Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar ICU


1. Definisi
Intensive Care Unit (ICU) merupakan fasilitas rumah sakit merawat
pasien yang mengalami penyakit kritis. Penyakit kritis terjadi secara tiba-
tiba dan merupakan pengalaman traumatis bagi keluarga (Burns, Misak,
Herridge, Meade,& Ockowski 2018).
Bagi keluarga ICU adalah tempat paling tidak menyenangkan karena
respon emosional keluarga dituntut lebih tinggi dibanding ruangan lainnya
dan ketepatan dalam pengambilan keputusan bagi kelangsungan atau
kualitas hidup anggota keluarganya (Rosa et al, 2019).
Intensive care unit (ICU) menurut WHO merupakan suatu bagian
dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus yang ditujukan untuk observasi,perawatan dan terapi pasien-
pasien yang menderita penyakit akut, cederaatau penyulit-penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa.
Perawat dan lingkungan ICU merupakan hal asing / baru bagi pasien,
kedaan pasien yang kritis mengakibatkan semua pemenuhan kebutuhan
diambil alih perawat. Perubahan yang mendadak dan kondisi pasien yang
kritis akan mengakibatkan stresspada klien sampai menimbulkan konflik.
Menurut penelitian (Benbenishty dan Biswas, 2015) konflik di ICU
berkaitan dengan stres pasien dan keluarga yang bersumber dari kondisi
pasien yang berat, prosedur mendesak serta persetujuan untuk membuat
keputusan yang cepat.
Di Indonesia, ketenagaan kerja perawat di ruang ICU diatur dalam
keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman penyelenggaraan
Pelayanan ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I makaperawatnya
adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan bantuan
lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari jumlah seluruh

6
7

perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU, dan


untuk ICU level III diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh perawat
ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU.

B. Stroke
1. Definisi
Stroke adalah serangan akut mendadak dari disfungsi otak fokal dan
global yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak, yang
berlangsung lebih dari 24 jam. Menurut penulis, stroke adalah ensefalopati
fungsional fokal dan global yang disebabkan oleh obstruksi aliran darah
otak yang disebabkan oleh perdarahan atau obstruksi, dan gejala serta
tandanya sesuai dengan bagian otak yang terkena. Orang yang bisa
sembuh total, cacat atau bahkan meninggal(Goleman et al., 2019).
Sedangkan menurut (Hariyanti et al., 2020) stroke atau sering
disebut CVA (Cerebro-Vascular Accident) merupakan penyakit/gangguan
fungsi saraf yang terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh
terganggunya aliran darah dalam otak. Jadi stroke adalah gangguan fungsi
saraf pada otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda klinis yang
berkembang secara cepat yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah
dalam otak.
Menurut definisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stroke adalah
disfungsi otak yang terjadi secara tiba-tiba akibat sirkulasi darah otak yang
tidak normal, disertai gejala dan tanda klinis fokal dan sistemik,
berlangsung selama lebih dari 24 jam atau dapat mengakibatkan kematian.
Orang berusia di atas 40 tahun. Semakin tua semakin tua, semakin besar
risiko terkena stroke (Imran et al., 2020).
Stroke merupakan defisit neurologis yang mempunyai awitan tiba–
tiba, berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh penyakit
serebrovascular (Ekacahyaningtyas, 2017). Pasien stroke dimungkinkan
mengalami gangguan transfer oksigen atau cerebro blood flow (CBF)
menurun sehingga mengakibatkan penurunan perfusi jaringan, sehingga
dapat mengakibatkan iskemik.
8

