Anda di halaman 1dari 21

BAB IV

PEMBANGKITAN DALAM SISTEM INTERKONEKSI

Abdul Natsir, ST., MT., Staf Pengajar Teknik Elektro Unram


4.1 SISTEM INTERKONEKSI:
 “Sistem interkoneksi adalah sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa
pusat listrik dan gardu induk (GI) yang diinterkoneksikan (dihubungkan
satu sama lain) melalui saluran transmisi dan melayani beban yang ada
pada seluruh Gardu Induk (GI)”.
Lanjutan …
 Semua pembangkit perlu dikoordinir agar dicapai biaya pembangkitan
minimum, tentunya tetap memperhatikan mutu serta keandalan.
 Pembangkitan dalam sistem interkoneksi merupakan pembangkit terpadu
dari semua pembangkit yang ada dalam sistem pembagian beban antara
Pusat-pusat listrik dalam sistem interkoneksi yang menghasilkan aliran
daya dlm saluran transmisi dan profil tegangan dalam sistem.
 Frekuensi sistem diatur dengan mengatur daya aktif (daya nyata) yang
dibangkitkan dalam pusat listrik. Karena frekuensi dalam setiap bagian
sistem sama, maka daya aktif yang dibangkitkan untuk mengatur frekuensi
tidak terikat pada letak pusat listrik.
Lanjutan …
 Pengaturan tegangan memerlukan pengaturan daya reaktif dalam sistem.
Tegangan tidak sama besarnya dalam setiap bagian, maka pengaturan daya
reaktif untuk pengaturan tegangan harus memperhatikan tempatnya.
 Daya reaktif tidak selalu dibangkitkan oleh generator, bisa juga dibangkit di
jaringan oleh kapasitor atau reaktor.
 Operasi pembangkitan, memerlukan perancangan terlebih dahulu, meliputi:
- Perencanaan operasi unit pembangkit (perkiraan beban)
- Penyediaan bahan bakar
- Koordinasi pemeliharaan, suku cadang, dll.

4
Sistem Terisolasi:
 “Sistem yang terisolir adalah sistem yang hanya mempunyai sebuah pusat
listrik saja dan tidak ada interkoneksi antar pusat listrik serta tidak ada
hubungan dengan jaringan umum (interkoneksi milik PLN)”.
 Misalnya: Industri pengolah kayu (tengah hutan), Pengeboran minyak lepas
pantai. Pada sistem terisolir umumnya digunakan PLTD atau PLTG.
 Pada sistem terisolir, pembagian beban hanya dilakukan diantara unit-unit
pembangkit dalam satu pusat listrik.

5
4.2 PERKIRAAN BEBAN
 Energi listrik yang dibangkitkan (dihasilkan) tidak dapat disimpan,
melainkan langsung habis digunakan oleh konsumen. Oleh karena itu, daya
yang dibangkitkan harus selalu sama dengan daya yang digunakan oleh
konsumen.
 Apabila pembangkitan daya tidak mencukupi kebutuhan
konsumen, ditandai oleh turunnya frekuensi dalam
sistem. Sebaliknya, apabila pembangkitan daya lebih besar daripada
kebutuhan konsumen, maka frekuensi sistem akan naik.
 Penyedia tenaga listrik, misalnya PLN, harus menyediakan tenaga listrik
dengan frekwensi konstan (50 Hz atau 60 Hz) dalam batas penyimpangan
yang diizinkan.

6
Lanjutan …
 Pengaturan pembangkitan tenaga listrik yang berubah-ubah untuk
mengikuti perubahan kebutuhan daya dari konsumen memerlukan
perencanaan operasi pembangkitan yang cukup rumit dan menyangkut
biaya bahan bakar yang tidak kecil.
 Sehingga diperlukan perkiraan beban atau kebutuhan daya konsumen
sebagai dasar perencanaan operasi.
 Gambar berikut menggambarkan kurva beban harian Sistem Jawa – Bali
dalam satu minggu.

