MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan
kronis yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah pada dinding
pembuluh darah arteri. Keadaan tersebut mengakihatkan jantung bekerja
lebih keras untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh melalui pembuluh
darah. Hal ini dapat mengganggu aliran darah, merusak pembuluh darah,
bahkan menyebabkan penyakit generatif, hingga kematian (Sari, 2017).
Tabel 2.1
Klasifikasi hipertensi AHA 2017
Tabel 2.2
(Sumber
Kategori :Tekanan
ESC/ESH 2018)
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Darah
Optimal <120 <80
Normal 120 – 129 80 - 84
High Normal 130 – 139 85 - 89
Hipertensi Stadium I 140 - 159 90 - 99
Hipertensi Stadium II 160 – 179 100 - 109
Hipertensi Stadium >180 > 110
III
C. Penyebab Hipertensi
Menurut Sari (2017), mengklasifikasikan hipertensi menjadi:
a. Hipertensi primer
Hipertensi primer (esensial atau idiopatik)
merupakan peningkatan tekanan darah tanpa diketahui
penyebabnya dan berjumlah 90-95 % dari semua kasus
hipertensi. Meskipun hipertensi primer tidak diketahui
penyebabnya, namun beberapa faktor yang berkontribusi
meliputi: peningkatan aktivitas Symphathetic Nervous
System (SNS), produksi sodium-retaining hormones
berlebihan dan vasokonstriksi, peningkatan masukan
natrium, berat badan berlebihan, diabetes melitus, dan
konsumsi alkohol berlebihan.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan peningkatan
tekanan darah dengan penyebab yang spesifik dan biasanya
dapat diidentifikasi. Hipertensi sekunder diderita oleh 5-10
% dari semua penderita hipertensi pada orang dewasa.
Ignatavicius, Workman, & Winkelman (2016) menyatakan
bahwa penyebab hipertensi sekunder meliputi penyakit
ginjal, aldosteronisme primer, pheochromocytoma,
penyakit Chusing’s, koartasio aorta (Penyempitan pada
aorta), tumor otak, ensefalitis, kehamilan, dan obat
(estrogen misalnya, kontrasepsi oral ; glukokortikoid,
mineralkortikoid, simpatomimetik).
Menurut Dewi (2011), Hipertensi dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu:
1) Hipertensi yang tidak disebabkan oleh adanya
gangguan organ lain seperti ginjal dan jantung
namun disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti
faktor keturunan, pola hidup yang tidak seimbang.
keramaian, stress dan pekerjaan, kebiasaan
konsumsi tinggi lemak dan garam, aktifitas yang
kurang. kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan
kafein. Hipertensi ini biasa disebut dengan
hipertensi primer
2) Hipertensi yang discbabkan olch gangguan ginjal,
endokrin dan kekakuan aorta, kelainan hormonal,
penggunaan obat- obatan, hipertensi ini biasa
disebut dengan hipertensi sekunder.
Menurut Hart dkk (2010), faktor-faktor penyebab hipertensi
adalah kegemukan, asupan garam yang tinggi, asupan kalium yang
rendah, dan asupan alcohol yang tinggi. Adapun penyebab
munculnya penyakit ini bermacam-macam, antara lain memikirkan
hal yang berat atau adanya gangguan pada urat saraf. Penyakit ini
juga dapat memicu munculnya penyakit lain, misalnya rematik,
kejang-kejang otot, dan lumpuh (vertam). Penderita disarankan
banyak istirahat, tidak berpikir terlalu berat, serta mengurangi
konsumsi garam.
D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat
vasomotor itu bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia
simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron masing-masing
ganglia melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pusat
ganglia ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem
saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin yang pada
akhirnya menyebabkan vasokonstriksi korteks adrenal serta mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi tersebut juga
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal yang kemudian
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume Intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga
disebabkan oleh beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus
simpatis, gangguan sirkulasi. Peningkatan aktifitas tonus simpatis
menyebabkan curah jantung menurun dan tekanan primer yang meningkat,
gangguan sirkulasi yang dipengaruhi oleh reflek kardiovaskuler dan
angiotensin menyebabkan vasokonstriksi. Sedangkan mekanisme pasti
hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari
penuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta
dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh
darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai
umur. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan
resistensi vaskuler perifer, yang kemudian tahanan perifer meningkat.
