Anda di halaman 1dari 6

Mengenal Sistem Interkoneksi JAMALI ( Jawa Madura Bali)

Sistem interkoneksi menjadi dasar sistem tenaga listrik. Sistem tenaga listrik di
Indonesia terbagi menjadi 3 peran. Pertama adalah pembangkitan. Pembangkitan
tenaga listrik di Indonesia dilaksanakan oleh PLN Pembangkitan, anak perusahaan
PLN yakni PT Indonesia Power dan pembangkit listrik swasta. Pembangkit ini terbagi
menjadi PLTA, PLTU, PLTA, PLTD, PLTP, PLTU PLTG dan PLTGU. Kedua adalah peran
transmisi yakni penyaluran yang dilakukan oleh PLN P3B. Sebelum disalurkan,
tenaga listrik yang dihasilkan pembangkit listrik oleh transformator (Interbus
Transformer-IBT) distep-up (dinaikkan) menjadi tegangan tinggi sebesar 500 Kv. IBT
berada di sebuah tempat bernama gardu induk (GI). Untuk GI jaringan 500 kv
disebut Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET). Selain untuk menaikkan
tegangan GITET juga berfungsi untuk menurunkan tegangan di beberapa tempat.

Peran ketiga adalah pendistribusian daya listrik ke konsumen. Peran ini dilakukan
oleh PLN Distribusi. PLN Distribusi memiliki wewenang untuk mengatur pembagian
energi listrik ke konsumen. Dari situ muncul juga wewenang perniagaan yang
mengatur berapa Rupiah harga listrik yang dijual ke konsumen per kwh.

Sistem interkoneksi Jamali memasok daya listrik bertegangan 500 kv melalui


Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) ke seluruh wilayah Jawa, Madura dan
Bali. Daya listrik ini dihasilkan dari beberapa pembangkit besar di Pulau Jawa seperti
Pembangkit Suralaya di Banten, Pembangkit Tanjung Jati B di Jawa Tengah dan
Pembangkit Paiton di Jawa Timur. Pengelola operasi sistem interkoneksi Jamali
adalah PLN P3B Jawa Bali yang berlokasi di Gandul, Jakarta.

PLN P3B dan pembangkit listrik mutlak harus menjalin koordinasi setiap saat.
Sekecil apapun gangguan pada pembangkit akan berpengaruh pada sistem
interkoneksi Jamali. Seperti koordinasi antara PLN P3B Jawa Bali dan pembangkit
besar. Setiap bulan PLN P3B Jawa Bali menyelenggarakan Rapat Alokasi Energi
(RAE) yang melibatkan perwakilan dari seluruh pembangkit di Pulau Jawa. Pada
rapat itu terjadi tawar menawar antara PLN P3B dan pembangkit terkait daya yang
bisa dihasilkan oleh pembangkit pada bulan itu. Di situ pula para perwakilan dari
pembangkit menyatakan sebesar apa kesiapan pembangkitnya pada bulan itu. Dari
hasil tawar menawar dan laporan itu PLN P3B merangkum untuk menentukan
pembangkit mana saja yang harus diberi beban penuh dan tidak per jamnya.

PLN P3B Jawa Bali dan Region

Seperti diketahui sebelumnya bahwa sistem interkoneksi Jamali dikelola oleh PLN
P3B Jawa Bali. Tugas PLN P3B dibantu oleh PLN P3B Region. P3B Region mengelola
dan memelihara jaringan listrik untuk kebutuhan regionnya saja. Daya listrik yang
dikelola P3B Region bertegangan lebih rendah daripada sistem interkoneksi Jamali.
Daya listrik yang dihasilkan dari pembangkit-pembangkit yang diatur oleh P3B
Region ini disebut daya mampu. Daya listrik yang diikelola oleh P3B Region ini
bertegangan 150 kV. Untuk itu kebutuhan listrik di wilayahnya, PLN P3B Region
memasok listrik dari pembangkit-pembangkit kecil yang berada pada wilayah region
itu. Pulau Jawa terbagi menjadi 4 region yang terdiri dari PLN P3B Region Jakarta &
Banten, Region Jawa Barat, Region Jawa Tengah & DIY serta Region Jawa Timur &
Bali.

Misalnya Region Jawa Tengah dan DIY. Region ini memiliki beberapa pembangkit
kecil seperti PLTU, PLTGU Tambaklorok, PLTP Dieng, PLTG, PLTU Cilacap dan PLTG
Sunyaragi. Ketiga pembangkit ini menyuplai jaringan Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT) dan Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT)150 kv di seluruh wilayah
Jawa Tengah dan DIY. Jaringan SUTT dan SKTT sepanjang 2326,52 km dan 23,68 km
ini terdiri dari 69 buah GI dan 5445 buah tower.

