Anda di halaman 1dari 12

propeda adalah progam pembangunan daerah kota balikpapan merupakan dokumen induk

perencanaan pembangunan daerah yang membuat visi,misi ,strategi dan arah kebijakan
pembangunan daerah kota balikpapan yang didasarkan pada kondisi,potensi,permasalahan dan
kebutuhan nyata daerah serta apirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang,di
daerah,ditetapkan dengan peraturan daerah.

Program Pembangunan Daerah (PROPEDA) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2001
– 2005 adalah merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang memuat pokok-
pokok kebijaksanaan dan pokok – pokok program pembangunan daerah yang strategis bagi para
pelaku pembangunan dengan agar penyelenggaraan dan ...

propeda adalah progam pembangunan daerah kota balikpapan merupakan dokumen induk
perencanaan pembangunan daerah yang membuat visi,misi ,strategi dan arah kebijakan
pembangunan daerah kota balikpapan yang didasarkan pada kondisi,potensi,permasalahan dan
kebutuhan nyata daerah serta apirasi masyarakat yang tumbuh dan berkembang,di
daerah,ditetapkan dengan peraturan daerah.

Perencanaan Dimensi Waktu

Perencanaan Jangka Panjang

Perencanaan ini meliputi jangka waktu hingga 10 tahun keatas dalam perencanaan ini belum di
tampilkan sasaran sasaran yang bersifat kuantitatif tetapi lebih kepada proyeksi atau perspektif
atas keadaan ideal yang di inginkan dan pencapaian keadaan yang bersifat pundapental. Contoh ,
Propenas

Perencanaan Jangka Menengah

Jangka waktunya 3 sampai 8 tahun. Di Indonesia umunya 5 tahun. Ini merupakan penjabaran
atau uraian perencanaan jangka panjang, walaupun perencanaan jangka menengah ini masih
bersifat umum tetapi sudah di tampilkan sasaran yang di proyeksikan secara kuantitatif. Contoh,
Propeda

Perencanaan Jangka Pendek

Jangka waktunya 1 tahun. Perencanaan ini di sebut juga perencanaan operasional tahunan .
contoh ,proyek- proyek

2. Perencanaan Dimensi Spasial

Merupakn perencanaan yang memiliki kararkter yang terkait dengan ruang dan batasan wilayah.
Darai dimesi spasial ini dikenal Perencanaan Nasional, Perencanaan Regional, Perencanaan Tata
Ruang, dan Tatat Tanah
Perencanaan Nasional

Suatu Proses penyusunan perencanaan berskala nasional sebagai konsensus dan komitmen
seluruh rakyat Indonesia yang terarah terpadu dan menyeluruh untuk mencapai masyarakat yang
adil dan makmur memperhitungkan dan memanfaatkan sumber daya nasional dan
memperhatikan perkembangan internasional. Contoh, Propenas dan perencanaan pendidikan
nasional

Perencanaan Regional

Pilihan antar sector dan hubungan antar sector dalam suatu wilayah atau daerah sehingga disebut
juga sebagai perencanaan daerah ataou wilayah. contoh ,Propeda, perencanaan pendidikan di
provinsi, Kabupaten/Kota

Perencanaan Tata Ruang

Renstra Adalah suatu dokumen Perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapi
dalam kurun waktu 1-5 tahun sehubungan dengan tugas dan fungsi SKPD serta disuse dengan
memperhitungkan perkembangan lingkungan strategis.

Rencana Strategis (Renstra) pada hakekatnya merupakan dokumen perencanaan suatu


organisasi/lembaga yang menentukan strategi atau arahan, dan digunakan sebagai dasar dalam
mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber daya termasuk modal dan sumber daya
manusia dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Namun, disini kami akan membahas khusus
mengenai Renstra untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Berikut di bawah ini untuk
lebih detail penjelasannya mengenai apa itu Renstra SKPD dan cara membuatnya.

Pengertian Renstra

Rencana strategi (Renstra) SKPD adalah suatu dokumen perencanaan yang berorientasi pada
hasil yang ingin dicapi dalam kurun waktu 1-5 tahun sehubungan dengan tugas dan fungsi SKPD
dengan memperhitungkan perkembangan lingkungan strategis yang digunakan untuk melakukan
proyeksi kondisi pada masa depan. Di dalam Renstra digambarkan tujuan, sasaran, kebijakan,
program dan kegiatan yang merupakan proses berkelanjutan dari pembuatan keputusan.
Keputusan itu diambil melalui proses pemanfaatan sebanyak mungkin pengetahuan antisipatif
dan mengorganisasikannya secara sistematis untuk dilaksanakan dan mengukur hasilnya melalui
feedback yang sistematis.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember.