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hipertensi yaitu kegemukan,
yang akan mengakibatkan penimbunan kolesterol sehingga menyebabkan
jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Rokok terdapat
zat-zat seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok,
yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan
tekanan darah tinggi. Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan
kadar kortisol dan meningkatkan sel darah merah serta kekentalan darah
berperan dalam menaikan tekanan darah.
Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya
adalah feokromositoma, maka didalam urine bisa ditemukan adanya
bahan-bahan hasil penguraian hormon epinefrin dan norepinefrin
(Ruhyanudin, 2017).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2017).
E. PATHWAYS
Obesitas Merokok Stress Konsumsi garam Alkohol Kurang olah Usia di atas 50 Kelainan fungsi
ginjal Feokromositoma
berlebih raga tahun
Menghasilkan
Penimbunan Nikotin dan karbon Pelepasan Peningkatan
Tidak mampu hormon epinefrin
kolesterol monoksida masuk adrenalin dan Retensi cairan kadar kortisol Meningkatnya Penebalan
membuang dan norepinefrin
aliran darah kortisol tahanan perifer dinding aorta & sejumlah garam
arteri pembuluh darah
dan air di dalam
Peningkatan Meningkatnya besar
Penyempitan tubuh Memacu stress
Merusak lapisan Vasokonstriksi volume darah sel darah merah
pembuluh darah endotel pembuluh Elastisitas
pembuluh dan sirkulasi Efek konstriksi
darah darah pembuluh
arteri perifer Volume darah
Meningkatnya darah
dalam tubuh
viskositas menurun
Aterosklerosis meningkat
Tahanan
perifer
meningkat
untuk memompa
HIPERTENSI
Retensi
natrium
Oedem
Gangguan
keseimbangan
volume cairan
F. Gejala Hipertensi
Hipertensi kadang disebut sebagai "Silent Killer" karena biasanya
orang yang menderita tidak mengetahui gejala sebelumnya dan gejalanya
baru muncul setelah sistem organ tertentu mengalami kerusakan pembuluh
darah (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Menurut Sari (2017),
menyatakan bahwa gejala hipertensi yang umum dijumpai yaitu pusing,
mudah marah, telinga berdenging, mimisan (jarang), sukar tidur, sesak
napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang.
Adib (2011) juga menyatakan bahwa hipertensi biasanya tanpa gejala, tapi
bisa menimbulkan sakit kepala di pagi hari, mimisan, denyut jantung yang
tidak teratur, dan berdengung di telinga, sementara gejala hipertensi berat
meliputi, kelelahan, mual, muntah, kebingungan, kecemasan, nyeri dada,
dan tremor otot.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kasus
Pada tanggal 21 Januari 2022, Tn.S usia 47 tahun mengatakan bahwa
dirinya memiliki Riwayat hipertensi. Tn.S mengatakan bahwa istrinya
mengalami hipertensi kurang lebih sudah 5 tahun belakangan ini, Ny. R
mengatakan bahwa dirinya sering sakit kepala, tekuk leher belakang sering
terasa berat dan nyeri. Hasil pengukuran didapatkan TD : 140/110 mmh,
RR : 23 x/menit.
B. Pertanyaan klinis
Adakah faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada
penduduk usia produktif ?
BAB III
ANALISIS JURNAL
B. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui rentang usia yang sering terjadi di masyarakat
C. Tempat penelitian
Wilayah kerja Puskesmas Jagir
E. PICO
P: Penduduk usia produktif
I: Pengaruh usia produktif terhadap terjadinya hipertensi
C: Tidak ada pembanding
O: Dapat mengetahui faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi pada penduduk usia produktif
G. VIA
1. Validity
a. Desain: Peneliti ini menggunakan desain yang bersifat observasional
analitik dengan rancang bangun cross sectional
b. sampel: Sampel penelitian adalah penduduk berusia 15-64 tahun
sejumlah 103 orang yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Jagir
3. Applicability
1. Dalam diskusi
Berdasarkan hasil penelitian, faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada penduduk usia
produktif di wilayah kerja Puskesmas Jagir adalah konsumsi
potassium dan obesitas. Sementara faktor lainnya tidak
berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi.
Berdasarkan hasil penghitungan prevalensi kejadian
hipertensi menurut karakteristik yaitu hipertensi lebih banyak
terjadi pada jenis kelamin laki-laki dibanding perempuan (43,8%),
kelompok umur 35-44 tahun (46,2%), merupakan penduduk yang
tamat perguruan tinggi (63,6%), merupakan pegawai negeri sipil
(80%), serta tinggal di kelurahan Jagir (52,5%).
