroke unit  NICU/PICU
 ICCU  R. isolasi tekanan
 UTD negative
 Onkologi
 R. operasi

o Tentukan kelas kewaspadaan dan intervensi PPI

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 132


Tabel 42. Kelas Kewaspadaan
KELOMPOK TIPE PROYEKSI KONSTRUKSI
PASIEN RISIKO TIPE A TIPE B TIPE C TIPE D
Rendah I II II III/IV
Sedang I II III IV
Tinggi I II III/IV IV
Sangat tinggi II III/IV III/IV IV

o Tentukan langkah intervensi PPI


Tabel 43. Intervensi PPI berdasarkan Kelas Kewaspadaan
SETELAH PROYEK
SELAMA PROYEK KONSTRUKSI
KONSTRUKSI
1. Lakukan pekerjaan konstruksi 1. Pembersihan lingkungan
KELAS I

dengan metode debu minimal. kerja


2. Segera mengganti plafon yang
digunakan untuk pemeriksaan visual.
1. Menyediakan saranan aktif untuk 1. Pembersihan permukaan
mencegah penyebarab debu ke kerja dengan pembersih/
udara. disinfektan.
2. Memberikan kabut air pada 2. Letakkan limbah konstruksi
permukaan kerja untuk dalam wadah tertutup rapat
mengendalikan debu saat sebelum dibuang. Lakukan
KELAS II

memotong. pengepelan basah dan atau


3. Menyegel pintu yang tidak terpakai vacum denga HEPA filter
dengan lakban. sebelum meninggalkan area
4. Menutup ventilasi udara. kerja.
5. Letakkan dust mat (kest debu) pada 3. Setelah pekerjaan selesai,
pintu masuk dan kaluar area kerja. rapikan kembali system
6. Menutup system HVAC ( heating, HVAC.
ventilasi, air conditioning).
1. Mengisolasi system HVAC di area 1. Pembatas area kerja harus
kerja untuk mencegah kontaminasi tetap dipasang sampai proyek
system saluran. selesai diperiksa oleh komite
2. Siapkan pembatas area kerja atau K3, KPPI dan dilakukan
terapkan metode control kubus pembersihan oleh petugas
sebelum pekerjaan dimulai (menutup kebersihan.
area kerja dengan plastic dan 2. Lakukan pembongkaran
KELAS III

menyegel dengan vakum HEPA bahan-bahan pembatas area


untuk menyedot debu keluar). kerja dengan hati-hati untuk
3. Jaga tekanan udara negative dalam meminimalkan penyebaran
tempat kerja dengan menggunakan kotoran dan puing-puing
HEPA filter. konstruksi.
4. Letakkan limbah konstruksi dalam 3. Vakum area kerja dengan
wadah tertutup rapat sebelum HEPA filter.
dibuang. 4. Setelah pekerjaan selesai,
5. Tutup wadah atau gerobak rapikan kembali system
transportasi limbah. HVAC.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 133


SETELAH PROYEK
SELAMA PROYEK KONSTRUKSI
KONSTRUKSI
1. Mengisolasi system HVAC di area 1. Pembatas area kerja harus
kerja untuk mencegah kontaminasi tetap dipasang sampai proyek
system saluran. selesai diperiksa oleh komite
2. Siapkan pembatas area kerja atau K3, KPPI dan dilakukan
terapkan metode control kubus pembersihan oleh petugas
sebelum pekerjaan dimulai (menutup kebersihan.
area kerja dengan plastic dan 2. Lakukan pembongkaran
menyegel dengan vakum HEPA bahan-bahan pembatas area
untuk menyedot debu keluar). kerja dengan hati-hati untuk
3. Jaga tekanan udara negative dalam meminimalkan penyebaran
tempat kerja dengan menggunakan kotoran dan puing-puing
HEPA filter. konstruksi.
KELAS IV