Pada dasarnya tujuan penyusunan APBD sama halnya dengan tujuan penyusunan APBN. APBD
disusun sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran penyelenggara negara di daerah dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah dan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Pengertian APBD

Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD
ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai
dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

APBD terdiri atas Anggaran Pendapatan, (Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah, dan Penerimaan lainnya),
Bagian Dana Perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Dana Alokasi Khusus serta Pendapatan lain-lain yang sah seperti Dana Hibah, Dana Darurat,
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian dan
Otonomi Khusus, Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya dan
Pendapatan Lain-Lain.

Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di


daerah. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun
anggaran berikutnya.

Pengertian APBD Menurut Para Ahli

Achmad Fauzi – Menurut Achmad Fauzi, APBD adalah program pemerintah daerah yang akan
dilaksanakan dalam satu tahun mendatang, yang diwujudkan dalam satu bentuk uang.
1. Alteng Syafruddin

Menurut Alteng Syafruddin, APBD adalah rencana kerja atau program kerja pemerintah daerah
untuk tahun kerja tertentu, di dalamnya memuat rencana pendapatan dan rencana pengeluaran
selama tahun kerja tersebut.

2. R.A. Chalit

Menurut R.A. Chalit, APBD adalah suatu bentuk konkrit rencana kerja keuangan daerah yang
komprehensif yang mengaitkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang dinyatakan
dalam bentuk uang, untuk mencapai tujuan yang direncanakan dalam jangka waktu tertentu
dalam satu tahun anggaran.

3. M. Suparmoko

Menurut M. Suparmoko, APBD adalah anggaran yang memuat daftar pernyataan rinci tentang
jenis dan jumlah penerimaan, jenis dan jumlah pengeluaran negara yang diharapkan dalam
jangka waktu satu tahun tertentu.

Fungsi APBD

Menurut Ateng Syafruddin, fungsi dan kedudukan APBD yaitu: Sebagai dasar kebijakan
menjalankan keuangan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk masa tertentu
yaitu satu tahun anggaran. Sebagai pemberian kuasa dari pihak legislatif yaitu DPRD kepada
kepala daerah sebagai pimpinan eksekutif untuk melakukan pengeluaran dalam rangka
menjalankan roda pemerintahan daerah.

Sebagai penetapan kewenangan kepada kepala daerah untuk melaksanakan pembangunan daerah
dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai bahan pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang
berhak melaksanakan pengawasan bisa lebih baik. Pada Peraturan menteri dalam Negeri Nomor
13 Thn 2006 menyatakan bahwa APBD mempunyai beberapa fungsi antara lain sebagai berikut:

Fungsi Otorisasi – Anggaran daerah tersebut menjadi dasar untuk dapat melaksanakan
pendapatan serta belanja daerah ditahun bersangkutan
Fungsi Perencanaan – Anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman bagi manajemen
didalam merencanakan suatu kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

Fungsi Pengawasan – Anggaran daerah tersebut menjadi suatu pedoman untuk dapat menilai
apakah kegiatan atau aktivitas penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan

Fungsi Alokasi – Anggaran daerah tersebut harus diarahkan untuk dapat menciptakan lapangan
kerja atau juga mengurangi pengangguran serta pemborosan sumber daya, dan juga
meningkatkan efisiensi & efektivitas perekonomian.

Fungsi Distribusi – Anggaran daerah tersebut harus memperhatikan pada rasa keadilan dan juga
kepatutan.

Fungsi Stabilisasi – Anggaran daerah tersebut menjadi alat untuk dapat memelihara serta
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian suatu daerah.

Dasar Hukum APBD

Pada dasarnya tujuan penyusunan APBD sama halnya dengan tujuan penyusunan APBN. APBD
disusun sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran penyelenggara negara di daerah dalam
rangka pelaksanaan otonomi daerah dan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Dengan
APBD maka pemborosan, penyelewengan, dan kesalahan dapat dihindari. Dasar hukum dalam
penyelenggaraan keuangan daerah dan pembuatan APBD adalah sebagai berikut Grameds:

UU No. 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah.

UU No. 33 Tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta Tata Cara Pengawasan, Penyusunan, dan
Perhitungan APBD.

Prosedur Penyusunan APBD

Tahap proses penyusunan anggaran sesuai dengan UU No. 25 tahun 2004 tentang sistem
perencanaan pembangunan nasional, dimulai dari proses penyusunan RPJP Daerah yang memuat
visi, misi serta arah pembangunan daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Untuk lebih
memahami prosedur penyusunan APBD, Grameds dapat membaca buku Pedoman Penyusunan
APBD Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah.

Setelah RPJP Daerah ditetapkan, tugas selanjutnya adalah Pemerintah Daerah menetapkan uraian
dan penjabaran mengenai visi, misi dan program kepala daerah dengan memperhatikan RPJP
Daerah dan RPJM Nasional dengan memuat hal-hal tentang arah kebijakan umum daerah,
program serta kegiatan SKPD yang dituangkan dalam Renstra dengan acuan kerangka pagu
indikatif.

RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak kepala
daerah dilantik berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 pasal 19 ayat (3). Setelah itu dilanjutkan
dengan penetapan RKPD yang ditetapkan setaip tahunnya berdasarkan acuan RPJMD, Renstra,
Renja dan memperhatikan RKP dengan Peraturan Kepala Daerah sebagai dasar untuk
penyusunan APBD.

Proses perencanaan dari RPJP Daerah, RPJM Daerah, sampai dengan RKP Daerah sesuai dengan
UU No. 25 Tahun 2005 berada di BAPPEDA.

Komponen Pembentuk APBD

Adapun komponen yang membentuk APBD diatas terdiri dari 4 bagian, yaitu ringkasan
pendapatan, belanja, surplus/defisit dan pembiayaan.

1. Pendapatan

Bagian ini melihat perubahan dalam berbagai komponen pendapatan. Untuk pemerintah daerah
yang ada di Indonesia, pendapatan utamanya berasal dari tiga sumber : Pendapatan Asli Daerah
(PAD) melalui pajak dan retribusi Transfer dari pusat, dan Pendapatan lainnya. Mengingat rata-
rata sumber pendapatan pemerintah daerah didominasi oleh dana perimbangan yaitu sekitar 80-
90%, maka sumber pendapatan pemda dalam kondisi dependable (ketergantungan).

2. Belanja

Bagian ini menunjukkan perkembangan total belanja dalam periode 3 (tiga) tahun. Selain itu,
akan ditunjukkan pula perubahan dalam jenis belanja sehingga dapat diketahui jika ada satu
komponen yang berubah relatif terhadap komponen lain.

Untuk pemda di Indonesia, klasifikasi belanja secara ekonomi dibagi ke dalam 10 (sepuluh) jenis
, yaitu : Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Bunga Belanja Subsidi
Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov/Kab/Kota dan Pemdes
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov/Kab/Kota dan Pemdes Belanja Tak Terduga.

Pemahaman lebih dalam mengenai hal ini juga bisa Grameds temukan pada buku Permendagri
Pedoman Pemberian Hibah & Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD.

3. Surplus atau Defisit

Pada bagian ini ditunjukkan aktual pendapatan, belanja, dan surplus/defisit dalam periode 3
(tiga) tahun. Pada dasarnya, dari bagian ini dapat terlihat “surplus/defisit” secara Nasional.
Namun, tidak seperti private sector, surplus yang besar tidak diharapkan terjadi karena hal ini
dapat mengindikasikan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan pelayanan publik secara
optimal dalam beberapa hal.

4. Pembiayaan
Pos ini menggambarkan transaksi keuangan pemda yang dimaksudkan untuk menutup selisih
antara Pendapatan dan Belanja Daerah, jika Pendapatan lebih kecil maka terjadi defisit dan akan
ditutupi dengan penerimaan pembiayaan, begitu juga sebaliknya.

Sumber APBD

1. Retribusi

Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan
memastikan apa yang disediakan oleh penyedia layanan publik minimal sebesar tambahan biaya
(Marginal Cost) bagi masyarakat. Ada tiga jenis retribusi, antara lain:

Retribusi Perizinan Tertentu (Service Fees) seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis,
kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yang diterapkan oleh pemerintah daerah untuk
meningkatkan pelayanan. Pemberlakuan biaya atau tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang
diperlukan oleh hukum tidak selalu rasional.

Retribusi Jasa Umum (Public Prices) adalah penerimaan pemerintah daerah atas hasil penjualan
barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat
diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitas
hiburan atau rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisi swasta, tanpa
pajak, dan subsidi, di mana itu merupakan cara yang paling efisien dari pencapaian tujuan
kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.

Retribusi Jasa Usaha (Specific Benefit Charges) secara teori, merupakan cara untuk memperoleh
keuntungan dari pembayar pajak yang kontras, seperti Pajak Bahan Bakar Minyak atau Pajak
bumi dan bangunan.

2. Pendapatan Daerah

Bisa bersumber dari Pajak daerah dibagi jadi 2 yakni pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota.
Contohnya

Pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak hotel, pajak restoran,
pajak hiburan, dan lainnya,

Retribusi daerah, misalnya retribusi pelayanan kesehatan, kebersihan, dan lain-lain.


Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, misalnya dividen dan penyertaan modal
daerah pada pihak ketiga, Lain-lain penerimaan daerah yang sah, seperti jasa giro, pendapatan
bunga, komisi, potongan,

Dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus
dan Pendapatan lain seperti hibah dan pendapatan dana darurat.