PLN P3B Region juga membutuhkan pasokan listrik dari sistem interkoneksi Jamali.
Daya listrik ini disalurkan dari beberapa GITET yang berada di region. Dengan IBT,
listrik bertegangan 500 kV diturunkan (step down) menjadi 150 kv. Daya listrik ini
disebut sebagai daya listrik pasokan.

Selain mengelola jaringan tegangan150 kv PLN P3B Region juga bertugas


memelihara instalasi jaringan sistem interkoneksi Jamali. Region Jawa Tengah
memiliki 3 GITET yakni GITET PLTU Tanjung Jati B, GITET Ungaran dan GITET Pedan.
GITET Ungaran dan Pedan berfungsi membagi tegangan 500 kv menjadi beberapa
tegangan 150 kv. Sedangkan, GITET Tanjung Jati B berfungsi menaikkan tegangan
dari pembangkit ke jaringan 500 kv. PLN P3B Region Jateng dan DIY memelihara
1156,2 km jaringan SUTET 500 kv dengan 2588 buah towernya.

Beban Harian

Secara konkret, koordinasi antara PLN P3B dan pembangkit dapat dilihat pada kurva
beban harian (mengacu infografis). Kurva beban harian tersebut adalah pada sistem
Jawa Tengah dan DIY. Kendati kurva beban harian antara sistem Jateng dan DIY dan
sistem lain berbeda namun dapat menjelaskan koordinasi antara PLN P3B dan
pembangkit secara umum. Pada pagi hingga siang hari PLN P3B mengerahkan

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan beban saat itu
secara penuh. Alasan pengerahan PLTA di awal adalah beban listrik yang harus
dipenuhi masih rendah (base load). Sementara biaya operasional PLTA juga relatif
rendah. Beban yang masih rendah juga masih bisa diantisipasi oleh PLTA yang juga
hanya memiliki kapasitas rendah. Berturut-turut mengikuti beban listrik juga makin
tinggi. Antisipasi PLTA dibantu oleh Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) dan PLTU
berenergi primer batu bara.

Saat beban puncak (peak load), PLN P3B mengerahkan PLTU, PLTG dan PLTGU, yang
berenergi primer minyak secara penuh. Kenapa pembangkit ini dikerahkan terakhir?
Sebab biaya operasional PLTGU ini tergolong mahal mengingat energi primernya
minyak. Itulah mengapa PLN sering mengampanyekan pengurangan penggunaan
listrik antara pukul 17.00-22.00. Saat itulah beban puncak terjadi. Makin besar
beban yang dipikul, makin besar konsumsi pembangkit listrik pada minyak.

Free Governor dan Load Frequency Control

Selain koordinasi dalam RAE, sebenarnya pengaturan beban pembangkit juga


memakai tolok ukur frekuensi. Hal ini mengantipasi penambahan beban yang
sewaktu-waktu bisa terjadi. Frekuensi ini diukur dari putaran generator pembangkit.
Besar frekuensi yang dipakai di Indonesia sebesar 50 Hz. Ini berarti generator di
seluruh pembangkit tiap detiknya harus berputar 50 kali.

Sementara itu fluktuasi beban listrik disebabkan oleh 2 hal yakni besar daya listrik
yang dipakai oleh pelanggan dan kesiapan pembangkit. Misal jika beban listrik naik
berarti dapat dipastikan daya listrik yang dipakai pelanggan bertambah atau ada
pembangkit yang turun tegangannya (trip). Penyebab pembangkittrip adalah
pemeliharaan rutin dan kerusakan yang tak terduga sehingga terganggu
aktivitasnya. Di sisi lain, frekuensi sebesar 50 Hz harus selalu dipertahankan.
Toleransi perubahan hanya dimungkinkan kurang atau lebih 0,5 Hz.

Untuk mempertahankan frekuensi 50 Hz pembangkit dilengkapi dua sistem yakni


Free Governor dan Load Frequency Control (LFC). Sistem Free Governor membuat
pembangkit secara otomatis mengangkat beban yang bertambah. Sistem LFC
sebenarnya hampir serupa dengan Free Governor namun LFC dapat memindahkan
beban secara lebih cepat untuk mengantisipasi keadaan yang lebih darurat. Kedua
sistem ini dapat dianalogikan pada mobil. Frekuensi dianalogikan dengan akumulasi
putaran roda sedangkan beban dianalogikan dengan penumpang. Makin banyak
penumpang makin berat beban yang ditanggung mobil. Untuk mempertahankan

putaran rodanya agar kecepatannya tetap maka sang sopir perlu menekan pedal
gas lebih dalam. Nah, pedal gas inilah yang menganalogikan Free Governor dan
LFC. Jika beban terlampau berat maka ada penumpang yang diturunkan.
Penumpang yang diturunkan sama saja dengan pemadaman.