4. Menyegel lubang, pipa dan saluran. 3. Letakkan limbah konstruksi


5. Membuat anteroom dan mewajibkan dalam wadah tertutup rapat
semua personil untuk melewati sebelum dibuang.
ruangan ini sehingga mereka dapat 4. Tutup wadah atau gerobak
disedot menggunakan vacuum transportasi limbah.
cleaner HEPA sebelum 5. Vakum area kerja dengan
meninggalkan tempat kerja atau HEPA filter.
mereka bisa memakai pakaian kerja 6. Lakukan pengepelan basah
yang lepas setiap kali meninggalkan dengan pembersih/
tempat kerja. disinfektan.
6. Semua personil melewati tempat 7. Setelah pekerjaan selesai,
kerja diwajibkan memakai penutup rapikan kembali sisten HVAC.
sepatu. Sepatu harus diganti setiap
kali keluar dari area kerja.

Contoh surat ijin kerja PPI dan pengawasan ICRA konstruksi dapat
dilihat pada lampiran panduan ini.
11.5 Pelaporan Kegiatan PPI
a. Maksud
Laporan kegiatan PPI di puskesmas dibuat secara terintegrasi dengan
system yang berlaku saat ini. Untuk mengukur tingkat keberhasilan
pelaksanaan program PPI di lapangan, maka laporan harus dibuat secara
periodic, tergantung kebijakan yang berlaku, misalnya setiap bulan, tribulan,
semester dan tahunan.
Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak terkait
dengan peningkatan infeksi dan hasil laporan didesiminasikan kepada pihak
terkait agar dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menetapkan
strategi pengendalian infeksi di puskesmas.
Laporan kegiatan PPI meliputi:
1. Laporan hasil surveilans
2. Laporan kegiatan monitoring/audit kepatuhan pelaksanaan PPI
3. Laporan hasil kemajuan ICRA
4. Laporan hasil investigasi KLB
5. Laporan kegiatan penyuluhan dan diklat
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 134
6. Laporan hasil monitoring penggunaan antibiotika yang bijak.
b. Bentuk laporan
Bentuk laporan PPI mengikuti hasil pencatatan, analisis data dan pelaporan
yang telah dilakukan pada kegiatan lainnya. Bentuk laporan dapat
dikembangkan sendiri atau sesuai kebujakan puskesmas. Pengumpulan data
menggunakan form manual atau system IT yang dimiliki dengan membuat
format harian, bulanan atau lainnya.
Tabel 44. Contoh Format Laporan Kegiatan PPI
ABSES
UNIT TARGET ISK PHLEB IDO KIPI
NO GIGI
LAYANAN (%)
N D % N D % N D % N D % N D %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1 UGD <7,5%
2 KABER <5%
3 UGD <2%
4 GIGI <2%
5 IMUNISASI <2%

KETERANGAN:
(1) : NO adalah nomor urut.
(2) : Unit layanan adalah unit yang akan dilakukan penilaian angka kejadian
infeksi.
(3) : % target adalah target yang ditetapkan dalam pencapaian tujuan kinerja
bidang PPI dari unit yang ditetapkan.
(4) : ISK adalah infeksi yang terjadi akibat pemasangan kateter urine menetap
>2 hari kalender
(5) : PHLEB adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi akibat
komplikasi pemberian terapi infuse
(6) : IDO adalah infeksi yang terjadi pasca operasi dalam kurun waktu 30 hari
dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada
tempat insisi
(7) : Abses gigi adalah pasien yang mengalami abses pada area gigi yang
dilakukan tindakan perawatan gigi dimana pada saat dating tidak
ditemukan tanda infeksi.
(8) : KIPI adalah Infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi yang diberikan
secara penyuntikan
N : Numerator adalah jumlah kasus infeksi pada periode tertentu
D : Denominator adalah jumlah pasien yang dilakukan tindakan pada periode
tertentu
% : % adalah N dibagi D dikali 100%

c. Periode laporan
Laporan harus dibuat secara periodic, tergantung kebijakan yang berlaku,
misalnya setiap bulan, tribulan, semester dan tahunan.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 135


BAB XII
PENUTUP

“Panduan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi” merupakan suatu


acuan bagi petugas pemberi pelayanan di Klinik Alif Medika. Dalam pelaksanaan
tentu masih perlu dilakukan pembaharuan panduan ini. Oleh karena itu saran
dan kritik sangatlah diperlukan untuk membantu proses perbaikan panduan ini.
Demikian yang dapat kami tuliskan, semoga “Pandun Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi” ini dapat bermanfaat bagi petugas pemberi layanan di
Klinik Alif Medika.
Terima Kasih.

