K6 - IPA 2 - Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Jeneponto
K6 - IPA 2 - Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Jeneponto
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pada saat ini, kebutuhan listrik terus meningkat. Para ahli
energi di Indonesia sejak sepuluh tahun yang lalu telah
memprediksi tentang krisis listrik yang sudah lama menjadi
persoalan. Kebutuhan energi dapat meningkat secara urut, baik
ditinjau dari kapasitasnya, kualitasnya maupun ditinjau dari
tuntutan distribusinya. Apabila di Indonesia dalam
mengkonsumsi listrik yang begitu besar akan muncul masalah
jika dalam penyediaannya tidak sejalan dengan kebutuhan
pasokan energi listrik. Konsumsi listrik yang terus-menerus dan
berkualitas menjadi tuntutan yang harus dipenuhi, sedangkan
energi yang dihasilkan sekarang didominasi dengan
pembangkitan yang menggunakan energi fosil (tak terbarukan),
dimana ketersediaan energi fosil (tak terbarukan) semakin
berkurang. Hal ini membuat pemerintah untuk menginvestasikan
dana yang cukup besar untuk membangun pembangkit listrik di
berbagai daerah di Indonesia. Dalam upaya untuk mengatasi
pemenuhan kebutuhan listrik ini, sangat diperlukan sebuah
energi baru yang mampu memenuhi kebutuhan listrik nasional
yang semakin besar.
Energi yang terbuat dari proses alami dan kemungkinan tidak
akan pernah habis merupakan energi terbarukan. Potensi untuk
mengembangkan energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar
seperti potensi energi surya, energi angin, energi air, biomassa,
energi panas bumi dan energi gelombang laut. Potensi ini cukup
1
banyak dan 2 tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Jika energi-
energi ini dapat diolah dan dimanfaatkan maka negeri ini tidak
akan lagi mengalami krisis energi listrik.
Salah satu upaya pemanfaatan energi terbarukan yang
dilakukan yaitu pembangunan Pusat Listrik Tenaga Bayu
(PLTB) di Sulawesi selatan yaitu Kabupaten Jeneponto.
Pembangkit Listrik ini mengkonversi energi angin menjadi
energi listrik dengan menggunakan turbin angin. Jenis
pembangkit energi angin tergolong baru di Indonesia walaupun
pembangkit energi angin sudah lama dimanfaatkan oleh Negara
maju seperti Belanda, Inggris, Australia,dan lain-lain.
Pusat Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Jeneponto merupakan
PLTB pertama di Indonesia yang terbesar, tidak banyak Negara
di Asia yang memiliki pembangkit listrik jenis ini. Daya yang
dihasilkan cukup besar yakni PLTB Jeneponto dengan kapasitas
60 MW. PLN mendapatkan listrik yang dihasilkan dari
pembangkit tersebut melalui jaringan interkoneksi Sulawesi
Selatan. Jaringan ini menyambungkan ke saluran transmisi PLN
150 kV.
Suatu proses penyaluran tenaga listrik dari tempat
pembangkit tenaga listrik sampai ke saluran distribusi listrik
sehingga hasil listrik tersebut dapat disalurkan pada konsumen
pengguna listrik disebut juga dengan sistem transmisi.
Ketidakmampuan sistem tenaga untuk memenuhi permintaan
daya aktif merupakan salah satu penyebab utama ketidakstabilan
frekuensi. Sedangkan beban sistem yang berupa daya aktif selalu
berubah sepanjang waktu. Ada 3 batas toleransi yang
diperbolehkan untuk mempertahankan frekuensi, penyediaan
daya aktif (pembangkit) harus selalu disesuaikan dengan beban
daya aktif.
2
Berdasarkan penjabaran permasalahan diatas maka dilakukan
sebuah penelitian yang berjudul “Analisis Kestabilan Frekuensi
pada sistem Sulbagsel dengan Integrasi PLTB“. Analisis
kestabilan frekuensi pada sistem Sulbagsel dapat dilakukan
dengan cara membandingkan hasilnya pengaruh sebelum dan
sesudah masuknya PLTB, analisis ketika terjadi gangguan pada
saat PLTB masuk ke sistem, dan analisis ketika PLTB tiba-tiba
terlepas dari sistem interkoneksi Sulbagsel.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel sebelum
dan sesudah masuknya PLTB Jeneponto?
2. Bagaimana kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika
PLTB Jeneponto lepas dari sistem dan lepas dari sistem tanpa
regulasi frekuensi?
3. Bagaimana kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika
PLTB Jeneponto lepas dari sistem dan lepas dari sistem
dengan menggunakan regulasi frekuensi?