Dari Timur ke Barat

Sistem interkoneksi mengakomodir karakteristik energi listrik yang setelah


diproduksi tidak bisa disimpan dan harus dipakai seketika itu juga. Maka dari itu
sistem interkoneksi mengondisikan agar jaringan selalu teraliri listrik sesuai beban
yang dibutuhkan. Dari situ pasokan listrik ke konsumen lebih merata dan andal.
Faktanya saat ini kebanyakan pembangkit besar berada di Jawa bagian timur,
sedangkan beban listrik terbesar berada di Jawa bagian barat.

Sistem interkoneksi juga berfungsi mempermudah penanganan dan pemulihan


pada saat salah satu atau beberapa pembangkit dalam keadaan trip. Sistem
interkoneksi memungkinkan adanya pembagian beban pada tiap pembangkit. Jika
salah satu pembangkit mengalami trip maka beban pembangkit tersebut dialihkan
kepada pembangkit-pembangkit lain. Jika sistem ini kelebihan beban maka PLN
akan memadamkan listrik di beberapa daerah untuk agar kelebihan beban sistem
terkurangi. Inilah keuntungan lain dari sistem interkoneksi. Sembari pembangkit
yang tak beroperasi tadi dipulihkan, sistem masih tetap dapat berjalan. Beberapa
objek vital seperti rumah sakit, kantor pemerintahan akan tetap dapat menjalankan
aktivitasnya. Bandingkan jika sebuah daerah memiliki sebuah pembangkit tanpa
terhubung dengan sistem interkoneksi. Saat pembangkit tersebut tak beroperasi
maka dipastikan daerah itu akan terjadi padam total (blackout).

Sistem Island

Kemungkinan terjadinya pemadaman total (blackout) selalu ada. Jaringan SUTET


dan SUTT yang terbuka memiliki potensi untuk terkena bencana seperti roboh
karena angin badai atau tertabrak pesawat. Untuk mencegah blackout Sistem
interkoneksi Jamali memiliki sebuah sistem pengaman. Saat keadaan cukup ekstrim
akibat beban yang terlampau besar untuk dipikul sistem beberapa pembangkit akan
secara otomatis memisahkan dari dari sistem interkoneksi. Selanjutnya
pembangkit-pembangkit ini hanya beroperasi sesuai bebannya sendiri yakni dengan
melayani konsumen di wilayah sekitarnya. Hal ini bisa mengurangi jumlah
pelanggan yang tak terlayani listrik. Sistem ini disebut sistem Island.

Sistem ini tetap bertolok ukur pada frekuensi. Saat frekuensi turun hingga mencapai
48,30 Hz secara otomatis sistem Island aktif. Sebagai contoh adalah region Jawa
Tengah dan DIY. Wilayah ini memiliki 3 pulau saat sistem Island aktif.
Pertama, Pulau Tambaklorok yang mencakup wilayah mulai dari Pekalongan,
Ungaran dan Cepu. Kedua, adalah Pulau Cilacap yang mencakup wilayah
Tegal, Purwokerto hingga sebagian DIY. Pulau ketiga adalah Pulau Dieng
yang melayani konsumen di sekitar Wonosobo.
Kelistrikan Jawa-Bali dan Sumatera Akan Saling Terhubung