Lampiran 1: kamus indicator PPI

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 136


INDIKATOR KINERJA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI DI KLINIK ALIF MEDIKA

INDIKATOR KINERJA : PPI


UNIT : PROGRAM PPI
Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Judul Indikator Infeksi Saluran Kemih (ISK).
Alasan Pemilihan Indikator National Healthcare Safety Network (NHSN)
melaporkan angka kejadian CAUTI sekitar
3,1-7,5 infeksi 10.000 hari pemasangan
kateter, dan untuk Indonesia angka itu belum
ada data pasti.
Dimensi Mutu Patient safety, patient centered, efektif,
efisien
Tujuan 1. Untuk mengukur angka kejadian ISK
akibat pemakaian kateter.
2. Untuk menjamin keselamatan pasien
yang terpasang alat kesehatan guna
mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional 1. ISK adalah infeksi yang terjadi akibat
pemasangan kateter urine menetap >2
hari kalender.
2. Ditemukan minimal satu gejala berikut:
o Demam >38,0oC.
o Nyeri tekan suprapubic
o Nyeri pada sudut costo-vertebralis
o Urgensi kemih
o Frekwensi kencing
o Disuria.
3. Terdapat hasil test diagnostic:
o Tes urine celup positif untuk lekosit
esterase dan atau nitrit.
o Piuria (>10 lekosit pel cc atau 3
lekosit/LPB.
o Ditemukan kuman dengan
pewarnaan gram.
o Dokter mendiagnosis ISK dan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 137


Infeksi Saluran Kemih (ISK).
memberikan terapi ISK.
Tipe Indikator Indikator output
Satuan Pengukuran Permili (o/oo)
Numerator Jumlah kasus infeksi saluran kemih (ISK)
pada pasien dengan alat kateter
Denominator Jumlah lama hari pemakaian kateter
menetap.
Target Pencapaian <7,5 o/oo
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
o Semua pasien dipasang kateter di
puskesmas selama lebih dari 2 hari
kalender.
Kriteria eksklusif :
o Pasien yang dipasang kateter urine di
FKTP lain
o Pasien yang dipasang kateter urine
kurang dari 2 hari kalender.
Formula Pengukuran Jumlah pasien ISK yang dipasang kateter
urine di puskesmas dibagi Jumlah lama hari
pemakaian kateter urine menetap dikali 1000
o
/oo.
Desain Pengumpulan Data Prospektif dan Retrospektif
Sumber Data Data primer dan data sekunder ruang
tindakan
Populasi/ Sampel Semua pasien dipasang kateter di
puskesmas selama lebih dari 2 hari kalender
Frekwensi Pengumpulan Data Harian
Periode Waktu Pelaporan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Analisis Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Penyajian Data Table, grafik, run chart
Instrumen Pengambilan Data Observasi langsung atau data dari Rekam
medis
Penanggungjawab Indikator Penanggungjawab PPI

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 138


INDIKATOR KINERJA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI DI KLINIK ALIF MEDIKA

