PENGENDALIAN INFEKSI
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya sehingga terselesaikannya penyusunan “Panduan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi” di Klinik Alif Medika. Panduan ini
diharapankan dapat menjadi panduan bagi Penerapan Program Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Klinik Alif Medika.
Besar harapan kami untuk dapat melaksanakan semua prosedur yang
telah tersusun dengan dukungan dari segenap staf/karyawan serta unit-unit kerja
lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan ini.
“Panduan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi” di Klinik Alif Medika ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami butuhkan
untuk sempurnanya pedoman ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya bagi kita semua. Amin.
Tim Penyusun
BAB IV
Indikasi penggunaan:
Pada tindakan yang dapat menimbulkan percikan atau semburan
darah, cairan tubuh, secret, dan ekskresi ke mukosa, mata, hidung
dan mulut.
Potensi terjadinya transmisi airborne misalnya pada tindakan dokter
gigi, swab hidung atau tenggorok, RJP, penanganan linen
terkontaminasi atau pemulasaraan jenazah.
c) Masker
Tujuan:
Untuk melindungi wajah dan membrane mukosa mulut dan hidung dari
cipratan darah dan cairan tubuh pasien, atau permukaan lingkungan
yang kotor dan melindungi pasien dari petugas pada saat batuk atau
bersin.
Jenis:
Syarat masker yang digunakan harus menutupi hidung dan mulut serta
penggunaan masker N95 harus dilakukan fit test (penekanan di bagian
hidung dan penilaian kerapatan penggunaan masker).
d) Gaun
Tujuan:
Untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan paparan atau percikan
darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi atau melindungi pasien dari
paparan pakaian petugas pada tindakan steril.
Jenis:
Tabel 2. Jenis Gaun dan Kegunaannya
GAUN REUSABLE APRON GAUN DISPOSABLE
Gaun steril yang Gaun anti air untuk Gaun steril yang
digunakan untuk melindungi tubuh atau digunakan untuk
menutupi pakaian baju pemakai dari tindakan bedah untuk
kerja bersih saat percikan dan mencegah paparan
melakukan kegiatan kontaminasi cairan tubuh, darah,
mikroorganisme. sekresi, ekskresi dan
bahan kontaminan lain
selama prosedur
bedah.
f) Sepatu
Tujuan:
Untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan atau percikandarah atau
cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda
tajam atau kejatuhan alat kesehatan yang berisiko melukai kaki.
Jenis:
Tabel 4. Jenis Sepatu dan Kegunaannya
KEGUNAAN TERTUTUP BOOT KERJA
Melindungi kaki dari risiko √ √ x
kontaminasi darah, cairan tubuh
dan terkena/ tertusuk benda tajam.
Melindungi kaki dari kontaminasi √ √ √
darah, cairan tubuh dengan jumlah
percikan yang banyak.
Menjaga kenyamanan kaki dalam √ x √
bekerja dan risiko kontaminasi
benda infeksius dan terkena/
tertusuk benda tajam.
b) Proses Pre-Cleaning
Semua peralatan atau alat medis yang telah digunakan, pertama kali
harus dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) yaitu merendam
seluruh permukaan peralatan kesehatan dengan menggunakan
enzymatic 0,8% atau detergent atau glutaraldehide 2% atau sesuai
instruksi pabrikan selama 10-15 menit untuk menghilangkan noda
darah atau cairan tubuh.
c) Pembersihan atau Pencucian
Proses ini terdiri dari mencuci dengan sabun atau detergen dan
airkemudian membilas dengan air bersih dan mengeringkannya.
d) Proses Pengemasan
Melakukan pengemasan dengan membungkus semua peralatan
dengan linen atau kertas khusus sebelum dilakukan sterilisasi, dengan
prinsip:
1) Prosedur pengemasan harus mencakup:
Label nama alat,
Tanggal pengemasan,
Metode sterilisasi,
Tipe dan ukuran alat yang disterilisasi,
Penempatan alat dalam kemasan, dan
Penempatan indicator kimia eksternal dan internal.