4. Bagaimana kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika
kecepatan angin yang masuk ke PLTB bervariasi?
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel sebelum
dan sesudah masuknya PLTB Jeneponto
2. Menganalisis kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika
tiba-tiba PLTB Jeneponto lepas dari sistem dan lepas dari
sistem tanpa regulasi frekuensi
3
3. Menganalisis kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel ketika
tiba-tiba PLTB Jeneponto lepas dari sistem dan lepas dari
sistem dengan menggunakan regulasi frekuensi
4. Menganalisis kestabilan frekuensi sistem Sulbagsel dengan
inputan kecepatan angin yang bervariasi
B. Tinjauan Pustaka
1. Sistem Tenaga Listrik
Pada pembangkitan tenaga listrik ini terdapat proses perubahan
sumber energi primer menjadi energi listrik. Proses perubahan
sumber energi baik konvensional maupun non konvensional.
Masing-masing jenis pembangkit tenaga listrik memiliki prinsip
kerja yang berbeda, sesuai dengan prime movernya. Ada Satu hal
yang sepadan atau sama pada pembangkit tenaga listrik adalah
semuanya berfungsi untuk mengurah energi mekanik menjadi energi
listrik dengan cara merubah potensi energi mekanik yang berasal
dari air, uap, gas, angin, panas bumi, nuklir, kombinasinya.
Fungsi dari masing-masing komponen secara garis besar ialah
sebagai berikut :
a. Pembangkitan merupakan komponen yang berfungsi
membangkitkan tenaga listrik, yaitu mengubah energi yang
berasal dari sumber energi lain,contohnya:air, batu bara, panas
bumi, minyak bumi dan lain-lain yang menjadi energi listrik.
b. Transmisi adalah komponen yang berfungsi menyalurkan daya
atau energi dari pusat pembangkitan ke pusat beban.
c. Distribusi adalah komponen yang berfungsi mendistribusikan
energi listrik ke lokasi konsumen energi listrik.
d. Beban merupakan peralatan listrik di lokasi konsumen yang
memanfaatkan energi listrik dari sistem tersebut.
4
Pada suatu sistem tenaga listrik, tegangan yang digunakan pada
masing-masing komponen dapat berbeda beda sesuai dengan
kepentingannya. Dengan kata lain, setiap komponen pada sistem
tenaga listrik mempunyai tingkat tegangan yang berbeda-beda. Pada
sistem pembangkitan, tingkat tegangan disesuaikan dengan
spesifikasi generator pembangkit listrik yang digunakan, biasanya
berkisar antara 11 s/d 24 kV. Untuk pembangkit yang berkapasitas
lebih besar biasanya menggunakan level tegangan yang lebih tinggi.
Hal ini dapat dilakukan agar arus yang mengalir tidak terlalu besar.
Karena untuk kapasitas daya tertentu, besar arus yang mengalir
berbanding terbalik dengan tegangannya. Tingkat tegangan pada
pembangkit biasanya tidak tinggi, karena semakin tinggi level
tegangan generator, jumlah lilitan generator harus lebih banyak lagi.
Dengan lilitan yang lebih banyak mengakibatkan generator menjadi
lebih besar dan lebih berat sehingga dinilai tidak efisien.
5
yang didistribusikan oleh masing masing jaringan distribusi biasanya
relatif kecil atau sedikit dibanding dengan daya yang disalurkan
saluran transmisi, dan juga menyesuaikan dengan tegangan
pelanggan atau pengguna energi listrik. Level tegangan jaringan
distribusi yang sering digunakan ada dua jenis, yaitu 20 kV untuk
jaringan tegangan menengah (JTM) dan 220 V untuk jaringan
tegangan rendah (JTR). Dengan demikian diperlukan gardu induk
yang berisi trafo penyusutan tegangan untuk menurunkan tegangan
dari saluran transmisi ke tegangan distribusi 20 kV. Diperlukan juga
trafo distribusi untuk menurunkan tegangan dari 20 kV ke 220 V
sesuai tegangan pelanggan. Tingkat tegangan beban pelanggan
menyesuaikan dengan jenis bebannya, misalnya beban industri yang
biasanya memerlukan daya yang relatif besar biasanya menggunakan
tegangan menengah 20 kV, sedang beban rumah tangga dengan daya
yang relatif kecil, biasanya menggunakan tegangan rendah 220 V.
2. Sistem Interkoneksi
6
salah satu stasiun dan kebutuhan beban bisa diberikandari kedua
stasiun secara seimbang.