INDIKATOR KINERJA : PPI


UNIT : PROGRAM PPI
Phlebitis
Judul Indikator Phlebitis
Alasan Pemilihan Indikator Permenkes tentang Keselamatan Pasien.
Permenkes tentang Pedoman PPI di
Fasyankes.
Dimensi Mutu Patient safety, patient centered, efektif,
efisien
Tujuan 1. Untuk melakukan surveilans HAIs pada
angka kejadian phlebitis akibat
pemasangan infus.
2. Untuk menjamin keselamatan pasien
yang terpasang alat infus guna
mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional Phlebitis yaitu peradangan pada tunika intima
vena yang terjadi akibat komplikasi
pemberian terapi infuse, yang ditandai
kemerahan dan rasa seperti terbakar,
bengkak, sakit bila ditekan, ulkus sampai
eksudat purulent atau mengeluarkan cairan
bila ditekan, peningkatan suhu pada daerah
insersi kanula dan penurunan kecepatan
tetesan cairan
Tipe Indikator Indikator output
Satuan Pengukuran Permili (o/oo)
Numerator Jumlah kasus phlebitis
Denominator Jumlah lama hari pemakaian kateter
intravena perifer menetap.
Target Pencapaian <5 o/oo
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
o Semua pasien dipasang kateter
intravena perifer menetap.
Kriteria eksklusif :

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 139


Phlebitis
o Tidak ada.
Formula Pengukuran Jumlah kasus phlebitis dibagi Jumlah lama
hari pemakaian kateter intravena perifer
menetap dikali 1000 o/oo.
Desain Pengumpulan Data Prospektif
Sumber Data Data primer
Populasi/ Sampel Semua pasien dipasang kateter intravena
perifer menetap
Frekwensi Pengumpulan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Waktu Pelaporan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Analisis Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Penyajian Data Table, grafik, run chart
Instrumen Pengambilan Data Lembar Observasi
Penanggungjawab Indikator Penanggungjawab PPI

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 140


INDIKATOR KINERJA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI DI KLINIK ALIF MEDIKA

INDIKATOR KINERJA : PPI


UNIT : PROGRAM PPI
Infeksi Daerah Operasi (IDO).
Judul Indikator Infeksi Daerah Operasi (IDO).
Alasan Pemilihan Indikator Permenkes tentang Keselamatan Pasien.
Permenkes tentang Pedoman PPI di
Fasyankes.
Dimensi Mutu Patient safety, patient centered, efektif,
efisien
Tujuan 1. Untuk melakukan surveilans HAIs pada
angka kejadian infeksi daerah operasi
(IDO) dengan superficial incision.
2. Untuk menjamin keselamatan pasien
yang mendapat tindakan operasi guna
mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional IDO/SSI adalah infeksi yang terjadi pasca
operasi dalam kurun waktu 30 hari dan infeksi
tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutan pada tempat insisi dengan
setidaknya didapatkan salah satu dari:
o Gejala infeksi: kemerahan, panas,
bengkak, nyeri, fungsio laesa terganggu.
o Cairan purulent
o Ditemukan kuman dari cairan atau tanda
dari jaringan superficial.
Tipe Indikator Indikator output
Satuan Pengukuran Persen (%)
Numerator Jumlah kasus infeksi daerah operasi (IDO)
Denominator Jumlah pasien yang dilakukan operasi
superficial incision.
Target Pencapaian <2 %
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
o Semua pasien yang dilakukan operasi
incision.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 141


Infeksi Daerah Operasi (IDO).
o Pasien teridentifikasi IDO pasca operasi
superficial incision di puskesmas terkait.
Kriteria eksklusif :
o Pasien yang dilakukan operasi incision di
FKTP lain.
Formula Pengukuran Jumlah kasus infeksi daerah operasi (IDO)
dibagi Jumlah pasien yang dilakukan operasi
superficial incision dikali 100%
Desain Pengumpulan Data Prospektif dan Retrospektif
Sumber Data Data primer dan data sekunder ruang
tindakan
Populasi/ Sampel Semua pasien yang dilakukan operasi
incision.
Frekwensi Pengumpulan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Waktu Pelaporan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Analisis Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Penyajian Data Table, grafik, run chart
Instrumen Pengambilan Data Lembar Observasi
Penanggungjawab Indikator Penanggungjawab PPI

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 142


INDIKATOR KINERJA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI DI KLINIK ALIF MEDIKA