Stroke dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak dan


area subarachnoid (stroke hemoragik), yang menyebabkan darah bocor ke
jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinal, atau keduanya.
Penghambatan struktur otak dan hematoma menyebabkan kerusakan
serabut saraf kranial. Hematoma menyebabkan iskemia jaringan di
sekitarnya, yang menyebabkan penonjolan jaringan otak dan menghambat
batang otak. Stroke non-hemoragik disebabkan oleh iskemia serebral yang
disebabkan oleh obstruksi vaskuler serviks dan insufisiensi serebral.
Insufisiensi vaskular serebral dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
aterosklerosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Plak
aterosklerotik kecil atau bercabang mempersempit pembuluh darah dan
menyebabkan trombosis lokal (Oktaria & Fazriesa, 2017).
Fakta menunjukkan bahwa 70 % dari semua kejadian stroke setiap
tahun merupakan serangan stroke yang pertama kali. Sebenarnya dengan
mengetahui individu-individu yang beresiko tinggi terkena stroke,
intervensi pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin sehingga stroke
tidak terjadi. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama stroke
terpenting. Stroke secara langsung tidak membunuh penderitanya, akan
tetapi hipertensi memicu munculnya penyakit lain yang mematikan
( Pudiastuti, 2013 ).
Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi
secara dini pada stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif,
fungsional, dan defisit sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke
memiliki komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko komplikasi medis
sistemik selama pemulihan stroke. Komplikasi medis sering terjadi dalam
beberapa minggu pertama serangan stroke. Pencegahan, pengenalan dini,
dan pengobatan terhadap komplikasi pasca stroke merupakan aspek
penting. Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli vena, demam,
nyeri pasca stroke, disfagia, inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi
sangat umum pada pasien stroke (Mutiarasari, 2019).
9

2. Klasifikasi Stroke
a. Stroke Hemoragik
Merupakan stroke yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah
otak, dan 15 – 20 % dari kasus stroke adalah jenis stroke ini (Johanna,
dkk, 2014). Stroke ini disebabkan oleh adanya pendarahan. Pendarahan
dapat terjadi dimana saja di dalam badan, tetapi pendarahan di dalam
atau sekitar otak merupakan permasalahan hidup atau mati. Stroke
karena perdarahan (hemoragik) terjadi bila arteri yang menuju ke otak
pecah, darah tumpah ke otak atau rongga antara permukaan luar otak
dan tengkorak.
Stroke hemoragik lebih besar kemungkinannya untuk jadi fatal.
Tidak hanya dapat menganggu aliran darah ke bagian otak dimana
terjadi pembuluh darah arteri yang pecah, tetapi akan menekan otak dan
menyebabkan jaringan otak membengkak. Agar seseorang dapat
bertahan hidup waktu mengalami stroke seperti itu, tekanan dan
pembengkakan di dalam otak harus dapat hilang secara spontan secara
bertahap, pemungkinan mungkin diperlukan untuk menghilangkan
tekanan dan pembengkakan. Mereka yang selamat dari operasi seperti
itu sering dapat sembuh sepenuhnya atau mendekati sembuh
sepenuhnya. (Yueniwati, 2016)

b. Stroke Iskemik
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
Stroke iskemik secara umum diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh
darah serebral, baik yang besar maupun yang kecil. Pada stroke iskemik
8 penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri
yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis
interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung (Yueniwati, 2016)
10

3. Dampak Stroke
Dampak stroke menurut (Fitriani, 2019) pada individu dapat
menimbulkan beberapa perubahan diantaranya berupa perubahan fisik,
sosisal maupun psikologis.
a. Perubahan Fisik Perubahan fisik yang terjadi diantarannya kehilangan
fungsi motorik yaitu diantaranya kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh, tidak dapat berjalan tanpa bantuan, penurunan refleks tendon,
kesulitan menelan, ketidakmampuan menginterpretasikan sensasi,
penurunan fungsi penglihatan serta adanya perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari.
b. Perubahan Sosial
Dampak sosial yang terjadi pada pasien paska stroke salah satunya
disebabkan karena adanya masalah komunikasi diantaranya adalah
kesulitan dalam berbicara, gangguan bicara, ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya. Gejala sisa
fungsional pada pasien paska stroke juga menyebabkan terjadinya
perubahan penampilan, perubahan peran, reintegrasi serta pembatasan
partisipasi terhadap masyarakat, serta penurunan aktivitas sosial.
c. Perubahan Psikologis
Dampak psikologis dan Gangguan fungsi kognitif dimana
pasienmenunjukan gejala lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, pelupa, depresi, cemas dan kurang motivasi sehingga
pasien mengalami frustasi dalam perawatan penyembuhan (Fitriani,
2019).