Kemandirian APBD berkaitan erat dengan kemandirian PAD. Hal ini karena semakin besar
sumber pendapatan dari potensi daerah, maka daerah akan semakin leluasa untuk
mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Di mana kepentingan masyarakat tanpa muatan
kepentingan pemerintah pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.

Buku Hibah Dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Apbd juga bisa menjadi referensi dalam
rangka emberikan pemahaman serta pedoman bagi para pengelola keuangan daerah dalam
memberikan, menganggarkan, melaksanakan, dan menatausahakan, melaporkan,
mempertanggung jawabkan serta memonitori dan mengevaluasi pemberian hibah dan bantuan
sosial.

3. Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Properti (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah,
pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akan mampu mengelola keuangannya tapi
hak milik berhubungan dengan pajak properti. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk
memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan),
sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yang lebih
elastis.

4. Pajak Cukai

Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah, terutama alasan
administrasi dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat
dieksploitasi lebih daripada yang biasanya terjadi di sebagian besar negara yaitu dari perspektif
administratif berupa pajak bahan bakar dan pajak otomotif. Pajak bahan bakar juga terkait
penggunaan jalan, dan efek eksternal seperti kecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan.

Swastanisasi jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada
fitur umur dan ukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikan
kontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah polusi, dan
kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawab atas 80 persen kecelakaan),
dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraan yang pesat lebih banyak kerusakan jalan,
dan memerlukan jalan yang lebih mahal untuk membangun).

5. Pajak Penghasilan (Personal Income Taxes)

Diantara beberapa negara di mana pemerintah sub nasional memiliki peran pengeluaran besar,
dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik. Pajak pendapatan daerah ini
pada dasarnya dikenakan pada nilai yang tetap. Pada tingkat daerah didirikan basis pajak yang
sama sebagai pajak pendapatan nasional dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.

banner-promo-gramedia

6. Dana Bagi Hasil

Menurut PP No 55 Tahun 2005 Pasal 19 Ayat 1, dana bagi hasil (DBH) terdiri atas pajak dan
sumber daya alam. DBH pajak meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bagian Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan. Sedangkan DBH sumber daya
alam meliputi kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas, dan pertambangan panas bumi.

Besaran DBH sebagai berikut: Besaran dana bagi hasil penerimaan negara dari PBB dengan
imbangan 10 persen untuk daerah. Besaran dana bagi hasil penerimaan negara dari BPHTB
dengan imbangan 20 persen untuk pemerintah dan 80 persen untuk daerah. Besaran dana bagi
hasil pajak penghasilan dibagikan kepada daerah sebesar 20 persen. Dana bagi hasil dari sumber
daya alam ditetapkan masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan.

7. Dana Alokasi Umum


Dana alokasi umum (DAU) merupakan dana yang berasal dari APBN, dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Cara menghitung DAU sesuai
ketentuannya sebagai berikut:

DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan
dalam APBN. DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10
persen dan 90 persen dari dana alokasi umum.

DAU untuk suatu daerah kabupaten atau kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah
dana alokasi umum untuk daerah kabupaten atau kota yang ditetapkan APBN dengan porsi
daerah kabupaten atau kota. Porsi daerah kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud diatas
merupakan proporsi bobot daerah kabupaten atau kota di seluruh Indonesia. DAU suatu daerah
ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara
kebutuhan daerah dan potensi daerah.

8. Dana Alokasi Khusus

Menurut UU No 33 Tahun 2004, dana alokasi khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu. Tujuan DAK untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Kegiatan khusus tersebut adalah: Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan alokasi
umum. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.

9. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Thn 2000 mengenai suatu
Pengelolaan Keuangan Daerah dikatakan ialah, bahwa pendapatan daerah adalah suatu hak
pemerintah daerah yang diakui ialah sebagai penambah nilai kekayaan yang bersih. Penerimaan
daerah adalah suatu uang yang masuk ke suatu daerah dalam periode thn anggaran tertentu.

Pada Undang-undang Nomor 25 Thn 1999 Pasal 21 menggemukan, bahwa suatu anggaran
pengeluaran dalam APBD tersebut tidak dapat atau tidak boleh melebihi anggaran penerimaan.
Didalam penjelasan pasalnya tersebut, adalah daerah tidak dapat atau tidak boleh
menganggarkan pengeluaran tanpa adanya kepastian terlebih dahulu tentang ketersedian sumber
pembiayaannya serta juga mendorong daerah untuk dapat meningkatkan efisiensi
pengeluarannya. Searah dengan hal itu Peraturan Pemerintah Nomor 105 Thn 2000 mengenai
Pengelolaan Keuangan Daerah mengemukakan, ialah bahwa jumlah belanja yang dianggarkan di
dalam suatu APBD adalah suatu batas tertinggi untuk pada tiap-tiap jenis belanja.

Anda mungkin juga menyukai