INDIKATOR KINERJA : PPI


UNIT : PROGRAM PPI
Abses Gigi
Judul Indikator Abses Gigi
Alasan Pemilihan Indikator Hasil Riskesdas menyatakan proporsi
terbesar masalah gigi adalah gigi rusak/
berlubang/ sakit (45,3%), masalah kesehatan
mulut yang dihadapi masyarakat Indonesia
adalah gusi bengkak (abses) (14%).
Permenkes tentang Keselamatan Pasien.
KMK no. 52 tahun 2015.
Dimensi Mutu Patient safety, patient centered, efektif,
efisien
Tujuan 1. Untuk melakukan surveilans HAIs pada
angka kejadian infeksi pasca tindakan
pelayanan gigi yang terjadi abses.
2. Untuk menjamin keselamatan pasien
yang mendapat pelayanan gigi.
Definisi Operasional Terbentuknya benjolan atau kantung berisi
nanah pada gigi, yang disebabkan infeksi
bakteri.
Kondisi ini bisa muncul di sekitar akar gigi
maupun gusi, ditandai dengan demam, gusi
bengkak, rasa sakit saat mengunyah atau
menggigit, sakit gigi menyebar ke telinga,
rahang dan leher, bau mulut, kemerahan dan
pembengkakan pada wajah.
Abses gigi menjadi indicator surveilans pada
kasus sesuai criteria HAIs (pada pelayanan
gigi sebelumnya tidak ditemukan tanda
abses).
Tipe Indikator Indikator output
Satuan Pengukuran Persen (%)
Numerator Jumlah kasus abses gigi
Denominator Jumlah pasien dilakukan tindakan superficial

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 143


Abses Gigi
incision pada area gigi dan jaringan
periodontal.
Target Pencapaian <2%
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
o Semua pasien dilakukan tindakan
superficial incision pada area gigi dan
jaringan periodontal di puskesmas.
Kriteria eksklusif :
o Pasien dilakukan tindakan superficial
incision pada area gigi dan jaringan
periodontal di FKTP lain
o Pasien sudah mengalami abses gigi
sebelum dilakukan tindakan gigi.
Formula Pengukuran Jumlah pasien abses gigi dibagi Jumlah
pasien dilakukan tindakan superficial incision
pada area gigi dan jaringan periodontal dikali
100%.
Desain Pengumpulan Data Prospektif dan Retrospektif
Sumber Data Data primer dan data sekunder poli gigi
Populasi/ Sampel Semua pasien dilakukan tindakan superficial
incision pada area gigi dan jaringan
periodontal di puskesmas.
Frekwensi Pengumpulan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Waktu Pelaporan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Analisis Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Penyajian Data Table, grafik, run chart
Instrumen Pengambilan Data Lembar Observasi langsung
Penanggungjawab Indikator Penanggungjawab PPI

INDIKATOR KINERJA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI DI KLINIK ALIF MEDIKA

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 144


INDIKATOR KINERJA : PPI
UNIT : PROGRAM PPI
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Judul Indikator Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Alasan Pemilihan Indikator Permenkes tentang Keselamatan Pasien.
Permenkes tentang Pedoman PPI di
Fasyankes.
Dimensi Mutu Patient safety, patient centered, efektif,
efisien
Tujuan 1. Untuk melakukan surveilans HAIs pada
angka kejadian infeksi pasca tindakan
imunisasi.
2. Untuk menjamin keselamatan pasien
yang mendapat pelayanan imunisasi
guna mencegah KIPI.
Definisi Operasional Infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi
yang diberikan secara penyuntikan, dimana
ditemukan tanda infeksi berikut ini.
Gejala KIPI ringan:
o Nyeri
o Kemerahan dan bengkak di area bekas
suntikan
o Gatal
o Demam
o Sakit kepala
o Lemas
Gejala KIPI berat:
o Alergi berat
o Trombosit turun
o Kejang
o Hipotonia atau Sindroma bayi lemas.
Tipe Indikator Indikator output
Satuan Pengukuran Persen (%)
Numerator Jumlah kasus KIPI
Denominator Jumlah pasien dilakukan imunisasi.