7
Kurva Beban Sistem dan Region
Minggu, 11 November 2001 pukul 19.30 = 11.454 MW (Netto)
8
Kurva Beban Sistem dan Region
Senin, 12 November 2001 Pukul 19.00 = 12.495 MW (Netto)
9
Kurva Beban Sistem dan Region Idul Fitri (hari ke 1)
Minggu, 16 Desember 2001 Pukul 20.00 = 8.384 MW (Netto)
10
Kurva Beban Sistem dan Region Natal
Selasa, 25 Desember 2001 Pukul 19.00 = 10.099 MW (Netto)
11
Kurva Beban Puncak Tahun Baru
Selasa, 1 Januari 2002 pukul 19.30 = 9.660 MW (Netto)
12
13 4.3 KOORDINASI PEMELIHARAAN
 Dalam sistem interkoneksi terdapat puluhan unit pembangkit dan juga
puluhan peralatan transmisi seperti transformator dan pemutus tenaga
(PMT).
 Semua unit pembangkit dan peralatan ini memerlukan pemeliharaan
(sesuai petunjuk pabrik). Bertujuan:
1. Mempertahankan efisiensi
2. Mempertahankan keandalan
3. Mempertahankan umur ekonomis
 Pemeliharaan unit pembangkit perlu dikoordinasikan agar petunjuk
pemeliharaan pabrik terpenuhi, namun daya pembangkitan sistem yang
tersedia masih cukup untuk melayani beban.
14 Lanjutan …
 Tabel berikut adalah contoh neraca daya dari sebuah sistem interkoneksi (bulan
Januari s/d Maret):
 PLTA dengan 4 unit:
- unit 1 & unit 2 sama, masing-masing 100 MW
- unit 3 & unit 4 sama, masing-masing 50 MW
PLTU dengan 4 unit:
- unit 1 & unit 2 sama, masing-masing 300 MW
- unit 3 & unit 4 sama, masing-masing 500 MW
PLTG dengan 5 unit yang sama:
- 5 x 100 MW, unit PLTG yang ke-5 baru selesai terpasang dan beroperasi
mulai bulan Maret.
15 Lanjutan …
16 Lanjutan …
 Daya terpasang adalah daya sesuai kontrak sewaktu unit pembangkit
dipasang.
 Daya tersedia adalah daya yang tersedia untuk pembangkitan dalam
sistem yang besarnya sama dengan daya terpasang dikurangi daya unit
pembangkit yang menjalani pemeliharaan.
 Perkiraan beban adalah perkiraan beban puncak sistem.
 Cadangan daya adalah selisih antara daya tersedia dengan perkiraan
beban puncak.
17 4.4 FAKTOR-FAKTOR DALAM
 PEMBANGKITAN
I.   Faktor Beban (Load Factor, LF)
Faktor beban adalah perbandingan antara besarnya beban rata-rata untuk suatu
selang waktu (satu hari atau bulan) terhadap beban puncak tertinggi dalam
selang waktu yang sama.
Beban rata-rata untuk suatu selang waktu adalah jumlah produksi kWh dalam
selang waktu tsb dibagi dengan jumlah jam dari selang waktu tsb.

Bagi penyedia TL, faktor beban sistem diinginkan setinggi mungkin, makin
tinggi FB berarti makin rata beban sistem, sehingga tingkat manfaatnya
tinggi. Dalam praktik, LF tahunan sistem berkisar 60-80%.
18 Lanjutan …
I. Faktor Beban (Load Factor, LF)
19 Lanjutan …
II.   Faktor Kapasitas (Capacity factor, CF)
Faktor kapasitas sebuah unit pembangkit atau pusat listrik menggambarkan
seberapa besar sebuah unit pembangkit atau pusat listrik dimanfaatkan.
Faktor kapasitas tahunan (8760 jam) didefinisikan:

Dalam praktik, faktor kapasitas tahunan PLTU berkisar 60-80%, sedangkan


PLTA berkisar antara 30-50% (ketersediaan air).
20 Lanjutan …
III.  Faktor Utilisasi (Penggunaan)
Faktor utilisasi sesungguhnya serupa dengan faktor kapasitas,
Faktor utilisasi sebuah alat didefinisikan:

IV. Forced Outage Rate (FOR)


Forced outage rate adalah sebuah faktor yang menggambarkan sering tidaknya
sebuah unit pembangkit mengalami gangguan.
FOR didefinisikan:

FOR tahunan PLTA sekitar 0,01 dan FOR tahunan PLT termis berkisar 0,5 sampai
0,10. Makin handal (jarang gangguan, FOR makin kecil.

Anda mungkin juga menyukai