2) Pengemasan sterilisasi harus dapat menyerap dengan baik dan
menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya.
3) Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil saat akan
digunakan tanpa menyebabkan kontaminasi.
4) Harus dapat menjaga isinya tetap steril hingga kemasan dibuka dan
dilengkapi masa kadaluarsa.
Pembersihan
Pengemasan
Sterilisasi
NO JENIS PERALATAN
DTR
DTT
1 Peralatan Kritikal √ √ √ √
2. Tujuan
Untuk mencegah infeksi silang bagi petugas dan pasien, menjaga
ketersediaan bahan linen dan mutu linen, mengelola SDM agar mampu
menyediakan linen sesuai kebutuhan dan harapan pengguna layanan
dengan memperhatikan proses pembiayaan dan meningkatkan kepuasan
pasien.
3. Manfaat
Pengelolaan linen yang baik dapat mencegah potensi penularan penyakit
pada pasien, petugas, pengguna linen lainnya serta pencemaran lingkungan.
4. Prinsip Pengelolaan Linen
a. Semua petugas yang terlibat dalam pengelolaan linen harus
menerapkan PPI.
b. Perlakuan linen disesuaikan dengan kategori kebersihan linen yaitu:
1) Linen bersih adalah linen yang sudah dilakukan pencucian dan siap
dipakai untuk pelayanan non steril.
2) Linen steril adalah linen yang sudah dilakukan sterilisasi.
3) Linen kotor adalah linen yang sudah digunakan oleh
petugas/pasien/ keluarga pasien.
4) Linen infeksius adalah linen yang terkontaminasi darah, cairan
tubuh, sekresi dan ekskresi pasien.
c. Linen dari ruang isolasi diperlakukan sebagai linen infeksius.
d. Pencucian linen bersih, kotor dan steril dilakukan secara terpisah.
5. Sarana Prasarana
a. Mesin cuci dan pengering.
b. Mesin setrika uap atau mesin flat ironer untuk menyetrika.
c. Kantong untuk membungkus linen kotor dan linen bersih.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 43
d. Kereta dorong untuk pengangkutan.
e. Tempat penyimpanan linen (lemari tertutup).
6. Prosedur Pengelolaan Linen
a. Petugas harus memakai APD sesuai kebutuhan untuk melindungi
kontaminasi dari paparan cairan atau percikan yang mengenai pakaian
dan tubuh petugas.
b. Jangan menarik dan meletakkan linen kotor di lantai, kumpulkan linen
kotor sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi lingkungan.
c. Pastikan troli yang digunakan mengangkut berbeda antara linen kotor
dan linen bersih, atau jika tidak memungkinkan lakukan desinfeksi troli
sebelum digunakan mengangkut linen bersih.
d. Pencucian linen kotor dan linen infeksius dilakukan terpisah.
Syarat pencucian linen kotor dan infeksius:
1) Tersedia air bersih dan mengalir
2) Jika tersedia air panas, lakukan pencucian dengan suhu 70 oC dalam
waktu 25 menit atau suhu 95 oC dalam waktu 10 menit dengan
detergen.
3) Jika tidak tersedia air panas, maka pencucian linen infeksius
dilakukan dengan detergen dan tambahkan cairan desinfektan
(pemutih) dengan pengenceran 1cc : 99cc dan waktu perendaman
10-15 menit untuk mencegah kerusakan struktur kain.
4) Proses pengeringan dengan mesin pengering atau jika manual
maka tempat jemuran harus beratap agar terhindar dari debu.
e. Pelipatan hasil cucian dilakukan di atas meja, jangan di lantai atau
permukaan yang terkontaminasi.
f. Linen bersih disimpan di lemari tertutup dan jangan dicampur dengan
penyimpanan peralatan lainnya.
g. Linen steril ditempatkan pada tempat penyimpanan khusus dengan
suhu 22-24oC dan kelembaban 40-60%, lantai terbuat dari bahan vinyl.
h. Pengangkutan linen bersih dan linen kotor harus terpisah.