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 145


Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Target Pencapaian <2%
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
o Semua pasien teridentifikasi KIPI yang
telah mendapatkan imunisasi di
puskesmas terkait.
Kriteria eksklusif :
o Pasien mendapatkan imunisasi di FKTP
lain.
Formula Pengukuran Jumlah kasus KIPI dibagi Jumlah pasien
yang mendapatkan imunisasi dikali 100%.
Desain Pengumpulan Data Retrospektif
Sumber Data Data sekunder
Populasi/ Sampel Semua pasien yang mendapatkan imunisasi
secara penyuntikan.
Frekwensi Pengumpulan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Waktu Pelaporan Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Periode Analisis Data 1x /bulan, 1x/tribulan
Penyajian Data Table, grafik, run chart
Instrumen Pengambilan Data Formulir pelaporan KIPI
Penanggungjawab Indikator Penanggungjawab PPI

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 146


Lampiran 2: contoh form surveilans
FORM SURVEILANS HARIAN

TINDAKAN PELAYANAN KEJADIAN INFEKSI (HAIs)


NAMA PEMASANGAN TINDAKAN
TANGGAL PEMASANGAN ANTIBIOTIKA KET
PASIEN INFUS BEDAH PHLEBITIS ISK IDO
KATETER
MINOR

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 147


FORM SURVEILANS BULANAN

TINDAKAN PELAYANAN KEJADIAN INFEKSI (HAIs)


JUMLAH TINDAKAN
TANGGAL PEMASANGAN PEMASANGAN ANTIBIOTIKA KET
PASIEN BEDAH PHLEBITIS ISK IDO
INFUS KATETER
MINOR

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 148


Lampiran 3: matriks perencanaan program PPI
MATRIKS PERENCANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
KLINIK ALIF MEDIKA
TAHUN ________

WAKTU SUMBER
TARGET PENANGGUNG KEBUTUHAN MITRA KEBUTUHAN INDIKATOR
NO URAIAN TUJUAN SASARAN PELAKSA PEMBIA
SASARAN JAWAB SUMBER DAYA KERJA ANGGARAN KINERJA
NAAN YAAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

SDM
1
2
3
Sarana prasarana
1
2
3
Alat kesehatan
1
2
3
Pelaksanaan PPI
1
2
3
Monev PPI
1
2
3

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 149


Lampiran 4: checklist monitoring pelaksanaan program PPI
CHECKLIST MONITORING PELAKSANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
KLINIK ALIF MEDIKA
TAHUN ________

PENANGGUNG STATUS PELAKSANAAN PENYEBAB TIDAK


NO URAIAN VOLUME WAKTU RENCANA TINDAK LANJUT
JAWAB YA TIDAK DILAKSANAKAN
1 2 3 4 5 6 7 10 11
SDM
1
2
3
Sarana prasarana
1
2
3
Alat kesehatan
1
2
3
Pelaksanaan PPI
1
2
3
Monev PPI
1
2
3

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 150


Lampiran 5: contoh instrument Audit Kepatuhan 5 moment kebersihan tangan
INSTRUMEN AUDIT PPI
KEPATUHAN 5 MOMENT KEBERSIHAN TANGAN

TANGGAL AUDIT : _______________


NAMA AUDITOR : _______________
NAMA AUDITEE : _______ (inisial)
RUANG : _______________

ELEMEN PENILAIAN YA TIDAK NA


Sebelum menyentuh pasien
Setelah menyentuh pasien
Sebelum tindakan aseptik
Setelah kontak cairan tubuh pasien
Setelah meninggalkan lingkungan pasien
TOTAL

KETERANGAN:
YA : dilakukan sesuai standar
TIDAK : tidak dilakukan sesuai standar
NA : tidak dapat dinilai

Penghitungan:

Jumlah total “ya” x 100% =


Jumlah total “ya” + “tidak”