2. Karakteristik klien
Karakteristik responden (penduduk yang berusia 15-64)
3. Fasilitas biaya
Tidak dicantumkan jumlah biaya yang digunakan
4. Diskusi
Berdasarkan hasil penghitungan prevalensi kejadian hipertensi
menurut karakteristik yaitu hipertensi lebih banyak terjadi pada jenis
kelamin laki-laki dibanding perempuan (43,8%), kelompok umur 35-44
tahun (46,2%), merupakan penduduk yang tamat perguruan tinggi
(63,6%), merupakan pegawai negeri sipil (80%), serta tinggal di
kelurahan Jagir (52,5%). prevalensi pada variabel faktor risiko yang
diteliti menunjukkan hasil bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada
subyek yang memiliki riwayat keluarga hipertensi (46,3%),
mengonsumsi natrium setiap hari (35,7%), sering mengonsumsi
potassium (38,0%), mengalami obesitas (58,3%), rutin berolahraga
sebulan sekali (60%), merokok lebih dari 10 batang perhari (50%),
mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas perhari (57,1%), mengalami
stress tingkat rendah (41,2%), mengalami insomnia (41,4%), serta
mengonsumsi kafein (42,3%). Nilai PR sebesar 13,854 yang berarti
jarang mengonsumsi makanan dengan kandungan potassium berisiko
menimbulkan kejadian hipertensi sebesar 13,854 kali lebih besar
dibanding yang rutin mengonsumsi makanan dengan potassium.
Sementara nilai CI berada pada rentang 1,77 – 108,4 yang berarti nilai
PR tersebut memiliki makna bahwa mengonsumsi potassium
merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi terhadap kejadian
hipertensi.
Berdasarkan studi kasus dan jurnal, maka dapat di asumsi bahwa.
faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada
penduduk adalah konsumsi potassium dan obesitas. Sementara faktor
lainnya tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi.
Berdasarkan hasil penghitungan prevalensi kejadian hipertensi menurut
karakteristik yaitu hipertensi lebih banyak terjadi pada jenis kelamin
laki-laki dibanding perempuan (43,8%), kelompok umur 35-44 tahun
(46,2%),
Oleh dari itu penulis mengambil kesimpulan bahwa jenis kelamin
laki-laki lebih banyak terjadinya hipertensi dibandingkan jenis kelamin
perempuan.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Andria, K. M. 2013. Hubungan Antara Perilaku Olahraga, Stress dan Pola Makan
dengan Tingkat Hipertensi pada Lanjut Usia di Posyandu Lansia Kelurahan
Gebang Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya. Jurnal Promkes, 1(2):
111-117.
Agustina, R., & Raharjo, B. 2015. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Hipertensi Usia Produktif (25-54 Tahun). Unnes Journal of Public
Health, 4(4).
Agustina, S., Sari, S. M., Savita, R. 2014. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Hipertensi pada Lansia diatas Umur 65 Tahun. Jurnal Kesehatan
Komunitas, 2(4): 180-186.
Angesti, A.N., Triyanti, dan Sartika, R.A.D. 2018. Riwayat Hipertensi Keluarga
sebagai Faktor Dominan Hipertensi pada Remaja Kelas XI SMA Sejahtera 1
Depok Tahun 2017. Buletin Penelitian Kesehatan, 46(1): 1-10.
Dinkes Kota Surabaya. 2017. Profil Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2016.
Surabaya: Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2017. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2016. Surabaya: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Firmansyah, M., Ramadhani, R. 2017. Hubungan Merokok dan Konsumsi Kopi
dengan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi. Jurnal Kesehatan, 8(2): 263-
268.
Statistik Kecamatan Wonokromo. 2013. Statistik Daerah Kecamatan Wonokromo
2013. Surabaya: Badan Pusat Statistik Kota Surabaya.
WHO. 2018. Global Health Estimates 2016: Deaths by Cause, Age, Sex, by
Country and by Region, 2000-2016. Geneva: World Health Organization.
Yulistina, F., Deliana, S.M., Rustiana, E.R. 2017. Korelasi Asupan Makan, Stres,
dan Aktivitas Fisik dengan Hipertensi pada Usia Menopause. Unnes Journal
of Public Health, 6(1): 35-42.