7
- Dapat menjaga kestabilan sistem Pembangkitan
- Keandalannya lebih baik satu. Dapat dicapai penghematan-
penghematan di dalam investasi
b. Kelemahannya :
- Memerlukan biaya yang cukup mahal
- Memerlukan perencanaan yang lebih matang
- Saat terjadi gangguan penyambungan singkat pada
penghantar jaringan, maka seluruh pusat pembangkit akan
tergabung di dalam sistem dan akan ikut menyumbang arus
prnyambung singkat ke tempat gangguan tersebut.
- Jika terjadi bagian-bagian mesin pada pusat pembangkit
terganggu, maka akan mengakibatkan jatuhnya sebagian atau
seluruh sistem.
- Perlu menjaga keseimbangan antara produksi dengan
pemakaian
- Merepotkan saat terjadi gangguan petir
Pada sistem kaitan ini apabila salah satu pusat pembangkit
tenaga listrik mengalami kerusakan, maka penyambungan tenaga
listrik dapat dialihkan ke pusat pembangkit lain. Untuk pusat
pembangkit yang mem-punyai kapasitas kecil dapat dipergunakan
sebagai penolong dari pusat pembangkit utama (yang mempunyai
kapasitas tenaga listrik yang besar). Apabila beban normal sehari-
hari dapat diberikan oleh inti pembangkit tenaga listrik tersebut,
sehingga ongkos pembangkitan dapat diperkecil. Pada sistem
interkoneksi ini pusat pembangkit tenaga listrik bekerja bergantian
secara sistematis sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.
Sehingga tidak ada inti pusat pembangkit yang bekerja terus-
menerus. Cara ini akan dapat memperpanjang umur inti pusat
pembangkit dan dapat menjaga kestabilan sistem pembangkitan
8
3. Kestabilan Sistem Tenaga Listrik
Suatu sistem tenaga listrik dikatakan baik jika memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut:
Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan suatu sistem
untuk menyalurkan daya atau energi secara terus-
menerus.
Kualitas (Quality) yaitu kemampuan sistem tenaga listrik
untuk menghasilkan besaran-besaran standar yang
ditetapkan untuk tegangan dan frekuensi.
Kestabilan (Stability) yaitu kemampuan dari sistem untuk
kembali bekerja secara normal setelah mengalami suatu
gangguan.
Kestabilan sistem daya dapat dideskripsikan sebagai sifat
sistem yang memungkinkan mesin bergerak serempak dalam sistem
untuk memberikan reaksinya terhadap gangguan dalam keadaan
kerja normal serta balik kembali dalam keadaaan semula bila
keadaan menjadi normal.
Analisis keseimbangan biasanya digolongkan kedalam tiga macam,
tergantung pada sifat dan besarnya gangguan yaitu:
1. Kestabilan keadaan Tetap (Steady State Stability)
Merupakan kemampuan sistem tenaga listrik untuk menerima
gangguan rendah yang bersifat bernuansa yang terjadi disekitar
titik keseimbangan pada kondisi tetap.Kestabilan ini tergantung
pada karakter komponen yang terdapat pada sistem tenaga listrik
antara lain yaitu: pembangkit, beban jaringan transmisi, dan
kontrol sistem itu sendiri. Model pembangkit yang digunakan
adalah pembangkit yang sederhana (sumber tegangan konstan)
karena hanya menyangkut gangguan kecil disekitar titik
keseimbangan.
9
2. Kestabilan Dinamis (Dynamic Stability)
Merupakan kemampuan sistem tenaga listrik untuk kembali ke
titik keseimbangan setelah timbul gangguan yang relatife rendah
secara tiba-tibadalam waktu yang lama. Analisa kestabilan
dinamis lebih komplek karena juga memasukkan komponen
kontrol otomatis dalam perhitungannya.
3. Kestabilan Peralihan (Transient Stability)
Merupakan kemampuan sistem untuk mencapai titik
keseimbangan/sinkronisasi setelah mengalami gangguan yang
tinggi sehingga sistem kehilangan kestabilan karena gangguan
terjadi diatas kemampuan sistem.