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 151


Lampiran 6: cara menilai kepatuhan penggunaan APD

INDIKATOR KINERJA PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI DI KLINIK ALIF MEDIKA

INDIKATOR KINERJA : PPI


UNIT : PROGRAM PPI
Kepatuhan Menggunakan APD
Judul Indikator Kepatuhan Menggunakan APD
Alasan Pemilihan Indikator Permenkes no. 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien.
Permenkes no. 27 tahun 2017 tentang PPI di
FKTP.
KMK RI No. HK.01.07/Menkes/413/2020
tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Covid-19.
Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas
Tujuan 1. Untuk mengukur kepatuhan petugas
dalam menggunakan APD.
2. Melindungi keselamatan petugas dan
pengguna layanan dengan cara
mengurangi infeksi.
Definisi Operasional 1. APD adalah perangkat alat yang
dirancang sebagai penghalang terhadap
penetrasi zat, partikel padat, cair, atau
udara, untuk melindungi pemakainya dari
cedera atau penyebaran infeksi atau
penyakit.
2. APD harus digunakan sesuai indikasi dan
jenis paparannya.
3. Indikasi penggunaan APD adalah saat
melakukan tindakan yang memungkinkan
tubuh atau membrane mukosa terpercik
darah atau cairan tubuh atau kemungkinan
pasien terpapar dari petugas.
4. Kepatuhan penggunaan APD adalah
kepatuhan petugas kesehatan
menggunakan APD sesuai indikasi dan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 152


Kepatuhan Menggunakan APD
jenis paparan.
Tipe Indikator Indikator proses
Satuan Pengukuran Persen (%)
Numerator Jumlah petugas kesehatan yang
menggunakan APD sesuai indikasi dan jenis
paparan dalam suatu periode pengamatan
Denominator Jumlah petugas kesehatan yang diamati
penggunaan APDnya dalam suatu periode
tertentu
Target Pencapaian <85%
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
o Semua petugas yang terindikasi harus
menggunakan APD.
Kriteria eksklusif :
o Tidak ada.
Formula Pengukuran Jumlah petugas kesehatan yang
menggunakan APD sesuai indikasi dan jenis
paparan dalam suatu periode pengamatan
dibagi Jumlah petugas kesehatan yang
diamati penggunaan APDnya dalam suatu
periode tertentu dikali 100%.
Desain Pengumpulan Data Concurrent (survey harian)
Sumber Data Data primer yaitu hasil pengamatan
Populasi/ Sampel Semua petugas yang terindikasi harus
menggunakan APD
Frekwensi Pengumpulan Data Periode tertentu
Periode Waktu Pelaporan Data Berdasarkan hasil audit
Periode Analisis Data Berdasarkan hasil audit
Penyajian Data Tabel, grafik, run chart
Instrumen Pengambilan Data Formulir Observasi langsung
Penanggungjawab Indikator Penanggungjawab PPI