(Jakarta, 8/4) Sistem kelistrikan Jawa-Bali dan Sumatera yang sekarang masih
terpisah, direncanakan akan saling terhubung dalam satu jaringan interkoneksi. PLN
tengah mengembangkan proyek interkoneksi Sumatera Jawa melalui sistem
transmisi kelistrikan yang disebut teknologi Tegangan Tinggi Arus Searah (High
Voltage Direct Current/HVDC). Pada bulan April 2012 ini PLN akan mulai
menawarkan tender pembangunan proyek interkoneksi Sumatera Jawa kepada
para kontraktor yang berpengalaman mengerjakan proyek-proyek kelistrikan.
Proyek ini direncanakan mulai dibangun pada tahun 2013 dan ditargetkan
beroperasi pada tahun 2017.
Dengan proyek ini maka ke depan akan dimungkinkan untuk menyalurkan energi
listrik dari sejumlah pembangkit yang ada di Sumatera Selatan ke Jawa maupun dari
pembangkit di Jawa ke Sumatera untuk memenuhi kebutuhan listrik di Sumatera
maupun Jawa-Bali. Sistim interkoneksi yang akan dibangun, dirancang untuk
mampu menyalurkan daya sebesar 3.000 MW dari Sumatera ke Jawa-Bali maupun
sebaliknya.
Seperti diketahui, saat ini juga sedang dirintis pembangunan PLTU Mulut Tambang
batubara berkalori rendah dengan kapasitas total 3.000 MW di kawasan
pertambangan batubara Sumatera Selatan. Sementara ini, di Jawa juga tengah
dibangun pembangkit dalam program Fast Track Program (FTP) 1 serta
pembangkit swasta berupa PLTU batubara dengan kapasitas di atas 10.000 MW
yang akan memperkuat sistem Jawa.
Menurut skala ekonomi, sistem kelistrikan dengan pembangkit dan beban yang
makin besar akan lebih efisien. Oleh karenanya penggabungan sistem kelistrikan di
Jawa-Bali dengan kapasitas terpasang lebih dari 30.000 MW dengan sistem
kelistrikan Sumatera dengan beban sekitar 5.000 MW akan berakibat pada
peningkatan efektifitas penggunaan energi murah dengan skala ekonomi yang lebih
efisien. Hal ini juga dimaksud untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di
Sumatera dan Jawa-Bali yang di masa mendatang akan terus meningkat seiring
dengan semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi di kedua pulau tersebut.
Proyek interkoneksi Sumatera-Jawa ini akan terdiri dari stasiun pengubah listrik AC
menjadi DC (stasiun konverter) di Muara Enim dan listrik DC akan diubah kembali
menjadi listrik AC (stasiun inverter) di Bogor.

Lingkup proyek transmisi sejauh kurang lebih 700 km itu akan meliputi pekerjaan :
a) Stasiun konverter/inverter di Kabupaten Muara Enim (Sumatera Selatan) &
Kabupaten Bogor (Jawa Barat).
b) Saluran transmisi kabel bawah laut 500 kV DC sepanjang 40 km dari Ketapang
(Lampung) Salira (Banten), yang melintasi Selat Sunda.
c) Saluran transmisi udara 500 kV DC dari Muara Enim (Sumatera Selatan) ke
Ketapang (Lampung) dan dari Salira (Banten) ke Bogor (Jawa Barat)
d) Saluran transmisi udara 500 kV AC dari stasiun konverter Muara Enim (Sumatera
Selatan) ke PLTU Mulut Tambang dan dari stasiun inverter Bogor (Jawa Barat) ke
Sistem Transmisi 500 kV Jawa Bali.
e) Saluran transmisi udara 275 kV AC dari stasiun konverter Muara Enim (Sumatera
Selatan) ke sistem transmisi 275 kV Sumatera.
Rute yang akan dilewati proyek pembangunan interkoneksi Sumatera Jawa adalah
di wilayah Sumatera : Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Kabupaten OKU Timur, Kabupaten Ogan Komering Ilir di Provinsi Sumatera Selatan.
Di Provinsi Lampung meliputi Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung
Tengah, Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan. Sedangkan
untuk Jawa akan melewati Kota Cilegon, Kabupaten Serang, Kabupaten
Pandeglang, dan Kabupaten Lebak di Provinsi Banten serta Kabupaten Bogor di
Provinsi Jawa Barat.
Nilai investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan sistem interkoneksi kelistrikan
Sumatera Jawa ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 20 triliun dan sumber dana
pembangunan proyek sebagian besar berasal dari Loan JICA (Japan International
Cooperation Agency) dan dana pendamping dari anggaran PLN. Dalam kegiatan
enjiniring dan supervisi konstruksi PLN dibantu konsultan konsorsium Newjec Inc, JPower, Connusa Energindo dan Kwarsa Hexagon.
PLN saat ini sedang mengurus perizinan untuk pembebasan lahan di Sumatera
Selatan, Lampung, Banten & Jawa Barat. Diharapkan pemerintah daerah dan
masyarakat dapat mendukung demi kelancaran pembangunan interkoneksi
Sumatera-Jawa ini. Dokumen AMDAL proyek HVDC interkoneksi Sumatera Jawa ini
telah disetujui oleh KLH No: 461 Tahun 2009 tanggal 20 Agustus 2009.

Anda mungkin juga menyukai