Follow Up
BAB VI
PENGGUNAAN ANTIMIKROBA YANG BIJAK
6.1 Pengertian
Penggunaan antibiotika dalam pelayanan kesehatan seringkali tidak tepat
sehingga dapat menimbulkan permasalahan yaitu pengobatan kurang efektif,
peningkatan risiko keamanan pasien, tingginya biaya pengobatan dan yang
utama meluasnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.
Strategi pengendalian antimikroba/antibiotika melalui 2 kegiatan utama
yaitu penerapan penggunaan antibiotika secara bijak dan penerapan prinsip
pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar.
Penggunaan Antibiotika Secara Bijak merupakan penggunaan antibiotika
secara rasional sesuai dengan penyebab infeksi, dengan rejimen dosis optimal,
lama pemberian optimal, efek samping minimal, serta mempertimbangkan
dampak yang muncul dan menyebarnya mikroba resisten. Sebagai upaya
pengendalian penggunaan antibiotika, perlu ditetapkan kebijakan penggunaan
antibiotika di puskesmas dan disusun serta diterapkan Panduan Penggunaan
Antibiotika Profilaksis dan Terapi di Puskesmas dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan.
Penerapan program pengendalian resistensi antimikroba di fasilitas
pelayanan kesehatan termasuk puskesmas mengacu pada Permenkes No.8
tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah
Sakit.
6.2 Prinsip Penggunaan Antimikroba yang Bijak
7.1 Pengertian
Pendidikan dan Pelatihan adalah kegiatan Pendidikan dan Pelatihan yang
berkaitan dengan PPI (pencegahan dan pengendalian infeksi) baik untuk tenaga
medis, tenaga perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya, yang selenggarakan
oleh kementerian kesehatan, pemerintah daerah, organisasi profesi, atau
organisasi lainnya sesuai dengan perundang-undangan.
Kegiatan sosialisasi atau edukasi PPI kepada pelanggan atau masyarakat
dilakukan oleh petugas puskesmas yang memiliki kompetensi terkait PPI.
8.1 Pengertian
Surveilans adalah proses dinamis, sistematis, terus-menerus, dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang didesiminasikan secara berkala ke
pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan
evaluasi suati tindakan yang berhubungan dengan kesehatan dalam upaya
penilaian risiko HAIs. Dengan melakukan surveilans diharapkan ada
rekomendasi sebagai bahan masukan dalam melakukan intervensi perbaikan
untuk menurunkan angka kejadian infeksi (insiden rate).
8.2 Tujuan
Untuk mendapatkan data dasar infeksi di pelayanan, untuk menurunkan
laju infeksi yang terjadi, identifikasi dini KLB infeksi di puskesmas. Selain itu
sebagai bahan informasi untuk meyakinkan tenaga kesehatan tentang adanya
masalah yang memerlukan penanggulangan, mengukur dan menilai
keberhasilan suatu program PPI, memenuhi standar mutu pelayanan medis dan
keperawatan, dan salah satu unsure pendukung untuk memenuhi standar
penilaian akreditasi di puskesmas.
8.3 Sasaran
Sasaran surveilans difokuskan pada kejadian HAIs yang berhubungan dengan
proses pelayanan medis dan keperawatan.
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
K = Konstanta
Jika menggunakan lama hari penggunaan alat maka digunakan
per-1000.
Jika menggunakan jumlah tindakan maka digunakan per-100
Contoh 1:
Jumlah kejadian IDO x 100 = …..%
Jumlah pasien yang dilakukan operasi
Contoh 2:
Jumlah kejadian ISK x 1000 = …..0/00
Jumlah hari terpasang katerer urine
9.1 Penerapan PPI pada Pelayanan di Dalam Gedung (UKP dan UKM)
9.1.1 PPI pada Pelayanan Pendaftaran dan Rekam Medik
1. Maksud
PPI pada pelayanan pendaftaran dan rekam medic dimaksudkan agar
pengelolaan proses pendaftaran yang meliputi penerimaan, penapisan dan
penulisan identitas, penyediaan kartu berobat, penyediaan kartu
pemeriksaan atau rekam medik, untuk keperluan berobat atau konsultasi
kesehatan yang sesuai dengan prinsip dan prosedur PPI.