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 153


Lampiran 7: Contoh surat ijin kerja PPI dan pengawasan ICRA konstruksi
Lokasi Konstruksi : Tanggal mulai proyek :
Koordinator Proyek : Perkiraan durasi :
Pekerjaan Konstruksi : Tanggal Kadaluarsa :
Supervisor : Telefon :
YES NO AKTIFITAS KONSTRUKSI YES NO AKTIFITAS KONSTRUKSI
TIPE A: Inspeksi, aktifitas non KELOMPOK: Risiko rendah
invasif
TIPE B: Skala kecil, durasi KELOMPOK: Risiko sedang
pendek, tingkat sedang
- tinggi
TIPE C: Kegiatan yang KELOMPOK: Risiko tinggi
menghasilkan debu
tingkat sedang-tinggi,
waktu penyelesaian >1
tahun
TIPE D: Kegiatan konstruksi KELOMPOK: Risiko sangat tinggi
level tinggi, waktu
penyelesaian yang
panjang
Kelas I 1. Lakukan pekerjaan konstruksi 3. Pembongkaran minor untuk
dengan metode debu minimal. perombakan ulang.
2. Segera mengganti plafon yang
digunakan untuk pemeriksaan
visual.
Kelas II 1. Menyediakan saranan aktif 6. Letakkan limbah konstruksi dalam
untuk mencegah penyebaran wadah tertutup rapat sebelum
debu ke udara. dibuang.
2. Memberikan kabut air pada 7. Lakukan pengepelan basah dan
permukaan kerja untuk atau vacum denga HEPA filter
mengendalikan debu saat sebelum meninggalkan area kerja.
memotong. 8. Letakkan dust mat (kest debu) pada
3. Menyegel pintu yang tidak pintu masuk dan kaluar area kerja.
terpakai dengan lakban. 9. Menutup system HVAC (heating,
4. Menutup ventilasi udara. ventilasi, air conditioning). Setelah
5. Pembersihan permukaan kerja pekerjaan selesai, rapikan kembali
dengan pembersih/ disinfektan system HVAC.
Kelas III 1. Memperoleh perijinan dari 6. Vakum area kerja dengan HEPA
KPPI sebelum kegiatan filter.
konstruksi dimulai. 7. Lakukan pengepelan basah dengan
2. Mengisolasi system HVAC di pembersih/ disinfektan.
area kerja untuk mencegah 8. Lakukan pembongkaran bahan-
kontaminasi system saluran. bahan pembatas area kerja dengan
3. Siapkan pembatas area kerja hati-hati untuk meminimalkan
atau terapkan metode control penyebaran kotoran dan puing-
kubus sebelum pekerjaan puing konstruksi.
dimulai (menutup area kerja 9. Letakkan limbah konstruksi dalam
dengan plastic dan menyegel wadah tertutup rapat sebelum
dengan vakum HEPA untuk dibuang.
menyedot debu keluar). 10. Tutup wadah atau gerobak
4. Jaga tekanan udara negative transportasi limbah.
dalam tempat kerja dengan 11. Setelah pekerjaan selesai, rapikan
Tanggal menggunakan HEPA filter. kembali system HVAC.
5. Pembatas area kerja harus
Paraf tetap dipasang sampai proyek
selesai diperiksa oleh komite
K3, KPPI dan dilakukan

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 154


pembersihan oleh petugas
kebersihan.
Kelas IV 1. Memperoleh perijinan dari 7. Semua personil melewati tempat
KPPI sebelum kegiatan kerja diwajibkan memakai penutup
konstruksi dimulai. sepatu. Sepatu harus diganti setiap
2. Mengisolasi system HVAC di kali keluar dari area kerja
area kerja untuk mencegah 8. Vakum area kerja dengan HEPA
kontaminasi system saluran. filter.
3. Siapkan pembatas area kerja 9. Lakukan pengepelan basah dengan
atau terapkan metode control pembersih/ disinfektan.
kubus sebelum pekerjaan 10. Lakukan pembongkaran bahan-
dimulai (menutup area kerja bahan pembatas area kerja dengan
dengan plastic dan menyegel hati-hati untuk meminimalkan
dengan vakum HEPA untuk penyebaran kotoran dan puing-
menyedot debu keluar). puing konstruksi.
4. Jaga tekanan udara negative 11. Letakkan limbah konstruksi dalam
dalam tempat kerja dengan wadah tertutup rapat sebelum
menggunakan HEPA filter. dibuang.
5. Menyegel lubang, pipa dan 12. Tutup wadah atau gerobak
saluran. transportasi limbah.
6. Membuat anteroom dan 13. Setelah pekerjaan selesai, rapikan
mewajibkan semua personil kembali sisten HVAC.
untuk melewati ruangan ini
sehingga mereka dapat
disedot menggunakan vacuum
Tanggal cleaner HEPA sebelum
meninggalkan tempat kerja
Paraf atau mereka bisa memakai
pakaian kerja yang lepas
setiap kali meninggalkan
tempat kerja.
Persyaratan tambahan:

PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 155

Anda mungkin juga menyukai