Anda di halaman 1dari 2

Nama : Arvito Rais

Nim : 121370149
Prodi : Teknik Pertambangan

TAMAN NASIONAL DI SUMATERA

Sumatera adalah pulau yang mempunyai luas hutan terbesar ketiga setelah pulau
Kalimantan dan Papua, Hutan Sumatera mengalami kerusakan yang relatif tinggi. Sejak
Tahun 1985 sampai 1997, hutan pegunungan Sumatera sudah rusak seluas 15.000 km dengan
laju kerusakan lebih berdasarkan 1.000 km2 per tahun dan terus semakin tinggi sejak tahun
1997 (World Wildlife Fund, 2008). Kerusakan hutan dampak pendayagunaan yang hiperbola
sudah terjadi pada hutan dataran rendah Sumatera dengan taraf kerusakan 65–80%.
Kerusakan hutan pula telah memasuki tempat suaka alam juga tempat pelestarian alam
termasuk didalamnya taman nasional.

Taman Nasional Kerinci Seblat menjadi tempat pelestarian alam dengan luas
1.368.000 ha terletak pada empat provinsi, yaitu: Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan
Sumatera Selatan. Berdasarkan Integrated Conservation Development Program (ICDP) dan
balai TNKS tahun 1985 hingga tahun 2002, penutupan tempat hutan berkurang seluas 26.044
ha (Hutasoit, 2005; Dinata, 2008). Menurut Hartana dan Martyr (2001) bahwa dalam tahun
2011 lebih kurang 6.800 ha hutan dialih fungsikan menjadi huma perladangan. Kebakaran
hutan, pencurian output hutan bukan kayu, perburuan liar pula sebagai faktor penyebab
kerusakan hutan pada Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (Hutasoit, 2005).

Kerusakan hutan dalam TNKS tentu sangat memengaruhi kelimpahan spesies


Catnivora yang terdapat pada Kawasan tadi. Tutupan hutan yang berkurang mengakibatkan
terbentuknya celah dalam hutan sebagai akibatnya memengaruhi Carnivora untuk
bersembunyi dan mencari mangsa. Semakin besarnya tekanan kerusakan daerah asal dan
perburuan, membuahkan Carnivora besar mengembara dan berpindah ke seluruh daerah asal
dalam ketinggian geografis berbeda yaitu harimau Sumatera.
Berkurangnya daerah hutan disertai pertambahan populasi fauna ungulata menjadi
mangsa berdasarkan Carnivora nir bisa mendukung untuk membuahkan daerah tadi menjadi
loka tinggal (Woodroffe dan Ginsberg, 1998). apabila pada sebuah tempathutan atau
ekosistem masih ada populasi kucing liar (Carnivora) yang sehat, maka bisa dipastikan
bahwa pada pada tempat hutan tadi masih ada populasi-populasi hidupan liar atau satwa liar
lainnya pula pada syarat sehat.

Dengan melindungi kehidupan kucing-kucing liar, maka secara nir eksklusif pula
melindungi sebagian besar jenisjenis satwa lainnya. Taman Nasional Way Kambas yang
biasa pada sebut TNWK adalah keliru satu taman nasional tertua dan keliru satu taman
nasional yang berada pada daerah pulau sumatera. Luasannya sebanyak 13.000 ha yang
mencakup daerah Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Tengah dan adalah
daerah asal bagi poly jenis tanaman hewan yang beberapa antara lain endemik (Kompas,
2015).

Wilayah TNWK terdiri berdasarkan aneka macam jenis ekosistem misalnya


ekosistem mangrove, rawa dan dataran rendah tanah kering. aneka macam jenis ekosistem
tadi semakin memperkaya jenis, sebagai akibatnya TNWK membutuhkan pengelolaan yang
baik supaya bisa terus mendukung keberlanjutan ekosistem yang terdapat pada dalamnya.
Pemahaman tentang peraturan pula perseteruan dan planning TNWK untuk kedepannya
perlu dipahami sebagai akibatnya penjagaan TNWK nir hanya dilakukan sang pihak
pengelola tetapi warga luas pula ikut membantu menjaga lantaran telah tahu fungsi
berdasarkan eksistensi TNWK.

Anda mungkin juga menyukai