2. Ruang Lingkup Pelayanan
a. Penerimaan, penapisan dan penulisan identitas dalam kartu berobat.
b. Penyerahan kartu berobat dan nomor antrian.
c. Penyiapan rekam medic.
d. Penyerahan rekam medic oleh petugas ke ruang pelayanan.
e. Pengembalian rekam medic dari ruang pelayanan, pemeriksaan
kelengkapan dokumen dan penyimpanan kembali.
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan pendaftaran dan rekam medic akibat pelayanan yang tidak sesuai
standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan pendaftaran dan rekam medic
3. Tujuan
Untuk mencegah atau memutus rantai penularan penyakit infeksi pada
pelayanan kesehatan gigi dan mulut akibat pelayanan yang tidak sesuai
standar PPI.
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan kesehatan gigi dan mulut
dengan memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan kesehatan gigi dan mulut dengan mengacu
pada pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Tabel 14. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI, gunakan air
kumur dari air minum.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
Lain
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Vaksinasi dan Tindakan Medis Lain
Petugas kesehatan:
4. Prinsip Umum
a. Puskesmas membuat SOP pelayanan Persalinan Normal dengan
memperhatikan penerapan PPI.
b. Pembuatan SOP pelayanan Persalinan Normal dengan mengacu pada
pedoman PPI.
c. Pemantauan secara periodic dan berkesinambungan oleh Tim PPI
diperlukan untuk menilai tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP yang
telah ditetapkan.
5. Penerapan PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat
Tabel 29. Penerapan PPI pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
4) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Terangkan tentang cara minum obat yang diberikan dengan jelas.
3) Terapkan PHBS dan Germas.
Konseling
Penerapan PPI (dengan memperhatikan risiko paparan)
pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling
Petugas kesehatan:
1) Lakukan hand hygiene sesuai indikasi.
2) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.
3) Lakukan pengendalian lingkungan sesuai prinsip PPI.
4) Lakukan pengelolaan limbah dan benda tajam sesuai jenis limbah.
5) Terapkan kebersihan pernafasan dan etika batuk jika sedang sakit
saluran pernafasan.
6) Jaga jarak antar peserta..
7) Terapkan kewaspadaan transmisi sebagai kewaspadaan lini kedua.
Edukasi pada pengguna layanan:
1) Anjurkan atau beri masker pada pasien dengan gangguan pernafasan
(batuk, flu, bersin) atau terapkan kebersihan pernafasan dan etika
batuk pada penapisan awal.
2) Terapkan PHBS dan Germas.
Outbreak
confirm?
KEPALA BLUD
PUSKESMAS
ANGGOTA
Contoh instrument penilaian PPI dan Kamus indicator PPI dapat dilihat pada
lampiran panduan ini.
3. Penilaian dan Pengendalian Risiko Infeksi (ICRA)
a. Pengertian
ICRA (Infection control risk assessment) merupakan suatu system
pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat
kontinuitas dan probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan,
berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.
ICRA merupakan proses multidisplin:
1) Berfokus pada pengurangan risiko infeksi.
2) Ada tahapan perencanaan fasilitas, desain, kontruksi, renovasi,
pemeliharaan fasilitas, dan
3) Perlu pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi dan lingkungan
perawatan, yang memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi
dampak potensial.
b. Tujuan
1) Untuk mencegah dan mengontrol frekwensi dan dampak risiko
infeksi dari paparan kuman pathogen melalui petugas, pasien dan
pengunjung, atau penularan melalui tindakan medis yang dilakukan
baik melalui peralatan, teknik pemasangan ataupun perawatan
terhadap HAIs.
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 126
2) Untuk melakukan penilaian terhadap masalah yang ada sehingga
dapat ditindaklanjuti berdasarkan hasil penilaian skala prioritas.
c. Pembagian ICRA
1) ICRA external
Meliputi penilaian risiko infeksi pada KLB di komunitas, misalnya:
Pada pandemic covid-19
Kontaminasi pada makanan oleh salmonella
Bencana alam
Kecelakaan massal
Dll.