4. Metode Pengumpulan Data
1. Tahapan Pengumpulan Data
Adapun tahapan dalam pengumpulan data di bawah ini :
a. Mulai
b. Studi literatur
c. Mengumpulkan data single line Sulbagsel
d. Membuat single line diagram sulbagsel
e. Integrasi PLTB ke sistem, meliputi 3 analisis yaitu:
- Analisis kestabilan frekuensi dengan inputan angin yang
bervariasi
- Analisis kestabilan frekuensi dengan pelepasan PLTB
tanpa dan menggunakan Regulasi frekuensi
- Analisis kestabilan frekuensi dengan integrasi PLTB
f. Penulisan hasil penelitian
g. Selesai
2. Lokasi Penelitian
Lokasi : UPT PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar dan
Departemen Teknik Elektro Unhas
10
3. Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis
data atau studi kasus sistem Sulbagsel, dimana dalam penelitian
ini yang akan diteliti yaitu mengenai kestabilan frekuensi sistem
sulbagsel dengan integrasi PLTB. Data penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari UPT PLN Sulselrabar khususnya
data yang berhubungan dengan penelitian yaitu:
- Data-data reaktansi dan resistansi jaringan transmisi
Sulbagsel
- Data-data beban reaktansi dan resistansi transmisi Sulbagsel
- Data aliran daya Wilayah Sulbagsel
5. Hasil Observasi
4.1 Tegangan dan arus pada saluran transmisi sulbagsel
11
4.2. Data impedansi saluran transmisi Sulbagsel
R'(AC,20°C X' R0'(AC) X0'
)
Nama Saluran
Ohm/km Ohm/km Ohm/km Ohm/km
12
GE 1 8 9,9 33
GE 2 8 10,3 33
PLTA Tangka 1 2 0,17 7,3
PLTA Tangka 2 3,5 -0,58 7,3
PLTD Agreko 3,2 1,2 8
PLTD Sungguminasa 10 3 25
PLTD Tallasa 1 40 18,8 8,9
PLTD Tallasa 2 23 10,2 8,9
PLTD Tallasa 5 23 10,5 8,9
PLTD Tallolama 1 8,5 5 20
PLTD Tallolama 2 3,8 3,6 10
Data Transformator
belitan
Nama rtd.Pow. Nominal HV- LV-
Frequenc rtd.Volt. Rtd.Volt.
y
MVA Hz kV kV
004_Borongloe_TD2_Takaoka 20 50 70 20
009_Tallo Lama_TD1_PASTI 30 50 150 20
015_Tello_IBT 1_Meidensha 20 50 150 30
018_Tello_IBT 4_Meidensha 20 50 70 30
022_Daya_TD2_Takaoka 20 50 70 20
024_Mandai_TD2_PASTI 20 50 70 20
044_Barru_TD1_Hyundai 20 50 150 20
2-Winding Transformer Type 40 50 150 33
2-Winding Transformer 40 50 150 33
Type(1)
13
IBT 275/150 KV 90 50 275 150
TD Balusu 30 50 150 20
TD Punagaya 30 50 150 20
TF_50MVA 50 50 150 33
Trafo Distribusi 150/20 KV - 60 50 150 20
60MVA
Trafo Generator Alsthom 2 27 50 70 11
Trafo Generator Alsthom1 30 50 30 6,3
Trafo Generator Backfeeding 130 50 150 11
Trafo Generator Bakaru 1 80 50 150 11
Trafo Generator Bakaru 2 80 50 150 11
14
Bolangi 1 9,5 1 9,552486
Data-data diatas adalah data yang diambil pada 23 November 2017 pukul
03.30 WITA. Dari data diatas diproseslah single line diagram seperti
dibawah ini :
15
Hasil Simulasi
PLTB
Jenepontoo
16
3. Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB Jeneponto
tiba-tiba lepas dari sistem
17
4. Simulasi frekuensi pada bus 275 kV ketika PLTB Jeneponto
tiba-tiba lepas dari sistem dengan regulasi frekuensi
18
6. Grafik daya output PLTB Jeneponto 2018
6. Pembahasan
19
Diagram masuknya frekuensi PLTB Jeneponto pada gambar
nomor 2 menunjukkan adanya kenaikan frekuensi di bus pamona
dan lattupa. Hingga detik 4,9 kenaikan frekuensi terjadi sebesar
50,73 Hz tapi kemudian turun ke frekuensi 50,258 Hz pada detik
ke 34,6 dan seterusnya.
Begitupula pada bus yang lain yaitu bus Bakaru, Tanjung
bunga, Bosowa, Bulukumba, Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene,
Makale, Mamuju, Maros, Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang,
Polmas, Soppeng, Sungguminasa, Tallasa, dan Tello mengalami
keadaan yang cukup sama dengan yang ada di diagram
sebelumnya ada kenaikan frekuensi pada detik 4,9 sebesar 50,73
Hz lalu turun kembali pada detik ke 34,6 menjadi 50,258 Hz dan
seterusnya.