4. Etiologi
Hal yang dapat menyebabkan dan meningkatkan risiko stroke. Di
antaranya:
1) Tingginya tekanan darah
Penyebab paling umum terjadinya stroke adalah tingginya tekanan
darah, atau dalam dunia medis disebut hipertensi. Sebaiknya kamu
waspada akan ancaman stroke jika memiliki tekanan darah lebih
11

dari 140/90. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan


obat-obatan ataupun dengan cara modifikasi gaya hidup seperti
membatasi asupan garam (6 gram/hari), berolahraga, menurunkan
berat badan, menghindari minuman berkafein, rokok, dan minuman
beralkohol sehingga tekanan darah dapat terkonrol dan
meminimalisir terjadinya stroke (InfoDatin, 2014).
2) Merokok
Memiliki kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terkena
stroke. Pasalnya, nikotin yang terkandung di dalam rokok dapat
meningkatkan tekanan darah (penyebab paling umum dari stroke).
Selain itu, asap rokok juga dapat menyebabkan lemak di arteri
leher utama menumpuk, darah menjadi lebih kental, dan lebih
rentan membeku. Bahaya rokok ini juga perlu diwaspadai oleh
mereka yang sering terpapar asap rokok. Bahan kimia dalam asap
rokok juga dapat meningkakan pembentukan bekuan darah yang
akan menyebabkan atherosclerosis yaitu suatu kondisi dimana
arteri menyempit dan mengurangi aliran darah menuju ke otak
sehingga menyebabkan stroke (Stroke Association, 2017).
3) Mengidap penyakit jantung
Penyakit jantung dan stroke memang bisa dibilang memiliki
hubungan yang erat. Pasalnya, orang yang mengidap penyakit ini
lebih rentan terserang stroke, dibanding yang tidak. Hal ini tak
terlepas dari fungsi jantung yang sangat vital, yaitu memompa
darah ke seluruh tubuh. Berbagai gangguan pada jantung yang
dimaksud dalam hal ini termasuk fibrilasi atrium, kerusakan katup
jantung, detak jantung yang tidak teratur, dan arteri yang tersumbat
karena timbunan lemak.
4) Genetik
Keturunan atau genetik dapat berkontribusi 50% meningkatkan
stroke dimasa depan. Adapun seseorang yang memiliki hubungan
darah yang dekat dengan orang yang menderita stroke akan
memiliki risiko tinggi utnuk mengalami stroke (AHA, 2017).
12