2) ICRA internal
Kajian risiko infeksi mencakup:
Risiko terkait petugas dan pasien
Risiko terkait pelaksanaan prosedur
Risiko terkait peralatan
Risiko terkait lingkungan
3) Pembagian lain:
a) ICRA program
b) ICRA konstruksi
d. Langkah Pengkajian ICRA
1) Identifikasi risiko: yaitu dengan melihat seberapa berat dampak
potensial, seberapa sering munculnya kejadian yang berisiko,
identifikasi aktifitas yang dilakukan terhadap risiko infeksi
berdasarkan cara transmisinya.
2) Analisis risiko: dengan mencari jawaban atas pertanyaan
“mengapa terjadi, seberapa sering terjadi, siapa yang berkontribusi,
dimana kejadiannya dan apa dampaknya serta berapa biaya untuk
mengantisipasinya”.
3) Control risiko: dengan melakukan strategi mengurangi atau
mengeliminasi kemungkinan risiko yang menjadi masalah.
4) Monitoring risiko: dengan memastikan rencana pengurangan
risiko dilaksanakan dan dapat menjadi umpan balik perbaikan.
e. Tahap Pelaksanaan
1) Tahap pertama, meliputi:
a) Menggambarkan factor dan karakteristik yang meningkatkan
risiko infeksi.
b) Karakteristik yang menurunkan risiko infeksi.
o Penilaian dampak
Yaitu penilaian terhadap risiko keparahan akibat kejadian
yang muncul.
Tabel 36. Deskripsi Tingkat Risiko VS Dampak Kejadian
TINGKAT
DESKRIPSI DAMPAK KEJADIAN
RISIKO
1 Minimal Tidak ada cedera.
Klinis
2 Moderate Cedera ringan misalnya lecet,
Klinis dapat diatasi dengan P3K.
3 Lama Hari Cedera sedang (luka robek),
Rawat berkurangnya fungsi sensorik/
Memanjang motorik/ psikologis/intelektual),
yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit dan setiap
kasus akan memperpanjang hari
perawatan.
4 Kehilangan Cedera luas/berat (cacat/lumpuh),
Fungsi kehilangan fungsi sensorik/motorik/
Tubuh psikologis/intelektual, yang tidak
Sementara berhubungan dengan perjalanan
penyakit.
5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan
dengan perjalanan penyakit.
c) Melakukan penghitungan
Caranya:
o Lakukan penilaian: probabilitas, dampak dan system.
o Lakukan perkalian: probabilitas x dampak x system.
o Tentukan nilai prioritas sesuai grading nilai tertinggi atau
kasus yang paling berdampak dan berisiko.
Tabel 38. Penentuan Rangking Tingkat Risiko.
PROBABILITAS DAMPAK SISTEM RANGKING
NO URAIAN SCORE
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 RISIKO
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Phlebitis 5 2 2 20 I
2 ISK 2 3 3 18 II
3 PLABSI 3 5 1 15 III
KETERANGAN
(1) : NO adalah nomor urut masalah yang ditemukan.
(2) : Uraian adalah masalah yang ada dan terjadi di lapangan
berdasarkan data hasil laporan bulanan.
(3) : Probability adalah nilai seringnya kejadian muncul atau
ditemukan di lapangan.
(4) : Dampak adalah akibat yang kemungkinan terjadi akibat masalah
yang ada.
(5) : System adalah peraturan atau kebijakan yang ada, fasilitas yang
ada dan pelaksanaan di lapangan.
(6) : Score adalah nilai akhir dari perkalian probability, dampak dan
system.
(7) : Ranking risiko adalah urutan nilai tertinggi dari score risiko untuk
dijadikan masalah prioritas.
d) Membuat POA
Membuat POA (plan of action) untuk meningkatkan mutu dalam
program PPI dengan menggunakan fish bone atau system
perbaikan mutu lainnya.