Pada diagram ke 3 menunjukkan data sistem ketika PLTB
Jeneponto tiba-tiba lepas dari sistem. Bisa dilihat bahwa pada
detik ke 2 frekuensi turun menjadi 49,7 Hz lalu pada detik 4,3
naik menjadi 52,6 Hz lalu seketika frekuensi menjadi 0 pada
detik ke 7.
Pada bus Bakaru, Tanjung bunga, Bosowa, Bulukumba,
Kima, Sidrap, Jeneponto, Majene, Makale, Mamuju, Maros,
Palopo, Pangkep, Parepare, Pinrang, Polmas, Soppeng,
Sungguminasa, Tallasa, dan Tello juga terjadi hal yang sama.
Yaitu pada detik kedua frekuensi turun pada 49,7 Hz lalu naik
pada detik 4,3 sebesar 52,6 Hz lalu jatuh ke frekuensi 0 pada
detik ke 7.
Pada diagram ke 4 memaparkan tentang frekuensi pada bus
275 kV yang terjadi pada saat PLTB Jeneponto lepas tiba-tiba
tapi ada regulasi frekuensi. Mulanya frekuensi turun 49,3 Hz
pada detik 10,19 lalu naik pada keadaan stabil yaitu 49,62 Hz.
20
Di diagram ke 5 terlihat grafik kecepatan angin yang
berubah-ubah. Juga bisa dilihat intensitas tertinggi ada pada
antara januari dan februari. Angin ini tentu saja mempengaruhi
output yang ada pada PLTB, dapat dilihat pada grafik 6.
Kondisi kestabilan sebelum masuknya PLTB Jeneponto
sistem sulbagsel adalah tetap pada 50 Hz. Lalu saat PLTB
Jeneponto sudah masuk frekuensinya naik cukup tinggi yaitu
51,6 Hz pada detik-detik awal. Tetapi setelah itu mulai stabil
pada titik 50,5 Hz. Pada saat PLTB Jeneponto tiba-tiba lepas dari
sistem menyebabkan frekuensi menjadi di titik 0. Hal ini tentu
saja mengganggu kestabilan sistem sulbagsel. Setelah
pemasangan regulasi frekuensi ketika PLTB Jeneponto lepas
tiba-tiba maka regulasi tersebut menghasilkan daya kompensasi
56,8 MW sehingga sistem kembali menuju stabil.
Inputan angin yang bervariasi menyebabkan fluktuasi pada
kestabilan frekuensi karena daya output turbin juga naik turun
sesuai inputan angin yang masuk pada turbin. Tetapi untungnya
fluktuasi tersebut masih dalam ambang batas frekuensi listrik
indonesia.
21
7. Kesimpulan
1. Sistem Sulbagsel sebelum masuknya PLTB Jeneponto stabil
pada titik 50 Hz. Setelah dimasuki oleh PLTB Jeneponto
pada awalnya naik cukup tinggi pada titik 51,6 Hz tetapi
belum stabil. Lalu beberapa detik kemudian manjadi stabil
pada titik 50,5 Hz.
2. Tanpa adanya regulasi frekuensi pada saat PLTB Jeneponto
tiba-tiba lepas menyebabkan frekuensi menjadi 0 dan tentu
saja mengganggu kestabilan sistem sulbagsel.
3. Dengan menggunakan regulasi frekuensi pada saat PLTB
Jeneponto lepas maka ada kompensasi daya sebesar 56,8
MW yang menjaga kestabilan sistem sulbagsel.
4. Inputan angin yang bervariasi menyebabkan fluktuasi pada
kestabilan frekuensi karena daya output turbin juga naik
turun sesuai inputan angin yang masuk pada turbin. Tetapi
untungnya fluktuasi tersebut masih dalam ambang batas
frekuensi listrik indonesia.
22
8. Daftar Pustaka
PLTB, D. I., & Sultan, A. Analisis Kestabilan Frekuensi pada
Sistem Sulbagsel.
S. Suripto, Sistem Tenaga Listrik, Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, 2016.
S. R, Rencana Pembangunan Interkonekasi Jawa-Bali dan
Sumatera, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta,
2012.
A. d. Susanto, Pembangkit Listrik Tenaga Angin, Semarang:
Universitas Negeri Semarang, 2005.
D. Suswanto, Sistem Distribusi Tenaga Listrik, Padang:
Universitas Negeri Padang, 2009.
P. Kundur, Power System Stability and Control, New York :
MCGraw-Hill, 1994.
H. sadaat, Power system Analysis, singapore: mc graw hill
company, 1999.
D. Marsudi, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Yogyakarta: Graha
ilmu, 2006.
23