5) Obesitas
Jika obesitas disebut-sebut bisa sebabkan stroke, jawabannya tentu
iya. Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang tertuang
dalam Obesity and Stroke Fact Sheet dari Obesity Action Coalition,
yang menjelaskan bahwa peluang untuk terkena stroke dapat
meningkat pada orang yang kelebihan berat badan, tak peduli pria
ataupun wanita. Selain itu, obesitas juga menjadi faktor risiko
untuk hipertensi, yang jika tidak dikelola dengan baik dapat
menyebabkan stroke. Kelebihan jaringan lemak telah terbukti
memiliki hubungan yang signifikan dengan risiko stroke (Obesity
Action Coalition, 2018).
6) Kolestrol tinggi yang tak tekontrol
Kolestrol yang tinggi yaitu displidemia sangat berkontribusi
terhadap penyakit pembuluh darah yang sering menyebabkan
stroke. Ada dua jenis kolestrol dalam tubuh yang terdiri dari Low
Density Lipoprotein (LDL) atau sering disebut dengan kolestrol 22
baik dan High Density Lipoprotein (HDL) atau sering disebut
dengan kolestrol jahat. Semakin banyak HDL didalam tubuh, akan
menginduksi terjadinya atherosclerosis yang pada akhirnya akan
menyebabkan stroke (Stroke Fundation, 2018).
7) Hipertensi
Hipertensi dipandang sebagai faktor resiko utama terhadap
kejadian penyakit serebrovaskuler seperti stroke ataupun
transientis-chemic attack. Pada beberapa kasus menunjukkan
seseorang yang menderita hipertensii berpotensi untuk mengalami
kejadian stroke. Penyakit hipertensi dipandang sebagai salah satu
faktor risiko terjadinya stroke, terlebih lagi jika penderita dalam
kondisi stress pada tingkat yang tinggi. Seseorang yang menderita
penyakit hipertensi akan mengalami aneurisma yang
disertaidisfungsi endotelial pada jaringan pembuluh darahnya.
Apabila gangguan yang terjadi pada pembuluh darah ini
berlangsung terus dalam waktu yang lama akan dapat
13

menyebabkan terjadinya stroke. Ini berarti bahwa status hipertensi


seseorang menentukan seberapa besar potensi untuk terjadinya
stroke, mereka yang tidak menderita hipertensi akan sangat kecil
resikonya untuk mengalami stroke (Anshari, 2020).
8) Usia
Usia ini adalah usia di mana fungsi semua organ dalam tubuh
(seperti sistem vaskular) menurun. Pembuluh darah menipis dan
rapuh. Semakin tua usianya, semakin besar risiko terkena stroke.
Orang berusia ≥55 tahun cenderung mengalami stroke sebanyak
dua kali (dua kali), karena semakin tua, pembuluh darah menjadi
tipis dan rapuh, sehingga lebih mungkin mengalami trauma yang
terjadi bersamaan dengan aterosklerosis, sehingga area stroke
semakin luas (Susilawati & Nurhayati, 2018).

C. Terapi Deep Breathing Exercice


1. Definisi
Relaxation therapy deep breathing merupakan suatu bentuk asuhan
keperaawatan yang dalam hal ini mengajarkan kepada klien bagaimana
cara melakukan nafas dalam , nafas lambat (menahan inspirasi secara
maksimal) dan bagimana menghembuskan nafas secara perlahan.
Sementara (Smelzer and Bare 2016) teknis nafas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasis paru , mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional
yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
Slow deep breathing adalah relaksasi yang disadari untuk mengatur
pernafasan secara dalam dan lambat. Slow deep breathing memberikan
pengaruh terhadap tekanan darah melalui peningkatan sensitivitas
baroreseptor dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis serta
meningkatkan aktivitas sistem saraf parasimpatis pada penderita hipertensi
primer. Latihan nafas meningkatkan kesehatan fisik maupun mental yang
akan meningkatkan fluktuasi dari interval frekuensi pernafasan dan
berdampak pada peningkatan efektivitas barorefleks (SK Janet, 2017).
14

Breathing Exercise adalah suatu metode sistem pernafasan untuk


kinerja organ paru-paru. Pernafasan yang baik dan teratur dapat
menstabilkan tekanan darah dan memperbaiki respirasi. Lanjut usia
mengalami gangguan pernafasan secara umum proses degeneratif sehingga
penurunan fungsi organ tubuh terutama paru-paru (Hermansyah dkk,
2015). Latihan pernafasan atau breathing exercise yang dapat digunakan
untuk lansia adalah diaphragma breathing dan deep Breathing.
Deep breathing mengakibatkan paru-paru akan lebih banyak
menerima oksigen, jumlah oksigen yang masuk ke paru mempengaruhi
kerja tubuh atau jaringan. Pada saat deep breathing dilakukan dapat terjadi
peningkatan signifikan terhadap kemampuan fungsi paru sesaat setelah
diberikan. Deep breathing dapat merubah pernafasan yang cenderung
berubah karena proses penuaan pada lansia dan pada saat deep breathing
dilakukan akan menyebabkan terjadinya peregangan alveolus. Peregangan
alveolus ini akan merangsang pengeluaran surfaktan yang disekresikan
oleh sel-sel alveolus tipe II yang mengakibatkan tegangan permukaan
alveolus dapat diturunkan (Imania, 2015).
Terapi deep breathing merupakan suatu bentuk asuhan keperaawatan
yang dalam hal ini mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan
nafas dalam , nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan
bagimana menghembuskan nafas secara perlahan. Sementara (Smelzer and
Bare 2016) menyatakan bahwa teknis nafas dalam adalah untuk
meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasis paru , mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional
yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
Menurut (Andri et al., 2018) latihan slow deep breathing memiliki
efek yang sangat bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi. Hasil penelitian (Wardani Dian Wisnu, 2015) tentang
slow deep breathing di instalasi rawat jalan poli spesialis penyakit dalam
RSUD Tugurejo Semarang menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian
slow deep breathing terhadap penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Hasil penelitian (Hartanti Rita Dwi et al., 2016) juga
15

menyatakan bahwa terdapat penurunan tekanan darah responden setelah


diberikan terapi relaksasi nafas dalamyaitu tekanan darah sistolik sebesar
18,46 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 6,54 mmHg.
Penelitian oleh (Hartanti, Wardana, 2016); (Janet & Gowri, 2017)
bahwa penerapan deep breathing exercise dapat menurunkan tekanan
darah sistolik 18.46% dan tekanan diastolic 6.54% pada pasien Hipertensi.
Penerapan deep breathing exercise sebabkan kardiopulmonari meregang,
selanjutnya menstimulasi di arkus aorta, sinus karotis menuju ke medulla
oblongata dan merangsang saraf parasimpatis yang berdampak
menurunnya kontraktilitas miokardium, dilatasi pembuluh darah sehingga
tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami penurunan.

2. Tujuan dan Manfaat Deep breathing exercise


Tujuan deep breathing exercise yaitu:
1. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja pernafasan
2. Memelihara pertukaran gas, mencegah atletaksi paru
3. Mencegah pola aktivitas otot pernafasan yang tidak berguna,
melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernafas.

Deep breathing exercise dapat mencegah atelektasis dan meningkatkan


fungsi ventilasi paru pada klien post ekstubasi. Pemulihan kemampuan
otot pernafasan akan meningkatkan compliance paru sehingga membantu
ventilasi lebih adekuat sehingga menunjang oksigen jaringan.

3. Teknik Latihan Deep Breathing Exercise


Menurut Tarwoto (2012), langkah-langkah melakukan latihan deep
breathing yaitu sebagai berikut:
a. Atur pasien dengan posisi duduk atau berbaring
b. Kedua tangan pasien diletakkan di atas perut
16

c. Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung


dan tarik napas selama tiga detik, rasakan perut mengembang saat
menarik napas.
d. Tahan napas selama tiga detik
e. Kerutkan bibir, keluarkan melalui mulut dan hembuskan napas secara
perlahan selama enam detik. Rasakan perut bergerak ke bawah.
f. Ulangi langkah a sampai e selama 15 menit
g. Latihan deep breathing exercise boleh dilakukan pagi hari 2 jam
setelah makan obat

D. Terapi Musik
1. Definisi
Musik merupakan agen stimulasi dari luar yang dibuat untuk
menstabilkan pengaruh emosi dan memfokuskan kembali perhatian.
Mendengarkan music secara konsisten mengurangi laju pernafasan (RR),
tekanan darah sistolik (sistolik), dan memiliki efek pengurangan
kecemasan pada pasien yang diobati secara mekanis Terapi music
merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
oleh perawat sebagai stimulasi kepada pasien yang diharapkan dapat
berdampak terhadap pemulihan dan penyembuhan pasien (Liang zet,
2016)
Penerapan management lainnya untuk menurunkan tekanan darah
dengan terapi musik. Hasil penelitian menurut (Mahatidanar, A. &
Khairun, 2017), tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi didapatkan hasil ada
pengaruh penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. Musik
melalu iiramany amenurunkan kadar kortisol, menyebabkan pembuluh
darah meregang dan mempengaruhi saraf simpatis sehingga memberikan
efek rileks dan berkonstribusi terhadap penurunan tekanan darah (Djohan,
2016).
Terapi musik klasik adalah penggunaan musik sebagai alat terapis
untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik dan
17

kesehatan emosi. Terapi musik merupakan suatu bentuk terapi dibidang


kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi
berbagai masalah dalam aspek baik, fisik, psikologis, kognitif dan
kebutuhan sosial individu. Terapi musik dapat digunakan dalam lingkup
klinis, pendidikan dan sosial bagi pasien yang membutuhkan pengobatan
atau intervensi pada aspek sosial dan psikologis (Gusti, 2014).
Dengan adanya terapi musik, seseorang bisa terbantu agar beban
pikiran berkurang serta bisa membuat perasaan menjadi senang dan
terhibur.Selain itu, terapi musik ini bisa menyalurkan bakat seseorang
yang terpendam. Dengan mendengarkan musik diharapkan dapat
merangsang dan menarik penderita untuk mengikuti alur irama yang
selanjutnya menciptakan suasana santai, gembira yang pada akhirnya
adanya perubahan yang positif.

Menurut jurnal (Yusrin Aswad, dkk. Vol. 2, No 2 (2020))

TekananDarah
(MAP)
116
120
103
100 pre
pos
80
pre pos

Gambar 1. Pengukuran Tekanan Darah

Analisis lebih lanjut menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna


antara rerata tekanan darah responden, dengan kata lain bahwa seca
rasignifikan terapi music bias menurunkan tekanan darah dengan pvalue
0.000,<0.05). Dapat dilihat pada Grafik1. bahwa terjadi penurunan yang
signifikan pada tekanan darah lansia baik sistol maupun diastole. Hal ini
diakibatkan terjadi perpanjangan serabut pada saat relaksasi, menurunnya
18

aktivitas otak, menurunnya pengiriman implus saraf keotak, dan fungsi


tubuh yang lain, karakteristik respon releksasi ditandai dengan
menurunnya denyut nadi, penurunan tekanan darah, dan jumlah
pernafasan.

2. Manfaat Terapi Music


Menurut (Sesrianty, 2018) manfaat terapi musik diantaranya:
a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan
b. Mempengaruhi pernafasan
c. Mempengaruhi denyut, nadi, dan tekanan darah manusia
d. Mempengaruhi suhu tubuh manusia
e. Menimbulkan rasa aman dan sejahtera
f. Mempengaruhi rasa sakit

3. Tujuan Terapi Musik


Terapi musik mempunyai tujuan membantu mengekspresikan
perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap
suasana hati dan emosi, meningkatkan emosi, serta menyediakan
kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan
emosional. Dengan demikian, terapi musik juga dapat membantu
mengatasi stres atau kecemasan, mencegah penyakit, dan menghilangkan
rasa sakit (Gusti, 2014).

E. Tekanan Darah
1. Definisi
Tekanan darah merupakan tekanan yang berasal dari aliran darah
didalam pembuluh darah yang terjadi ketika jantung memompakan darah
keseluruh tubuh (Fadlilah et al., 2020). Tekanan darah terdiri dari dua
komponen yaitu tekanan sistolik dan diastolic. Tekanan sistolik merupakan
tekanan paling tinggi yang terjadi ketika ventrikel jantung berkontraksi.
Tekanan diastolic adalah tekanan yang paling rendah dan terjadi saat
19

ventrikel jantung berelaksasi. Tekanan darah normal pada manusia


menurut JNC VII adalah 120/80 mmHg (Manurung, 2018).
Tekanan darah sistolik (angka atas) adalah tekanan puncak yang
tercapai ketika jantung berkontraksi dan memompakan darah melalui
arteri. Tekanan darah sistolik dicatat apabila terdengar bunyi pertama pada
alat pengukur tekanan darah. Tekanan darah diastolik (angka bawah)
diambil ketika tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks dan
mengisi darah kembali. Tekanan darah diastolik dicatat apabila bunyi tidak
terdengar (Masriadi, 2016).
Menurut Gunawan (2007) dalam Suri (2017) istilah “tekanan darah”
berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam
tubuh manusia. Tekanan darah di bedakan antara tekanan darah sistolik
dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah
ketika menguncup (kontraksi) sedangkan, tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah ketika mengendor kembali (rileksasi).
Tekanan darah tiap orang sangat bervariasi. Bayi dan anak-anak
secara normal memiliki tekanan darah lebih rendah dibandingkan usia
dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana
tekanan darah akan lebih tinggi ketika seseorang melakukan aktivitas dan
lebih rendah ketika sedang beristirahat (Sutanto, 2010).
Perhitungan tekanan darah dilakukan dengan alat bantu monitor.
Nilai normal sesuai usia pasien adalah sebagai berikut: usia 1 bln: 85/50
mmHg, 6 bulan: 90/53 mmHg, 1 tahun: 91/54 mmHg, 2 tahun: 91/56 mm
Hg, 6 tahun: 95/57 mmHg, 10 tahun: 102/62 mm Hg, 12 tahun: 107/64
mmHg, 16 tahun: 117/67 mmHg dan 20 tahun ke atas 120/80 mmHg. Pada
pasien dewasa lebih sering digunakan pada angka 110/70 sampai dengan
120/80 mmHg ((Anshari, 2020).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah


Menurut Price (2009) tekanan darah pada seseorang tidak konstan
sepanjang hari, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti usia, stress,
medikasi, variasi diurnal, dan jenis kelamin.
20

1) Usia
Usia dikatakan dapat mempengaruhi tekanan darah karena tingkat
normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Tingkat tekanan
darah pada anak-anak atau remaja dikaji dengan memprhitungkan
ukuran tubuh dan usia (task porce on blood pressure in children 1987).
Pada anak-anak yang lebih besar (lebih tinggi atau lebih berat) tekana
darahnya lebih tinggi dari anak-anak yang lebih kecil dari usia yang
sama. Tekanan darah pada orang dewasa cenderung meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Berdasarkan data dari WHO tingkatan usia
terkena hipertensi terbagi menjadi:
a. Bayi usia (0-2 tahun) sangat langka
b. Balita (3-5 tahun) sangat langka
c. Anak-anak (6-13tahun) langka
d. Remaja (14-18 tahun) langka
e. Anak Muda(19-40 tahun) umum
f. Dewasa(41-60 tahun) sangat umum
g. Oang tua (60 tahun ke atas) sangat umum

2) Stress
Perasaan takut, nyeri, dan stress emosi dapat mengakibatkan stimulasi
simpatik, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan
tahanan vascular perifer. Efek stimulasi simpatik meningkatkan
tekanan darah (Price, 2009).
3) Medikasi
Banyak medikasi yang secara lansung ataupun tidak langsung dapat
mempengaruhi tekanan darah. Golongan medikasi lain yang
mempengaruhi tekanan darah yaitu analgesic narkotik, yang dapat
menurunkan rekanan darah (Price, 2009).
4) Variasi Diurnal
Menurut Price (2009) tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang
hari dan tidak ada orang yang pola dan derajat variasinya sama.
21

Tekanan darah paling tinggi di waktu pagi dan paling rendah ketika
tidur malam hari yang dapat mencapai 80-90 mmHg sistolik dan 40-60
mmHg diastolik.
5) Jenis Kelamin
Secara Klinis terdapat perbedaan yang signifikan dari tekanan darah
pada anak perempuan dan laki-laki. Setelah pubertas pria cenderung
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi sedangkan pada wanita yang
sudah menopause akan lebih cenderung memilii tekanan darah yang
lebih tinggi dari pada pria usia tersebut (Price, 2009). Peningkatan
tekanan darah pada lansia juga merupakan pengaruh dari penurunan
fungsi pada sistem kardiovaskuler, seperti katup jantung yang menebal
dan menjadi kaku, kehilangan elastisitas pembuluh darah dan
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan
darah menjadi meningkat (Mubarak, 2006). Tekanan darah tinggi
(hipertensi) adalah salah satu faktor resiko penting yang dapat
dimodifikasi, yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri koronaris
(coronary artery disease) dan stroke. Selain hipertensi, faktor resiko
lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung
diantaranya adalah makanan berkolestrol, kebiasaan merokok,
aktivitas fisik yang kurang, rangsangan kopi yang berlebih, dan juga
faktor keturunan.

3. Pengukuran Tekanan Darah


Prosedur pengukuran tekanan darah menggunakan sphygmomanometer
manual (Susilo, 2013 dalam Suri, 2017) :
1) Responden duduk rileks dan tenang sekitar 5 menit.
2) Pemeriksa menjelaskan manfaat dari rileks, agar nilai tekanan darah
saat pengukuran tersebut dihasilkan nilai yang stabil.
3) Pasangkan manset pada salah satu lengan dengan jarak sisi manset
paling bawah 2,5 cm dari siku kemudian rekatkan dengan baik.
4) Tangan responden diposisikan di atas meja dengan posisi telapak
tangan terbuka keatas dan sejajar dengan jantung.
22

5) Lengan yang terpasang manset harus bebas dari lapisan apapun.


6) Raba nadi pada lipatan lengan, lalu pompa alat hingga denyut nadi
tidak teraba kemudian dipompa kembali sampai tekanan meningkat 30
mmHg.
7) Tempelkan stetoskop pada perabaan denyut nadi, lepaskan pemompa
perlahan-lahan dan dengarkan bunyi denyut nadi tersebut.
8) Catat tekanan darah sistolik yaitu nilai tekanan ketika denyut nadi yang
pertama kali terdengar dan tekanan darah diastolik ketika bunyi denyut
nadi sudah tidak terdengar.
9) Pengukuran sebaiknya dilakukan 2 kali dengan selang waktu 2 menit.
Jika terdapat perbedaan hasil pengukuran sebesar 10 mmHg atau lebih
lakukan pengukuran untuk ke 3 kalinya.
10) Apabila responden tidak mampu duduk, pengukuran dapat dilakukan
dengan posisi baring, kemudian catat kondisi tersebut di lembar
catatan.
23

F. Kerangka Teori

Stroke

Stroke Hemoragik

Penatalaksanaan farmakologis

Therapy music Deep Breathing exercise

Stimulus Suara Pernafasan inspirasi dan ekspirasi

Implus saraf (telinga) auditori Tekanan persial O₂↑

Sistem limbik O₂ ke cerebral


terpenuhi

Sistem saraf otonom Respon sinyal ke medulla


oblongata dan pons baik

Hipotalamus merangsang Pengeluaran endorpin


pituitary phenylethilamin

Penurunan : -Kartikosteroid Perubahan mood


-Cartocotropin releasing hormone
-Adenocortocotropin horone

Relaksasi

Penurunan tekanan darah


24

Gambar 3.1 Kerangka konseptual dengan pendekatan teori adaptasi Roy

Anda mungkin juga menyukai