Tabel 39. Contoh Matriks POA PPI
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 130
KELOMPOK
PRIORITAS
STRATEGI
PROGRES
EVALUASI
POTENSI
KHUSUS
TUJUAN
TUJUAN
RISIKO
RISIKO
UMUM
SKOR
JENIS
NO
Contoh surat ijin kerja PPI dan pengawasan ICRA konstruksi dapat
dilihat pada lampiran panduan ini.
11.5 Pelaporan Kegiatan PPI
a. Maksud
Laporan kegiatan PPI di puskesmas dibuat secara terintegrasi dengan
system yang berlaku saat ini. Untuk mengukur tingkat keberhasilan
pelaksanaan program PPI di lapangan, maka laporan harus dibuat secara
periodic, tergantung kebijakan yang berlaku, misalnya setiap bulan, tribulan,
semester dan tahunan.
Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak terkait
dengan peningkatan infeksi dan hasil laporan didesiminasikan kepada pihak
terkait agar dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menetapkan
strategi pengendalian infeksi di puskesmas.
Laporan kegiatan PPI meliputi:
1. Laporan hasil surveilans
2. Laporan kegiatan monitoring/audit kepatuhan pelaksanaan PPI
3. Laporan hasil kemajuan ICRA
4. Laporan hasil investigasi KLB
5. Laporan kegiatan penyuluhan dan diklat
PANDUAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI Page 134
6. Laporan hasil monitoring penggunaan antibiotika yang bijak.
b. Bentuk laporan
Bentuk laporan PPI mengikuti hasil pencatatan, analisis data dan pelaporan
yang telah dilakukan pada kegiatan lainnya. Bentuk laporan dapat
dikembangkan sendiri atau sesuai kebujakan puskesmas. Pengumpulan data
menggunakan form manual atau system IT yang dimiliki dengan membuat
format harian, bulanan atau lainnya.
Tabel 44. Contoh Format Laporan Kegiatan PPI
ABSES
UNIT TARGET ISK PHLEB IDO KIPI
NO GIGI
LAYANAN (%)
N D % N D % N D % N D % N D %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 UGD <7,5%
2 KABER <5%
3 UGD <2%
4 GIGI <2%
5 IMUNISASI <2%
KETERANGAN:
(1) : NO adalah nomor urut.
(2) : Unit layanan adalah unit yang akan dilakukan penilaian angka kejadian
infeksi.
(3) : % target adalah target yang ditetapkan dalam pencapaian tujuan kinerja
bidang PPI dari unit yang ditetapkan.
(4) : ISK adalah infeksi yang terjadi akibat pemasangan kateter urine menetap
>2 hari kalender
(5) : PHLEB adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi akibat
komplikasi pemberian terapi infuse
(6) : IDO adalah infeksi yang terjadi pasca operasi dalam kurun waktu 30 hari
dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada
tempat insisi
(7) : Abses gigi adalah pasien yang mengalami abses pada area gigi yang
dilakukan tindakan perawatan gigi dimana pada saat dating tidak
ditemukan tanda infeksi.
(8) : KIPI adalah Infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi yang diberikan
secara penyuntikan
N : Numerator adalah jumlah kasus infeksi pada periode tertentu
D : Denominator adalah jumlah pasien yang dilakukan tindakan pada periode
tertentu
% : % adalah N dibagi D dikali 100%
c. Periode laporan
Laporan harus dibuat secara periodic, tergantung kebijakan yang berlaku,
misalnya setiap bulan, tribulan, semester dan tahunan.
WAKTU SUMBER
TARGET PENANGGUNG KEBUTUHAN MITRA KEBUTUHAN INDIKATOR
NO URAIAN TUJUAN SASARAN PELAKSA PEMBIA
SASARAN JAWAB SUMBER DAYA KERJA ANGGARAN KINERJA
NAAN YAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
SDM
1
2
3
Sarana prasarana
1
2
3
Alat kesehatan
1
2
3
Pelaksanaan PPI
1
2
3
Monev PPI
1
2
3
KETERANGAN:
YA : dilakukan sesuai standar
TIDAK : tidak dilakukan sesuai standar
NA : tidak dapat dinilai
Penghitungan: